Anda di halaman 1dari 28

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Erupsi gigi adalah suatu proses pergerakan gigi secara aksial yang dimulai
dari tempat perkembangan gigi di dalam tulang alveolar sampai akhirnya mencapai
posisi fungsional di dalam rongga mulut. Erupsi ini biasanya terjadi sesuai dengan
waktu erupsi yang berbeda setiap giginya. Namun tidak semua gigi berhasil erupsi
dengan sempurna atau bahkan tidak erupsi sama sekali. Keadaan ini disebut dengan
impaksi. Gigi permanen manusia yang paling sering mengalami impaksi adalah gigi
molar ketiga bawah, lalu gigi molar ketiga atas selanjutnya gigi caninus atas.
Frekuensi impaksi gigi molar ketiga atas yang terbanyak dibandingkan dengan molar
ketiga bawah (Kresnanda, 2008).

Kasus-kasus gigi impaksi sering dijumpai dalam praktek dokter gigi sehari-
hari. Pengertian gigi impaksi bermacam-macam tetapi artinya hampir sama. Pada
prinsipnya gigi impaksi adalah gigi yang tidak dapat erupsi seluruhnya atau sebagian
karena tertutup oleh tulang atau jaringan lunak atau keduanya. Semua jenis gigi dapat
memiliki kemungkinan untuk tidak dapat tumbuh. Tersering adalah gigi molar ketiga
rahang bawah dan rahang atas, gigi kaninus dan gigi premolar. Pada umumnya gigi
molar ketiga akan tumbuh menembus gusi pada awal usia 18-20 tahun karena 28 gigi
permanen lainnya sudah tumbuh keseluruhannya, sehingga gigi molar ketiga sering
sekali tidak memperoleh cukup tempat untuk tumbuh karena tertahan oleh gigi molar
kedua didepannya. Sehingga gigi molar ketiga akan tumbuh sebagian atau salah arah.
Keadaan semacam ini dikenal dengan sebutan gigi tertanam atau gigi impaksi (Coen
2012).
Impaksi dapat terjadi pada gigi tertentu dengan etiologi yang berbeda-beda.
Impaksi ini dapat mengganggu sistem stomatognatik karena satu dan lain hal.
Banyak sekali keadaan yang mengindikasikan suatu gigi impaksi untuk dilakukan
odontektomi namun terdapat juga kontraindikasi dan komplikasi yang harus

1
diperhitungkan sebelum dilakukannya perawatan. Perawatan yang dilakukan pun
akan berbeda dengan ekstraksi yang dilakukan secara biasa.

Peran perawat pada kasus impaksi gigi meliputi sebagai pemberi asuhan
keperawatan langsung kepada klien yang mengalami impaksi gigi, sebagai pendidik
memberikan pendidikan kesehatan untuk mencegah komplikasi, serta sebagai
peneliti yaitu dimana perawat berupaya meneliti asuhan keperawatan kepada klien
impaksi melalui metode ilmiah.

B. Rumusan Masalah
Laporan kasus ini disusun untuk menjelaskan “ asuhan keperawatan sdr.
Ma dengan impaksi 48 dengan tindakan odontektomi”.

C. Tujuan Penulisan

Tujuan penyusunan laporan kasus ini adalah mengerti dan memahami


“asuhan keperawatan sdr. Ma dengan impaksi 48 dengan tindakan odontektomi”

D. Manfaat Penulisan

Manfaat penulisan laporan kasus ini adalah:

a) Bagi penulis sendiri, hasil karya tulis dapat digunakan sebagai pengalaman yang
nyata tentang “Asuhan keperawatan sdr. Ma dengan impaksi 48 dengan tindakan
odontektomi”

b) Bagi klien dan keluarga, dapat digunakan sebagai ilmu pengetahuan dan mampu
memahami “Asuhan keperawatan sdr. Ma dengan impaksi 48 dengan tindakan
odontektomi”

c) Bagi Institusi Pendidikan Kesehatan, sebagai referensi dan tambahan


informasi dalam peningkatan dan mutu pendidikan di massa depan.

d) Bagi Rumah Sakit, hasil laporan kasus diharapkan menjadi informasi dalam
saran dan evaluasi untuk peningkatan mutu pelayanan yang lebih kepada pasien
rumah sakit yang akan datang.

2
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan
atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa, trauma yang
menyebabkan tulang patah, dapat berupa trauma langsung, trauma tidak langsung,
patologis, maupun degenerasi. Fraktur radius ulna adalah fraktur pada tulang radius
dan ulna. (Mansjoer, 2008).

