Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH RASA NYAMAN DAN AMAN

Oleh
JIHAN AFIFAH
NIM : 201211667
Kelas : 1A

Dosen Pengampu

Ns. Dedi Adha, S.kep.M.Kep

PROGRAM STUDI SI KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
(STIKes) MERCUBAKTIJAYA PADANG
2020

1
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke Hadiran Tuhan Yang Maha Esa karena berkat limpahan
Rahmat dan Karunia –nya sehingga kami dapat menyusun laporan ini tepat pada waktunya
Laporan ini membahas tentang Rasa Nyaman Dan Aman.
.

Dalam penyusun laporan ini, kami banyak mendapat tantangan dan hambatan akan

tetapi dengan bantuan dari berbagai pihak itu bisa teratasi.Oleh sebab itu,kami mengucapkan

terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dalam

penyusun laporan ini,semoga bantuannya mendapat yang setimpal dari Tuhan Yang Maha

Esa.

Kami menyadari bahwan laporan ini masih jauh dari kesempurnaan baik dari bentuk

penyusunan maupun materinya.Kritik konstruktif dari pembaca sangat kami harapkan untuk

penyempurnaan laporan selanjutnya.Akhir kata semoga laporan ini dapat memberikan

manfaat kepada kita sekalian.

Gurun panjang,8 januari 2021

Jihan Afifah
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR......................................................................................2
DAFTAR ISI....................................................................................................3

BAB IPENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang............................................................................................4
1.2 Tujuan.........................................................................................................5
1.3 Rumusan Masalah.......................................................................................5

BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Rasa Aman dan Nyaman....................................................7

2.2 Pengalaman Nyeri.............................................................................7

2.3 jenis nyeri........................................................................................8

2.4 proses terjadinya nyeri......................................................................10

2.5 faktor-faktor mempengaruhi pengalaman nyeri...................................11

2.6 pengkajian nyeri...............................................................................12

2.7 Instrument Pengkajian Nyeri.............................................................15

2.8 Penatalaksanaan Nyeri.....................................................................15

DAFTAR PUSTAKA....................................................................................22
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Rasa nyaman berupa terbebas dari rasa yang tidak menyenangkan adalah

suatu kebutuhan individu. Nyeri merupakan perasaan yang tidak menyenangkan yang

terkadang dialami individu. Kebutuhan terbebas dari rasa nyeri itu merupakan salah

satu kebutuhan dasar yang merupakan tujuan diberikannya asuhan keperawatan.

Nyeri mungkin suatu hal yang tidak asing. Nyeri menjadi alasan yang paling

umum dikeluhkan seorang pasien untuk mencari perawatan kesehatan dibandingkan

dengan keluhan-keluhan lain. Nyeri merupakan fenomena yang multidimensi, karena

itulah sulit untuk memberikan batasan yang pasti terhadap nyeri. Sensasi nyeri yang

dilaporkan tiap individu berbeda-beda, hal inilah yang menyebabkan pengertian nyeri

dari masing-masing individu berbeda pula (Prasetyo, 2010).

Nyeri merupakan kondisi berupa perasaan tidak menyenangkan bersifat sangat

subjektif karena perasaan nyeri berbeda setiap orang dalam hal skala atau

tingkatannya, dan hanya orang tersebutlah yang dapat menjelaskan atau mengevaluasi

rasa nyeri yang dialaminya (Hidayat, 2009).

Artritis Rematoid merupakan penyakit inflamasi sistemik kronis yang tidak

diketahui penyebabnya, dikarakteristikkan oleh kerusakan dan proliferasi membran

sinovial yang menyebabkan kerusakan pada tulang sendi, ankilosis, dan deformitas

(Kushariyadi, 2010). 2 Artritis Rematoid dapat mengenai semua kelompok umur dan
etnis. Wanita 2,5 kali lebih sering dari pria. Onset penyakit tertinggi didapat pada usia

dekade keempat dan kelima.

Prevalensi artritis rematoid meningkat sesuai dengan usia, pada orang Asia

sekitar 0,2%-0,3% dan 1,2% pada ras lainnya (Setyohadi & Kasjmir, 2009). Dalam

memberikan asuhan keperawatan guna mengatasi rasa nyeri pada pasien rematik,

perawat harus selalu berusaha untuk mengembangkan strategi penatalaksanaan nyeri,

sehingga lebih dari sekedar pemberian obat-obatan analgesik.

