Anda di halaman 1dari 25

BLOK 3 SISTEM DAN FUNGSI TUBUH

SKENARIO 1
“BENGKAK DI GUSI”

WRAP UP
KELOMPOK 2

Dosen Pembimbing : Prof. Dr. Dewi Nurul M, drg, SpPerio(K)


Ketua : Ayu Laksmi Puspitasari 1112019038
Sekretaris : Ningrum Dwi Andini 1112019022
Anggota : Amanda Apriliana 1112019001
Aulia Renita Iswandari 1112019006
Farah Aliyah Kamilah 1112019033
Farhan Zhafar Iskandar 1112019011
Galih Ramadhan 1112019012
Khonsa Nabilah 1112019017
Rendy Rivandi Faisal Putra 1112019027
Rifdah Rihadatul Aisy 1112019028

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI


UNIVERSITAS YARSI
2019 - 2020
DAFTAR ISI

Daftar isi.......................................................................................................................................... ii
Skenario 1 ........................................................................................................................................1
Kata sulit ..........................................................................................................................................2
Pertanyaan ........................................................................................................................................3
Jawaban ............................................................................................................................................3
Skema.............................................................................................................................................12
Sasaran belajar ...............................................................................................................................12
LO.1 ...............................................................................................................................................13
LO.2 ...............................................................................................................................................16
Daftar pustaka ................................................................................................................................23

ii
SKENARIO 1

Bengkak di Gusi

Seorang anak berusia 10 tahun diantar ibunya ke dokter gigi dengan keluhan bengkak pada
daerah gusi bawah kanan sejak semalam. Setelah dilakukan pemeriksaan, dokter gigi
emngatakan bahwa bengkak di gusi adalah akibat proses inflamasi di jaringan ikat.

1
IDENTIFIKASI KATA SULIT

1. Inflamasi: Salah satu respons protektif terhadap cidera atau kerusakan jaringan dengan cara
menghancurkan, mengurangi, dan mengurung agen atau senyawa asing yang
mempertahankan homeostatis tubuh dan membuang sel serta jaringan nekrotik yang
diakibatkan oleh kerusakan sel.
2. Bengkak di gusi: Bengkak di gusi adalah menumpuknya plak pada gigi gingivitis atau
peradangan pada gusi amarginal sensitivitas gusi akibat penggunaan pasta gigi atau cairan
kumur yang dapat mengganggu kesehatan gusi.
3. Jaringan ikat: Jaringan ikat adalah jaringan yang mengikat dan menyokong pada jaringan
lainnya dan paling banyak di dalam tubuh manusia yang memiliki susunan sel jarang yang
tersebar dalam matriks ekstraseluler.

2
PERTANYAAN

1. Apa saja macam-macam jaringan ikat?


2. Apa fungsi jaringan ikat?
3. Bagaimana struktur mikroskopis jaringan ikat
4. Apa unsur pembentuk utama jaringan ikat?
5. Apa penyebab dan tanda-tanda bengkak di gusi?
6. Bagaimana proses inflamasi?
7. Apa jenis penyakit inflamasi?
8. Apa penyebab inflamasi?
9. Apa ciri-ciri inflamasi?

JAWABAN

1. Terdapat berbagai jenis jaringan ikat, yaitu:


a. Jaringan ikat longgar
Jaringan ini mempunyai ciri-ciri utama yaitu susunan serat-seratnya yang longgar.
Matriksnya berupa cairan lendir (mukus). Pada matriks terdapat berkas serabut kolagen
yang fleksibel, tetapi tidak elastis. Adanya serabut kolagen memungkinkan terjadinya
gerakan dari bagian-bagian yang saling dihubungkan. Pada matriks juga terdapat
fibroblas, sel mast, dan plasma sel. Jaringan pengikat longgar terdapat di sekitar
pembuluh darah, saraf, dan sekitar organ tubuh. Beberapa fungsi jaringan ikat longgar
sebagai berikut:
 Membentuk membran yang membatasi jantung dan rongga perut
 Mengikatkan kulit pada jaringan di bawahnya
 Mengelilingi pembuluh darah dan saraf yang menyusup ke organ
 Pengikat lapisan epitelium pipih membentuk lembar mesenterium
 Membantu melekatkan organ pada otot dinding tubuh
 Memberi bentuk organ dalam seperti kelenjar limfa, sumsum tulang, dan hati.

Gambar 1. Jaringan ikat longgar

3
b. Jaringan ikat lemak
Jaringan lemak memiliki susunan menyerupai jaringan ikat longgar yang tersusun atas
sel-sel lemak. Sel-sel lemak yang mengandung lemak tersebut di dalam matriks jaringan
lemak. Setiap sel lemak berisi tetes lemak (fat droplet) yang mengisi hampir seluruh isi
sel (Gambar 2). Jaringan lemak dapat ditemukan di bawah kulit, ginjal, dan jantung.
Fungsi jaringan lemak, antara lain sebagai cadangan makanan dan menjaga hilangnya
panas secara berlebihan.

Gambar 2. Jaringan lemak

c. Jaringan ikat padat


Jaringan ini tersusun atas serat-serat yang padat. Komponen utama jaringan ikat padat
adalah serabut kolagen, Oleh karena itu, sifat jaringan ini fleksibel dan tidak elastik.
Serabut kolagen tersebut bergabung membentuk bundel-bundel yang paralel (Gambar 3).
Berdasarkan struktur serabutnya, jaringan ikat padat dapat dikelompokkan menjadi
jaringan ikat padat teratur dan jaringan ikat padat tidak teratur. Jaringan ikat padat teratur
menghubungkan antara otot dan tulang (tendon), serta menghubungkan tulang dengan
tulang (ligamen). Sementara itu, jaringan ikat padat tidak teratur terdapat di kulit.

