Anda di halaman 1dari 12

BLOK 6

SISTEM STOMATOGNATI I

WRAP UP
SKENARIO 3
ODONTOGENESIS – EMBRIOLOGI GIGI

KELOMPOK 2
Dosen Tutorial: Alisa Novianty Pratiwi, drg., M.Kes
Ketua : Aldita Nabila Indria 1112019039
Sekretaris : Shinta Dewi 1112019031
Anggota : Berlian Puspitasari 1112019007
Indriasari 1112019015
Mutiara Ade Chairunnisa 1112019020
Siti Nurlidyawati Rachman 1112019032
Farah Aliyah Kamilah 1112019033
Saffa Syaza Salsabila 1112019035
Putri Amalia Roesita 1112019036
Ayu Lakmi 1112019038
Agisna Frisya 1112019041

PROGRAM STUDI KEDOKTERAN GIGI


FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS YARSI
2019/2020
DAFTAR ISI
Daftar isi ii

Skenario 3 1

Kata sulit 2

Pertanyaan 3

Jawaban 3

Skema 5

Sasaran belajar 5

Pembahasan 6

Daftar pustaka 10

ii
SKENARIO 3
Odontogenesis - Embriologi gigi
Seorang mahasiswa kedokteran gigi perlu mengetahui tahap pembentukan dan
perkembangan gigi karena berhubungan dengan kelainan pada rongga mulut termasuk
kelainan gigi dan kista.

1
KATA SULIT

Kista:
1. Daging tumbuh yang tidak normal, yang berisi cairan padat.
2. Sebuah tumor jinak yang berbentuk seperti kantung yang bisa bisa tumbuh di manapun
dalam tubuh, tetapi tidak bersifat kanker.

2
PERTANYAAN

1. Bagaimana tahap pembentukan dan perkembangan gigi?


2. Apa etiologi dari terbentuknya kista?
3. Apa saja jenis-jenis kelainan gigi?

JAWABAN
1. Pembentukan benih gigi sejak janin berusia 6 – 7 minggu intrauterin (IU). Berasal dari la
pisan ektoderm dan mesoderm. Dibagi menjadi tiga tahap:
1) Perkembangan
2) Kalsifikasi: Pengendapan kalsium
3) Erupsi: proses awal pembentukan gigi sampe muncul ke rongga mulut.
Tahapan perkembangan gigi terbagi menjadi dua, ada yang secara fisiologis dan juga secara
morfologis.
 Secara Fisiologis :
1) Inisiasi adalah permulaan terbentuknya benih gigi dari epitel mulut, dimana sel-sel te
rtentu pada lapisan basal dari epitel mulut.
2) Proliferasi adalah lapisan sel-sel mesenkim yang berada pada lapisan dalam mengala
mi proliferasi, memadat, dan berfaskularisasi embentuk papilla gigi yang kemudian
membentuk dentin dan pulpa.
3) Histodiferensiasi adalah sel-sel epitel email dalam menjadi semakin panjang dan silin
dris atau ameoblast yang akan berdiferensiasi menjadi dentin.
4) Morfodiferensiasi adalah susunan sel-sel dalam perkembangan bentuk jaringjan atau
organ yang terjadi sebelum deposisi matriks dimulai. Morfologi gigi ditentukan bila e
pitel email bagian dalam tersusun sedemikia rupa sehngga batas antara epitel email d
an odontoblas merupakan gambaran dentinoenamel junction yang akan terbentuk
5) Aposisi adalah suatu proses deposisi matriks oleh ameoblas dan odontoblas yang aka
n dikuti oleh proses kalsifikan.
 Secara Morfologis
1) Bud stage (inisiasi)
2) Cap stage (proliferansi)
3) Early bell stage (histodiferensiasi)
4) Advanced bell stage (morfodiferensiasi)
5) Matriks email dentin (aposisi)
2. Adanya penumbatan saluran yang berisi cairan Karena adanya infeksi bakteri dan virus, a
danya zat dioksin dari asap pabrik pembakaran gas bermotor yang dapat menurunkan day
a tubuh manusia dan kemudian akan membantu tumbuhnya kista. Beberapa faktor lain, ya
itu:
 Internal: genetik, gangguan hormone dan riwayat kanker
 Eksternal: kurang olahraga, merokok dan alcohol, makanan tinggi lemak dan serat, so
cial ekonomi rendah dan sering stress
3. Jenis kelainan gigi:
a. Hipodontia: Kekurangan jumlah gigi

3
b. Anodontia: Tidak tumbuh gigi
c. Makrodontia: Ukuran gigi lebih besar dari normal
d. Mikrodontia: Ukuran gigi lebih kecil dari normal
e. Hiperdontia: Kelebihan jumlah gigi
f. Fusion: Dua gigi menjadi satu gigi
g. Dilaserasi: Akar gigi pembengkokan yang panjang
h. Hipoplasia: Gangguan pembentukkan enamel jadi tidak sempurna
i. Mulberry: Cusp lebih dari normal
j. Germination: Satu akar tetapi mehkota terbelah menjadi dua
k. Dens in dente: Gigi yang berada di dalam gigi.

