Anda di halaman 1dari 26

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar belakang

Dunia kesehatan mengharuskan bagai pelaku yang memberikan jasa dan


layanan untuk lebih mengetahui mengenai ilmu-ilmu dengan sangat rinci
mengenai bidangnya sehingga pelayanan diberikan mampu memberikan
kepuasan dan hasil yang baik pada pasiennya. Untuk hal itu, Dokter Gigi pun
perlu mengetahui, mempelajari, dan mendalami bidangnya. Kasus akan
keluhan sakit gigi dan gigi ngilu sangat banyak terjadi di Indonesia. Tidak
hanya itu, keluhan-keluhan berkaitaan gigi hampir selalu ada dan sangat
banyak di Indonesia. Tak dipungkiri, keluhan itu bisa terjadi pada orang dewasa
dan anak-anak

1.2. Scenario

Seorang Ibu mengantar anak perempuannya yang berusia 12 tahun ke


RSGM karena gigi anak tersebut tampak buram kecoklatan pada hampir semua
giginya. Keluhan tersebut dirasakan sejak lama. Pasien tidak merasakan ngilu.
Informasi dari ibunya, sewaktu balita si anak sering menderita sakit infeksi.
1.3. Kata kunci

1. Fraktur/ Patah. Anak perempuan berusia 12 tahun


2. Keluhan tersebut sudah dirasakan sejak lama.
3. Gigi buram Kecoklatan
4. Tidak merasa ngilu
5. Infeksi sewaktu balita

1.4. Rumusan masalah

1. Bagaimana pertumbuhan dan perkembangan pada gigi anak tersebut?


2. Apa yang menyebabkan perubahan warna gigi pada anak tersebut apa
karena disebabkan karena keturunan atau infeksi penyakit yang diderita,
bagaimana proses terjadinya dan bagaimana cara mengatasinya?.
3. Apa penyebab dan infeksi Anomali dan jenis-jenis anomali pada gigi dan
termasuk jenis anomali apakah yang diderita oleh anak tersebut?
4. Apakah perubahan warna gigi dan apakah warna gigi pada anak tersebut
dapat kembali seperti semula?.
5. Apakah hubungan pada gigi yang tampak buram kecoklatan dengan
kondisi gigi yang tidak merasakan ngilu dan mengapa pasien tidak
merasakan ngilu?.
6. Apakah kemungkinan terburuk yang akan terjadi apabila penyakit ini
dibiarkan pada anak tersebut dan bagaimana cara mengatasi masalah gigi
anak yang tampak buram kecoklatan?
BAB II

BATASAN TOPIK

2.1. Tujuan pembelajaran

1. Mahasiswa mampu menjelaskan tentang embriologi gigi.


2. Mahasiswa mampu menjelaskan jenis-jenis anomali gigi.
3. Mahasiswa mampu menjelaskan kelainan pertumbuhan dan
perkembangan gigi.
4. Mahasiswa mampu menjelaskan penyebab gigi pada anak perempuan
tampak buram kecoklatan.
BAB III

PEMBAHASAN

3.1. Pertumbuhan dan perkembangan gigi

3.1.1. Embriologi Gigi

1. Tahap inisiasi ( Bup stage )


Tahap permulaan kuntup gigi ( bud) dari jaringan epitel
mulut. Tahap terbentuknya lamina dental yang merupakan
jaringan epitel yang mengalami penebalan ditempat gigi akan
muncul nantinya. 1,2

Gambar 1. Bud stage. 1. Proliferasi epitel oral, 2. Dental lamina,


Ridge gigi permanen, 4. Organ enamel, 5. Mesenkim jaw ( jaw
mesenchyme), 6. Cavitas oral 1
2. Tahap proliferasi ( Cup stage )
Tahap pembiakan/proliferasi sel-sel menjadi organ
enamel dan perluasan dari organ enamel. Sel-sel yang
mengalami prolifersai akan mengalami pembesaran dan
membentuk seperti topi / cap (Lapisan sel mesenkim
(memadat) membentuk dentin papila kemudian membentuk
dentin dan pulpa. Jaringan mesenkim di bawah dentin papilla
memadat dan, fibrosa menjadi sementum).

