Anda di halaman 1dari 26

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Odontogenesis
Gigi secara embriologi berasal dari dua jaringan, yaitu ektoderm yang akan
membentuk enamel dan mesoderm yang akan membentuk dentin, pulpa dan
sementum. Gigi terdiri dari mahkota yang dikelilingi oleh enamel dan dentin serta
akar yang tidak ditutupi oleh enamel. Gigi terdiri dari pulpa yang vital (terdapat
persarafan) yang didukung oleh ligamen periodontal (Behrman dkk, 2000).
Pertumbuhan gigi meliputi mineralisasi, kemunculan (erupsi), dan pelepasan
(eksfoliasi). Mineralisasi dimulai awal trisemester kedua dan berlanjut hingga
melewati umur tiga tahun untuk gigi primer (desidui) dan umur 25 tahun untuk
gigi permanen. Mineralisasi mulai pada puncak gigi (korona) dan berlanjut ke
arah akar. Erupsi mulai dengan insisivus sentral dan berlanjut ke lateral. Pelepasan
(eksfoliasi) mulai pada sekitar umur 6 tahun dan berlanjut hingga umur 12 tahun.
Erupsi gigi permanen dapat menyertai pelepasan segera atau dapat tertinggal 4-5
bulan. Waktu pertumbuhan gigi kurang berkorelasi dengan proses pertumbuhan
dan maturasi yang lain (Behrman dkk, 2000).

2.2 Struktur gigi


1. Dilihat secara makroskopis (menurut letak dari email dan sementum)
a. Mahkota atau korona ialah bagian yang dilapisi jaringan enamel atau email
dan normal terletak diluar jaringan gusi atau gingiva.
b. Akar atau radiks ialah bagian gigi yang dilapisi jaringan sementum dan
ditopang oleh tulang alveolar dari maksila dan mandibula.
c. Garis servikal atau cemento enamel junction ialah batas dari jaringan
sementum dan email, yang merupakan pertemuan antara mahkota dan akar
gigi.
d. Ujung akar atau apeks ialah titik yang terujung dari suatu benda yang
runcing atau yang berbentuk kerucut seperti akar gigi.

3
4

e. Tepi insisal (insisal edge) ialalah suatu tonjolan kecil dan panjang pada
bagian korona pada gigi insisive yang merupakan sebagian permukaan
insisive dan yang digunakan untuk memotong atau mengirim makanan.
f. Tonjolan atau cusp ialah tonjolan pada bagian korona pada gigi kaninus dan
gigi posterior, yang merupakan bagian dari permukaan oklusal
(Itjingningsih, 2012).

2. Dilihat secara mikroskopis


Struktur atau susunan dari tiap-tiap gigi manusia terdiri dari:
1. Jaringan keras ialah jaringan yang mengandung bahan kapur, terdiri dari
jaringan email, jaringan dentin dan jaringan sementum.
a. Email, berasal dari jaringan ektoderm, susunannya agak istimewa yaitu
penh dengan garam-garam kalsium. Dibandingkan dengan jaringan gigi
yang lain, email adalah jaringan yang paling keras,paling kuat, oleh karena
itu email adalah pelindung gigi yang paling kuat terhadap rangsangan pada
waktu pengunyahan. Email tidak mempunyai kemampuan untuk
menggantikan bagian-bagian yang rusak oleh karena itu bila email rusak
harus ditambal.
b. Dentin dan sementum, berasal dari jaringan mesoderm yaitu mempunyai
susunan dan asal yang sama dengan jaringan tulang. Dentin dan sementum
mempunyai hubungan dengan jaringan-jaringan yang ada di rahang
sehingga mempunyai kemampuan untuk tumbuh kembali. Macam-macam
dentin adalah :
 Transparan dentin ialah dentin yang warnanya transparan, yang
terdapat di daerah yang belum mengalami invasi bakteri, di
sekeliling zona yang mengalami dekalsifikasi, zona ini meluas dari
tepi ke tepi sekitar karies dentin. Tubula dentin dari zona transparan
berisi bahan-bahan granulasi yang terdapat pada dentin biasa atau
dentin yang mati.
 Novodentin ialah normal dentin/dentin yang baru di bawah
transparan dentin.
5

 Sekunder dentin ialah dentin yang terbentuk pada dinding sebelah


dalam dari rongga pulpa. Pembentukan dentin sekunder dapat
terjadi bila email mengalami kerusakan, pertumbuhannya hanya
menuju ke satu arah yaitu rongga pulpa.
Sementum bagian dari jaringan gigi dan termasuk juga bagian dari
jaringan periodontium karena menghubungkan gigi dengan tulang rahang
dengan jaringan yang terdapat di selaput periodontal.
2. Jaringan lunak yaitu jaringan pulpa ialah jaringan yang terdapat dalam
rongga pulpa sampai foramen apikal, umumnya mengandung bahan dasar
(ground substance), bahan perekat, sel saraf yang peka terhadap
rangsangan mekanis, termis dan kimia, jaringan limfe, jaringan ikat dan
pembuluh darah arteri dan vena.
3. Rongga pulpa, terdiri dari:
a. Tanduk pulpa/pulp horn yaitu ujung ruang pulpa.
b. Ruang pulpa/pulp chamber yaitu ruang pulpa di korona gigi.
c. Saluran pulpa/pulp canal yaitu saluran di akar gigi, kadang-kadang
bercabang dan ada saluran tambahan (supplemental pulp canal).
d. Foramen apikal yaitu lubang di apeks gigi, tempat masuknya jaringan pulpa
ke rongga pulpa (Itjingningsih, 2012).

2.3 Pertumbuhan dan Perkembangan Gigi


2.3.1 Pembentukan dental lamina, dental papila, dan enamel organ
1. Proses primary ephitelial thicketing
Selama minggu keenam dari perkembangan embrionik, epithelium
ektodermal rongga mulut (stomodeum) mengalami proliferasi ke arah
ektomesenkim yang berada di bawahnya kemudian menebal untuk membentuk
primary epithelial band. Pada minggu keenam sampai minggu kedelapan primary
epithelial band mulai berkembang. Perkembangan primary epithel band kearah
bukal membentuk vestibulum dan gingival. Sedangkan perkembangan primary
epithelial lingual ke dalam ektomesenkim membentuk dental lamina. Dental
lamina berkembang pada region yang akan ditempati gigi sulung berlanjut ke arah
posterior pada region permanen molar. Dental lamina juga mengarah ke distal dan
6