Gambar 3 (a) Jaringan ikat padat, (b) struktur serabut kolagen

4
d. Jaringan tulang rawan
Matriks jaringan tulang rawan terdiri atas kondrin, yaitu zat jernih seperti kanji yang
terbuat dari mukopolisakarida dan fosfat. Oleh karena itu, sel tulang rawan disebut
kondrosit. Kondrosit berfungsi mensintesis dan mempertahankan matriks yang
mengandung serabut kolagen, serabut elastis, dan serabut fibrosa. Kondrin dihasilkan
oleh sel kondroblas yang terletak pada lakuna. Tulang rawan selalu terbungkus oleh
membran perikondrium karena masih bersifat lunak.
Jaringan tulang rawan pada anak berasal dari jaringan pengikat embrional
(mesenkim), sedangkan pada orang dewasa dibentuk oleh selaput rawan atau fibrosa
tipis yang dinamakan perikondrium. Pada stadium embrio, rangka hewan mamalia terdiri
atas kartilago (tulang rawan). Pada perkembangan selanjutnya, sebagian mengalami
osifikasi (mengeras) menjadi tulang keras dan hanya sebagian kecil yang tersisa pada
stadium dewasa. Misalnya pada daun telinga, hidung, serta antar ruas tulang belakang
dan tulang dada.
Tulang rawan berfungsi sebagai rangka tubuh pada awal embrio, menunjang
jaringan lunak dan organ dalam, serta melicinkan permukaan tulang dan sendi. Tulang
rawan tidak mempunyai saraf dan pembuluh darah. Berdasarkan susunan serabutnya,
jaringan tulang rawan dapat digolongkan sebagai berikut :
a) Tulang Rawan Hialin
Kartilago hialin mengandung serabut kolagen yang halus, berwarna putih kebiru-
biruan, dan tembus cahaya. Kartilago hialin terdapat pada ujung tulang keras,
cakram epifisis, persendian, dan saluran pernapasan (dari hidung sampai dengan
bronkus). Kartilago hialin berfungsi untuk memberi kekuatan, menyokong rangka
embrionik, menyokong bagian tertentu rangka dewasa, dan membantu pergerakan
persendian.

Sumber: Bacha & Bacha 2000


Gambar 4 Tulang rawan hialin. (2) Kondrosit dalam lakuna; (5) Matrik interteritorial; (7)
Perikondrium, kondrogenik; (8) Perikondrium, fibrous; (9) Matrik teritorial

5
b) Tulang Rawan Fibrosa
Kartilago fibrosa mengandung serabut kolagen yang padat dan kasar sehingga
matriksnya berwarna gelap dan keruh (Gambar 5). Kartilago fibrosa terdapat pada
ruas-ruas tulang belakang, simfisis pubis, dan persendian. Kartilago fibrosa
berfungsi untuk menyokong dan melindungi bagian di dalamnya.

Sumber: Bacha & Bacha 2000


Gambar 5 Tulang rawan fibrosa. (1) Kondrosit; (3) Serabut kolagen; (6) Matrik
c) Tulang Rawan Elastis
Kartilago elastis mengandung serabut elastis dan serabut kolagen. Matriksnya
berwarna keruh kekuning-kuningan (Gambar 6). Kartilago ini lebih elastis dari
kartilago yang lain sehingga mudah pulih posisinya. Kartilago ini terdapat di
epiglotis, daun telinga, dan bronkiolus. Kartilago elastis berfungsi untuk memberi
fleksibilitas dan sebagai penyokong.

Sumber: Bacha & Bacha 2000


Gambar 6 Tulang rawan elastis. (2) Kondrosit dalam lakuna; (4) Serabut elastis
e. Jaringan Tulang
Tulang merupakan jaringan pengikat yang termineralisasi (mengandung mineral). Sel
tulang disebut osteosit yang dibentuk oleh osteoblas. Antara osteosit yang satu dengan
yang lain dihubungkan oleh kanalikuli. Matriks osteoblas mengandung kalsium fosfat
yang memperkeras matriks sehingga tulang lebih keras daripada tulang rawan.

6
Berat tubuh mamalia dewasa, 15% berupa tulang. Berat tulang sebagian besar
tersusun atas garam mineral, yaitu 85% kalsium fosfat, 10% kalsium karbonat, 4%
magnesium klorida, dan 1% kalsium fluorida. Oleh karena itu susunan tulang menjadi
keras dan kaku. Endapan garam mineral menyusun dan melingkari bagian pusat tulang
sehingga membentuk pita melingkar disebut lamela. Pada batas lamela terdapat lakuna
yang di dalamnya terdapat osteosit (sel tulang). Setiap tulang dibungkus oleh
periosteum, yaitu jaringan pengikat fibrosa yang berbentuk lembaran pipih dan liat.
Lapisan dalam dilapisi oleh endosteum. Berdasarkan susunan matriksnya, jaringan
tulang dibedakan menjadi tulang keras atau tulang kompak dan tulang berongga atau
tulang spons. Tulang keras memiliki matriks yang susunannya rapat. Sementara itu,
tulang spons memiliki susunan matriks longgar atau berongga (Gambar 7).
Susunan anatomi tulang panjang terdiri atas bagian epifisis di kedua ujung dan
diafisis di bagian tengah. Epifisis tulang panjang berbentuk bonggol serta tersusun oleh
periosteum dan tulang rawan. Diafisis tulang panjang terdiri atas periosteum, tulang
keras, tulang spons, dan rongga sumsum tulang.
Pada tulang keras atau kompak, sel-sel tulang tersusun membentuk sebuah sistem
yang disebut sistem Havers. Bagian tengah sistem Havers terdapat saluran disebut
saluran Havers yang berisi pembuluh darah, pembuluh limfa, dan saraf. Antara dua
saluran Havers dihubungkan oleh saluran Volkman. Sekeliling sistem Havers terdapat
lapisan tulang yang disebut lamela (Gambar 8a). Pada lamela-lamela inilah terdapat
osteosit (sel-sel tulang) yang menempati lakuna (rongga) yang tersusun secara konsentris
(Gambar 8b).

