Disusun oleh:
Sonia 1911604005
Dea Ananda Putri 1911604015
Zahra Masyithoh Ulul Azmi 1911604044
Adilla Endah Dwi Aryanti 1911604077
Oleh :
Sonia 1911604005
Dea Ananda Putri 1911604015
Zahra Masyithoh Ulul Azmi 1911604044
Adilla Endah Dwi Aryanti 1911604077
Mengertahui,
Pembimbing Lapangan Pembimbing Akademik
( ) ( )
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tonsil atau yang lebih sering dikenal dengan amandel merupakan kumpulan jaringan
limfoid yang terletak pada kerongkongan di belakang kedua ujung lipatan belakang
mulut. Terdapat tiga macam tonsil yaitu tonsil faringeal (adenoid), tonsil palatine, dan
tonsil faringeal yang ketiganya membentuk lingkaran yang disebut cincin waldeyer.
Tonsil atau amandel berfungsi mencegah agar infeksi tidak menyebar ke seluruh tubuh
dengan cara menahan kuman memasuki tubuh melalui mulut, hidung, dan kerongkongan,
maka akan terjadi peradangan pada tonsil atau amandel yang disebut dengan tonsilitis.
(Manurung Rostinah, 2016).
Berdasarkan survey epidemiologi penyakit THT di 7 provinsi (Indonesia) tahun
1994-1996, prevalensi tonsilitis kronis sebesar 3,8% tertinggi kedua setelah nasofaring
akut 4,6%. Berdasarkan data medical record tahun 2010 di RSUP dr. M. Djamil padang
bagian THT-KL sub bagian laring faring ditemukkan tonsilitis sebanyak 465 dari 1.110
kunjungan di poli klinik sub bagian laring faring dan menjalani tonsilektomi sebanyak
163 kasus, sedangkan jumlah kunjungan baru penderita tonsilitis kronik di RS Wahidin
Sudirohusodo Makassar periode Juni 2008-Mei 2009 sebanyak 63 orang. Dibandingkan
dengan jumlah kunjungan baru pada periode yang sama, maka angka ini merupakan 4,7%
dari seluruh jumlah kunjungan baru. Insiden tonsilitis kronis di RS. Dr. Kariadi Semarang
23,26%. Sedangkan penelitian yang dilakukan di Malaysia pada Poli THT Rumah Sakit
Sarawak selama 1 tahun dijumpai 8.118 pasien, dalam jumlah penderita penyakit
tonsilitis kronis menempati urutan keempat yakni sebanyak 657 (81%) penderita. (Olivia
Rinny dkk, 2013).
Tindakan yang sering dilakukan pada tonsilitis kronis adalah operasi pengangkatan
tonsil atau tonsilektomi. Tonsilektomi dilaksanakan dalam kondisi anastesi umum dan
dilakukan untuk mengangkat tonsil palatina. Tonsilektomi sendiri didefinisikan sebagai
prosedur bedah untuk menyingkirkan tonsil secara keseluruhan, termasuk kapsulnya
dengan cara diseksi ruang peritonsilar antara kapsul tonsil dan dinding muskuler. Namun
sampai saat ini masih terdapat banyak. (Fadhly Fariz, 2016).
B. Rumusan Masalah
Perumusan masalah penelitian ini adalah “Bagaimana Asuhan Keperawatan pada
pasien Tonsilitis Kronis di bangsal Mukaromah pada tahun 2021 ?”.
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mampu mendeskripsikan Asuhan Keperawatan pada pasien Tonsilitis Kronis di
bangsal Mukaromah pada tahun 2021.
2. Tujuan Khusus
Berdasarkan tujuan umum dapat dibuat tujuan khusus sebagai berikut :
a) Mampu mendeskripsikan hasil pengkajian pada pasien Tonsilitis Kronis di
bangsal Mukaromah pada tahun 2021.
b) Mampu mendeskripsikan rumusan diagnosa keperawatan pada pasien Tonsilitis
Kronis di bangsal Mukaromah pada tahun 2021.
c) Mampu mendeskripsikan rencana keperawatan pada pasien Tonsilitis Kronis di
bangsal Mukaromah pada tahun 2021.
d) Mampu mendeskripsikan tindakan keperawatan pada pasien Tonsilitis Kronis di
bangsal Mukaromah pada tahun 2021.
e) Mampu mendeskripsikan evaluasi keperawatan pada pasien Tonsilitis Kronis di
bangsal Mukaromah pada tahun 2021.