Dengan memahami konsep nyeri secara holistik, diharapkan perawat mampu

mengembangkan strategi-strategi yang dapat mengatasi nyeri yang dirasakan seoarang

pasien (Prasetyo,2010).

B. Rumusan masalah

1. Apa yang dimaksud dengan Pengertian Rasa Aman dan Nyaman?

2. Apa itu Pengalaman Nyeri

3. Apa saja Jenis Nyeri

4. Bagaimana Proses terjadinya nyeri

5. Apa saja Faktor-faktor yang mempengaruhi pengalaman nyeri

6. Apa yang dimaksud dengan Pengkajian nyeri

7. Instrument Pengkajian Nyeri (Wong-Baker Faces Paint Rating Scale)

8. Penatalaksanaan Nyeri

C. Tujuan

1. Mengetahui Pengertian Rasa Aman dan Nyaman

2. Mengetahui Pengalaman Nyeri

3. Mengetahui jenis nyeri

4. Mengetahui proses terjadinya nyeri


5. Mengetahui faktor-faktor mempengaruhi pengalaman nyeri

6. Mengetahui pengkajian nyeri

7. Mengetahui Instrument Pengkajian Nyeri

8. Mengetahui Penatalaksanaan Nyeri


BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Rasa Aman dan Nyaman

Rasa aman(security) merupakan kondisi bebas dari ancaman atau bahaya(Saputra,

2013). Menurut Ambarwati (2014), rasa aman yang dimaksud adalah aman dari berbagai

aspek yaitu baik fisiologis, maupun psikologis.

Menurut Susanto (2015), kenyamanan atau rasa nyaman adalah suatu keadaan telah

terpenuhimya kebutuhan dasar manusia yaitu kebutuhan akan ketentraman(suatu kepuasan

yang meningkatkan penampilan sehari-hari), kelegaan(kebutuhan telah terpenuhi), dan

transenden(keadaan tentang sesuatu yang melebihi masalah dan nyeri). Kenyamanan mesti di

pandang secara holistic yang mencakup empat aspek yaitu sebagai berikut:

1. Fisik, berhubungan dengan sensasi tubuh.

2. Sosial, berhubungan dengan hubungan interpersonal, keluarga dan sosial.

3. Psikospiritual, berhubungan dengan kewaspadaan internal dalam diri sendiri yang meliputi

harga diri, seksualitas, dan makna kehidupan.

4. Lingkungan, berhubungan dengan latar belakang pengalaman eksternal manusia seperti

cahaya, bunyi, temperature, warna, dan unsur alamiah lainnya.

B. Pengalaman Nyeri

Pada kelompok belum pernah mengalami nyeri yang lainnya, kami

hanya mempunyai pengalaman nyeri yang sering terjadi yaitu nyeri saat haid pada setiap

bulannya. Nyeri yang dirasakan pada daerah abdomen bagian bawah lebih tepatnya di atas

mons pubis. Nyeri yang dirasakan sangat melilit, skala nyeri yang dirasakan adalah 6. Nyeri

yang dirasakan hari pertama dan kedua saat menstruasi, nyeri yang dirasakan seringkali tidak

menentu.
C. Jenis Nyeri

Menurut Susanto (2015), jenis nyeri secara umum dibagi menjadi tiga klasifikasi nyeri,

yaitu sebagai berikut:

1. Nyeri perifer. Nyeri ini ada tiga macam, yaitu (1) nyeri superfisial, yakni rasa nyeri yang

muncul akibat rangsangan pada kulit dan mukosa; (2) nyeri fiseral, yakni rasa nyeri yang

muncul akibat stimulasi pada reseptor nyeri di rongga abdomen, cranium dan toraks; (3) nyeri

alih, yakni nyeri yang dirasakan pada daerah lain yang jauh dari jaringan penyebab nyeri.

2. Nyeri sentral. Nyeri yang muncul akibat stimulasi pada medulla spinalis, batang otak dan

talamus.

3. Nyeri psikogenik. Nyeri yang tidak diketahui penyebab fisiknya. Dengan kata lain nyeri ini

timbul akibat pikiran penderita sendiri.

