PENDAHULUAN
1.1. Skenario
1.2.Kata Kunci
1.3.Pertanyaan Penting
PEMBAHASAN
Pada pembentukan gigi manusia juga memiliki beberapa proses yang disebut
dengan odontogenesis. Proses tersebut meliputi:
A. Bud Stage
Pada tahapan bud stage, organ enamel muncul dan dikelilingi oleh sel-sel
mesenkim. Sel-sel pada tahapan bud stage gigi memiliki kandungan RNA yang
lebih tinggi daripada epitel oral yang lebih banyak, kandungan glikogen yang
lebih rendah dan peningkatan aktivitas enzim oksidatif[3]. Adapun tahapan bud
adalah suatu tahap permulaan kuntum gigi yang merupakan hasil proliferasi sel-
sel ektodermal pada lapisan lamina dentin. Tahap ini berlangsung pada minggu
ke-10 IUL. Proliferasi dari proses ini akan membentuk organ enamel. Selama sel-
sel dalam organ enamel berproliferasi, jaringan mesenkim yang mengelilingi
organ enamel mulai berkondensasi. Kondensasi P Embriologi dan Tumbuh
Kembang Rongga Mulut 99 jaringan mesenkimal ini merupakan tanda awal
pembentukan papila dentis pada gigi insisivus, kaninus, dan molar pertama
desidui kira-kira 2-3 minggu[4].
B. Cap Stage
C. Bell Stage
Bell stage atau tahapan lonceng terdiri atas dua tahap, yaitu tahapan awal
(Early Bell Stage) dan juga tahapan akhir (Late Bell Stage).
Pada tahapan bell awal atau Early Bell Stage terjadi pada usia 14 minggu, yang
dimana terjadinya morfodiferensiasi dan histodiferensiasi yang lebih lanjut[7].
Perubahan bentuk organ enamel dari bentuk topi (cap) menjadi suatu struktur
yang berbentuk bell. Komponen pembentuk gigi pada tahap ini yaitu, organ
enamel, papila dentis, dan dental sakus telah berkembang dengan sempurna[8].
Diferensiasi sel-sel organ enamel pada tahap bell awal masih terus berlanjut
sehingga menghasilkan 4 lapisan sel yang sebelumnya terdiri dari 3 lapisan sel
pada tahap cap, yaitu : Embriologi dan Tumbuh Kembang Rongga Mulut 100
a. Outer Enamel Ephitelium Awalnya low cuboidal menjadi lebih cuboidal.
b. Reticulum Stelata Berkembang sempurna pada tahap bell dan membentuk isi
utama dari organ enamel yang kemudian dikenal sebagai enamel pulp.
c. Stratum Intermedium Terdiri atas 2 atau 3 lapis sel-sel squamous yang terletak
diantara inner enamel ephitelium dan reticulum stelata.
d. Inner Enamel Ephitelium Awalnya low columnar menjadi tall columnar
dengan inti tepat di tengah-tengah sel-sel tall columnar ephitelium. Pada tahap
bell juga terjadi histodiferensiasi dan morfodiferensiasi. Histodiferensiasi
adalah proses pembentukan sel-sel spesialisasi yang mengalami perubahan
histologi dalam susunannya dan morfodiferensiasi adalah susunan sel-sel
dalam perkembangan bentuk jaringan atau organ yang menimbulkan produksi
bentuk akhir jaringan atau organ. Bell Akhir Terjadi pada minggu ke-18 IUL.
Sedangkan pada tahapan bell akhir atau late bell stage merupakan tahap
apposisi, perkembangan gigi dikaitkan dengan pembentukan jaringan keras gigi,
dimulai pada sekitar minggu ke-18. Formasi dentine selalu mendahului
pembentukan enamel[9]. Pada tahap bell akhir berlangsung 3 proses penting untuk
pembentukan gigi desidui[10] yaitu :
a. Permulaan mineralisasi
b. Pembentukan mahkota.
c. Permulaan perkembangan akar
Anodonsia merupakan keadaan pada saat terjadinya gigi yang tidak tumbuh
atau absen nya suatu gigi. Anodonsia terbagi atas dua macam, yaitu anodonsia
total dan juga anodonsia sebagian[12]
Anodonsia total atau anodonsia sejati adalah absennya satu set gigi secara
kongenital. Anodonsia total bercirikan absennya seluruh gigi sulung dan
permanen, dan sangat jarang terjadi. Anodonsia total paling sering dihubungkan
dengan deformasi kongenital secara umum (pewarisan terkait jenis kelamin),
melibatkan perkembangan sktoderm, atau lapis benih paling luar, yang tidak
normal. Perkembangan ektodermal yang tidak normal selanjutnya memengaruhi
struktur-struktur seperti rambut, kuku, kelenjar sebasea dan keringat, dan kelenjar
saliva.