Gambar 7 Penampang membujur tulang Panjang

7
Gambar 8 (a) Sistem Havers pada jaringan tulang, (b) osteosit (sel tulang) pada lakuna
f. Jaringan darah
Jaringan darah merupakan jaringan ikat yang sangat khusus. Matriks pada darah tersusun
atas plasma darah dan sel-sel darah. Plasma darah terususun atas air, garam, dan
berbagai protein. Pada plasma darah terdapat sel-sel darah yang terdiri atas eritrosit (sel
darah merah), leukosit (sel darah putih), dan trombosit (keping darah). Jaringan ini
berfungsi sebagai alat transportasi yang menopang kelangsungan hidup manusia. Selain
darah, tubuh juga mempunyai jaringan yang mirip jaringan darah, yaitu peredaran
limfatik. Peredaran limfatik, memiliki komponen seluler berupa limfosit dan granulosit.
Jaringan ini berfungsi untuk transpor lemak dan protein dari satu jaringan ke jaringan
yang lain.
Eritrosit tidak memiliki inti sel. Fungsi utama eritrosit adalah mengikat dan
mengangkut oksigen ke seluruh tubuh. Trombosit berperan dalam proses pembekuan
darah. Eritrosit dan trombosit melakukan fungsi utamanya di dalam pembuluh darah.
Sebaliknya, leukosit melakukan fungsi utamanya di luar pembuluh darah. Leukosit
berperan dalam sistem pertahanan tubuh.

Sumber: Bacha & Bacha 2000

Gambar 9 Struktur jaringan darah. Pada gambar terlihat adanya sel darah putih diantaranya
(2) eosinofil, (3) limfosit, (4) monosit, (5) netrofil dan (6) trombosit

8
Gambar 10 Leukosit sebagai sel penyusun jaringan darah
2. Susunan berbagai komponen matriks intersel jaringan ikat sedemikian bervariasi sehingga
dikenal berbagai jenis jaringan ikat sesuai dengan fungsinya, antara lain:
a. Merekatkan, mengikat atau menghubungkan berbagai sel atau bangunan yang ada di
dalam tubuh.
b. Sebagai media di mana tempat pembuluh darah lewat, untuk mendistribusikan berbagai
bahan makanan pada organ yang bersangkutan dan mengangkut produk sisa hasil
metabolisme.
c. Pertahanan tubuh, sebagai tempat di mana proses imunologi berlangsung dan berfungsi
sebagai sawar untuk mencegah penjalaran kuman.
d. Pemulihan jaringan
Berbagai jenis jaringan seperti tulang rawan dan tulang, jaringan lemak, darah dan
sumsum tulang juga merupakan jaringan ikat tetapi dengan fungsi khusus masing-masing.
Tulang rawan dan tulang sebagai penyokong, jaringan lemak sebagai penyimpan
tenaga/energi, serta darah dan sumsum tulang sebagai media transport dan pertahanan.
Jaringan ikat yang dinamakan juga jaringan ikat sejati atau jaringan penyambung berfungsi
untuk menghubungkan berbagai komponen sel dan jaringan.
3. Struktur mikroskopis jaringan ikat adalah sebagai berikut:
a. Sel mast
 Ukuran: besar
 Bentuk: oval, bulat, dan lonjong
 Inti: kecil, bulat, dan lonjong
 Sitoplasma terdapat granula: bulat, besar, banyak, dan penuh mengandung histamin,
heparin juga serotonin.
b. Fibroblas
 Sitoplasma: prosesus banyak dan tidak teratur
 Nukleus: bulat telur, besar, pucat, dan kromatin halus
c. Jaringan mesenkim

9
 Awal: berupa cairan gelatinosa kemudian terbentuk serat-serat halus.
d. Sel-sel mesenkim
 Bentuk: stelata
 Sitoplasma: jala
 Nukleus: oval, ditengah, dan kromatin halus
 Nukleoli: jelas
 Ukuran: kecil dari fibroblas
 Letak sel: berjauhan
 Warna: pucat
e. Jaringan ikat mukosa
 Sel fibroblas besar, makrofag, dan limfosit
 Serat kolagen halus
 Substansi interseluler banyak
f. Jaringan ikat retikular
 Sel retikulum
- Bentuk: stelata
- Inti: oval, pucat, dan cacat
- Sitoplasma: banyak dan cabang panjang
 Serat retikulin
- Ukuran: sangat halus
- Morfologi: jala-jala halus
- Pewarnaan: perak
4. Terdapat dua komponen dasar utama dari jaringan ikat, yaitu sel dan matriks
ekstrasel/intersel. Komponen sel terdiri dari sel tetap dan sel bebas. Yang termasuk
komponen sel tetap ialah antara lain sel mesenkim/perisit, fibroblas, sel lemak (adiposit), sel
mast, dan makrofag sedangkan yang termasuk komponen sel bebas ialah sel plasma, limfosit,
neutrofil, eosinofil, basofil, monosit, dan makrofag.
5. Gusi bengkak bisa disebabkan oleh beberapa hal seperti infeksi. Umumnya keluhan gusi
bengkak bisa diikuti gejala lain seperti munculnya nanah di bawah gusi atau gigi, bau napas
tidak sedap, dan rasa yang tidak enak di dalam mulut. Gejala-gejala ini merupakan gejala dari
berkembangnya suatu kondisi yang bernama periodontitis.
Gusi yang bengkak biasanya ditandai oleh adanya bagian gusi yang mengalami
pembesaran, menonjol dan menggelembung. Kondisi ini bisa jadi merupakan tanda awal dari
peradangan gusi yang bersifat kronis. Penyebab gusi bengkak sendiri biasanya disebabkan
oleh beberapa hal:
a. Sisa - sisa makanan
b. Hormon
c. Obat - obatan
d. Iritasi
e. Tumpukan plak dan karang gigi ( kalkulus )

