Anda di halaman 1dari 32

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Gigi ampaksi adalah gigi yang erupsinya terhalang oleh gigi tetangga, tulang
sekitar, jaringan patologis dan gigi yang posisinya tidak sesuai dengan lengkung
rahang. Gigi permanen manusia yang paling sering mengalami impaksi adalah gigi
molar ketiga bawah, lalu gigi molar ketiga atas selanjutnya gigi caninus atas. Archer
menulis bahwa frekwensi impaksi gigi molar ketiga atas yang terbanyak
dibandingkan dengan molar ketiga bawah (Kresnanda, 2008). Frekuensinya berturut-
turut gigi molar ketiga bawah, gigi molar ketiga atas, gigi caninus atas, gigi premolar
bawah, gigi caninus bawah, gigi premolar atas, gigi incisivus atas atau bawah (Rusli,
2013).

Meningkatnya mobilitas disektor lalu lintas dan faktor kelalaian manusia sebagai
salah satu penyebab paling sering terjadinya kecelakaan yang dapat menyebabkan
fraktur atau patah tulang. Penyebab yang lain dapat karenan kecelakaan kerja, olah
raga dan rumah tangga. Fraktur (patah tulang) merupakan salah satu bentuk trauma
yang paling sering terjadi akibat adanya kecelakaan lalu lintas, kecelakaan kerja
maupun kecelakaan dalam rumah tangga. Trauma yang terjadi pada kecelakaan
memiliki banyak bentuk, tergantung dari organ apa yang dikenai. Ketika tulang
patah, jaringan lunak di sekitarnya juga akan terpengaruh mengakibatkan edema
jaringan lunak, perdarahan ke otot dan sendi, disloksi sendi, rupture tendon,
kerusakan saraf dan kerusakan pembuluh darah. Organ tubuh dapat mengalami
cedera akibat gaya yang disebabkan oleh fraktur atau akibat fragmen tulang
(Bararah,2013).

Fraktur atau patah tulang antebrachii sering terjadi pada bagian distal yang
umumnya disebabkan oleh gaya pematah langsung sewaktu jatuh dengan posisi
tangan hiperekstensi. Hal ini dapat diterangkan oleh karena adanya mekanisme
refleks jatuh dimana lengan menahan badan dengan posisi siku agak menekuk.
1
Badan kesehatan dunia (WHO) mencatat jumlah kejadian fraktur pada tahun
2011-2012 terdapat 1,3 juta orang yang menderita fraktur. Menurut DEPKES RI
tahun 2011 di Indonesia sendiri juga banyak yang mengalami fraktur, fraktur di
Indonesia terdapat 45.987 orang yang mengalami fraktur, prevalensi kejadian fraktur
yang paling tinggi adalah fraktur femur yaitu terdapat 19.729 orang yang mengalami
fraktur, sedangkan ada 14.037 orang yang mengalami fraktur cluris dan terdapat
3.776 orang mengalami fraktur tibia. Salah satu cara untuk mengembalikan fraktur
seperti semula yaitu salah satu cara adalah rekognisi atau dilakukan tindakan
pembedahan (Sjamsuhidayat & Jong, 2005).

Peran perawat pada kasus Fraktur radius ulna meliputi sebagai pemberi
asuhan keperawatan langsung kepada klien yang mengalami radius ulna, sebagai
pendidik memberikan pendidikan kesehatan untuk mencegah komplikasi, serta
sebagai peneliti yaitu dimana perawat berupaya meneliti asuhan keperawatan kepada
klien impaksi ulna melalui metode ilmiah.

B. Rumusan Masalah
Laporan kasus ini disusun untuk menjelaskan “ asuhan keperawatan sdr.
Ma dengan impaksi 48 dengan tindakan odontektomi”.

C. Tujuan Penulisan

Tujuan penyusunan laporan kasus ini adalah mengerti dan memahami


“asuhan keperawatan sdr. Ma dengan impaksi 48 dengan tindakan odontektomi”

D. Manfaat Penulisan

Manfaat penulisan laporan kasus ini adalah:

a) Bagi penulis sendiri, hasil karya tulis dapat digunakan sebagai pengalaman yang
nyata tentang “Asuhan keperawatan sdr. Ma dengan impaksi 48 dengan tindakan
odontektomi”

b) Bagi klien dan keluarga, dapat digunakan sebagai ilmu pengetahuan dan mampu
memahami “Asuhan keperawatan sdr. Ma dengan impaksi 48 dengan tindakan
odontektomi”
2
c) Bagi Institusi Pendidikan Kesehatan, sebagai referensi dan tambahan
informasi dalam peningkatan dan mutu pendidikan di massa depan.

d) Bagi Rumah Sakit, hasil laporan kasus diharapkan menjadi informasi dalam
saran dan evaluasi untuk peningkatan mutu pelayanan yang lebih kepada pasien
rumah sakit yang akan datang.

3
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan
atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa, trauma yang
menyebabkan tulang patah, dapat berupa trauma langsung, trauma tidak langsung,
patologis, maupun degenerasi. Fraktur radius ulna adalah fraktur pada tulang radius
dan ulna. (Mansjoer, 2008).