Gambar 2. Cup stage. 1. Dental papilla , 2. Dental sac, 3. Inner dental


epithelium, 4. Outer dental epithelium, 5. Mesenkim jaw ( jaw
mesenchyme), 6. Dental Lamina, 8. Ridge gigi permanen ( Permanent
teeth ridge), 9. Reticulum stellata. 1

3. Tahap histodeferensiasi ( Bell stage )


Tahapan spesialisasi dari sel-sel, yang mengalami
perubahan histologist dalam susunannya (sel-sel epitel
bagian dalam dari organ enamel menjadi ameloblast yang
kemudian nantinya menjadi email, sel-sel perifer dari organ
dentin pulpa menjadi odontoblast yang kemudian nantinya
menjadi dentin). Dalam artian lain, Jaringan epitel
merangsang jaringan mesoderm, dan jaringan mesoderm
mendorong lagi jaringan epitel selama perkembangan tahap
ini, maka perubahan sel ini menghasilkan epitelium enamel
bagian luar, retikulum stelata, epithelium bagian dalam yang
pecah menjadi stratum intermediat dan ameloblas. 1,2

Gambar 3. Bell stage. 1. Outer dental epithelium, 2. Inner dental


epithelium, 3. Reticulum stellata, 4. Dental sac, 5. Dental papilla jaw
mesenchyme, 6. Ridge gigi permanen ( Permanent teeth ridge), 7.
Squamos epitel berlapis dan tidak terkeratinasi. 1

4. Tahap morfodifferensiasi (Late bell stage)


Tahapan yang susunan dari sel-sel pembentuk sepanjang
dentino enamel dan dentino cemental junction akan
dating/muncul, yang akan memberi garis luar dari bentuk dan
ukuran korona dan akar yang akan dating. Dalam artian lain,
dengan berlanjutnya proliferasi dan difrensiasi benih gigi,
organ enamel akan terlihat berbentuk seperti sebuah bel yang
menyelubungi papila dental. Dalam hal ini ameloblas,
odontoblas dan sementoblas mengendapkan enamel, dentin
dan sementum serta memberikan bentuk dan ukuran yang
khas pada gigi. 1,2
Gambar 4. Late bell stage. 1. Reticulum stellata, 2. Inner dental
epithelium, 3. Enamel, 4. Dentin, 5. Predentin, 6. Lapisan odontoblas 7.
Dental papilla, 8. Ameloblast. 1

5. Erupsi intraoseus

a. Tahap aposisi
Tahap pengendapan dari matriks enamel dan dentin
dalam lapisan tambahan serta sementum. Pertumbuhan
aposisi ditandai oleh pengendapan yang teratur dari bahan
ekstraselular yang mempunyai kemampuan sendiri untuk
pertumbuhan selanjutnya. 9,10

b. Tahap kalsifikasi
Tahap pengeseran dan juga pengendapan dari matriks
oleh pengendapan garam-garam kalsium. Kalsifikasi
dimulai didalam matriks yang sebelumnya telah
mengalami deposisi dengan jalan presipitasi dari bagian
ke bagian lainnya dengan penambahan lapis demi lapis.
1,2
Gambar 5. 1. Erupsi intraoseus. 1