D. Metode
Metode penelitian dengfan kasus Tonsilitis Kronis dilakukan dengan wawancara dan
melihat rekam medis pada Sdr.AW di RSU Muhammadiyah Siti Aminah Bumiayu di
bangsal Mukaromah.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
B. Pertimbangan Anestesi
1. Definisi Anestesi
Anestesi merupakan suatu tindakan untuk menghilangkan rasa sakit ketika
dilakukan pembedahan dan berbagai prosedur lain yang menimbulkan rasa sakit,
dalam hal ini rasa takut perlu ikut dihilangkan untuk menciptakan kondisi optimal
bagi pelaksanaan pembedahan. (Sabiston, 2011).
2. Jenis Anestesi
General anestesi merupakan tindakan menghilangkan rasa sakit secara sentral
disertai hilangnya kesadaran (reversible). Tindakan general anestesi terdapat beberapa
teknik yang dapat dilakukan adalah general anestesi dengan teknik intravena anestesi
dan general anestesi dengan inhalasi yaitu dengan face mask (sungkup muka) dan
dengan teknik intubasi yaitu pemasangan endotrecheal tube atau gabungan keduanya
inhalasi dan intravena. (Darsana Oka, 2019).
3. Teknik Anestesi
Menurut Mangku (2010) general anestesi merupakan tindakan meniadakan nyeri
secara sentral disertai hilangnya kesadaran dan bersifat pulih kembali (reversible).
General anestesi menyebabkan mati rasa karena obat ini masuk ke jaringan otak
dengan tekanan setempat yang tinggi. Selama masa induksi pemberian obat bius harus
cukup untuk beredar di dalam darah dan tinggal di dalam jaringan tubuh. Beberapa
teknik general anestesi inhalasi adalah Endotrakea Tube (ETT) dan Laringeal Mask
Airway (LMA).
Intubasi trakhea adalah tindakan memasukkan pipa trakhea kedalam trakhea
melalui rima glotis, sehingga ujung distalnya berada kira -kira dipertengahan trakhea
antara pita suara dan bifurkasio trakhea (Latief, 2010). Tindakan intubasi trakhea
merupakan salah satu teknik anestesi umum inhalasi, yaitu memberikan kombinasi
obat anestesi inhalasi yang berupa gas atau cairan yang mudah menguap melalui alat /
mesin anestesi langsung ke udara inspirasi.
4. Rumatan Anestesi
Rumatan anestesi yang digunakan yaitu sevofluran, isofluran. Sevofluran
merupakan anestesi inhalasi golongan halogen eter yang memiliki keuntungan waktu
pulih dari anestesi yang lebih cepat dibandingkan dengan isofluran, sehingga lebih
banyak digunakan..
5. Resiko
Pulih dari anestesi umum idelnya secara bertahap dan tanpa keluhan. Sebagian
besar pasien mengalami pemulihan dari anestesi tanpa kejadian-kejadian khusus tetapi
sejumlah kecil pasien dengan jumlah yang tidak dapat diperkirakan mengalami
komplikasi (Gwinnutt, 2011). Komplikasi pasca anestesi umum sebagai berikut.
(Latif, Suryadi, dan Dachlan, 2010).
a) Gangguan Pernapasan
Obstruksi jalan napas parsial atau total, tidak ada ekspirasi (tidak ada suara
napas) paling sering dialami pada pasien pasca anestesi umum yang belum sadar
karena lidah jatuh menutup faring atau edema laring. Penyebab lain yaitu kejang
laring (spasme laring) pada pasien menjelang sadar karena laring terangsang oleh
benda asing, darah atau sekret. Selain itu, pasien dapat mengalami sianosis
(hiperkapnea, hiperkarbia) atau saturasi O2 yang menurun (hipoksemia) yang
disebabkan pernapasan pasien yang lambat dan dangkal (hipoventilasi).