bersama epithelium di atasnya membentuk tuberositas maksilaris dan ramus


mandibula (Itjingningsih, 2012).
2. Tahap bud stage, cup stage, bell stage dan morfodiferensiasi
a. Bud stage
Tahap bud stage atau inisiasi merupakan derivat dari ectoderm of the first
branchial arch and the ectomesenchyme of the neural crest. Terbentuk dari 3
bagian, yaitu enamel organ, dental papilla and dental follicle. Tahap ini terjadi
pada minggu ke-7. Dental lamina terlihat sebagai suatu penebalan jaringan
epitel pada tepi lateral dari stomodeum, dan pada saat dimana membrane
oropharingeal pecah. Di bawah enamel organ terdapat kondensasi
ektomesenkim berkembang menjadi dental papilla dan follicular sac. Enamel
organ, dental papilla, follicular sac akan membentuk benih gigi (Itjingningsih,
2012).
b. Cap stage
Proliferasi adalah gejala dimana proyeksi dari lamina gigi meluas sampai
ke dasar mesenkim pada tempat yang khusus dan membentuk primordial dari
gigi primer (organ enamel). Sewaktu sel-sel membiak organ gigi bertambah
besar ukurannya. Pada tahap ini enamel organ terdiri dari (Itjingningsih, 2012):
1. Outer enamel epithelium (OEE)
2. Inner enamel epithelium (IEE)
3. Stellate reticulum
Tahap ini terjadi pada minggu ke-9. Jaringan mesoderm mendorong
jaringan epitel sehingga terbentuk topi (cap stage/clock form) (Itjingningsih,
2012).
c. Bell stage
Perubahan bentuk organ gigi dari bentuk topi ke lonceng terjadi karena
kegiatan inti sel membelah diri (mitotic) dan terjadi diferensiasi, yaitu
(Itjingningsih, 2012):
1. Sel tua berdiferensiasi pada daerah puncak mahkota
2. Sel immature pada regio proliferative cervical loop
Hasil proliferasi cervical loop akan membentuk bentukan mahkota gigi.
Cervical loop sendiri memiliki tahapan, antara lain IEE dan OEE bergabung di
7

cervical loop (bagian enamel organ yang masuk ke mesenkim), pada region
coronal, sel mature ameloblast dan stratum intermedium, (antara IEE dan
stellate reticulum) kemudian transport nutrisi ke ameloblast (Itjingningsih,
2012).
d. Morfodiferensiasi
Pola morfologi atau bentuk dassar dan ukuran relatif dari gigi yang akan
datang dibentuk pada tahap morfodiferensiasi. Morfodiferensiasi tidak
mungkin terjadi tanpa proses proliferasi. Tahap bell stage yang berlanjut
menandai tidak hanya histodiferensiasi yang aktif tapi juga suatu tahap pemting
morfodiferensiasi dari korona yang menggaris luarkan detino enamel junction.
Penyesuaian pola ini ameloblas, odontoblas dan sementoblas mengendapkan
enamel, dentin dan sementum serta memberi bentuk dan ukuran yang khas
pada gigi (Itjingningsih, 2012).

Gambar 1: Proses pertumbuhan dan perkembangan benih gigi


2.3.2 Kalsifikasi Gigi
Kalsifikasi gigi ditandai dengan dua tahapan yaitu tahap aposisi dan tahap
kalsifikasi. Aposisi adalah pengendapan matriks dari struktur jaringan keras gigi.
Pertumbuhan aposisi dari enamel dan dentin adalah pengendapan berlapis-lapis
dari matriks ekstraselular. Pertumbuhan aposisi ditandai dengan pengendapan
8

yang teratur dan berirama dari bahan ekstra selular yang tidak mempunyai
kemampuan sendiri untuk pertumbuhan yang akan datang (Itjingningsih, 2012).
Tahap kalsifikasi adalah suatu tahap pengendapan matriks dan garam-
garam. Kalsifikasi akan dimulai di dalam matriks yang sebelumnya telah
mengalami deposisi dengan jalan presipitasi dari satu bagian ke bagian lainnya
dengan penambahan lapis demi lapis.Kalsifikasi gigi desidui dimulai pada minggu
ke-14 prenatal, diikuti dengan kalsifikasi gigi molar pertama pada minggu ke-15.
Gigi insisivus lateral mengalami kalsifikasi pada minggu ke-16, gigi kaninus pada
minggu ke-17, sedang gigi molar kedua pada minggu ke-18 (McDonald dan
Avery, 2000).
Tahap kalsifikasi bervariasi dari satu individu dengan individu yang lain,
dipengaruhi oleh faktor keturunan. Demikian juga pola kalsifikasi, bentuk korona,
dan komposisi mineralisasi, dipengaruhi oleh faktor genetik. Perkembangan gigi
yang bervariasi juga menunjukkan beda pada jenis kelamin, dan bersifat bilateral
simetris. Perempuan biasanya menunjukkan perkembangan yang mendahului laki-
laki, dan pada rahang bawah lebih dahulu daripada rahang atas. Kalsifikasi enamel
dan dentin tidak sama, tetapi mempunyai karakterisistik yang bervariasi pada
periode perkembangan. Menurut Brauner, pada usia 10 bulan sampai 2,5 tahun,
pembentukan dan kalsifikasi enamel dan dentin baik, namun relatif rentan karena
apabila terjadi gangguan metabolisme pada anak yang sedang berkembang secara
klinis tidak menyebabkan terjadinya hipoplasia enamel, tetapi dapat
mengakibatkan terjadinya gangguan ringan pada kalsifikasi saja. Pada usia 2,5
sampai 5 tahun, kalsifikasi enamel dan dentin biasanya tidak homogen, akan tetapi
sifatnya lebih baik dibandingkan pada masa bayi. Gangguan pada kalsifikasi
terjadi sebagai akibat respon gangguan metabolisme anak yang sedang
berkembang dan gangguan ini disebut hipoplasia kronik. Pada usia 6 sampai 10
tahun, kalsifikasinya baik dan tahan terhadap gangguan pada pembentukan
enamel. Periode ini merupakan periode yang kritis karena pembentukan dan
kalsifikasi gigi sangat rentan terhadap gangguan pada metabolisme anak-anak
yang sedang berkembang, sehingga dapat terjadi hipoplasia enamel. Rensburg
menyatakan bahwa gangguan pada tahap kalsifikasi dapat menyebabkan kelainan
pada kekerasan gigi seperti hipokalsifikasi (Rensburg, 2007).
9

Gigi desidui mulai berkalsifikasi pada usia 4 sampai 6 bulan dalam


kandungan. Pada saat kelahiran beberapa diantaranya lebih maju dari gigi lainnya.
Pada tahap ini kalsifikasi gigi desidui belum sempurna hingga mencapai usia 3
tahun. Mahkota dari beberapa gigi molar permanen saat itu sudah terbentuk
sempurna dan sebagian akarnya sudah mulai terbentuk. Pada usia 6 tahun, mulut
telah dipenuhi oleh gigi. Gigi geligi desidui mulai tanggal dan gigi permanen
sudah terbentuk (Rensburg, 2007).

