Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Skenario

Seorang ibu mengantar anak perempuannya yang berusia 12 tahun ke RSGM


karena gigi anak tersebut tampak buram kecoklatan pada hampir semua giginya.
Keluhan tersebut dirasakan sejak lama. Pasien tidak merasakan ngilu. Informasi
dari ibunya, sewaktu balita si anak sering menderita sakit infeksi.

1.2.Kata Kunci

1. Anak perempuan berusia 12 tahun


2. Keluhan tersebut sudah dirasakan sejak lama.
3. Gigi buram Kecoklatan
4. Tidak merasa ngilu
5. Infeksi sewaktu balita

1.3.Pertanyaan Penting

1. Apa dan bagaimanakah yang dimaksud dengan embriologi gigi?


2. Apasajakah dan bagaimanakah jenis-jenis anomali gigi?
3. Bagaimanakah kelainan pertumbuhan dan perkembangan gigi?
4. Apakah penyebab gigi pada anak perempuan tampak buram kecoklatan?

1.4 Tujuan Pembelajaran

1. Mahasiswa mampu menjelaskan tentang embriologi gigi.


2. Mahasiswa mampu menjelaskan jenis-jenis anomali gigi.
3. Mahasiswa mampu menjelaskan kelainan pertumbuhan dan perkembangan
gigi.
4. Mahasiswa mampu menjelaskan penyebab gigi pada anak perempuan tampak
buram kecoklatan.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Embriologi Gigi

2.1.1. Pengertian embriologi gigi

Embriologi gigi merupakan suatu rangkaian proses terbentuknya gigi hingga


erupsi dengan sempurna. Gigi berkembang oleh kerja sama timbal balik dan
interaksi jaringan ektodermal (organ enamel) dan jaringan mesenchymal (papila
gigi) yang berasal dari lambang saraf. Ketika perkembangan gigi berlanjut, ada
peningkatan kompleksitas yang terlihat dalam hal histogenesis dan morfogenesis
(keduanya berada dibawah kontrol papilla gigi mesenchymal). Sesuai dengan
bentuk organ enamel, tahapan perkembangan gigi berkembang dari bud stage lalu
cap stage lalu bell stage (ketika dentine dan enamel mulai terbentuk)[1]. Lebih dari
300 gen terlibat dalam pengendalian perkembangan gigi[2].

2.1.2. Tahapan embriologi gigi

Pada pembentukan gigi manusia juga memiliki beberapa proses yang disebut
dengan odontogenesis. Proses tersebut meliputi:

A. Bud Stage

Pada tahapan bud stage, organ enamel muncul dan dikelilingi oleh sel-sel
mesenkim. Sel-sel pada tahapan bud stage gigi memiliki kandungan RNA yang
lebih tinggi daripada epitel oral yang lebih banyak, kandungan glikogen yang
lebih rendah dan peningkatan aktivitas enzim oksidatif[3]. Adapun tahapan bud
adalah suatu tahap permulaan kuntum gigi yang merupakan hasil proliferasi sel-
sel ektodermal pada lapisan lamina dentin. Tahap ini berlangsung pada minggu
ke-10 IUL. Proliferasi dari proses ini akan membentuk organ enamel. Selama sel-
sel dalam organ enamel berproliferasi, jaringan mesenkim yang mengelilingi
organ enamel mulai berkondensasi. Kondensasi P Embriologi dan Tumbuh
Kembang Rongga Mulut 99 jaringan mesenkimal ini merupakan tanda awal
pembentukan papila dentis pada gigi insisivus, kaninus, dan molar pertama
desidui kira-kira 2-3 minggu[4].
B. Cap Stage