Pernapasan lambat dapat diakibatkan karena pengaruh obat opioid dan dangkal
karena pelumpuh otot yang masih bekerja. Hipoventilasi yang berlanjut akan
menyebabkan asidosis, hipertensi, takikardi yang berakhir dengan depresi
sirkulasi dan henti jantung.
b) Gangguan Kardiovaskular
Komplikasi pada sistem sirkulasi yang dapa dijumpai pada pasien dengan
anestesi umum yaitu hipertensi dan hipotensi. Hipertensi dapat disebabkan oleh
nyeri akibat pembedahan, iritasi pipa trakhea, cairan infus berlebihan, atau
aktivasi saraf simpatis karena hipoksia, hiperkapnia, atau asidosis. Hipertensi akut
dan berat yang berlangsung lama akan menyebabkan gagal ventrikel kiri, infark
miokard, disritmia, edema paru, atau perdarahan otak. Hipotensi disebabkan
akibat aliran isian balik vena (venous return) menurun yang disebabkan
perdarahan, terapi cairan kurang adekuat, hilangnya cairan, kontraksi miokardium
kurang kuat, atau tahanan veskular perifer menurun. Hipotensi harus segera
ditangani agar tidak terjadi hipoperfusi organ vital yang berlanjut dengan
hipoksemia dan kerusakan jaringan.
c) Mual Muntah
Mual dan muntah pascaanestesi dapat terjadi pada 80% pasien yang
menjalani pembedahan dan anestesi. Beberapa pasien lebih memilih untuk
merasakan nyeri dibandingkan mual dan muntah pasca bedah (Gwinnutt, 2011).
Mual dan muntah pasca bedah merupakan efek samping yang umum terjadi
setelah sedasi dan anestesi umum. Insidensinya paling tinggi dengan anestesi
berbasis narkotika dan dengan agen yang mudah menguap (Gupta dan Jrhee,
2015). Setiap tiga sampai empat pasien mengalami mual dan muntah pasca bedah
setelah anestesi umum (Apfel, Stoecklein, dan Lipfert, 2005). Risiko mual muntah
pasca bedah 9 kali lebih kecil pada pasien dengan anestesi regional daripada
pasien dengan anestesi umum (Shaikh, Nagarekha, Hegade, dan Marutheesh,
2016).
d) Menggigil
Menggigil (shivering) merupakan komplikasi pasien pasca anestesi umum
pada sistem termoregulasi. Hal tersebut terjadi akibat hipotermia atau efek obat
anestesi. Hipotermi dapat terjadi akibat suhu ruang operasi yang dingin, cairan
infus yang dingin, cairan irigasi dingin, bedah abdomen luas dan lama.
C. Web of Caution (WOC)
Tonsilitis Kronis
Nyeri Akut
Tonsilektomi
General Anestesi
GETA
D. Tinjauan Teori Asuhan Kepenataan Anestesi
1. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan dalam proses keperawatan, untuk
itu diperlukan kecermatan dan ketelitian tentang masalah-masalah klien sehingga
dapat memberikan arah terhadap tindakan keperawatan. (Wahid, 2013).
a) Data Subjektif
Data subjektif adalah deskripsi verbal pasien mengenai masalah kesehatannya.
Data subjektif diperoleh dari riwayat keperawatan termasuk persepsi pasien,
perasaan dan ide tentang status kesehatannya. Sumber data lain dapat diperoleh
dari keluarga, konsultan dan tenaga kesehatan lainnya. (Setiadi, 2012).
b) Data Objektif
Data objektif adalah hasil observasi atau pengukuran dari status kesehatan
pasien. (Setiadi, 2012).
2. Masalah Kesehatan Anestesi
a) Nyeri Akut
Nyeri akut terjadi setelah terjadinya cedera akut, penyakit, atau intervensi
bedah memiliki awitan yang cepat denga intensitas yang bervariatif (ringan
sampai berat) dan berlangsung untuk waktu singkat. Nyeri akut merupakan signal
bagi tubuh akan cedera atau penyakit yang akan datang namun nyeri akut akan
menghilang dengan atau tanpa pengobatan setelah area pulih kembali.
