Anda di halaman 1dari 7

Diabetes Melitus (DM) merupakan suatu penyakit kronis yang memerlukan

strategi dan penanganan untuk mengurangi berbagai resiko terkait peningkatan kadar gula

darah (American Diabetes Association, 2015).

Diabetes Melitus (DM) merupakan gangguan metabolik dengan karakteristik

hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin. Satu dari 11 orang di Dunia

terbukti memiliki diabetes, dan perkiraan di tahun 2040 penderita diabetes akan

meningkat menjadi 1 dari 10 orang. (International Diabetes Federation , 2015).

Diabetes Melitus seringkali tidak terdiagnosa selama bertahun-tahun karena kadar

gula darah meningkat secara bertahap dan gejala yang dirasakan pasien masih ringan.

Pasien dengan kondisi peningkatan kadar gula darah memiliki resiko untuk mengalami

komplikasi penyakit mikrovaskuler dan makrovaskuler (Putra et al., 2017).

Penyakit diabetes melitus membutuhkan pengobatan jangka panjang sehingga

efektivitas dan efek samping pengobatan dapat mempengaruhi kualitas hidup pasien.

Pasien diabetes melitus cenderung mengalami komplikasi sehingga dapat mempengaruhi

derajat kualitas hidupnya. Salah satu tujuan terapi pengobatan diabetes melitus adalah

meningkatkan kualitas hidup pasien tersebut. Kegagalan terhadap terapi anti diabetes

melitus juga dapat menyebabkan terjadinya penurunan kualitas hidup pasien (Perwitasari

et al.,2014).

Diabetes Melitus merupakan penyakit gangguan metabolisme kronis yang

ditandai peningkatan glukosa darah (Hiperglikemi), disebabkan karena

ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan untuk memfasilitasi masuknya glukosa

dalam sel agar dapat di gunakan untuk metabolisme dan pertumbuhan sel. Berkurang atau

tidak adanya insulin menjadikan glukosa tertahan didalam darah dan menimbulkan
peningkatan gula darah, sementara sel menjadi kekurangan glukosa yang sangat di

butuhkan dalam kelangsungan dan fungsi sel (Izzati & Nirmala, 2015).

Menurut Brunner & Suddart (2012), DM merupakan sekelompok kelainan

heterogen yang ditandai oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia.

Hiperglikemi kronik pada DM berhubungan dengan jangka panjang, disfungsi atau

kegagalan beberapa organ tubuh, terutama mata, ginjal, syaraf, jantung, dan pembuluh

darah.

Ada dua tipe jenis diabetes melitus, yang pertama adalah Diabetes Melitus tipe 1,

yaitu penyakit yang terjadi akibat dekstruksi sel beta. Diabetes Melitus tipe 1 umumnya

menjurus ke defisiensi insulin absolut yang disebabkan oleh kelainan autoimun, tetapi

juga bisa idiopatik. Diabetes Melitus tipe 1 umumnya didapat sejak masa kanak-kanak.

Jenis kedua adalah Diabetes Melitus tipe 2 yang disebabkan oleh resistensi insulin

disertai defisiensi insulin relatif, sampai yang dominan yaitu defek sekresi insulin disertai

resistensi insulin. Diabetes Melitus tipe 2 umumnya didapat setelah dewasa. Diabetes

Melitus tipe 2 merupakan penyakit diabetes paling banyak diderita di Indonesia

(PERKENI, 2015).

Berdasarkan data Kementrian Kesehatan jumlah pasien DM rawat inap maupun

rawat jalan di rumah sakit menempati urutan pertama dari seluruh penyakit endokrin dan

4% wanita hamil menderita Diabetes Gestasional (Kurniadi; Nurrahmani, 2014).

Diabetes Melitus menjadi penyakit yang semakin tren saat ini. Prevalensi DM

meningkat dari 5,9% sampai 7,1% (246-380 jiwa) diseluruh dunia pada kelompok usia

20-79 tahun. Proporsi relatif dari DM bervariasi yaitu 15:85 pada populasi di Negara

maju dan 5:95 di Negara berkembang (Bilous; Donelly, 2014).


Pada tahun2015, Indonesia menempati peringkat ke tujuh di dunia untuk

pravelensi penderita diabetes tertinggi di dunia bersama dengan China, India, Amerika

Serikat, Brazil, Rusia dan Meksiko dengan jumlah estimasi orang dengan diabetes

sebesar 10 juta (IDF Atlas, 2015).

Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas, 2018) menunjukan jumlah kasus DM di

Indonesia tahun 2010 sebesar 8,43 juta orang dan diperkirakan akan meningkat mencapai

21,25 juta di tahun 2035. Pada tahun 2013 jumlah DM di Indonesia dengan usia di atas

15 tahun sebesar 6,9%. Pada tahun 2018 jumlah DM di Indonesia dengan usia diatas 15

tahun mengalami kenaikan menjadi 8,5%.