3.1.2. Erupsi Gigi

Erupsi merupakan tahap Pergerakan gigi ke dalam rongga mulut.1


Adapun 3 proses erupsi, yaitu :
1. Tahap Pre Erupsi
Pada tahap ini pergerakan gigi berada pada tahap persiapan
erupsi. Pada tahap ini terjadi proses pertumbuhan dan
perkembangan benih gigi di dalam tulang alveolar sebelum
terbentuknya akar gigi. Selama tahap ini gigi tumbuh pada
berbagai arah untuk mempertahankan posisinya di dalam rahang
yang juga berkembang. Ini dapat terjadi dengan pertumbuhan
yang eksentrik dan pergerakan seluruh benih gigi (bodily
movement). Bodily movement adalah suatu pergeseran
keseluruhan benih gigi, dimana hal ini akan mengakibatkan
terjadinya resorbsi tulang pada arah gigi itu bergerak dan
pembentukan tulang pada tempat sebelumnya.23

2. Tahap prefungsional
Tahap ini dimulai dengan inisiasi pembentukan akar gigi dan
akan berakhir ketika gigi mulai mencapai kontak oklusal. Ada 5
kejadian utama selama tahap ini, yaitu:
a. Tahap sekretoris dari amelogenesis telah lengkap, tepat
sebelum pembentukan akar dimulai.
b. Tahap intraoseus terjadi ketika pembentukan akar dimulai
sebagai hasil dari proliferasi epitel pelindung akar dan
jaringan mesenkim dari papila dan folikel gigi.
c. Tahap supraoseus dimulai ketika bagian oklusal gigi yang
sedang bererupsi bergerak melalui bagian bawah tulang dan
jaringan ikat dari mukosa mulut.
d. Ujung mahkota melewati rongga mulut dengan cara merusak
pusat lapisan ganda sel epitel. Terobosan ini kemudian
dipenuhi oleh ujung mahkota.
e. Gigi yang sedang erupsi kemudian bergerak ke oklusal pada
jarak yang maksimal dan terlihat paparan secara berangsur-
angsur dari munculnya mahkota klinis. 23

3. Tahap fungsional
Pada tahap ini mahkota gigi telah tumbuh maksimal dan
telah terjadi penyesuaian kontak maksimal dengan gigi yang
berada pada rahang yang berlawanan. Gigi telah bererupsi
sempurna dan dapat berfungsi secara normal. Erupsi
fungsional gigi sangat bervariasi setiap individu. 23

3.2. Jenis anomali gigi

3.2.1. Pengertian anomali gigi

Anomali gigi merupakan kelainan gigi atau perubahan yang terjadi


dan berbeda dengan keadaan normal suatu gigi atau bertentangan dengan
yang normalnya dan sering terjadi di masa kanak-kanak.3,4 Anomali gigi
dapat berupa variasi jumlah, ukuran,morfologi, atau pola erupsi gigi, dan
perubahan warna. Ada berbagai anomali di antara populasi yang berbeda
di dunia. Anomali dapat disebabkan karena faktor genetik atau
lingkungan.5

3.2.2. Anomali bentuk

1. Geminasi
Geminasi atau bisa juga disebut sebagai gigi kembar atau,
gigi berfusi. Hal ini sering terjadi di gigi anterior. Secara
rinci, geminasi gigi merupakan suatu kondisi ada satu akar
namun mahkotanya nampak membelah secara menyeluruh
maupun hanya sebagian dari mahkotanya.6

Gambar 6. Geminasi incisivus central rahang atas 7

2. Fusi
Pindborg mendefinisikan fusi gigi sebagai kombinasi
atau gabungan antara dua atau lebih gigi (email atau dentin)
yang berkembang menjadi suatu kesatuan gigi yang
berukuran lebih besar dibandingkan pada umumnya.8 Hal ini
biasanya terjadi di gigi sulung anterior.9 Terdapat fusi secara
total, apabila fusi dimulai sebelum tahap kalsifikasi dan fusi
secara pasrsial, bila fusi dimulai di tahap-tahap selanjutnya.10

A B
Gambar 7-8. A. Fusi incisivus lateral dengan caninus. B. Fusi incisivus
central dengan incisivus lateral 7

