Anda di halaman 1dari 19

I.

KONSEP DASAR
A. DEFINISI
Mobilisasi adalah kemampuan seseorang untuk bergerak secara bebas, mudah
dan teratur yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehat. Mobilisasi
diperlukan untuk meninngkatkan kesehatan, memperlambat proses penyakit
khususnya penyakit degeneratif dan untuk aktualisasi (Mubarak, 2008).

Imobilisasi adalah suatu kondisi yang relatif, dimana individu tidak saja
kehilangan kemampuan geraknya secara total, tetapi juga mengalami penurunan
aktifitas dari kebiasaan normalnya (Mubarak, 2008).

Individu yang mengalami atau beresiko mengalami keterbatasan fisik antara lain :
lansia, individu dengan penyakit yang mengalami penurunan kesadaran lebih dari 3
hari atau lebih, individu yang kehilangan fungsi antaomi akibat perubahan isiolohi
(kehilangan fungsi motorik, klien dengan stroke, klien pengguna kursi roda),
penggunaan alat eksternal (seperti gips atau traksi) dan pembatasan gerakan volunteer
(Potter&Perry,2005)

B. KLASIFIKASI
1. Jenis Mobilitas :
a. Mobilitas penuh.
Merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak secara penuh dan bebas
sehingga dapat melakukan interaksi sosial dan menjalankan peran sehari-hari.
Mobilitas penuh ini merupakan saraf motorik volunter dan sensorik untuk
dapat mengontrol seluruh area tubuh seseorang.
b. Mobilitas sebagian.
Merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak dengan batasan jelas dan
tidak mampu bergerak secara bebas karena di pengaruhi oleh gangguan saraf
motorik dan saraf sensorik pada area tubuhnya. Hal ini dapat dijumpai pada
kasus cedera atau patah tulang dengan pemasangan traksi. Pasien paraplegi
dapat mengalami mobilitas sebagian pada ekstremitas bawah karena kehilngan
kontrol mekanik dan sensorik. Mobilitas sebagian di bagi menjadi 2 jenis,
yaitu :
1) Mobilitas sebagian temporer, merupakan kemampuan individu untuk
bergerak dengan batasan yang sifatnya sementara. Hal tersebut dapat
disebabakan oleh trauma reversibel pada sistem muskuloskeletal,
contohnya adalah adanya dislokasi sendi dan tulang.
2) Mobilitas sebagian permanen, merupakan kemampuan individu untuk
bergerak dengan batasan yang sifatnya menetap. Hal tersebut disebabkan
oleh rusaknya sistem saraf yang refersibel. Contohnya terjadinya
hemiplegi karena stroke, paraplegi karena cedera tulang belakang,
poliomelitis karena terganggunya sistem saraf motorik dan sensoris.
2. Rentang Gerak dalam mobilisasi
Dalam mobilisasi terdapat tiga rentang gerak yaitu :
a. Rentang gerak pasif
Rentang gerak pasif ini berguna untuk menjaga kelenturan otot-otot dan
persendian dengan menggerakkan otot orang lain secara pasif misalnya
perawat mengangkat dan menggerakkan kaki pasien.
b. Rentang gerak aktif
Hal ini untuk melatih kelenturan dan kekuatan otot serta sendi dengan cara
menggunakan otot-ototnya secara aktif misalnya berbaring pasien
menggerakkan kakinya.
c. Rentang gerak fungsional
Berguna untuk memperkuat otot-otot dan sendi dengan melakukan aktifitas
yang diperlukan (Carpenito, 2000).
3. Jenis Immobilitas :
Menurut Mubarak (2008) secara umum ada beberapa macam keadaan imobilitas
antara lain :
a. Imobilitas fisik : kondisi ketika seseorang mengalami keterbatasan fisik yang
disebabkan oleh faktor lingkungan maupun kondisi orang tersebut.
b. Imobilitas intelektual : kondisi ini dapat disebabkan oleh kurangnya
pengetahuan untuk dapat berfungsi sebagaimana mestinya, misalnya pada
kasus kerusakan otak.
c. Imobilitas emosional : kondisi ini bisa terjadi akibat proses pembedahan atau
kehilangan seseorang yang dicintai.
d. Imobilitas sosial : kondisi ini bisa menyebabkan perubahan interaksi sosial
yang sering terjadi akibat penyakit.
C. ETIOLOGI
1. Penyebab
Penyebab utama immobilisasi adalah adanya rasa nyeri, lemah, kekakuan
otot, ketidakseimbangan, dan masalah psiokologis.
Penyebab secara umum :
a. Kelainan postur
b. Gangguan perkembangan otot
c. Kerusakan system saraf pusat
d. Trauma langsung pada system musculoskeletal dan neuromuscular
e. Kekakuan otot

