PENDAHULUAN
1.2. Scenario
BATASAN TOPIK
PEMBAHASAN
5. Erupsi intraoseus
a. Tahap aposisi
Tahap pengendapan dari matriks enamel dan dentin
dalam lapisan tambahan serta sementum. Pertumbuhan
aposisi ditandai oleh pengendapan yang teratur dari bahan
ekstraselular yang mempunyai kemampuan sendiri untuk
pertumbuhan selanjutnya. 9,10
b. Tahap kalsifikasi
Tahap pengeseran dan juga pengendapan dari matriks
oleh pengendapan garam-garam kalsium. Kalsifikasi
dimulai didalam matriks yang sebelumnya telah
mengalami deposisi dengan jalan presipitasi dari bagian
ke bagian lainnya dengan penambahan lapis demi lapis.
1,2
Gambar 5. 1. Erupsi intraoseus. 1
2. Tahap prefungsional
Tahap ini dimulai dengan inisiasi pembentukan akar gigi dan
akan berakhir ketika gigi mulai mencapai kontak oklusal. Ada 5
kejadian utama selama tahap ini, yaitu:
a. Tahap sekretoris dari amelogenesis telah lengkap, tepat
sebelum pembentukan akar dimulai.
b. Tahap intraoseus terjadi ketika pembentukan akar dimulai
sebagai hasil dari proliferasi epitel pelindung akar dan
jaringan mesenkim dari papila dan folikel gigi.
c. Tahap supraoseus dimulai ketika bagian oklusal gigi yang
sedang bererupsi bergerak melalui bagian bawah tulang dan
jaringan ikat dari mukosa mulut.
d. Ujung mahkota melewati rongga mulut dengan cara merusak
pusat lapisan ganda sel epitel. Terobosan ini kemudian
dipenuhi oleh ujung mahkota.
e. Gigi yang sedang erupsi kemudian bergerak ke oklusal pada
jarak yang maksimal dan terlihat paparan secara berangsur-
angsur dari munculnya mahkota klinis. 23
3. Tahap fungsional
Pada tahap ini mahkota gigi telah tumbuh maksimal dan
telah terjadi penyesuaian kontak maksimal dengan gigi yang
berada pada rahang yang berlawanan. Gigi telah bererupsi
sempurna dan dapat berfungsi secara normal. Erupsi
fungsional gigi sangat bervariasi setiap individu. 23
1. Geminasi
Geminasi atau bisa juga disebut sebagai gigi kembar atau,
gigi berfusi. Hal ini sering terjadi di gigi anterior. Secara
rinci, geminasi gigi merupakan suatu kondisi ada satu akar
namun mahkotanya nampak membelah secara menyeluruh
maupun hanya sebagian dari mahkotanya.6
2. Fusi
Pindborg mendefinisikan fusi gigi sebagai kombinasi
atau gabungan antara dua atau lebih gigi (email atau dentin)
yang berkembang menjadi suatu kesatuan gigi yang
berukuran lebih besar dibandingkan pada umumnya.8 Hal ini
biasanya terjadi di gigi sulung anterior.9 Terdapat fusi secara
total, apabila fusi dimulai sebelum tahap kalsifikasi dan fusi
secara pasrsial, bila fusi dimulai di tahap-tahap selanjutnya.10
A B
Gambar 7-8. A. Fusi incisivus lateral dengan caninus. B. Fusi incisivus
central dengan incisivus lateral 7
3. Dens Invaginatus
Dens Invaginatus atau juga dapat disebut dens in dens
yang berarti adanya gigi dalam gigi.7 Anomali ini terjadi
karena adanya invaginasi email atau dentin.11 email yang
membungkus dentin kadang memiliki tanduk pulp ramping
yang memanjang ke jarak yang berbeda di dalam inti
dentinal. Ketika DE muncul di daerah anterior, biasanya
diamati pada permukaan lingual dan dikenal sebagai Talon’s
Cusp. 12
1. Hipodonsia
Hipodonsia ialah anomali yang merujuk ke keadaan
kehilangan gigi secara kongenital. Anomali ini memberikan
nilai minus bagi penampilan seseorang, memberikan peluang
untuk menderita maloklusi, kerusakan periodontal, tidak
tercukupi pertumbuhan tulang alveolar, kemampuan
mengunyah yang kurang, tidak lancer dalam pengucapan dan
masalah lainnya.14 Selain itu, cacat herediter yang merujuk
ke mesenkim memberikan peluang pasien untuk menderita
hipodonsia. 15
2. Anodontia
Anodonsia ialah anomaly yang merujuk akan keadaan
kegagalan perkembangan gigi secara menyeluruh yang
menyebabkan tidak memiliki gigi apapun, mencakup gigi
decidui maupun permanen.16 Anodonsia ialah anomali yang
berarti kehilangan seluruh giginya secara kongenital. 17
Gambar 11. Anodontia
3. Supernumary teeth
Supernumerary merupakan kelebihan jumlah gigi satu
atau lebih dari jumlah normal gigi.18. Supernumerary teeth
terjadi pada 1-4 % populasi, dapat terjadi baik pada gigi
desidui maupun gigi permanen, namun paling sering terjadi
pada gigi permanen dan kebanyakan di rahang atas.19.
