Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH KPK3

RESIKO DAN HAZARD, UPAYA MENCEGAH DAN MEMINIMALKAN


PADA TAHAP IMPLEMENTASI ASUHAN KEPERAWATAN
Tugas Ini Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan KPK3

KELOMPOK 7

1. Dhindha Ratih Mayangsari P27220019261


2. Reni Yunitasari P27220019299
3. Trian Fajar Julianda P27220019310
4. Zainal Arifin P27220019316

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN SURAKARTA
JURUSAN KEPERAWATAN
PROGRAM STUDI PROFESI NERS
2019
Kata Pengantar

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas
limpahan rahmat dan karunia-Nya, penyusunan makalah ini dapat terselesaikan
dalam waktu yang ditentukan. Makalah yang berjudul “RESIKO DAN HAZARD,
UPAYA MENCEGAH DAN MEMINIMALKAN PADA TAHAP
IMPLEMENTASI ASUHAN KEPERAWATAN” ini, disusun sebagai salah satu
tugas kelompok mata kuliah KPK3. Ucapan terima kasih penulis sampaikan
kepada berbagai pihak yang ikut membantu baik langsung maupun tidak
langsung.
Setelah mempelajari makalah ini, diharapkan mahasiswa keperawatan dan
masyarakat umum dapat memahaminya. Penulis menyadari bahwa penulisan
makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Penulis juga menyadari makalah ini
terdapat kekurangan baik materi maupun penyajian.
Oleh karena itu, segala saran dan kritik dari semua pihak ataupun pembaca
sangat kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini
dapat memberikan wawasan lebih dan bermanfaat bagi semuanya.

Surakarta, September 2019

Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Keselamatan dan kesehatan kerja dewasa ini merupakan istilah yang
yang sangat populer. Bahkan di dalam dunia industri istilah tersebut lebih
dikenal dengan singkatan K3 yang artinya keselamatan, dan kesehatan kerja.
Menurut Milyandra (2009) Istilah ‘keselamatan dan kesehatan kerja’, dapat
dipandang mempunyai dua sisi pengertian. Pengertian yang pertama
mengandung arti sebagai suatu pendekatan pendekatan ilmiah (scientific
approach) dan disisi lain mempunyai pengertian sebagai suatu terapan atau
suatu program yang mempunyai tujuan tertentu. Karena itu keselamatan dan
kesehatan kerja dapat digolongkan sebagai suatu ilmu terapan (applied
science). Keselamatan dan Kesehatan Kerja sebagai suatu program didasari
pendekatan ilmiah dalam upaya mencegah atau memperkecil terjadinya bahaya
(hazard) dan risiko (risk) terjadinya penyakit dan kecelakaan, maupun
kerugian-kerugian lainya yang mungkin terjadi. Jadi dapat dikatakan bahwa
Keselamatan dan Kesehatan Kerja adalah suatu pendekatan ilmiah dan praktis
dalam mengatasi potensi bahaya dan risiko kesehatan dan keselamatan yang
mungkin terjadi.( Rijanto, 2010 ).
Rumah Sakit sebagai institusi pelayanan kesehatan bagi masyarakat
merupakan tempat kerja yang memiliki risiko tinggi terhadap keselamatan dan
kesehatan sumber daya manusia rumah sakit, pasien, pendamping pasien,
pengunjung, maupun lingkungan rumah sakit. Undang-Undang Nomor 36
Tahun 2009 tentang Kesehatan menyatakan bahwa pengelola tempat kerja
wajib melakukan segala bentuk upaya kesehatan melalui upaya pencegahan,
peningkatan, pengobatan dan pemulihan bagi tenaga kerja.
Dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga
Kesehatan juga dinyatakan bahwa tenaga kesehatan dalam menjalankan praktik
berhak memperoleh pelindungan atas keselamatan dan Kesehatan Kerja.
Pengelola Rumah Sakit harus menjamin kesehatan dan keselamatan
baik terhadap SDM Rumah Sakit, pasien, pendamping pasien, pengunjung,
maupun lingkungan Rumah Sakit dari berbagai potensi bahaya di Rumah Sakit.
Oleh karena itu, pengelola Rumah Sakit dituntut untuk melaksanakan upaya
kesehatan dan Keselamatan Kerja yang dilaksanakan secara terintegrasi,
menyeluruh, dan berkesinambungan sehingga risiko terjadinya penyakit akibat
kerja, kecelakaan kerja serta penyakit menular dan tidak menular lainnya di
Rumah Sakit dapat dihindari. Potensi bahaya di RS, selain penyakit-penyakit
infeksi juga ada potensi bahaya-bahaya lain yang mempengaruhi situasi dan
kondisi di RS, yaitu kecelakaan (peledakan, kebakaran, kecelakaan yang
berhubungan dengan instalasi listrik, dan sumber-sumber cidera lainnya),
radiasi, bahan-bahan kimia yang berbahaya, gas-gas anastesi, gangguan
psikososial dan ergonomi. Semua potensi bahaya tersebut di atas, jelas
mengancam jiwa dan kehidupan bagi para karyawan di RS, para pasien
maupun para pengunjung yang ada di lingkungan RS.
Berdasarkan hal tersebut diatas, maka untuk melindungi sumber daya
manusia Rumah Sakit, pasien, pendamping pasien, pengunjung, maupun
lingkungan Rumah Sakit dari risiko kejadian keselamatan dan Kesehatan
Kerja, diperlukan penyelenggaraan K3RS secara berkesinambungan