Kondisi – kondisi yang menyebabkan immobilisasi antara lain (Restrick,


2005) :
a. Fall
b. Fracture
c. Stroke
d. Postoperative bed rest
e. Dmentia and Depression
f. Instability
g. Hipnotic medicine
h. Impairment of vision
i. Polipharmacy
j. Fear of fall

2. Faktor – faktor yang Mempengaruhi Mobilisasi

a. Gaya hidup
Gaya hidup sesorang sangat tergantung dari tingkat pendidikannya.
Makin tinggi tingkat pendidikan seseorang akan di ikuti oleh perilaku
yang dapat meningkatkan kesehatannya. Demikian halnya dengan
pengetahuan kesehatan tetang mobilitas seseorang akan senantiasa
melakukan mobilisasi dengan cara yang sehat misalnya; seorang ABRI
akan berjalan dengan gaya berbeda dengan seorang pramugari atau
seorang pemabuk.
b. Proses penyakit dan injuri
Adanya penyakit tertentu yang di derita seseorang akan mempengaruhi
mobilitasnya misalnya; seorang yang patah tulang akan kesulitan untuk
mobilisasi secara bebas. Demikian pula orang yang baru menjalani
operasi. Karena adanya nyeri mereka cenderung untuk bergerak lebih
lamban. Ada kalanya klien harus istirahat di tempat tidurkarena
mederita penyakit tertentu misalnya; CVA yang berakibat kelumpuhan,
typoid dan penyakit kardiovaskuler.
c. Kebudayaan
Kebudayaan dapat mempengarumi poa dan sikap dalam melakukan
aktifitas misalnya; seorang anak desa yang biasa jalan kaki setiap hari
akan berebda mobilitasnya dengan anak kota yang biasa pakai mobil
dalam segala keperluannya. Wanita kraton akan berbeda mobilitasnya
dibandingkan dengan seorang wanita madura dan sebagainya.
d. Tingkat energi
Setiap orang mobilisasi jelas memerlukan tenaga atau energi, orang
yang lagi sakit akan berbeda mobilitasnya di bandingkan dengan orang
sehat apalagi dengan seorang pelari.
e. Usia dan status perkembangan
Seorang anak akan berbeda tingkat kemampuan mobilitasnya
dibandingkan dengan seorang remaja. Anak yang selalu sakit dalam
masa pertumbuhannya akan berbeda pula tingkat kelincahannya
dibandingkan dengan anak yang sering sakit.

3. Faktor Resiko

Berbagai faktor fisik, psikologis dan lingkunga dapat menyebabkan


immobiliasi pada usia lanjut seperti pada table berikut :

Gangguan muskuloskeletal Artritis


Osteoporosis
Fraktur (terutama panggul dan femur)
Problem kaki (bunion, kalus)
Lain-lain (misalnya penyakit paget)
Gangguan neurologis Stroke
parkinson Penyakit
Lain-lain (disfungsi serebelar, neuropati)
Penyakit kardiovaskular Gagal jantung kongensif  (berat)
Penyakit jantung koroner (nyeri dada yang sering)
Penyakit vaskular perifer (kardkasio yang sering)
Penyakit paru Penyakit paru obstruksi kronis (berat)
Faktoe sensorik Gangguan penglihatan
Takut (instabilitas dan takut akan jatuh)
Penyebab lingkungan Imobilisasi yang dipaksakan (di rumah sakit atau
panti werdha)
Alat bantu mobilitas yang tidak adekuat
Nyeri akut atau kronik
Lain-lain Dekondisi (setelah tirah baring lama metastasis luas
pada keganasan)
Malnutrisi
Penyakit sistemik berat (misalnya metastasis luas
pada keganasan)
Depresi
Efek samping obat (misalnya kekuatan yang
disebabkan obat antipsikotik)

