Anda di halaman 1dari 49

1

BAB I
PENDAHULUAN

Proses erupsi gigi adalah proses pergerakan gigi yang dimulai dari tempat
pembentukan gigi di dalam tulang alveolar kemudian gigi menembus gingiva
sampai akhirnya gigi mencapai dataran oklusal di dalam rongga mulut. Proses erupsi
gigi merupakan suatu proses fisiologis yang normal tetapi dapat menjadi tidak
normal ketika terjadi gangguan pada proses tersebut atau disebut dengan
kelainan/anomali gigi. Anomali merupakan sesuatu yang menyimpang dari keadaan
normal. Gangguan interaksi epitel dan mesenkim dapat secara nyata mengubah
odontogenesis normal yang menyebabkan anomali perkembangan gigi. Bergantung
pada perubahan yang terjadi, anomali yang berbeda dapat terjadi contohnya anomali
jumlah, struktur, ukuran dan/atau bentuk gigi.1
Anomali perkembangan gigi ditandai dari warna, kontur, ukuran, jumlah, dan
tingkat perkembangan gigi. Etiologi anomali gigi belum diketahui secara
menyeluruh, tetapi faktor predisposisinya berupa faktor lingkungan dan genetik.
Pengaruh tersebut dapat dimulai sebelum atau setelah kelahiran, oleh karena itu gigi
desidui dan gigi permanen mungkin akan terpengaruh. Beberapa gangguan berupa
trauma, faktor herediter, kondisi patologis terkadang menimbulkan permasalahan
yang jika dibiarkan akan berlanjut menimbulkan kelainan pada gigi. Hal ini perlu
menjadi perhatian serius oleh dokter gigi.2
Meskipun tanpa gejala, anomali gigi ini dapat menyebabkan masalah klinis
meliputi erupsi gigi anterior yang tertunda atau tidak lengkap, atrisi, estetika yang
terganggu, gangguan oklusal, fraktur puncak tulang yang tidak disengaja, gangguan
pada ruang lidah yang menyebabkan kesulitan dalam bicara dan pengunyahan, nyeri
sendi temporomandibular dan disfungsi, maloklusi, masalah periodontal dan
peningkatan kerentanan terhadap karies. Anomali perkembangan gigi menunjukkan
variasi dan tidak ada dua anomali dari jenis yang sama. Jadi pengetahuan tentang
berbagai kriteria yang telah diajukan untuk identifikasi dan klasifikasi anomali yang
2

berbeda sangat penting untuk mendiagnosis kondisi dan melaksanakan perawatan


yang sesuai.2
Gigi juga memiliki peran penting dalam berbicara dan komunikasi. Gigi yang
rusak dapat memiliki dampak yang luar biasa pada komunikasi antar-personal.
Penampilan gigi dianggap sebagai aspek yang menonjol dari penampilan fisik.
Konsekuensi dari penyakit mulut tidak hanya melibatkan kesehatan fisik tetapi juga
kesejahteraan sosial dan psikologis seseorang. Dampak psikologis terlihat jelas pada
21,7% siswa yang menunjukkan kesusahan, rasa kekhawatiran, iri hati,
perbandingan antara satu dengan yang lain, atau konsentrasi yang buruk pada
pelajaran mereka karena estetika gigi yang tidak diinginkan.1,3
Beberapa permasalahan yang sering menyertai proses erupsi gigi diantaranya
ankylosis, natal atau neonatal teeth, submerged teeth, erupsi ektopik dan erupsi gigi
tertunda. Permasalahan-permasalahan tersebut mempunyai karakteristik yang khas.
Beberapa diantaranya bahkan memerlukan penanganan khusus agar kelainan gigi
tidak berlanjut dan proses erupsi gigi tidak terganggu. Penelitian menunjukkan
bahwa prevalensi ankylosis gigi molar desidui yang terlibat lebih besar pada ras
kaukasoid dengan insiden 1,5-9,9%. Ankilosis pada gigi molar terutama pada gigi
molar dua sulung bawah dengan insidens 13% sampai 38,5%.4 Pada penelitian
mengenai gigi natal, wanita lebih sering terkena dibandingkan dengan pria, menurut
Almeida et al. ada 66% gigi natal pada anak perempuan dibandingkan dengan 31%
pada laki-laki.5 Prevalensi gigi desidui yang terpendam pada anak-anak bervariasi
dari 1,3 hingga 3,5%.6 Prevalensi erupsi ektopik gigi molar pertama permanen
adalah 2-6 %, dan lebih banyak terjadi di maksila dibanding mandibula, lebih
cenderung pada anak laki-laki dibanding anak perempuan, serta lebih sering
unilateral dibanding bilateral.7 Erupsi gigi tertunda telah dilaporkan terjadi dari 28%
hingga 60% orang kulit putih dengan gigi supernumerary.8
Kepedulian orang tua terhadap kesehatan gigi anak dapat dilihat melalui sikap
dan perhatiannya terhadap kesehatan gigi anak. Kesehatan gigi pada anak usia dini
merupakan salah satu tumbuh kembang anak yang perlu diperhatikan. Peran orang
tua sebagai pendidik kesehatan merupakan hal yang krusial pada saat anak sedang
3

masa tumbuh kembang, walaupun dalam menghadapi pertumbuhan gigi dan rahang
orang tua terkadang tidak mengetahui apa yang dapat memengaruhi pertumbuhan
gigi anak. Kurangnya pengetahuan orangtua mengenai kelainan akibat gangguan
pertumbuhan dan perkembangan pada tahap erupsi gigi anak menyebabkan kerugian
pada anak dan tidak segera melakukan perawatannya.9,10
4

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Proses erupsi gigi adalah proses pergerakan gigi yang dimulai dari tempat
pembentukan gigi di dalam tulang alveolar kemudian gigi menembus gingiva
sampai akhirnya gigi mencapai dataran oklusal di dalam rongga mulut dan dibagi
dalam tiga tahap yaitu tahap pra-erupsi, tahap prafungsional dan tahap fungsional.
Proses erupsi gigi merupakan suatu proses fisiologis yang normal tetapi dapat
menjadi tidak normal ketika terjadi gangguan pada proses tersebut. Beberapa
gangguan berupa trauma, faktor herediter, kondisi patologis terkadang menimbulkan
permasalahan yang jika dibiarkan akan berlanjut menimbulkan kelainan pada gigi.
Hal ini perlu menjadi perhatian serius oleh dokter gigi. Ada beberapa permasalahan
yang sering menyertai proses erupsi gigi diantaranya ankylosis, natal dan neonatal
teeth, submerged teeth, erupsi ektopik dan erupsi gigi tertunda. Permasalahan-
permasalahan tersebut mempunyai karakteristik yang khas. Beberapa diantaranya
bahkan memerlukan penanganan khusus agar kelainan gigi tidak berlanjut dan
proses erupsi gigi tidakterganggu.1,2

2.1 Tahap Pertumbuhan dan Perkembangan Gigi Anak


Perkembangan gigi merupakan proses yang berkelanjutan dan ditandaidengan
serangkaian tahap.11 Tahap inisiasi merupakan tahap awal pembentukan benih gigi
dari jaringan epitel mulut atau yang sering dikenal sebagai bud stage. Benih gigi
mulai dibentuk sejak janin berusia antara 6-8 minggu. Pada tahap ini proses
proliferasi jaringan ektodermal dan jaringan mesenkimal terus berlanjut.11,12
Tahap cap dimulai pada minggu ke-9 dan ke-10 masa intrauterin.12 Tahap ini
merupakan proses pembiakan dari sel-sel dan perluasan organ enamel yang akan
membentuk enamel gigi. Selama proses pembiakan, organ gigi akan bertambah
besar ukurannya.3,13
5

Tahap bell dimulai pada minggu ke-11 sampai ke-12 masa intrauterin.12 Tahap
bell (lonceng) ini ditandai oleh histodiferensiasi dan morfodiferensiasi. Tahap
histodiferensiasi adalah spesialisai dari sel-sel, yang mengalami perubahan
histologis dalam susunannya (sel-sel epitel bagian dalam dari organ enamel akan
menjadi ameloblast, sel-sel perifer dari organ dentin pulpa menjadi odontoblast).
Tahap morfodiferensiasi adalah susunan dari sel-sel pembentuk sepanjang dentino
enamel dan dentino cemental junction yang akan datang, yang memberi garis luar
dari bentuk dan ukuran korona dan akar yang akan datang.3
Sel pembentuk gigi tersusun sedemikian rupa dan dipersiapkan untuk
menghasilkan bentuk dan ukuran gigi selanjutnya. Pada tahap aposisi terjadi
pengendapan matriks dari struktur jaringan keras gigi. Pertumbuhan aposisi dari
enamel dan dentin adalah pengendapan yang berlapis-lapis dari matriks
ekstraseluler. Tahap terakhir adalah tahap maturasi, pada tahap ini terjadi
pembentukan matriks keras gigi baik pada email, dentin, dan sementum.3,13
Tahap kalsifikasi adalah suatu tahap pengerasan dari matriks.13 Tahap
pengerasan terjadi oleh proses pengendapan garam-garam kalsium anorganik,
selanjutnya garam-garam kalsium anorganik bertambah besar oleh tambahan
lapisan-lapisan yang pekat.3 Kalsifikasi gigi desidui dimulai pada usia 4 bulan
intrauterin, sedangkan gigi permanen mulai terkalsifikasi pasa saat bayi dilahirkan.
Gangguan pada tahap kalsifikasi dapat mengakibatkan kelainan struktur jaringan
keras gigi, misalnya hipokalsifikasi.
6

Gambar 1. Tahap Perkembangan Gigi11

2.1.1 Tahap Erupsi Gigi


Proses erupsi gigi adalah proses pergerakan gigi yang dimulai dari tempat
pembentukan gigi di dalam tulang alveolar kemudian gigi menembus gingiva
sampai akhirnya gigi mencapai dataran oklusal di dalam rongga mulut. Gerakan
dalam proses erupsi gigi adalah ke arah vertikal, tetapi selama proses erupsi gigi,
gigi juga mengalami pergerakan miring, rotasi dan pergerakan kearah mesial.11,14
Proses erupsi gigi dimulai sebelum tanda pertama mineralisasi, dimana proses
erupsi gigi terus menerus berlangsung tidak hanya sampai terjadi kontak dengan gigi
antagonisnya, tetapi juga sesudahnya meskipun gigi telah difungsikan, proses erupsi
gigi berakhir bila gigi telah tanggal. Proses erupsi gigi dibagi dalam tiga tahap yaitu
tahap pra-erupsi, tahap prafungsional dan tahap fungsional.11
7