Nyeri akut disebabkan oleh aktivitas nosireseptor dan biasanya berlangsung
dalam waktu yang singkat atau kurang dari 6 bulan, dan datang tiba tiba. Nyeri
akut dianggap memiliki durasi terbatas dan bisa diprediksi, seperti nyeri pasca
operasi, yang biasanya akan menghilang ketika luka klien sembuh. Klien sebagian
besar menggunakan kata-kata “tajam”, “tertusuk”, dan “tertembak” untuk
mendeskripsikan nyerinya (Black & Hawks, 2014).
Penyebab dari nyeri akut adalah agen cidera fisiologis (misalnya : inflamasi),
agen pencedera kimiawi (misalnya : bahan kimia iritan), dan agen pencedera fisik
(misalnya : abses, prosedur operasi trauma). Kondisi klinis terkait nyeri akut
adalah kondisi pembedahan, cedera traumatis, infeksi, sindrom coroner akut dan
glaucoma. (PPNI, 2016).
b) Ansietas
Ansietas dapat diartikan sebagai suatu respon perasaan yang tidak terkendali.
Ansietas adalah respon terhadap ancaman yang sumbernya tidak diketahui,
internal, dan samar-samar. Ansietas berbeda dengan rasa takut, yang merupakan
respon dari suatu ancaman yang asalnya diketahui, eksternal, jelas, atau bukan
bersifat konflik. Ansietas merupakan keadaan emosi dan pengalaman subyektif
individu. Keduanya adalah energi dan tidak dapat diamati secara
langsung.Ansietas adalah dasar kondisi manusia dan memberikan peringatan
berharga. Bahkan, kapasitas untuk menjadi ansietas diperlukan untuk bertahan
hidup. Selain itu, seseorang dapat tumbuh dari ansietas jika seseorang berhasil
berhadapan, berkaitan dengan, dan belajar dari menciptakan pengalaman ansietas.
(Stuart, 2016).
Pengalaman ansietas memiliki 2 komponen, yaitu kesadaran adanya sensasi
fisiologis (seperti berdebar-debar dan berkeringat) dan kesadaran sedang gugup
atau ketakutan. Disamping efek motorik dan visceral, kecemasan mempengaruhi
berpikir, persepsi, dan belajar. Kecemasan cenderung menghasilkan kebingungan
dan distorsi persepsi, tidak hanya pada ruang dan waktu tetapi pada pada orang
dan arti peristiwa.
c) Nutrisi Kurang dari Kebutuhan
Nutrisi merupakan proses yang dilakukan makhluk hidup dalam mengingesti,
mencerna, menyerap, mendistribusikan, menggunakan, dan mengekskresikan zat
gizi (makanan dan bahan-bahan mengandung gizi lainnya). Nutrisi klinis terutama
berhubungan dengan sifat-sifat makanan yang membangun tubuh dan
meningkatkan kesehatan. (Williams & Wilkins, 2011).
Kekurangan nutrisi merupakan keadaan yang dialami seseorang dalam
keadaan tidak berpuasa (normal) atau resiko penurunan berat badan akibat
ketidakcukupan asupan nutrisi untuk kebutuhan metabolisme. (Aziz, 2012).
Tanda klinis : berat badan 10-20% dibawah normal, tinggi badan di bawah
ideal, lingkar kuit trisep lengan tengah kurang dari 60% ukuran standar, adanya
kelemahan dan nyeri tekan pada otot, adanya penurunan albumin serum, adanya
penurunan transferin.
Kemungkinan penyebab : meningkatnya kebutuhan kalori dan resulitan
dalam mencerna kalori akibat penyakit infeksi atau kanker, disfagia karena adanya
kelainan persarafan, penurunan absorpsi nutrisi akibat penyakit cronh atau
intoleransi laktosa, nafsu makan menurun.
3. Rencana Intervensi
Pre Anestesi
a) Dx : Nyeri Akut berhubungan dengan trauma jaringan dan spasme otot refleks.
1) Tujuan : Nyeri akut berkurang atau hilang.
2) Kriteria Hasil :
a. Menunjukan penurunan skala nyeri dari 7 menjadi 5.
b. Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang.