Adapun bentuk nyeri yaitu nyeri akut dan nyeri kronis.

Menurut Susanto (2015) dan menurut Uliyah (2014) nyeri akut dan nyeri kronis memiliki

perbedaan karakteristik.

Karakteristik Nyeri Akut Nyeri Kronis

Pengalaman Suatu kejadian jika klien Suatu situasi, status

baru pertama kali eksistensi nyeri. Jika klien

mengalami episode nyeri, telah sering mengalami

persepsi pertama tentang episode nyeri tanpa pernah

nyeri akan mengganggu sembuh atau klien

mekanisme kopinya. mengalami nyeri yang

Setiap orang belajar dari berat, rasa cemas atau


pengalaman nyerinya. bahkan takut dapat muncul.

Sebaliknya jika klien

pernah mengalami nyeri

yang sama berulang-ulang

dan ia berhasil

mengatasinya, akan lebih

mudah bagi klien untuk

menginterpretasikan sensasi

nyeri yang muncul. Dengan

demikian, klien akan lebih

siap untuk melakukan

tindakan yang diperlukan

guna menghilangkan nyeri.

Sumber Sebab eksternal atau Sumber nyeri tidak

pemyaklit yang berasal diketahui atau diubah atau

dari dalam. pengobatan terlalu lama

atau efektif. Klien sukar

menentukan sumber nyeri

karena pengindraan nyeri

yang sudah lebih

mendalam.

Serangan Mendadak Bisa mendadak atau

bertahap, berkembang, dan

tersembunyi.

Durasi /waktu yang Lamanya dalam hitungan Lamanya dalam hitungan


berlangsung menit dan transient(sampai bulan, >6 bulan hingga

6 bulan). beberapa tahun.

Penyebab/Etiologi nyeri

1. Trauma

a. Mekanik, yaitu rasa nyeri timbul akibat ujung-ujung syaraf bebas mengalami kerusakan.

Misalnya akibat benturan, gesekan, luka dan lain-lain.

b. Termal, yaitu nyeri timbul karena ujung syaraf reseptor mendapat rangsangan akibat panas

dan dingin. Missal karena api dan air.

c. Kimia, yaitu timbul karena kontak dengan zat kimia yang bersifat asam atau basa kuat.

d. Elektrik, yaitu timbul karena pengaruh aliran listrik yang kuat mengenai reseptor rasa nyeri

yang menimbulkan kekejangan otot dan luka bakar.

2. Peradangan, yakni nyeri terjadi karena kerusakan ujung-ujung syaraf reseptor akibat adanya

peradangan atau terjepit oleh pembengkakan, misalnya abses.

3. Gangguan sirkulasi darah dan kelainan pembuluh darah.

4. Gangguan pada jaringan tubuh, misalnya karena edema. Akibat terjadinya penekanan pada

reseptor nyeri.

5. Tumor, dapat juga menekan pada reseptor nyeri.

6. Iskemi pada jaringan, misalnya terjadi blockade pada arteri koronaria yang menstimulasi

reseptor nyeri akibat tertumpuknya asam laktat.

7. Spasme otot, dapat menstimulasi mekanik.

D. Proses terjadinya nyeri

Menurut Susanto (2015), proses nyeri terdiri dari empat fase, yakni sebagai berikut:
1. Transduksi. Pada fase transduksi, stimulus, atau rangsangan yang membahayakan (missal,

bahan kimia, suhu, listrik, atau mekanis) memicu pelepasan mediator biokimia (misal,

prostaglandin, bradikinin, histamin, substansi P) yang menyensitisasi nosisepton.

2. Transmisi. Fase transmisi nyeri terdiri atas tiga bagian. Pada bagian pertama, nyeri

merambat dari serabut saraf perifer ke medula spinalis. Dua jenis serabut nosisepton yang

terlibat dalam proses tersebut adalah serabut C, yang menstransmisikan nyeri tumpul dan

menyakitkan, serta serabut A-Delta yang menstransmisikan nyeri yang tajam dan

terlokalisasi. Bagian kedua adalah transmisi nyeri dari medula spinalis menuju batang otak

dan thalamus melalui jaras spinotalamikus (spinothalamic tract[STT]). STT merupakan suatu

sistem diskriminatif yang membawa informasi mengenai sifat dan lokasi stimulus ke talamus.