2.3.3 Pembentukan Enamel


1. Ameloblast
Selama tahap lonceng (bell stage), lamina gigi kehilangan kelanjutannya
oleh invasi mesenkim dari jaringan pengikat di sekitarnya, tetapi lamina gigi
berpoliferasi terus secara teratur pada ujung distalnya untuk membentuk
primordial dari gigi tetap. Jaringan epitel merangsang jaringan mesoderm dan
jaringan mesoderm mendorong jaringan epitel selama perkembangan dari organ
enamel, sebuah rangkaian dari perubahan sel ini menghasilkan 4 lapisan
(Itjingningsih, 2012):
a. Epitel bagian luar dari organ enamel
b. Stellate reticulum
Epitel bagian dalam dan organ enamel pecah menjadi (Itjingningsih, 2012):
a. Stratum intermediare
b. Ameloblast

Gambar 2: Histologi Ameloblast


2. Pembentukan matriks enamel
10

Permulaan dari pembentukan matriks enamel dan dentin hanya terjadi ketika
preodontoblast telah berdiferensiasi ke dalam odontoblast dan membentuk
hubungan dengan ameloblast dari epitel enamel bagian dalam. Odontoblast mulai
mengeluarkan matriks predentin di antara odontoblast dan ameloblast. Matriks ini
mengandung vesikel-vesikel yang berisi RNA menurut perubahan induksi di basal
lamina dari ameloblast. Matriks vesikel dari preodontoblast dihadapi oleh
membran sel dasar preameloblast dan tampak berubah. Kontak dan induksi ini
merangsang produksi dan pengeluaran dari matriks enamel oleh ameloblast
(Itjingningsih, 2012).

3. Mineralisasi enamel
Mineralisasi enamel terjadi dalam dua tingkat. Pertama, mineralisasi terjadi
segera setelah terbentuk segmen pertama dan bahan interprismatiknya. Terjadi
pengapuran 30% dan terbentuk kristal apatit. Kedua, maturasi enamel dengan
pengapuran 100%. Proses mineralisasi dan maturasi ini dimulai dari puncak
mahkota kearah servikal dan dentino-enamel junction kearah perifer, kemudian
terjadi integrasi dari dua proses tersebut (Itjingningsih, 2012).

4. Struktur dan fungsi enamel


Perkembangan organ enamel berfungsi untuk membentuk jaringan pengikat
bawah, yang akan berkembang dan menjadi padat untuk membentuk dental
papilla. Dengan cara serupa jaringan pengikat mengelilingi organ enamel dan
dental papilla menjadi padat dan membentuk organ periodontal (Itjingningsih,
2012).

2.3.4 Pembentukan dentin


1. Odontoblast
Odontoblast adalah sel yang terpolarisasi yang hanya menghasilkan matriks
organik pada permukaan dentin. Sel-sel inti memiliki struktur sel penghasil sekret
terpolarisasi dengan granul sekresi yang mengandung prokolagen, sitoplasma sel
ini mengandung sebuah inti pada basisnya. Odontoblast mempunyai cabang
sitoplasma halus yang menerobos secara tegak lurus terhadap lebar dentin yaitu
11

juluran odontoblast. Juluran-juluran halus ini secara berangsur memanjang seiring


dengan menebalnya dentin, berjalan dalam saluran halus disebut tubulus dentin
yang bercabang dekat batas dentin dan email. Juluran odontoblast berangsur
menipis kearah ujung distalnya. Matriks yang dihasilkan odontoblast belum
mengandung mineral dan disebut predentin (Itjingningsih, 2012).

2. Pembentukan matriks dentin


Pada saat preodontoblast berdiferensiasi menjadi odontoblast, predentin
mulai didepositkan menjadi dentin. Odontoblast nucleus meninggalkan sekretory
end of the cell tempat deposisi predentin, kemudian odontoblast mengeluarkan
tonjolan-tonjolan protoplasma kearah dentino-enamel junction yang terbenam
dalam dentin matriks dan bergerak mundur. Setelah itu akan timbul sabut-sabut
kolagen dari dental papilla yang berjalan spiral diantara odontoblast dan pada
membrana pre-formativa, menyebar seperti kipas yang disebut sabut von koff
(Itjingningsih, 2012).

3. Mineralisasi dentin
Mineralisasi dari dentin yang berkembang dimulai bila vesikel bermembran
(vesikel matriks) mulai muncul, mengandung kristal hidroksiapatit halus yang
tumbuh dan berfungsi sebagai tempat nukleasi bagi pengendapan mineral
selanjutnya pada serabut kolagen sekitarnya. Berbeda dengan tulang, dentin
menetap sebagai jaringan bermineral untuk waktu yang lama setelah musnahnya
odontoblast sehingga dimungkinkan untuk mempertahankan gigi dan pulpa serta
odontoblast yang telah dirusak oleh infeksi. Gigi orang dewasa, pengerusakan
email penutup oleh erosi akibat pemakaian atau karies dentin (lubang gigi)
biasanya memicu reaksi dalam dentin yang menyebabkan membuat komponen-
komponennya (Itjingningsih, 2012).
Kalsium, fosfor dan vitamin D merupakan protein yang tidak dapat
dipisahkan. Vitamin D punya peranan penting dalam penyerapan kalsium dan
fosfor di duodenum serta usus halus, sehingga defisiensi atau kekurangan vitamin
D akan menimbulkan penyakit rakhitis, yaitu terjadinya mobilisasi kalsium dari
12

tulang untuk memenuhi kebutuhan tubuh karena absorpsi di usus terhambat


(Itjingningsih, 2012).
Flour merupakan zat gizi yang sangat penting pada proses mineralisasi gigi.
Kecukupan fluor pada masa pertumbuhan gigi pra-erupsi akan meningkatkan
kualitas gigi dalam menangkal terjadinya karies dentis di kemudian hari. Fluor
sendiri diperlukan pada masa praerupsi, yaitu pada masa mineralisasi berlangsung
(Itjingningsih, 2012).