Di Indonesia, Provinsi dengan prevalensi DM tertinggi adalah D.I. Yogyakarta

dengan angka 2,6%, kedua Jakarta 2,5 %, dan ketiga Sulawesi Utara dengan angka 2,4%.

Prevalensi penyakit DM di Provinsi Kalimantan Selatan menduduki peringkat ke 13

sebesar 1,4 % (Kemenkes, 2013).

Di Kalimantan Selatan, prevalensi penderita Diabetes Melitus itu sendiri

diperkirakan sekitar 1,4 % atau sekitar 38.113 jiwa dari total jumlah penduduk berumur

>15 tahun yaitu 2.722.366 jiwa (Infodatin, 2014).

Berdasarkan hasil studi pendahuluan pada tanggal 10 November 2018 di

Puskesmas Banjarbaru Utara ternyata penyakit DM tipe 2 menempati peringkat ke 7 dari

20 besar dalam jumlah penderita penyakit terbanyak di tahun 2018 dan didapatkan data

penderita DM di Puskesmas Banjarbaru Utara sebagai berikut :

Tahun Penderita DM

Tipe 1 Tipe 2

2016 7 147
2017 36 676

2018 33 706

Tabel 1.1 menunjukkan data penderita DM tipe 1 dan 2 pada tahun 2016- 2018.

Salah satu hasil penelitian dari Diabetes Control and Complication Trial (DCCT)

menunjukkan bahwa, kepatuhan penderita diabetes mellitus mendapatkan (75%) tidak

mengikuti diet yang dianjurkan. Ketidakpatuhan tersebut, merupakan salah satu

hambatan untuk tercapainya tujuan pengobatan. Sehingga kepatuhan pasien terhadap

prinsip gizi dan perencanaan makan merupakan salah satu kendala pada pelayanan

diabetes. Terapi gizi atau diet merupakan komponen utama keberhasilan penatalaksanaan

DM. Bila semua perilaku positif dilaksanakan, tentunya penyandang diabetes tersebut

dapat dimasukkan kedalam kelompok penyandang diabetes dengan kepatuhan yang

tinggi. Sebagai dampak dari kepatuhan adalah terkendalinya diabetes 4. Salah satu faktor

yang mempengaruhi kepatuhan adalah sosial keluarga. Keluarga menjadi faktor yang

sangat berpengaruh dalam menentukan keyakinan diri sendiri dan nilai kesehatan

individu serta juga dapat menentukan tentang program pengobatan yang dapat diterima

(Niven, 2002).

Beberapa penelitian telah dilakukan terkait dengan dukungan keluarga maupun

kepatuhan diet pada pasien DM tipe 2. Studi yang dilakukan oleh Nurhidayati (2011)

menyimpulkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara dukungan keluarga

dengan kepatuhan diet diabetes pada pasien dengan DM tipe 2 di RS PKU

Muhammadiyah Yogyakarta. Selanjutnya penelitian yang dilakukan oleh Fauziah, dkk

(2016) menghasilkan bahwa dukungan keluarga merupakan faktor tertinggi untuk

tercapainya kepatuhan diet DM pada pasien DM tipe 2 di Puskesmas Pakis Surabaya. Hal
ini terjadi karena keluarga merupakan orang yang paling dekat dengan penderita diabetes

sehingga memungkinkan keluarga tersebut selalu mengontrol dan mengingatkan tentang

progam diet yang dijalani.

Meningkatnya jumlah penderita diabetes melitus dapat disebabkan oleh banyak

faktor, diantaranya adalah faktor keturunan/genetik, obesitas, perubahan gaya hidup, pola

makan yang salah, obat-obatan yang mempengaruhi kadar glukosa darah, kurangnya

aktivitas fisik, proses menua, kehamilan, perokok dan stress (Muflihatin, 2015). Salah

satu komponen yang cukup penting adalah penatalaksanaan diet, yang diarahkan untuk

mempertahankan kadar glukosa darah agar tetap terkontrol dan dipertahankan mendekati

normal, mencapai dan mempertahankan kadar lipid serum normal, memberi cukup energi

untuk mempertahankan atau mencapai berat badan yang normal, menangani atau

menghindari komplikasi akut pasien dan meningkatkan derajat kesehatan secara

kesuluruhan melalui gizi yang optimal.