Selanjutnya, pada bagian ketiga signal tersebut diteruskan ke korteks sensoris somatik-tempat

nyeri dipersepsikan. Inpuls yang ditransmisikan melalui STT mengaktifkan respon otonomi

dan limbik.

3. Persepsi. Pada fase ini, individu mulai menyadari adanya nyeri. Tampaknya persepsi nyeri

tersebut terjadi di struktur korteks sehingga memungkinkan munculnya berbagai strategi

perilaku-kognitif untuk mengurangi komponen sensoris dan afektif nyeri.

4. Modulasi. Fase ini disebut juga “sistem desenden”. Pada fase ini, neuron di batang otak

mengirimkan sinyal-sinyal kembali ke medula spinalis. Serabut desenden tersebut

melepaskan substansi seperti opioit, serotonin, dan norepinefrin yang akan menghambat

impuls asenden yang membahayakan dibagian dorsal medula spinalis.

E. Faktor-faktor yang mempengaruhi pengalaman nyeri

Menurut Uliyah (2014), faktor-faktor yang mempengaruhi pengalaman nyeri sebagai berikut

1. Arti nyeri
Arti nyeri bagi seseorang memiliki banyak perbedaan dan hampir sebagian arti nyeri

merupakan arti yang negative, seperti membahayakan, merusak, dll. Keadaan ini dipengaruhi

beberapa faktor, seperti usia, jenis kelamin, latar belakang sosial budaya, lingkungan dan

pengalaman.

2. Persepsi nyeri

Persepsi nyeri merupakan penilaian yang sangat subyektif tepatnya pada korteks ( pada

fungsi evaluatif kognituf ) persepis ini dipengaruhi oleh faktir yang dapat memicu setimulasi

nociceptor.

3. Toleransi nyeri

Toleransi ini erat hubungannya dengan intensitas nyeri yang dapat mempengaruhi

kemampuan seseorang menahan nyeri. Faktor yang dapat mempengaruhi peningkatan

toleransi nyeri antara lain alcohol, obat-obatan, hipnotis, gesekan atau garukan, pengalihan

perhatian, kepercayaan yang kuat dan sebagainya. Sementara itu faktor yang menurunkan

toleransi antara lain kellahan, rasa marah, tosan, cemas, nyeri yang tidak kunjung hilang,

sakit, dll.

4. Reaksi terhadap nyeri

Reaksi terhadap nyeri merupakan bentuk respons seseorang terhadap nyeri, seperiti

ketakutan, gelisah, cemas, menangis, dan menjerit. Semua ini merupakan bentuk respons

nyeri, pemgalaman masa lalu, nilai budaya, harapan sosial, kesehatan fisik dan mental, rasa

takut, cemas, usia dll.

F. Pengkajian nyeri

Menurut Susanto (2015), pengkajian nyeri sebagai berikut :

a. Karakteristik nyeri menggunakan PQRST


Keluhan klien tentang nyeri yang dirasakan merupakan indicator utama yang paling dapat

dipercaya tentang keberadaan dan intensitas nyeri serta apapun yang berhubungan dengan

ketidaknyamanan

Nyeri bersifat individualistik. Pengkajian karakteristik nyeri membantu perawat

membentuk pengertian pola nyeri dan tipe terapi yang digunakan untuk mengatasi nyeri.

Penggunaan instrument untuk menghitung luas dan derajat nyeri bergantung pada kesadaran

klien secara kognitif dan kemampuan klien untuk memahami instruksi perawat.

Pendekatan pengkajian karakteristik nyeri dengan menggunakan PQRST dapat

mempermudah perawat dalam melakukan pengkajian nyeri yang dirasakan klien.

Provoking incident : apakah ada peristiwa yang menjadi faktor penyebab nyeri, apakah nyeri

berkurang apabila beristirahat, apakah nyeri bertambah berat bila beraktifitas (aggravation).

Faktor-faktor yang dapat meredakan nyeri (misalnya gerakan, kurang bergerak, pengerahan

tenaga, istirahat, obat-obat bebas, dan sebagainya).