4. Struktur dan fungsi dentin


Dentin adalah jaringan yang mengapur mirip tulang tetapi lebih keras
karena kandungan garam kalsiumnya lebih tinggi (70% dari berat kering). Dentin
terdiri atas serat kolagen tipe 1, glikosaminoglikan dan garam kalsium dalam
bentuk kristal hidroksiapatit. Matriks organicdentin dihasilkan oleh odontoblast,
sel yang melapisi permukaan dalam gigi, memisahkan dari rongga pulpa. Dentin
lebih lembut daripada email, oleh karena itu dentin membusuk lebih cepat dan
menjadi sasaran lubang jika tak dirawat sebagaimana mestinya. Namun tetap
berlaku sebagai lapisan protektif dan menyokong mahkota gigi (Itjingningsih,
2012).
Dentin merupakan jaringan konektif termineralisasi dengan matriks organic
protein berkolagen. Komponen anorganik dentin terdiri atas dahllite. Dentin
mengandung struktur mikroskopis yang disebut pipa dentin yang merupakan
kanal berukuran kecil yang menyebar ke luar melalui dentin dari lubang pulpa
pada batas semen luar. Kanal-kanal itu memiliki konfigurasi berbeda antara lain
dalam jarak diameter antara 0,8 dan 2,2 mikrometer. Panjangnya tergantung
radius gigi (Itjingningsih, 2012).
Dentin dan sementum berasal dari jaringan mesoderm yang mempunyai
susunan dan asal yang sama dengan jaringan tulang. Perbedaan sementum dan
dentin dalam susunan kimia yaitu dentin lebih keras daripada semen karena dentin
banyak mengandung bahan-bahan kimia anorganik. Dentin bila ditinjau dalam
susunan histology, di dalam dentin terdapat pembuluh-pembuluh yang sangat
halus, yang berjalan mulai batas rongga pulpa sampai ke batas email dan semen.
13

Pemubuluh-pembuluh ini berjalan memencar ke seluruh permukaan dentin yang


disebut tubula dentin(Itjingningsih, 2012).

2.4 Siklus Kehidupan Gigi


Setiap gigi mengalami tahap yang berturut-turut dari perkembangan selama
siklus kehidupannya, yaitu (Itjingningsih, 2012):
a. Tahap pertumbuhan
1) Tahap inisiasi adalah permulaan pembentukan kuntum gigi (bud) dari
jaringan epitel mulut (epitelial bud stage).
2) Tahap ploreferasi adalah spesialisasi dari sel-sel dan perluasan dari organ
enamel (cap stage).
3) Tahap histodeferensiasi adalah spesialisasi dari sel-sel, yang mengalami
perubahan histologi dalam susunannya (sel-sel epitel bagian dalam dari
organ enamel menjadi ameloblast, sel-sel perifer dari organ dentin pulpa
menjadi odontoblast).
4) Tahap morfodeferensiasi adalah susunan dari sel-sel pembentuk sepanjang
dentino enamel dan dentino cemental junction yang akan datang, yang
memberi garis luar dari bentuk dan ukuran korona dan akar yang akan
datang(Itjingningsih, 2012).
b. Erupsi intraoseus
1) Tahap aposisi adalah pengendapan dari matriks enamel dan dentin dalam
lapisan tambahan.
2) Tahap kalsifikasi adalah pengerasan dari matriks oleh pengendapan garam-
garam kalsium (Itjingningsih, 2012).

c. Erupsi
Erupsi gigi adalah munculnya tonjolan gigi atau tepi insisal gigi menembus
gingiva. Erupsi gigi dapat terjadi pada gigi susu maupun gigi permanen (Purba,
2004). Erupsi gigi terjadi secara bervariasi pada setiap anak. Variasi ini bisa
terjadi dalam setiap periode dalam proses pertumbuhan dan perkembangan gigi,
terutama pada periode transisi pertama dan kedua. Variasi ini masih dianggap
14

sebagai suatu keadaan yang normal jika lamanya perbedaan waktu erupsi gigi
masih berkisar antara 2 tahun (Ratna dkk., 2006).
Tahap erupsi gigi dapat dibagi menjadi 3 tahap yaitu (Purba, 2004):
1) Tahap praerupsi
Tahap praerupsi dimulai saat pembentukan benih gigi sampai mahkota
selesai dibentuk. Pada tahap praerupsi rahang mengalami pertumbuhan pesat di
bagian posterior dan permukaan lateral yang mengakibatkan rahang mengalami
peningkatan panjang dan lebar ke arah anterior dan posterior. Benih gigi
bergerah ke arah oklusal untuk menjaga hubungan yang konstan dengan tulang
rahang yang mengalami pertumbuhan.
2) Tahap prafungsional
Tahap prafungsional dimulai dari pembentukan akar sampai gigi
mencapai daratan oklusal. Pada tahap prafungsional gigi bergerak lebih cepat
ke arah vertikal. Selain bergerak kearah vertikal, pada tahap prafungsional gigi
juga bergerak miring dan rotasi. Gerakan miring dan rotasi dari gigi ini
bertujuan untuk memperbaiki posisi gigi berjejal di dalam tulang rahang yang
masih mengalami pertumbuhan.
3) Tahap fungsional
Tahap ini dimulai sejak gigi difungsikan dan berakhir ketika gigi telah
tanggal. Selama tahap fungsional gigi bergerak ke arah oklusal, mesial dan
proksimal. Pergerakan gigi pada tahap funfsional ini bertujuan untuk
mengimbangi kehilangan substansi gigi yang terpakai selama berfungsi
sehingga oklusi dan titik kontak proksimal dari gigi dapat dipertahankan.
Kegagalam erupsi
Kegagalan erupsi adalah gigi yang erupsinya terhalang oleh sesuatu
sebab sehingga gigi tersebut tidak keluar dengan sempurna mencapai oklusi
yang normal di dalam deretan susunan gigi geligi (Purba, 2004).
15

Gambar 3: Proses erupsi gigi permanen


a. Faktor yang mempengaruhi kegagalan erupsi
- Faktor-faktor kegagalan erupsi yang berasal dari gigi yaitu:
1) Kelainan dalam perkembangan benih gigi
Pada kondisi kelainan perkembangan benih gigi ini, benih gigi yang
sudah terbentuk tidak mengalami perkembangan dengan sempurna
sehingga gigi gagal dalam bererupsi (Purba, 2004).
2) Kegagalan dalam pergerakan praerupsi dan prafungsional
Pada kondisi ini, pembentukan gigi berlangsung dengan sempurna tetapi
gigi yang sudah terbentuk tidak mengalami pergerakan selama tahap
praerupsi dan prafungsional sehingga gigi tetap pada tempatnya di dalam
tulang alveolar (Purba, 2004).
3) Letak benih yang abnormal
Letak benih yang abnormal seperti letak benih yang terlalu miring ke
arah lingual, bukal dapat menyebabkan gigi tersebut mengalami kesulitan
dalam pergerakan erupsi sehingga gigi gagal bererupsi(Purba, 2004).
- Faktor-faktor kegagalan gigi yang berasal dari sekitar gigi
1) Tulang yang tebal dan padat
Gagalnya gigi bererupsi pada kondisi ini disebabkan konsistensi tulang
yang sangat keras dan padat sehingga tekanan erupsi normal tidak
mencukupi untuk menembus tulang yang tebal dan padat tersebut (Purba,
2004).
2) Tempat untuk gigi tersebut kurang
16

