Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN

KEBUTUHAN DASAR MANUSIA


GANGGUAN PEMENUHAN RASA NYAMAN: NYERI

Disusun oleh :
Trian Fajar Julianda
P27220019310

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


POLTEKKES SURAKARTA
TAHUN AKADEMIK
2018/2019
LAPORAN PENDAHULUAN KEBUTUHAN DASAR MANUSIA
GANGGUAN RASA NYAMAN: NYERI

A. Konsep Gangguan Rasa Nyaman: Nyeri


1. Definisi
Nyeri merupakan pengalaman sensori dan emosional yang tidak
menyenangkan yang muncul akibat kerusakan jaringan yang aktual atau
potensial (NANDA, 2015)
Nyeri akut adalah pengalaman sensorik atau emosional yang
berkaitan dengan kerusakan jaringan aktual atau fungsional, dengan onset
mendadak atau lambat dan berintensitas ringan hingga berat yang
berlangsung kurang dari 3 bulan (SDKI, 2016)
Nyeri kronik adalah pengalaman sensorik atau emosional yang
berkaitan dengan kerusakan jaringan aktual atau fungsional, dengan onset
mendadak atau lambat dan berintensitas ringan hingga berat dan konstan
yang berlangsung lebih dari 3 bulan (SDKI, 2016)

2. Etiologi
a. Faktor Fisiologis dan Psikososial
Faktor fisiologis
Efek opium yang diproduksi tubuh menghasilkan zat kimia yang
berfungsi sebagai regulator dalam beradaptasi terhadap nyeri.
Faktor psikososial
1) Kebudayaan
2) Lingkungan; seseorang mempengaruhi persepsi dan respon sakit
3) Emosi; mempengaruhi persepsi sakit
4) Harapan; adanya orang lain
5) Sistem nilai; individu berpengaruh terhadap persepsi dan respon
nyeri
6) Pengalaman terdahulu; pengalaman terdahulu tentang rasa sakit
mempengaruhi persepsi rasa sakit.
7) Usia; usia sering mempengaruhi persepsi sakit individual
b. Agen pencedera fisiologis (inflamasi, iskemia, neoplasma, dll)
c. Agen pencedera kimiawi (terbakar, bahan kimia iritan, dll)
d. Agen pencedera fisik (abses, amputasi, terbakar, terpotong,
mengangkat berat, prosedur operasi, trauma, latihan fisik berlebihan,
dll)
(SDKI, 2016)

3. Patofisiologi dan Pathway


Menurut Perry & Potter dalam Suryani (2017), ada tiga jenis sel
saraf dalam proses penghantaran nyeri yaitu sel saraf aferen atau neuron
sensori, serabut konektor atau interneuron dan sel saraf eferen atau neuron
motorik. Sel-sel saraf ini mempunyai reseptor pada ujungnya yang
menyebabkan impuls nyeri dihantarkan ke sum-sum tulang belakang dan
otak. Reseptor-reseptor ini sangat khusus dan memulai impuls yang
merespon perubahan fisik dan kimia tubuh. Reseptor-reseptor yang
berespon terhadap stimulus nyeri disebut nosiseptor. Stimulus pada
jaringan akan merangsang nosiseptor melepaskan zat-zat kimia, yang
terdiri dari prostaglandin, histamin, bradikinin, leukotrien, substansi p, dan