B. Anatomi

Mulut

1. Bibir
Terdiri dari dua lapisan otot yang ada di orificium oris
1) Bagian luar dilapisi oleh kulit
2) Bagian dalam oleh mukosa
Dibentuk oleh musculo orbicularis oris. Terdapat philtrum yang merupakan
cekungan dangkal vertical pada garis tengah permukaan luar atas otot mulut bibir
dan pipi, terbagi atas :
musculus triangularis dan musculus orbikularis oris atau otot sudut mulut,
untuk menarik sudut mulut ke bawah
musculus quadratus labii superior, oleh origo pinggir lekuk mata terdiri dari bibir
atas dan hidung
muskulus quadratus labii inferior, di dagu merupakan kelanjutan otot leher
menarik bibir ke bawah maupun membentuk mimik muka ke bawah.
musculus buksinator, merupakan dinding samping rongga mulut yang berfungsi
untuk menahan makanan saat mengunyah.
musculus zigomatikus merupakan otot pipi berfungsi untuk mengangkat dagu mulut
ke atas saat senyum.

3
2. Cavum oris
Otot pengunyah :
1) Muskulus maseter
Mengangkat rahang bawah pada waktu mulut terbuka
2) Muskulus temporalis
Menarik rahang bawah ke atas dan ke belakang
3) Muskulus pterigoid internus dan eksternus
Fungsinya menarik rahang bawah ke depan
a. Vestibulum oris
Bagian lateralnya pipi yang dibentuk oleh muskulus buccinator dan
dilapisi membrane mukosa.
b. Cavum oris propium
a) Bagian atap rongga mulut dibentuk oleh palatum durum di bagian
depan dan palatum molle di bagian dalam.
b) Bagian bawah rongga mulut dibentuk oleh 2/3 bagian lidah dan
membrane mukosa
c) Ada frenulum linguae : lipatan membrane mukosa yang
menghubungkan garis tengah permukaan bawah lidah dengan bagian
dasar mulut.
d) Membrane mukosa pipi (lateral) dilekatkan pada muskulus buccinator,
dan membrane mukosa gingival di periosteum alveolar.
e) Bagian atap cavum oris diinervasi oleh nervus palatinus major dan
nervus nasopalatinus dari nervus trigeminus maxilaris.
f) Bagian dasar dipersarafi oleh nervus lingualis cabang nervus
trigeminus mandibularis.
4
g) Serabut saraf pengecap berjalan dalam chorda timpani, cabang nervus
facialis
h) Bag pipi di inervasi oleh nervus bucalis cabang nervus trigeminus
mandibularis
Gigi
Anatomi gigi dibagi menjadi dua bagian dasar. Bagian pertama
yaitu mahkota, yang merupakan bagian gigi yang berwarna putih terlihat. Bagian
kedua adalah akar gigi yang tidak dapat kita lihat. Akar meluas di bawah garis gusi
dan membantu mengikat gigi ke tulang. Gigi memiliki beberapa jenis jaringan dan
masing-masing memiliki fungsi yang berbeda.
a. Crown/ mahkota
Bagian gigi yg terlihat atau tidak menancap di dalam gusi dan tulang rawan.
b. Root/akar gigi
Bagian gigi yang menancap di dalam gusi dan tulang rahang. Setiap gigi memilki
jumlah akar yg berbeda, tergantung dari posisinya. Gigi geraham memiliki jumlah
akar paling banyak karena beban kerjanya paling berat.

Jaringan pembentuk gigi ada 3, yaitu:


a. Email/enamel
 Merupakan lapisan terluar yang melapisi mahkota gigi
 Berasal dari epitel (ektodermal) yang merupakan bahan terkeras pada tubuh
manusia dan paling banyak mengandung kalsium
 Secara kimia, email adalah Kristal yg terkalsifikasi dengan persentase bahan
anorganik 95-99% (tu Ca fosfat) dan bahan matriks organic 1% dan sisanya
adalah air
 Email adalah jaringan semitranslusen dimana warna gigi bergantung pada
warna dentin di bawah email, ketebalan email dan banyaknya stain pd email
biasanya berwarna keabuan transparan
 Ketebalan email tidak sama, paling tebal di daerah oklusal/insisal (puncak
mahkota) dan makin menipis mendekati pertautannya dengan sementum.
 Sifatnya mudah larut asam dan kelarutannya meningkat seiring dengan
semakin dalamnya lapisan enamel.
5
b. Dentin
 Komponen terbesar jaringan gigi
 Di daerah mahkota ditutupi oleh email, sedangkan didaerah akar ditutupi oleh
sementum, secara internal dentin membentuk dinding rongga pulpa
 Dentin mengalami kalsifikasi yang sama seperti tulang, tapi sifatnya keras
karena kadar garam kalsiumnya lebih besar (80%) dalam bentuk hidroksi
apaht. Zat antar sel organic (20%) terutama terdiri dari serat kolagen dan
glikosaminoglikan yang disintesis oleh sel odontoblas
 Dentin peka terhadap rasa raba, panas, dingin dan konsentrasi ion hydrogen.
Nanti rangsangan itu diterima oleh serat dentin dan diteruskan ke serat otot
saraf di dalam pulpa.
 Dentin berwarna putih kekuningan
c. Pulpa
 Jaringan lunak yang terletak di tengah gigi.
 Jaringan ini adalah jaringan pembentuk, penyokong dan merupakan bagian
integral dari dentin yang mengelilinginya
 jaringan pulpa mengikuti bentuk mahkota gigi dan bentuk luar saluran pulpa
mengikuti bentuk akar gigi
 Fungsi pulpa: sebagai pembentuk, penahan, mengandung zat makanan dan sel
saraf/sensori