B. Rumusan Masalah
1. Apa definisi dari Kesehatan dan Keselamatan Kerja?
2. Apakah yang dimaksud hazard dan pengendaliannya?
3. Bagaimanakah upaya pencegahan hazard pada tahap implementasi?
4. Bagaimanakah analisa kasus akibat hazard pada tahap implementasi?

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui dan memahami definisi dari Kesehatan dan
Keselamatan Kerja
2. Untuk mengetahui dan memahami yang dimaksud hazard dan
pengendaliannya
3. Untuk mengetahui dan memahami upaya pencegahan hazard pada tahap
implementasi
4. Untuk mengetahui dan memahami analisa kasus akibat hazard pada tahap
implementasi
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Kesehatan Dan Keselamatan Kerja (K3) di Fasilitas


Pelayanan Kesehatan
Keselamatan dan Kesehatan Kerja di Fasilitas Pelayanan Kesehatan
yang disebut K3 di Fasyankes adalah segala kegiatan untuk menjamin dan
melindungi sumber daya manusia fasilitas pelayanan kesehatan, pasien,
pendamping pasien, pengunjung, maupun masyarakat di sekitar lingkungan
Fasilitas Pelayanan Kesehatan agar sehat, selamat, dan bebas dari gangguan
kesehatan dan pengaruh buruk yang diakibatkan dari pekerjaan, lingkungan,
dan aktivitas kerja. Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja di
Fasilitas Pelayanan Kesehatan yang selanjutnya disebut SMK3 di Fasyankes
adalah bagian dari sistem manajemen Fasilitas Pelayanan Kesehatan secara
keseluruhan dalam rangka pengendalian risiko yang berkaitan dengan
aktivitas proses kerja di Fasilitas Pelayanan Kesehatan guna terciptanya
lingkungan kerja yang sehat, selamat, aman dan nyaman.

B. Tujuan Pengaturan Kesehatan Dan Keselamatan Kerja (K3) di Fasilitas


Pelayanan Kesehatan

Tujuan pengaturan K3 di Fasilitas Pelayanan Kesehatan adalah untuk


terselenggaranya Keselamatan dan Kesehatan Kerja di Fasyankes secara
optimal, efektif, efisien dan berkesinambungan.

C. Upaya Pencegahan dan Meminimalkan Resiko dan Hazard pada Tahap


Implementasi Asuhan Keperawatan
Implementasi adalah pengolahan dan perwujudan dari rencana
keperawatan yang telah disusun pada tahap perencanaan (Effendi,1995).
Jalannya proses implementasi harus mendukung keselamatan pasien.
Perawat saat melakukan proses implementasi harus menjamin bahwa
tindakan yang akan dilakukan adalah tinjakan yang tepat. Perawat juga harus
mampu menilai kemampuan secara pribadi dalam melaksanakan proses
implementasi agar tidak terjadi kesalahan saat memberikan tindakan terhadap
pasien. Selain itu, keselamatan pasien juga ditentukan dari peralatan medis
dan lingkungan sekitar pasien. Hal tersebut perlu diperhatikan agar pasien
dapat tehindar dari infeksi lain akibat melakukan kontak dengan benda asing
atau lingkungan di luar tubuhnya.
Beberapa upaya mencegah Hazard dan Risiko Implementasi
Keperawatan :
1. Membantu klien dalam aktifitas sehari-hari
2. Konseling
3. Memberikan asuhan keperawatan langsung.
4. Teknik tepat dalam memberikan perawatan dan menyiapkan klien untuk
prosedur.
5. Mencapai tujuan perawatan dengan mengawasi dan mengevaluasi kerja
dari anggota staf lain.
Tiga prinsip pedoman implementasi asuhan keperawatan :
1. Mempertahankan keamanan klien
2. Memberikan asuhan yang efektif
3. Memberikan asuhan yang seefisien mungkin