3. Dens Invaginatus
Dens Invaginatus atau juga dapat disebut dens in dens
yang berarti adanya gigi dalam gigi.7 Anomali ini terjadi
karena adanya invaginasi email atau dentin.11 email yang
membungkus dentin kadang memiliki tanduk pulp ramping
yang memanjang ke jarak yang berbeda di dalam inti
dentinal. Ketika DE muncul di daerah anterior, biasanya
diamati pada permukaan lingual dan dikenal sebagai Talon’s
Cusp. 12

Gambar 9. Posisi dens in dente incisivus lateralis maksila 13


3.2.3. Anomali jumlah

1. Hipodonsia
Hipodonsia ialah anomali yang merujuk ke keadaan
kehilangan gigi secara kongenital. Anomali ini memberikan
nilai minus bagi penampilan seseorang, memberikan peluang
untuk menderita maloklusi, kerusakan periodontal, tidak
tercukupi pertumbuhan tulang alveolar, kemampuan
mengunyah yang kurang, tidak lancer dalam pengucapan dan
masalah lainnya.14 Selain itu, cacat herediter yang merujuk
ke mesenkim memberikan peluang pasien untuk menderita
hipodonsia. 15

Gambar 10. Hypodontia gigi premolar kedua pada rahang


atas dan rahang bawah dan kaninus rahang
atas13

2. Anodontia
Anodonsia ialah anomaly yang merujuk akan keadaan
kegagalan perkembangan gigi secara menyeluruh yang
menyebabkan tidak memiliki gigi apapun, mencakup gigi
decidui maupun permanen.16 Anodonsia ialah anomali yang
berarti kehilangan seluruh giginya secara kongenital. 17
Gambar 11. Anodontia

3. Supernumary teeth
Supernumerary merupakan kelebihan jumlah gigi satu
atau lebih dari jumlah normal gigi.18. Supernumerary teeth
terjadi pada 1-4 % populasi, dapat terjadi baik pada gigi
desidui maupun gigi permanen, namun paling sering terjadi
pada gigi permanen dan kebanyakan di rahang atas.19.
Sebagian besar kasus gigi supernumerary dilakukan
pencabutan dengan pertimbangan agar tidak menghalangi
erupsi gigi permanen.20

Gambar 12. Supernumery teeth berdasarkan gambar radiografi-nya.

3.2.4. Anomali ukuran

1. Mikrodonsia
Mikrodonsia berarti gigi memiliki ukuran yang lebih
kecil dari ukuran gigi normal.. Diagnosa mikrodonsia tidak
dapat di aplikasikan pada kasus anomali geminasi, fusi atau
magnification.1Kondisi mikrodonsia lebih sering terjadi bila
dibandingkan dengan makrodonsia. Kasus mikrodonsia
generalisata sangat jarang terjadi, biasanya terjadi pada
pasien dengan dwarfisme pituitary. Kasus mikrodonsia
paling sering terjadi pada gigi insisivus lateralis dan molar
tiga.21

Gambar 13. Mikrodontia

2. Makrodontia
Makrodonsia menggambarkan ukuran gigi yang lebih
besar dari normal. Ketika gigi dalam ukuran yang normal
namun terdapat pada rahangyang kecil dapat disebut juga
dengan makrodonsia. Makrodonsia jarang terdapat pada
semua gigi, tetapi lebih umum pada kelompok gigi tertentu
atau pada satu gigi. Makrodonsia mungkin bisa terlihat pada
penyakit pituitary gigantisme. Penyebab makrodonsia sampai
sekarang belum diketahui. Makrodonsia kemungkinan
memiliki hubungan dengan gigi berjejal, maloklusi dan
impaksi. Revalensi makrodonsia adalah sebesar 0,2%,
Makrodonsia kebanyakan terjadi pada laki-laki.21
Gambar 14. Makrodontia.