6
Gigi Susu (desidua) berjumlah 20 terdiri dari: 4 Incivicus, 2 Caninus, 4 molar. Pada
masing-masing rahang. Gigi mulai muncul usia 6 bulan dan semua selesai keluar
pada akhir usia 2 tahun. Sedangkan, gigi permanen (dentis permanents) berjumlah 32
yang terdiri dari: 4 Incisivus, 2 Caninus, 4 Premolar, 6 molar. Pada masing-masing
rahang. Mulai muncul pada usia 6 tahun dan yang terakhir muncul adalah molar
ketiga.

Lidah

Merupakan otot lurik yg ditutupi mukosa. Terbagi atas 2/3 anterior (pars oralis) dan
1/3 posterior (pars faringealis). Dan dipisahkan oleh sulcus terminalis yang puncak
sulcus yang berlubang (foramen caecum)

Fungsi :

7
 untuk membantu mengatur letak makanan di dalam mulut
 mendorong makanan masuk ke oesophagus
 untuk mengecap atau merasakan makanan, membentuk suara.
Lidah dibagi atas 3 bagian :
 Radiks lingua = pangkal lidah
 Dorsum lingua = punggung lidah
 Apeks lingua = ujung lidah
Otot lidah :
 otot ekstrinsik : fungsinya : mengubah bentuk lidah
- muskulus genioglossus untuk menjulurkan lidah
- muskulus hyoglossus untuk menurunkan lidah
- muskulus styloglossus untuk menarik lidah ke atas dan ke belakang
- muskulus palatoglossus untuk menarik akar lidah ke atas dan kebelakang,
mempersempit isthmus oropharyngeus
 otot intrinsik
Terbatas pada lidah dan tidak melekat pada tulang
- Terdiri atas serat-serat longitudinal, transversal dan vertikal
- Dipersyarafi oleh N. hypoglossus
- Lidah dipersarafi oleh n.vagus, glossofaringeus dan lingualis

Pallatum

 Palatum durum

8
Keras, dibentuk oleh procc. palatina maxilla dan lamina horisa sama dengan
ontalis ossis palatine
 Palatum molle
 Lunak, merupakan bagian dari fibromuscular dan ada uvula

C. Etiologi

a) Penyebab lokal:
 Posisi yang tidak teratur dari gigi-geligi dalam lengkung rahang.
 Densitas (kepadatan) tulang di atas dan sekitarnya.
 Keradangan yang menahun dan terus menerus sehingga dapat
menyebabkan bertambahnya jaringan mukosa di sekitarnya.
 Tanggalnya gigi sulung yang terlalu cepat, ini mengakibatkan hilang atau
berkurangnya tempat untuk gigi permanen penggantinya.
b) Penyebab sistemik :
 Herediter : Dimana rahangnya sempit sedangkan gigi geliginya besar.
 Miscegenation (percampuran ras) : Misalnya, perkawinan campuran dari
satu ras yang mempunyai gen dominan,
 gigi besar dan ras lainnya dominan pada rahang yang kecil atau sempit.
c) Penyebab postnatal
Semua keadaan-keadaan yang dapat mengganggu pertumbuhan anak,
misalnya penyakit: ricketsia, anemia, syphilis, TBC, gangguan kelenjar
endokrin, malnutrisi. Keadaan yang jarang ditemukan:
 Cleidoncranial disostosis
Keadaan kongenital yang jarang ditemukan, dimana terlihat cacat ossifikasi
dari tulang tengkorak, hilangnya sebagian atau seluruhnya tulang clavicula,
terlambatnya exfoliasi gigi sulung, gigi permanen tidak erupsi dan terdapat
rudimenter supernumerary teeth.
 Oxycephali
Suatu keadaan dimana terlihat kepala yang meruncing seperti kerucut. Pada
keadaan ini terdapat gangguan pada tulang-tulang kepala.
 Progeria