Sebagian besar kasus gigi supernumerary dilakukan
pencabutan dengan pertimbangan agar tidak menghalangi
erupsi gigi permanen.20
1. Mikrodonsia
Mikrodonsia berarti gigi memiliki ukuran yang lebih
kecil dari ukuran gigi normal.. Diagnosa mikrodonsia tidak
dapat di aplikasikan pada kasus anomali geminasi, fusi atau
magnification.1Kondisi mikrodonsia lebih sering terjadi bila
dibandingkan dengan makrodonsia. Kasus mikrodonsia
generalisata sangat jarang terjadi, biasanya terjadi pada
pasien dengan dwarfisme pituitary. Kasus mikrodonsia
paling sering terjadi pada gigi insisivus lateralis dan molar
tiga.21
2. Makrodontia
Makrodonsia menggambarkan ukuran gigi yang lebih
besar dari normal. Ketika gigi dalam ukuran yang normal
namun terdapat pada rahangyang kecil dapat disebut juga
dengan makrodonsia. Makrodonsia jarang terdapat pada
semua gigi, tetapi lebih umum pada kelompok gigi tertentu
atau pada satu gigi. Makrodonsia mungkin bisa terlihat pada
penyakit pituitary gigantisme. Penyebab makrodonsia sampai
sekarang belum diketahui. Makrodonsia kemungkinan
memiliki hubungan dengan gigi berjejal, maloklusi dan
impaksi. Revalensi makrodonsia adalah sebesar 0,2%,
Makrodonsia kebanyakan terjadi pada laki-laki.21
Gambar 14. Makrodontia.
1. Transposisi
Transposisi adalah kondisi dimana dua gigi saling
bertukar posisi.Transposisi gigi yang sering terjadi adalah
bertukarnya kaninus permanen dengan premolar pertama
(lebih sering dari pada insisivus lateral). Premolar kedua juga
mungkin terletak di antara molar pertama dan molar kedua.
Transposisi pada gigi susu jarang ditemui. Transposisi dapat
timbul disertai dengan hypodonsia ,supernumerary atau
terdapat persisten gigi susu. 22
2. Natal Teeth
Gigi natal merupakan gigi yang sudah tumbuh pada
masa kelahiran. Publikasi pertama gigigigi natal dan gigi
neonatal tahun 1950, dari 24 kasus yang dilaporkan. Gigi
natal lebih sering pada rahang bawah depan sebesar 85%,
diikuti rahang atas depan sebesar 11%, gigi kaninus sebesar
3% dan molar sebesar 1%. Bentuk dan ukuran gigi natal
biasanya normal meskipun ada beberapa kasus dilaporkan
berbentuk mikrodonsia dan konus dengan warna kuning
opak.22
3. Krista Erupsi
Kista Erupsi merupakan suatu variasi dari kista
dentigerous yang mengelilingi gigi yang sedang erupsi. Kista
ini seringkali terlihat secara klinis sebagai suatu lesi kebiru-
biruan, translusen, dapat ditekan, asimptomatik, lesi
berbentuk kubah (dome-shape) dari alveolar ridge. Kista bisa
pecah secara spontan pada saat erupsi gigi. Trauma pada kista
dapat menyebabkan perdarahan dan timbul rasa sakit.
Perawatan tidak diperlukan bila gigi dapat erupsi sendiri
akibat penekanan lesi. Kista akan menghilang secara spontan
tanpa menimbulkan komplikasi. Jika terdapat hambatan
erupsi, maka dilakukan teknik pembedahan marsupialisasi. 22
Gambar 17. Crista erupsi.
Terjadi pada minggu ke-9 dan ke-10 IU. Pada tahap ini, organ
email terus berproliferasi dan memadat hingga membentuk
bentukan seperti topi. Mesenkim yang berasal dari krista neuralis
yang terletak di lekukan atau cekungan dari bentukan yang
menyerupai topi tadi yang kemudian membentuk papila gigi.
Papila gigi yang dikelilingi oleh organ enamel akanberdiferensiasi
menjadi pulpa. Pada tahap ini organ enamel akan membentuk
empat lapisan sel, yaitu outer enamel epithelium, retikulum stelata,
stratum intermedium, dan inner enamel epithelium. Outer enamel
epithelium mengandung sel kuboid, retikulum stelata memiliki sel
poligonal dan inner enamel epithelium mengandung sel columnar.
Kelainan gigi yang akan terjadi jika terjadi gangguan pada tahap
ini sama seperti tahap inisiasi yaitu jumlah gigi, seperti
supernumerary teeth agenesis, dan lain sebagainya. 24 Semua tahap
akan sangat berpengaruhi terhadap bentuk, sifat, dan segala
sesuatu yang berkaitan dengan gigi.
3.3.3. Histodiferensiasi (Bell Stage)
3.3.4. Morfodiferensiasi
2 Astuti LA, Anatomi dan Embriologi Gigi. Gowa: Agma; 2018. p. 9-14.
10 More CB, Tailor MN. Tooth fusion, a rare dental anomaly: Analysis of six
cases. Int J Oral Maxillofac Pathol 2012;4: p.50‑3.
11 Neves FS, Bastos LC, Almelda SM, Boscolo FN, Neto FH, Campos PSF.
Dense invaginatus: a cone beam computed tomography case report. J Health
Sci Inst 2010; 28: p. 249-50.
19 Ghaznawi H.I, Daas H., Saloko N.O. A clinical and radiographic survey of
selected dental anomalies and conditions in a Saudi Arabian population. The
Saudi Dent J.1999 ;1(11):8-13.
25 Vennila, Vijayasree & Madhu, Vasapalli & Rajesh, R & Ealla, Kranti kiran
Reddy & Velidandla, Surekha & Santoshi, S. Tetracycline-Induced
Discoloration of Deciduous Teeth: Case Series. Journal of international oral
health : JIOH. 6; 2014: 115-9.
26 Abdel-Gelil OEA, Mansour SR. Tetracycline and toxicity induced.
Gastroenterology & Hepatology: Open Access. 10(4); 2019: 177-9.