Quality or quantity of pain : seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau digambarkan klien.

Apakah seperti terbakar, berdenyut, tajam, atau menusuk.

Region : radiation, relief : dimana lokasi nyeri harus ditunjukkan dengan tepat oleh klien,

apakah rasa sakit bisa reda, apakah rasa sakit menjalar atau menyebar, dan dimana rasa sakit

terjadi. Tekanan pada syaraf atau akar syaraf akan memberikan gejala nyeri yang

disebut radiatik pain misalnya pada skiatika dimana nyeri menjalar mulai dari bokong sampai

anggota gerak bawah sesuai dengan distribusi syaraf. Nyeri lain yang disebut nyeri kiriman

atau referred pain adalah nyeri pada suatu tempat yang sebenarnya akibat kelainan dari

tempat lain misalnya nyeri lutut akibat kelainan pada sendi panggul.

Severity (scale) of pain : seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan klien, bisa berdasarkan

skala nyeri deskriptip (tidak ada nyeri, nyeri ringan, nyeri sedang, nyeri berat, nyeri tak

tertahankan) dan klien menerangkan seberapa jauh rasa sakit mempengaruhi kemampuan
fungsinya terhadap aktivitas kehidupan sehari-hari (misalnya tidur, nafsu makan, konsentrasi,

interaksi dengan orang lain, gerakan fisik, bekerja, dan aktivitas-aktivitas santai). Nyeri akut

sering berkaitan dengan cemas dan nyeri kronis dengan depresi.

Time : berapa lama nyeri berlangsung (bersifat akut atau kronis), kapan apakah ada waktu-

waktu tertentu yang menambah rasa nyeri.

b. Respons fisiologis

Respons fisiologis untuk nyeri bervariasi, tergantung pada sumber dan durasi nyeri pada

awal awitan nyeri akut, respons fisiologis dapat meliputi peningkatan tekanan darah, nadi dan

pernafasan, diaforesis, serta dilatasi pupil akibat tersetimulasinya sisitem syaraf simpatis.

Akan tetapi, jika nyeri berlangsung lama dan syaraf simpatis telah beradaptasi, respons

fisiologis tersebut mungkin akan berkurang atau bahkan tidak ada. Oleh karenanya penti ng

bagi perawat untuk mengkaji lebih dari satu respons fisiologis sebab bisa jadi respons

tewrsebut merupakan indicator yang burukj untuk nyeri.

c. Respons perilaku

Respons perilaku banyak respons nonverbal yang bisa dijadikan indicator nyeri. Salah

satu yang paling utama adalah ekspresi wajah. Perilaku seperti menutup mata rapat-rapat atau

membukannya lebar-lebar, menggigit bibir bawah dan seringai wajah dapat mengindikasikan

nyeri. Selain ekspresi wajah, respos perilakul lain yang dapat menandakan nyeri adalah

vokalisasi ( misalnya, erangan, menagnggis, berteriak) , imobilisasi bagian tubuh yang

mengalami nyeri, gerakan tubuh tanpa tujuan, ( misalnnya, mendang-nendang, membolak-

balikkan tubuh diatas kasur ), dll.

d. Respons afektif
Respons afektif klien terhadap nyeri bervariasi, bergantung pada situsasi,derajat dan

durasi nyeri , interpretasi tentang nyeri, serta banyak faktor lainnya. Perawat perlu mengkajii

adanya persasaan ansietas, takut , lelah , depresi, atau perasaan gagal pada diri klien.

G. Instrument Pengkajian Nyeri (Wong-Baker Faces Paint Rating Scale)

Wong-Baker Faces Paint Rating Scale yang ditujukan untuk klien yang tidak mampu

menyatakan intensitas nyerinya melalui skala angka. Ini termasuk anak-anak yang tidak

mampu berkomunikasi secara verbal dan lansia yang mengalami gangguan kognisi dan

komunikasi.

H. Penatalaksanaan Nyeri

a. Non-Farmakologi

1. Terapi Distraksi

Teknik distraksi menurut Tamsuri (2007), adalah pengalihan dari fokus perhatian

terhadap nyeri ke stimulus yang lain. Tekhnik distraksi dapat mengatasi neyri berdasarkan

teori bahwa aktivitas retikuler menghambat stimulus. Stimulus yang menyenangkan dari luar

juga dapat merangsang sekresi endorphin, sehingga stimulus nyeri yang dirasakan berkurang.