Pada minggu ke-11, morfogenesis telah berkembang, organ enamel memiliki


permukaan yang lebih dalam, untuk membentuk struktur berbentuk topi[5]. Tahap
cap dimulai pada minggu ke-11 IUL. Tahap ini di dengan kondensasi dari jaringan
ektomesenkim. Kondensasi mesenkim ini akan mendesak bagian bawah organ
enamel sehingga akan menyerupai bentuk sebuah topi (cap) dengan bola di
bawahnya. Bagian topi ini dikenal sebagai organ enamel[6]. Pada tahapan ini,
organ enamel akan membentuk enamel gigi sedangkan papila dentis akan
membentuk dentin dan pulpa. Pada tahap ini akan terbentuk 3 lapisan sel-sel yang
berbeda, yaitu:
1. Pertama, yaitu Outer Enamel Ephitelium, tersusun atas sel-sel low cuboidal dan
merupakan sel perifer dan terletak di bagian cembung organ enamel.
2. Inner Enamel Ephitelium, tersusun atas low columnar pada bagian cekung
organ enamel.
3. Reticulum Stellata, terletak di antara outer enamel ephitelium dan inner enamel
ephitelium yang akan mengisi bagian inti organ enamel.

C. Bell Stage

Bell stage atau tahapan lonceng terdiri atas dua tahap, yaitu tahapan awal
(Early Bell Stage) dan juga tahapan akhir (Late Bell Stage).

Pada tahapan bell awal atau Early Bell Stage terjadi pada usia 14 minggu, yang
dimana terjadinya morfodiferensiasi dan histodiferensiasi yang lebih lanjut[7].
Perubahan bentuk organ enamel dari bentuk topi (cap) menjadi suatu struktur
yang berbentuk bell. Komponen pembentuk gigi pada tahap ini yaitu, organ
enamel, papila dentis, dan dental sakus telah berkembang dengan sempurna[8].
Diferensiasi sel-sel organ enamel pada tahap bell awal masih terus berlanjut
sehingga menghasilkan 4 lapisan sel yang sebelumnya terdiri dari 3 lapisan sel
pada tahap cap, yaitu : Embriologi dan Tumbuh Kembang Rongga Mulut 100
a. Outer Enamel Ephitelium Awalnya low cuboidal menjadi lebih cuboidal.
b. Reticulum Stelata Berkembang sempurna pada tahap bell dan membentuk isi
utama dari organ enamel yang kemudian dikenal sebagai enamel pulp.
c. Stratum Intermedium Terdiri atas 2 atau 3 lapis sel-sel squamous yang terletak
diantara inner enamel ephitelium dan reticulum stelata.
d. Inner Enamel Ephitelium Awalnya low columnar menjadi tall columnar
dengan inti tepat di tengah-tengah sel-sel tall columnar ephitelium. Pada tahap
bell juga terjadi histodiferensiasi dan morfodiferensiasi. Histodiferensiasi
adalah proses pembentukan sel-sel spesialisasi yang mengalami perubahan
histologi dalam susunannya dan morfodiferensiasi adalah susunan sel-sel
dalam perkembangan bentuk jaringan atau organ yang menimbulkan produksi
bentuk akhir jaringan atau organ.  Bell Akhir Terjadi pada minggu ke-18 IUL.
Sedangkan pada tahapan bell akhir atau late bell stage merupakan tahap
apposisi, perkembangan gigi dikaitkan dengan pembentukan jaringan keras gigi,
dimulai pada sekitar minggu ke-18. Formasi dentine selalu mendahului
pembentukan enamel[9]. Pada tahap bell akhir berlangsung 3 proses penting untuk
pembentukan gigi desidui[10] yaitu :
a. Permulaan mineralisasi
b. Pembentukan mahkota.
c. Permulaan perkembangan akar

2.2. Anomali Gigi

2.2.1. Pengertian anomali gigi

Anomali adalah suatu penyimpangan dari keadaan normal, biasanya terkait


dengan perkembangan embrionik yang mungkin mengakibatkan absensi,
kelebihan, atau deformitas dari bagian-bagian tubuh[11] Anomali gigi adalah
abnormalitas gigi yang berkisar dari insisif latcral atas permanen ber- bentuk
pasak (peg-sbaped), sampai yang jarang terjadi, yaitu anodonsia total (tidak ada
gigi sama sekali). Anomali gigi paling sering disebabkan oleh faktor heriditer
(terkait gen) atau gangguan perkembangan atau metabolik. Sementara anomali
gigi lebih banyak terjadi pada gigi permanen dibanding gigi sulung dan di maksila
melebihi mandibula, perlu diingat bahwa kejadiannya jarang. Misalnya, hanya 1-
2% dari populasi yang mengalami anodonsia (satu atu dua gigi hilang), sedang 1-
2% lainnya mempunyai gigi supernumerari (gigi tambahan).