Tahap pra-erupsi dimulai saat pembentukan benih gigi sampai mahkota selesai
dibentuk yang terjadi baik pada gigi desidui maupun gigi permanen. Pada tahap ini
benih gigi mengalami pertumbuhan pesat dalam tulang rahang yang mengakibatkan
rahang mengalami peningkatan panjang dan lebar ke arah anterior-posterior.11
Tahap selanjutnya dari proses erupsi adalah tahap prafungsional dimulai dari
pembentukan akar sampai gigi mencapai dataran oklusal. Mahkota yang muncul
dipermukaan rongga mulut disebut dengan mahkota klinis, yang dimulai dari cusp
tip sampai cementoenamel-junction. Pergerakan ke arah oklusal pada tahap ini
berhubungan dengan pertumbuhan jaringan ikat disekitar kantung gigi (bud stage).
Proliferasi jaringan ikat, peningkatan permeabilitas vaskular di sekitar ligamen
periodontal dan pertumbuhan pulpa merupakan 3 faktor yang menyebabkan
bergeraknya gigi kearah oklusal pada tahap prafungsional ini.11
Tahap fungsional merupakan tahap akhir dari proses erupsi gigi, tahap ini
berlangsung selama gigi difungsikan dalam rongga mulut sampai gigi telah tanggal.
Tulang alveolar masih mengalami pertumbuhan demikian halnya dengan sementum
pada akar gigi. Pertumbuhan tulang alveolar dan sementum bukanlah penyebab
bergeraknya gigi pada tahap ini tetapi pertumbuhan tulang alveolar dan pertambahan
sementum yang terjadi pada tahap ini merupakan hasil dari pergerakan gigi.11

2.1.2 Waktu Erupsi Gigi


Waktu erupsi gigi adalah waktu munculnya tonjol gigi atau tepi insisal dari
gigi ketika menembus gingiva. Waktu erupsi gigi sangat bervariasi, hal ini dapat
terjadi karena beberapa faktor antara lain jenis kelamin, faktor lokal, kondisi
sistemik, dan kelainan genetik. Waktu erupsi gigi dapat dibedakan atas masa gigi
desidui, masa gigi bercampur, dan masa gigi permanen.11,12
Gigi yang erupsi pertama kalinya adalah gigi susu atau gigi desidui. Untuk
beberapa lama gigi desidui akan berada dalam rongga mulut untuk melaksanakan
aktivitas fungsionalnya, sampai akhirnya gigi permanen erupsi untuk menggantikan
gigi desidui tersebut. Gigi susu atau yang juga dikenal dengan gigi primer atau gigi
desidui jumlahnya ada 20 di dalam rongga mulut, yaitu 10 pada maksila dan 10 pada
8

mandibula. Gigi desidui terdiri dari insisivus sentralis, insisivus lateralis, kaninus,
molar pertama dan molar kedua dimana terdapat sepasang pada rahang untuk tiap
jenisnya.13
Setelah gigi desidui tanggal maka gigi permanen akan menggantikannya
dalam rongga mulut. Gigi permanen yang pertama erupsi adalah gigi molar pertama
rahang bawah dan terkadang gigi insisivus pertama rahang bawah erupsi secara
bersamaan atau mendahului gigi molar pertama pada usia 6 tahun. Gigi permanen
ada 32 gigi dalam rongga mulut, terkadang gigi terakhir tidak tumbuh. Varian ini
juga dianggap normal.15,16

Jumlah
Pembentukan
Enamel Erupsi
Jaringan Enamel Akar
Gigi Yang
Keras selesai (± 1SD) Selesai
Terbentuk
Dimulai
Saat Lahir

Maksila

Insisivus 14(13-16) Lima 1½ 10(8-12) 1½


Sentralis minggu dalam perenam Bulan Bulan
Tahun
kandungan

Insisivus 16 (142/3- 12½) Dua Pertiga 2½ 11 (9-13) 2Tahun


Lateralis minggu dalam Bulan Bulan
kandungan

Kaninus 17 (15-18) Satu pertiga 9 Bulan 19 (16-22) 31/4


minggu dalam Bulan Tahun
kandungan
9

Molar 15½ (14½-17) Cusp 6 Bulan 16 ( 13-19) 2½


Satu minggu dalam Menyatu: Bulan – Tahun
kandungan Oklusal Laki(14-
sepenuhnya 18)
dikalsifikasi Perempuan
dengan
setengah
hingga tiga
perempat
tinggi
mahkota

Molar 19 (16-23½) Cusp 11 Bulan 29 (25-33) 3Tahun


Kedua minggu dalam Menyatu; Bulan
kandungan oklusal tidak
terkalsifikasi
dengan
sempurna;
jaringan
terkalsifikasi
mencakup
seperlima
hingga
seperempat
tinggi
mahkota


10

Mandibula

Insisivus 14 (13-16) Tiga Perlima 2½ 8 ( 6-10) 1½


Sentralis minggu dalam Bulan Bulan Tahun
kandungan

Insisivus 16 (142/3-) Tiga Perlima 3 Bulan 13 (10-16) 1½


Lateralis minggu dalam Bulan Tahun
kandungan

Kaninus 17 (16-) Satu Pertiga 9 Bulan 20 (17-23) 31/4


minggu dalam Bulan Tahun
kandungan

Molar 15½ (14½-17) Cusp 5½ 16 (14-18) 21/4


Satu minggu dalam Menyatu; Bulan Bulan Tahun
kandungan oklusal
kalsifikasi
dengan
sempurna

Molar 18 (17-19½) Cusp 10 Bulan 27 (23-31) 3 Tahun


Kedua minggu dalam Menyatu; Bulan Laki
kandungan) oklsal tidak (24-30)
terkalsifikasi Bulan
dengan Perempuan
sempurna
11

2.1.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Waktu Erupsi Gigi


a. Faktor Keturunan (Genetik)
Faktor keturunan dapat mempengaruhi kecepatan waktu erupsi gigi (Koch,
dkk., 1991). Faktor genetik mempunyai pengaruh terbesar dalam menentukan waktu
dan urutan erupsi gigi, termasuk proses kalsifikasi (Moyers, 2001). Pengaruh faktor
genetik terhadap erupsi gigi adalah sekitar 78% (Stewart, dkk., 1982; Moyers,
2001).15

b. Faktor Ras
Perbedaan ras dapat menyebabkan perbedaan waktu dan urutan erupsi gigi
permanen.Waktu erupsi gigi orang Eropa dan campuran Amerika dengan Eropa
lebih lambat daripada waktu erupsi orang Amerika berkulit hitam dan Amerika
Indian. Orang Amerika, Swiss, Perancis , Inggris, dan Swedia termasuk dalam ras
yang sama yaitu Kaukasoid dan tidak menunjukkan perbedaan waktu erupsi yang
terlalu besar.15

c. Jenis Kelamin
Waktu erupsi gigi permanen maksila dan mandibula terjadi bervariasi pada
setiap individu.Pada umumnya waktu erupsi gigi anak perempuan lebih cepat
dibandingkan laki-laki.Perbedaan ini berkisar antara 1 hingga 6 bulan.15

d. Faktor Lingkungan
Pertumbuhan dan perkembangan gigi dipengaruhi oleh faktor lingkungan
tetapi tidak banyak mengubah sesuatu yang telah ditentukan oleh faktor keturunan.
Pengaruh faktor lingkungan terhadap waktu erupsi gigi adalah sekitar 20%. Faktor-
faktor yang termasuk ke dalam faktor lingkungan antara lain:15

1. Sosial Ekonomi
Tingkat sosial ekonomi dapat mempengaruhi keadaan nutrisi, kesehatan
seseorang dan faktor laisnnya yang berhubungan. Anak dengan tingkat
12

ekonomi rendah cenderung menunjukkan waktu erupsi gigi yang lebih lambat
dibandingkan anak dengan tingkat ekonomi menengah.
2. Nutrisi
Faktor pemenuhan gizi dapat mempengaruhi waktu erupsi gigi dan
perkembangan rahang. Nutrisi sebagai faktor pertumbuhan dapat
mempengaruhi erupsi dan proses kalsifikasi. Keterlambatan waktu erupsi gigi
dapat dipengaruhi oleh faktor kekurangan nutrisi, seperti vitamin D dan
gangguan kelenjar endokrin. Pengaruh faktor nutrisi terhadap perkembangan
gigi adalah sekitar 1%.

e. Faktor Penyakit
Gangguan pada erupsi gigi permanen dapat disebabkan oleh penyakit sistemik
dan beberapa sindroma, seperti down syndrome, cleidocranial dysostosis,
hypothyroidism, hypopituitarism, beberapa tipe dari craniofacial synostosis dan
hemifacial atrophy.

f. Faktor Lokal
Faktor-faktor lokal yang dapat mempengaruhi erupsi gigi adalah jarak gigike
tempat erupsi, malformasi gigi, adanya gigi berlebih, trauma dari benih gigi,
mukosagingiva yang menebal, dan gigi desidui yang tanggal sebelum waktunya.

