Anda di halaman 1dari 15

SATUAN ACARA PENYULUHAN (SAP)

PENYULUHAN KESEHATAN DI RUMAH SAKIT (PKRS)


REHABILITASI PASCA STROKE DENGAN SENAM WAJAH DAN LATIHAN
KESEIMBANGAN
DI RUANG STROKE UNIT
RUMAH SAKIT UNIVERSITAS AIRLANGGA

Pembimbing :
Arina Qona’ah, S.Kep., Ns., M.Kes.
Andis Yuswanto, S.Kep., Ns.

Oleh :
Kelompok 2 W1 A2019 :
1. Febrina Ayu Indraswari 132239014
2. Charisma Ari Juliantika 132239015
3. Umi Maghfiroton Fitri 132239016
4. Dela Putri Lestari 132239017
5. Yutri Istiqomah 132239018
6. Windy Audia Conita 132239019
7. Melati Della Riskyani 132239020
8. Adinda Eka Ayuningtyas 132239021
9. Balqis Afikah 132239022
10. Anin Imana 132239023
11. Azizia Kanya Fathiarachman 132239024
12. Shafa Fadia Khanza S 132239025
13. Dinda Febri Putri Anjarwati 132239026

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS AIRLANGGA
2024
BAB I
PENDAHULUAN

SATUAN ACARA PENYULUHAN (SAP)

Pokok Pembahasan : Penyuluhan Kesehatan Di Rumah Sakit (PKRS) Terkait


Rehabilitasi Pasca Stroke Dengan Senam Wajah Dan Latihan
Keseimbangan di Ruang Stroke Unit Rumah Sakit Universitas
Airlangga
Sub Pokok Pembahasan : Rehabilitasi Pasca Stroke dengan Senam Wajah dan Latihan
Keseimbangan
Sasaran : Pasien Stroke atau Post Stroke dan Keluarga
Hari/ Tanggal : Jum’at, 16 Februari 2024
Jam/Waktu : Leaflet dengan Poster disampaikan dengan durasi 15-20 menit
secara langsung di Ruang Stroke Unit Rumah Sakit Universitas
Airlangga
Tempat : Ruang Stroke Unit Rumah Sakit Universitas Airlangga
Penyuluh : Anggota Kelompok 2 W1