2.2.2. Jenis-jenis anomali gigi

2.2.2.1. Anomali berdasarkan numerik

A. Anodonsia (Absennya Gigi)

Anodonsia merupakan keadaan pada saat terjadinya gigi yang tidak tumbuh
atau absen nya suatu gigi. Anodonsia terbagi atas dua macam, yaitu anodonsia
total dan juga anodonsia sebagian[12]
Anodonsia total atau anodonsia sejati adalah absennya satu set gigi secara
kongenital. Anodonsia total bercirikan absennya seluruh gigi sulung dan
permanen, dan sangat jarang terjadi. Anodonsia total paling sering dihubungkan
dengan deformasi kongenital secara umum (pewarisan terkait jenis kelamin),
melibatkan perkembangan sktoderm, atau lapis benih paling luar, yang tidak
normal. Perkembangan ektodermal yang tidak normal selanjutnya memengaruhi
struktur-struktur seperti rambut, kuku, kelenjar sebasea dan keringat, dan kelenjar
saliva.
Anodonsia sebagian juga merujuk pada absen gigi kongenital, melibatkan satu
atau dua gigi dalam gigi-geligi. Walaupun tidak terbukti kelainan ini heriditer
kecenderungan absen gigi yang sama terjadi dalam satu keluarga. Radiograf
diperlukan untuk memastikan bahwa yang terjadi adalah absennya gigi bukan gigi
yang tidak erupsi.

1. Gigi Permanen yang Paling Sering Absen


Gigi yang paling sering absen adalah gigi molar ketiga, dengan molar ketiga
atas absen lebih sering daripada molar ketiga bawah.

2. Gigi yang ke Dua Paling Sering Absen


Gigi insisif lateral atas permanen adalah gigi berikutnya yang sering absen
(Kira-kira 1-2 % dari populasi mengalami absen salah satu atau kedua
insisif atas).

3. Gigi Yang ke Tiga Paling Sering Absen


Gigi premolar kedua bawah adalah gigi permanen keciga yang sering absen
(terlihat pada radiograf di Gambar

B. Hipodonsia

Hipodonsia merupakan keadaan dimana terjasinya jumlah gigi kurang karena


tidak tumbuh 1 atau lebih elemen gigi secara normal, akibat dari gigi geligi yang
agenesis yaitu tidak dibentuknya atau tidak tumbuhnya benih gigi tersebut.

C. Oligodonsia

Oligodonsia merupakan keadaan multi agenesis atau reduksi multiple jumlah


elemen gigi geligi.

D. Fusion / Kembar Dempet Pertumbuhan

Merupakan suatu keadaan dimana menjadi satu dentin dan email dari dua
elemen menjadi satu elemen selama pembentukan. Secara klinis terlihat sama
dengan geminasi, fusion lebih sering ditemukan pada gigi anterior dan sebagian
akibat dari bersatunya dua benih gigi. Biasanya gigi ini masing-masing
mempunyai akar dan rongga pulpa terpisah. Pada gigi susu Iebih banyak daripada
gigi tetap dan pada rahang ats lebih sering daripada rahang bawah. Terbentuk
karena adanya tekanan waktu pembentukan akar. Kebanyakan didapat fusion dan
gigi Iebih dengan gigi yang berdekatan dengannya. Umpamanya M3 bawah fusion
dengan M4 bawah (jarang sekali terjadi), 12 atas fusion dengan gigi lebih anterior,
dua gigi P1 bawah fusi.
E. Geminasi Gemin

Anomali ini terjadi akibat dari suatu benih gigi yang membelah, biasanya gigi
tersebut mempunyai satu akar dengan saluran akar dan ditemukan peda kurang
dari 1% penduduk. Geminasi lebih sering pada gigi susu daripada pada gigi tetap,
pada regio I dan P. secara klinis terlihat sebagai gigi kembar atau dempet (fused
teeth), umumnya sering terlihat di daerah anterior .