Anodonsia sebagian juga merujuk pada absen gigi kongenital, melibatkan satu
atau dua gigi dalam gigi-geligi. Walaupun tidak terbukti kelainan ini heriditer
kecenderungan absen gigi yang sama terjadi dalam satu keluarga. Radiograf
diperlukan untuk memastikan bahwa yang terjadi adalah absennya gigi bukan gigi
yang tidak erupsi.
B. Hipodonsia
C. Oligodonsia
Merupakan suatu keadaan dimana menjadi satu dentin dan email dari dua
elemen menjadi satu elemen selama pembentukan. Secara klinis terlihat sama
dengan geminasi, fusion lebih sering ditemukan pada gigi anterior dan sebagian
akibat dari bersatunya dua benih gigi. Biasanya gigi ini masing-masing
mempunyai akar dan rongga pulpa terpisah. Pada gigi susu Iebih banyak daripada
gigi tetap dan pada rahang ats lebih sering daripada rahang bawah. Terbentuk
karena adanya tekanan waktu pembentukan akar. Kebanyakan didapat fusion dan
gigi Iebih dengan gigi yang berdekatan dengannya. Umpamanya M3 bawah fusion
dengan M4 bawah (jarang sekali terjadi), 12 atas fusion dengan gigi lebih anterior,
dua gigi P1 bawah fusi.
E. Geminasi Gemin
Anomali ini terjadi akibat dari suatu benih gigi yang membelah, biasanya gigi
tersebut mempunyai satu akar dengan saluran akar dan ditemukan peda kurang
dari 1% penduduk. Geminasi lebih sering pada gigi susu daripada pada gigi tetap,
pada regio I dan P. secara klinis terlihat sebagai gigi kembar atau dempet (fused
teeth), umumnya sering terlihat di daerah anterior .
F. Concrescence
Keadaan ini adalah fusion atau tumbuh jadi satu pada akar gigi melalui
jaringan sementum setelah akar terbentuk. Fusi dapat terjadi sebelum atau setelah
gigi erupsi di rongga mulut. Kadang-kadang akibat dan trauma. Sering terjadi
pada regio molar atas.
A. Dens Evaginatus
Anomali pertumbuhan terdiri dari tonjol ekstra yang langsing sering runcing
pada permukaan oklusi terutama pertama bawah (evaginasi memiliki tanduk
dijumpai pada gigi premolar pulpa yang mendekati email).
E. Makrodonsia
Ukuran gigi yang pelampaui batas nilai normal pada satu atau lebih ukuran
dan satu sampai semua elemen gigi-geligi. Pada umumnya tidak ada
penyimpangan bentuk lainnya. Makrodonsia (gigi I dan C). bisa terjadi pada satu
gigi, beberapa gigi atau seluruh gigi.
F. Mikrodonsia/ Dwarfism
Kebalikan makrodonsia tetapi dapat juga terjadi reduksi sampai gigi-gigi
berbentuk kerucut. Gigi pendek sekali misal pada : I2 atas dan M3 atas.
F. Taurodonsia
Suatu anomali dengan rongga pulpa yang sangat membesar. Pemberian nama
taurodonsia berdasarkan kemiripan sepintas dengan gigi-gigi molar sapi
(taurus=banteng). Gigi dengan ruang pulpa sangat panjang, tidak ada pengecilan
rongga pulpa pada daerah cemento enamel junction. Jarang terjadi, satu dan 1000
gigi tetap dan terlihat pada orang Indian, Amerika atau orang Eskimo
H. Dwarfed Root
Gigi-gigi atas sering memperlihatkan mahkota gigi dengan ukuran normal
tetapi dengan akar yang pendek. Edge incisal biasanya berpindah ke arah lingual
seperti pada incisivus bawah. Keadaan ini sering turun temurun
I. Segmented Root
Akar gigi terpisah menjadi 2 bagian, diperkirakan sebagai akibat luka
traumatis pada waktu pembentukan akar
A. Waktu Muncul
B. Kelainan Tempat
c. Rotasi Gigi
Anomali ini jarang terjadi, paling sering pada gigi P2 atas, kadang-kadang/
atas, P1 atau P2 atas. Gigi bisa berputar pada porosnya sampai 180 derajat.
d. Displasia Email
Displasia email adalah istilah yang digunakan untuk menycbut gangguan sel
pembentuk email (ameloblas) selamna awal pembentukan email. Displasia email
dapat herediter (seperti amelogenesis imperfekta) atau merupakan akibat dari
kondisi sistemik sclama awal pembentukan gigi (seperti demam tinggi,
kekurangan nutrisi, atau penggunaan fluoride yang berlebiban) atau gangguan
lokal (seperti trauma atau infeksi periapeks). Umumnya, variasi warna (dari putih
ke kuning dan coklat)[14].
e. Displasia Dentin
Displasia dentin terjadi dua kali lebih sering daripada displasia email (1 dalam
8.000).3 Perkembangan dentin yang abnormal mencakup kondisi herediter dan
sistemik[15].