A. Analisa Situasi
Definisi menurut WHO, Stroke adalah suatu keadaan dimana ditemukan tanda-tanda
klinis yang berkembang cepat berupa defisit neurologik fokal dan global, yang dapat
memberat dan berlangsung lama selama 24 jam atau lebih dan atau dapat menyebabkan
kematian, tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain vascular. Stroke terjadi apabila
pembuluh darah otak mengalami penyumbatan atau pecah. Akibatnya sebagian otak tidak
mendapatkan pasokan darah yang membawa oksigen yang diperlukan sehingga mengalami
kematian sel/jaringan. (P2PTM Kemenkes RI, 2018).
Menurut data World Stroke Organization tahun 2022, terdapat 12.224.551 kasus baru
setiap tahun dan 101.474.558 individu yang hidup saat ini pernah mengalami stroke. Dengan
kata lain, 1 dari 4 individu yang berusia 25 tahun pernah mengalami stroke di dalam
hidupnya. Angka kematian akibat stroke sebanyak 6.552.724 orang dan individu yang
mengalami kecacatan akibat stroke sebanyak 143.232.184. Dari tahun 1990-2019, terjadi
peningkatan insiden stroke sebanyak 70%, angka mortalitas sebanyak 43%, dan angka
morbiditas sebanyak 143% di negara yang berpendapatan rendah dan menengah ke bawah
(Feigin et al. 2022). Menurut Data Institute for Health Metrics and Evaluation (IHME)
tahun 2019 menunjukkan stroke sebagai penyebab kematian utama di Indonesia (19,42%
dari total kematian).
Stroke merupakan salah satu penyebab kecacatan neurologis pada orang dewasa. Individu
yang mengalami stroke juga mengalami hal lain yang melebihi dari sekadar cedera otak
awal, seperti gangguan kognitif pasca-stroke (Swartz et al. 2016). Keadaan ini memengaruhi
suatu individu yang pernah mengalami stroke secara signifikan, menghambat pemulihan,
dan memiliki konsekuensi jangka panjang yang buruk (Eskes et al. 2015). Fungsi kognitif
adalah kemampuan intelektual seseorang yang berkaitan dengan atensi, memori,
visuospasial, bahasa, dan fungsi eksekutif (Kemenkes RI, 2010). Dua dari tiga individu yang
selamat dari serangan stroke mengalami gangguan atau penurunan fungsi kognitif
(Kumalasari et al. 2018).
Terdapat penatalaksaan farmakologis dan non-farmakologis untuk membantu pemulihan
pasien-pasien post stroke. Salah satu contoh terapi non-farmakologis yang dapat dilakukan
pada pasien stroke adalah dengan terapi wajah dan latihan keseimbangan dimana pada
banyak pasien stroke atau post stroke mengalami penurunan fungsi sensori dan motorik yang
jika tidak dilatih bergerak akan semakin terasa lemas. Oleh karena itu, sangat penting
dilakukan penyuluhan mengenai rehabilitasi post stroke dengan terapi wajah dan latihan
keseimbangan.
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Setelah dilakukan pendidikan kesehatan selama 1x30 menit, pasien dan keluarganya
dapat mengetahui dan memahami tentang rehabilitasi post stroke dengan terapi wajah
dan latihan keseimbangan serta dapat menerapkannya.
2. Tujuan Khusus
Setelah dilakukan pendidikan kesehatan pada pasien dan keluarganya dapat :
a. Menjelaskan mengenai definisi stroke
b. Menjelaskan tanda dan gejala stroke
c. Menjelaskan faktor risiko dan penyebab stroke
d. Menjelaskan teknik rehabilitasi non-farmako pada pasien post stroke
e. Menerapkan terapi wajah pada pasien post stroke
f. Menerapkan latihan keseimbangan pada pasien post srtroke.
C. Isi Materi
1. Definisi stroke
2. Penyebab stroke
3. Tanda gejala stroke
4. Rehabilitasi pasca stroke
5. Latihan senam wajah
6. Latihan Range of Motion (ROM)
D. Metode
Metode pendidikan kesehatan yaitu menggunakan leaflet dan poster yang disampaikan
secara langsung melalui penyuluhan.
E. Media
Media yang digunakan yaitu media komunikasi secara langsung kepada pasien dan
keluarganya di ruang Stroke Unit Rumah Sakit Universitas Airlangga.
F. Kegiatan Pembelajaran
G. Evaluasi
BAB II
PEMBAGIAN JOBDESK

1. Penyusun SAP
- Febrina Ayu Indraswari 132239014
- Charisma Ari Juliantika 132239015
- Melati Della Riskyani 132239020
2. Penyusun Materi PKRS
- Yutri Istiqomah 132239018
- Balqis Afikah 132239022
- Azizia Kanya Fathiarachman 132239024
3. Penyusun Leaflet
- Umi Maghfiroton Fitri 132239016
- Dela Putri Lestari 132239017
- Dinda Febri Putri Anjarwati 132239026
4. Penyusun Poster
- Windy Audia Conita 132239019
- Adinda Eka Ayuningtyas 132239021
5. Penyusun Laporan Pertanggungjawaban
- Anin Imana 132239023
- Shafa Fadia Khanza S 132239025
BAB III
LAMPIRAN MATERI