3.2.5. Anomali erupsi

1. Transposisi
Transposisi adalah kondisi dimana dua gigi saling
bertukar posisi.Transposisi gigi yang sering terjadi adalah
bertukarnya kaninus permanen dengan premolar pertama
(lebih sering dari pada insisivus lateral). Premolar kedua juga
mungkin terletak di antara molar pertama dan molar kedua.
Transposisi pada gigi susu jarang ditemui. Transposisi dapat
timbul disertai dengan hypodonsia ,supernumerary atau
terdapat persisten gigi susu. 22

Gambar 15. Transposisi

2. Natal Teeth
Gigi natal merupakan gigi yang sudah tumbuh pada
masa kelahiran. Publikasi pertama gigigigi natal dan gigi
neonatal tahun 1950, dari 24 kasus yang dilaporkan. Gigi
natal lebih sering pada rahang bawah depan sebesar 85%,
diikuti rahang atas depan sebesar 11%, gigi kaninus sebesar
3% dan molar sebesar 1%. Bentuk dan ukuran gigi natal
biasanya normal meskipun ada beberapa kasus dilaporkan
berbentuk mikrodonsia dan konus dengan warna kuning
opak.22

Gambar 16. Natal teeth.

3. Krista Erupsi
Kista Erupsi merupakan suatu variasi dari kista
dentigerous yang mengelilingi gigi yang sedang erupsi. Kista
ini seringkali terlihat secara klinis sebagai suatu lesi kebiru-
biruan, translusen, dapat ditekan, asimptomatik, lesi
berbentuk kubah (dome-shape) dari alveolar ridge. Kista bisa
pecah secara spontan pada saat erupsi gigi. Trauma pada kista
dapat menyebabkan perdarahan dan timbul rasa sakit.
Perawatan tidak diperlukan bila gigi dapat erupsi sendiri
akibat penekanan lesi. Kista akan menghilang secara spontan
tanpa menimbulkan komplikasi. Jika terdapat hambatan
erupsi, maka dilakukan teknik pembedahan marsupialisasi. 22
Gambar 17. Crista erupsi.

3.2.6. Anomali perubahan warna

Salah satu kelainan pertumbuhan gigi pada anak adalah


perubahan warna gigi. Diskolorisasi ada 2, yaitu:
1. Perubahan Warna Gigi Intrinsik
Perubahan warna gigi akibat noda yang terdapat di
dalam enamel atau terjadi semasa pembentukan struktur gigi
pada dentin yang disebabkan oleh penumpukan tetrasiklin di
dalam struktur gigi.36 Penyebab perubahan warna gigi secara
intrinsik antara lain, yaitu sistemik, metobolisme, genetik,
serta local. Noda intrinsik, jika superfisial dapat dihilangkan
dengan teknik mikroabrasi. 22

Gambar 18. Warna Gigi Instrinsik


2. Perubahan Warna Gigi Ekstrinsik
Perubahan warna gigi secara ekstrinsik adalah
perubahan warna pada permukaan luar gigi dan biasanya
berasal dari faktor lokal.36 Gigi yang mengalami perubahan
warna secara ekstrinsik sulit dihilangkan dengan cara
menyikat gigi. Penyebab perubahan warna gigi secara
ekstrinsik yaitu chromogens yang berasal dari asupan diet
seperti kopi, teh, wortel, coklat, tembakau, larutan kumur
atau plak pada permukaan gigi. 22

Gambar 19. Warna Gigi Enstrinsik

3.3. Kelainan pertumbuhan dan perkembangan

3.3.1. Inisiasi (Bud Stage)

Terjadi pada minggu ke-5 sampai dengan ke-6 Intra Uterin


(IU). Epitel ektoderm akan mengalami penebalan pada saat embrio
berusia 6 minggu. Penebalan tersebut masuk ke dalam jaringan
mesenkim di bawahnya sepanjang rahang atas dan bawah atau
yang dikenal dengan istilah lamina dentalis. Selain itu, sisi bukal
dan labial dari penebalan tadi juga terjadi penebalan yang masuk
ke dalam jaringan mesenkim di bawahnya yang disebut lamina
vestibularis. Nantinya lamina vestibularis akan menjadi
vestibulum oris. Setelah lamina dentalis terbentuk, pada beberapa
tempat di sebelah labial dan bukal akan terbentuk organ email.
Kelainan gigi yang akan terjadi jika terjadi gangguan pada tahap
ini yaitu jumlah gigi, seperti supernumerary teeth, agenesis, dan
lain sebagainya. 24