enzim proteolitik. Zat-zat kimia ini akan mensensitasi ujung saraf dan
menyampaikan impuls ke otak.
Mekanisme timbulnya nyeri didasari oleh proses multipel yaitu
nosisepsi, sensitisasi perifer, perubahan fenotip, sensitisasi sentral,
eksitabilitas ektopik, reorganisasi struktural dan penurunan inhibisi. Antara
stimulus cedera jaringan dan pengalaman subjektif nyeri terdapat empat
proses tersendiri : tranduksi, transmisi, modulasi, dan persepsi. Transduksi
adalah suatu proses dimana akhiran saraf aferen menerjemahkan stimulus
(misalnya tusukan jarum) ke dalam impuls nosiseptif. Ada tiga tipe serabut
saraf yang terlibat dalam proses ini, yaitu serabut A-beta, A-delta, dan C.
Serabut yang berespon secara maksimal terhadap stimulasi non noksius
dikelompokkan sebagai serabut penghantar nyeri, atau nosiseptor. Serabut
ini adalah A-delta dan C. Silent nociceptor, juga terlibat dalam proses
transduksi, merupakan serabut saraf aferen yang tidak bersepon terhadap
stimulasi eksternal tanpa adanya mediator inflamasi. Transmisi adalah
suatu proses dimana impuls disalurkan menuju kornu dorsalis medula
spinalis, kemudian sepanjang traktus sensorik menuju otak. Neuron aferen
primer merupakan pengirim dan penerima aktif dari sinyal elektrik dan
kimiawi. Aksonnya berakhir di kornu dorsalis medula spinalis dan
selanjutnya berhubungan dengan banyak neuron spinal. Modulasi adalah
proses amplifikasi sinyal neural terkait nyeri (pain related neural signals).
Proses ini terutama terjadi di kornu dorsalis medula spinalis, dan mungkin
juga terjadi di level lainnya. Serangkaian reseptor opioid seperti mu,
kappa, dan delta dapat ditemukan di kornu dorsalis. Sistem nosiseptif juga
mempunyai jalur desending berasal dari korteks frontalis, hipotalamus, dan
area otak lainnya ke otak tengah (midbrain) dan medula oblongata,
selanjutnya menuju medula spinalis. Hasil dari proses inhibisi desendens
ini adalah penguatan, atau bahkan penghambatan (blok) sinyal nosiseptif
di kornu dorsalis. Persepsi nyeri adalah kesadaran akan pengalaman nyeri.
Persepsi merupakan hasil dari interaksi proses transduksi, transmisi,
modulasi, aspek psikologis, dan karakteristik individu lainnya. Reseptor
nyeri adalah organ tubuh yang berfungsi untuk menerima rangsang nyeri.
Organ tubuh yang berperan sebagai reseptor nyeri adalah ujung syaraf
bebas dalam kulit yang berespon hanya terhadap stimulus kuat yang
secaara potensial merusak. Reseptor nyeri disebut juga Nociseptor. Secara
anatomis, reseptor nyeri (nociseptor) ada yang bermiyelin dan ada juga
yang tidak bermiyelin dari saraf aferen (Bahrudin, 2017)
Pathway
Dalam Suryani (2017)