1. Definisi stroke
Stroke adalah penyakit bagian neurologi atau sistem persyarafan yang terjadi secara cepat
dan juga secara tiba-tiba penyebabnya adalah gangguan aliran darah menuju otak. Aliran darah
yang terganggu tersebut dibagi menjadi dua macam penyebab yaitu karena terdapat
penyumbatan dibagian pembuluh darah atau terjadinya rupture pembuluh darah. Karena adanya
aliran yang terhambat tersebut maka mengakibatkan fungsi dari otak itu sendiri mengalami
kehilangan dikarenakan terhambatnya suplai darah ke bagian otak (Sari & Ayubbana, 2021).
Stroke merupakan penyakit dengan gangguan disfungsi pada sistem saraf karena terdapat
masalah pada pasokan peradaran darah ke otak, penyakit ini dapat terjadi secara mendadak
(Rahman et al., 2013). Stroke merupakan suatu kerusakan jaringan di dalam otak dikarenakan
terhentinya suplai darah secara tiba-tiba. Masalah klinis yang sering timbul dan muncul pada
pasien stroke merupakan gangguan motorik, sensorik, kognitif, bahasa, dan juga masalah dalam
pengendalian emosi bahkan jika tidak segera diatasi pasien stroke dapat mengalami kelumpuhan
dalam waktu yang lama ( Pratama et al., 2022).
2. Penyebab stroke
Hipertensi dan arteriosklerosis menjadi pemicu terbanyak kejadia stroke dengan
presentase 80%. Selain itu, dasar dari pemicu stroke adalah suasana hati yang tidak nyaman
(marah-marah) dan PHBS yang buruk, seperti terlalu banyak minum alkohol, merokok, dan
makanan berlemak. Menurut Nabyl (2012) faktor risiko dari terjadinya stroke ada dua, yaitu
faktor yang dapat dimodifikasi atau diubah dan faktor yang tidak dapat dimodifikasi atau tidak
dapat diubah.
2.1 Faktor yang dapat dimodifikasi (dapat diubah)
1) Merokok
Kebiasaan merokok menjadi faktor risiko yang potensial terhadap terjadinya stroke akibat
dari pecahnya pembuluh darah pada daerah posterior otak. Hal ini disebabkan karena
adanya kandungan nikotin pada rokok yang akan meningkatkan denyut jantung dan
tekanan darah, menurunkan kolesterol HDL baik dan jahat, serta mempercepat
arteriosklerosis.
2) Alkohol
Alkohol dapat meningkatkan tekanan darah, memperlemah kerja jantung, mengentalkan
atau membekukan atau menggumpalkan darah, dan menyebabkan kejang arteri.
3) Gaya hidup tidak sehat
Hal ini berkaitan dengan makanan yang dikonsumsi, seperti makanan tinggi lemak dan
tinggi kolesterol. Kurangnya aktivitas fisik dan olahraga juga rentan menyebabkan
terkenan obesitas, diabetes, arteriosklerosis, dan penyakit jantung.
4) Diabetes
Risiko terkena stroke akan meningkat sebesar 2,3 kali lebih besar pada pria dan 3,8 kali
lebih besar pada wanita yang menderita diabetes. Hal ini karena tingginya kadar gula
akan mampu menyebabkan kerusakan pembuluh darah dan mempercepat terjadinya
arteriosklerosis pada arteri kecil termasuk pembuluh darah otak.
5) Hiperkolesterol
Hiperkolesterol adalah zat yang berperan dalam terbentuknya arteriosklerosis di lapisan
dalam pembuluh darah yang akan menyebabkan pembuluh darah menjadi tersumbat,
terutama pembuluh darah di otak. Jika penyumbatan tersebut berhasil menutupi seluruh
rongga pembuluh darah, maka aliran darah pada jaringan otak terhenti dan terjadilah
stroke.
6) Obesitas
Secara epidemiologis, seseorang yang mengalami obesitas, cenderung akan menderita
penyakit lainnya, seperti hipertensi, hiperkolesterol, dan diabetes mellitus yang mana
penyakit tersebut merupakan faktor risiko yang sangat penting dalam munculnya
penyakit stroke.
2.2 Faktor yang tidak dapat dimodifikasi (tidak dapat diubah)
1) Jenis kelamin
Jenis kelamin merupakan salah satu faktor yang berhubungan dengan ketahanan otot baik
pada perempuan maupun laki-laki. Secara fisiologis kemampuan otot pada laki-laki lebih
kuat daripada perempuan, hal itu dikarenakan perempuan hanya memiliki dua per tiga
kekuatan otot yang dimiliki laki-laki (Zahro et al., 2021).
2) Usia
Seseorang dengan usia lanjut akan mengalami peningkatan produksi amiloid yang
berkaitan dengan metabolism estradiol yang akan mencerminkan adanya substrat
aritmodenik sehingga mampu meningkatkankan lingkungan trombogenik (Deoke et al.,
2012)..