Kurangnya tempat untuk gigi yang disebabkan oleh berbagai hal seperti
ukuran yang terlalu besar, tulang rahang yang tidak berkembang juga
dapat menyebabkan gigi tidak muncul di rongga mulut (Purba, 2004).
3) Posisi gigi tetangga menghalangi erupsi gigi tersebut
Posisi gigi tetangga yang menghalangi jalanya erupsi dapat menyebabkan
gigi tidak muncul kepermukaan (Purba, 2004).
4) Adanya gigi susu yang persistensi
Gigi susu yang tidak tanggal pada waktunya dapat menyebabkan
kegagalan erupsi pada gigi permanen. Kegagalan erupsi gigi permanen
pada kondisi gigi persistensi ini disebabkan oleh tidak tersedianya
ruangan untuk gigi permanen yang akan erupsi menggantikan gigi susu
yang persistensi tersebut (Purba, 2004).
- Faktor-faktor lain yang mempengaruhi erupsi gigi
1) Faktor keturunan (genetik)
Faktor keturunan dapat mempengaruhi kecepatan waktu erupsi gigi.
Faktor genetik mempunyai pengaruh terbesar dalam menentukan waktu
dan urutan erupsi gigi, termasuk proses kalsifikasi. Pengaruh faktor
genetik terhadap erupsi gigi adalah sekitar 78% (Ratna dkk., 2006).
2) Faktor ras
Perbedaan ras dapat menyebabkan perbedaan waktu dan urutan erupsi
gigi permanen. Waktu erupsi gigi orang Eropa dan campuran Amerika
dengan Eropa lebih lambat daripada waktu erupsi orang Amerika berkulit
hitam dan Amerika Indian. Orang Amerika, Swiss, Perancis, Inggris, dan
Swedia termasuk dalam ras yang sama yaitu aukasoid dan tidak
menunjukkan perbedaan waktu erupsi yang terlalu besar (Ratna dkk.,
2006).
3) Jenis kelamin
Waktu erupsi gigi permanen rahang atas dan bawah terjadi bervariasi
pada setiap individu. Pada umumnya waktu erupsi gigi anak perempuan
lebih cepat dibandingkan laki-laki. Perbedaan ini berkisar antara 1 hingga
6 bulan (Ratna dkk., 2006).
4) Faktor lingkungan
17

Pertumbuhan dan perkembangan gigi dipengaruhi oleh faktor lingkungan


tetapi tidak banyak mengubah sesuatu yang telah ditentukan oleh faktor
keturunan. Pengaruh faktor lingkungan terhadap waktu erupsi gigi adalah
sekitar 20%. Faktor-faktor yang termasuk ke dalam faktor lingkungan
antara lain:

a. Sosial ekonomi
Tingkat sosial ekonomi dapat mempengaruhi keadaan nutrisi,
kesehatan seseorang dan faktor lainnya yang berhubungan. Anak
dengan tingkat ekonomi rendah cenderung menunjukkan waktu
erupasi gigi yang lebih lambat dibandingkan anak dengan tingkat
ekonomi menengah (Ratna dkk., 2006).
b. Nutrisi
Faktor pemenuhan gizi dapat mempengaruhi waktu erupsi gigi dan
perkembangan rahang. Nutrisi sebagai faktor pertumbuhan dapat
mempengaruhi erupsi dan proses kalsifikasi. Keterlambatan waktu
erupsi gigi dapat dipengaruhi oleh faktor kekurangan nitrisi, seperti
vitamin D dan gangguan kelenjar endokrin. Pengaruh faktor nutrisi
terhadap perkembangan gigi adalah sekitar 1% (Ratna dkk., 2004).
5) Faktor penyakit
Gangguan pada erupsi gigi permanen dapat disebabkan oleh penyakit
sistemik dan beberapa sidroma, seperti down syndrome, cleidocranial
dysostosis, hypothyroidism, hypopituitarism, beberapa tipe dari
craniofscial synostostosis dan hemifacial atrophy (Ratna dkk., 2004).
6) Faktor lokal
Faktor-faktor lokal yang dapat mempengaruhi erupsi gigi adaah jark gigi
ke tempat erupsi, malformasi gigi, adanya gigi berlebih, trauma dari
benih gigi, mukosa gigi yang menebal, dan gigi sulung yang tanggal
sebelum waktunya (Salzmann, 1975).
e. Atrisi
Yaitu ausnya permukaan gigi karena lamanya pemakaian waktu berfungsi
(Itjingningsih, 2012).
18

f. Resobsi
Yaitu penghapusan dari akar-akar gigi susu oleh aksi dari osteoclast
(Itjingningsih, 2012).

Gambar 4: Diagram siklus kehidupan gigi

2.5 Biokimia Jaringan Tulang dan Gigi


2.5.1 Pengertian biokimia
Ilmu biokimia adalah ilmu yang mempelajari tentang peranan berbagai
molekul dalam reaksi kimia dan proses yang berlangsung dalam makhluk hidup.
Jangkauan ilmu biokimia sangat luas sesuai dengan kehidupan itu sendiri. Tidak
hanya mempelajari proses yang berlangsung dalam tubuh manusia, ilmu Biokimia
juga mempelajari berbagai proses pada organisme mulai dari yang sederhana
sampai yang kompleks. Pemahaman mengenai ilmu biokimia bermanfaat untuk
memahami berbagai fenomena dalam mempelajari penyakit dan perkembangan
ilmu kedokteran yang sangat pesat (Prijanti dkk., 2010).
2.5.2 Susunan kimia gigi
1. Email
Email gigi adalah jaringan yang paling termineralisasi dan merupakan
struktur kristalin yang terdiri dari komponen anorganik 93-95%, komponen
organik 1% dan air sekitar 4% yang diukur dari beratnya. Secara mikroskopis,
sebagian besar struktur email tersusun oleh kristalit anorganik yaitu kristal
hidroksiapatit (Ca10(PO4)6(OH)2) dengan pola orientasi yang khas. Komposisi ini
membuat sifat email gigi mirip seperti keramik. Secara rinci Carlstom (1964)
menyusun komposisi mineral anorganik dalam jumlah terbesar yaitu Ca, PO 4,
CO2, Na, Mg, Cl dan K sedangkan dalam jumlah kecil yaitu F, Fe, Mn, Ag, Zn.
19

Ion kalsium dan fosfat merupakan komponen anorganik yang penting dalam
kristal hidroksiapatit.Sifat fisik email yang berupa kekerasan dan ketahanan kimia
sangat berbeda dari dentin, tulang dan sementum. Keempat jaringan ini
termineralisasi dengan hidroksiapatit, akan tetapi terdapat dua perbedaan penting
antara email dan jaringan lain. Pertama, tulang, dentin dan sementum terdiri dari
20% kolagen sedang email hanya 0,6%. Kedua, kristal apatit di email adalah kira-
kira sepuluh kali lebih besar dan lebih tebal daripada yang dikalsifikasi kolagen
sehingga volume kristal di email setidaknya 1000 kali lebih besar. Meskipun
email merupakan struktur yang sangat keras dan padat, namun email dapat larut
ketika berkontak dengan asam, sehingga larutnya sebagian atau keseluruhan
mineral email akan menurunkan kekerasannya (Abidin, 2011).
Garam-garam mineral organik tersusun dalam bentuk jaringan-jaringan kecil yaitu
terdiri dari (Abidin, 2011):
- keratin (pseudokeratin) : C4H9N3O2
- protein : enamelins, amelogenins dan albumin.
- Kolagen : Hydroxyproline, C5H9O3N
- lemak : CH3(CH2)2CO2H
- asam-asam amino lainnya : aspartic acid, threonine, serine, glutamic
acid, proline, glycine, alanine, valine, methionine, isoleucine, leucine,
tyrosine, phenylalanine, lysine, histidine, arginine.