10
f. Kurang vitamin
6. Proses inflamasi merupakan bagian dari respon imun (sistem kekebalan tubuh). Mekanisme
ini hanya diperlukan dalam kondisi tertentu dalam waktu yang tidak lama. Inflamasi dimulai
ketika sel tubuh mengalami kerusakan dan terjadi pelepasan zat kimia tubuh sebagai tanda
bagi sistem imun. Inflamasi sebagai respon imun pertama bertujuan untuk merusak zat atau
objek asing yang dianggap merugikan, baik itu sel yang rusak, bakteri, atau virus.
Menghilangkan zat atau objek asing tersebut penting untuk memulai proses penyembuhan.
Dengan melalui berbagai mekanisme lainnya, sel inflamasi dalam pembuluh darah
memicu pembengkakan pada area tubuh yang mengalami kerusakan dan menyebabkan
pembengkakan, warna kemerahan, dan rasa nyeri. Mekanisme inflamasi diawali dengan
adanya iritasi, di mana sel tubuh memulai proses perbaikan sel tubuh yang rusak. Sel rusak
dan yang terinfeksi oleh bakteri dikeluarkan dalam bentuk nanah. Kemudian diikuti dengan
proses terbentuknya jaringan-jaringan baru untuk menggantikan yang rusak.
7. Penyebab inflamasi antara lain mikroorganisme, trauma mekanis, zat-zat kimia, dan
pengaruh fisika. Tujuan akhir dari respon inflamasi adalah menarik protein plasma dan
fagosit ke tempat yang mengalami cedera atau terinvasi agar dapat mengisolasi,
menghancurkan, atau menginaktifkan agen yang masuk, membersihkan debris dan
mempersiapkan jaringan untuk proses penyembuhan (Corwin, 2008).
8. Lima ciri khas dari inflamasi, dikenal sebagai tanda-tanda utama inflamasi adalah kemerahan
(eritema), panas, pembengkakan (edema), nyeri dan hilangnya fungsi. Dua tahap inflamasi
adalah tahap vascular yang terjadi 10-15 menit setelah terjadinya cedera dan tahap lambat.
Tahap vascular berkaitan dengan vasodilatasi dan bertambahnya permeabilitas kapiler
dimana substansi darah dan cairan meninggalkan plasma dan pergi menuju ke tempat cedera.
Tahap lambat terjadi ketika leukosit menginfiltrasi jaringan inflamasi. Berbagai mediator
kimia dilepaskan selama proses inflamasi. Prostaglandin yang telah berhasil diisolasi dari
eksudat pada tempat inflamasi adalah salah satu diantaranya. Prostaglandin (mediator kimia)
mempunyai banyak efeknya, termasuk diantaranya adalah vasodilatasi, relaksasi otot polos,
meningkatnya permeabilitas kapiler dan sensitisasi sel-sel saraf terhadap nyeri (Kee dan
Hayes, 1996).

11
SKEMA

Jaringan
Ikat

Komponen

Substansi
Sel Serat
Dasar

Sel Tidak Sel Serat


Sel Elastin
Sel Proteoglika Cairan
Bergerak Bergerak Kolagen Retikular n Jaringan

SASARAN BELAJAR

LO.1 Jaringan ikat


1.1. Definisi jaringan ikat
1.2. Jaringan ikat padat
1.3. Jaringan ikat longgar
1.4. Jaringan lemak
1.5. Jaringan mesenkim

LO.2 Komponen
2.1. Sel
2.1.1. Sel tidak bergerak
2.1.2. Sel bergerak
2.2. Serat
2.2.1. Serat kolagen
2.2.2. Serat elastin
2.2.3. Serat retikulin
2.3. Substansi dasar
2.3.1. Proteoglikan
2.3.2. Cairan jaringan

12
PEMBAHASAN SASARAN BELAJAR

LO.1 Jaringan ikat


1.1. Definisi jaringan ikat
Jaringan ikat adalah jaringan yang memiliki fungsi untuk mengikat serta menyokong
bagian jaringan yang lain. Penyusun jaringan ikat adalah sel yang tersusun dalam suatu
matriks ekstraseluler dan tersusun menyebar. (Campbell, 2007). Jaringan ikat tersebar
luas di seluruh bagian tubuh dan berasal dari lapisan tengah embrio jaringan mesoderm,
kecuali beberapa jenis jaringan ikat di daerah kepala yang berasal dari krista neural
(ektoderm). Mesoderm ialah tempat di mana sel mesensim berasal. Sel ini mempunyai
kemampuan untuk berkembang menjadi berbagai jenis sel atau jaringan tertentu (sifat
pluripoten), seperti jaringan otot yang dikhususkan untuk kontraksi. Jaringan ikat
terdiri dari dua komponen dasar utama yaitu sel dan matriks intersel. Sel-sel jaringan
ikat dapat dikelompokkan atas sel tetap dan sel bebas (transien) dengan fungsi khusus
untuk masing-masing sel.
1.2. Jaringan ikat padat
1. Jaringan ikat padat tidak teratur
Struktur serabut kolagen padat dan susunannya tidak teratur. Di samping mayoritas
adalah serabut kolagen, terdapat pula serabut elastik sedikit dan bahkan otot polos,
misalnya tunika albugenea testis kuda, kapsula dan trabukula limpa, jelas memiliki
otot polos. Misalnya jaringan ikat padat tidak teratur antara lain korium (kulit),
tunika albugenia, kapsula, trabukula, septa dan sebagainya (Hernawati, 2018).

2. Jaringan ikat padat teratur


Jaringan ikat padat teratur (reguler) tersusun menurut pola tertentu dengan serat
kolagen yang tersusun dengan orientasi linear fibroblas sebagai respons terhadap
stress berkepanjangan dalam arah yang sama. Susunan ini tahan sekali terhadap
daya tarikan. Tendon dan ligamen adalah contoh yang paling umum untuk jaringan
ikat padat kolagen regular. Struktur silindris panjang ini melekarkan komponen
sistem muskuloskeletal. Jaringan ini terdiri atas himpitan berkas-berkas kolagen
yang sejajar, dan dipisahkan sedikit olehg substansi dasar antarsel. Fibrositnya
mengandung inti panjang yang sejajar terhadap serat dan sedikit lipatan sitoplasma

13
yang meliputi bagian berkas kolagen. Sitoplasma fibrosit ini jarang terlihat dengan
pulasan H&E tidak hanya karena jumlahnya yang sedikit, tetapi juga karena
terpulas dengan warna yang sama seperti seratnya (Mescher, 2011).
1.3. Jaringan ikat longgar
Jaringan ikat longgar strukturnya dapat sedikit berbeda sesuai dengan lokasi serta
namanya. Antara subkutan, endomisium, dan jaringan interstitial, tidak hanya nama
serta lokasinya yang berbeda, strukturnya pun ada bedanya. Bangun histologi selnya
banyak dan bermacam-macam. Serabutnya sedikit dan bermacam-macam. Matrik atau
bahan dasarnya cukup banyak. Pemberian nama jaringan ikat longgar tergantung pada
tempatnya serta fungsinya, misalnya subkutan terdapat di bawah kulit dan
menghubungkan kulit dengan organ tubuh dibawahnya. Merupakan tempat
penimbunan sel-sel lemak. Endomisium adalah jaringan ikat longgar yang
menghubungkan serabut otot satu dengan lain sambil membawa pembuluh darah dan
saraf. Jaringan interstitial adalah jaringan ikat longgar yang terdapat diantara ujung
kelenjar, merupakan media antara pembuluh darah dan sel-sel kelenjar yang aktif
membuat sekreta, misalnya kelenjar ambing (Hernawati, 2018).