9
Bentuk tubuh yang kekanak-kanakan ditandai dengan perawakan kecil, tidak
adanya rambut pubis, kulit berkerut, rambut berwarna keabu-abuan tetapi
wajah, sikap serta tingkah lakunya seperti orang tua.
( Bianto, 2011)
D. Klasifikasi

Menurut Pell Dan Gregory klasifikasi impaksi berdasarkan hubungan antara ramus
mandibula dengan molar kedua dengan caramembandingkan lebar mesio-distal
molar ketiga dengan jarak antara bagian distalmolar kedua ke ramus mandibula.

Kelas I: Ukuran mesio-distal molar ketiga lebih kecil dibandingkan jarak antara
distalgigi molar kedua dengan ramus mandibula.

Gambar. Impaksi kelas I

Kelas II: Ukuran mesio-distal molar ketiga lebih besar dibandingkan jarak antara

distalgigi molar kedua dengan ramus mandibula.

Gambar. Impaksi kelas II

10
Kelas III: Seluruh atau sebagian besar molar ketiga berada dalam ramus mandibula.

Gambar. Impaksi kelas III

Berdasarkan Letak Molar Ketiga di Dalam Rahang

Posisi A: Bagian tertinggi gigi molar ketiga berada setinggi garis oklusal

Gambar. Impaksi kelas A

Posisi B: Bagian tertinggi gigi molar ketiga berada di bawah garis oklusal namun

masih terletak lebih tinggi daripada garis servikal gigi molar kedua

11
Gambar. Impaksi kelas B

Posisi C: Bagian tertinggi gigi molar ketiga berada di bawah garis servikal gigi molar

kedua.

Gambar. Impaksi kelas C

E. Manifestasi Klinik

Menurut dr. Kevin Adrian. Gejala dari impaksi gigi, meliputi:

1. Gigi hanya muncul sedikit di permukaan gusi.


2. Nyeri pada rahang.
3. Sakit kepala berkepanjangan.
4. Gusi bengkak dan kemerahan di sekitar gigi terpendam.
5. Kesulitan membuka mulut.
6. Kelenjar leher membengkak.
7. Sakit gigi saat menggigit, terutama di bagian yang mengalami impaksi gigi.

F. Pemeriksaan Diagnostik

Impaksi dapat diperkirakan secara klinis apabila gigi antagonisnya sudah


erupsi dan hampir bisa dipastikan apabila gigi yang terletak pada sisi yang lainnya
erupsi. Pada kasus tertentu, gigi impaksi tidak dapat terlihat secara klinis tetapi dapat
menyebabkan gangguan pada daerah rongga mulut seperti rasa sakit, resorbsi gigi
yang berdekatan dan abses (Bianto, 2011).

Dental radiogram ini mernegang peranan yang pentjng dalam menegakkan


diagnosis yang secara klinis tidak terlihat, merencanakan perawatan dan
12
mengevaluasi hasil perawatan. Untuk menunjang ini, diperlukan radiogram yang
dibuat dengan teknik yang tepat (Kresnanda, 2014)

G. Penatalaksanaan

Secara umum sebaiknya gigi impaksi dicabut baik itu untuk gigi molar tiga,
caninus, premolar, incisivus. Namun harus diingat sejauh tidak menyebabkan
terjadinya gangguan pada kesehatan mulut dan fungsi pengunyahan disekitar rahang
pasien maka gigi impaksi tidak perlu dicabut.Pencabutan pada gigi impaksi harus
memperhatikan indikasi dan kontraindikasi yang ada.Indikasi dan kontra indikasi
pencabut, meliputi :