3) Rencana Intervensi
a. Kaji tingkat nyeri pasien dengan pengkajian PQRST.
b. Ajarkan teknik relaksasi nafas dalam.
c. Edukasi pasien tentang apa penyebab nyeri.
b) Dx : Ansietas berhubungan dengan ancaman actual atau persepsi ancaman
terhadap integritas biologis, sekunder akibat prosedur invasif.
1) Tujuan : Ansietas berkurang atau hilang.
2) Kriteria Hasil :
a. Pasien dapat menjelaskan ansietas dan pola kopingnya sendiri.
b. Pasien dapat menggunakan mekanisme koping yang efektif.
3) Rencana Intervensi
a. Kaji tingkat kecemasan (ringan, sedang, berat).
b. Ajarkan pasien relaksasi nafas dalam.
c. Edukasi pasien bahwa operasi akan berjalan lancar karena dilakukan oleh
tenaga medis yang berkompeten, dan selalu berdoa.
Post Anestesi
a) Dx : Nyeri Akut berhubungan dengan trauma jaringan dan spasme otot refleks
akibat operasi.
1) Tujuan : Nyeri akut berkurang atau hilang.
2) Kriteria Hasil :
a. Menunjukan penurunan skala nyeri dari 5 menjadi 3.
b. Pasien dapat beristirahat dengan tenang.
3) Rencana Intervensi
a. Kaji tingkat nyeri pasien dengan pengkajian PQRST.
b. Ajarkan teknik relaksasi nafas dalam.
c. Edukasi pasien tentang apa penyebab nyeri.
4. Evaluasi
Evaluasi keperawatan adalah mengkaji respon pasien setelah dilakukan
intervensi keperawatan dan mengkaji ulang asuhan keperawatan yang telah diberikan
(Deswani, 2009). Evaluasi keperawatan adalah kegiatan yang terus menerus
dilakukan untuk menentukan apakah rencana keperawatan efektif dan bagaimana
rencana keperawatan dilanjutkan, merevisi rencana atau menghentikan rencana
keperawatan. (Manurung, 2011).
E. Daftar Pustaka
Ayhan. (2016). The Effectiveness Of Neck Stretching Exercises Following Total
Thyroidectomy On Reducing Neck Pain And Disability: A Randomized Controlled
Trial. 13.
Carpenito, Lynda Juall. (2009). Diagnosis Keperawatan Aplikasi pada Praktik Klinis.
Jakarta : EGC.
Darsana Oka. 2019. General Anestesi pada pasien Conbutio Grade II A. Jurnal
kedokteran. Vol. 05 No. 01.
Eka Arie Yuliyani, I Gde Ardika Nuaba, Luh Made Ratnawati, Eka Putra Setiawan. 2015.
Laporan Penelitian Distribusi Penderita Tonsilitis Kronis Yang Telah Menjalani
Tonsilektomi Di Rsup Sanglah Denpasar Periode Januari 2014-September 2015.
Bagian/SMF Ilmu Kesehatan THT-KL. Fakultas Kedokteran Universitas
Udayana/RSUP Sanglah Denpasar.
Fadhly Fariz. 2016. Indikasi Tonsilektomi pada laki laki usia 19 tahun dengan Tonsilitis
Kronis. Lampung. Jurnal Medula Unila. Volume 5. No 2.
Olivia Rinny, dkk. 2013. Identifikasi bakteri dan uni kepekaan terhadap antibiotik pada
penderita tonsilitis di poliklinik THT-KL BLU RSU. Prof. Dr. R. D. Kandou
Manado. Jurnal e-Biomedik, volume 1 nomor 2.
Stelter, K., 2014. Tonsillitis and Sore Throat in Children. GMS Current Topics in
Otorhinolaryngology.