1.4. Jaringan lemak


Sel utama jaringan adiposa (lemak) adalah sel adiposit, yaitu sel sangat besar yang
berasal dari mesenkim dan dikhususkan untuk penyimpanan energi dalam lipid dengan
trigliserida. Adiposit menyimpan lipid dari tiga sumber :
1. Dari lemak makanan yang terbungkus sebagai kilomikron di usus.
2. Dari trigliserida yang dihasilkan dalam hati dan beredar sebagai VLDL (very low
density lipoprotein).
3. Dari asam lemak yang disintesis di tempat.
Lipid dikerahkan dari adiposit oleh lipase sensitive hormone yang diaktifkan oleh
norepinefrin yang dibebaskan kelenjar adrenal dan berbagai hormon peptida lain. Sel
jaringan adiposa ditunjang oleh serat retikulin, dengan septa jaringan ikat yang
membagi jaringan ini ke dalam lobulus berbagai ukuran. Ada dua tipe jaringan adiposa
yaitu jaringan lemak univakuolar dan jaringan lemak multivakuolar.
1. Jaringan lemak univakuolar
Jaringan lemak manusia merupakan lemak putih. Meskipun namanya lemak putih
tapi sebenarnya berwarna krem atau kuning, disebabkan karena warna karoten

14
yang terdapat di dalamnya. Lemak univakuolar terdapat antara lain pada
hipodermis/subkutan, di bawah kulit (kecuali di kelopak mata, penis, skrotum, dan
sebagian besar telinga luar).
Distribusi lemak tergantung pada umur, jenis kelamin dan kebiasaan
makan. Pada sediaan jaringan lemak terdiri dari kelompok-kelompok sel lemak
univakuolar yang tersusun padat membentuk lobulus yang dipisahkan oleh
septum jaringan fibrosa. Sel lemak dikelilingi oleh anyaman penyambung
retikular yang mengandung fibroblas, esionofil dan sel mast. Di antara dan di
dalam lobulus tampak anyaman pembuluh darah.
Jaringan ini ditemukan pada banyak organ di seluruh tubuh, biasanya
membentuk sekitar 20% berat badan pada orang dewasa. Adiposit lemak putih
secara khas berupa sel sangat besar, berdiameter 50-150 nm. Sel-sel ini masing-
masing mengandung satu tetes lipid besar (unilokular), menyebabkan inti dan
sitoplasma terdesak pada plasmalema. Asam lemak yang dibebaskan dari adiposit
putih oleh aktivitas lipase saat nutrien dibutuhkan dan diedarkan ke seluruh tubuh
oleh protein plasma seperti albumin. Leptin adalah hormon polipeptida dengan sel
sasaran di hipotalamus yang dibebaskan adiposit putih dan membantu mengatur
kebiasaan makan.
2. Jaringan lemak multivakuolar
Sangat sedikit ditemukan dalam tubuh manusia. Warnanya cokelat karena sangat
banyak mengandung pembuluh darah dan mempunyai sitokrom yang mengandung
komponen warna. Pada bayi baru lahir terdapat di antara kedua skapula dan
dengan bertambahnya usia jumlahnya berkurang. Pada sediaan jaringan lemak,
tampak disusun oleh sel-sel lemak multivakuolar.
Jaringan ini sampai 5% total berat badan neonatus namun lebih sedikit
pada orang dewasa. Adiposit jaringan ini umumnya lebih kecil dari yang di lemak
putih dan mengandung banyak tetes lipid kecil (multilokular) dalam sitoplasma
yang mengandung banyak mitokondria dan inti di pusat. Asam lemak yang
dilepaskan dalam adiposit lemak cokelat dimetabolisme dalam mitokondria sel-sel
ini untuk termogenesis dibandingkan untuk sintesis ATP, memakai uncoupling
protein-1.

15
1.5. Jaringan mesenkim
Mesenkim adalah jaringan ikat embrio yang kelak akan menumbuhkan jaringan ikat
dewasa, pembuluh darah dan limfe, dan otot polos. Secara histologis terdiri atas sel-sel
mesenkim dan bahan dasar (matriks). Sel mesenkim bentuknya tidak teratur dan saling
berhubungan. Inti lonjong, besar, pucat karena sedikit mengandung kromatin. Secara
umum sifat selnya uniform dan monoton. Matriks bersifat homogen seperti lendir.
Dengan meningkatnya umur embrio pada matriks mulai terbentuk filamen-filamen
yang bergabung menjadi fibril yang bersifat submikroskopik. Kumpulan fibril ini kelak
membentuk serabut. Pembuluh darah belum tampak pada mesenkim. Apabila jaringan
ini diambil dan dibiakan dalam biakan jaringan (tissue culture), sel-sel mesenkim akan
lepas dan menunjukkan gerakan amuboid. Terdapat di embrio manusia.

LO.2 Komponen
2.1. Sel
2.1.1. Sel tidak bergerak
1. Sel mesenkim/perisit
Sel ini berbentuk bintang, lebih kecil dari fibroblas, biasanya terletak di
sepanjang dinding kapiler, dan dikenal sebagai sel perivaskuler/sel
adventisia, atau biasa juga dinamakan sel perisit. Sel perivaskuler dapat
berdiferensiasi menjadi sel fibroblas, sel lemak dan sel otot polos (bersifat
pluripoten).
2. Fibroblas
Fibroblas tersebar luas sebagai sel tetap pada berbagai jaringan ikat, berasal
dari sel mesensim yang belum berdiferensiasi dan berfungsi memroduksi
matriks ekstrasel jaringan ikat. Gambaran histologik fibroblas berupa sel
besar berbentuk gepeng dengan sitoplasma bercabang langsing, atau
berbentuk gelendong atau fusiformis. Inti lonjong atau memanjang dengan