D. PATOFISIOLOGI

Mobilisasi sangat dipengaruhi oleh sistem neuromuskular, meliputi


sistem otot, skeletal, sendi, ligament, tendon, kartilago, dan saraf. Otot
Skeletal mengatur gerakan tulang karena adanya kemampuan otot berkontraksi
dan relaksasi yang bekerja sebagai sistem pengungkit. Ada dua tipe kontraksi
otot: isotonik dan isometrik. Pada kontraksi isotonik, peningkatan tekanan otot
menyebabkan otot memendek. Kontraksi isometrik menyebabkan peningkatan
tekanan otot atau kerja otot tetapi tidak ada pemendekan atau gerakan aktif
dari otot, misalnya, menganjurkan klien untuk latihan kuadrisep. Gerakan
volunter adalah kombinasi dari kontraksi isotonik dan isometrik. Meskipun
kontraksi isometrik tidak menyebabkan otot memendek, namun pemakaian
energi meningkat. Perawat harus mengenal adanya peningkatan energi
(peningkatan kecepatan pernafasan, fluktuasi irama jantung, tekanan darah)
karena latihan isometrik. Hal ini menjadi kontra indikasi pada klien yang sakit
(infark miokard atau penyakit obstruksi paru kronik). Postur dan Gerakan Otot
merefleksikan kepribadian dan suasana hati seseorang dan tergantung pada
ukuran skeletal dan perkembangan otot skeletal. Koordinasi dan pengaturan
dari kelompok otot tergantung dari tonus otot dan aktifitas dari otot yang
berlawanan, sinergis, dan otot yang melawan gravitasi. Tonus otot adalah
suatu keadaan tegangan otot yang seimbang.

Ketegangan dapat dipertahankan dengan adanya kontraksi dan


relaksasi yang bergantian melalui kerja otot. Tonus otot mempertahankan
posisi fungsional tubuh dan mendukung kembalinya aliran darah ke jantung.

Immobilisasi menyebabkan aktifitas dan tonus otot menjadi berkurang.


Skeletal adalah rangka pendukung tubuh dan terdiri dari empat tipe tulang:
panjang, pendek, pipih, dan ireguler (tidak beraturan). Sistem skeletal
berfungsi dalam pergerakan, melindungi organ vital, membantu mengatur
keseimbangan kalsium, berperan dalam pembentukan sel darah merah.
E. PATHWAY

Perdarahan

Oklusi

Penurunan perfusi jaringan

Hipoksia Iskemia

Metabolisme anaerob aktivitas elektrolit terganggu

Penurunan asam laktat pompa Na dan K gagal

Asidosis lokal, H meningkat, PCO meningkat, PCO2 menurun

edema serebral TIK meningkat

Gangguan perfusi perfusi


jaringan otak menurun herniasi otak

nekrosis jaringan otak kematian

defisit neurologis

Lobus oksipitalis
Intoleransi aktivitas Defisit perawatan diri
lobus frontalis
lobus temporalis lobus
parientalis

Gangguan mobilisasi
F. TANDA DAN GEJALA

EFEK HASIL

 Penurunan konsumsi oksigen  Intoleransi ortostatik


maksimum
  Penurunan fungsi ventrikel kiri  Peningkatan denyut jantung, sinkop
 Penurunan volume sekuncup  Penurunan kapasitas kebugaran
 Perlambatan fungsi usus  Konstipasi
 Pengurangan miksi  Penurunan evakuasi kandung kemih
 Gangguan tidur   Bermimpi pada siang hari, halusinasi
1. Dampak fisiologis dari immobilitas, antara lain:

2. Efek Immobilisasi pada berbagai system organ

ORGAN / SISTEM PERUBAHAN YANG TERJADI AKIBAT IMOBILISASI

Muskuloskeletal Osteoporosis, penurunan massa tulang, hilangnya kekuatan otot,


penurunan area potong lintang otot, kontraktor, degenerasi rawan
sendi, ankilosis, peningkatan tekanan intraartikular, berkurangnya
volume sendi
Kardiopulmonal dan Peningkatan denyut nadi istirahat, penurunan perfusi miokard,
pembuluh darah intoleran terhadap ortostatik, penurunan ambilan oksigen maksimal
(VO2 max), deconditioning jantung, penurunan volume plasma,
perubahan uji fungsi paru, atelektasis paru, pneumonia, peningkatan
stasis vena, peningkatan agresi trombosit, dan hiperkoagulasi
Integumen Peningkatan risiko ulkus dekubitus dan laserasi kulit
Metabolik dan endokrin Keseimbangan nitrogen negatif, hiperkalsiuria, natriuresis dan
deplesi natrium, resistensi insulin (intoleransi glukosa),
hiperlipidemia, serta penurunan absorpsi dan metabolisme
vitamin/mineral