2.3.2. Gangguan pasca pembentukan
Gangguan ataupun anomali yang terjadi pada saat pasca pembentukan yaitu,
karies, erosi, abrasi (mekanis), atrisi (terpakai untuk mengunyah),
hipersementosis, sementoblastoma, resorbsi elemen gigi (interna dan eksterna),
keausan, trauma, perubahan warna, sindroma dengan anomali gigi-geligi, akar
tambahan dapat disebabkan oleh trauma, gangguan metabolisme atau tekanan.
Biasanya terjadi pada gigi yang akarnya terbentuk sesudah individu lahir, unusual
dentition atau yang biasa disebut dengan gigi geligi yang sangat tidak biasa.
Kemungkinan terbesar kondisi yang terjadi pada gigi anak tersebut adalah
adanya displasia dentin atau terjadinya perkembangan dentin yang abnormal
mencakup kondisi herediter dan sistemik yang disebabkan oleh pewarnaan
tetrasiklin. Apabila antibiotik tetrasiklin ini dikomsumsi oleh wanita hamil, bayi
ataupun anak selama waktu pembentukan dan kalsifikasi gigi, akan dapat
mempengaruhi dentin yang sedang berkembang. Akibatnya, dapat terjadi
perubahan warna gigi, bergantung pada dosis obat yang diberikan, menjadi warna
kuning atau cokelat-kelabu[16]. Beberapa orang keliru menyalahkan perubahan
warna akibat terapi antibiotik tetrasiklin yang diberikan pada waktu pembentukan
gigi sebagai efek dari fluoridasi air minum komunitas, yang sejatinya bermanfaat
untuk gigi sulung dan permanen serta untuk kesehatan umum[17].
Oleh karena itu, sesuai dengan skenario yang diberikan bahwa anak
perempuan tersebut berusia 12 tahun, hampir seluruh giginya berwarna buram
kecokelatan, ia tidak merasakan ngilu, serta pada saar masih bayi ia pernah
menderita infeksi, dari tanda-tanda tersebut dapat dikatakan bahwa anak ini
mengidap displasia dentin, karena kemungkinan pada saat ia menderita infeksi
dikala bayi, ia diberikan antibiotik yang mengandung tetrasiklin dalam dosis
tertentu sehingga hal tersebutlah yang memicu terjadinya perubahan warna pada
dentin nya sehingga menjadi warna buram kecokelatan.
BAB III
PENUTUP
A. Ringkasan
1. Berkovitz BKB, Holland GR, Moxham BJ: Oral anatomy, histology, and
embryology. 5th ed. St. Louis : 2018. p. 350
2. Berkovitz BKB, Holland GR, Moxham BJ: Oral anatomy, histology, and
embryology. 5th ed. St. Louis : 2018. p. 350
3. Berkovitz BKB, Holland GR, Moxham BJ: Oral anatomy, histology, and
embryology. 5th ed. St. Louis : 2018. p. 351
4. Primasari A., Embriologi dan tumbuh kembang rongga mulut. Medan : 2018.
p.98 – 9
5. Berkovitz BKB, Holland GR, Moxham BJ: Oral anatomy, histology, and
embryology. 5th ed. St. Louis : 2018. p. 351
6. Primasari A., Embriologi dan tumbuh kembang rongga mulut. Medan : 2018.
p.99
7. Berkovitz BKB, Holland GR, Moxham BJ: Oral anatomy, histology, and
embryology. 5th ed. St. Louis : 2018. p. 352
8. Primasari A., Embriologi dan tumbuh kembang rongga mulut. Medan : 2018.
p.99-100
9. Berkovitz BKB, Holland GR, Moxham BJ: Oral anatomy, histology, and
embryology. 5th ed. St. Louis : 2018. p. 354
10. Primasari A., Embriologi dan tumbuh kembang rongga mulut. Medan : 2018.
p. 100
11. Dorland WA., Dorland’s pocket medical dictionary. Philadelphia : Saunders.
1965
12. Scheid RC, Weiss G. Woelfel anatomi gigi. ed. 8. Jakarta : EGC. 2013. p. 343
13. Mutiara. Anomali Gigi. Semarang : Poltekkes Kemenkes Semarang. 2018. p.
1–13
14. Scheid RC, Weiss G. Woelfel anatomi gigi. ed. 8. Jakarta : EGC. 2013. p. 358
15. Scheid RC, Weiss G. Woelfel anatomi gigi. ed. 8. Jakarta : EGC. 2013. p. 359
16. Scheid RC, Weiss G. Woelfel anatomi gigi. ed. 8. Jakarta : EGC. 2013. p.359-
60
17. Scheid RC, Weiss G. Woelfel anatomi gigi. ed. 8. Jakarta : EGC. 2013. P. 360