4
SKEMA
EMBRIOLOGI GIGI

DEFINISI KOMPONEN TAHAPAN KELAINAN GIGI SELAMA


PERKEMBANGAN TAHAP PERTUMBUHAN

MORFOLOGI FISIOLOGI

SASARAN BELAJAR

LO I. Embriologi gigi
1.1. Definisi embriologi gigi
1.2. Komponen benih gigi
1.3. Tahapan embriologi gigi
1.3.1. Morfologis
1.3.2. Fisiologis
LO II. Kelainan pada tahap embriologi gigi

5
PEMBAHASAN

LO I. Embriologi gigi
1.1. Definisi embriologi gigi
Menurut Nanci (2013), embriologi gigi adalah proses kompleks di mana gigi dibentuk dari sel
embrionik di rongga mulut. Lalu menurut

1.2. Komponen benih gigi


Menurut Itjiningsih (1991), komponen benih gigi yaitu :
1. Organ Enamel
Berkembang seperti tombol, tumbuh di atas lamina dentis (berasal dari ektodermal), dan
berasal dari epitel, dimana lapisan didalamnya akan membentuk enamel. Kuntum dari sel
epithelial (organ enamel) dibentuk sebagai hasil dari pembiakan sel-sel. Perkembangan
selanjutnya, menghasilkan bentuk kuntum (bud), bentuk topi (caps), dan bentuk lonceng (bell)
dari organ enamel. Perkembangan organ enamel berfungsi untuk membentuk jaringan
pengikat bawah, yang akan berkembang dan menjadi padat untuk membentuk dental papilla.
2. Dental Papilla (organ dentin)
Berkembang dari dasar (jaringan mesenkim) yang merupakan jaringan pengikat permulaan
yang berasal dari mesenkim dan akan membentuk dentin, dan tinggal di sekitar ruang sentral
dari dentin sebagai pulpa.
3. Kantung Gigi (organ periodontal)
Berkembang dari mesenkim, dan akan membentuk struktur penyangga gigi, sementum, tulang
alveolar, dan selaput periodontal.

1.3. Tahapan embriologi gigi


1.3.1. Morfologis
Menurut Indriani (2011), tahapan embriologi gigi secara morfologis yaitu:
1. Tahap bud
Tahap ini merupakan penebalan jaringan ektodermal dan pembentukkan kuntum
gigi yang dikenal sebagai organ enamel pada minggu ke-10 IU. Perubahan yang
paling nyata dan paling dominan adalah proliferasi jaringan ektodermal dan
jaringan mesenkimal yang terus berlanjut. Tahap ini dicirikan oleh adanya benih
gigi tanpa susunan yang jelas. Bersamaan dengan pembentukan dental lamina, 10
struktur epitelial yaitu benih gigi akan terbentuk dan berkembang pada aspek distal
dental lamina di masing-masing lengkung.
2. Tahap cap
Dimulai pada minggu ke-11 IU, sel-sel organ enamel masih terus berproliferasi
sehingga organ enamel lebih besar sehingga berbentukan cekung seperti topi.
Bagian yang cekung diisi oleh kondensasi jaringan mesenkim dan berproliferasi
membentuk papila dentis yang akan membentuk dentin. Papila dental yang
dikelilingi oleh organ enamel akan berdiferensiasi menjadi pulpa. Jaringan
mesenkim di bawah papila dental membentuk lapisan yang bertambah padat dan
berkembang menjadi lapisan fibrosa yaitu kantong gigi (dental sakus) primitif.
3. Tahap bell awal