3. Tanda dan gejala


Menurut Maria, (2021) gejala pada stroke juga dapat dilihat dari pengkajian awal dengan
metode FAST, metode ini merupakan 4 langkah dalam menentukan diagnosis cepat pada
penderita stroke, 4 langkah tersebut dapat dikaji dengan cara sebagai berikut:
3.1 F merupakan Face/ wajah, pengkajian ini meminta pasien untuk tersenyum. Pada saat ini
lihat keadaan wajah pasien apakah terdapat sisi wajah yang tertinggal, perhatikan apakah
wajah atau mata simetris atau tidak. Tanda gejala pada pasien stroke pada wajah dan mata
adalah tidak simestris.
3.2 A merupakan Arms/tangan, pengkajian ini meminta pasien untuk mengangkat tangan. Bila
pasien kesulitan mengangkat tangan minta untuk pasien menekuk, bila pasien tidak dapat
menekuk dan mengangkat tangan maka dapat dicurigai bahwa pasien tersebut menderita
stroke.
3.3 S merupakan Speech/ perkataan, pada hal ini pasien diminta untuk berbicara atau mengulang
satu kalimat, bila pasien tersebut kesulitan berbicara/ terdengar pelo maka dapat dikatakan
pasien tersebut mengalami gejala stroke.
3.4 T merupakan Time/ waktu, pada pengkajian Face, Arms, dan Speech bila terdapat gejala
tersebut maka pasien masuk ke dalam keadaan darurat dan harus dibawa ke fasilitas
kesehatan
Stroke juga akan diikuti dengan tanda dan gejala seperti di bawah ini (Harmawati et al.,
2021):
1) Senyum yang tidak simetris.
2) Gerakan anggota tubuh melemah secara tiba-tiba di satu sisi.
3) Pelo atau secara tiba-tiba tidak bisa bicara.
4) Kesemutan di satu sisi tubuh.
5) Pandangan mata kabur atau rabun.
6) Sakit kepala hebat yang muncul secara tiba-tiba.
7) Gangguan daya ingat dan gangguan menelan.
8) Tekanan darah meningkat (hipertensi)

