BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Ligamen periodontal
Ligamen adalah suatu ikatan, biasanya menghubungkan dua buah tulang. Akar
gigi berhubungan dengan soketnya pada tulang alveolar melalui struktur jaringan ikat
yang dianggap sebagai ligamen. Ligamen periodontal tidak hanya menghubungkan
gigi ke tulang rahang tetapi juga menopang gigi pada soketnya dan menyerap beban
yang mengenai gigi. Struktur ligamen biasanya menyerap beban tersebut secara
efektif dan meneruskannya ke tulang pendukung (Manson, 1993).
stres fungsional besar, ligamen biasanya juga lebih tebal dan bila gigi tidak berfungsi
ligamen akan menjadi tipis setipis 0,06 mm. Dengan terjadinya proses penuaan,
ligamen akan menjadi lebih tipis (Manson, 1993).
Elemen terpenting dari ligamen periodontal adalah principal fibers (serabutserabut dasar). Menurut Phinney and Halstead (2003), enam grup dari prinsipal fibers
yaitu:
a. Alveolar crest, berfungsi untuk menahan gaya rotasi dan tilting
b. Horizontal, berfungsi dengan cara yang kebanyakan sama dengan alveolar crest
c. Oblique, merupakan fibers grup yang sangat banyak. Fungsinya asalah untuk
menahan gaya intrusif yang mendorong gigi ke dalam
d. Apical, berfungsi untuk menahan gaya yang mencoba untuk menarik gigi keluar,
dan juga gaya rotasi
e. Interradicular, berfungsi untuk menahan gaya rotasi dan memegang gigi pada
kontak interproksimal
f. Interdental (transeptal), berfungsi untuk menahan gaya rotasi dan memegang gigi
di daerah kontak interproksimal
Gambar 2. Principal Fibers dari Ligamen Periodontal (Phinney and Halstead, 2003)
Ligamen periodontal mempunyai 2 grup substansi utama yaitu proteoglycans
dan glycoprotein. Dua grup ini tersusun atas protein dan polisakarida. Substansi dasar
pada ligamen periodontal adalah 70% berupa air. Fungsi substansi dasar adalah
mentransportasikan makanan ke sel dan membuang produk dari sel ke pembuluh
darah (Chandra, 2004).
Menurut Willmann (2007), fungsi ligamen periodontal meliputi fungsi
suportive, formative, resorptive, sensory and nutritive
a. Fungsi suportive
memproduksi
Tulang Alveolar
Prosesus alveolaris adalah bagian dari tulang rahang yang menopang gigi-
geligi. Prosesus alveolaris tidak terlihat pada keadaan anodonsia. Tulang dari
prosesus alveolaris tidak berbeda dengan tulang pada bagian tubuh lainnya (Manson,
1993).
Tulang alveolar terdiri atas tulang spons diantara dua lapis tulang kortikal.
Lempeng kortikal luar adalah lanjutan korteks mandibula atau maksila. Lempeng
kortikal dalam bersebelahan dengan membran periodontal gigi yang disebut lamina
dura. Tulang alveolar mengelilingi akar untuk membentuk sakunya. Pembuluh darah
dan saraf ke gigi menembus tulang alveolar ke foramen apikal untuk memasuki
rongga pulpa. Tulang alveolar cukup labil dan berfungsi sebagai sumber kalsium siap
pakai untuk mempertahankan kadar darah ion ini. Setelah hilangnya gigi permanen
atau setelah periodontitis dapat terjadi resorpsi nyata dari tulang alveolar (Bloom and
Fawcett, 2002).
Tulang alveolar tersusun atas alveolar bone proper dan supporting bone.
Alveolar bone proper adalah tulang yang melapisi soket. Dalam istilah radiologi
disebut lamina dura. Supporting bone meliputi compact cortical plates dan spongy
bone (Avery et all, 2002).
Spongy bone juga disebut trabecular bone atau cancellous bone (Bathla, 2012).
periodontal probe dan permukaan gigi. Bagian ini juga merupakan salah satu dinding
jaringan lunak dari sulcus gingiva.