B. Anatomi

Mulut

1. Bibir
Terdiri dari dua lapisan otot yang ada di orificium oris
1) Bagian luar dilapisi oleh kulit
2) Bagian dalam oleh mukosa
Dibentuk oleh musculo orbicularis oris. Terdapat philtrum yang merupakan
cekungan dangkal vertical pada garis tengah permukaan luar atas otot mulut bibir
dan pipi, terbagi atas :
musculus triangularis dan musculus orbikularis oris atau otot sudut mulut,
untuk menarik sudut mulut ke bawah
musculus quadratus labii superior, oleh origo pinggir lekuk mata terdiri dari bibir
atas dan hidung
muskulus quadratus labii inferior, di dagu merupakan kelanjutan otot leher
menarik bibir ke bawah maupun membentuk mimik muka ke bawah.
4
musculus buksinator, merupakan dinding samping rongga mulut yang berfungsi
untuk menahan makanan saat mengunyah.
musculus zigomatikus merupakan otot pipi berfungsi untuk mengangkat dagu mulut
ke atas saat senyum.
2. Cavum oris
Otot pengunyah :
1) Muskulus maseter
Mengangkat rahang bawah pada waktu mulut terbuka
2) Muskulus temporalis
Menarik rahang bawah ke atas dan ke belakang
3) Muskulus pterigoid internus dan eksternus
Fungsinya menarik rahang bawah ke depan
a. Vestibulum oris
Bagian lateralnya pipi yang dibentuk oleh muskulus buccinator dan
dilapisi membrane mukosa.
b. Cavum oris propium
a) Bagian atap rongga mulut dibentuk oleh palatum durum di bagian
depan dan palatum molle di bagian dalam.
b) Bagian bawah rongga mulut dibentuk oleh 2/3 bagian lidah dan
membrane mukosa
c) Ada frenulum linguae : lipatan membrane mukosa yang
menghubungkan garis tengah permukaan bawah lidah dengan bagian
dasar mulut.
d) Membrane mukosa pipi (lateral) dilekatkan pada muskulus buccinator,
dan membrane mukosa gingival di periosteum alveolar.
e) Bagian atap cavum oris diinervasi oleh nervus palatinus major dan
nervus nasopalatinus dari nervus trigeminus maxilaris.
f) Bagian dasar dipersarafi oleh nervus lingualis cabang nervus
trigeminus mandibularis.
g) Serabut saraf pengecap berjalan dalam chorda timpani, cabang nervus
facialis

5
h) Bag pipi di inervasi oleh nervus bucalis cabang nervus trigeminus
mandibularis
Gigi
Anatomi gigi dibagi menjadi dua bagian dasar. Bagian pertama
yaitu mahkota, yang merupakan bagian gigi yang berwarna putih terlihat. Bagian
kedua adalah akar gigi yang tidak dapat kita lihat. Akar meluas di bawah garis gusi
dan membantu mengikat gigi ke tulang. Gigi memiliki beberapa jenis jaringan dan
masing-masing memiliki fungsi yang berbeda.
a. Crown/ mahkota
Bagian gigi yg terlihat atau tidak menancap di dalam gusi dan tulang rawan.
b. Root/akar gigi
Bagian gigi yang menancap di dalam gusi dan tulang rahang. Setiap gigi memilki
jumlah akar yg berbeda, tergantung dari posisinya. Gigi geraham memiliki jumlah
akar paling banyak karena beban kerjanya paling berat.

Jaringan pembentuk gigi ada 3, yaitu:


a. Email/enamel
 Merupakan lapisan terluar yang melapisi mahkota gigi
 Berasal dari epitel (ektodermal) yang merupakan bahan terkeras pada tubuh
manusia dan paling banyak mengandung kalsium
 Secara kimia, email adalah Kristal yg terkalsifikasi dengan persentase bahan
anorganik 95-99% (tu Ca fosfat) dan bahan matriks organic 1% dan sisanya
adalah air
 Email adalah jaringan semitranslusen dimana warna gigi bergantung pada
warna dentin di bawah email, ketebalan email dan banyaknya stain pd email
biasanya berwarna keabuan transparan
 Ketebalan email tidak sama, paling tebal di daerah oklusal/insisal (puncak
mahkota) dan makin menipis mendekati pertautannya dengan sementum.
 Sifatnya mudah larut asam dan kelarutannya meningkat seiring dengan
semakin dalamnya lapisan enamel.

6
b. Dentin
 Komponen terbesar jaringan gigi
 Di daerah mahkota ditutupi oleh email, sedangkan didaerah akar ditutupi oleh
sementum, secara internal dentin membentuk dinding rongga pulpa
 Dentin mengalami kalsifikasi yang sama seperti tulang, tapi sifatnya keras
karena kadar garam kalsiumnya lebih besar (80%) dalam bentuk hidroksi
apaht. Zat antar sel organic (20%) terutama terdiri dari serat kolagen dan
glikosaminoglikan yang disintesis oleh sel odontoblas
 Dentin peka terhadap rasa raba, panas, dingin dan konsentrasi ion hydrogen.
Nanti rangsangan itu diterima oleh serat dentin dan diteruskan ke serat otot
saraf di dalam pulpa.
 Dentin berwarna putih kekuningan
c. Pulpa
 Jaringan lunak yang terletak di tengah gigi.
 Jaringan ini adalah jaringan pembentuk, penyokong dan merupakan bagian
integral dari dentin yang mengelilinginya
 jaringan pulpa mengikuti bentuk mahkota gigi dan bentuk luar saluran pulpa
mengikuti bentuk akar gigi
 Fungsi pulpa: sebagai pembentuk, penahan, mengandung zat makanan dan sel
saraf/sensori