Peredaan nyeri yang secara umum berhubungan langsung dengan partisipasi aktif individu,

banyaknya modalitas sensoris yang digunkan dan minta individu dalam stimulasi, oleh karena

itu stimulasi pendengaran, penglihatan, dan sentuhan mungkin akan lebih efektif dalam

menurunkan nyeri.

Menurut Tamsuri (2007), ada distraksi visual dan distraksi pendengaran yaitu sebagai

berikut :
a. Distraksi Visual

Melihat pertandingan, menonton televise, membaca koran, melihat pemandangan dan gambar

termasuk distraksi visual.

b. Distraksi Auditory/ Pendengaran

Diantaranya mendengarkan musik yang disukai atau suara burung serta gemercik air,

individu dianjurkan untuk memilih musik yang disukai dan musik tenang seperti seperti

music klasik, dan diminta untuk berkonsentrasi pada lirik dan irama lagu.

2. Employing Humor

Employing humor merupakan memfasilitasi pasien untuk menerima,mengapresiasi

dan mengekspresikan sesuatu yang lucu, menghibur atau konyol dalam rangka membina

hubungan, Menghilangkan ketegangan, melepaskan kemarahan, memfasilitasi pembelajaran

atau mengatasi perasaan nyeri. Aktivitas yang bisa dilakukan dalam employing humor yaitu

cari tahu jenis humor yang disenangi pasien, cari tahu bagaimana reaksi pasien terhadap

humor ( tertawa terbahak atau hanya tersenyum), cari tahu waktu-waktu dimana pasien

rileks,hindari candaan yang sensitif bagi pasien dan hindari menggunakan humor pada pasien

dengan gangguan kognitif (Wegner, 2016)

3. Terapi musik

Penggunaan music untuk membantu perubahan spesifik perilaku, perasaan dan

fisiologi. Aktivitasnya dapat dilakukan dengan identifikasi music yang disukai klien.

Pertimbangkan minat klien pada musik. Pilih musik-musik tertentu yang mewakili musik

yang disukai klien. Fasilitai partisipasi aktif klien (misalnya, bermain alat musik atau

bernyanyai) jika hal ini diinginkan klien dan sesuai dengan tempat. Hindari stimulasi music

setelah injuri kepala akut (Wegner, 2016).

4. Using imagery/ citra tubuh


Peningkatan citra tubuh merupakan meningkatkan persepsi dan sikap pasien baik,

yang disadari maupun tidak disadari terhadap tubuhnya. Aktivitas dalam peningkatan citra

tubuh dengan monitor apakah pasien bisa melihat bagian tubuh mana yang berubah dan

gunakan bimbingan antisipasif menyiapkan pasien terkait dengan perubahan-perubahan citra

tubuh yang telah diprediksikan (Wegner, 2016).

5. Terapi Relaksasi

Terapi relaksasi merupakan penggunaan tekhnik-tekhnik untuk mendorong dan

memperoleh relaksasi demi tujuan mengurangi tanda gejala yang tidak diinginkan seperti

nyeri, kau otot dan ansietas. Aktivitas dalam terapi relaksasi dapat dilakukan dengan ciptakan

lingkungan yang tenang dan tanpa distraksi dengan lampu yang redup dan suhu lingkungan

yang nyaman, jika memungkinkan, tunjukkan dan praktikkan Teknik relaksasi jika

memungkinkan(seperti nafas dalam), dan minta klien untuk rileks dan merasakan sensasi

yang terjadi (Wegner, 2016).

6. Stimulasi Kutaneus

Stimulasi Kuntaneus merupakan stimulasi kulit dan jaringan dibawahnya yang

bertujuan untuk mengurangi tanda dan gejala yang tidak diinginkan seperti nyeri, kejang otot,

peradangan atau mual. Aktivitas yang bisa dilakukan adalah diskusikan berbagai metode

stimulasi kulit efeknya terhadap sensasi dan harapan pasien selama kegiatan, pilih jenis

rangsangan kulit yang paling tepat untuk pasien dan kondisinya( misal: pijat,es, dingin, panas

,dan mentol) (Wegner, 2016).