2. Attached gingiva
Attached gingiva tidak terpisah dengan marginal gingiva. Padat, lenting,
(resilient), melekat erat keperiosteal tulang alveolar. Sampai meluas ke mukosa
alveolar yang longgar dengan mudah bergerak dibatasi oleh muko gingival junction.
Attached gingiva melekat erat ke periosteum tulang alveolar. Lebarnya kurang lebih
1-9 mm. Pada bagian palatal maksila gingiva ini berlanjut terus dengan mukosa
palatum sedangkan pada bagian lingual mandibula berakhir di perbatasannya dengan
mukosa oral sampai membran mukosa dasar mulut.
3. Interdental gingiva
Mengisi embrasus gingival, yaitu ruang proximal, di bawah daerah kontak gigi.
Interdental gingiva pada gigi bagian anterior berbentuk piramida, dan bagian
posterior berbentuk seperti lembah.
Substansi dasar jaringan ikat gingiva mengisi ruang antara serat-serat dan sel-sel,
amorf, dan mengandung banyak air
10
Gambar 8. Sementum
Sementum berasal dari sel mesenkimal folikel gigi yang berkembang menjadi
sementoblas. Sementoblas menimbun suatu matriks, disebut sementoid yang
mengalami pertambahan pengapuran dan menghasilkan dua jenis sementum aseluler
dan seluler (Grossman, 1995).
11
12
1.
Klasifikasi penyakit periodontal secara klinik dan histopatologi pada anakanak dan remaja dapat dibedakan atas 6 (enam) tipe :
1. Gingivitis kronis
2. Periodontitis Juvenile Lokalisata (LPJ)
3. Periodontitis Juvenile Generalisata (GJP)
4. Periodontitis kronis
5. Akut Necrotizing Ulcerative Gingivitis (ANUG)
6. Periodontitis Prepubertas
2.2.1 Gejala Klinis
Untuk mengungkapkan gejala-gejala penyakit periodontal dapat dinilai
melalui pemeriksaan secara klinis dan histopatologis.
1. Gingivitis Kronis
Prevalensi gingivitis pada anak usia 3 tahun dibawah 5 %, pada usia 6 tahun
50 % dan angka tertinggi yaitu 90 % pada anak usia 11 tahun. Sedangkan anak usia
diantara 11-17 tahun mengalami sedikit penurunan yaitu 80- 90 %.
13
Gingivitis biasanya terjadi pada anak saat gigi erupsi gigi sulung maupun gigi
tetap dan menyebabkan rasa sakit. Pada anak usia 6-7 tahun saat gigi permanen
sedang erupsi, gingival marginnya tidak terlindungi oleh kontur mahkota gigi.
Keadaan ini menyebabkan sisa makanan masuk ke dalam gingiva dan menyebabkan
peradangan.
14
15
4. Periodontitis Kronis
Periodontitis kronis merupakan suatu diagnosa yang digunakan untuk
menyebut bentuk penyakit periodontal destruktif, namun tidak sesuai dengan kriteria
periodontitis juvenile generalisata, lokalisata maupun prepubertas.
Penyakit ini mirip dengan gingivitis kronis, akan tetapi terjadi kehilanga
16
radiografis.
Kerusakan jaringan periodontal lebih cepat pada bentuk generalisata dari
pada bentuk terlokalisir (Lamford, S. 1995).
17
18
Periodontitis kronis
a. Periodontitis dewasa kronis
Tipe ini adalah tipe periodontitis yang berjalan lambat, terjadi pada 35
tahun keatas. Kehilangan tulang berkembang lambat dan didominasi oleh
bentuk horizontal. Faktor etiologi utama adalah faktor lokal terutama bakteri
gram negatif. Tidak ditemukan kelainan sel darah dan disertai kehilangan
tulang
b. Early Onset Periodontitis (EOP)
1. Periodontitis prepubertas, Tipe ini adalah tipe yang terjadi setelah erupsi
gigi sulung. Terjadi dalam bentuk yang terlokalisir dan menyeluruh. Tipe
ini jarang terjadi dan penyebarannya tidak begitu luas.