1. Indikasi
1) Pencabutan Preventif/Profilaktik
Pencabutan preventif ini sangatlah penting yaitu untuk mencegah
terjadinya patologi yang berasal dari folikel atau infeksi yang timbul akibat erupsi
yang lambat dan sering tidak sempurna, serta pada kondisi tertentu dapat
mencegah terjadinya kesulitan pencabutan nanti jika gigi itu dibiarkan lebih lama
dalam lengkung rahang, misalnya karena celah ligamentum mengecil atau tidak
ada adalah indikasi pencabutan bagi gigi yang impaksi.
2) Pecabutan patologis dan mencegah perluasan kerusakan oleh gigi impaksi
Pencabutan karena pencegahan terjadinya patologi dan mencegah
perluasan kerusakan dalam lengkung rahang karena adanya gigi yang impaksi
juga menjadi indikasi pencabutan pada gigi yang impaksi.
Ada banyak referensi tentang indikasi pencabut gigi impaksi, namun
secara umum pencabutan selalu diindikasikan oleh dua hal diatas, adapun
indikasi lain pencabutan, adalah:
(6) Usia muda pada waktu pertumbuhan tulang telah berhenti (16-18 tahun),
karena akan mengurangi komplikasi karena akar belum terbentuk sempurna
(7) Adanya penyimpangan panjang lengkung rahang dan membantu
mempertahankan stabilisasi hasil perawatan ortodonsi

13
(8) Kepentingan prostetik dan restoratif
Kontraindikasi
Pencabutan gigi impaksi juga tergantung pada kontraindikasi yang
muncul, ada pasien-pasien tertentu yang tidak dapat dilakukan pencabutan
dengan berbagai pertimbangan,adapun kontraindikasi pencabutan gigi impaksi
adalah:
1. Pasien dengan usia sangat ekstrim,telalu muda atau lansia
2. Incompromised medical status
3. Kerusakan yang luas dan berdekatan dengan struktur yang lain
4. Pasien tidak menghendaki giginya dicabut
5. Apabila tulang yang menutupi gigi yang impaksi sangat termineralisasi dan
padat.

BAB III
PEMBAHASAN

A. Pengkajian
Nama : Sdr. MA
Umur : 18tahun
No.Register : 280xxx
Alamat : Kostrad Jember
Diagnose Medis : Impaksi 48
Tanggal MRS : 6 Januari 2020
Tanggal pengkajian : 7 Januari 2020
Ruang : Pre operasi
1. Persiapan Pasien
a. Perawat kamar operasi memeriksa kesesuaian identitas pasien dengan
menanyakan nama sekaligus mengecek gelang identitas pasien
b. Perawat kamar operasi memeriksa kelengkapan status pasien termasuk di
dalamnya persetujuan informed consent
c. Perawat mengganti baju pasien
d. Perawat melakukan pengecekan set marking

14
e. Pasien dipastikan dalam keadaan bersih, yaitu mandi sebelum
dilaksanakan pembedahan
f. Perhiasan pasien dilepas semua baik cincin atau jam tangan dan gigi
palsu bila ada
g. Pasien diposisikan supinasi setelah dipindahkan ke meja operasi
h. Melakukan skin preparation
2. Persiapan Lingkungan Kamar Operasi
a. Mempersiapkan dan mengecek apakah meja operasi, lampu operasi,
mesin suction,AC, meja mayo, back table berfungsi dengan baik
b. Memberi perlak dan duk pada meja operasi
c. Menyiapkan linen dan instrument yang akan digunakan
d. Menempatkan tempat sampah agar mudah dijangkau

3. Timbang Terima
a. Situation : Pasien elektif
b. Background
Diagnose pra operatif : Impaksi 48
Rencana operasi : Odontektomy
RPD : tidak ada
Alergi : tidak ada
Darah : tidak ada
Marking : iya
Informed consent : ada
Foto : ada
Pemeriksaan Lab : tidak ada
Alat bantu : tidak ada
Vital sign : TD: 120/70 mm/Hg, N: 78 x/menit, Suhu
36,2 C, RR 15 X/menit
Kesadaran : Compos mentis GCS 4-5-6

4. Sign in

15
Sign in dilakukan di ruang pre operasi oleh perawat dengan mengisi
daftar tilik pembedahan
5. Transfer
Pasien ditransfer dari ruang pre operasi ke ruang operasi oleh perawat
dipindahkan dari kursi roda ke meja operasi
6. Positioning
Pasien diposisikan supinasi
7. Anastesi
Pasien dilakukan anastesi LA
8. Aseptik
Perawat memberikan povidon iodine 1% kepada pasien untuk dilakukan
tindakan asepsic area operasi dan dilanjutkan dengan drapping
9. Time out
Perawat sirkuler membacakan time out
10. Instrumentasi Tehnik dan Operating Tehnik Intraoperatif
a. Team operasi : Operator, asisten, instrument, dan sirkuler
b. Set Ruangan
1. Alat on steril di ruangan
Nama Alat Jumlah
Meja instrument 1
Meja mayo 1
Meja operasi 1
Mesin suction 1
Lampu operasi 1
Viewer rontgen 1
Tempat sampah 1
Gunting verban 1