7. Akupuntur

Akupuntur merupakan tindakan menusukkan jarum pada titik-titik tertentu ditubuh manusia

untuk tujuan kesehatan, salah satunya untuk mengatasi nyeri.

8. Hypnosis
Hipnosis merupakan membantu klien untuk mencapai keadaan yang peka dan fokus

untuk berkonsentrasi dengan suspensi kesadaran perifer untuk menciptakan perubahan

sensasi, pikiran dan perilaku. Aktivitas yang bisa dilakukan siapkan lingkungan yang tenang

dan nyaman, jangan menebak apa yang dipikirkan pasien , dan gunakan bahasa klien

sebanyak mungkin (Wegner, 2016).

9. Biofeedback

Biofeedback merupakan mendampingi pasien untuk meningkatkan kontrol terhadap

respons fisiologis dengan menggunakan umpan balik dari peralatan elektronik yang

diigunakan untuk proses fisiologis. Aktivitas dapat dilakukan dengan wawancarai pasien

untuk mendapatkan data riwayat kesehatan, analisa kondisi kesehatan spesifik yang perlu

diterapi, bantu pasien untuk mempelajari dan memodifikasi respon tubuh sesuai tanda yang

diberikan oleh alat yang dipakai dan sediakan umpan balik dari perkembangan setiap selesai

satu sesi (Wegner, 2016).

10. Sentuhan Terapeutik

Sentuhan terapeutik merupakan menyesuaikan terhadap energi universal dengan

tindakan sebagai suatu hal yang mempengaruhi peneyembuhan dengan menggunakan

sensitifitas alami dari tangan yang dialirkan ke tubuh dengan fokus yang lembut, langsung

mengatur lapang energi manusia. Aktivitasnya dapat dilakukan dengan ciptakan lingkungan

yang nyaman tanpa distraksi, fokuskan niat untuk memfasilitasi kesimetrisan dan

penyembuhan dalam area yang terganggu, dan memindahkan tangan dengan lembut dnegan

gerakan turun melalui lapang pasien, memikirkan pasien dan memfasilitasi sebagai aliran

energi yamg terbuka dan seimbang (Wegner, 2016).

b. Farmakologi
Menurut Jitowiyono (2017), terdapat beberapa obat untuk menangani rasa nyeri yaitu sebagai

berikut :

1. NSAIDs(Non Steroid Anti Inflamasi Drugs)

NSAIDs merupakan kelompok obat analgesik-antipiretik-antiimplamasi mencakup

berbagai obat yang secara kimia dan farmakologi memberikan efek meringankan nyeri,

demam, dana tau inflamasi yang berkaitan dengan cireda dan penyakit. NSAIDs memiliki

aktifitas non-aktifasi sikooksigenase, enzim yang di perlukan untuk pembentukan

prostaglandin.

2. Opioid Analgesik

Analgesik opioid merupakan analgesic yang diperoleh dari tanaman opium. Opiat

merupakan zat alami yang diperoleh dari opium mentah. Opiate mencakup morfin sulfat,

kodein, dll. Sistem saraf pusat memiliki reseptor opia. Meskipum opia memiliki aksi berbeda

pada situs reseptor yang berbeda, reseptor mu dan kappa menghasilkan efek analgesik,

sedatif, euforik yang berkaitan dengan obat analgesik.

Analgesik opioit menghasilkan beberapa reaksi yang tidak dikehendaki. Pada SSP,

opioit berdampak pada eoforia, kelemahan, sakit kepala, sedatif, insomnia, tremor, atau

gangguan mental atau fisik. Pada sistem respirasi berdampak pada depresi laju dan

kedalaman bernafas. Pada sistem pencernaan memungkinkan terjadinya anoreksia dan

konstipasi. Sistem kardiovaskuler mengalami gangguan sirkulasi periferal. Kontraindikasi

bagi pasien dengan hipersensitifitas obat, gangguan konvulsif dan renal parah.