Ion fluorida sangat esensial pada pembentukan dan perkembangan enamel,


sebab dapat menggantikan gugus hidroksil sehingga membentuk fluorapatit
(Ca10(PO4)6(F). Fluorida tersebut berasal dari lingkungan mulut misalnya saliva
sehingga fluoridasi paling banyak terjadi di enamel bagian luar, hal ini amat
penting untuk mempertahankan keutuhan enamel sebab fluorapatit lebih sukar
larut dibandingkan dengan hidroksiapatit (Abidin, 2011).
2. Dentin
Dentin merupakan struktur penyusun gigi terbesar, atap bagi rongga pulpa,
menyerupai struktur tulang, komposisinya adalah mineral 69,3%, organik 17,5%,
air 13,2%. Pembentukan dentin dapat dilakukan dengan tiga cara, yaitu
mensintesis dan mensekresi matriks anorganik, memasukkan komponen
20

anorganik kedalam matriks dentin yang baru terbentuk dan menciptakan suatu
lingkungan yang memungkinkan mineralisasi matriks (Abidin, 2011).
3. Pulpa
Pulpa terdiri atas jaringan ikat longgar, unsur utamanya terdiri dari
odontoblast, fibroblast, serabut kolagen halus, dan glikosaminoglikan. Ruang
pulpa meliputi kamar pulpa, saluran akar, dan foramen apikal. Pulpa gigi
merupakan jaringan ikat yang kaya pembuluh darah dan saraf yang terdapat dalam
rongga gigi (Abidin, 2011).

2.5.3 Mineralisasi, demineralisasi dan remineralisasi


Mineralisasi merupakan proses penambahan bahan mineral pada jaringan
tubuh, khususnya penambahan ion-ion mineral kedalam struktur hidroksiapatit.
Demineralisasi merupakan proses hilangnya ion-ion mineral dari email gigi. Pada
lingkungan netral, hidroksiapatit seimbang dengan lingkungan saliva yang
menyatu dengan ion Ca2+ dan PO43-. HA reaktif terhadap ion hidrogen dengan pH
<5,5 yang merupakan pH kritis untuk HA. H+ bereaksi dengan kelompok fosfat
dalam lingkungan saliva yang dekat dengan permukaan kristal secara cepat.
Proses itu dapat dideskripsikan sebagai konversi PO 43- menjadi HPO42- dengan
tambahan H+ dan pada waktu yang sama H+ (mengalami buffering). HPO42-
kemudian tidak dapat berkontribusi terhadap keseimbangan HA normal sehingga
kristal HA larut (Abidin, 2011).
Ca10(PO4)6(OH)2 + 8H+ 10Ca2+ + 6HPO4- + 2H2O
Remineralisasi merupakan proses pengembalian ion-ion mineral kedalam struktur
hidroksiapatit dan dapat dikembalikan apabila pH netral dan terdapat ion Ca2+ dan
PO43-yang cukup dilingkungan (Abidin, 2011).

2.6 Kalsium dan Nutrisi


1. Kalsium
Pengertian kalsium adalah sebuah elemen kimia dengan simbol Ca dan nomor
atom 20. Mempunyai massa atom 40.078 amu. Kalsium adalah mineral yang
amat penting bagi manusia, antara lain bagi metabolisme tubuh, penghubung
antar saraf, kerja jantung, dan sekitar 99% kalsium berada pada jaringan tulang
21

dan gigi, sisanya berada di darah dan sel-sel tubuh. Dalam pembentukan gigi,
kalsium mempunyai peranan membentuk dentin dan email gigi. Kekurangan
kalsium selama masa pembentukan gigi dapat menyebabkan kerentanan
terhadap kerusakan gigi. Kebutuhan kalsium harian manusia berdasarkan
Recomended Daily Allowance (RDA) USA adalah sebagai berikut (Marta,
2007):
a. Bayi berumur 0-5 bulan: 400 mg per hari
b. Bayi berumur 6 bulan-1 tahun: 600 mg per hari
c. Anak-anak memerlukan 800 mg per hari
d. Remaja memerlukan 1200 mg per hari
e. Dewasa memerlukan 1000 mg per hari
f. Ibu hamil dan menyusui memerlukan 1200 mg per hari
g. Usia lanjut dan menopause memelukan 1200 mg per hari.

2. Vitamin
Seperti halnya karbohidrat, protein dan lemak, vitamin adalah senyawa organik
terdiri atas atom karbon, hydrogen dan tidak jarang mengandung oksidan,
nitrogen, dan sulfur. Vitamin berbeda dengan senyawa lain (karbohidrat,
protein, dan lemak) yang harus ada dalam jumlah besar dalam makanan,
vitamin dibutuhkan dalam jumlah sangat kecil meskipun fungsinya sangat
esensial dalam memelihara kesehatan (Nurachman, 2001).
a. Vitamin A, terdapat pada hati,telur, keju, susu, sayur berdaun hijau dan
kuning, juga buah.Vitamin A berfungsi untuk perkembangan dan
pemeliharaan mata, gusi, gigi, kulit, rambut, dan beberapa kelenjar agar
tetap dalam keadaan sehat diperlukan untuk metabolisme lemak. Keadaan
defisiensi mengakibatkan kulit kering, perkembangan gigi yang buruk, dan
buta senja (Nurachman, 2001).
b. Vitamin C, terdapat pada jeruk, tomat, danstrawberry. Vitamin C berfungsi
untuk membantu perbaikan dan pertumbuhan jaringan (dibutuhkan dalam
pembentukan kolagen). Keadaan defisiensi menyebabkan penyembuhan
luka yang buruk, perdarahan gusi, dan mudah terkena infeksi (Almatsier,
2001)
22

c. Vitamin D, terdapat pada susu, telur, ikan tuna dan salmon.Vitamin D


berfungsi untuk meningkatkan pemakaian fosfor dan kalsium (penting untuk
pertumbuhan tulang dan gigi yang kuat). Keadaan defisiensi
mengakibatkan rickets (deformitas tulang) (Joyce dan Evelyn, 2006).