7
Gigi Susu (desidua) berjumlah 20 terdiri dari: 4 Incivicus, 2 Caninus, 4 molar. Pada
masing-masing rahang. Gigi mulai muncul usia 6 bulan dan semua selesai keluar
pada akhir usia 2 tahun. Sedangkan, gigi permanen (dentis permanents) berjumlah 32
yang terdiri dari: 4 Incisivus, 2 Caninus, 4 Premolar, 6 molar. Pada masing-masing
rahang. Mulai muncul pada usia 6 tahun dan yang terakhir muncul adalah molar
ketiga.

Lidah

Merupakan otot lurik yg ditutupi mukosa. Terbagi atas 2/3 anterior (pars oralis) dan
1/3 posterior (pars faringealis). Dan dipisahkan oleh sulcus terminalis yang puncak
sulcus yang berlubang (foramen caecum)

Fungsi :
 untuk membantu mengatur letak makanan di dalam mulut
 mendorong makanan masuk ke oesophagus
 untuk mengecap atau merasakan makanan, membentuk suara.
Lidah dibagi atas 3 bagian :
 Radiks lingua = pangkal lidah
 Dorsum lingua = punggung lidah
 Apeks lingua = ujung lidah
Otot lidah :
 otot ekstrinsik : fungsinya : mengubah bentuk lidah
- muskulus genioglossus untuk menjulurkan lidah
- muskulus hyoglossus untuk menurunkan lidah
- muskulus styloglossus untuk menarik lidah ke atas dan ke belakang
8
- muskulus palatoglossus untuk menarik akar lidah ke atas dan kebelakang,
mempersempit isthmus oropharyngeus
 otot intrinsik
Terbatas pada lidah dan tidak melekat pada tulang
- Terdiri atas serat-serat longitudinal, transversal dan vertikal
- Dipersyarafi oleh N. hypoglossus
- Lidah dipersarafi oleh n.vagus, glossofaringeus dan lingualis

Pallatum

 Palatum durum
Keras, dibentuk oleh procc. palatina maxilla dan lamina horisa sama dengan
ontalis ossis palatine
 Palatum molle
 Lunak, merupakan bagian dari fibromuscular dan ada uvula

C. Etiologi

a) Penyebab lokal:
 Posisi yang tidak teratur dari gigi-geligi dalam lengkung rahang.
 Densitas (kepadatan) tulang di atas dan sekitarnya.
 Keradangan yang menahun dan terus menerus sehingga dapat
menyebabkan bertambahnya jaringan mukosa di sekitarnya.

9
 Tanggalnya gigi sulung yang terlalu cepat, ini mengakibatkan hilang atau
berkurangnya tempat untuk gigi permanen penggantinya.
b) Penyebab sistemik :
 Herediter : Dimana rahangnya sempit sedangkan gigi geliginya besar.
 Miscegenation (percampuran ras) : Misalnya, perkawinan campuran dari
satu ras yang mempunyai gen dominan,
 gigi besar dan ras lainnya dominan pada rahang yang kecil atau sempit.
c) Penyebab postnatal
Semua keadaan-keadaan yang dapat mengganggu pertumbuhan anak,
misalnya penyakit: ricketsia, anemia, syphilis, TBC, gangguan kelenjar
endokrin, malnutrisi. Keadaan yang jarang ditemukan:
 Cleidoncranial disostosis
Keadaan kongenital yang jarang ditemukan, dimana terlihat cacat ossifikasi
dari tulang tengkorak, hilangnya sebagian atau seluruhnya tulang clavicula,
terlambatnya exfoliasi gigi sulung, gigi permanen tidak erupsi dan terdapat
rudimenter supernumerary teeth.
 Oxycephali
Suatu keadaan dimana terlihat kepala yang meruncing seperti kerucut. Pada
keadaan ini terdapat gangguan pada tulang-tulang kepala.
 Progeria
Bentuk tubuh yang kekanak-kanakan ditandai dengan perawakan kecil, tidak
adanya rambut pubis, kulit berkerut, rambut berwarna keabu-abuan tetapi
wajah, sikap serta tingkah lakunya seperti orang tua.
( Bianto, 2011)
D. Klasifikasi

a) Fraktur kaput radius

Fraktur ini kadang-kadang terasa nyeri saat lengan bawah dirotasi, dan nyeri
tekan pada sisi lateral siku memberi petunjuk untuk mendiagnosisnya.

b) Fraktur leher radius

10
Jatuh pada tangan yang terentang dapat memaksa siku ke dalam valgus dan
mendorong kaput radius pada kapitulum. Pada orang dewasa kaput radius dapat retak
atau, patah sedangkan pada anak-anak tulang lebih mungkin mengalami fraktur pada
leher radius. Setelah jatuh, anak mengeluh nyeri pada siku. Pada fraktur ini
kemungkinan terdapat nyeri tekan pada kaput radius dan nyeri bila lengan berotasi.
c) Fraktur Diafisis Radius ulna
Kalau terdapat nyeri tekan lokal, sebaiknya dilakukan pemeriksaan sinar-X

d) Fraktur Distal Radius


Fraktur Distal Radius dibagi dalam :
(a) Fraktur colles
Deformitas pada fraktur ini berbentuk seperti sendok makan (dinner fork
deformity). Pasien jatuh dalam kondisi tangan terbuka dan pronasi, tubuh beserta
lengan berputar ke dalam (endorotasi). Tangan terbuka yang terfiksasi di tanah
berputar keluar (eksorotasi/supinasi).