D. Resiko & Hazard Dalam Tahap Implementasi Asuhan Keperawatan


a. Perawat tidak kompeten dalam memberikan tindakan asuhan keperawatan
b. Perawat beresiko terhadap tindakan yang dilakikan tidak menggunakan
staandar prosedur operasional
c. Perawat gagal dalam melakukan tindakan asuhan keperawatan
d. Tindakan yang dilakukan tidak sesuai dengan rencana tindakan
Beberapa contoh resiko & hazard dalam tahap implementasi
keperawatan
1. Salah Identifikasi Pasien saat melakukan tindakan
Identifikasi adalah proses pengumpulan data dan pencatatan
segalaketerangan tentang bukti-bukti dari seseorang sehingga kita dapat
menetapkan dan menyamakan keterangan tersebut dengan individu
seseorang. Gelang identifikasi pasien adalah suatu alat berupa gelang
identifikasi yang dipasangkan kepada pasien secara individual yang
digunakan sebagai identitas pasien selama dirawat di Rumah Sakit.
Prosedur yang membutuhkan identifikasi pasien.
a. Pemberian obat-obatan
b. Prosedur pemeriksaan radiologi&rontgen, MRI dan sebagainya
c. Intervensi pembedahan dan prosedur invasif lainnya
d. Transfusi darah
e. Pengambilan sampel darah, tinja, urin dan sebagainya
f. Transfer pasien

Upaya yang bisa dilakukan untuk mencegah atau meminimalkan


resiko:
- Jangan melakukan prosedur apapun jika pasien tidak memakai gelang
pengenal. Gelang pengenal harus dipakaikan ulang oleh perawat yang
bertugas menangani pasien secara personal sebelum pasien menjalani
suatu prosedur.
- Saat menanyakan identitas pasien, selalu gunakan pertanyaan terbuka
misalnya "Siapa nama anda?”, jangan menggunakan pertanyaan tertutup
seperti “apakah nama anda ibu susi”
- Jika pasien tidak mampu memberitahukan namanya & misalnya pada
pasien tidak sadar, bayi, disfasia, gangguan jiwa, verifikasi identitas
pasien kepada keluarga atau pengantarnya, jika mungkin gelang pengenal
jangan dijadikan satu-satunya bentuk identifikasi sebelum dilakukan suatu
intervensi. Tanya ulang nama dan tanggal lahir pasien kemudian
bandingkan jawaban pasien dengan data yang tertulis di gelang
pengenalnya.
2. Penggunaan APD tidak semestinya.
Petugas kesehatan belum terbiasa menggunakan APD saat
melayani pasien. Kalaupun ada hanya pada kasus-kasus penyakit tertentu
seperti batuk, atau menangani pasien KLL, kemungkinan penyebabnya
karena petugas kesehatan belum terbiasa menggunakan APD.

Upaya yang bisa dilakukan untuk mencegah atau meminimalkan


infeksi:
- Semua pasien yang akan dilakukan tindakan harus dianggap
berpotensi menular, dan petugas yang melakukan tindakan
keperawatan harus secara ketat mematuhi kewaspadaan standar
bahwa petugas memakai APD yang sesuai guna meminimalisir
kemungkinan pajanan patogrn yang menular.
- sosialisasi dari tim PPI pentingnya penggunaan APD pada setiap
tindakan
- sosialisasi tentang kebijakan RS melalui SOP penggunaan APD.

3. Resiko Low Back Pain saat mobilisasi pasien


Perawat adalah profesi dengan pekerjaan berisiko tinggi LBP,
karena aktivitas perawat berhubungan dengan peningkatan risiko pada
gangguan tulang belakang terutama aktivitas angkat-angkut atau
mobilisasi pasien, dan juga pekerjaan dengan postur yang membungkuk,
pekerjaan angkat angkut dan mobilisasi pasien berisiko tinggi LBP, selain
itu juga teridentifikasi pekerjaan yang dilakukan dengan membungkuk
antara lain menjahit luka, memasang infus, dan mengukur urin.
Disimpulkan faktor fisik seperti posisi janggal, manual handling, sering
membungkuk (frequent bending) dan memutar (twisting), serta gerakan
mendorong ke depan merupakan faktor risiko yang dapat memengaruhi
tingginya prevalensi LBP pada perawat tersebut.