4. Rehabilitasi Pasca Stroke


4.1 Definisi
Rehabilitasi Stroke adalah pengelolaan medik dan rehabilitasi yang menyeluruh (aspek
medis, sosial, emosional, dan vokasional) terhadap disabilitas yang diakibatkan oleh stroke
melalui pendekatan neurorehabilitasi dengan tujuan mengoptimalkan pemulihan dan atau
memodifikasi gejala sisa yang ada agar penyandang stroke mampu melakukan aktivitas
fungsional secara mandiri, dapat beradaptasi dengan lingkungan dan mencapai hidup yang
berkualitas.
4.2 Tujuan Rehabilitasi paska Stroke :
1) Memaksimalkan kemandirian fungsional
2) Memaksimalkan kemampuan pasien untuk melanjutkan cara hidup atau perannya
seperti sebelum sakit (restorasi, adaptasi, dan modifikasi fungsional)
3) Mencegah dan menangani berbagai masalah medis
4) Mencegah dan menangani komplikasi pasca stroke
5) Reintegrasi dalam keluarga, komunitas, lingkungan pekerjaan, dan kegiatan
rekreasional
6) Meningkatkan kualitas hidup
7) Fasilitasi adaptasi psikologis dan sosial
8) Meningkatkan pengetahuan pasien dan keluarga tentang pencegahan stroke berulang.
4.3 Disabilitas Umum pada Stroke
1) Kelemahan anggota gerak dan wajah.
2) Gangguan pola jalan, keseimbangan, koordinasi, dan ketangkasan (agility).
3) Gangguan komunikasi, bicara pelo (afasia, disartria, apraksia)
4) Gangguan menelan (disfagia)
5) Gangguan kognitif dan eksekutif.
6) Gangguan dalam aktivitas rutin sehari-hari Kendala kembali ke aktivitas sebelumnya
(pekerjaan, hobi, olahraga, peribadatan, dll).
7) Problem psikologis.
8) Gangguan interaksi sosial
4.4 Prinsip rehabilitasi stroke
1) Pencegahan sekunder : terhadap disabilitas, komplikasi, dan rekurensi (contoh:
kontraktur/kaku sendi, subluksasi bahu).
2) Rehabilitasi dan Restorasi : Program remedial untuk mengurangi efek defisit
neurologis, memperbaiki fungsi, dan optimalisasi kemandirian.
3) Adaptasi dan modifikasi : Teknik kompensasi untuk beradaptasi terhadap disabilitas
residual atau modifikasi aktivitas (contoh: alat bantu jalan, orthosis)
4) Reintegrasi : komunitas dan/atau lingkungan (sosial, pekerjaan, keluarga, dll.)
5) Pemeliharaan : berbagai fungsi dalam jangka panjang (contoh: pola jalan, kebugaran
fisik, dll.)
4.4 Pentingnya rehabilitasi stroke
Paska stroke akan terjadi peningkatan aktivitas neuroretorasi dan neuroplastisitas
1) Neurorestorasi : neurogenesis, angiogenesis, sinaptogenesis, yaitu untuk perbaikan
struktur saraf dan pembuluh darah
2) Neuroplastisitas : kemampuan otak untuk melakukan reorganisasi dan mempelajari
kembali berbagai fungsi yang melemah, atau mempelajari pola kompensasi / adaptasi
suatu aktivitas yang berlangsung sepanjang kehidupan
3) Penelitian : latihan motorik berulang dan bertujuan fungsional mampu mengubah
korteks -> pembentukan jalur baru saraf
4) Faktor penentu dalam pemulihan pasca stroke dipengaruhi oleh : waktu, nutrisi,
imunitas, agen neurogenesis, oksigenasi, dan repetisi
5) Neuroplastisitas semakin baik pada : repetisi semaksimal mungkin, intensitas dan
motivasi
4.5 Strategi rehabilitasi stroke
1) Menciptakan dan meningkatkan pergerakan aktif melalui latihan fisik dan aktivitas.
2) Melatih strategi kompensasi fungsional.
3) Adaptasi dan modifikasi aktivitas kehidupan sehari.
4) Motor relearning untuk melatih aktivitas fungsional spesifik.