2.2 Kelainan Pada Tahap Erupsi Gigi


2.2.1 Ankylosis
Ankyosis menjadi salah satu penyebab umum infraoklusi pada gigi permanen.
Ankylosis dalam bahasa Yunani berarti "kurangnya mobiliti". Ankylosis dianggap
sebagai "penyakit jarang" oleh Office of Rare Diseases di National Institutes of
Health. Ankylosis merupakan salah satu anomali gigi yaitu terjadinya fusi antara
tulang alveolar dengan sementum dan atau dentin sebelum atau setelah gigi erupsi.
Ketika gigi ankylosis terjadi pada gigi desidui maupun permanen pada masa
pertumbuhan, maka gigi tersebut akan tetap pada posisinya dan tidak dapat erupsi
13

sehingga akan berpengaruh terhadap pertumbuhan. Jika ankylosis terjadi lebih awal,
maka makin banyak masalah yang ditimbulkan seperti kehilangan ruang akibat
tipping ke gigi tetangga, ekstrusi gigi antagonis dan pada kasus ankylosis unilateral
terjadi midline shifting ke sisi ankylosis.17,18,19 Ankylosis dapat terjadi pada gigi
desidui maupun gigi permanen, namun lebih sering terjadi pada gigi desidui. Tidak
ada perbedaan yang signifikan dalam prevalensi ankylosis gigi antara pria dan
wanita pada usia berapa pun. Insiden ankylosis gigi molar desidui yang terlibat lebih
besar pada ras kaukasoid dengan insiden 1,5-9,9%. Ankylosis pada gigi molar
terutama pada gigi molar dua desidui bawah dengan insidens 13% sampai 38,5%.4
Insiden ankylosis gigi desidui 10 kali lebih daripada ankylosis gigi permanen dan
dua kali lebih terjadi pada rahang bawah daripada rahang atas.20,21
Penyebab utama ankylosis masih belum dapat diketahui, walaupun beberapa
faktor sering disebutkan adalah sebagai faktor predisposisi genetik atau perubahan
metabolisme lokal. Alasan lokal termasuk trauma seperti cedera luksasi, replantasi
gigi yang telah avulsi, defisiensi pertumbuhan tulang alveolar, tekanan abnormal
pada jaringan lunak, infeksi periapikal, iritasi kimia atau termal dan prosedur bedah
sebelumnya. Sebagian besar trauma gigi terjadi pada anak-anak berusia 6 tahun
hingga 12 tahun dimana luksasi paling sering terjadi. Apabila gigi mengalami
trauma pada pasien muda, gigi tersebut gagal erupsi seiring dengan prosesus
alveolaris selama pertumbuhan wajah vertikal. Dalam kasus replantasi gigi yang
avulsi pada pasien dalam fase tumbuh kembang, ankylosis terjadi selama proses
perbaikan. Gigi yang replantasi kembali tampak impaksi karena gagal bergerak pada
pertumbuhan vertikal dari prosesus alveolaris. Waktu ekstraalveolar adalah faktor
yang mempengaruhi prognosis gigi yang direplantasi. Ini berarti replantasi segera
mengurangi hasil ligamen periodontal negatif. Kejadian ankylosis yang tinggi telah
dikaitkan dengan adanya ligatur stainless steel pada cementoenamel junction di
mana kawat diposisikan. Dipercayai bahwa ini adalah cara yang paling tidak
diinginkan untuk menempatkan ligatur stainless steel pada gigi untuk kekuatan
ortodontik, karena dapat mengiritasi ligamen periodontal dan menyebabkan trauma
atau ankylosis.17
14

2.2.1.1 Mekanisme
Pengetahuan terkini terhadap patogenesis ankylosis adalah sebagian besar
berdasarkan pada temuan dari hewan, studi in vitro dan pengamatan dari studi
manusia terhadap gigi yang replantasi. Pada pasien yang sehat, fibroblast ligamen
periodontal yang banyak memblok osteogenesis dalam periodonsium dengan
melepaskan regulator yang bertindak secara lokal seperti sitokin dan faktor
pertumbuhan, dengan demikian memelihara separasi akar gigi dari tulang alveolar.
Nekrosis dari elemen seluler ligament periodontal secara mengeringkan,
menghancurkan atau kerusakan mekanis seperti pada trauma luksasi yang parah
mengganggu mekanisme homeostatis yang normal. Ankylosis tidak hanya terbentuk
melalui inflamasi-mediasi dan perubahan mekanik ligamen periodontal, tetapi juga
karena elemen seluler fungsional tidak tahan terhadap aktivitas osteogenik.
Gangguan ini memungkinkan pertumbuhan tulang melintasi ligament periodontal
dan ankylosis (fusi akar gigi dan tulang alveolar).20,22

2.2.1.2 Gambaran Klinis


Diagnosis harus ditentukan sedini mungkin agar tidak menyebabkan kelainan
oklusi yang lebih parah. Secara klinis, gigi desidui yang ankylosis dapat terlihat
infroklusi atau setidaknya 1 mm di bawah permukaan oklusal.22 Gigi normal
biasanya terdapat sedikit mobilitas dan bunyi yang “tumpul” ketika diperkusi
dengan menggunakan instrumen logam. Sedangkan pada gigi ankylosis tidak
terdapat mobilitas walaupun terjadi resorbsi akar dan akan menimbulkan bunyi
yang tajam (“kling” atau “ring”) ketika dilakukan perkusi.17,22
15

A B

Gambar 2. A & B Gigi yang mengalami ankylosis

2.2.1.3 Radiografi
Pada gambaran radiografi panoramik terlihat bahwa keempat gigi
52,62,72,dan 82 infroklusi. Ankylosis dapat dilihat melalui gambaran radiografi
dengan tidak adanya membran periodontal dan lamina dura serta terjadi fusi antara
tulang dan akar gigi. Pada radiografi konvensional, destruksi ligament periodontal
biasanya dapat terlihat, tetapi mungkin tidak muncul jika area ankylosis sangat kecil.
Saat ankylosis berlanjut, akar gigi yang impaksi menjadi kurang visibilitas dari
tulang sekitarnya karena akarnya kurang radiopak.23 Radiografi panoramik, oklusal,
periapikal dan CT scan dapat digunakan untuk memeriksa ruang antara infraoklusi
dengan gigi tetangga. CT scan telah terbukti lebih disukai daripada teknik
konvensional dalam hal visualisasi gigi impaksi dan lokalisasi saraf alveolar
inferior. Misalnya, dengan menggunakan CT scan, kemungkinan cedera pada saraf
alveolar inferior dapat dicegah selama prosedur bedah. Selain itu, CT scan dapat
memberikan informasi signifikan tentang volume tulang untuk diagnosis dan
rencana perawatan.4
16

Gambar 3. Gambaran radiografi gigi yang mengalami ankylosis

2.2.1.4 Perawatan
Ketika mempertimbangkan perawatan, usia pasien dan keberadaan lokasi
benih gigi permanen tersebut penting.21 Jika gigi ankylosis adalah gigi desidui dan
mempunyai benih gigi permanen, pengobatan yang ideal adalah pencabutan segera
dan penempatan space maintainer, jika perlu. Jika gigi ankylosis adalah gigi desidui
dan tidak mempunyai benih gigi permanen, dua pilihan perawatan tergantung pada
onsetnya. Jika onsetnya dini dengan kemungkinan submergence, perawatan
termasuk ekstraksi dengan space maintainer. Jika onsetnya terlambat, kontak
proksimal dan oklusal dapat terbentuk.
Perawatan gigi ankylosis tidak mungkin dari perawatan orthodontik
konvensional. Namun, pilihan perawatan termasuk ekstraksi dengan beberapa
prosedur tergantung pada kasusnya. Prosedur pertama adalah reimplantasi dalam
posisi yang ideal dengan osteotomi segmen dentoalveolar jika diperlukan. Prosedur
kedua adalah penutupan ruang secara ortodontik dengan pengganti. Jika pasien telah
selesai dengan fase pertumbuhan, penempatan implan osseointegrasi atau
penggantian prostetik adalah dua pilihan perawatan lagi. Osteogenesis distraksi
adalah perawatan kontemporer yang berupaya membawa gigi yang mengalami
ankylosis ke bidang oklusal. Pertumbuhan pasien dalam kasus ini menjadi perhatian
17

khusus karena risiko kekambuhan vertikal. Teknik lain termasuk bedah luksasi,
kortikotomi atau ostektomi.17
Luksasi adalah kerusakan mekanis ankylosis tanpa mengkompromi pembuluh
nutrisi di apeks. Ini dapat dilakukan dengan menggenggam gigi dengan forsep yang
sesuai dan gerakan dengan lembut ke arah bukolingual dan mesiodistal. Setelah
proses reparatif, kontinuitas ligamen periodontal dikembalikan untuk
memungkinkan erupsi.17
Kortikotomi adalah teknik pembedahan di mana segmen osteotomi kecil
digunakan untuk memposisikan kembali gigi yang mengalami ankylosis dan tulang
alveolar yang berdekatan. Ostektomi lokal dari tulang yang mengalami fusi adalah
prosedur di mana jaringan osseus yang terlibat disingkirkan, dimana hanya jika
ankylosis berada di daerah krista karena jika di area lain tidak mudah diakses untuk
operasi.17

2.2.2 Natal Teeth


Gigi natal adalah gigi yang muncul pada saat lahir, sementara gigi neonatal
adalah gigi yang erupsi dalam 30 hari kelahiran. Dalam hampir semua kasus, hal ini
hanyalah erupsi awal dari gigi insisivus desidui normal. Perkembangan gigi ini
konsisten dengan tahap perkembangan yang diharapkan dari sebuah gigi seri desidui
pada saat lahir (yaitu hanya lima-enam mahkota terbentuk tanpa akar muncul). Bayi
dengan gigi natal posterior harus diperhatikan dengan cermat pada kondisi sistemik
lain yang mungkin terkait dengan sindrom atau penyakit lainnya.24
Insidensi dan prevalensi gigi natal lebih umum dibandingkan dengan gigi
neonatal. Insiden gigi natal dan neonatal masing-masing berkisar dari 1:2.000
hingga 1:3.500. Prevalensi gigi natal telah diteliti oleh beberapa penelitian dan
rentang yang berbeda telah dilaporkan dari 1:716 ke 1:3500 kelahiran hidup. Wanita
lebih sering terkena dibandingkan dengan pria, menurut Almeida et al. ada 66%
prediksi untuk wanita dibandingkan dengan proporsi 31% untuk pria. Faktor etiologi
yang pasti pada gigi natal belum ditemukan. Beberapa sumber menunjukkan bahwa
faktor keturunan mungkin menyebabkan hal tersebut. Etiologi lain yang terkait
18

dengan gigi natal atau neonatal ,yaitu berbagai gangguan endokrin, defisiensi nutrisi
dan faktor lingkungan seperti polychlorinated biphenyls (PCBs), dibenzofurans
(PCDFs).5 Bodenhoff dan Gorlin menemukan bahwa 15% dari anak-anak dengan
kelahiran atau gigi neonatal memiliki orang tua, saudara kandung, atau kerabat dekat
lainnya dengan riwayat gigi tersebut.25