3. Anastesi Lokal

Terdapat beberapa metode untuk memberikan anastesia local sebagai berikut:

a. Anastesia topikal

Anastesia topikal merupakan proses pemberian anastesia pada permukaan kulit, area

terbuka, dan membran mokus. Anastesia local dapat diberikan dengan kapas atau di
semprotkan. Tujuan pemberiam ini adalah untuk membuat kulit atau membrane mokus

kurang sensitis untuk selanjutnya di injeksi anastesia lokal yang lebih dalam.

b. Anastesia infiltrasi lokal

c. Anastesia infiltrasi lokal merupakan injeksi obat anastesia lokal pada jaringan. Tipe ini

biasa digunakan oleh dokter gigi dalam menjalankan fungsinya.

d. Anastesia regional

Anastesia regional merupakan injeksi anastesia lokal di sekitar saraf, sehingga area yang

dipasok oleh saraf tersebut tidak akan memberikan sinyal nyeri pada otak. Anastesia regional

dibedakan menjadi dua, yaitu:

· Anastesia spinal

Anastesia spinal merupakan tipe anastesia regional yang menggunakan injeksi obat anastesia

lokal kedalam ruang sub-arakhnoid pada korde spinal.

· Penghambat konduksi

Penghambat konduksi merupakan anastesia regional yang diberikan dengan injeksi obat

anastesia kedalam atau di dekat trunkus saraf.

4. Analgesia Epidural (PCA epidural)

Analgesia Epidural (PCA epidural) merupakan pengobatan pilihan untuk mengendalikan

berbagai macam nyeri termasuk nyeri pasca operasi. Selain itu diketahui bahwa narkotik

epidural bisa menghasilkan analgesia selama 15-16 jam tanpa gangguan pernapasan, motorik,

dan sensorik yang berarti.

5. Adjuvant analgesik

Adjuvant analgesic adalah obat yang mempunyai sifat analgesik lemah atau tidak ada

sifat analgesic sama sekali apabila diberikan sendiri, namun dapat meningkatkan efek agen

analgesic lain. Obat ini dapat dikombinasikan dengan analgesic primer sesuai dengan sistem

WHO analgesic ladder untuk mengurangi rasa nyeri. Analgesic adjuvant biasanya diberikan
kepada pasien yang menggunakan berbagai obat sehingga keputusan mengenai administrasi

dan dosis obat harus dibuat dengan pemahaman yang jelas dari tahap penyakit dan tujuan

perawatan.

Sebagaian analgesic adjuvant mempunyai efek yang bagus pada beberapa situasi nyeri

tertentu sehingga diberikan nama multipurpose adjuvant analgesic (anti depresan

kortikosteroid, adrenerjik agonis) nyeri tulang (calcitonin, bisphosphonates,

radiopharmaceuticals), nyeri otot (muscle relaxants), atau nyeri pada epstruksi usus

(octreotide, anticholinergics).

Adjuvant analgesic merupakan obat tambahan atau pengobatan lain yang dirancang

untuk meningkatkan efek terapi utama. Pengobatan yang diberikan setelah pengobatan utama

untuk meningkatkan peluang kesembuhan, terapi adjuvant mungkin termasuk kemoterapi,

terapi radiasi, terapi hormon, atau terapi biologi. Pengobatan tambahan yang ditambahkan

untuk meningkatkan efektivitas terapi utama, jenis umum dari terapi adjuvant, termasuk

terapi hormonal, kemoterapi atau radiasi ditambahkan setelah operasi untuk meningkatkan

peluang menyembuhkan penyakit atau menjaga dicek.


DAFTAR PUSTAKA

Ambarwati, R, F. 2014. Konsep Kebutuhan Dasar Manusia. Yogyakarta : Dua Satria Offset.

Jitowiyono, S. 2017. Farmakologi Pendekatan Perawatan. Yogyakarta : Pustaka Baru Press

Uliyah, M, Hidayat, A. 2014. Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta : Salemba Medika.

Saputra, Lyndon. 2013. Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta: BINARUPA AKSARA

Publisher.

Susanto, J, dkk. 2015. Buku Ajar Ilmu Keperawatan Dasar. Buku 2. Jakarta : Salemba Medika.

Tamsuri, A. 2007. Konsep dan Penatalaksanaan Nyeri. Jakarta : EGC.

Wegner, C, dkk. 2016. NIC(Nursing Inteventions Clasification). Singapore : Elsevier Inc.

Anda mungkin juga menyukai