16
satu atau dua buah anak inti, batas sel tidak jelas, sitoplasma homogen
bersifat basofil karena terdapat banyak retikulum endoplasma granular
(menunjukkan aktifitas sintesis untuk menghasilkan matriks ekstrasel).
3. Sel lemak
Sel lemak atau adiposit berasal dari sel mesensim. Dahulu diduga bahwa
dalam keadaan tertentu sel fibroblas dapat berdiferensiasi menjadi sel lemak.
Sel lemak telah mengalami diferensiasi akhir dan tidak dapat membelah lagi.
Fungsi sel ini yaitu sintesis dan menyimpan trigliserida. Secara histologik
terdapat dua jenis sel lemak yaitu sel lemak unilokuler yang membentuk
jaringan lemak putih, dan sel lemak multilokuler yang membentuk jaringan
lemak coklat. Sel lemak unilokuler memiliki satu tetesan lemak yang besar
dengan inti terdorong ke tepi dan sitoplasma tipis yang memberi gambaran
seperti cincin cap (signet ring cell). Sel-sel lemak ini dapat berdiri sendiri
atau dalam kelompok kecil; biasanya terdapat di sepanjang kapiler. Sel-sel
lemak yang berkelompok besar dinamakan jaringan lemak. Sel lemak
multilokuler memiliki banyak tetesan lemak dan inti biasanya tidak
terdorong ke tepi. Dalam tubuh manusia lemak putih jauh lebih banyak dari
lemak coklat. Sel lemak unilokuler merupakan sel bulat besar dengan
diameter dapat mencapai 120 μm.
Di bawah mikroskop, pada jaringan lemak sel-sel lemak ini terlihat
berbentuk polihedral. Dalam sitoplasmanya yang tipis terdapat kompleks
Golgi jukstanuklear kecil, beberapa mitokondria berbentuk filamen, kadang
terdapat sisterna dari rough endoplasmic reticulum (RER) dan sejumlah
ribosom bebas. Pada sel lemak imatur, tetesan lemak masih berupa tetesan-
tetesan lemak kecil yang belum berfusi dan dikelilingi oleh satu lapisan
filamen intermedia vimentin berukuran sekitar 10 nm. Sel lemak
multilokuler bebeda dengan sel lemak unilokuler dimana selnya lebih kecil,
berbentuk lebih poligonal dan lemak tersimpan dalam sejumlah vakuol-
vakuol yang lebih kecil. Dalam sitoplasma terdapat banyak mitokondria
tetapi sedikit polirobosom bebas. Jumlah RER sedikit, tetapi terdapat
sejumlah smooth endoplasmic reticulum (SER).
4. Sel mast
Sel mast merupakan salah satu sel besar pada jaringan ikat, berdiameter 20-
30 μm, berbentuk lonjong tidak teratur dengan pseudopodia pendek serta inti
kecil (diameter 10-13 μm). Sitoplasma penuh dengan granula berdiameter
0,3-2,0 μm yang mengandung heparin (atau kondroitin sulfat) yaitu sejenis
glikosaminoglikan sulfat yang bersifat polianion hal ini yang menyebabkan
granula sel mast bersifat A B C D E Wangko, Karundeng. Komponen Sel
Jaringan Ikat S5 metakromasia. Selain itu, granula sel mast juga
mengandung histamin (atau kondroitin sulfat), neutral protease (triptase,

17
chymase, karboksilpeptidase), aryl sulfatase (γglukoronidase, kininogenase,
peroksidase dan superoksida dismutase), eosinophil chemotactic factor of
anaphylaxis (ECF-A) dan neutrophil chemotactic factor (NCF).
Bahan-bahan farmakologik di atas ini dinamakan mediator primer
(preformed mediator). Disamping substansia di atas, sel mast juga terlibat
dalam sintesis sejumlah mediator derivat asam arahidonik dari membran sel
oleh karena itu sel mast juga menyintesis beberapa mediator lainnya seperti:
leukotrin (C4, D4, E4), tromboksan (TXA2 dan TXB2) dan prostaglandin
(PGD2). Sel mast juga melepaskan beberapa sitokin lainnya yang bukan
berasal dari asam arahidonik, yaitu antara lain platelet-activating factor
(PAF), bradikinin, interleukin (IL-4, IL-5, IL-6) dan tumor necrosis factor
(TNF-α); bahanbahan ini sering dimanakan mediator sekunder (newly
synthesized). Pelepasan bahan mediator dari granula sel mast akan
menyebabkan reaksi alergi yang dinamakan reaksi hipersensitivitas segera
(immediate hypersensitivity reaction), sebab reaksi yang terjadinya hanya
selang beberapa saat setelah antigen masuk ke dalam tubuh, contoh syok
anafilaktik.
2.1.2. Sel bergerak
1. Makrofag
Pada jaringan ikat yang tersebar di seluruh bagian tubuh manusia terdapat
kelompok sel-sel yang dapat bergerak dan memiliki kapasitas fagositosis sel-
sel ini dinamakan makrofag atau histiosit. Dalam keadaan normal makrofag
berfungsi secara terus menerus untuk memfagositosis berbagai bahan asing
atau yang sudah tidak lagi diperlukan oleh tubuh, seperti sel-sel mati dan sisa
sel, dengan cara menghancurkannya melalui sistem ensim lisosom yang
terdapat dalam sitoplasma sel makrofag. Secara histologik makrofag berbentuk
tidak beraturan, berpenampang sekitar 10– 30 μm, permukaan sel tidak rata
dan memiliki tonjolan-tonjolan seperti jari.
Makrofag aktif mempunyai membran plasma yang berlipat-lipat, hal ini
menunjukkan konsekuensi sifat sel yang dapat bergerak dan memfagositosis.
Dalam sitoplasma yang basofil terdapat sejumlah vesikel kecil serta granula
kecil dan padat. Inti berbentuk oval atau ginjal, terletak eksentrik, serta lebih
kecil dan lebih gelap dibandingkan dengan fibroblas. Dengan mikrsokop
elektron tampak kompleks Golgi yang berkembang baik, serta RER dan
banyak lisosom yang pada mikroskop cahaya hanya terlihat sebagai granula
padat dan kecil. Sel makrofag berasal dari sel stem sumsum tulang yang masuk
ke dalam sirkulasi sebagai monosit, kemudian ke jaringan ikat. Setelah
diaktivasi oleh macrophage colony-stimulating factor (MCSF) sel tersebut
menjadi matang sebagai makrofag, dengan masa hidup normal sekitar dua
bulan. Secara histologik makrofag digolongkan dalam dua jenis:

18
a. Makrofag bebas: sel berbentuk tidak teratur, sitoplasma bertonjol-tonjol,
inti berlekuk (sifat sel yang mobil) dengan kromatin yang lebih padat dari
fibroblas.
b. Makrofag tetap: inti sel berbentuk lonjong (sifat sel tidak mobil), dan selsel
ini tersebar di sepanjang serat-serat yang terdapat di jaringan ikat. Pada
beberapa organ, makrofag diberi nama khusus, seperti sel Kupffer (hati),
sel mikroglia (sistem saraf pusat), sel Langerhans (kulit), sel septa (paru-
paru) dan sel osteoklas (tulang), yang memiliki struktur dan fungsi yang
berbeda.
2. Sel plasma
Sel ini berasal dari limfosit B, dan memiliki sitoplasma yang lebih basofil
dibandingkan dengan limfosit lainnya karena mengandung banyak retikulum
endoplasma granuler yang menghasilkan imunoglobulin (Ig). Sel plasma
mengandung sedikit mitokondria yang tersebar di antara RER dan kompleks
Golgi dengan sepasang sentriol (dengan mikroskop cahaya struktur ini tampak
sebagai daerah pucat/halo di dekat inti). Diameter sel ini sekitar 20 μm, dan
inti sel letaknya agak ke tepi (eksentrik) dengan kromatin tersusun seperti roda
pedati atau arloji. Masa hidup sel plasma dapat mencapai 10-20 hari. Sel
plasma akan menghasilkan antibodi dari rangsangan antigen yang
bersangkutan, sehingga bila masuk antigen yang sama lebih dari satu kali akan
terjadi reaksi antigen-antibodi, menyebabkan efek dari antigen untuk dapat
menimbulkan penyakit menjadi hilang atau lebih lemah.
3. Sel leukosit
Pada keadaan tertentu, sel-sel leukosit yang beredar dalam pembuluh darah
akan bermigrasi masuk ke jaringan ikat, terutama bila terjadi peradangan pada
daerah tersebut. Sel-sel leukosit tersebut ialah:
a. Neutrofil: dapat sangat meningkat pada peradangan umumnya, dan di
jaringan ikat bila terjadi peradangan di tempat tersebut.
b. Eosinofil: mirip lekosit lainnya yang tertarik datang ke daerah peradangan
oleh leukocyte chemotactic factors. Mekanisme pertahanan sel ini
terhadap parasit yaitu dengan melepaskan sitotoksin. Eosinofil juga akan
datang pada daerah peradangan, dengan mengurangi reaksi alergik dan
memfagostitosis kompleks antigen-antibodi.
c. Basofil: melepaskan beberapa bahan farmakologik untuk mengontrol
proses peradangan.
d. Limfosit: hanya terdapat dalam jumlah kecil dalam jaringan ikat pada
radang kronik limfosit biasanya akan meningkat.
e. Monosit: dihasilkan dari sumsum tulang, kemudian beredar dalam
sirkulasi dan masuk ke jaringan menjadi makrofag.

19
2.2. Serat
2.2.1. Serat kolagen
Serabut kolagen pada jaringan segar (fasia, tendon) beraspek putih, karenanya
disebut “serabut putih” (white fiber), dan jumlahnya paling banyak. Sifat-sifat
umum yaitu lentur, tapi susah diregang. Dapat dicerna oleh tripsin yang alkalik.
Bila direbus menjadi gelatin. Bila direndam dalam asam lemah akan
menggembung, tapi dalam basa lemah bahan antar fibril akan larut, sehingga akan
terurai.
Bangunan histologik serabut kolagen berbentuk berkas, panjangnya tidak
menentu, berdiameter antara 10-100 μm. Diameter serabut tunggal pada sediaan
rutin bervariasi antara 1-12 μm. Serabut merupakan gabungan sejumlah fibril,
berdiameter 0,2-0,5 μm. Pewarnaan rutin serabut kolagen dengan H&E
memberikan warna merah jambu dengan metode khusus Mallory’s triple stain
yang mengandung anilin biru, memberikan warna biru, dan dengan metode Van
Diesom akan berwarna merah dengan metode pewarnaan khusus dapat diketahui
selain jumlah, susunan serta persebaran serabut kolagen dalam suatu organ.
Serabut kolagen menghasilkan fibroblas, osteoblas, odontoblas dan kondrosit.

2.2.2. Serat elastin


Dalam keadaan segar serabut elastin beraspek kuning, karenanya disebut “serabut
kuning” (yellow fiber). Ligamentum nukhe, tunika flava yang banyak
mengandung serabut elastin memang beraspek kuning. Sifat umum serabut elastin
adalah bersifat elastik. Tahan terhadap pengaruh panas, dingin dan enzim
pencernaan, kecuali oleh enzim pankreatin atau elastase dari pankreas. Sulit
diwarnai dengan pewarnaan H&E, jadi harus dengan metode khusus. Bangun
histologi serabut elastin halus, membentuk jalinan kerangka atau retikulum. Pada
ligamentum nukhe sapi diameternya antara 10-12 μm. Pada arteri tipe elastik
serabut elastin membentuk selaput bercelah dikenal sebagai “lamina elastika
interna dan eksterna”. Secara elektron mikroskopik, serabut elastin tidak
menunjukkan adanya silang periodik seperti serabut kolagen, dan memberikan
kesan seperti terdiri dari bahan amorf dengan kekuatan elektron yang berbeda.
Pembesaran yang lebih kuat dengan sayatan yang lebih tipis diwarnai urasil asetat

20
dan sitrat tembaga, tampak adanya dua kompeten yaitu bahan homogen disebut
elastin dan filamen mikro elastin berdiamater 12 Angstom. Serat elastin
menghasilkan fibroblas dan sel otot halus di pembuluh darah.