2.2.2.1 Mekanisme
Enamel pada gigi natal dan neonatal normal untuk usia anak-anak. Namun,
begitu gigi muncul sebelum waktunya, matriks enamel yang tidak dikalsifikasi habis
karena mineralisasi yang tidak lengkap yang menyebabkan gigi menjadi berwarna
kuning kecoklatan dan kerusakan enamel yang berkelanjutan. Selain itu, mobiliti
yang meningkat menyebabkan perubahan serviks dentin dan sementum
kemungkinan terjadi degenerasi selubung Hertwig yang mencegah pembentukan
akar. Beberapa temuan histologis telah menunjukkan bahwa, meskipun struktur
normal enamel gigi natal dan neonatal, proses mineralisasi enamel terganggu oleh
erupsi dini. Oleh karena itu, enamel digambarkan sebagai hipomineralisasi atau
displastik dan rentan terhadap perubahan warna dan menjadi aus.
Data histologis pada gigi natal dan neonatal juga menemukan bahwa berbagai
tingkat enamel hipoplastik menutupi mahkota gigi-gigi ini. Ketebalan enamel untuk
gigi natal adalah 300 mm dan untuk gigi neonatal adalah 135 mm, sedangkan pada
gigi desidui normal lapisan enamel adalah antara 1000 dan 1200 mm. Daerah dentin
tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan dibandingkan dengan gigi desidui
yang normal, namun beberapa studi SEM pada gigi ini menunjukkan ruang
interglobular besar dengan inklusi sel abnormal.26

2.2.2.2 Gambaran Klinis


Gigi natal atau gigi neonatal biasanya bermanifestasi dengan bentuk dan
ukuran bervariasi mulai dari yang kecil, berbentuk kerucut dan mungkin juga
menyerupai gigi normal. Dimensi mahkota gigi ini lebih kecil dibandingkan dengan
gigi sulung yang telah erupsi secara normal. Penampilan gigi ini tergantung pada
19

derajat kematangannya, tetapi seringkali gigi tersebut longgar, kecil, berubah warna,
dan hipoplastik. Gigi natal dan neonatal dapat menunjukkan enamel hipoplasia/
hipomineralisasi dan pembentukan akar kecil yang menunjukkan sifat yang belum
matang. Mayoritas gigi natal dapat menunjukkan warna coklat
kekuningan/keputihan opak. Gigi tersebut melekat pada mukosa mulut dalam
banyak kasus karena perkembangan akar tidak lengkap atau rusak. Hal ini
menyebabkan mobiliti pada gigi, dengan risiko tertelan atau tersedot oleh anak. 26,27

Gambar 4. Gigi natal yang berusia 3 hari.

Spoug dan Feasby (1966) telah menyarankan bahwa secara klinis, gigi natal
dan neonatal diklasifikasikan lebih lanjut menurut tingkat kematangannya:
1. Gigi natal atau neonatal dewasa adalah gigi yang hampir atau sepenuhnya
berkembang dan memiliki prognosis yang relatif baik untuk pemeliharaan.
2. Istilah gigi natal atau neonatal yang belum dewasa, di sisi lain, menyiratkan
gigi dengan struktur tidak lengkap atau tidak sesuai standar; hal itu juga menyiratkan
prognosis yang buruk.
Munculnya setiap gigi natal di dalam rongga mulut dapat diklasifikasikan ke
dalam empat kategori sebagai gigi yang lebih dahulu erupsi di rongga mulut
1. Mahkota berbentuk cangkang yang buruk menempel ke alveolus oleh
jaringan gingiva dan tidak adanya akar.
2. Mahkota gigi padat tidak menempel ke alveolus oleh jaringan gingiva dan
sedikit atau tidak ada akar.
3. Erupsi dari margin insisal mahkota melalui jaringan gingiva.
20

4. Edema jaringan gingiva dengan gigi yang tidak erupsi tetapi teraba.
Jika tingkat gigi mengalami mobiliti lebih dari 2 mm, gigi natal kategori (1)
atau (2) biasanya perlu diekstraksi.

2.2.2.3 Radiografi
Radiografi harus dilakukan untuk menentukan jumlah perkembangan akar dan
hubungan sebelum waktunya tumbuh. Gigi erupsi ke gigi yang berdekatan. Salah
satu orang tua dapat memegang x-ray film di mulut bayi selama pajanan.26

Gambar 5. Radiografi menunjukkan dua gigi


desidui insisivus sentralis yang akan
erupsi

2.2.2.4 Perawatan
Perawatan pada gigi natal dan neonatal:
1. Hal yang paling penting untuk dipertimbangkan adalah apakah ibu dapat
memberikan ASI secara memadai. Jika salah satu puting atau permukaan ventral
lidah bayi mengalami trauma, gigi harus dicabut.
2. Jika gigi tidak terlalu goyang, gigi tersebut harus dipertahankan karena akar
akan mengeras dan berkembang seiring dengan berjalannya waktu.
3. Jika gigi goyang, gigi tersebut memiliki risiko tertelan atau tersedot. Gigi
tersebut harus dicabut.
21

4. Jika pencabutan gigi diindikasikan, perawatan yang dilakukan mencabut


seluruh gigi, karena mahkota hanya dapat disingkirkan meninggalkan jaringan
pulpa. Jika demikian, dentin dan akar akan terbentuk kemudian.24
Petunjuk klinis mengekstraksi gigi natal dan neonatal:
1. Selalu lindungi saluran napas ketika mencabutkan gigi dengan
menempatkan kain kasa di bagian belakang mulut. Gigi mudah terlepas atau
terjatuh. Sepasangan Tang Spencer Wells atau serupa akan memberikan pegangan
yang kokoh pada gigi yang akan dicabut.
2. Periksa riwayat medis untuk penyakit kuning yang signifikan, yang
mungkin mempengaruhi perdarahan pasca operasi.24

2.2.3 Submerged teeth (Infraoklusi)


Submerged teeth disebut juga sebagai gigi molar desidui yang terependam,
infraoklusi, dan erupsi yang tidak lengkap telah digunakan untuk menggambarkan
gigi yang posisinya secara tidak normal di bawah bidang oklusal.28 Gigi desidui
yang terpendam berarti gigi yang terkena tidak sampai ke tingkat normal dengan
gigi tetangga atau gigi yang terpendam selalu dibawah 0,5 mm atau lebih dari
marginal ridge dari gigi tetangga. Prevalensi gigi desidui yang terpendam pada
anak-anak bervariasi dari 1,3 hingga 3,5%. Gigi yang paling sering terkena adalah
molar kedua rahang bawah desidui.6
Molar desidui yang mengalami terpendam atau infraoklusi muncul dengan
peningkatan pada anak usia 3 tahun yang mencapai puncaknya pada usia 8-9 tahun.
Penyebab utamanya adalah ankylosis diikuti oleh faktor keturunan, trauma, infeksi
dan lainnya. Namun, etiologinya masih belum pasti. Secara radiografis, hilangnya
ligamen periodontal dapat dilihat menggunakan metode konvensional dan metode
CT juga dapat digunakan untuk mengungkapkan detail yang lebih besar. Gigi
desidui yang terpendam atau infraoklusi dapat menyebabkan gangguan oklusal, gigi
tetangga menjadi miring, erupsi ektopik atau impaksi pada gigi premolar
penggantiny, tidak ada perbedaan antara sisi kiri dan kanan. Frekuensi infraoklusi
yang terjadi pada molar desidui mandibula 10 kali lipat lebih tinggi dibandingkan
22

dengan maksila. Gigi desidui yang terpendam dapat menyebabkan gangguan


perkembangan, seperti agenesis gigi, mikrodontia gigi insisivisu ateral rahang atas,
posisi palatal gigi kaninus rahang atas. Gangguan oklusal seperti gigi tetangga yang
miring menyebabkan berkurangnya ruang lengkung gigi, terutama ketika ankylosis
parah dari molar desidui kedua terjadi pada gigi bercampur awal. Penurunan panjang
lengkung telah terbukti terjadi pada 28-43% kasus pada molar desidui yang
terpendam, dengan molar dua mandibula paling umum terkait dengan kehilangan
ruang.29

2.2.3.1 Mekanisme
Mekanisme terjadinya molar desidui tidak diketahui, diduga berhubungan
dengan ankylosis, yang diesebabkan pengendapan tulang yang berlebihan selama
fase resopsi dan reposis (perbaikan) yang merupakan ciri normal resorpsi akar pada
gigi sulung. Beberapa gigi tidak pernah muncul dan dapat terjadi karena kegagalan
atau kegagalan parsial erupsi gigi terutama molar dua desidui.24

2.2.3.2 Gambaran klinis


Secara klinis, infraoklusi pada molar sulung yang mengalami ankylosis
menyebabkan molar desidui pada tingkat oklusal yang stabil, sedangkan gigi
tetangga mengalami erupsi terus-menerus karena pertumbuhan vertikal tulang
alveolar.29 Tingkat keparahan infraoklusi didefinisikan oleh Messer dan Cline pada
1980 sebagai ringan, sedang atau berat. Penting untuk mencatat tingkat keparahan
infraoklusi, sehingga jumlah dan perkembangan infraoklusi dapat dipantau.30
Secara klinis, beberapa gambaran terkait dengan infraoklusi, antara lain:
1. Gigi tetangga yang miring dengan gigi infraoklusi yang parah sering
terlihat walau dengan hanya sedikit penutupan ruang.
2. Derajat kemiringan gigi tetangga tampak sangat berbeda dari yang gigi
yang infraoklusi dengan penutupan ruang yang terjadi karena kehilangan awal gigi
sulung.
3. Eksfoliasi tertunda.
23

4. Cacat pada tulang.


5. Meningkatnya kerentanan terhadap karies gigi dan penyakit periodontal
pada kedua gigi tetangga.
6. Molar permanen yang tertahan erupsinya.31

Kalsifikasi infraoklusi

Ringan Diantara permukaan oklusal


dan kontak interproksimal,
kurang dari 2 mm.

Gambar 6. Gambaran klinis infraoklusi


ringan

Dalam margin okluso-gingiva


Sedang
dari kontak interproksimal.