2. Periodontitis juvenil (periodontosis), Localised Juvenil Periodontitis
(LJP) adalah penyakit peridontal yang muncul pada masa pubertas.
Gambaran klasik ditandai dengan kehilangan tulang vertikal yang hebat
pada molar pertama tetap, dan mungkin pada insisif tetap. Biasanya,
19
akumulasi plak sedikit dan mungkin tidak terlihat atau hanya sedikit
inflamasi yang terjadi. Predileksi penyakit lebih banyak pada wanita
dengan perbandingan wanita:pria 3:1. Bakteri yang terlibat pada tipe ini
adalah Actinobacillus actinomycetemcomittans. Bakteri ini menghasilkan
leukotoksin
yang
bersifat
toksis
terhadap
leukosit,
kolagenase,
ulseratif
gingivo-periodontitis
(NUG-P)
adalah
bentuk
20
2.
Periodontitis agresif
a. Localized Aggressive Periodontitis
Pada tahun 1923 Gottlieb melaporkan seorang pasien dengan kasus fatal
influenza epidemik. Gottlieb menyebut penyakit itu sebagai difuse atrophy
of the alveolar bone. Pada tahun 1928, Gottlieb mengganggap kondisi ini
disebabkan oleh inhibisi pembentukan sementum yang terus menerus.
Pada
tahun
1938,
sebagai parodontitis
1966, world
Wannenmacher
marginalis
workshop
in
menyebut
progressiva.
periodontics
Pada
penyakit
akhirnya,
menyimpulkan
tersebut
tahun
konsep
21
produksi
polimorphonuclear
leukocyte
(PMN),
faktor
yang
berlawanan
22
Kerusakan
yang
timbul
terjadi
secara
bertahap
diikuti
terdapat
banyaknya
bakteri P. gingivalis, A.
actinomycetem
23
Plak Bakteri
Plak bakteri merupakan suatu massa hasil pertumbuhan mikroba yang
melekat erat pada permukaan gigi dan gingiva bila seseorang mengabaikan
kebersihan mulut.
Berdasarkan letak huniannya, plak dibagi atas supra gingival yang
berada disekitar tepi gingival dan plak sub-gingiva yang berada apikal dari
dasar gingival. Bakteri yang terkandung dalam plak di daerah sulkus gingiva
mempermudah kerusakan jaringan. Hampir semua penyakit periodontal
berhubungan dengan plak bakteri dan telah terbukti bahwa plak bakteri
bersifat toksik. Bakteri dapat menyebabkan penyakit periodontal secara tidak
langsung dengan jalan :
a. Meniadakan mekanisme pertahanan tubuh.
b. Mengurangi pertahanan jaringan tubuh
c. Menggerakkan proses immuno patologi.
Meskipun penumpukan plak bakteri merupakan penyebab utama
terjadinya gingivitis, akan tetapi masih banyak faktor lain sebagai
penyebabnya
Plak Gigi
Plak gigi adalah suatu lapisan lunak terdiri atas kumpulan bakteri yang
berkembang biak di atas suatu matriks, terbentuk dan melekat erat pada
permukaan gigi yang tidak dibersihkan, merupakan salah satu faktor terjadinya
proses karies dan inflamasi jaringan lunak.Lokasi pembentukan plak pada
permukaan gigi diklasifikasikan atas plak supragingival berada pada atau koronal
dari tepi gingiva dan plak subgingival berada pada apikal dari tepi gingiva. Plak
supra dan subgingiva hampir tiga perempat bagian terdiri atas berbagai macam
24
Kalkulus
Kalkulus terdiri dari plak bakteri dan merupakan suatu massa yang
Impaksi makanan
Impaksi makanan (tekanan akibat penumpukan sisa makanan)
Pernafasan Mulut
25
Iatrogenik Dentistry
Iatrogenik Dentistry merupakan iritasi yang ditimbulkan karena
pekerjaan dokter gigi yang tidak hati-hati dan adekuat sewaktu melakukan
26
b. Sewaktu
oklusal.