6
Tahap bel merupakan perubahan bentuk organ enamel dari bentuk topi menjadi
bentuk bel. Perubahan pada tahap ini mencakup perubahan sel-sel perifer papila
dental menjadi odontoblas (sel-sel pembentuk dentin). Ada empat lapisan sel yang
dapat dilihat pada tahap bel, yaitu outer enamel epithelium, retikulum stellata,
stratum intermedium, dan inner enamel epithelium.
4. Tahap bell akhir
Tahap ini adalah susunan sel-sel dalam perkembangan bentuk jaringan atau organ.
Perubahan pada late bell stage mencakup pembentukkan pola morfologi atau
bentuk dasar dan ukuran relatif dari mahkota gigi. Morfologi gigi ditentukan bila
epitel email bagian dalam tersusun sedemikian rupa sehingga batas antara epitel
email dan odontoblas merupakan gambaran dentino-enamel junction yang akan
terbentuk. Dentino-enamel junction mempunyai sifat khas pada setiap gigi, sebagai
suatu pola tertentu pada pembiakan sel.
5. Pengendapan matriks jaringan keras
Tahap ini adalah pengendapan matriks dari struktur jaringan keras gigi (email,
dentin, dan sementum). Pertumbuhan ditandai oleh pengendapan yang teratur dan
berirama dari bahan ekstraseluler yang mempunyai kemampuan sendiri untuk
pertumbuhan yang akan datang. Sel-sel akan berdiferensiasi menjadi ameloblas
yang mensekresi matriks berupa email dan odontoblas yang mensekresi matriks
berupa dentin. Di luar dentin, ameloblas membentuk email dengan formasi dari
dalam ke luar gigi, sedangkan dentin dibentuk dari luar ke dalam gigi.

Histologi embriologi gigi (Hand & Frank, 2014)

7
1.3.2. Fisiologis
Menurut McDonald (2000) dan Finn (2003), tahapan embriologi gigi secara fisiologis
yaitu:
1. Inisiasi (bud stage)
Merupakan permulaan terbentuknya benih gigi dari epitel mulut. Sel-sel tertentu
pada lapisan basal dari epitel mulut berproliferasi lebih cepat daripada sel
sekitarnya. Hasilnya adalah lapisan epitel yang menebal di regio bukal lengkung
gigi.
2. Proliferasi (cap stage)
Lapisan sel-sel mesenkim yang berada pada lapisan dalam mengalami proliferasi,
memadat, dan bervaskularisasi membentuk papila gigi yang kemudian membentuk
dentin dan pulpa pada tahap ini. Sel-sel mesenkim yang berada di sekeliling organ
gigi dan papila gigi memadat dan fibrous, disebut kantong gigi yang akan menjadi
sementum, membran periodontal, dan tulang alveolar.
3. Histodiferensiasi (early bell stage)
Terjadi diferensiasi seluler pada tahap ini. Sel-sel epitel email dalam (inner email
epithelium) menjadi semakin panjang dan silindris, disebut sebagai ameloblas yang
akan berdiferensiasi menjadi email dan sel-sel bagian tepi dari papila gigi menjadi
odontoblas yang akan berdiferensiasi menjadi dentin.
4. Morfodiferensiasi (late bell stage)
Sel pembentuk gigi tersusun sedemikian rupa dan dipersiapkan untuk menghasilkan
bentuk dan ukuran gigi selanjutnya. Proses ini terjadi sebelum deposisi matriks
dimulai. Terdapat deposit email dan matriks dentin pada daerah tempat sel-sel
ameloblas dan odontoblas yang akan menyempurnakan gigi sesuai dengan bentuk
dan ukurannya.
5. Aposisi
Terjadi pembentukan matriks keras gigi baik pada email, dentin, dan sementum.
Matriks email terbentuk dari sel-sel ameloblas yang bergerak ke arah tepi dan telah
terjadi proses kalsifikasi sekitar 25%-30%.

LO II. Kelainan pada tahap embriologi gigi


2.1. Kelainan pada tahap inisiasi
1. Anodontia, yaitu tidak dijumpainya seluruh gigi geligi dalam rongga mulut. Paling
umum terjadi pada gigi molar ketiga (Millet & Welbury, 2000)
2. Hipodontia, yaitu tidak adanya satu atau beberapa elemen gigi. Derhubungan dengan
tidak adanya dental laima yang sangat dipengaruhi daktor lingkungan seperti infeksi
dan medikasi kemoterapi, dan juga beberapa sindrom seperti Down syndrome dan
Crouzon syndrome. Biasanya terjadi pada gigi molar ketiga, diikuti dengan premolar
kedua dan insisif lateral (Millet & Welbury, 2000).
3. Supernumerary teeth atau hiperdontia, yaitu adanya satu atau lebih elemen gigi melebi
hi jumlah gigi yang normal. Kasus paling umum tumbuh pada maxilla, di mana gigi
insisif terletal. Kelainan ini berhubungan dengan kelebihan dental lamina (Neville dkk,
2009).