2. Alat steril
Nama Alat Jumlah
a) Set odon
1. Towel clamp (doek klem) 3

16
2. Scalpel handle 1
3. Tissue forceps (pinset 1
chirurgische)
4. Metzenboum scissors 1
(gunting metsemboum)
5. Surgical scissors (gunting 1
kasar)
6. Hemostatic forceps pean 1
7. Needle holder 1
8. Bean 2
9. Curegee 1
10. Forcep gigi 1
11. Bor 1
12. Rasparatorium 1
13. Conecting suction 1
14. Kom/ cuching 2
15. doek kecil 2
16. doek besar 1
17. Scrot steril 3
18. Sarung meja mayo 1
19. Handuk kecil 3
c) Bahan habis pakai
1. Handsconsteril steril 6 ½ 1
2. Handsconsteril steril 7 ½ 2
3. Mess no.15 1
4. Spuit 3 cc 1
5. RL 500 ml 1
6. Underpad 1
7. Kassa steril 2 gulung
8. Povidon iodin ± 50 cc
9. Pehacain 3 ampule
10. side 1

17
c. Prosedur Tindakan Operasi
Langkah-langkah perjalanan operasi Fraktur radius ulna dengan tindakan
pembedahan ORIF plating:

a) Persiapan

1. Sign in

1) Pasien datang, cek kelengkapan status. Kemudian tulis di buku register


pasien dan lengkapi SSC (Surgical Safty Ceklist)

2) Beri posisi pasien supinasi, selanjutnya tim anastesi melakukan general


anastesi. Siapkan penopang tangan untuk menempatkan tangan yang akan di
operasi.

3) Setelah pasien di bius tim anasesi, perawat instrumen melakukan surgical


scrub, gowning dan gloving, kemudian membantu tim bedah yang lain
untuk gowning dan gloving.

4) Asisten melakukan antisepsis daerah operasi dengan povidon iodin 10% dan
deppers memakai sponge holding forceps, kemudian berikan doek kecil
untuk di taruh di bawah daerah yang akan di operasi.

5) Perawat instrumen dan asisten melakukan drapping area operasi lapis demi
lapis sampai sebatas area operasi dan fiksasi dengan hemostatic forceps
(kocher) lurus panjang.

6) Perawat instrumen memasang kabel couter dan conecting suction di dekat


daerah yang akan di operasi. Ikat dengan kasa dan doek klem, selanjutnya
check kelayakan alat.

2. Time out

1) Operator dan asisten menentukan daerah yang di insisi, land mark dengan
pinset chirugis, berikan mess no.10 atau mess 1 pada operator untuk insisi

18
kulit sampai jaringan lemak dan berikan couter dan pean klem dan kassa
pada asisten untuk merawat perdarahan dan memperdalam area insisi.

2) Setelah terbuka berikan langen back untuk untuk membuka area insisi,
kemudian berikan gunting metzemboum sampai terlihat jaringan yang
melindungi tulang/periostium tulang, rawat perdarahan dan suction darah
yang menghalangi pandangan.

3) Berikan langen beck L pada asisten untuk memperluas lapang pandang, lalu
lokasi fraktur diexpose. Berikan raspat untuk memisahkan otot tulang
kemudian berikan hohman.

4) Berikan bone curet untuk membersihkan ujung tulang yang fraktur. Pada
saat dibersihkan semprot tulang dengan cairan Ns menggunakan spuit 10 cc,
kemudian berikan bone tang/ reduction untuk memegang dua fragmen
tulang, lalu tulang yang patah dilakukan reposisi.

5) Berikan plate 7 hole pada operator untuk dipasang pada tulang, berikan
elevator dan pean untuk mempermudah memasukan plate.

6) Berikan bor listrik yang telah dipasang mata bor ukuran 2,5 mm pada
operator dan berikan juga sleave 2,5 untuk melindungi jaringan sekitarnya
saat pengeboran agar focus pada daerah yang dibor, pada saat mengebor
semprot/irigasi dengan cairan Ns mengunakan spuit 10 cc.

7) Setelah dibor berikan pengukur untuk menentukan ukuran screw, lalu


berikan tapper cortical untuk membuat alur, kemudian berikan screw sesuai
ukuran kedalaman saat diukur (screw no.16 dan 18) dan berikan screw
driver untuk mang semua screw. Hal ini dilakukan sampai terpasang screw
semuanya.

8) Setelah selesai cuci dengan Ns 0.9 %, asisten menyedot dengan dengan


suction dengan operator memberikan area insisi dengan kassa.

3. Sign out

1) Selanjutnya hitung jumlah kassa, dan jumlah alat.