Gambar 7. Gambaran klinis infraoklusi


sedang

Di bawah titik kontak


Berat
interproksimal

Gambar 8. Gambaran klinis infraoklusi


berat
24

Gambar 9. Gambar intraoral menunjukkan


infraoklusi pada gigi molar
sulung mandibula.6

2.2.3.3 Radiografi
Radiografi diperlukan untuk memverifikasi ada atau tidaknya gigi pengganti
molar terpendam. Radiografi juga menggambarkan bidang oklusal dan sering ada
cacat sudut tulang alveolar yang miring ke arah gigi yang ankylosis. Pada gambaran
radiografi menunjukkan ligament periodontal yang hilang disekitar akar gigi yang
terpendam dengan resoporsi akar yang berbeda. Radiografi periapikal panoramik,
oklusal, intraoral, dan CT dapat digunakan untuk memeriksa antara gigi yang
terpendam dan gigi tetangga.30

Gambar 10. Radiografi panoramik menunjukkan molar dua


sulung terpendam.6


25

2.2.3.4 Perawatan
Beberapa faktor yang akan mempengaruhi perawatan gigi yang mengalami
infraoklusi. Faktor-faktor ini harus dipertimbangkan ketika pasien datang ke praktik
dengan kasus infraoklusi untuk menentukan apakah mereka dapat dirawat dengan
tepat atau memerlukan rujukan dokter spesialis. Termasuk ada atau tidaknya gigi
permanen, usia dan keparahan, gigi tetangga yang miring, adanya anomali lain.
Anak-anak yang mengalami infraoklusi molar desidui harus melakukan
pemeriksaan radiografi untuk menilai keberadaan gigi permanen. Tinjauan
radiografi harus dilakukan jika ada perkembangan yang cepat atau perlu intervensi.
Alasan pertimbangan ekstraksi molar sulung yang mengalami infraoklusi dengan
gigi permanen meliputi: jalur erupsi yang berubah untuk gigi pengganti, kegagalan
resorpsi akar, terlambatnya gigi desidui tanggal setelah enam bulan, gigi tetangga
yang miring menyebabkan perbedaan oklusal. Ekstraksi harus dihindari pada anak-
anak yang mengalami gangguan sistem imun atau mereka yang memiliki gangguan
perdarahan. Ketika pasien datang dengan gigi molar desidui infra oklusi tanpa
pengganti permanen, keputusan harus dibuat apakah akan mempertahankan kondisi
ini atau mengekstraksi. Kebutuhan ortodontik pasien berperan dalam rencana
perawatan. Keputusan untuk mengekstraksi gigi ini dibuat karena beratnya
infraoklusi pada usia muda dan adanya bukti karies pada gigi. Infraoklusi yang
parah pada gigi molar desidui dapat menyebabkan gigi tetangga menjadi miring dan
hilangnya panjang lengkung. Infraoklusi juga dapat menyebabkan impaksi makanan
yang dapat meningkatkan risiko karies pada gigi yang infraoklusi atau gigi tetangga.
Kebersihan mulut harus ditekankan dan tindakan pencegahan harus diterapkan untuk
mengurangi risiko karies baik pada gigi yang mengalami infra oklusi maupun gigi
tetangga.30

2.2.4 Erupsi Gigi Ektopik


Erupsi berarti keluar dari posisi normal. Secara umum, erupsi ektopik
merupakan gangguan perkembangan pola erupsi atau keadaan erupsi yang abnormal
dari gigi permanen, ditandai dengan keluarnya gigi dari susunan yang normal dan
26

menyebabkan terjadinya proses resorbsi abnormal pada gigi tetangganya. Erupsi


ektopik dapat terjadi pada semua gigi, tetapi paling sering dijumpai pada gigi molar
permanen maksila dan gigi kaninus permanen maksila, diikuti oleh gigi kaninus
mandibula, gigi premolar kedua mandibula dan gigi insisivus lateralis maksila.
Prevalensi erupsi ektopik gigi molar pertama permanen adalah 2-6%, dan lebih
banyak terjadi di rahang atas dibanding rahang bawah, lebih cenderung pada anak
laki-laki dibanding anak perempuan, serta lebih sering unilateral dibanding bilateral.
Prevalensi ektopik kaninus adalah sekitar 1.5-2% dari seluruh populasi dunia.
Kondisi ini ditemukan dua kali lebih banyak pada anak perempuan dibandingkan
anak laki-laki. Kaninus maksila memiliki jalur erupsi terpanjang dibandingkan
dengan gigi-gigi yang lain, oleh karena itu terdapat kesempatan yang lebih besar
untuk berpindah di sepanjang jalur erupsi.1,7,32

2.2.4.1 Mekanisme
Erupsi ektopik mungkin berhubungan dengan salah satu dari tiga proses yang
berbeda, yaitu gangguan perkembangan, proses patologis, dan aktifitas iatrogenik.
Etiologi dari gigi ektopik tidaklah diketahui. Interaksi jaringan yang abnormal
selama perkembangan mungkin berpotensi mengakibatkan perkembangan gigi
dengan erupsi ektopik.
Etiologi dari erupsi ektopik maksila pertama permanen tidak dapat dengan
jelas dipahami meskipun demikian satu atau lebih kondisi-kondisi berikut terkait
dengan hal tersebut:32
a) Akibat dari ukuran molar pertama permanen dan atau gigi molar kedua
desidui lebih besar dari normalnya
b) Gigi bererupsi pada suatu sudut abnormal terhadap dataran oklusal
c)Pertumbuhan tuberositas terlambat, menghasilkan panjang lengkung yang
abnormal
d) Morfologi dari permukaan distal mahkota gigi molar kedua desidui dan
akar memberikan hambatan erupsi sehingga terjadi abnormalitas kemiringan gigi
permanen molar pertama.
27

Ektopik kaninus dapat terjadi karena variasi yang luas dari faktor etiologi
lokal dan sistemik. Menurut Guidance Theory, displacement kaninus di palatal
disebabkan kurangnya bimbingan aspek distal dari akar incisivus lateral selama
erupsi kaninus. Teori genetik dihubungkan dengan peningkatan insidensi impaksi
kaninus maksila pada anomali dental yang lain. Crowding juga berperan sebagai
faktor lingkungan penyebab perubahan erupsi ke bukal kaninus maksila (85%).
Retensi kaninus desidui juga menjadi penyebab defleksi kaninus maksila ke bukal.
Etiologi yang spesifik seperti kurangnya ruang, tanggalnya gigi desidui kaninus
sebelum waktunya, ankylosis, neoplastic formation, dilaserasi akar, dan posisi akar
yang abnormal dapat berpengaruh pada erupsi kaninus. Ektopik kaninus juga
dihubungkan dengan faktor genetik, hal ini menjelaskan terjadinya ektopik kaninus
pada beberapa anggota keluarga.1

2.2.4.2 Gambaran Klinis

Gambar 11. Foto intraoral pasien Keterangan: (A) tampak samping kanan, (B) tampak
depan, (C) tampak samping kiri (D) tampak oklusal rahang atas (E)
tampak oklusal rahang bawah.
28

Gambar 12. Gambaran foto panoramik

Klasifikasi erupsi ektopik menurut Sweet berdasarkan berikut ini4 :


1. Erupsi insisivus lateral mandibula permanen yang menyebabkan kehilangan
gigi kaninus desidui
2. Erupsi molar pertama maksila permanen yang menybabkan kehilangan gigi
molar dua desidui
3. Erupsi insisivus lateral maksila yang dimulai dari kaninus desidui
4. Erupsi molar pertama mandibula permanen yang menyebabkan kehilangan
molar kedua desidui
Sedangkan erupsi ektopik molar pertama permanen menurut klasifikasi Young
(1957) ada dua jenis, yaitu3,4,5
A. Reversibel (jump), pada erupsi ektopik reversibel, gigi molar pertama
permanen akan membebaskan dirinya dari posisi yang terkunci dan mengadakan
erupsi ke posisi normal dalam lengkung rahang
B. Irreversibel (hold), pada erupsi ektopik irreversibel, gigi molar pertama
permanen tetap berkontak dengan bagian distal gigi molar kedua desidui pada
daerah servikal, sehingga gigi molar pertama permanen menjadi impaksi di apikal
prominensia distal mahkota gigi molar kedus desidui tersebut. Maka untuk
membebaskannya dibutuhkan perawatan.
Erupsi ektopik juga dapat diklasifikasikan berdasarkan pengaruhnya pada gigi
molar kedua desidui5
29

Grade 1: ringan, yang menyebabkan resorpsi terbatas pada sementum atau


dengan penetrasi dentin minimum dari molar kedua desidui
Grade 2: sedang, yang menyebabkan resorpsi dentin tanpa melibatkan pulpa
dari molar kedua desidui
Grade 3: resorpsi parah, yang menyebabkan akar distal yang mengarah ke
mengekspose pulpa dari molar kedua desidui 4.
Grade 4: resorpsi sangat parah, yang mempengaruhi akar mesial molar kedua
desidui.

2.2.4.3 Radiografi

Ketika erupsi ektopik diketahui, gigi molar pertama permanen belum erupsi
atau baru erupsi sebagian. Pada kasus-kasus ini, keadaan tersebut terus diamati serta
pemeriksaan radiografi dari daerah tersebut dilakukan selama 3 sampai 6 bulan.
Perawatan diperlukan bila gigi molar pertama permanen masih terkunci pada akhir
periode pengamatan. Tujuan perawatan adalah menjauhkan gigi yang erupsi ektopik
dari gigi yang sedang diresorpsinya.