Gambar 7. Fraktur Colles dan fraktur Smith

(b) Fraktur smith


11
Fraktur smith merupakan fraktur diskolasi ke arah anterior (volar), karena
itu sering disebut reserve colles fracture. Fraktur ini biasa terjadi pada orang muda.
Pasien jatuh dengan tangan menahan badan sedang posisi tangan dalam keadaan
volar fleksi pada pergelangan tangan dan pronasi. Garis patahan biasanya tranversal,
kadang-kadang intraartikular.
(c) Fraktur galeazzi
Fraktur galeazzi merupakan fraktur radius distal disertai dislokasi sendi
radius ulna distal. Saat pasien jatuh dengan tangan terbuka yang menahan
badan,terjadi pula rotasi lengan bawah dalam posisi pronasi waktu menahan berat
badan yang memberi gaya supinasi.

Gambar 6. Fraktur Galeazzi

(d) Fraktur montegia


Fraktur montegia merupakan fraktur sepertiga proksimal ulna disertai
dislokasi sendi radius ulna proksimal. Terjadi karena trauma langsung.

Gambar 16. Fraktur Monteggia

12
E. Manifestasi Klinik

Manifestasi klinis berdasarkan macam-macam fraktur radius ulna:

a) Fraktur colles

Fraktur metafasis distal radius dengan jarak ± 2,5 cm dari permukaan sendi
distal radius. Dislokasi fragmen distalnya ke arah posterior/dorsal. Subluksasi sendi
radioulnar distal

b) Fraktur smith

Penonjolan dorsal fragmen proksimal, fragmen distal di sisi volar


pergelangan, dan deviasi tangan ke radian (garden spade deformity).

c) Fraktur galeazzi

Tampak tangan bagian distal dalam posisi angulasi ke dorsal. Pada


pergelangan tangan dapat diraba tonjolan ujung distal ulna.

d) Fraktur monteggia

Terdapat dua tipe yaitu tipe ekstensi (lebih sering) dan tipe fleksi. Pada tipe
ekstensi gaya yang terjadi mendorong ulna ke arah hiperekstensi dan pronasi.
Sedangkan fleksi, gaya mendorong dari depan ke arah fleksi yang menyebabkan
fragmen ulna mengadakan angulasi posterior.

(Mansjoer,2008)

F. Patofisiologi

Trauma yang terjadi pada tulang radius dan ulna maupun radius atau ulna
dapat menyebabkan fraktur. Apabila tekanan eksternal yang datang lebih besar dari
yang dapat diserap tulang, maka terjadilah trauma pada tulang yang mengakibatkan
rusaknya atau terputusnya continuitas tulang. Setelah terjadi fraktur, periosteum dan
pembuluh darah serta saraf dalam korteks, marrow, dan jaringan lunak yang
membungkus tulang akan rusak. Perdarahan terjadi karena kerusakan tersebut dan
13
terbentuklah hematoma di rongga medula tulang. Jaringan tulang segera berdekatan
ke bagian tulang yang patah. Jaringan yang mengalami nekrosis ini menstimulasi
terjadinya respons inflamasi yang ditandai dengan adanya vasodilatasi, eksudasi
plasma dan leukosit, dan infiltrasi sel darah putih. Kejadian inilah yang merupakan
dasar dari proses penyembuhan tulang nantinya (Bararah, 2013).

G. Pemeriksaan Diagnostik (Wijaya & Yasode, 2013)

a) Pemeriksaan rontgen

Menentukan lokasi tempat terjadinya fraktur ini pada lateral atau medial dsb.

b) Scan tulang, temogram, scan CT/MRI

Memperlihatkan fraktur, juga dapat digunakan untuk mengidentifikasi


jaringan lunak.

c) Hitung darah lengkap

Hematokrit mungkin meningkat (hemokonsentrasi) atau menurun


(perdarahan bermakna pada sisi fraktur atau organ jauh pada trauma multiple).
Peningkatan jumlah sel darah putih adalah respon stres normal steelah trauma.

d) Kratinin

Trauma pada otot meningkat beban kreatinin untuk klirens ginjal.

e) Profil koagulasi

Perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah, transfuse multiple atau cedera
hati.