F. Concrescence

Keadaan ini adalah fusion atau tumbuh jadi satu pada akar gigi melalui
jaringan sementum setelah akar terbentuk. Fusi dapat terjadi sebelum atau setelah
gigi erupsi di rongga mulut. Kadang-kadang akibat dan trauma. Sering terjadi
pada regio molar atas.

2.2.2.2. Kelainan bentuk dan ukuran

A. Dens Evaginatus
Anomali pertumbuhan terdiri dari tonjol ekstra yang langsing sering runcing
pada permukaan oklusi terutama pertama bawah (evaginasi memiliki tanduk
dijumpai pada gigi premolar pulpa yang mendekati email).

B. Dens Invaginatus / Dens In Dente


Anomali pertumbuhan yang mngakibatkan elemen berbentuk sangat jelek.
Secara kilnis terlihat sebagai tonjolan di daerah cingulum gigi incisor. Sering
terlihat gigi I2 atas, bisa pada I2 bawah. Perkembangan anomali ini akibat
terselubungnya organ enamel diantara mahkota gigi.

D. Dilaserasi / Pembengkokan Akar Abnormal


Elemen gigi yang gagal terbentuk karena aksi trauma mekanis pada benih gigi
yaitu berupa pembengkokan ekstrem suatu elemen, mahkota menekuk di atas akar
atau akarnya menunjukkan satu atau lebih tekukan, akar dan mahkota gigi
membentuk sudut 45 sampai lebih dan 90° Dilaceratio (latin) berarti penyobekan.
Dapat diakibatkan karena trauma mekanis pada mahkota gigi yang telah
mengalami pembentukan sehingga tersobek dan akarnya. Sering terjadi pada
kasus M3 bawah

E. Makrodonsia
Ukuran gigi yang pelampaui batas nilai normal pada satu atau lebih ukuran
dan satu sampai semua elemen gigi-geligi. Pada umumnya tidak ada
penyimpangan bentuk lainnya. Makrodonsia (gigi I dan C). bisa terjadi pada satu
gigi, beberapa gigi atau seluruh gigi.
F. Mikrodonsia/ Dwarfism
Kebalikan makrodonsia tetapi dapat juga terjadi reduksi sampai gigi-gigi
berbentuk kerucut. Gigi pendek sekali misal pada : I2 atas dan M3 atas.

F. Taurodonsia
Suatu anomali dengan rongga pulpa yang sangat membesar. Pemberian nama
taurodonsia berdasarkan kemiripan sepintas dengan gigi-gigi molar sapi
(taurus=banteng). Gigi dengan ruang pulpa sangat panjang, tidak ada pengecilan
rongga pulpa pada daerah cemento enamel junction. Jarang terjadi, satu dan 1000
gigi tetap dan terlihat pada orang Indian, Amerika atau orang Eskimo

G. Penambahan Akar Gigi


Jumlah akar gigi yang lebih banyak daripada normal pada suatu elemen bisa
karena pembelahan akar gigi atau peambahan akar gigi

H. Dwarfed Root
Gigi-gigi atas sering memperlihatkan mahkota gigi dengan ukuran normal
tetapi dengan akar yang pendek. Edge incisal biasanya berpindah ke arah lingual
seperti pada incisivus bawah. Keadaan ini sering turun temurun

I. Segmented Root
Akar gigi terpisah menjadi 2 bagian, diperkirakan sebagai akibat luka
traumatis pada waktu pembentukan akar