2.2.4.4 Perawatan
Cara-cara perawatan erupsi ektopik dapat diklasifikasikan dalam 3 bentuk
dasar yaitu:32
1. Bentuk pertama yaitu alat yang ditempatkan pada daerah kontak ini jarang
digunakan. Bila dilihat dari atas alat ini sepertinya berada dibawah daerah kontak
yang kemungkinan dapat menyebabkan terjadinya perforasi perlekatan epitel molar
sulung yang menjadi jalan masuk cairan mulut selanjutnya terjadi infeksi dan
akhirnya kehilangan gigi. Lagipula beberapa dokter gigi yang menggunakan kawat
Brass menemukan kawat tersebut hilang setelah pergerakan ke arah distal tercapai,
dan gigi molar permanen sering kembali ke posisi ektopik semula.
2. Bentuk yang kedua terdiri dari pesawat cekat yang dilekatkan pada satu
atau beberapa gigi untuk mengikat molar satu permanen dan menggerakkannya ke
30

distal. Humphery pada tahun 1962, adalah orang yang pertama sekali menguraikan
perawatan jenis ini, dimana dia memasang cincin pada gigi molar dua sulung,
dipatrikan pada kawat berbentuk S dan bagian yang bebas dari kawat ini diikatkan
pada preparasi oklusal yang kecil dari molar satu permanen. Dua tahun kemudian,
Braden mengusulkan penjangkaran bilateral dengan menggunakan satu lengkung
kawat lingual Merschon dari suatu pegas yang dihubungkan pada bagian mesial dari
gigi yang ektopik. Akhir-akhir ini, dokter gigi suka memasang band pada molar dua
sulung danmengarahkan kekuatan ke arah distal melalui suatu kawat atau rantai
elastis di bagian mesial atau retainer resin yang dilekatkan pada permukaan oklusal.
Keuntungan menggunakan bentuk perawatan ini pada kenyataannya tidak
membahayakan integritas perlekatan epitel. Sebagai tambahan, keberhasilan yang
maksimal telah dicapai dengan menggunakan teknik ini. Kerugiannya adalah waktu
yang dibutuhkan di klinik dan laboratorium bertambah.
3. Cara perawatan yang terakhir yaitu pencabutan molar dua sulung dan
kemudian menempatkan suatu plat untuk menuntun molar keposisinya yang tepat
atau membiarkannya erupsi dan selanjutnya menggerakkannya ke distal. Kerugian
menggunakan cara ini adalah dapat mengakibatkan hilangnya gigi sulung dan
membutuhkan mekanik yang rumit untuk menuntun atau menggerakkan molar
permanen ke posisi yang normal. Cara ini dipilih pada waktu molar dua sulung harus
dicabut, karena infeksi atau mobil yang disebabkan oleh resorbsi yang banyak.
Perawatan pada ektopik gigi kaninus menggunakan perawatan ortodontik
dapat dilakukan dengan alat lepasan, cekat maupun kombinasi. Perawatan
ortodontik dengan hasil yang lebih baik dapat dicapai dengan penggunaan alat
ortodontik cekat. Keuntungan alat ortodontik cekat adalah: (1) dapat menggerakkan
gigi dalam berbagai variasi gerakan seperti bodily movement, rotasi, tipping, intrusi,
ekstrusi, dan root movement, (2) dapat digunakan pada berbagai macam maloklusi,
(3) multiple tooth movements secara simultan, (4) memungkinkan oklusi dan
pergerakan gigi yang lebih tepat, (5) kontrol penjangkaran yang lebih baik.1
31

2.2.5 Erupsi Gigi Tertunda


Erupsi gigi tertunda sering terlihat pada gigi kaninus rahang atas. Gigi kaninus
rahang atas tumbuh tinggi di rahang atas dan merupakan satu-satunya gigi yang
harus turun lebih dari panjangnya untuk mencapai posisinya di lengkung gigi.
Ketika kondisi patologis dikesampingkan, etiologi erupsi gigi tertunda pada gigi
kaninus merupakan multifaktorial. Menurut Becker et al, kasus erupsi gigi tertunda
pada gigi insisivus lateral sering terjadi.8
Mucosal barrier juga telah dilaporkan sebagai etiologi erupsi gigi tertunda.
Kegagalan folikel gigi erupsi untuk bersatu dengan mukosaakan memperlambat
kerusakan mukosa dan merupakan suatu penghalang. Hiperplasia gingiva yang
terjadi dari berbagai penyebab (hormonal atau faktor keturunan, defisiensi vitamin
C, obat-obatan seperti fenitoin) dapat menyebabkan jaringan ikat padat atau kolagen
aselular berlebih yang dapat menyebabkan terjadinya erupsi gigi tertunda. Trauma
pada gigi desidui juga menjadi penyebab erupsi gigi tertunda pada gigi permanen.8

2.2.5.1 Mekanisme
Erupsi gigi tertunda telah dilaporkan terjadi dari 28% hingga 60% orang kulit
putih dengan gigi supernumerary. Gigi supernumerary dapat menyebabkan
crowding, perpindahan, rotasi, impaksi, atau erupsi gigi tertunda. Odontoma dan
tumor lainnya (baik pada gigi desidui dan permanen) juga dilaporkan dapat
menyebabkan erupsi gigi tertunda. Gigi insisivus sentral, insisivus lateral, dan
kaninus adalah gigi yang paling sering terkena pada rahang atas atau rahang bawah
baik gigi desidui dan permanen.8
Pada Down’s Sydrome, erupsi gigi desidui dan permanen tertunda
dibandingkan dengan populasi umum lainnya. Penyebab dari erupsi yang tertunda
pada anak-anak Down’s Syndrome tidak diketahui, karena kurangnya informasi
tentang faktor-faktor yang mengintervensi dalam proses erupsi normal. Namun,
erupsi yang tertunda pada anak-anak Down’s Syndrome tampaknya tergantung pada
keadaan trisomik. Resorpsi tulang terjadi selama erupsi pada anak-anak normal;
proses ini dapat ditekan pada anak-anak Down’s Syndrome.33
32

2.2.5.2 Radiografis
Gambaran radiografi panoramik menunjukkan erupsi gigi tertunda pada gigi
molar dengan pembesaran maksila kiri. Gigi molar desidui mempengaruhi erupsi
gigi tertunda.34

Gambar 13. Gambararan radiografis erupsi gigi tertunda

2.2.5.3 Perawatan
1. Pertimbangan untuk mencabut atau mempertahankan gigi yang
mempengaruhi erupsi gigi yang tertunda.
2. Melakukan pembedahan untuk menyingkirkan hal yang mengganggu.
3. Melakukan pembedahan pada gigi yang tertunda erupsinya.
4. Penggunaan pesawat ortodontik
5. Menciptakan ruang dan mempertahankan ruang.
6. Diagnosa dan perawatan untuk penyakit sistemik yang menyebabkan erupsi
yang tertunda.
33

BAB 3
LAPORAN KASUS

Pada proses erupsi gigi dapat dijumpai beberapa kelainan diantaranya,


ankylosis, natal teeth, submergedteeth, erupsi ektopik dan erupsi tertunda. Pada
makalah ini kami membahas beberapa kasus yang berkaitan gangguan pertumbuhan
erupsi gigi seperti, ankylosis, natal teeth dan erupsi ektopik.

Laporan Kasus I
Menurut laporan kasus dari P.Cozzadkk yang melaporkan tiga bersaudara
dengan ras Kauskasoid yang saudara kembar berusia 8,5 tahun dan kakaknya berusia
10 tahun, didiagnosis memiliki gigi desidui maksila yang mengalami infraoklusi
dengan gigi premolar kedua. Pada hasil pemeriksaan menunjukkan kebersihan mulut
yang baik,tidak ada kelainan patologik jaringan lunak dan riwayat medis umum
baik. Pemeriksaan klinis menunjukkan bahwa kakaknya yang berusia 10 tahun
dengan wajah yang simetris dan perkembangan yang normal untuk usianya, dari
Pemeriksaan radiografi menunjukkan gigi molar pertama dan kedua kanan
mandibula yang mengalami ankylosis sebagian (84, 85) dengan benih gigi permanen
(44,45) pada posisi erupsi yang benar.

Gambar 14. Gambaran klinis gigi molar pada


maksila dipertahankan ditutupi
oleh jaringan di sekitarnya, Kasus
I.

34

Gambar 15. Radiografi panoramik menunjukkan:


submerged kedua gigi molar dua desidui
maksila dengan kedua premolar yang
mendasari; ankylosis parsial pada gigi molar
pertama dan kedua kanan mandibular
dengan benih gigi permanen; agenesia
dari gigi insisivus permanen lateral kanan
mandibular.

Pada adiknya (saudara kembar kedua) yang berusia 8,5 tahun dengan wajah
yang simetris dan perkembangannya normal untuk usianya. Dari pemeriksaan
radiografi menunjukkan gigi molar kedua kiri mandibula mengalami ankylosis
sebagian (85) dengan benih gigi permanen (45) dalam posisi yang benar.

Gambar 16. Gambaran klinis gigi molar kedua


desidui kanan maksila yang
infraoklusi.

35

Gambar 17. Radiografi panoramik menunjukkan: submerged gigi


molar kedua desidui kanan maksila dengan benih gigi
permanen yang mendasari berpindah tinggi di atas akar
premolar pertama; gigi molar kedua desidui kiri
mandibular mengalami ankylosis sebagian.

Pada saurada kembar ketiga, pasien laki-laki yang berusia 8,5 tahun dengan
wajah yang simetris dan pengembangan yang normal untuk usianya. Dari
pemeriksaan radiografi menunjukkan gigi molar kedua desidui kiri dan kanan
mandibula mengalami ankylosis sebagaian (75 &85)

Gambar 18. Gambaran klinis gigi molar kedua desidui kiri


maksila yang infraoklusi

36

Gambar 19. Radiografi panaromik menunjukkan: submerged


gigi molar kedua desidui kiri maksila dengan benih
gigi permanen yang mendasari pada posisi erupsi
yang benar; gigi molar kedua desidui kiri dan kanan
mandibular mengalami ankylosis sebagian; agenesis
pada gigi premolar kedua kiri mandibula.

Rencana perawatan pada kasus tersebut berupa ektraksi gigi yang mengalami
ankylosis lalu dilanjutkan dengan perawatan ortodonti dengan cervical extra oral
traction dan kontrol pada kakaknya dilakukan setiap bulan selama satu tahun,
sehingga gigi premolar kedua erupsi sempurna. Pada kasus saudara kembar kontrol
dilakukan setiap bulan selama dua tahun sehingga erupsi fisiologis gigi premolar
kedua. Penulis menyatakan bahwa perawatan pada kasus tersebut tergantung pada
usia pasien, derajat keparahaninfraoklusi, keparahan resorpsi akar, keparahan gigi
tetangga yang miring dan ada atau tidak benih gigi permanen.