Asrana (2011) menyebutkan bahwa kontrol glikemik pasien sangat dipengaruhi

oleh kepatuhan pasien terhadap anjuran diet meliputi, jenis dan jumlah makanan yang di

konsumsi dan ketidakpatuhan merupakan salah satu hambatan untuk tercapaiya tujuan

pengobatan dan juga akan mengakibatkan pasien memerlukan pemeriksaan atau

pengobatan yang sebenarnya tidak diperlukan. Hal ini memerlukan perhatian dan

penanganan serius dari tenaga kesehatan termasuk perawat untuk menurunkan angka

kejadian DM yang salah satunya adalah dengan patuh dalam melaksanakan program diet.

Kepatuhan diet pasien DM sangat berperan penting untuk menstabilkan kadar

glukosa darah, sedangkan kepatuhan itu sendiri merupakan suatu hal yang penting untuk

dapat mengembangkan rutinitas (kebiasaan) yang dapat membantu penderita dalam


mengikuti jadwal diet. Pasien yang tidak patuh dalam menjalankan terapi diet

menyebabkan kadar gula yang tidak terkendali. Menurut Lopulalan (2008), kepatuhan

dapat sangat sulit, dan membutuhkan faktor-faktor yang mendukung agar kepatuhan

dapat berhasil. Faktor pendukung tersebut adalah dukungan keluarga, pengetahuan, dan

motivasi agar menjadi bias dengan perubahan yang dilakukan dengan cara mengatur

untuk meluangkan waktu dan kesempatan yang dibutuhkan untuk menyesuaikan diri.

Ada beberapa penanganan penyakit DM di antaranya: 1) edukasi, 2) latihan fisik,

3) diet DM, dan 4) medikasi. (Ndraha, 2014). Diet bertujuan untuk mencegah terjadinya

komplikasi DM, tetapi dalam prosesnya kemampuan untuk melaksanakan diet merupakan

tantangan besar bagi penderita untuk mencapai kualitas hidup yang lebih sehat lagi.

Sebagian penderita DM mengeluh karena merasa bosan melaksanakan diet DM secara

terus menerus, namun adapula sebagian pasien sudah mengetahui akan pentingnya

melakukan diet DM, tapi mereka sengaja melanggar, karena mereka beranggapan hal

tersebut dapat di atasi cukup dengan minum obat saja (Pratita & Nurina 2012).

Kepatuhan diet diabetes merupakan bentuk dari ketaatan dan kedisiplinan

terhadap diet yang sedang dijalankan oleh penderita diet diabetes. Kepatuhan terhadap

diet diabetes dapat dipengaruhi oleh dukungan atau dukungan keluarga karena keluarga

yang baik adalah keluarga yang bisa memotivasi, memberikan dukungan penuh, serta

memberikan perhatian kepada penderita, sehingga penderita lebih bersemangat serta lebih

termotivasi untuk sembuh dari penyakitnya. Ketika penderita DM termotivasi untuk

sembuh maka penderita DM tersebut akan lebih patuh terhadap diet diabetes yang sedang

dilaksanakan (Saefunurmazah, 2013).


Pasien diabetes menunjukkan kesulitan untuk mengatur sendiri (Lin et al, 2008).

Penyuluhan mengenai perencanaan makan (meal weaning) telah diperoleh, namun lebih

dari 50% pasien tidak melaksanakannya (Waspadji et al, 2009). Materi penyuluh ini

meliputi pengaturan diet yang ditekankan pada 3 J : jenis, jadwal, dan jumlah diet yang

diberikan kepada pasien DM. disamping itu materi penyuluhan difocuskan pada aktifitas

fisik secara teratur dan penggunaan obat anti diabetic secara realistis. Ketiga hal ini

merupakan kunci pokok keberhasilan program terapi DM.

Menurut Rafani (2012) diet merupakan tindakan yang menuntut kedisiplinan dan

kesabaran yang besar, ada beberapa faktor yang mempengaruhi keberhasilan diet di

antaranya: 1) faktor internal seperti pendidikan dan pengetahuan, keyakinan dan sifat

positif juga kepribadian, 2) faktor eksternal meliputi interaksi profesional kesehatan

dengan pasien, faktor lingkungn dan dukungan keluarga. Untuk mendukung keberhasilan

pengobatan penderita DM dalam hal ini ketaatan dalam pola makan, perlu adanya

dukungan sosial salah satunya adalah dukungan dari keluarga penderita DM itu sendiri.

Berdasarkan teori dan data dapat disimpulkan bahwa dukungan keluarga

mempengaruhi kepatuhan diit pasien dalam menjaga kadar glukosa dalam darah agar

tidak terjadi komplikasi terhadap penyakit lainnya bahkan bisa sampai menyebabkan

kematian. Oleh karena itu peneliti tertarik untuk mengetahui “Hubungan Dukungan

Keluarga Terhadap Kepatuhan Diit pada Penderita Diabetes Melitus di Wilayah

Kerja Puskesmas Banjarbaru Utara”

Anda mungkin juga menyukai