Chemic, thermik, mekanik

Jejas

Kerusakan nesoseptor
( reseptor )

Nyeri kronik/akut

Gangguan Pola tidur Gg. Mobilitas Fisik

4. Manifestasi Klinik
Menurut Hidayat, A. Aziz,(2012) tanda dan gejala yang mungkin muncul :
a. Gangguan tidur
b. Posisi menghindari nyeri
c. Gerakan menghindari nyeri
d. Raut wajah kesakitan (menangis, merintih)
e. Perubahan nafsu makan
f. Tekanan darah meningkat
g. Depresi

5. Penatalaksanaan (Medis dan Keperawatan)


a. Managemen Farmakologi
Managemen farmakologi merupakan suatu pendekatan yang
digunakan untuk menghilangkan nyeri dengan menggunakan obat-
obatan. Obat merupakan bentuk pengendalian nyeri yang paling sering
diberikan oleh perawat dengan kolaborasi dengan dokter. Terdapat tiga
kelompok obat nyeri yaitu:
1) Analgetik non opioid – Obat Anti Inflamasi Non Steroid (OAISN)
Efektif untuk penatalaksanaan nyeri ringan sampai sedang
terutama asetomenofn (Tylenol) dan OAISN dengan ef anti peritik,
analgetik dan anti iflamasi, Asam asetilsalisilat (aspirin) dan
Ibuprofin (Morfin, Advil) merupakan OAINS yang sering
digunakan untuk mengatasi nyeri akut derajat ringan. OAINS
menghasilkan analgetik dengan bekerja ditempat cedera melalui
inhibisi sintesis prostaglandin dari prekorsor asam arokidonat. .
2) Analgesia opioid
Merupakan analgetik yang kuat yang bersedia dan digunakan
dalam penatalaksanaan nyeri dengan skala sedang sampai dengan
berat. Obat-obat ini merupakan patokan dalam pengobatan nyeri
pasca operasi dan nyeri terkait kanker. Morfin merupakan salah
satu jenis obat ini yang digunakan untuk mengobati nyeri berat.
3) Adjuvan / Koanalgetik
Merupakan obat yang memiliki efek analgetik atau efek
komplementer dalam penatalaksanaan nyeri yang semula
dikembangkan untuk kepentingan lain. Contoh obat ini adalah
Karbamazopin (Tegretol) atau Fenitoin (Dilantin).
b. Managemen Non-Farmakologi
Terapi non-farmakologis yaitu terapi yang digunakan yakni
dengan tanpa menggunakan obat-obatan, tetapi dengan memberikan
berbagai teknik yang setidaknya dapat sedikit mengurangi rasa nyeri
saat persalinan tiba. Beberapa hal yang dapat dilakukan ialah:
1) Distraksi
Distraksi adalah memfokuskan perhatian pasien pada sesuatu
selain nyeri. Ada empat tipe distraksi, yaitu distraksi visual,
misalnya membaca atau menonton televisi, Distraksi auditory,
misalnya mendengarkan musik, Distraksi taktil, misalnya menarik
nafas dan massase, Distraksi kognitif, misalnya bermain puzzle.
2) Hypnosis-diri
Hypnosis-diri dengan membantu merubah persepsi nyeri melalui
pengaruh sugesti positif. Hypnosis-diri menggunakan sugesti dari
dankesan tentang perasaan yang rileks dan damai. Individu
memasuki keadaan rileks dengan menggunakan bagian ide pikiran
dan kemudian kondisi-kondisi yang menghasilkan respons tertentu
bagi mereka
3) Stimulas Kutaneus
Terapi stimulasi kutaneus adalah stimulasi kulit yang dilakukan
untuk menghilangkan nyeri massase, mandi air hangat, kompres
panas atau dingin dan stimulasi saraf elektrik transkutan (TENS)
merupakan langkah-langkah sederhana dalam upaya menurunkan
persepsi nyeri.
4) Massase
Masasse adalah melakukan tekanan tangan pada jaringan lunak,
biasanya otot, atau ligamentum, tanpa menyebabkan gerakan atau
perubahan posisi sendi untuk meredakan nyeri, menghasilkan
relaksasi, dan / atau memperbaiki sirkulasi. Masase adalah terapi
nyeri yang paling primitive dan menggunakan refleks lembut
manusia untuk menahan, menggosok, atau meremas bagian
tubuh yang nyeri.
5) Terapi Hangat dan Dingin
Terapi hangat dan dingin bekerja dengan menstimulasi reseptor
tidak nyeri (non-nosiseptor). Terapi dingin dapat menurunkan
prostaglandin yang memperkuat sensitifitas reseptor nyeri. Agar
efektif es harus diletakkan di area sekitar pembedahan.
Penggunaan panas dapat meningkatkan aliran darah yang dapat
mempercepat penyembuhan dan penurunan nyeri.
6) Relaksasi pernafasan
Relaksasi pernafasan yang merupakan suatu bentuk asuhan
keperawatan, yang dalam hal ini perawat mengajakan pada klien
bagaimana cara melakukan pernafasan, nafas lambat (menahan
inspirasi secara maksimal) dan bagaimana menghembuskan nafas
secara perlahan. Selain dapat menurunkan intensitas nyeri, teknik
relaksasi pernafasan juga dapat meningkatkan ventilasi paru dan
meningkatkan oksigenasi darah

6. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Hidayat, A. Aziz, (2012)
a. Pemeriksaan USG untuk data penunjang apabila ada nyeri tekan
abdomen
b. Rontgen untuk mengetahui tulang atau organ dalam yang abnormal
c. Pemeriksaan lab sebagai data penunjang pemeriksaan lainnya.
d. CT-Scan (cidera kepala) untuk mengetahui adanya pembuluh darah
yang pecah di otak.

7. Komplikasi
Menurut Hidayat, A. Aziz, (2012)
a. Kejang
b. Masalah Mobilisasi
c. Hipertensi
d. Hipertermi
e. Gangguan pola istirahat dan tidur