3.3.2. Proliferasi (Cap Stage)

Terjadi pada minggu ke-9 dan ke-10 IU. Pada tahap ini, organ
email terus berproliferasi dan memadat hingga membentuk
bentukan seperti topi. Mesenkim yang berasal dari krista neuralis
yang terletak di lekukan atau cekungan dari bentukan yang
menyerupai topi tadi yang kemudian membentuk papila gigi.
Papila gigi yang dikelilingi oleh organ enamel akanberdiferensiasi
menjadi pulpa. Pada tahap ini organ enamel akan membentuk
empat lapisan sel, yaitu outer enamel epithelium, retikulum stelata,
stratum intermedium, dan inner enamel epithelium. Outer enamel
epithelium mengandung sel kuboid, retikulum stelata memiliki sel
poligonal dan inner enamel epithelium mengandung sel columnar.
Kelainan gigi yang akan terjadi jika terjadi gangguan pada tahap
ini sama seperti tahap inisiasi yaitu jumlah gigi, seperti
supernumerary teeth agenesis, dan lain sebagainya. 24 Semua tahap
akan sangat berpengaruhi terhadap bentuk, sifat, dan segala
sesuatu yang berkaitan dengan gigi.
3.3.3. Histodiferensiasi (Bell Stage)

Seiring pertumbuhan dan perkembangan cap stage serta


semakin dalamnya lekukan gigi akan mulai berbentuk seperti bel.
Sel ektomesenkim dari papilla dentis yang terletak dekat dengan
inner enamel epithelium akan berdiferensiasi menjadi odontoblas
yang kemudian menghasilkan dentin. Kemudian lapisan dentin
mulai mengalami penebalan sementara odontoblas mundur ke
dalam papila dentis, menyisakan suatu tonjolan sitoplasma tipis
yang disebut prosesus dentalis di belakang dentin pada minggu ke-
14 IU. Sel epitel pada inner enamel epithelium akan
berdiferensiasi menjadi ameloblas yang merupakan sel pembentuk
email. Email akan menebal sehingga ameloblas mundur ke dalam
reticulum stelatum dan menyisakan suatu membran tipis yang
disebut kutikula dentis di permukaan email yang akan mengelupas
saat gigi telah erupsi. Pembentukan akar gigi dimulai saat lapisan
epitel gigi menembus ke dalam mesenkim di bawahnya dan
membentuk selubung akar epitel. Sel-sel papila dentis
menempatkan suatu lapisan dentin yang bersambungan dengan
lapisan di mahkota gigi. Akibat semakin banyaknya dentin yang
diendapkan, rongga pulpa menjadi sempit dan akhirnya
membentuk suatu saluran yang mengandung pembuluh darah dan
saraf gigi. Sel mesenkim yang terletak di luar gigi akan berkontak
dengan dentin akar gigi dan berdiferensiasi menjadi sementoblas.
Sel-sel ini menghasilkan suatu lapisan tipis tulang khusus yang
disebut sementum. Pada bagian luar lapisan semen, terdapat
mesenkim yang menghasilkan ligamentum periodontal yang
berfungsi menahan gigi secara kuat dalam posisinya. Gangguan
pada tahap ini dapat menyebabkan kelainan pada struktur gigi,
seperti taurodonsia, hipoplasia enamel, amelogenesis imperfecta,
dentinogenesis imperfecta, dan lain-lain. 24