H. Penatalaksanaan

Fraktur dari distal radius adalah jenis fraktur yang paling sering terjadi.
Fraktur radius dan ulna biasanya selalu berupa perubahan posisi dan tidak stabil
sehingga umumnya membutuhkan terapi operatif. Fraktur yang tidak disertai
perubahan posisi ekstra artikular dari distal radius dan fraktur tertutup dari ulna dapat

14
diatasi secara efektif dengan primary care provider. Fraktur distal radius umumnya
terjadi pada anak-anak dan remaja, serta mudah sembuh pada kebanyakan kasus.
Terapi fraktur diperlukan konsep ”empat R” yaitu : rekognisi,
reduksi/reposisi, terensi/fiksasi, dan rehabilitasi.
a) Rekognisi atau pengenalan adalah dengan melakukan berbagai diagnosa yang
benar sehingga akan membantu dalam penanganan fraktur karena perencanaan
terapinya dapat dipersiapkan lebih sempurna.
b) Reduksi atau reposisi adalah tindakan mengembalikan fragmen-fragmen fraktur
semirip mungkin dengan keadaan atau kedudukan semula atau keadaan letak
normal.
c) Retensi atau fiksasi atau imobilisasi adalah tindakan mempertahankan atau
menahan fragmen fraktur tersebut selama penyembuhan.
d) Rehabilitasi adalah tindakan dengan maksud agar bagian yang menderita fraktur
tersebut dapat kembali normal.

Gambar 18 . Proses penyembuhan fraktur

15
Menurut Mansjoer 2008, penatalaksaan fraktur radius ulna terbagi
berdasarkan macam fraktur yang khas, yaitu:

a) Fraktur colles

Pada fraktur colles tanpa dislokasi hanya diperlukan imobilisasi dengan


pemasangan gips sirkular di bawah siku selama 4 minggu. Bila disertai dislokasi
diperlukan tindakan reposisi tertutup. Dilakukan dorsofleksi fragmen distal, traksi
kemudian posisi tangan volar fleksi, deviasi ulna (untuk mengoreksi deviasi radial)
dan diputar ke arah pronasi (untuk mengoreksi supinasi). Imobilisasi dilakukan
selama 4-6 minggu)

b) Fraktur smith

Dilakukan reposisi dengan posisi tangan diletakkan dalam posisi dorsofleksi


ringan, deviasi ulnar, dan supinasi maksimal ( kebalikan dari posisi colles). Lalu
diimobilisasi dengan gips di atas siku selama 4-6 minggu.

c) Fraktur galeazzi

Dilakukan reposisi dan imobilisasi dengan gips di atas siku, posisi netral
untuk dislokasi radius ulna distal, deviasi ulnar, dan fleksi.

d) Fraktur montegia

Dilakukan reposisi tertutup. Asisten memegang lengan atas, penolong


melakukan tarikan lengan bawah ke distal, kemudian diputar ke arah supinasi penuh.
Setelah itu, dengan jari kepala radius dicoba ditekan ke tempat semual. Imobilisasi
gips sirkuler dilakukan di atas siku dengan posisi siku fleksi 90o dan posisi lengan
bawah supinasi penuh. Bila gagal. Dilakukan reposisi terbukan dengan pemasangan
fiksasi interna (plate-screw).

16
BAB III
PEMBAHASAN

A. Pengkajian
Nama : Tn. AR
Umur : 41 tahun
No.Register : 2796XX
Alamat : Pentik Wonosari Puger
Diagnose Medis : Close Fraktur Radius Ulna Sinistra 1/3 Distal
Tanggal MRS : 13 Desember 2019
Tanggal pengkajian : 23 Desember 2019
Ruang : Pre operasi
1. Persiapan Pasien
a. Perawat kamar operasi memeriksa kesesuaian identitas pasien dengan
menanyakan nama sekaligus mengecek gelang identitas pasien
b. Perawat kamar operasi memeriksa kelengkapan status pasien termasuk di
dalamnya persetujuan informed consent
c. Perawat mengganti baju pasien
d. Perawat melakukan pengecekan set marking
e. Perawat menanyakan kapan pasien mulai berpuasa
17
f. Pasien dipastikan dalam keadaan bersih, yaitu mandi sebelum
dilaksanakan pembedahan
g. Perhiasan pasien dilepas semua baik cincin atau jam tangan dan gigi
palsu bila ada
h. Pasien diposisikan supinasi setelah dipindahkan ke meja operasi
i. Melakukan skin preparation
j. Memasukan profilaksis sebelum pembedahan
2. Persiapan Lingkungan Kamar Operasi
a. Mempersiapkan dan mengecek apakah meja operasi, lampu operasi,
mesin suction,AC, meja mayo, back table berfungsi dengan baik
b. Memberi perlak dan duk pada meja operasi
c. Menyiapkan linen dan instrument yang akan digunakan
d. Menempatkan tempat sampah agar mudah dijangkau
3. Timbang Terima
a. Situation : Pasien elektif
b. Background
Diagnose pra operatif : Close Fraktur Radius Ulna Sinistra 1/3
Distal
Rencana operasi : ORIF Plat
RPD : tidak ada
Alergi : tidak ada
Darah : tersedia 3 kolf
Marking : iya
Informed consent : ada
Konsultasi : jantung dan anastesi sudah dilakukan
Foto : ada
Pemeriksaan Lab : ada
Alat bantu : tidak ada
Vital sign : TD: 115/68 mm/Hg, N: 78 x/menit, Suhu
36,2 C, RR 15 X/menit
Kesadaran : Compos mentis GCS 4-5-6