3. Kombinasi keduanya (Susanto, 2009).
B. Faktor sistemik
Menurut Susanto pada tahun 2009, faktor sistemik penyebab penyakit
periodontal meliputi :
1. Demam yang tinggi
27
28
dikenal
sebagai
penyakit
multifaktorial
dimana
keseimbangan yang normal antara plak mikroba dan respon host terganggu.
Gangguan ini, seperti yang dijelaskan sebelumnya dapat terjadi melalui
29
impaction,
stain gigi, kalkulus, merokok dan mengunyah tembakau, adanya karies gigi,
konsistensi makanan.
1. Material alba
Adalah deposit lunak pada permukaan gigi yang terlihat oleh mata
berwarna kekuningan atau agak putih, strukturnya amorfus terdiri dari partikelpartikel makanan, mikroorganisme, leukosit, protein saliva, serta sel-sel epitel
deskuamasi. Sebagaimana halnya plak gigi, material alba berakumulasi pada
permukaan gigi, gingiva, protesa gigi dalam mulut, dan peratatan ortodonsi
lepasan maupun cekat. Berbeda dan plak gigi, materia aba tidak begitu melekat
dan dapat hilang
Mikoorganisme
dengan berkumur-kumur
keras atau
semprotan
air.
30
gigi-gigi yang berjejal. Meskipun berisi mikorganisme namun food debris tidak
menimbulkan intasi pada gingival. Food debris lebih mudah diberikan daripada
material alba, apalagi plak. Biasanya cukup dengan gerakan fungsionl dari
organ rongga mulut, food debris sudah bisa dihilangkan.
Food impaction lebih spesifik Ietaknya, yaitu diantara gigi-gigi yang
kontak areanya tidak baik atau bahkan tidak terdapat kontak area. Terbukanya
daerah interproksimal menyebabkan bolus makanan selalu menyelip di daerah
tersebut, sehingga menjadikan iritasi mekanis dan merupakan tempat yang
ideal untuk akumulasi plak.
3. Stain gigi
Adalah deposit pada permukaan gigi yang merupakan suatu pigmentasi
dari acquired pellicle oleh bakteri kromogenik, makanan, serta bahan kimia
tertentu. Asap rokok, minum teh, atau bahan minuman/minuman berwarna
lainnya dapat menimbulkan stain gigi. Penggunakan chiorhexidin sebagai obat
kumur diketahui dapat menimbulkan efek samping berupa staining pada
permukaan gigi.
Stain menyebabkan iritasi pada jaringan gingiva karena menyebabkan
kekasaran
permukaan
faktor dan
dengan
pengolesan cairan kimia tertentu seperti TSR (Tooth Stain Removal). Pada
anak-anak stain sering berwarna hijau yang merupakan pigmentasi partikel
saliva oleh bakteri kromogenik.
4. Kalkulus
Adalah endapan keras pada permukaan gigi yang merupakan bakteri
plak yang telah mengalami mineralisai dan kalsifikasi. Oleh karena kalkulus
merupakan kelanjutan dari plak yang yang terkaslifikasi, kalkulus sebetulnya
31
permukaan
supragingival
disebut
juga
salivary
calculus,
enamel
junction
dan
cemento
daripada
berwarna
hijau
tua
atau
hitam,
lebih
ke
dalam
sulkus
atau
32
merokok
menyebabkan
penumpukan
stain
sehingga
permukaan gigi lebih kasar. Tetapi stain pada perokok bukan satu-satunya
penyebab retensi plak. Fakta yang sebenarnya terjadi adalah, perokok
biasanya tidak membersihkan gigi sebaik mereka yang tidak merokok. Efek
yang paling jelas dari merokok
adalah perubahan
keratinisai epitel mulut, dan adanya bercak putih di mukosa pipi, bibir sebelah
dalam, atau palatum. Keratinisasi epitel gingiva pada perokok menyamarkan
inflamasi gingival dan mengurangi perdarahan gingiva.