2.2.3. Serat retikulin


Serabutnya kecil, bercabang-cabang membentuk retikulum. Bentuknya cukup
halus sehingga mudah terselubung oleh matriks dan bahan lain pada proses
pencernaan, sehingga sulit tampak.dengan pewarnaan khusus metode
Bielchowsky yang mengandung perak nitrat, akan berwarna coklat hitam,
sedangkan serabut kolagen akan tampak kuning atau coklat. Serabut retikular
sering disebut “serabut argirifil”. Secara elektron mikroskopik serabut retikular
memiliki silang perioduk seperti serabut kolagen pada kulit, hanya berbeda
diameternya. Memiliki diameter fiber 0,2-2 μm dan diameter fibril 25-45 nm.
Serabut retikular sering merupakan kelanjutan dari serabut kolagen, jadi
sulit untuk memperoleh bahan murninya yang disebut ‘retikulin”. Serabut
retikular relatif jarang terdapat pada jaringan ikat dewasa, kecuali disekitar
serabut otot, pembuluh darah, saraf, dan membran basal. Pada jaringan retikular
serabut retikular menempel pada sel-sel retikular.

21
2.3. Substansi dasar
2.3.1. Proteoglikan
Proteoglikan adalah salah satu komponen utama dari matriks ekstraselular.
Mereka bertindak sebagai pengisi antara ruang yang terjadi antara sel-sel. Artikel
ini memberikan informasi tentang struktur proteoglikan dan berbagai fungsi
dalam tulang, tulang rawan, dan lainnya. Fungsi matriks ekstraseluler dalam
memegang semua sel jaringan di tempat mereka. Komposisinya tergantung pada
sel yang mensekresi itu. Matriks ekstraseluler terdiri dari dua zat utama: substansi
dasar dan protein berserat.
Proteoglikan terdiri dari dua protein dasar molekul inti dan
glikosaminoglikan. Protein inti mungkin mengandung residu serin. Residu ini
bertindak sebagai titik lampiran yang glikosaminoglikan berbeda melekat.
Glikosaminoglikan melekat pada protein inti tegak lurus dan menimbulkan
struktur yang mirip kuas. Keterikatan mereka adalah melalui tiga ikatan gula
terdiri dari dua gula galaktosa dan residu xilosa melalui ikatan glikosidik.
2.3.2. Cairan jaringan
Cairan jaringan adalah cairan ekstraseluler yang memandikan dan mengelilingi
sel-sel jaringan hewan multiseluler. Tiba via kapiler darah dan diangkat melalui
pembuluh limfatik. Cairan jaringan juga disebut cairan interstitial. Tekanan
hidrostatik darah yang tinggi pada ujung arteriol kapiler memungkinkan cairan
untuk mendorong keluar dari kapiler. Glukosa, asam lemak, asam nukleat, asam
amino, garam, mineral, dan air dalam darah didorong keluar melalui kapiler ke
dalam cairan jaringan dan diambil oleh sel-sel dalam jaringan. Cairan jaringan
terdiri dari 40% air. Baik sel darah merah maupun protein besar tidak
meninggalkan darah di kapiler.
Sel darah putih dapat bermigrasi ke cairan jaringan. Setelah kehilangan cairan
di kapiler, tekanan hidrostatik rendah di ujung venula kapiler dan konsentrasi zat
terlarut tinggi. Oleh karena itu, cairan mengalir kembali ke kapiler bersama
dengan sisa metabolisme seperti urea dan karbon dioksida di ujung venule
mereka. Sekitar 90% cairan yang keluar dari darah diambil kembali dan 10%
sisanya diambil kembali oleh sistem limfatik sebagai getah bening.

22
DAFTAR PUSTAKA

1. Bacha WJ, Bacha LM. 2000. Color Atlas of Veterinary Histology. Edisi ke-2.
Philadelphia: Lippincott Williams and Wilkins.
2. Bakhtiar S. Biologi. 2011. Jakarta: Pusat Kurikulum dan Pembukuan Kementrian
Pendidikan Nasional.
3. Ferdinand F, Ariebowo. 2009. Praktis Belajar Biologi 2. Jakarta: Pusat Perbukuan
Departemen Pendidikan Nasional.
4. Firmansyah R, Mawardi A, Riandi U. 2009. Mudah dan Aktif Belajar Biologi 2. Jakarta:
Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional.
5. Purnomo, Sudjino, Trijoko, Hadisusanto S. 2009. Biologi. Jakarta: Pusat Perbukuan
Departemen Pendidikan Nasional.
6. Mitchell, Reece, Campbell, Laurence G, Jane B, Neil A. Biologi Edisi 5,7,8 Jilid 3.
Jakarta: Erlangga.
7. Wangko, S. and Karundeng, R., 2014. Komponen sel jaringan ikat. Jurnal
Biomedik, 6(3).
8. Pepsodent. 2019. Inilah Penyebab & Cara Mengatasi Gigi Bengkak. [Online] Available
at: https://www.tanyapepsodent.com/gusi-lidah/tidak-perlu-khawatir-inilah-penyebab-
dan-cara-mengatasi-gusi-bengkak.html (Diakses 4 November 2019)
9. Hernawati. 2008. Bahan Kuliah Struktur Hewan Pada Materi Jaringan Ikat. Jurusan
Pendidikan Biologi: FPMIPA Universitas Pendidikan Indonesia
10. Adrian, Kevin. 2018. Menelusuri Penyebab dan Cara Mengatasai Gusi Bengkak. [Online]
Available at: https://www.alodokter.com/menelusuri-penyebab-dan-cara-mengatasi-gusi-
bengkak (Diakses 4 November 2019)
11. Al Fajar, Kemal. 2017. Proses Inflamasi Ternyata Penting Bagi Tubuh, Begini
Mekanismenya. [Online] Avaiable at: https://hellosehat.com/hidup-sehat/fakta-
unik/proses-inflamasi-tubuh/ (Diakses 4 November 2019)
12. Mescher, A.L., 2011. Histologi Dasar Junqueira Teks dan Atlas. Edisi XII, Terjemahan
Frans Dany dan Huriawati Hartanto, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta,
Hlm, 198, pp.201-206.
13. Kee, J., L dan Hayes. Evelyn. R. 1996. Farmakologi, Pendekatan Proses Keperawatan.
14. Corwin, E.J. and Corwin, 2008. Handbook of pathophysiology. Wolters Kluwer
Health/Lippincott Williams & Wilkins.

23

Anda mungkin juga menyukai