B. Konsep Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian
a. Status kesehatan saat ini
1) Alasan masuk rumah sakit
2) Faktor pencetus
3) Faktor memperberat nyeri ; ketakutan, kelelahan.
4) Keluhan utama
5) Timbulnya keluhan
6) Pemahamanaan penatalaksanaan masalah kesehatan
7) Upaya yang dilakukan untuk mengatasinya
8) Diagnosa medik
b. Status kesehatan masa lalu
1) Penyakit yang pernah dialami
2) Pernah dirawat
3) Operasi
4) Riwayat alergi
5) Status imunisasi
6) Kebiasaan obat – obatan
c. Pengakajian nyeri
Pengkajian nyeri yang akurat adalah esensial untuk
penatalaksanaan nyeri yang efektif. Nyeri bersifat subjektif dan
merupakan pengalaman yang unik bagi setiap individu. Perawat
perlu mengkaji semua faktor yang mempengaruhi pengalaman
nyeri, psikologis, fisiologis, perilaku, emosional, dan sosial
budaya. Perawat yang spesialisasinya adalah manajemen nyeri
menerapkan berdasarkan evidence-based di berbagai bidang seperti
fungsional neuroanatomy, tanggapan psikososial rasa sakit, situasi
umum yang berhubungan dengan nyeri, metode penilaian nyeri dan
sesuai dengan usia dan campur tangan budaya mengenai rasa sakit.
Perawat harus memulai pengkajian nyeri karena diketahui
bahwa banyak orang tidak akan memberitahu tentang nyeri yang
dirasakannya kecuali ditanya. Pengkajian nyeri terdiri dari dua
komponen utama yaitu riwayat nyeri untuk mendapatkan data klien
dan observasi langsung terhadap respons perilaku dan psikologis
klien. Tujuan dari pengkajian adalah mendapatkan pemahaman
objektif dari pengalaman yang subjektif. Dari sudut pandang klinis
maksud pengkajian nyeri memungkinkan membuat diagnosis
berbeda, memprediksi respon dari suatu pengobatan, mengevaluasi
karakteristik nyeri dan dampak nyeri pada kehidupan pasien,
membantu dalam menentukan ketidakmampuan dan pembentukan
batasan dari kapasitas fisik, memantau perkembangan inisiasi
pengobatan berikutnya, dan untuk evaluasi efektifitas pengobatan,
bersamaan dengan kebutuhan lanjutan atau memodifikasi regimen
pengobatan diantara yang lain.
1. Skala intensitas atau tingkat nyeri
Indikator tunggal yang paling penting untuk mengetahui
intensitas nyeri adalah laporan klien tentang nyeri. Penggunaan
skala intensitas nyeri adalah metode yang mudah dan dapat
dipercaya dalam menentukan intensitas nyeri klien. Skala
seperti itu memberikan konsistensi bagi perawat untuk
berkomunikasi dengan klien dan tenaga kesehatan lainnya.
Tidak semua klien dapat mengerti atau meghubungkan
nyeri yang dirasakan ke skala intensitas nyeri berdasarkan
angka. Untuk keefektifan penggunaan skala tingkat nyeri, klien
tidak hanya perlu memahami cara menggunakan skala skala
tetapi juga diajarkan tentang bagaimana informasi tersebut
akan digunakan untuk menentukan perubahan pada kondisinya
dan keefektifan intervensi penatalaksanaan nyeri.
Cara pendekatan yang digunakan dalam mengakaji nyeri
adalah dengan PQRST (Mubarak, 2015).
Tabel 2.2 Pengkajian nyeri PQRST
P (Provoking atau pemicu) Yaitu faktor yang memperparah atau
meringankan nyeri.
Q (Quality atau kualitas) Yaitu kualitas nyeri (misalnya
tumpul, tajam, merobek).
R (Region atau daerah) Yaitu daerah penjalaran nyeri.
S (Severity atau keganasan) Yaitu intensitasnya.
T (Time atau waktu) Yaitu serangan, lamanya, frekuensi,
dan sebab.
Laporan diri pasien akan nyeri juga dapat diperoleh
dengan mempertanyakan pasien menggunakan metode
PQRSTU. U adalah Understanding atau pemahaman, persepsi
pasien menganai masalah atau pengalaman kognitif dari nyeri.
Pasien dengan pengetahuan mengenai masalah jantung dapat
memberi tahu perawat dimana nyerinya sama seperti sedang
mengalami myocardial infarction. Pasien dengan cerebral
hemorrhage sering menggambarkannya dengan sakit kepala
terburuk yang pernah pasien alami.

2. Cara mengukur Intensitas Nyeri


a) Painometer
Painometer dengan skala longitudinal yang pada
salah satu ujungnya tercantum nilai 0 (untuk keadaan tanpa
nyeri) dan ujung lainnya nilai 10 (untuk kondisi nyeri
paling hebat). Untuk mengukurnya, penderita memilih
salah satu bilangan yang menurutnya paling
menggambarkan pengalaman nyeri yang terakhir kali ia
rasakan, dan nilai ini dapat dicatat pada sebuah grafik yang
dapat dibuat menurut waktu. Intensitas nyeri ini sifatnya
subjektif dan dipengaruhi oleh banyak hal, seperti tingkat
kesadaran, konsentrasi, jumlah distraksi, tingkat aktivitas,
dan harapan keluarga. Intensitas nyeri dapat dijabarkan
dalam sebuah skala nyeri dengan beberapa kategori:
Tabel 2.3 Skala nyeri painometer
Skala Keterangan
Skala 0 Tidak nyeri
Skala 1-3 Nyeri ringan
Skala 4-6 Nyeri sedang
Sangat nyeri tapi masih dapat dikontrol
Skala 7-9 oleh pasien dengan aktivitas yang biasa
dilakukan
Skala 10 Sangat nyeri dan tidak terkontrol
Sumber : Mubarak. 2015

b) Skala nyeri McGill (McGill scale)