7. Konsistensi makanan
Jenis makanan dapat berpengaruh terhadap pembentukan plak gigi.
Makanan yang lunak dan lengket menyebakan lebih banyak timbulnya bakteri
plak, karena makanan lunak biasanya lebih menempel pada gigi dan
menjadikan media ideal bagi akumulasi serta retensi plak. Makanan yang
mengandung gula seperti sukrosa memberikan substrat untuk pertumbuhan
mikroorganisme plak dan pembentukan polisakarida ekstra seluler (glukan)
yang dibutuhkan pada tahap awal pembentukan plak gigi. Sebaliknya makanan
yang berserat dan tidak melekat pada permukaan gigi, dapat membantu
pencegahan akumulasi plak gigi melalui mekanisme pembersihan sendiri (self
cleansing) oleh unsur saliva, bolus makanan, aktivitas otot pengunyahan, dan gigi
geligi selama berlangsung proses pengunyahan.
33
kalkulus
dan
merupakan
dasar pokok
pencegahan
penyakit
periodontal , tanpa kontrol plak kesehatan mulut tidak dapat dicapai atau dipelihara.
Setiap pasien dalam praktek dokter gigi sebaiknya diberi program kontrol plak
(Indriani, 2006).
34
penderita
penyakit
periodontal,
kontrol
plak
berarti
penyembuhan.
Bagi pasien pasca perawatan penyakit periodontal, kontrol plak berarti
mencegah kambuhnya penyakit ini (Indriani, 2006)
Metode kontrol plak dibagi atas dua yaitu secara mekanis dan kimia:
Secara mekanis merupakan cara yang paling dapat dipercaya, meliputi
penggunaan alat-alat fisik dengan memakai sikat gigi, alat pembersih
proksimal seperti dental floss, tusuk gigi dan kumur-kumur dengan air.
Kontrol plak secara kimia adalah memakai bahan kumur - kumur
seperti chlorhexidine (Betadine, Isodine) (Indriani, 2006).
2. Profilaksis mulut
Profilaksis mulut merupakan pembersihan gigi di klinik, terdiri dari
penyingkiran materi alba, kalkulus, stain dan pemolisan gigi. Untuk memberikan
manfaat yang maksimum bagi pasien, profilaksis mulut harus lebih luas dan meliputi
hal-hal berikut :
Memeriksa
tambalan
menggantung .
gigi,
memperbaiki
tepi
tambalan
yang
35
36
37
gamma), dan khemokin seperti RANTES, MCP dan MIP. Meningkatnya level IL8 jugs menyebabkan aktivasi dan migrasi sel netrofil ke tempat plak gigi.
Gambar 2. Repon vaskular dan lapisan epitel pada kolonisasi bakteri awal (akut)
b. Fase respon imun oleh aktivasi sel mononuclear
Setelah fase awal inflamasi terjadi, sel mononuklear seperti makrofag dan sel
limfosit mulai infiltrasi (gambar 4). Sel limfosit T akan mengeluarkan produk
mediator seperti IL-2, IL- 3, IL-4, IL-5, IL-6, IL-10, IL-13, TNF-alpha, TGFbeta (Transforming growth factor beta), dan khemokin seperti RANTES, MCP,
dan MIP. LPS mampu pula secara !angsung mengaktifkan sel limfosit B untuk
memproduksi antibodi dan merangsang sel makrofag mengeluarkan mediator
seperti TGF-beta, IL-1, IL-12, dan IL-10 maupun matriks metalloproteinase.
Hasil akhir dari fase ini ialah semakin banyaknya infiltrasi sel makrofag
dan limfosit disertai semakin tinggi tingkat kerusakan matriks ekstraselular
seperti kolagen. Akibatnya, semakin banyak akumulasi plak gigi, semakin
tinggi respon imun dan semakin besar kerusakan jaringan. Hal ini dapat
dilihat secara klinis dengan semakin dalamnya poket gingiva dan perdarahan
spontan.
38
Gambar 4. Hilangnya perlekatan lapisan epitel pada permukaan gigi dan adanya
aktivitas sel mononuklear.
c.