19
2) Jaringan otot dijahit dengan vycril 2/0 dan kulit jahit dengan dermalon 2/0.

3) Setelah proses penjahitan selesai bersihkan area operasi dengan kassa yang
dibasahi dengan Ns dan kemudian keringkan dengan kassa kering.

4) Selanjutnya tutup luka dengan sufratule, kemudian kassa kering , hypafix


dan terakhir balut dengan sofban 6 in dan tensokrap 6 in.

5) Langkah terakhir lepas doek klem pada area yang di drapping, kemudian
hitung alat.

6) Operasi selesai, kemudian bersihkan pasien, dan catat bahan habis pakai di
lembar depo. Rapikan ruangan, catat pemakain screw dan plate ke buku
pemakian alat.

7) Berikut bereskan instrumen lalu di dekontaminasi, terus bersihkan dan taruh


di air biasa dan selanjutnya taruh di zidex (stabimed), selanjutnya bilas
dengan air steril dan set alat kembali.

8) Lepas gowning, apround, handscon dan cuci tangan.

B. Analisa Data
1. Pre operasi
N Data Masalah Etiologi
o.
1. DS: pasien mengatakan Ansietas kurang pengetahuan
takut operasi tentang pembedahan yang
DO: akan dilaksanakan dan
 Wajah tegang hasil akhir
 Kontak mata
buruk
 TD: 115/68
mm/Hg, N: 78
x/menit, Suhu 36,2

20
C, RR 15
X/menit

2. Intra operasi
No. Data Masalah Etiologi
1. DS: - Resiko infeksi Area
DO: pembedahan
 Insisi pembedahan
 Klasifikasi luka : Bersih

2. DS: - Resiko Paparan


DO: Suhu ruangan :16 oC -24oC hipotermi lingkungan
dingin
3. DS : - Resiko cedera Tindakan
DO : Pasien dilakukan operasi pembedahan
dengan general anastesi

3. Post operasi
No. Data Masalah Etiologi
1. DS:- Ketidakefektifan Reflek batuk
DO:pasien tidak sadar efek bersihan jalan menurun:
anastesi napas pengaruh
general
anastesi

21
2. DS : - Resiko jatuh medikasi :
DO: Pasien masih dalam pengaruh
pengaruh general anastesi general
anastesi

22
C. Rencana Asuhan Keperawatan
1. Pre operatif
Diagnosa Tujuan dan Kriteria
No Rencana Tindakan
Keperawatan Hasil
1. Ansietas ybd kurang NOC : Pengurangan NIC : Ansiety Control
pengetahuan tentang cemas 1. Bantu pasien
pembedahan yang Tujuan: dalam waktu mengekspresikan
akan dilaksanakan 1x24 jam tingkat perasaan marah,
dan hasil akhir kecemasan pasien kehilangan, dan
berkurang atau hilang. takut.
Kriteria hasil : 2. Kaji tanda ansietas
 Pasien menyatakan verbal dan
kecemasan nonvervbal.
berkurang 3. Jelaskan tentang
 Pasien mampu prosedur pembedahan
mengenali perasaan sesuai jenis operasi.
ansietasnya 4. Beri dukungan
 Pasien dapat prabedah.
mengidentifikasi 5. Beri lingkungan yang
penyebab atau tenang dan suasana
faktor yang penuh istirahat.
memengaruhi 6. Tingkatkan kontrol
ansietasnya sensasi pasien.

 Pasien kooperatif 7. Orientasikan pasien

terhadap tindakan terhadap prosedur

 Wajah pasien rutin dan aktivitas

tampak rileks yang diharapkan.


8. Beri kesempatan
pada pasien untuk
mengungkapkan

31
ansietasnya.

2. Intra operatif
Diagnosa Tujuan dan Kriteria Rencana Tindakan
No
Keperawatan Hasil
1. Resiko infeksi yang NOC :Infection NIC :Infection Control
berhubungan dengan Control 1. Kaji suhu badan
area pembedahan Setelah dilakukan pasien dan tanda
pembedahan tindakan keperawatan, vital
diharapkan tidak 2. Pertahankan teknik
terjadi infeksi pada aseptif, kebersihan
klien dengan kriteria tangan atau
hasil: menggunakan
1. Klien tidak alkohol sebelum
menunjukan kontak dengan
adanya tanda-tanda pasien
infeksi 3. Batasi pengunjung
2. Tidak ada bila perlu
gangguan 4. Mengkaji warna,
gastrointestinal turgor, kelenturan