2.3. Kelainan Pertumbuhan dan Perkembangan Gigi

2.3.1 Gangguan Erupsi Gigi

A. Waktu Muncul

a. Waktu muncul normal


b. Waktu muncul abnormal
1. Pemunculan dipercepat patologis
2. Pemunculan tertunda patologis
Impaksi (retenslo dentis) yang berarti gigi tertanam yang gagal erupsi ke
dalam rongga mulut karena kurangnya kekuatan untuk erupsi, sedikitnya
10% penduduk mempunyai gigi impaksi, paling sering gigi c atas dengan
m3.
3. Infra Okiusi
4. Ankilosis, yaitu gigi yang dapat erupsi tetapi tidak dapat beroklusi dengan
gigi antagonis. Ankilosis biasanya diawali oleh suatu infeksi atau trauma
jaringan periodontal, mengakibatkan hilangnya ruang ligamen
periodontium, sehingga akar gigi benar-benar berfusi dengan tulang
alveolar. Gigi M2 bawah sering gagal erupsi ketika rahang tumbuh,
jaraknya: 1-2 mm dan oklusi.

B. Kelainan Tempat

a. Distopi dan Heteropi


Distopi adalah kelainan tempat yang sangat kecil sedangkan heteropi ialah
munculnya elemen pada tempat lain yang bukan tempatnya

b. Misplaced Teeth (Transposisi)


Sering terjadi kadang-kadang benih gigi keluar dan tempatnya sehingga gigi
erupsi tidak pada tempatnya. Yang paling sering gigi C atas (20 s/d 25 kasus),
kemudian gigi C bawah.

c. Rotasi Gigi
Anomali ini jarang terjadi, paling sering pada gigi P2 atas, kadang-kadang/
atas, P1 atau P2 atas. Gigi bisa berputar pada porosnya sampai 180 derajat.

d. Displasia Email
Displasia email adalah istilah yang digunakan untuk menycbut gangguan sel
pembentuk email (ameloblas) selamna awal pembentukan email. Displasia email
dapat herediter (seperti amelogenesis imperfekta) atau merupakan akibat dari
kondisi sistemik sclama awal pembentukan gigi (seperti demam tinggi,
kekurangan nutrisi, atau penggunaan fluoride yang berlebiban) atau gangguan
lokal (seperti trauma atau infeksi periapeks). Umumnya, variasi warna (dari putih
ke kuning dan coklat)[14].

e. Displasia Dentin
Displasia dentin terjadi dua kali lebih sering daripada displasia email (1 dalam
8.000).3 Perkembangan dentin yang abnormal mencakup kondisi herediter dan
sistemik[15].
2.3.2. Gangguan pasca pembentukan

Gangguan ataupun anomali yang terjadi pada saat pasca pembentukan yaitu,
karies, erosi, abrasi (mekanis), atrisi (terpakai untuk mengunyah),
hipersementosis, sementoblastoma, resorbsi elemen gigi (interna dan eksterna),
keausan, trauma, perubahan warna, sindroma dengan anomali gigi-geligi, akar
tambahan dapat disebabkan oleh trauma, gangguan metabolisme atau tekanan.
Biasanya terjadi pada gigi yang akarnya terbentuk sesudah individu lahir, unusual
dentition atau yang biasa disebut dengan gigi geligi yang sangat tidak biasa.

2.4. Penyebab Gigi Pada Anak Perempuan Tampak Buram Kecoklatan

Kemungkinan terbesar kondisi yang terjadi pada gigi anak tersebut adalah
adanya displasia dentin atau terjadinya perkembangan dentin yang abnormal
mencakup kondisi herediter dan sistemik yang disebabkan oleh pewarnaan
tetrasiklin. Apabila antibiotik tetrasiklin ini dikomsumsi oleh wanita hamil, bayi
ataupun anak selama waktu pembentukan dan kalsifikasi gigi, akan dapat
mempengaruhi dentin yang sedang berkembang. Akibatnya, dapat terjadi
perubahan warna gigi, bergantung pada dosis obat yang diberikan, menjadi warna
kuning atau cokelat-kelabu[16]. Beberapa orang keliru menyalahkan perubahan
warna akibat terapi antibiotik tetrasiklin yang diberikan pada waktu pembentukan
gigi sebagai efek dari fluoridasi air minum komunitas, yang sejatinya bermanfaat
untuk gigi sulung dan permanen serta untuk kesehatan umum[17].
Oleh karena itu, sesuai dengan skenario yang diberikan bahwa anak
perempuan tersebut berusia 12 tahun, hampir seluruh giginya berwarna buram
kecokelatan, ia tidak merasakan ngilu, serta pada saar masih bayi ia pernah
menderita infeksi, dari tanda-tanda tersebut dapat dikatakan bahwa anak ini
mengidap displasia dentin, karena kemungkinan pada saat ia menderita infeksi
dikala bayi, ia diberikan antibiotik yang mengandung tetrasiklin dalam dosis
tertentu sehingga hal tersebutlah yang memicu terjadinya perubahan warna pada
dentin nya sehingga menjadi warna buram kecokelatan.
BAB III