I. Pengkajian
A. Pengumpulan Data
1. Anamnesis
a. Identitas
1) Identitas Pasien
Nama : Tn.A
Umur : 21 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Pelajar/Mahasiswa
Suku Bangsa : Sunda
Status perkawinan : Belum menikah
Golongan darah :O
Alamat : Tembong Raja Rt.02 Rw.01 Kec. Salem Kab. Brebes
No. RM : 00-28-67-38
Diagnosa medis : Tonsilitis Kronik
Tindakan operasi : Tonsilektomi
Tanggal MRS : 15-12-2021
Tanggal pengkajian : 21-12-2021 Jam Pengkajian: 11.00
Jaminan : BPJS
2) Identitas Penanggung Jawab
Nama : Ny.R
Umur : 38 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Wiraswasta
Suku Bangsa : Sunda
Hubungan dg pasien : Ibu Pasien
Alamat : Tembong Raja
b. Riwayat Kesehatan
1) Keluhan Utama
a) Saat MRS : Nyeri saat menelan
b) Saat Pengkajian : Pasien mengatakan nyeri saat menelan
2) Riwayat Penyakit Sekarang : Tonsilitis Kronik
3) Riwayat Penyakit Dahulu : Tidak ada Riwayat penyakit dahulu
4) Riwayat Penyakut Keluarga : Pasien mengatakan tidak mempunyai riwayat
penyakit keturunan seperti Diabetes Militus,
hipertensi dll
5) Riwayat Kesehatan
Sebelumnya pernah masuk Rumah Sakit? Tidak
Riwayat operasi sebelumnya
Tahun :-
Jenis :-
Komplikasi : -
Riwayat anestesi sebelumnya
Tahun :-
Jenis :-
Komplikasi : -
Apakah pasien pernah mendapatkan transfusi darah? Tidak
Reaksi alergi? Pasien tidak memiliki alergi
Apakah pasien pernah didiagnosis penyakit menular? Tidak
Khusus pasien perempuan
Jumlah kehamilan : -
Jumlah anak :-
Mensturasi terakhir: -
Menyususi : Tidak
2) Air/Minuman
Sebelum sakit
Frekuensi : Pasien mengatakan dalam satu hari minum 2 liter
Jenis : Air Mineral
Cara : Pasien mengatakan minum menggunakan cangkir
Minum Terakhir : Pasien mengatakan minum terakhir 6 jam sebelum
operasi
Keluhan : Tidak ada
Lainnya : Tidak ada
Saat ini
Frekuensi : Pasien mengatakan dalam satu hari minum 1 liter
Jenis : Air Mineral
Cara : Pasien mengatakan minum menggunakan cangkir yang
dibantu dengan sedotan
MinumTerakhir : Pasien mengatakan minum 8 jam setelah operasi
Keluhan : Tidak ada
Lainnya : Tidak ada
3) Nutrisi/Makanan
Sebelum sakit
Frekuensi : Pasien mengatakan makan 3x sehari
Jenis : Pasien mengatakan makan makanan yang lunak, padat
dan cair seperti nasi, ayam, sayur dll
Porsi : Pasien mengatakan makan dengan porsi normal
Diet khusus : Tidak ada
Makanan yang disukai : Mie Goreng
Napsu makan : Normal
Puasa terakhir : 6 jam sebelum operasi
Keluhan : Tidak ada
Lainnya : Tidak ada
Saat ini
Frekuensi : Pasien mengatakan makan 3x sehari
Jenis : Pasien mengatakan makan makanan yang lunak seperti
bubur
Porsi : Pasien mengatakan makan dengan porsi lebih sedikit
dibandingkan sebelum operasi
Diet khusus : Tidak mengkonsumsi makanan yang bertekstur padat
Makanan yang disukai : Bubur
Napsu makan : Pasien mengatakan napsu makannya berkurang
Puasa terakhir : 8 jam setelah operasi
Keluhan : Tidak ada
Lainnya : Tidak ada
4) Eliminasi
a) BAB
Sebelum sakit
Frekuensi : Pasien mengatakan BAB satu hari sekali
Konsistensi : Normal
Warna :Normal
Bau : Normal
Cara(spontan/digalat) : Pasien mengatakan BAB dengan cara spontan