Skala nyeri McGill (McGill scale) mengukur
intensitas nyeri dengan menggunakan lima angka, yaitu 0:
tidak nyeri; 1: nyeri ringan; 2: nyeri sedang; 3: nyeri berat;
4: nyeri sangat berat; dan 5: nyeri hebat.
Gambar 2.2 Skala nyeri McGill

c) Oucher
“Oucher”, yang terdiri atas dua skala terpisah yaitu
sebuah skala dengan nilai 0-100 pada sisi sebelah kiri untuk
anak-anak yang lebih besar dan skala fotografik enam
gambar pada sisi kanan untuk anak-anak yang lebih kecil.

Gambar 2.3 Skala nyeri Oucher


d) Penilaian nyeri Wajah Wong-Baker (Wong-Baker FACES
Pain Rating Scale)
Wong-Baker FACES Pain Rating Scale ditujukan untuk
klien yang tidak mampu menyatakan intensitas nyerinya
melalui skala angka. Ini termasuk anak-anak yang tidak
mampu berkomunikasi secara verbal dan lansia yang
mengalami gangguan kognisi dan komunikasi (Mubarak,
2015)., 2016
Gambar 2.4 Skala nyeri FACES pain rating scale
2. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera
(fisiologis/kimiawi/fisik)
b. Nyeri kronis berhubungan dengan kerusakan jaringan
3. Perencanaan (NOC-NIC, 2016)
No Dx Tujuan Kriteria hasil Intervensi Rasional
1 Nyeri akut Setelah a. Perubahan 1. Tentukan 1. Menentukan intervensi
b/d agen dilakukan dalam rasa karakteristik nyeri
cidera tindakan nyaman 2. Pantau TTV 2. Nyeri dapat meningkatkan
(fisiologi,ki keperawatan b. Penurunan kebutuhan O2, merangsang
miawi selama 3 x 24 tingkat nyeri vasokontriksi pembuluh
/fisik) jam nyeri dapat c. Dapat 3. Berikan tindakan darah
berkurang atau melakukan distraksi 3. Mengurangi fokus dan
hilang. manajemen ketegangan karena nyeri
nyeri 4. Berikan tindakan
d. Perasaan relaksasi, latihan 4. Tindakan non analgesik
senang fisik nafas, pijatan, dapat menghilangkan
dan psikologis perubahan posisi ketidaknyaman
5. Kolaborasi
pemberian obat 5. Mengurangi intensitas
nyeri
2 Nyeri Setelah Klien mengawali 1. Implementasikan 1. Obat ini diindikasikan bagi
kronik dilakukan terapi penatalaksanaan klien yang mengalami nyeri
b/d tindakan pengontrolan obat fentanyl
kerusakan keperawatan nyeri transdermal.
jaringan selama 2 x 24 Jelaskan pada klien
jam klien tentang efek
secara aktif samping yang
berpartisipasi diharapkan 2. Kontrol diri menunjukkan
dalam rencana 2. Minta klien untuk kemampuan seseorang
penatalak- memilih terapi yang untuk menentukan keadaan
sanaan nyeri mampu mengatasi dengan tepat melalui
nyerina misalnya tindakan.
distraksi, tekhnik
napas dalam.
4. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi terhadap masalah nyeri dilakukan dengan menilai
kemampuan dalam merespon rangsangan nyeri, di antaranya hilangnya
perasaan nyeri, menurunnya intensitas nyeri, adanya respon fisiologis yang
baik dan pasien mampu melakukan aktifitas sehari-hari tanpa keluhan
nyeri.
DAFTAR PUSTAKA

Bahrudin, Mochamad. 2017. Patofisiologi Nyeri (Pain). Volume 13.


Universitas Muhammadiyah Malang
Mubarak, Wahit Iqbal.2015.Buku Ajar Ilmu Keperawatan Dasar Buku
2.Jakarta : Salemba Medika
NANDA NIC-NOC. 2015. Aplikasi Keperawatan Berdasarkan Diagnosa
Medis dan NANDA. Jilid 1. Yogyakarta: Mediaction Publishing
NIC. Bulechek,et.al. 2016. Nursing Interventions Classification. Edisi
Enam. Elsevier

NOC. Bulechek,et.al. 2016. Nursing Interventions Classification. Edisi


Enam. Elsevier

Suryani, Muhammad 2017. Gangguan Pemenuhan Rasa Nyaman: Nyeri.


Poltekkes Surakarta

Anda mungkin juga menyukai