5. Senam Wajah
Mirror therapy of the face adalah metode rehabilitasi neuromuskular wajah yang
menggunakan umpan balik visual untuk meningkatkan gerakan fungsional, simetri, dan
memperbaiki aktivitas otot yang tidak teratur. Umpan balik visual datang dari bagian wajah yang
berlawanan yang menghasilkan gerakan di sisi wajah yang terkena. Mirror therapy exercise
adalah intervensi terapeutik yang terdiri dari senam wajah yang dilakukan secara aktif dengan
tambahan input visual feedback. Saat melakukan senam wajah, penderita diminta untuk menatap
pantulan di cermin atau layar dari perangkat lunak dan secara bersamaan membayangkan bahwa
wajah mereka, terutama sisi yang lumpuh, adalah milik mereka sendiri dan dapat dikontrol
selama tugas motorik.
5.1 Manfaat Mirror therapy of the face :
1) Dapat meningkatkan fungsi wajah dan memperpendek durasi pengobatan
2) Meningkatkan kekuatan otot serta perbaikan saraf wajah
3) Memberikan ilusi pada sisi tubuh yang mengalami kelemahan, sehingga membantu
dalam perbaikan interaksi normal diantara kemampuan dan kemauan pasien dalam
menggerakkan anggota gerak.
5.2 Indikasi :
1) Terapi cermin efektif digunakan pada pasien yang setelah terjadi stroke dalam 6 sampai
12 bulan pertama.
2) Terapi cermin lebih efektif untuk penderita stroke dengan paresis atau bahkan bagian
ekstremitas atas yang lemah, seperti wajah
5.3 Gerakan
Senam wajah dapat berupa ekspresi wajah terdiri dari beberapa gerakan, diantaranya:
1) Hidung keriput
2) Cemberut
3) Pipi meniup
4) Kerutan dahi
5) Senyum mulut terbuka
6) Mengangkat alis
7) Menutup mata perlahan
8) Menutup hanya satu mata secara bergantian
9) Mengerucutkan bibir seperti mengucapkan “O”, mengucapkan bergantian “E”,“A”,“O”,
selama 3–5 detik
10) Tersenyum dengan dan tanpa menunjukkan gigi
11) Bibir menekan
12) Membaca dan berbicara dengan lantang.
13) Gerakan masing-masing diulang 10 kali.
6. Latihan Range Of Motion (ROM)
6.1 Definisi
Range Of Motion (ROM) adalah latihan menggerakkan bagian tubuh untuk memelihara
fleksibilitas dan kemampuan gerak sendi. Latihan range of motion (ROM) adalah latihan yang
dilakukan untuk mempertahankan atau memperbaiki tingkat kesempurnaan kemampuan
menggerakan persendian secara normal dan lengkap untuk meningkatkan massa otot dan tonus
otot (Potter & Perry, 2005).
6.2 Tujuan
ROM memiliki banyak tujuan diantaranya yaitu memelihara fleksibilitas dan kemampuan
gerak sendi, mengurangi rasa nyeri, mengembalikan kemampuan klien menggerakkan otot
melancarkan peredaran darah.
6.3 Jenis-jenis ROM
1) Latihan ROM aktif: Latihan dengan meminta klien menggunakan otot untuk melakukan
gerak mandiri.
2) Latihan ROM aktif dengan pendampingan (active-assisted): Latihan gerak mandiri
dengan dibantu atau didampingi oleh perawat atau tenaga kesehatan lain.
3) Latihan ROM pasif: Latihan ROM yang dilakukan oleh perawat atau tenaga kesehatan
lain kepada klien yang tidak mampu atau memiliki keterbatasan pergerakan.
6.4 Waktu dilakukan ROM
1) Idealnya sekali dalam sehari.
2) Latihan masing-masing dilakukan +-10 hitungan.
3) Mulai latihan pelan dan bertahap.
4) Usahakan sampai gerakan penuh, tapi jangan memaksakan gerakan klien, tetap sesuaikan
dengan batas toleransi gerakan pasien.
5) Perhatikan respon pasien, Hentikan bila terasa respon nyeri dan segera konsultasikan ke
tenaga kesehatan.
6.5 Cara ROM
6.5.1 ROM pada bagian jari-jari (Fleksi dan Ekstensi)
1) Pegang jari-jari tangan pasien dengan satu tangan sementara tangan lain memegang
pergelangan.
2) Bengkokkan (tekuk/fleksikan) jari-jari ke bawah.
3) Luruskan jari-jari (ekstensikan) kemudian dorong ke belakang (hiperekstensikan).
4) Gerakkan ke samping kiri kanan (Abduksi-adduksikan).
5) Kembalikan ke posisi awal.
6.5.2 ROM pada pergelangan kaki (Fleksi dan Ekstensi)
1) Letakkan satu tangan pada telapak kaki pasien dan satu tangan yang lain di atas
2) Pergelangan kaki, jaga kaki lurus dan rileks.
3) Tekuk pergelangan kaki, arahkan jari-jari kaki ke arah dada atau ke bagian atas tubuh
pasien.
4) Kembalikan ke posisi awal.
5) Tekuk pergelangan kaki menjauhi dada pasien. Jari dan telapak kaki diarahkan ke
bawah.
6.5.3 ROM pada pergelangan kaki (Infersi dan Efersi)
1) Pegang separuh bagian atas kaki pasien dengan tangan kita (pelaksana) dan pegang
pergelangan kaki pasien dengan tangan satunya.
2) Putar kaki dengan arah ke dalam sehingga telapak kaki menghadap ke kaki lainnya.
3) Kembalikan ke posisi semula.
4) Putar kaki keluar sehingga bagian telapak kaki menjauhi kaki yang lain.
5) Kembalikan ke posisi awal.
6.5.4 ROM pada bagian paha (Rotasi)
1) Letakkan satu tangan perawat pada pergelangan kaki pasien dan satu tangan yang lain
di atas lutut pasien.
2) Putar kaki ke arah pasien.
3) Putar kaki ke arah pelaksana.
4) Kembalikan ke posisi semula.
6.5.5 ROM pada paha (Abduksi dan Adduksi)
1) Letakkan satu tangan perawat di bawah lutut pasien dan satu tangan pada tumit.
2) Angkat kaki pasien kurang lebih 8 cm dari tempat tidur dan pertahankan posisi tetap
lurus. Gerakan kaki menjauhi badan pasien atau ke samping ke arah perawat.
3) Gerakkan kaki mendekati dan menjauhi badan pasien.
4) Kembalikan ke posisi semula.
5) Cuci tangan setelah prosedur dilakukan.
6.5.6 ROM pada bagian lutut (Fleksi dan Ekstensi)
1) Letakkan satu tangan di bawah lutut pasien dan pegang tumit pasien dengan tangan
yang lain.
2) Angkat kaki, tekuk pada lutut dan pangkal paha.
3) Lanjutkan menekuk lutut ke arah dada pasien sejauh mungkin dan semampu pasien.
4) Turunkan dan luruskan lutut dengan tetap mengangkat kaki ke atas.
5) Kembalikan ke posisi semula.
6) Cuci tangan setelah prosedur dilakukan
DAFTAR PUSTAKA