Keluhan : Tidak ada
Lainnya : Tidak ada
Saat ini
Frekuensi : Pasien mengatakan BAB dua hari sekali
Konsistensi : Normal
Warna : Normal
Bau : Normal
Cara (spontan/digalat) : Pasien mengatakan BAB dengan cara spontan
Keluhan : Normal
Lainnya : Normal
b) BAK
Sebelum sakit
Frekuensi : Pasien mengatakan BAK tiga kali sehari
Konsistensi : Normal
Warna : Normal
Bau : Normal
Cara (spontan/digalat) : Spontan
Keluhan : Tidak ada
Lainnya : Tidak ada
Saat ini
Frekuensi : Pasien mengatakan BAK tiga kali sehari
Konsistensi : Normal
Warna : Normal
Bau : Normal
Cara (spontan/digalat) : Spontan
Keluhan : Tidak ada
Lainnya : Tidak ada
d. Pola Aktivitas dan Istirahat
1) Aktivitas
Mandi
Toileting
Berpakaian
Berpindah
3. Pemeriksaan Neurologis
a. Memeriksan Tanda-Tanda Rangsangan Otak
Peningkatan suhu tubuh (-)
Nyeri kepala (-)
Kaku kudu (-)
Mual muntah (-)
Riwayat kejang (-)
Penurunan tingkat kesadaran (-)
Riwayat pingsan (-)
b. Memeriksan Nervus Cranialis
Nervus I (Olfaktorius): normal
Nervus II (Opticus): normal
Nervus III (Ocumulatoris): normal
Nervus IV (Thorclearis): normal
Nervus V ( Thrigeminus)
- Cabang Optalmicus: normal
- Cabang Maxilaris: normal
- Cabang Mandibularis: normal
2) Patologis
Bila dijumpai adanya kelumpuhan ekstermitas pada kasus-kasus tertentu
- Reflek Babinski (+)
- Refelek chaddok (+)
- Reflek schaeffer (+)
- Reflek Oppenheim (+)
- Reflek Gordon (+)
B. Data Penunjang Diagnostik
1. Pemeriksaan Laboratorium
Hari/Tanggal : Rabu, 22 Desember 2021
Jam : 09:40 WIB
2. Pemeriksaan Radiologi
Tonsil platina membesar dan hiperemis bilateral. Terdapat perubahan
edematous densitas rendah dalam ruang mukosa parafaring, yang menyebabkan
penyempitan riang saluran napas orofaringeal atas, dan asimetri hipofaring,
terutama di sebelah kiri dengan asimetri fossa piriformis. Tidak ada pembentukan
abses yang nyata. Ruang retropharyngeal. Sejumlah pembesaran, mungkin reaktif
tingkat 2 kelenjar getah bening dalam hadir secara bilateral di samping kelenjar
tingkat 4 yang lebih kecil tersebar secara bilateral. Penampilan normal dari kelenjar
parotis, dan pembeluh darah utama.
3. Pemeriksaan Lainnya
C. Terapi Saat Ini: Propofol 120 mg, Roculax 20 mg, Miloz 3 mg, As. Tramex 1 gr, Vit K
2 mg, Keto 30 mg, Tramadol 100 mg, dexamet 10 mg, ondan 4 mg
D. Kesimpulan Status Fisik (ASA): ASA I
E. Pertimbangan Anestesi
1. Faktor Penyulit : Tidak Ada
2. Jenis Anestesi : General Anestesi
3. Teknik Anestesi : GETA
DO:
TD: 124/72 mmHg
N: 80x/ menit
RR: 20x/ menit
Skala nyeri 5
Pasien terlihat menahan sakit
2 DS: Ansietas Invasive Procedure
- Pasien mengatakan takut
untuk menjalani operasi
- Pasien mengatakan baru
pertama kali dilakukan
operasi
DO:
TD: 124/72 mmHg
N: 80x/ menit
RR: 20x/ menit
Pasien terlihat ketakutan
Pasien terlihat cemas
INTRA ANESTESI
POST ANESTESI
1 DS: Nyeri akut Berhubungan dengan
- Pasien mengatakan nyeri dan pembedahan
susah saat menelan
- Pasien mengatakan skala
nyeri 3
P: Karena telah melakukan
operasi
Q: seperti ditusuk-tusuk
R: Daerah tenggorokan