3.3.4. Morfodiferensiasi

Morfodiferensiasi adalah susunan sel-sel dalam perkembangan


bentuk jaringan atau organ. Perubahan morfodiferensiasi mencakup
pembentukkan pola morfologi atau bentuk dasar dan ukuran relatif dari
mahkota gigi. Morfologi gigi ditentukan bila epitel email bagian dalam
tersusun sedemikian rupa sehingga batas antara epitel email dan
odontoblas merupakan gambaran Dentino Enamel Junction (DEJ) yang
akan terbentuk. Tahap ini terjadi pada minggu ke-18 IU. Gangguan
pada tahap ini dapat menyebabkan kelainan pada ukuran dan bentuk
gigi, seperti mikrodonsia, makrodonsia, dan lain sebagainya. 24

3.4. Penyebab warna gigi buram kecoklatan

3.4.1. Mekanisme perubahan warna gigi akibat tetrasiklin

Penggunaan obat tetrasiklin secara terus menerus akan memicu


perubahan warna pada gigi, Tetrasiklin mengandung gugus hidroksil,
yang akan membentuk kelat atau iktan dengan Ca+ yang merupakan
unsur pembentuk gigi dan akan memicu pembentukan kalsium-
tetrasiklin kompleks ortofosfat yang akan tertimbun di gigi dan
menyebabkan perubahan warna pada gigi. 25
Berdasarkan perubahan warna yang terjadi, diklasifikasi menjadi 4
tingkat atau level keparahannya
1 Warna kuning, disebabkan oleh tetrasiklin, demeklosikin,
oksitetrasiklin
2 Warna kuning kecoklatan sampai keabu-abuan tua, disebabkan
oleh khlortetrasiklin
3 Abu-abu biru atau kehitaman
4 Sangat parah, pemutihan tidak efektif 25

3.4.2. Perubahan warna gigi di anak anak

Tetrasiklin menyebabkan perubahan warna permanen pada


gigi anak-anak yang dalam periode berkembang, karena obat
tersebut bergabung ke dalam jaringan yang mengalami kalsifikasi
pada saat pemberiannya yang kemudian mengarah ke perubahan
warna gigi permanen menjadi kuning atau abu-abu hingga coklat.
Berbeda dengan pemberian obat tersebut di waktu balita dan
setelah gigi erupsi, maka hal tersebut akan menyebabkan
perubahan warna di gigi desiduinya dan permanenya. 26

Gambar 20. Kronologi pembentukan gigi permanen 27


Gambar 21. Kronologi pembentukan gigi decidui 27
DAFTAR PUSTAKA

1 Mokshi R. Jain, Gheena. S. Dentin Comparison in Primary and Permanent


Molars under Compound Light Microscopy: A Study. Research J. Pharm. and
Tech. 2015; 8(10): p. 1372

2 Astuti LA, Anatomi dan Embriologi Gigi. Gowa: Agma; 2018. p. 9-14.

3 Mohapatra A, Prabhakar AR, Raju OS. An unusual triplication of primary


teeth‑a rare case report. Quintessence Int 2010;41:p. 815‑20.

4 Jahanimoghadam F, Hosseinifar R. Case report: Simultaneous presence


of primary and permanent teeth. Anat Sci 2015;12: p.145‑7.

5 Tofangchiha M, Azimi S,Neirizi M. Frequency and distribution of dental


anomalies in Iran : a radiographic survey. Int J of Exp Dent Sci. 2013; 2(1):
p.14-7.

6 Rajeshwari MR, Ananthalakshmi R. Gemination – Case report and review.


Indian J Multidiscip Dent 2011;1:p. 355‑6.

7 Sudiono J. Gangguan tumbuh kembang dentokraniofasial. Jakarta; Buku


Kedokteran EGC ; 2007.

8 Ghogre P, Gurav S. Non-invasive endodontic management of fused


mandibular second molar and a paramolar, using cone beam computed
tomography as an adjunctive diagnostic aid: A case report. J Conserv Dent
2014;17: p.483‑6.

9 Shrivastava S, Tijare M, Singh S. Fusion/double teeth. JIAOMR 2011;23:


p.468‑70.