3. Mineral
a. Kalsium, terdapat pada susu, kuning telur, sayuran hijau dan kerang.
Kalsium berfungsi untuk pertumbuhan tulang, kesehatan gigi,
penggumpalan darah, dan penyerapan zat besi.
b. Flour, terdapat pada air yang telah difluoridasi dan teh. Flour berfungsi
untuk menguatkan gigi dan melindungi gigi dari serangan bakteri.
c. Fosfor, terdapat pada susu, yoghurt, ragi dan gandum.Flour berfungsi untuk
pertumbuhan tulang, kekuatan gigi dan transformasi energi (Joyce dan
Evelyn, 2006).

2.7 Kelainan pada Gigi


Jumlah gigi manusia yang normal adalah 20 gigi sulung dan 32 gigi tetap,
tetapidapat dijumpai jumlah yang lebih atau kurang dari jumlah tersebut. Kelainan
jumlah gigi adalah dijumpainya gigi yang berlebih karena benih berlebih atau
penyebab lain dan kekurangan jumlah gigi disebabkan karena benih gigi yang
tidak ada atau kurang(Abidin, 2011).
- Etiologi
Banyak hipotesa yang berbeda telah dikemukakan tentang etiologi
kelainanjumlah gigi, sehingga saat ini tidak ada yang dapat dikatakan dengan pasti
sebagaietiologi, tetapi sifat herediter mempunyai peranan dengan melihat ras dan
tendensi keluarga. Faktor lingkungan dapat menyebabkan pecahnya benih gigi
ketika bayi masih dalam kandungan, misalnya (Abidin, 2011):
1. Radiasi/penyinaran
2. Trauma
3. Infeksi
4. Gangguan nutrisi dan hormonal
23

1. Benih tidak ada (anodonsia /hipodonsia)


Anodonsia yaitu tidak dijumpainya seluruh gigi geligi dalam
ronggamulut sedangkan hipodonsia atau disebut juga oligodonsia yaitu tidak
adanya satu ataubeberapa elemen gigi. Kedua keadaan ini dapat terjadi pada
gigi sulung maupun gigitetap. Gigi yang sering mengalami hipodonsia yaitu
gigi insisivus lateralis atas, premolardua bawah, premolar dua atas, molar tiga
dan insisivus sentralis bawah (Abidin, 2011).
Anodonsia mempunyai dampak terhadap perkembangan psikologis
karena adanya penyimpangan estetis yang ditimbulkannya dan menyebabkan
gangguan padafungsi pengunyahan dan bicara. Hipodonsia dapat menimbulkan
masalah estetis dan diastema (Abidin, 2011).

2. Supernumerary Teeth (Jumlah gigi yang berlebih)


Hiperdonsia atau dens supernumerary atau supernumerary teeth
yaituadanya satu atau lebih elemen gigi melebihi jumlah gigi yang normal,
dapat terjadi padagigi sulung maupun gigi tetap. Gigi ini bisa erupsi dan bisa
juga tidak erupsi. Beberapa penelitian melaporkan prevalensinya pada anak-
anak 0,3 – 2,94 %. Menurut Bodin danKaler, kasus ini lebih banyak dijumpai
pada laki-laki (Abidin, 2011).
Akibat yang ditimbulkan tergantung pada posisi yang berlebih, dapat
berupa malposisi, crowded, tidak erupsinya gigi tetangga, persistensi gigi
sulung, terlambatnya erupsi gigi insisivus sentralis tetap, rotasi, diastema,
impaksi, resobsi akar dan hilangnyavitalitas. Pembentukan kista dan masalah
estetis juga dapat dijumpai (Abidin, 2011).
Diagnosa awal dari anomali ini sangat perlu untuk menghindari
kerusakan yanglebih parah, gigi berlebih ini dapat didiagnosa dengan
pemeriksaan radiografi, jugadengan tanda-tanda klinis yang dapat
menimbulkan keadaan patologis (Abidin, 2011).
Tanda-tanda klinis gigi berlebih ini antara lain terhambatnya erupsi gigi
sulung, terhambatnya erupsi gigi pengganti, perubahan hubungan aksial dengan
gigi tetangga dan rotasi gigi insisivus tetap. Berdasarkan lokasinya gigi
berlebih dapat dibagi yaitu (Abidin, 2011):
24

1. Mesiodens
Lokasinya di dekat garis median diantara kedua gigi insisivus
sentralisterutama pada gigi tetap rahang atas. Jika gigi ini erupsi biasanya
ditemukan di palatalatau diantara gigi-gigi insisivus sentralis dan paling sering
menyebabkan susunan yangtidak teratur dari gigi-gigi insisivus sentralis. Gigi
ini dapat juga tidak erupsi sehinggamenyebabkan erupsi gigi insisivus satu
tetap terlambat, malposisi atau resorbsi akar gigi insisivus didekatnya(Abidin,
2011).
2. Laterodens
Laterodens berada di daerah interproksimal atau bukal dari gigi-gigi
selaininsisivus sentralis (Abidin, 2011).
3. Distomolar
Lokasinya di sebelah distal gigi molar tiga (Abidin, 2011).
3. Makrodonsia
Makrodonsia yaitu suatu keadaan yang menunjukkan ukuran gigi lebih
besar dari normal, hampir 80 % lebih besar (bisa mencapai 7,7-9,2 mm).
Keadaan ini jarang dijumpai, sering di DD (Diferensial Diagnosa/Diagnosa
Banding) dengan fusionteeth. Gigi yang sering mengalaminya adalah gigi
insisivus satu atas (Abidin, 2011).

4. Mikrodonsia
Mikrodonsia yaitu suatu keadaan yang menunjukkan ukuran gigi lebih
kecil dari normal. Bentuk koronanya (mahkota) seperti conical atau peg
shaped. Sering diduga sebagai gigi berlebih dan sering dijumpai pada gigi
insisivus dua atas atau molar tiga. Ukuran gigi yang kecil ini dapat
menimbulkan diastema (Abidin, 2011).

5. Natal dan neonatal teeth


Banyak istilah yang digunakan untuk menerangkan gangguan waktu
erupsi gigi sulung yang erupsi sebelum waktunya, seperti istilah gigi
kongenital, gigi fetal, gigi predesidui atau gigi precoks. Massler dan Savara
(1950) menggunakan istilah gigi natal dan neonatal (Abidin, 2011).
25

Gigi natal adalah gigi yang telah erupsi atau telah ada dalam mulut pada
waktu bayi dilahirkan. Gigi neonatal adalah gigi yang erupsi selama masa
neonatal yaitu dari lahir sampai bayi berusia 30 hari (Abidin, 2011).
Erupsi normal gigi insisivus sulung bawah dimulai pada usia 6 bulan,
jika gigisulung erupsi semasa 3-6 bulan kehidupan disebut gigi predesidui.
Gigi ini merupakangigi sulung yang erupsinya prematur, jadi tidak termasuk
gigi supernumerary atau gangguan pertumbuhan lainnya (Abidin, 2011).