PENUTUP

A. Ringkasan

Tahapan-tahapan embriologi gigi merupakan suatu tahapan pembentukan gigi


hingga gigi tersebut erupsi dengan sempurna, tahapan embriologi gigi terdiri atas
tiga tahapan, yaitu bud stage, cap stage, dan bell stage. Adapun anomali atau
ketidaknormalan yang terjadi pada gigi manusia yang disebabkan oleh faktor-
faktor tertentu, baik itu anomali yang terjadi karena gangguan pada saat masa
pertumbuhan dan perkembangan gigi ataupun pasca pertumbuhan dan
perkembangan gigi. Pada kasus anak perempuan tersebut dapat disimpulkan
bahwa ia menderita displasia dentin akibat pemberian antibiotik yang
mengandung tetrasiklin yang mempengaruhu warna dentinnya berubah menjadi
warna buram-kecokelatan.
DAFTAR PUSTAKA

1. Berkovitz BKB, Holland GR, Moxham BJ: Oral anatomy, histology, and
embryology. 5th ed. St. Louis : 2018. p. 350
2. Berkovitz BKB, Holland GR, Moxham BJ: Oral anatomy, histology, and
embryology. 5th ed. St. Louis : 2018. p. 350
3. Berkovitz BKB, Holland GR, Moxham BJ: Oral anatomy, histology, and
embryology. 5th ed. St. Louis : 2018. p. 351
4. Primasari A., Embriologi dan tumbuh kembang rongga mulut. Medan : 2018.
p.98 – 9
5. Berkovitz BKB, Holland GR, Moxham BJ: Oral anatomy, histology, and
embryology. 5th ed. St. Louis : 2018. p. 351
6. Primasari A., Embriologi dan tumbuh kembang rongga mulut. Medan : 2018.
p.99
7. Berkovitz BKB, Holland GR, Moxham BJ: Oral anatomy, histology, and
embryology. 5th ed. St. Louis : 2018. p. 352
8. Primasari A., Embriologi dan tumbuh kembang rongga mulut. Medan : 2018.
p.99-100
9. Berkovitz BKB, Holland GR, Moxham BJ: Oral anatomy, histology, and
embryology. 5th ed. St. Louis : 2018. p. 354
10. Primasari A., Embriologi dan tumbuh kembang rongga mulut. Medan : 2018.
p. 100
11. Dorland WA., Dorland’s pocket medical dictionary. Philadelphia : Saunders.
1965
12. Scheid RC, Weiss G. Woelfel anatomi gigi. ed. 8. Jakarta : EGC. 2013. p. 343
13. Mutiara. Anomali Gigi. Semarang : Poltekkes Kemenkes Semarang. 2018. p.
1–13
14. Scheid RC, Weiss G. Woelfel anatomi gigi. ed. 8. Jakarta : EGC. 2013. p. 358
15. Scheid RC, Weiss G. Woelfel anatomi gigi. ed. 8. Jakarta : EGC. 2013. p. 359
16. Scheid RC, Weiss G. Woelfel anatomi gigi. ed. 8. Jakarta : EGC. 2013. p.359-
60
17. Scheid RC, Weiss G. Woelfel anatomi gigi. ed. 8. Jakarta : EGC. 2013. P. 360

Anda mungkin juga menyukai