39
40
permukaan lingualnya. Apabila gigi 11 tidak ada diganti dengan gigi 21 dan
sebaliknya (Bakar, 2012).
Oral debris adalah lapisan lunak yang terdapat di atas permukaan gigi yang
terdiri atas mucin, bakteri dan sisa makanan yang putih kehijau-hijauan dan jingga
(Bakar, 2012).
B.
Indeks Debris
Gigi yang diperiksa adalah gigi yang telah erupsi sempurna dan jumlah gigi
yang diperiksa ada enam buah gigi tertentu dan permukaan yang diperiksa tertentu
pula. Skor debris diperoleh dari jumlah skor permukaan gigi dibagi dengan jumlah
gigi yang diperiksa (Bakar, 2012).
Kalkulus adalah pengendapan dari garam-garam anorganis yang terutama
terdiri atas kalsium karbonat dan kalsium fosfat tercampur dengan sisa-sisa makanan,
bakteri-bakteri dan sel-sel epitel yang telah mati. Berdasarkan lokasi perlekatannya
dikaitkan dengan tepi gingival, kalkulus dapat dibedakan atas dua macam yaitu
(Bakar, 2012):
1.
Kalkulus supra gingiva adalah karang gigi yang terdapat di sebelah oklusal dari
tepi free gingiva. Biasanya berwarna putih sampai kecoklat-coklatan.
41
Konsistensinya keras seperti batu apung, dan mudah dilepas dari perlekatannya
ke permukaan gigi.
2.
Kalkulus sub gingiva adalah karang gigi yang terdapat di sebelah lingual dari
tepi gingiva bebas dan biasanya berwarna coklat muda sampai hitam bercampur
dengan darah. Konsistensinya keras seperti batu api, dan melekat sangat erat
kepermukaan gigi.
C.
Indeks Kalkulus.
Skor kalkulus diperoleh dari jumlah skor permukaan gigi dibagi jumlah gigi
yang diperiksa. Skor indeks oral higiene individu diperoleh dengan menjumlahkan
nilai indeks debris dan indeks kalkulus (Bakar, 2012).
D.
Indeks CPITN
Community Periodontal Index of Treatment Needs (CPITN) adalah sebuah
indeks yang dikembangkan oleh WHO untuk evaluasi penyakit periodontal dalam
survei penduduk. Dapat di gunakan untuk melihat kondisi jaringan periodontal pada
suatu kelompok atau subpopulasi dari sejumlah penelitian. Indeks tersebut dapat
42
Indexs CPITN
0 = healthy gingiva
3 = pockets 4-6mm
F.
0 = no treatment
keparahan dan banyaknya inflamasi gingiva pada seseorang atau pada subjek
dikelompok besar populasi. Menurut metoda ini keempat area gingiva pada masingmasing gigi (fasial,mesial, distal dan lingual), dinilai tingkat inflamasinya dan diberi
skor dari 0 sampai 4 (Klaus, 1985).
43
G.
Penyakit Periodontal (Periodontal Disease Index (PDI)). PDI tidak mengukur seluruh
gigi, namun hanya 6 gigi terpilih yang termasuk Ramfjord Teeth, yang dianggap
dapat mewakili keseluruhan gigi dalam rongga mulut. Keenam gigi tersebut, yaitu 16,
21, 24, 36, 41 dan 44 (Klaus, 1985).
Jika salah satu gigi indeks, tersebut tidak ada, dilakukan penggantian gigi
indeks dengan cara menentukan gigi tetangga yang lebih ke distal. Dengan demikian,
gigi tersebut dapat diganti dengan,berturut-turut 17, 11, 25, 37, 42, atau 45 (Klaus,
1985).
Terhadap keenam gigi indeks tersebut, PDI menilai gingivitis dan hilangnya
perlekatan jaringan pendukung. Masing-masing dikategorikan dalam 3 tingkatan.
Untuk periodontitis dengan skor 4, 5, dan 6 (Klaus, 1985).
44