8
4. Fusi, yaitu pertumbuhan menjadi satu dentin dan email dari dua elemen menjadi satu
elemen selama pembentukan. Gigi masing-masing mempunyai akar dan rongga pulpa
terpisah. Sering ditemukan pada gigi anterior dan sebagian akibat dari bersatunya dua
benih gigi (Nurseni, dkk, 2008).
5. Geminasi, yaitu benih gigi yang membelar, mempunyai satu akar dengan saluran akar.
Lebih sering terjadi pada gigi susu daripada gigi tetap. Umumnya pada daerrah
anterior (Nurseni, dkk, 2008).
2.2. Kelainan pada tahap proliferasi
1. Dens in dente (dens invaginatus), sering juga disebut gigi di dalam gigi, yaitu
malformasi adanya email di dalam dentin. Kelainan ini bisa terjadi pada mahkota dan
akar gigi, namun yang paling sering adalah mahkota gigi. (Gallacher dkk, 2016).
2.3. Kelainan pada tahap histodiferensiasi
1. Kista erupsi, yaitu suatu kista yang terjadi akibat rongga folikuler mahkota gigi sulung
atau tetap yang akan erupsi mengembang karena penumpukan cairan di jaringan atau d
arah (Kurniasih, 2016)
2. Kista dentigerous, yaitu kista yang berhubungan dengan mahkota gigi atau gigi yang ti
dak erupsi atau gigi dalam perkembangan. Mengelilingi mahkota gigi yang berasal dar
i pemisahan folikel sekeliling mahkota gigi yang tidak erupsi (Kurniasih, 2016).
3. Dens evaginatus, yaitu anomali pertumbuhan gigi di mana terdapat tonjolan ekstra
pada permukaan gigi. Sering terjadi pada gigi premolar (Manuja dkk, 2013)
2.4. Kelainan pada tahap morfodiferensiasi
1. Makrodontia, yaitu suatu keadaan yang menunjukkan ukuran gigi lebih besar dari nor
mal. Bentuk koronanya seperti conical/peg-shaped. Sering diduga sebagai gigi
berlebih dan sering dijumpai pada gigi insisif lateral atas molar ketiga. Ukuran gigi
kecil dapat menimbulkan diastema (Millet & Welbury, 2000).
2. Mikrodontia, yaitu suatu keadaan yang menunjukkan ukuran gigi lebih kecil dari nor
mal. Gigi yang sering mengalaminya adalah insisif sentral atas (Millet & Welbury,
2000).
2.5. Kelainan pada tahap aposisi
1. Hipoplasia enamel, yaitu kelainan akibat terganggunya formasi matriks email.
Mungkin disebabkan oleh faktor nutrisi, beberapa penyakit seperti celiac disease,
cacar, sifilis, hipokalkemia, ingesti fluor, kelahiran prematur, infeksi, dan trauma dari
gigi susu (Kachan dkk, 2015).

9
DAFTAR PUSTAKA

Finn S. Clinical Pedodontics. Philadelphia: Saunders Company, 2003.

Gallacher A, Ali R, Bhakta S. Dens invaginatus: diagnosis and management strategies.


British dental journal. 2016 Oct;221(7):383.

Hand AR, Frank ME. Fundamentals of oral histology and physiology. Iowa: John Wiley &
Sons; 2014.

Indriani N. Waktu Erupsi Gigi Permanen Ditinjau dari Usia Kronologsi pada Anak Etnis
Tionghoa Usia 6 sampai 12 Tahun di SD WR.Supratman 2 Medan [skripsi]. Medan:
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara; 2011.

Itjiningsih WH. Anatomi Gigi. Jakarta: EGC; 1991

Kanchan T, Machado M, Rao A, Krishan K, Garg AK. Enamel hypoplasia and its role in
identification of individuals: A review of literature. Indian journal of dentistry. 2015
Apr;6(2):99.

Kurniasih I. Permasalahan-permasalahan yang Menyertai Erupsi Gigi. Mutiara Medika:


Jurnal Kedokteran dan Kesehatan. 2016 May 31;8(1):52-9.

Nanci A. Ten Cate’s oral histology. Development, Structure, and Function. 8th Ed. Missouri:
Elsevier; 2013. 70 p.

Neville BW, Damm DD, Allen CM, Bouquot JE. Oral and maxillofacial pathology. St Louis:
Saunders; 2009.

Nurseni N, Soemartono SH, Rizal MF. A case of lower anterior primary teeth fusion. Journal
of Dentistry Indonesia. 2008 Apr 30;13(1):117-9.

Manuja N, Chaudhary S, Nagpal R, Rallan M. Bilateral dens evaginatus (talon cusp) in


permanent maxillary lateral incisors: a rare developmental dental anomaly with great
clinical significance. Case Reports. 2013 Jun 22;2013:bcr2013009184.

McDonald RE, Avery DR, Dean JA. Dentistry for the child and adolescent. 9th Ed. Missouri:
Mosby; 2004.

Millett DT, Welbury R. Orthodontics and Paediatric Dentistry. Elsevier Health Sciences;
2000

10

Anda mungkin juga menyukai