Laporan Kasus II
Pada kasus kedua yaitu kelainan gigi natal dilaporkan seorang anak bayi
berusia 12 hari dirujuk oleh dokter anak ke Departemen Periodonsia dan
Pencegahan Gigi, BharatiVidyapeeth Dental Collegeand Hospital, Sangli, India,
dengan keluhan terdapat gigi pada daerah anterior rahang bawah sejak lahir dan
susah menyusui. Anak lahir dengan persalinan normal dengan berat badan 2,5 kg
(gambar A). Pada pemeriksaan intraoral, terdapat dua gigi pada daerah anterior
mandibula dan gigi natal menunjukkan posisi gigi 71 dan 81 (gambar B) dengan
37

mobiliti derajat II menurut klasifikasi Miller. Pada gigi terdapat deposit berwarna
kekuningan.
Ukuran dari mahkota, bentuk dan gambaran klinisnnya sama dengan gigi
normal. Gingiva terlihat sedikit membengkak. Gingiva pada maksila dan bagian
mandibula lainnya, lidah dan mukosa intraoral terlihat normal (gambar B). Hal ini
menyebabkan ketidaknyamanan pada ibu selama menyusui karena gigi natal
tersebut. Hal ini juga meningkatkan risiko dari tertelannya gigi tersebut karena gigi
natal tersebut memiliki mobiliti derajat II. Oleh karena itu, kedua gigi natal ini
disarankan untuk dicabut setelah dilakukannya profilaksis vitamin K. Radiografi
menunjukkan adanya penutup dari enamel dan dentin yang telah dikalsifikasi
(gambar C).

A B

C D

Gambar 20. A. Bayi baru lahir dengan gigi natal. B. Gigi natal pada anterior
mandibula C. Radiografi gigi natal. D. Gigi natal yang telah
diekstraksi
38

Gigi natal tersebut dicabut dengan menggunakan teknik infiltrasi lokal


adrenaline 2% Lignocainesetelah diaplikasikan anastesitopikal. Bayi harus dijaga
dengan baik agar tidak tertelan giginya. Setelah pencabutan, lakukan kuretase pada
soket untuk mencegah perkembangan sel pada dental papilla selanjutnya. Gigi
tersebut termasuk gigi normal yang belum dewasa (gambar D). Gigi tersebut lalu
dikirim ke laboratorium histopatologi untuk pemeriksaan lebih lanjut. Bagian
terkalsifikasi yang diwarnai dengan hematoksilin dan eosin menunjukkan enamel
hampir hilang karena dekalsifikasi, dentin dengan tubulus dentin, lapisan sel
odontoblastik dan jaringan pulpa muda yang menunjukkan struktur seperti gigi
normal (gambar F).
Instruksi setelah operasi diberikan dan didemonstrasikan pada bagian
pemeliharaan kebersihan mulut bayi kepada ibunya (gambar G). Lakukan kunjungan
berikutnya setelah 7 hari (gambar H) dan satu bulan (gambar 22) yang telah di
jadwalkan dan anak tetap dibawah pengawasan dokter gigi dan follow-up radiografi.
39

E F

G H

I
Gambar 21. E.Soket gigi yang baru diektraksi F. Gambaran histopatologi
G. Demonstrasi pemeliharaan kebersihan mulut pada bayi
H. Kunjungan 7 hari I. Kunjungan I bulan

Laporan Kasus III


Pada kelainan selanjutnya erupsi ektopik yang dilaporkan oleh Syed
Mohammed Yasen dkk pada tahun 2011, seorang anak laki-laki berusia 6,5 tahun
dengan pemeriksaan oral menunjukkan semua gigi desidui sudah erupsi. Pada
pemeriksaan radiografi periapikal menunjukkan adanya erupsi ektopik dari molar
permanen pertama kiri mandibula dengan resorbsi pada molar kedua desidui. Gigi
molar kedua resorbsi sampai mengenai jaringan pulpa. Tidak dijumpai adanya
40

mobiliti, perkusi negatif, dan tidak ada perubahan patologis pada periodontal.
Resorbsi juga terjadi pada akar distal molar kedua desidui mandibula kiri.

A B
Gambar 23. A. Pemeriksaan Klinis. B. Pemeriksaan Radiografi

Pada kasus ini dilakukan perawatan dengan bedah molar pertama permanen
yaitu mukosa diatas molar pertama dibuka dan diangkat dengan pisau bedah. Setelah
hemostatis, oklusal button ditempatkan pada bagian oklusal pertama permanen.
Oklusal button ditempatkan sejauh mungkin dimesial untuk mengurangi trauma
oklusal. Setelah itu molar band dipasang dimolar pertama desidui mandibula
dikedua sisi, karena molar kedua sudah mengalami resorbsi yang parah. Stainless
steel archwire standard 0.036 di adaptasi pada permukaan lingual dan disolder ke
band. U-Band disatukan didekat daerah desidui mandibula kiri dengan ekstensi
distal yang terdiri dari bentuk kait diujung terminal kawat. Piranti disemen dengan
kait distal yang melibatkan oklusal button yang ditempatkan pada mandibula
permanen yang terekspos melalui pembedahan. Molar pertama kiri dan U-Band
diaktifkan. Kontrol dilakukan setelah dua minggu dengan mengamati pergerakan
gigi. Kemudian dilakukan aktifasi loop. Setelah tiga minggu dilakukan kontrol untuk
menilai pergerakan secara klinis dan meminimalkan kemungkinan relaps. Lima
puluh enam hari kemudian, sementasi alat dilepaskan, oklusal button dibuka dan
pada gigi diaplikasikan pit dan fisur silen sebagai tindakan pencegahan untuk
mengurangi resiko karies. Dalam empat bulan molar pertama permanen sudah
bergerak dalam posisi yang tepat.
41

A B

C D
Gambar 24. A. Pembedahan eksposure gigi. B. Peletakan oklusal button. C. Disain
piranti. D. Perawatan di klinis.
42

BAB 4
PEMBAHASAN

Pada kasus ankylosis yang telah dipaparkan dalam laporan tersebut dilakukan
perawatan berupa ekstraksi pada gigi yang mengalami ankylosis kemudian
dilanjutkan perawatan ortodonti berupa cervical extraoral traction dan dilakukan
kontrol secara rutin. Berdasarkan literatur lain perawatan ankylosis tidak hanya
ekstraksi tetapi berupa perawatan ortodonti, luksasi dan kortikotomi. Perawatan
yang umum dilakukan apabila terjadi gangguan oklusal, pergeseran gigi tetangga
yang parah, kehilangan ruang, malposisi pada benih gigi permanen dengan resorpsi
akar desidui yang tidak teratur dan infraoklusi yang parah. Ekstraksi awal dan
pemeliharaan ruang jangka panjang akan menjadi pilihan perawatan pada kasus
ankylosis untuk mencegah pergeseran gigi, kehilangan ruang untuk benih gigi
pengganti dan pergeseran midline yang signifikan yang biasanya sulit untuk
diperbaiki. Tepi marginal dari gigi yang mengalami ankylosis baik pada gingiva atau
di bawah gingiva harus diekstraksi. P.Cozza memilih ekstraksi sebagai pilihan
perawatanya karena, ketiga pasiennya mempunyai benih gigi permanen pada posisi
erupsi yang benar. Penulis juga melakukan kontrol secara rutin untuk mengobservasi
erupsi gigi pengganti.
Perawatan pada kasus tanpa benih gigi pengganti tidak exfoliasi secara
spontan dan juga terlambat untuk tanggal dengan resorpsi akar yang sangat lambat
dapat diamati pada gigi yang mengalami ankylosis. Perawatan pada kasus seperti itu
tergantung pada faktor usia pasien, status oklusal dan perkembangan dan kondisi
gigi yang terkena. Jika perkembangan infraoklusi dan resorpsi akar sangat lambat
dan gigi mungkin bermanfaat, gigi tersebut ditinggalkan di lengkung gigi dan
digunakan sebagai pemelihara ruang alami. Namun, lama kelamaan resorpsi akar
dapat menyebabkan kehilangan gigi. Dengan demikian, ekstraksi sebaiknya
dilakukan sedini mungkin karena jika terlalu lama potensial untuk risiko kehilangan
tulang alveolar akan tambah. Setelah diekstraksi, perawatan ortodontik intervensi
untuk menutup ruang atau kemungkinan lain harus dipertimbangkan untuk menutup
43

ruang tersebut. Di sisi lain, gigi desidui yang mengalami ankylosis tanpa benih gigi
pengganti dapat tetap berfungsi untuk beberapa tahun, jika gigi sedikit terendam,
mahkota dapat diperpanjang secara vertikal oleh fabrikasi mahkota stainless steel
atau penambahan oklusal dari komposit untuk mengembalikan fungsi oklusi, sampai
prostesis yang lebih cocok dapat dibuat. Selain itu, penempatan mahkota akan
mempertahankan dimensi mesiodistal. Penegakkan diagnosis terhadap gigi ankylosis
sangat penting agar mendapatkan rencana perawatan yang sesuai sehingga estetik
dan fungsi pengunyahan dapat terkoreksi.
Pada laporan kasus gigi natal diatas menunjukkan bahwa gambaran klinis dan
ciri klinis pada kasus tersebut sama dengan gambaran klinis gigi natal pada
umumnya. Menurut teori gigi natal biasanya bermanifestasi dengan bentuk dan
ukuran bervariasi mulai dari yang kecil, berbentuk kerucut dan mungkin juga
menyerupai gigi normal. Mayoritas gigi natal dapat menunjukkan warna coklat
kekuningan/keputihan opak. Gigi tersebut melekat pada mukosa mulut dalam
banyak kasus karena perkembangan akar tidak lengkap atau rusak. Hal ini
menyebabkan mobiliti pada gigi, dengan risiko tertelan atau tersedot oleh anak.
Pada laporan kasus diatas, menunjukkan gigi anak mobiliti dan berisiko akan
tertelan oleh anak, maka dari itu rencana perawatan yang akan dilakukan adalah
mencabut gigi natal anak tersebut. Rencana perawatan tersebut juga
dipertimbangkan dari apakah ibu dapat memberi ASI secara baik atau tidak. Pada
laporan kasus ini dikatakan bahwa ibu susah memberi ASI pada anaknya, sehingga
perawatan terbaik adalah dengan mencabut gigi anak agar pemberian ASI dapat
memadai dan anak tercukupi nutrisinya. Prognosis pada laporan diatas menunjukkan
hasil yang baik, hal tersebut dapat dilihat dari follow-up dokter yang rutin dan juga
melihat secara radiografinya.
Tujuan perawatan molar pertama ektopik adalah pergerakan gigi secara distal
ke posisi normal dalam oklusi dan koreksi angulasimesial untuk mendapatkan
kembali ruang untuk erupsi normal dari premolar kedua. Berdasarkan pengaruhnya
pada gigi molar kedua desidui, kasus ini masuk ke dalam grade 3 dimana sudah
terjadi resorpsi yang parah, yang menyebabkan akar distal mengarah ke
44