10 More CB, Tailor MN. Tooth fusion, a rare dental anomaly: Analysis of six
cases. Int J Oral Maxillofac Pathol 2012;4: p.50‑3.

11 Neves FS, Bastos LC, Almelda SM, Boscolo FN, Neto FH, Campos PSF.
Dense invaginatus: a cone beam computed tomography case report. J Health
Sci Inst 2010; 28: p. 249-50.

12 Munir B, Tirmazi SM, Majeed HA, Khan AM, Iqbalbangash N. Dens


invaginatus: Aetiology, classification, prevalence, diagnosis and treatment
considerations. Pak Oral Dent J 2011;31: p.191‑8.

13 Shahrani IA, Togoo RA, Qarni MAA. A review of hypodontia:


classification, prevalence, etiology, associated anomalies, clinical
implications and treatment options. World J of dentistry 2013; 4: 117-25.

14 Rakhshan V. Congenitally missing teeth (hypodontia): A review of the


literature concerning the etiology, prevalence, risk factors, patterns and
treatment. Dent Res J (Isfahan) 2015;12:1‑13.

15 Jahanimoghadam F, Torabi M, Rostami SH. Case report: Congenitally


missing teeth. Anat Sci 2015;12:45‑9

16 Kapdan A, Kustarci A, Buldur B, Arslan D, Kapdan A. Dental anomalies in


the primary dentition of Turkish children. Eur J Dent 2012;6:178‑83.

17 Williams N, Bulstrode C, O’Connell P.R. Bailey and love’s short practice of


surgery 25th Edition. CRC Press. 2008: 671-2.

18 Sener S, Bozdag G,Unlu N. Presence, distribution, and association of dental


anomalies : a clinical and radiographical study. Clinical Dentistry and
Research. 2011; 35(3):43-52.

19 Ghaznawi H.I, Daas H., Saloko N.O. A clinical and radiographic survey of
selected dental anomalies and conditions in a Saudi Arabian population. The
Saudi Dent J.1999 ;1(11):8-13.

20 Shahrani IA, Togoo RA, Qarni MAA. A review of hypodontia:


classification, prevalence, etiology, associated anomalies, clinical
implications and treatment options. World J of dentistry 2013; 4: 117-25.

21 Tarigan AP. Pengetahuan mahasiswa kepaniteraan klinik mengenai


gambaran anomali gigi menggunakan radiografi kedokteran gigi di FKG
USU. Skripsi Universitas Sumatera Utara: 2017: 20-31.

22 Putri S. Prevalensi kelainan tumbuh kembang gigi pada pasien anak di


departemen IKGA RSGMP FKG USU. Skripsi Universitas Sumatera Utara:
2017: 22-30

23 Kurniasih I. Permasalahan-Permasalahan yang Menyertai Erupsi Gigi. Mutiara


Medika. 8(1); 53-4.

24 Puspasari TA. Prosentasi taurodonsia, mikrodonsia, dan supernumery teeth


pada penderita down syndrome di sekolah laurbiasa koa Jember. Skripsi
Universitas Jember: 2017: 19-26.

25 Vennila, Vijayasree & Madhu, Vasapalli & Rajesh, R & Ealla, Kranti kiran
Reddy & Velidandla, Surekha & Santoshi, S. Tetracycline-Induced
Discoloration of Deciduous Teeth: Case Series. Journal of international oral
health : JIOH. 6; 2014: 115-9.
26 Abdel-Gelil OEA, Mansour SR. Tetracycline and toxicity induced.
Gastroenterology & Hepatology: Open Access. 10(4); 2019: 177-9.

27 Ticoalu RL, Wicaksono DA, Zuliari K. Gambaran kebutuhan perawatan


karies gigi pada siswa sekolah menengah atas di kecamatan Lembeh Selatan
kota Bitung. 2013; 1-6

Anda mungkin juga menyukai