18
4. Sign in
Sign in dilakukan di ruang pre operasi oleh perawat dengan mengisi
daftar tilik pembedahan
5. Transfer
Pasien ditransfer dari ruang pre operasi ke ruang operasi oleh perawat
anastesi dipindahkan dari banchard ke meja operasi
6. Positioning
Pasien diposisikan supinasi
7. Anastesi
Pasien dilakukan anastesi GA
8. Aseptik
Perawat membersihkan area operasi oleh operator area operasi dengan
menggunakan povidone iodine 10% dan dilanjutkan dengan drapping
9. Time out
Perawat sirkuler membacakan time out
10. Instrumentasi Tehnik dan Operating Tehnik Intraoperatif
a. Team operasi : Operator, asisten, instrument, dan sirkuler
b. Set Ruangan
1. Alat on steril di ruangan
Nama Alat Jumlah
Meja instrument 1
Meja mayo 1
Meja operasi 1
Mesin suction 1
Lampu operasi 1
Trolly tempat waskom 2
Viewer rontgen 1
Tempat sampah 2
Gunting verban 1
Lampu baca foto rongten 1
Tempat sampah organik 1

19
2. Alat steril

Nama Alat Jumlah


a) Set orthopedi dasar
1. Sponge holding forceps 1
2. Towel clamp (doek klem) -
3. Scalpel handle 2
4. Tissue forceps (pinset 2
chirurgische)
5. Dissecting forceps (pinset 2
anatomis)
6. Metzenboum scissors 1
(gunting metsemboum)
7. Surgical scissors (gunting 1
kasar)
8. Hemostatic forceps pean 2
9. Hemostatic forceps kocher 4
straight (koeher besar
lurus)
10. Needle holder 2
11. Rectractor us army 2
(langenback) small
12. Serapel lapel (bone 1
curretage)
13. Raspatories (raspatorium) 1
small
14. Hohman (cobra) small 2
15. Bone holding forceps 2
(reduction) small
16. Canule small 1
17. Curegee 1

20
b) Set di meja instrumen
 Couter 1
 Conecting suction 1
 Bengkok 1

 Kom/ cuching 2

 Bor listrik 1

 Pengukur (deep gouge) 1


1
 Tapper
1
 Screw driver
1 set
 Screw
1 set
 Plate berbagai hole
1
 Linen
5
 Scrot steril
2
 Doek besar/sedang
2
 Doek kecil
1
 Sarung meja mayo
5
 Handuk kecil
c) Bahan habis pakai
 Handsconsteril steril maxitex
1/2/1/1
1
8,7,7 ½,6 /2
1
 Mess no.10, no.15 1
 Spuit 10 cc 1
 Ns. 0,9 % 500 ml 1
 Underpad 60
 Kassa steril ±50 cc
 Povidon iodin 1
 Tensocrep
 Softband no.10 cm 1
 Sufratule 1
 Vykril 2/0 1

 Dermalon 1

21
 Conecting suction 1
 Water for injection 1
 Lina pen 1

 Ceftriaxon 1 gr 2

c. Prosedur Tindakan Operasi


Langkah-langkah perjalanan operasi Fraktur radius ulna dengan tindakan
pembedahan ORIF plating:

a) Persiapan

1. Sign in

1) Pasien datang, cek kelengkapan status. Kemudian tulis di buku register


pasien dan lengkapi SSC (Surgical Safty Ceklist)

2) Beri posisi pasien supinasi, selanjutnya tim anastesi melakukan general


anastesi. Siapkan penopang tangan untuk menempatkan tangan yang akan di
operasi.

3) Setelah pasien di bius tim anasesi, perawat instrumen melakukan surgical


scrub, gowning dan gloving, kemudian membantu tim bedah yang lain
untuk gowning dan gloving.

4) Asisten melakukan antisepsis daerah operasi dengan povidon iodin 10% dan
deppers memakai sponge holding forceps, kemudian berikan doek kecil
untuk di taruh di bawah daerah yang akan di operasi.

5) Perawat instrumen dan asisten melakukan drapping area operasi lapis demi
lapis sampai sebatas area operasi dan fiksasi dengan hemostatic forceps
(kocher) lurus panjang.

6) Perawat instrumen memasang kabel couter dan conecting suction di dekat


daerah yang akan di operasi. Ikat dengan kasa dan doek klem, selanjutnya
check kelayakan alat.

22
2. Time out

1) Operator dan asisten menentukan daerah yang di insisi, land mark dengan
pinset chirugis, berikan mess no.10 atau mess 1 pada operator untuk insisi
kulit sampai jaringan lemak dan berikan couter dan pean klem dan kassa
pada asisten untuk merawat perdarahan dan memperdalam area insisi.

2) Setelah terbuka berikan langen back untuk untuk membuka area insisi,
kemudian berikan gunting metzemboum sampai terlihat jaringan yang
melindungi tulang/periostium tulang, rawat perdarahan dan suction darah
yang menghalangi pandangan.

3) Berikan langen beck L pada asisten untuk memperluas lapang pandang, lalu
lokasi fraktur diexpose. Berikan raspat untuk memisahkan otot tulang
kemudian berikan hohman.