32
3. Respirasi dalam serta suhu kulit,
batas normal (16- membran mukosa
24 x/menit) terhadap kemerahan
4. Suhu dalam batas dan panas
normal (36,5oC - 5. Monitor tanda dan
37,5 oC) gejala infeksi
sistemik dan lokal.
Evaluasi keadaan
pasien terhadap
tempat-tempat
munculnya infeksi
seperti tempat
penusukan jarum
intravena.
6. Kolaborasi
pemberian antibiotik
sesuai ketentuan
2 Resiko hipotermi NOC : NIC : Temperatur
ybd paparan Thermoregulation regulation
lingkungan dingin Setelah dilakukan 1. Monitor tanda-tanda
tindakan keperawatan, vital terutama pada
diharapkan tidak suhu
terjadi hipotermi pada 2. Monitor warna kulit
klien dengan kriteria 3. Tingkatkan intake
hasil: cairan
1. Temperatur suhu 4. Selimuti pasien untuk
dalam batas normal mencegah hilangnya
(36,5oC-37,5oC) panas tubuh
3 Resiko cedera ybd NIC: Risk Kontrol NIC : Enverionment
tindakan Safety management

33
pembedahan Setelah dilakukan 1. Sediakan lingkungan
tindakan keperawatan yang aman untuk
selama 1x 24 jam klien
diharapkan klient tidak 2. Identifikasi kebutuhan
mengalami cedera keamanan klien,
dengan kriteria hasil : sesuai kondisi fisik
1. Klien bebas dari 3. Menghindarkan
cedera lingkungan yang
berbahaya
4. Menyediakan tempat
tidur yang nyaman
dan aman
5. Mengontrol
lingkungan

3. Post operatif
Diagnosa Tujuan dan Kriteria Rencana Tindakan
No
Keperawatan Hasil
1. Ketidakefektif NOC :Status NIC :Manajemen Jalan Napas
an bersihan Pernapasan: Tindakan:
jalan napas b/d Kepatenan jalan napa 1. Observasi suara napas tambahan
Reflek batuk Setelah dilakukan 2. Observasi status pernapasan dan
menurun: tindakan oksigenasi
pengaruh keperawatan pasien 3. Ganti kassa di mulut pasien dan
general menunjukkan bersihan bersihkan saliva yang ada
anastesi jalan napas yang 4. Posisikan pasien untuk
efektif dengan kriteria memaksimalkan ventilasi
hasil: 5. Usahakan sebelum memindakan
1. Tidak ada suara pasien ke RR pastikan pasien sudah
napas tambahan mampu bernapas spontan.

34
2. Tidak ada akumulasi
saliva berlebihan
3. Pasien mampu
bernapas spontan

2 Resiko jatuh NOC: Safety NIC : Management lingkungan :


ybd medikasi : behavior: keamanan
pengaruh pencegahan jatuh: 1. Identifikasi kebutuhan keamanan
general dengan indikator: pasien
anastesi 1. Mengoreksi 2. Identifikasi lingkungan yang
penggunaan membahayakan keamanan
peralatan 3. Pindahkan bahaya dari lingkungan
2. Menerapkan pasien
precaution saat 4. Modifikasi lingkungan untuk
melakukan meminimalkan bahaya dan resiko
pengobaatan yang 5. Sediakan peralatan protektif
meningkatkan 6. Bantu pasien yang belum adekuat
resiko jatuh melakukan mobilisasi
7. Berikan edukasi kepada anggota
keluarga tentang faktor resiko yang
meningkatkan potensi jatuh dan
bagaimana cara mengurangi resiko
tersebut

35
DAFTAR PUSTAKA

Putz R, Pabst R, editor. Sobotta, Atlas Anatomi Manusia Jilid 1. Edisi 21. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2000. h. 98 ‒ 105

Mansjoer, Arif.(2008).Kapita Selekta Kedokteran.Jakarta: Media Aesculapias.

Bararah, Taqiyyah.(2013). Asuhan Keperawatan: Panduan Lengkap Menjadi


Perawat Profesional Jilid 2.Jakarta:Prestasi Pustakaraya.

Jong, D. (2010). Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: EGC.

Wijaya, A. S., & Yasode, M. P. (2013). Keperawatan Medikal Bedah I. Jakarta:


Nuha Medika.

Buranda Theopilus et. al., Osteologi dalam : Diktat Anatomi Biomedik I.


Penerbit Bagian Anatomi FK Unhas. Makassar. 2011.
Puts R and Pabst R.. Ekstremitas Atas dalam: Atlas Anatomi Manusia Sobotta.
Edisi 22. Penerbit Buku Kedokteran EGC Jilid 1. Jakarta. 2006.

36

Anda mungkin juga menyukai