Adnan, M. G. (2023). Durasi Waktu Pemulihan Pasien Pasca Stroke Sub-Akut Dengan
Menggunakan Terapi Rehabilitasi Medik (Doctoral Dissertation, Universitas
Hasanuddin).
Auliya, H., Hayati, F., & Rachmania, D. (2018). Pengaruh Mirror Therapyof The Face Terhadap
Kemampuan Otot Wajah Pada Pasien Stroke di RSUD Kabupaten Kediri. JURNAL
ILKES (Jurnal Ilmu Kesehatan), 9(1), 1-11.
Kasiati dan Rosmalawati, Ni Wayan Dwi. 2016. Modul Bahan Ajar Cetak Keperawatan :
Kebutuhan Dasar Manusia I. Jakarta : Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.
Lasmana, Anna. (2021). Peranan rehabilitasi dalam pemulihan pasca stroke. RSUD
Banjarnegara. https://rsud.banjarnegarakab.go.id/?p=2351#:~:text=Rehabilitasi
%20Stroke%20adalah%20pengelolaan%20medik,yang%20ada%20agar%20penyandang
%20stroke(diakses 08/02/2024)
Munawwarah, W., Kurniawati, N., & Agustina, D. (2021). EFEKTIVITAS MIRROR
THERAPY EXERCISE TERHADAP KEMAMPUAN FUNGSIONAL WAJAH
PENDERITA FACIAL PALSY: STUDI LITERATUR. Indonesian Journal of
Physiotherapy, 1(2), 55-68.
Setiawan, L., & Hartiti, T. (2020). Penatalaksanan Ketergantungan pada Pasien Stroke. Ners
Muda, 1(1), 1-6. https://pdfs.semanticscholar.org/7135/ad78fa63d01c581fe69f0194d8b53
22a83e7.pdf
Utama, Y. A., & Nainggolan, S. S. (2022). Faktor Resiko yang Mempengaruhi Kejadian Stroke:
Sebuah Tinjauan Sistematis. Jurnal Ilmiah Universitas Batanghari Jambi, 22(1), 549-553.
http://ji.unbari.ac.id/index.php/ilmiah /article/view/1950
Utomo, T. Y. (2022). Karakteristik Faktor Risiko Stroke Hemoragik dan Stroke Non Hemoragik
di RSUD Kota Bekasi. Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia, 7(9), 2548-1398.
http://repository.uki.ac.id/9114/

Anda mungkin juga menyukai