4) Berikan bone curet untuk membersihkan ujung tulang yang fraktur. Pada
saat dibersihkan semprot tulang dengan cairan Ns menggunakan spuit 10 cc,
kemudian berikan bone tang/ reduction untuk memegang dua fragmen
tulang, lalu tulang yang patah dilakukan reposisi.

5) Berikan plate 7 hole pada operator untuk dipasang pada tulang, berikan
elevator dan pean untuk mempermudah memasukan plate.

6) Berikan bor listrik yang telah dipasang mata bor ukuran 2,5 mm pada
operator dan berikan juga sleave 2,5 untuk melindungi jaringan sekitarnya
saat pengeboran agar focus pada daerah yang dibor, pada saat mengebor
semprot/irigasi dengan cairan Ns mengunakan spuit 10 cc.

7) Setelah dibor berikan pengukur untuk menentukan ukuran screw, lalu


berikan tapper cortical untuk membuat alur, kemudian berikan screw sesuai
ukuran kedalaman saat diukur (screw no.16 dan 18) dan berikan screw
driver untuk mang semua screw. Hal ini dilakukan sampai terpasang screw
semuanya.

23
8) Setelah selesai cuci dengan Ns 0.9 %, asisten menyedot dengan dengan
suction dengan operator memberikan area insisi dengan kassa.

3. Sign out

1) Selanjutnya hitung jumlah kassa, dan jumlah alat.

2) Jaringan otot dijahit dengan vycril 2/0 dan kulit jahit dengan dermalon 2/0.

3) Setelah proses penjahitan selesai bersihkan area operasi dengan kassa yang
dibasahi dengan Ns dan kemudian keringkan dengan kassa kering.

4) Selanjutnya tutup luka dengan sufratule, kemudian kassa kering , hypafix


dan terakhir balut dengan sofban 6 in dan tensokrap 6 in.

5) Langkah terakhir lepas doek klem pada area yang di drapping, kemudian
hitung alat.

6) Operasi selesai, kemudian bersihkan pasien, dan catat bahan habis pakai di
lembar depo. Rapikan ruangan, catat pemakain screw dan plate ke buku
pemakian alat.

7) Berikut bereskan instrumen lalu di dekontaminasi, terus bersihkan dan taruh


di air biasa dan selanjutnya taruh di zidex (stabimed), selanjutnya bilas
dengan air steril dan set alat kembali.

8) Lepas gowning, apround, handscon dan cuci tangan.

B. Analisa Data
1. Pre operasi
N Data Masalah Etiologi
o.

24
1. DS: pasien mengatakan Ansietas kurang pengetahuan
takut operasi tentang pembedahan yang
DO: akan dilaksanakan dan
 Wajah tegang hasil akhir
 Kontak mata
buruk
 TD: 115/68
mm/Hg, N: 78
x/menit, Suhu 36,2
C, RR 15
X/menit

2. Intra operasi
No. Data Masalah Etiologi
1. DS: - Resiko infeksi Area
DO: pembedahan
 Insisi pembedahan
 Klasifikasi luka : Bersih

2. DS: - Resiko Paparan


DO: Suhu ruangan :16 oC -24oC hipotermi lingkungan
dingin
3. DS : - Resiko cedera Tindakan
DO : Pasien dilakukan operasi pembedahan
dengan general anastesi

3. Post operasi
No. Data Masalah Etiologi

25
1. DS:- Ketidakefektifan Reflek batuk
DO:pasien tidak sadar efek bersihan jalan menurun:
anastesi napas pengaruh
general
anastesi

2. DS : - Resiko jatuh medikasi :


DO: Pasien masih dalam pengaruh
pengaruh general anastesi general
anastesi

26
C. Rencana Asuhan Keperawatan
1. Pre operatif
Diagnosa Tujuan dan Kriteria
No Rencana Tindakan
Keperawatan Hasil
1. Ansietas ybd kurang NOC : Pengurangan NIC : Ansiety Control
pengetahuan tentang cemas 1. Bantu pasien
pembedahan yang Tujuan: dalam waktu mengekspresikan
akan dilaksanakan 1x24 jam tingkat perasaan marah,
dan hasil akhir kecemasan pasien kehilangan, dan
berkurang atau hilang. takut.
Kriteria hasil : 2. Kaji tanda ansietas
 Pasien menyatakan verbal dan
kecemasan nonvervbal.
berkurang 3. Jelaskan tentang
 Pasien mampu prosedur pembedahan
mengenali perasaan sesuai jenis operasi.
ansietasnya 4. Beri dukungan
 Pasien dapat prabedah.
mengidentifikasi 5. Beri lingkungan yang
penyebab atau tenang dan suasana
faktor yang penuh istirahat.
memengaruhi 6. Tingkatkan kontrol
ansietasnya sensasi pasien.

 Pasien kooperatif 7. Orientasikan pasien

terhadap tindakan terhadap prosedur

 Wajah pasien rutin dan aktivitas

tampak rileks yang diharapkan.


8. Beri kesempatan
pada pasien untuk
mengungkapkan

31
ansietasnya.