Upaya yang bisa lakukan untuk meminimalisir Risiko LBP pada


perawat:
- Perawat mengikuti SPO memindahkan pasien atau mobilisasi pasien.
- Disarankan menggunakan tempat tidur yang tingginya dapat
disesuaikan, dengan demikian perawat dapat menyesuaikan tinggi
tempat tidur dengan tinggi badannya sehingga mengurangi sudut
lengkung punggung.
- Selain itu, juga perlu untuk disediakan tempat duduk yang tingginya
dapat dinaikkan atau diturunkan, agar perawat dapat menyesuaikan
tinggi tempat tidur sejajar dengan bagian bawah siku lengan atasnya
saat memberikan pelayanan dengan durasi lebih dari dua menit dan
berulang-ulang, seperti pada saat menjahit luka, menyuntik intravena,
dan juga memasang infus pada pasien dehidrasi. Pasien dehidrasi
sering kali mengalami hipotensi dan venanya seolah-olah menghilang
sehingga sulit untuk dapat dijangkau.
- Selanjutnya, sudut lengkung atau membungkuk tubuh juga perlu
dikurangi saat mengukur urin, maka postur membungkuk juga dapat
diminimalkan.
- Selain itu, untuk mengurangi beban dan frekuensi, maka rasio jumlah-
perawat pasien minimal harus dipenuhi, perawat harus dilatih agar
pekerjaan mengangkat dan memindahkan pasien minimal dilakukan
oleh 2 orang perawat menyesuaikan berat pasien dalam teknik
pemindahan pasien.

4. Tertusuk jarum infus dan terpapar cairan infeksius


Resiko yang ditemui di lapangan antara lain tempat pembuangan
jarum suntik tidak mencukupi dan dibuat seadanya dari botol, tidak ada
tempat permanen untuk jarum suntik maupun benda & benda tajam habis
pakai di unit perawatan.
Sekarang sudah banyak rumah sakit yang menerapkan SOP praktek
menyuntik aman yang bertujuan untuk mencegah kontaminasi dari
peralatan terapi atau injeksi, melindungi dokter atau perawat dalam
melakukan insersi agar tidak terjadi kecelakaan kerja, untuk mencegah
daan mengendalikan infeksi di rumah sakit dengan meningkatkan
kewaspadaan standar. Selain praktek menyuntik harus dilaksanakan oleh
petugas medis yang berkompeten.
Upaya yang bisa lakukan untuk meminimalisir:
- setelah dipakai, spuit jangan ditutup kembali tetapi langsung dibuang
ke tempat sampah benda tajam. Bila suatu keadaan menuntut untuk
melakukan penutupan jarum lakukan dengan cara “one-hand”
- perawat sebelum menyuntik wajib menggunakan APD seperti
handscoon
- lingkungan yang terang untuk memudahkan melakukan penyuntikan

5. Pembuangan limbah medis dan non medis


Petugas kesehatan yang kurang memahami resiko penularan infeksi
melalui limbah medis dapat menularkan kepada orang lain yang akan
menindaklanjuti pengelolaan limbah medis.

Upaya yang bisa lakukan untuk meminimalisir:


- Peralatan diberi label dan bewarna sesuai dengan kategori limbah
- Mudah diakses sarana pembuangan limbah.
- Tempat limbah medis harus aman dari jangkauan anak kecil maupun
binatang

6. Kebiasaan cuci tangan sebelum melakukan tindakan


Kebiasaan dan kesadaran perawat, keterbatasan sarana dan prasarana
seperti wastafel, sabun cuci tangan dan air yang tidak mengalir adalah
faktor yang membuat resiko dan hazard yang menyebabkan penularan
penyakit yang sering ditemui di ruangan.

Upaya yang bisa lakukan untuk meminimalisir:


- Rumah sakit akan wajib menyediakan wastafel dan sabun di sekitar
ruangan pelayanan pasien secara merata.
- 5 kali melakukan handrub sebaiknya diselingi 1 kali handwash
- 5 Momen Hand Hygiene
- Handrub dilakukan selama 20-30 detik sedangkan handwash 40-60
detik.
E. Analisa kasus akibat hazard pada tahap implementasi
Kasus : “Seorang perawat RSUD Gunung Jati Positif Difteri”
Seorang perawat di RSUD Gunung Jati, kota Cirebon, diketahui positf
difteri pasca menangani pasien yang menderita penyakit yang sama.
CIREBON – seorang perawat di RSUD Gunung Jati,kota Cirebon, diketahui
positif difteri pasca menangani pasien difteri. Berdasarkan informasi, perawat
tersebut diduga tertular pasca menangani dan melakukan tindakan awal pada
pasien positif difteri tersebut, perawat terkena diffteri berinisal R.U dan
bertugas di ruang Instalasi Gawat Darurat (IGD) RSUD Gunung Jati. R.U
diketahui merupakan perawat pertama difteri yang masuk rumah sakit
tersebut.
Analisis kasus :
Hazard yang ada di kasus :
Hazard biologis yaitu perawat tertular penyakit difteri dari pasien pasca
menangani dan melakukan tindakan awal pada pasien positif difteri.
Upaya pencegahan kasus :
1. Upaya pencegahan dari rumah sakit /tempat kerja
a. RS menyediakan APD yang lengkap sepeti masker, handskoon, dan
scout dll.
Alasan : Meminimalisir terjadinya atau tertularnya penyakit / infeksi
yang dapat terjadi terutama saat bekerja, APD harus selalu
di gunakan sebagai perlindungan diri dengan kasus di atas
dapat di hindari jika perawat menggunakan APD lengkap
mengingat cara penularan difteri melalui terpaparnya cairan
ke pasien.
b. Menyediakan sarana untuk mencuci tangan atau alkohol gliserin untuk
perawat.
Alasan : Cuci tangan merupakan cara penanganan awal jika kita sudah
terlanjur terpapar cairan pasien baik pasien beresiko
menularkan atau tidak menularkan. Cuci tangan merupakan
tindakan aseptic awalawal sebelum ke pasien maupun setelah
ke pasien.
c. RS menyediakan pemilahan tempat sampah medis dan non medis.
Alasan : Bila sampah medis dan non medis tercampur dan di kelola
dengan baik akan menimbulkan penyebaran penyakit.
d. RS menyediakan SOP untuk tindakan keperawatan.
Alasan : Agar petugas/perawat menjaga konsisten dan tingkat kinerja
petugas/perawat atau tindakan organisasi atau unit kerja,
sebagai acuan ( chek list ) dalam pelaksanaan kegiaan
tertentu bagi sesama pekerja. Supervisor dan lain-lain dan
SOP merupakan salah satu cara atau parameter dalam
meningkatkan mutu pelayanan.
2. Upaya pecegahan pada perawat :
a. Menjaga diri dari infeksi dengan mempertahankan teknik aseptic
seperti mencuci tangan, memakai APD, dan menggunakan alat
kesehatan dalam keadaan steril.
Alasan : Agar perawat tidak tertular penyakit dari pasien yang di
tangani meskipun pasien dari UGD dan memakai APD
adalah salah satu SOP RS.
b. Perawat mematuhi standar Operatinal Prosedure yang sudah ada RS
dan berhati-hati atau jangan berburu-buru dalam melakukan tindakan.
Alasan : Meskipun pasien di ruang UGD dan pertama masuk RS,
perawat sebaiknya lebih berhati-hati atau jangan terburu-
buru dalam melakukan tindakan ke pasien dan perawat
menciptakan dan menjaga keselamatan tempat kerja supaya
dalam tindakan perawat terhindar dari tertularnya penyakit
dari pasien dan pasien juga merasa aman.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dengan melaksanakan K3 akan terwujud perlindungan terhadap tenaga
kerja dari risiko kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja yang dapat terjadi
pada waktu melakukan pekerjaan di tempat kerja. Dengan dilaksanakannya
perlindungan K3, diharapkan akan tercipta tempat kerja yang aman, nyaman,
sehat dan tenaga kerja yang produktif, sehingga akan meningkatkan
produktivitas kerja dan produktivitas perusahaan. K3 sangat besar peranannya
dalam upaya meningkatkan produktivitas perusahaan, terutama dapat
mencegah korban manusia.
Dengan demikian untuk mewujudkan K3 perlu dilaksanakan dengan
perencanaan dan pertimbangan yang tepat, dan salah satu kunci
keberhasilannya terletak pada peran serta pekerja sendiri baik sebagai subyek
maupun obyek perlindungan dimaksud dengan memperhatikan banyaknya
risiko yang diperoleh.

B. Saran
Penyusun berharap agar menjaga keselamatan anda dalam kondisi yang
aman dan patuhilah pada peraturan rambu lalu lintas agar tidak terjadi
kecelakaan dan mengurangi risiko kecelakaan.
DAFTAR PUSTAKA

Undang-Undang No. 1 Tahun 2007 Tntang Keselamatan dan Kesehatan Kerja

Depkes RI. 2008, Panduan Nasional Keselamatn Pasien Rumah Sakit(patient


safety), 2 edn, Bakti Husada,Jakarta.

Yahya, A. 2009, Integrasikan Kegiatan Manajemen Risiko. Workshop


Keselamatan Pasien dan Manajemen Risiko Klinis. PERSI:KKP-RS

Anda mungkin juga menyukai