6. Teething
a. Definisi
Menurut Burket, definisi teething yaitu suatu proses fisiologis dari waktu
erupsi gigi yang terjadi pada masa bayi, anak dan remaja (sewaktu gigi molar
tiga akan erupsi) yang diikuti dengan gejala lokal maupun sistemik (Abidin,
2011).
Teething lebih sering timbul pada erupsi gigi sulung, terutama erupsi gigi
molar yang relatif besar, sedangkan gigi insisivus sulung yang ukurannya
relatif lebih kecil dapat erupsi tanpa mengalami gangguan kesulitan, walaupun
gejala lokal dan sistemik dapat juga menyertainya (Abidin, 2011).
Erupsi gigi pada anak secara umum diketahui dapat menimbulkan gejala.
Penelitian menunjukkan adanya hubungan antara erupsi gigi dengan demam,
iritabilitas, menangis pada malam hari bahkan dapat timbul kejang kejang
(Abidin, 2011).
Beberapa gejala ringan dari teething adalah suka menggigit, berliur,
menggosok-gosok gusi, iritabilitas dan menghisap-isap, hal ini berhubungan
dengan erupsi gigi, kadang juga terjadi gangguan sistemik seperti diare,
rhinorea dan iritabilitas (Abidin, 2011).

b. Gejala lokal
Pada rongga mulut:
1. Terlihat warna kemerahan atau pembengkakan gingiva pada regio yang
akanerupsi, konsistensinya keras, berkilat dan kontornya sangat cembung.
2. Terjadi hipersalivasi dan konsistensinya kental.
26

3. Di sekeliling gigi yang akan erupsi terlihat daerah keputih-putihan (Abidin,


2011).
Pada wajah:
1. Terdapat eritema yaitu bercak-bercak merah pada pipi (ruam), tepi mulut
dariregio yang akan erupsi, hal ini disebabkan aliran saliva yang terus
menerus.
2. Terlihat asimetris wajah atau pembengkakan eritema pada wajah(Abidin,
2011).

7. Kista erupsi
a. Definisi
Kista erupsi atau eruption cyst adalah suatu kista yang terjadi akibat
rongga folikuler di sekitar mahkota gigi sulung atau tetap yang akan erupsi
mengembang karena penumpukan cairan dari jaringan atau darah (Abidin,
2011).
b. Gambaran Klinis
1. Diawali dengan terlihatnya daerah kebiru-biruan pada gigi yang akan erupsi.
2. Kemudian terjadi pembengkakan mukosa yang disertai warna kemerahan.
3. Akibat pembengkakan ini dapat menyebabkan tergigit oleh gigi
antagonisnyasehingga menimbulkan rasa tidak enak atau rasa sakit (Abidin,
2011).

8. Gigi molar sulung yang terpendam


Disebut juga dengan submerged teeth yaitu suatu gangguan erupsi yang
menunjukkan gagalnya gigi molar sulung mempertahankan posisinya akibat
perkembangan gigi disebelahnya sehingga gigi molar sulung tersebut berubah
posisi menjadi di bawah permukaan oklusal (Abidin, 2011).
Gigi molar dua sulung rahang bawah lebih sering terkena, bahkan ada
penelitianyang menemukan bahwa gigi tersebut terbenam seluruhnya sampai di
bawah gingiva. Mekanisme terbenamnya belum diketahui dengan pasti, diduga
berhubungan dengan ankilosis, yang disebabkan pengendapan tulang yang
27

berlebihan selama fase resorpsi dan reposisi (perbaikan) yang merupakan ciri
normal resorpsi akar pada gigi sulung (Abidin, 2011).
Pergerakan ke arah oklusal dari gigi molar dua sulung terhambat atau
terhenti sehingga gigi tersebut terletak di bawah permukaan oklusal gigi molar
satu sulung dan molar satu tetap(Abidin, 2011).

9. Gigi ganda
a. Definisi
Gigi ganda yaitu penyatuan (fusi) dua benih yang sedang
berkembangatau terbelahnya (partial dichotomy atau geminasi) benih gigi,
sehingga terdapat dua gigi yang bersatu (Abidin, 2011).
Sulitnya menentukan apakah gigi yang besar akibat fusi atau geminasi,
maka digunakan istilah gigi ganda saja. Gigi ganda dapat terjadi pada gigi
sulung maupun gigi tetap (Abidin, 2011).
b. Gambaran klinis
Bentuk gigi yang besar dan tidak normal ditunjukkan dengan adanya
groove berbentuk longitudinal pada mahkota atau adanya lekukan pada tepi
insisal. Akar dapatterpisah secara keseluruhan atau sebagian (Abidin, 2011).

10. Dilaserasi
Dilaserasi merupakan bentuk akar gigi atau mahkota yang mengalami
pembengkokan yang tajam (membentuk sudut atau curve) yang terjadi semasa
pembentukan dan perkembangan gigi tahap atau fase kalsifikasi (Abidin,
2011).
Curve pembengkokan dapat terjadi sepanjang gigi tergantung seberapa
jauh pembentukan gigi sewaktu terjadi gangguan (Abidin, 2011).

Anomali Tambahan
Anomali tambahan cenderung mengenai seluruh gigi daripada satu atau dua
gigi saja yang berhubungan dengan retensi mekanis dan luka.
1. Enamel Dysplasia menguraikan mengenai perkembangan enamel yang
abnormal. Enamel hypoplasia adalah ganguan pada ameloblast ketika
28

pembentukan enamel matrik, sedangkan enamel hypocalcification adalah


gangguan pada waktu enamel matrik masak. Penyebab enamel dysplasia adalah:
- Turun temurun: amelogenesis imperfecta, Hutchinson’s teeth.
- Sistemik: minuman yang menyebabkan demineralisasi, infeksi,
kekurangan nutrisi.
- Gangguan lokal: trauma, infeksi periapical (Itjiningsih, 2012).
2. Dentinal Dysplasia anomali dentin yang disebabkan oleh turunan atau
penyakit sistemik. Dentinal dysplasia meliputi:
- Dentinogenesis Imperfecta: semua gigi susu / tetap berwarna biru keabu-
abuan sampai kuning, kadang-kadang bertukar warna. Radiologis
menunjukkan saluran akar dan ruang pulpa sebagian atau sama sekali
tidak ada (Itjiningsih, 2012).
- Tertacycline Stain: antibiotik golongan tetrasiklin yang dikonsumsi
wanita hamil, kanak-kanak dapat melebur dalam dentin yang
berkembang. Warnanya tergantung dosis yang diminum pada usia
berapa, dari warna kuning sampai coklat abu-abu (Itjiningsih, 2012).

Anda mungkin juga menyukai