mengekspose pulpa dari molar kedua desidui. Pada pemeriksaan radiografi


periapikal menunjukkan adanya erupsi ektopik dari molar permanen pertama kiri
mandibula dengan resorbsi pada molar kedua desidui. Gigi molar kedua resorbsi
sampai mengenai jaringan pulpa.
Pemilihan perawatan pada kasus ini dilakukan distal tipping, yaitu pergerakan
distal dari molar permanen pertama diperlukan dalam kasus resorpsi molar desidui
yang parah, dan molar permanen yang telah bergerak ke arah mesial. Molar pertama
permanen masih terkunci, perlu dilakukan pembedahan molar pertama permanen
yaitu mukosa diatas molar pertama dibuka dan diangkat dengan pisau bedah,
kemudian oklusalbutton ditempatkan pada bagian oklusal molar pertama permanen.
Setelah itu molar band dipasang dimolar pertama desidui mandibula dikedua
sisi, karena molar kedua sudah mengalami resorbsi yang parah dengan penjangkaran
bilateral menggunakan satu lengkung kawat lingual. Piranti disemen dengan kait
distal yang melibatkan oklusalbutton yang ditempatkan pada mandibula permanen
yang terekspos melalui pembedahan. Aktivasiloopdilakukan dan pergerakan gigi
diamati. Setelah molar pertama permanen sudah bergerak dalam posisi yang tepat,
piranti dilepas dan diaplikasikan pit dan fisursilen untuk mencegah terjadinya karies.
45

BAB 5
KESIMPULAN

Pertumbuhan dan perkembangan gigi merupakan yang harus diperhatikan


khususnya pada pertumbuhan gigi permanen anak. Pada tahap pertumbuhan gigi
tidak sedikit ditemukan kasus anak yang mengalamai erupsi gigi yang mana dapat
menyebabkan kelainan pada pertumbuhan gigi. Erupsi gigi merupakan proses
pergerakan gigi dari bawah gingiva hingga menembus gingiva. Erupsi gigi ini
bertahap seiring dengan berambahnya umur. Pada proses erupsi gigi ini dapat terjadi
permasalahan erupsi gigi. Ankylosis, natal dan neonatal teeth, submergeed
teeth/infraoklusi, erupsi ektopik, dan erupsi tertunda merupakan permasalahan-
permasalahan yang sering menyertai proses erupsi gigi. Permasalahan-permasalahan
tersebut mempunyai karakteristik yang khas. Beberapa diantaranya bahkan
memerlukan penanganan khusus agar kelainan gigi tidak berlanjut dan proses erupsi
gigi tidak terganggu. Kurangnya pengetahuan orangtua mengenai kelainan akibat
gangguan pertumbuhan dan perkembangan pada tahap erupsi gigi anak
menyebabkan kerugian pada anak. Berdasarkan uraian di atas seorang dokter gigi
perlu memiliki pemahaman yang mendalam tentang proses erupsi dan permasalahan
yang sering menyertai proses tersebut. Mengenali penyebab dan gejala klinis suatu
penyakit merupakan salah satu pedoman untuk dapat menetapkan diagnosa dan
membuat keputusan yang tepat terhadap tindakan perawatan yang diperlukan bagi
pasien
46

DAFTAR PUSTAKA

1. Kurniasih I. Permasalahan-permasalahan yang menyertai erupsi gigi.


Mutiara Medika 2008; 8(1): 52-59.
2. Shrestha A, Marla V. Developmental anomalies affecting the morphology of
teeth – a review. RSBO 2015; 12(1): 69-78.
3. Ranasinghe N, Kanthi R.Psychosocial impact of dental appearance and
associated factors among 15 year old school children in Anuradhapura
municipal council area, in Sri Lanka. Asian Pac. J. Health Sci. 2016;
3(4S):50-58.
4. Arhakis Aristidis, Boutiou Eirini. Etiology, Diagnosis, Consequences and
Treatment of Infraoccluded Primary Molars. The Open Dentistry Journal
2016; 10: 714-719.
5. Patil A, Shigli A, Mehta S, Zaparde N. Natal tooth-an overview and a case
report. Dentistry 2017; 7(1): 1-5.
6. SK Mishra, MK Jindal, Rajat Pratap Singh, Thomas R Stark, GS Hashmi.
Submerged and Impacted Primary Molars. Int J of Clinical Pediatric Dent
2010; 3(3): 211.
7. Heryumani J, Iman P. Perawatan kaninus ektopik menggunakan teknik beg
dengan pencabutan premolar kedua. MKGK 2015; 1(1): 39-45.
8. Suri L, Gagari E, Vastardis H. Delayed tooth eruption: Pathogenesis,
diagnosis, and treatment. A literature review. American Journal of
Orthodontics and Dentofacial Orthopedics. 2004; 126(4): 432-45.
9. Abadi N, Suparno. Perspektif orang tua pada kesehatan gigi anak usia dini.
Jurnal Obsesi: Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini 2019; 3(1): 161-169.
10. Nabila R, Primarti R. Ahmad I. Hubungan pengetahuan orang tua dengan
kondisi maloklusi pada anak yang memiliki kebiasaan buruk oral. J Syiah
Kuala Dent Soc 2017; 2(1): 12-18.

11. Avery JK dan Daniel JC. Essentials of oral histology and embryology. 3rd
ed., Missouri: Elsevier, 2006: 82-92.
47

12. Mary Bath-Balogh dan Margaret JF. Dental embryologi, histology, and
anatomy. 2 nd ed. Missouri: Elseiver, 2006: 61-91.
13. Minasari. Pengenalan Gigi. Medan: USU Press, 2011.
14. Almonaitiene R, Balciuniene I, Tutkuviene J. Factor influencing
permanen teeth eruption. Stimatologija Baltic Dental and Maxillofacial J.
2010; 12(3): 67-72.
15. Indriyanti R, Pertiwi ASP, dan Sasmita IS. Pola erupsi gigi permanen
ditinjau dari usia kronologis pada anak usia 6 sampai 12 tahun di
Kabupaten Sumedang. Laporan penelitian. Bandung: Fakultas Kedokteran
Gigi UNPAD, 2006.8-11.
16. Alhamda S. Nutrition status correlated to the first permanent mandibular
molar teeth of elementary school children in Lintau Bou Tanah Datar
Regency West-Sumatra. Indonesian Journal of Biomedical Sciences 2012;
6(2): 66-70.
17. Alruwaithi Moataz, Jumah Ahmad, Alsadoon Sultana , Berri Zeina , Alsaif
Miral. Tooth Ankylosis And its Orthodontic Implication. Journal of Dental
and Medical Sciences 2017; 16:108-112.
18. Jang Hayoung, Oh Sohee. Ankylosed Primary Molar and Eruption Guidance
of Succeeded Permanent Premolar : Case Reports. J Korean Acad Pediatr
Dent 2017; 44.1: 99-107.
19. Kusumadewy Widya, Ismania Ayu Nia. Penatalaksanaan kasus maloklusi
yang disertai dengan gigi sulung ankilosis tanpa benih gigi permanen. Jurnal
PGDI 2016; 65: 19-25.
20. Hadi Aslan, Marius Coval, Avi Shemesh, Mariel Webber, Galit Birnboim-
Blau.Ankylosed permanent teeth: incidence, etiology and guidelines for
clinical management. Medical and Dental Research 2018; 1(1): 1-11.
21. Cozza.P, Gatto.R, Ballanti.F, Toffol De. L, Mucedero.M. Case report: severe
infraocclusion ankylosis occurring in siblings. European Journal Of
Paediatric Dentistry 2004; 3: 174-178.
48

22. Campbell Karen M, Casas Michael J, Kenny David J. Ankylosis of


Traumatized Permanent Incisors: Pathogenesis and Current Approaches to
Diagnosis and Management. JCDA 2005; 71: 763-768.
23. Suprabha BS, Pai SM. Ankylosis of primary molar along with congenitally
missing first permanent molar. Journal of Indian Society of Pedodontics and
Preventive Dentistry 2006; 24: 35-37.
24. Cameron A, Widmer R. Handbook of Pediatric Dentistry. 4th ed. Canbera:
Mosby Elsevier, 2013: 320-321.
25. McDonald R, Avery D, Dean J. Dentistry for the Child and Adolescent. 9th
ed. Missouri: Mosby Elsivier, 2011: 157.
26. Malki G, Al-Badawi E, Dahlan M. Natal teeth: a case report and reappraisal.
Case Reports in Dentistry 2015: 1-5.
27. Mhaske S, Yuwanati M, Mhaske A, Ragavendra R. Review article natal and
neonatal teeth: an overview of the literature. ISRN Pediatric 2013: 1-3.
28. Raghavendra MS, Shailja H, Sujata R, Nilesh D, Somsundar M , Sonal J,
Arpita P. Submerged Permanent First Molar: Report of Two Cases.
Chhattisgarh Journal of Health Sciences 2013;1(1): 107.
29. A Arhakis, E Boutio.Etiology, Diagnosis, Consequences and Treatment of
Infraoccluded Primary Molars. The Open Dent J 2016;(10): 715-6
30. Dr Mary MG, Dr Anne OC. Management of primary molar infraocclusion in
general practice. J Ir Dent Assoc 2014. 60(4):192-8. (
31. P. Cozza, R.Gatoo,F.Balanti,L.De Toffol,M.mucedero. Case report: severe
infraocclusion ankylosis occurring siblings. European J of Pediatric
2004;3:174-5
32. Hermina T. Perawatan gigi molar pertama permanen yang erupsi ektopik.
2004 Digitized by USU digital library.
33. Wang Y, Zhao Y, Ge L. Delayed Eruption of Permanent Teeth in an
Adolescent With Down’s Syndrome: A Case Report. J Med Cases. 2015;
6(6): 277-8.
49

34. Kuklani RM, Nair MK. Segmental Odontomaxillary Dysplasia: Review of


the Literature and Case Report. International Journal of Dentistry. 2010; 1-7.
35. Rao R, Mathad S. Natal teeth: case report and review of literature. JOMFP
2009; 13(1): 42-46.

Anda mungkin juga menyukai