S: Skala 3
T: Ilang timbul
DO:
TD: 129/81 mmHg
N: 87x/ menit
RR: 20x/ menit
SpO2: 99%
Kesadaran: alert
Pasien terlihat kesusahan
berbicara
2 DS: Ketidakseimbangan Berhubungan dengan
- Pasien mengatakan kesulitan nutrisi kurang dari penurunan asupan oral,
mengkonsumsi makanan kebutuhan tubuh ketidaknyamanan pada
padat mulut akibat:
- Pasien mengatakan susa tonsilektomi
bicara dan buka membuka
mulut
DO:
- Pasien terlihat susah menelan
- Melakukan diit makanan
tekstur padat
- Pasien terlihat susah bicara
dan buka mulut
- Pasien telihat memakan bubur
POST ANESTESI
1 Nyeri akut NOC NIC a. Orang yang siap
Setelah dilakukan O: Kaji tingkat untuk prosedur
tindakan nyeri pasien menyakitkan dengan
keperawatan selama dengan penjelasan
1 x 15 menit pengkajian (Lynda,2013)
diharapkan masalah PQRST
Nyeri akut di post b.Membantu
anestesi T: Ajarkan keluarga dan pasien
Teratasi/berkurang teknik relaksasi memahami nyeri
dengan nafas dalam (Mc. Caffery,2004)
kriteria hasil :
a. Menunjukkan E: Edukasi c.Penggunaan
penurunan skala pasien tentang tindakan Pereda
nyeri ke skala nyeri apa penyebab nyeri non-invasif
dari 5 menejadi 3 nyri (Cepeda,2006)
b. Pasien dapat
beristirahat dengan d. Pemberian obat
tenang Pereda nyeri untuk
menghasilkan
euphoria (Pasero,
Mc.Caffery,2011)
2 Ketidakseimbangan Setelah dilakukan NIC - Membantu dalm
nutrisi kurang dari tindakan O: Kaji adanya identifikasi
kebutuhan tubuh keperawatan selama alergi makanan malnutrisi
1 x 15 menit protein –kalori,
diharapkan masalah T: Ciptakan khususnya bila
Ketidakseimbangan suasana yang berat badan
nutrisi di post menyenangkan kurang dari
anestesi Teratasi dan santai untuk normal
kriteria hasil : makan - Untuk
a. Tidak adanya memudahkan
tanda-tanda E: Edukasi proses makan
malnutrisi pasien untuk - Untuk
b. Tidak terjadi melakukan diit meningkatkan
penurunan padat selama 7 nafsu makan
berat badan hari kedepan - Membuat waktu
yang berarti makan lebih
menyenangkan,
yang dapat
meningkatkan
nafsu makan
O:
- TD : 124 / 72 mmHg
- N : 80x / menit
- RR : 20x / menit
- Skala nyeri 7 menjadi 5
- Pasien terlihat menahan
nyeri
- Pasien bisa melakukan
teknik relaksasi nafas
dalam
A:
Masalah nyeri akut teratasi
sebagian
P:
Lanjutkan Intervensi
A:
Masalah ansietas teratasi
P:
Hentikan Intervensi
Post Operasi
23 Nyeri Akut a. Mengkaji tingkat nyeri 14.45
Desember pasien dengan pengkajian S :
2021 PQRST. Pasien mengatakan nyeri
14.30 b. Mengajarkan teknik saat menelan
relaksasi nafas dalam.
c. Mengedukasi pasien Pengkajian Nyeri :
tentang apa penyebab P : Karena telah melakukan
nyeri. operasi
Q : Seperti ditusuk-tusuk
R : Daerah tenggorokan
S : Skala nyeri 3
T : Hilang timbul
O:
- TD : 129 / 81 mmHg
- N : 87x / menit
- RR : 20x / menit
- SpO2 : 99%
- Kesadaran : Alert
- Skala Nyeri 5 menjadi 3
- Pasien terlihat kesusahan
berbicara
- Pasien bisa melakukan
teknik relaksasi nafas
dalam
A:
Masalah nyeri akut teratasi
sebagian
P:
Hentikan Intervensi
A:
Masalah nutrisi kurang dari
kebutuhan teratasi sebagian
P:
Lanjutkan Intervensi secara
mandiri