2. Intra operatif
Diagnosa Tujuan dan Kriteria Rencana Tindakan
No
Keperawatan Hasil
1. Resiko infeksi yang NOC :Infection NIC :Infection Control
berhubungan dengan Control 1. Kaji suhu badan
area pembedahan Setelah dilakukan pasien dan tanda
pembedahan tindakan keperawatan, vital
diharapkan tidak 2. Pertahankan teknik
terjadi infeksi pada aseptif, kebersihan
klien dengan kriteria tangan atau
hasil: menggunakan
1. Klien tidak alkohol sebelum
menunjukan kontak dengan
adanya tanda-tanda pasien
infeksi 3. Batasi pengunjung
2. Tidak ada bila perlu
gangguan 4. Mengkaji warna,
gastrointestinal turgor, kelenturan

32
3. Respirasi dalam serta suhu kulit,
batas normal (16- membran mukosa
24 x/menit) terhadap kemerahan
4. Suhu dalam batas dan panas
normal (36,5oC - 5. Monitor tanda dan
37,5 oC) gejala infeksi
sistemik dan lokal.
Evaluasi keadaan
pasien terhadap
tempat-tempat
munculnya infeksi
seperti tempat
penusukan jarum
intravena.
6. Kolaborasi
pemberian antibiotik
sesuai ketentuan
2 Resiko hipotermi NOC : NIC : Temperatur
ybd paparan Thermoregulation regulation
lingkungan dingin Setelah dilakukan 1. Monitor tanda-tanda
tindakan keperawatan, vital terutama pada
diharapkan tidak suhu
terjadi hipotermi pada 2. Monitor warna kulit
klien dengan kriteria 3. Tingkatkan intake
hasil: cairan
1. Temperatur suhu 4. Selimuti pasien untuk
dalam batas normal mencegah hilangnya
(36,5oC-37,5oC) panas tubuh
3 Resiko cedera ybd NIC: Risk Kontrol NIC : Enverionment
tindakan Safety management

33
pembedahan Setelah dilakukan 1. Sediakan lingkungan
tindakan keperawatan yang aman untuk
selama 1x 24 jam klien
diharapkan klient tidak 2. Identifikasi kebutuhan
mengalami cedera keamanan klien,
dengan kriteria hasil : sesuai kondisi fisik
1. Klien bebas dari 3. Menghindarkan
cedera lingkungan yang
berbahaya
4. Menyediakan tempat
tidur yang nyaman
dan aman
5. Mengontrol
lingkungan

3. Post operatif
Diagnosa Tujuan dan Kriteria Rencana Tindakan
No
Keperawatan Hasil
1. Ketidakefektif NOC :Status NIC :Manajemen Jalan Napas
an bersihan Pernapasan: Tindakan:
jalan napas b/d Kepatenan jalan napa 1. Observasi suara napas tambahan
Reflek batuk Setelah dilakukan 2. Observasi status pernapasan dan
menurun: tindakan oksigenasi
pengaruh keperawatan pasien 3. Ganti kassa di mulut pasien dan
general menunjukkan bersihan bersihkan saliva yang ada
anastesi jalan napas yang 4. Posisikan pasien untuk
efektif dengan kriteria memaksimalkan ventilasi
hasil: 5. Usahakan sebelum memindakan
1. Tidak ada suara pasien ke RR pastikan pasien sudah
napas tambahan mampu bernapas spontan.

34
2. Tidak ada akumulasi
saliva berlebihan
3. Pasien mampu
bernapas spontan

2 Resiko jatuh NOC: Safety NIC : Management lingkungan :


ybd medikasi : behavior: keamanan
pengaruh pencegahan jatuh: 1. Identifikasi kebutuhan keamanan
general dengan indikator: pasien
anastesi 1. Mengoreksi 2. Identifikasi lingkungan yang
penggunaan membahayakan keamanan
peralatan 3. Pindahkan bahaya dari lingkungan
2. Menerapkan pasien
precaution saat 4. Modifikasi lingkungan untuk
melakukan meminimalkan bahaya dan resiko
pengobaatan yang 5. Sediakan peralatan protektif
meningkatkan 6. Bantu pasien yang belum adekuat
resiko jatuh melakukan mobilisasi
7. Berikan edukasi kepada anggota
keluarga tentang faktor resiko yang
meningkatkan potensi jatuh dan
bagaimana cara mengurangi resiko
tersebut

35
DAFTAR PUSTAKA

Putz R, Pabst R, editor. Sobotta, Atlas Anatomi Manusia Jilid 1. Edisi 21. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2000. h. 98 ‒ 105

Mansjoer, Arif.(2008).Kapita Selekta Kedokteran.Jakarta: Media Aesculapias.

Bararah, Taqiyyah.(2013). Asuhan Keperawatan: Panduan Lengkap Menjadi


Perawat Profesional Jilid 2.Jakarta:Prestasi Pustakaraya.

Jong, D. (2010). Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: EGC.

Wijaya, A. S., & Yasode, M. P. (2013). Keperawatan Medikal Bedah I. Jakarta:


Nuha Medika.

Buranda Theopilus et. al., Osteologi dalam : Diktat Anatomi Biomedik I.


Penerbit Bagian Anatomi FK Unhas. Makassar. 2011.
Puts R and Pabst R.. Ekstremitas Atas dalam: Atlas Anatomi Manusia Sobotta.
Edisi 22. Penerbit Buku Kedokteran EGC Jilid 1. Jakarta. 2006.

36

Anda mungkin juga menyukai