II. PROSES KEPERAWATAN


A. PENGKAJIAN
Pemeriksaan Fisik
1. Mengkaji skelet tubuh
Adanya deformitas dan kesejajaran. Pertumbuhan tulang yang abnormal
akibat tumor tulang.Pemendekan ekstremitas, amputasi dan bagian tubuh
yang tidak dalam kesejajaran anatomis.Angulasi abnormal pada tulang
panjang atau gerakan pada titik selain sendi biasanya menandakan adanya
patah tulang.
2. Mengkaji tulang belakang
a. Skoliosis (deviasi kurvatura lateral tulang belakang)
b. Kifosis (kenaikan kurvatura tulang belakang bagian dada)
c. Lordosis (membebek, kurvatura tulang belakang bagian pinggang
berlebihan)
3. Mengkaji system persendian
Luas gerakan dievaluasi baik aktif maupun pasif, deformitas, stabilitas,
dan adanya benjolan, adanya kekakuan sendi
4. Mengkaji system otot
Kemampuan mengubah posisi, kekuatan otot dan koordinasi, dan ukuran
masing-masing otot. Lingkar ekstremitas untuk mementau adanya edema
atau atropfi, nyeri otot.
5. Mengkaji cara berjalan
Adanya gerakan yang tidak teratur dianggap tidak normal. Bila salah satu
ekstremitas lebihpendek dari yang lain. Berbagai kondisi neurologist yang
berhubungan dengan cara berjalan abnormal (mis.cara berjalan spastic
hemiparesis - stroke, cara berjalan selangkah-selangkah – penyakit lower
motor neuron, cara berjalan bergetar – penyakit Parkinson).
6. Mengkaji kulit dan sirkulasi perifer
Palpasi kulit dapat menunjukkan adanya suhu yang lebih panas atau lebih
dingin dari lainnya dan adanya edema. Sirkulasi perifer dievaluasi dengan
mengkaji denyut perifer, warna, suhu dan waktu pengisian kapiler.

7. Mengkaji  fungsional klien
TINGKAT KATEGORI
AKTIVITAS/ MOBILITAS

0 Mampu merawat sendiri secara penuh


1 Memerlukan penggunaan alat
2 Memerlukan bantuan atau pengawasan orang lain
3 Memerlukan bantuan, pengawasan orang lain, dan
peralatan
4 Sangat tergantung dan tidak dapat melakukan atau
berpartisipasi dalam perawatan
 Kategori tingkat kemampuan aktivitas        
- Rentang gerak (range of motion-ROM)

GERAK SENDI DERAJAT RENTANG


NORMAL

Bahu Adduksi: gerakan lengan ke lateral dari 180


posisi samping ke atas kepala, telapak
tangan menghadap ke posisi yang paling
jauh.
Siku Fleksi: angkat lengan bawah ke arah 150
depan dan ke arah atas menuju bahu.
Pergelangan Fleksi: tekuk jari-jari tangan ke arah 80-90
tangan bagian dalam lengan bawah.
Ekstensi: luruskan pergelangan tangan 80-90
dari posisi fleksi
Hiperekstensi: tekuk jari-jari tangan ke 70-90
arah belakang sejauh mungkin
Abduksi: tekuk pergelangan tangan ke 0-20
sisi ibu jari ketika telapak tangan
menghadap ke atas.
Adduksi: tekuk pergelangan tangan ke 30-50
arah kelingking telapak tangan
menghadap ke atas.
Tangan dan Fleksi: buat kepalan tangan 90
jari Ekstensi: luruskan jari 90
Hiperekstensi: tekuk jari-jari tangan ke 30
belakang sejauh mungkin
Abduksi: kembangkan jari tangan 20
Adduksi: rapatkan jari-jari tangan dari 20
posisi abduksi

Skala ADL (Acthyfiti Dayli Living)


0  : Pasien mampu berdiri
1  : Pasien memerlukan bantuan/ peralatan minimal
2  : Pasien memerlukan bantuan sedang/ dengan pengawasan
3  : Pasien memerlukan bantuan khusus dan memerlukan alat
4  : Tergantung secara total pada pemberian asuhan
Kekuatan Otot/ Tonus Otot
0                : Otot sama sekali tidak bekerja
1 (10%)     : Tampak berkontraksi/ ada sakit gerakan tahanan sewaktu jatuh
2 (25%)     : Mampu menahan tegak tapi dengan sentuhan agak jauh
3 (50%)     : Dapat menggerakkan sendi dengan aktif untuk menahan berat
4 (75%)    : Dapat menggerakkan sendi dengan aktif untuk menahan berat dan
melawan tekanan secara stimulan

Pemeriksaan Penunjang
1. Sinar –X tulang menggambarkan kepadatan tulang, tekstur, dan perubahan
hubungan tulang.
2. CT scan (Computed Tomography) menunjukkan rincian bidang tertentu tulang
yang terkena dan dapat memperlihatkan tumor jaringan lunak atau cidera
ligament atau tendon. Digunakan untuk mengidentifikasi lokasi dan
panjangnya patah tulang didaerah yang sulit dievaluasi.
3. MRI (Magnetik Resonance Imaging) adalah tehnik pencitraan khusus,
noninvasive, yang menggunakan medan magnet, gelombang radio, dan
computer untuk memperlihatkan abnormalitas (mis: tumor atau penyempitan
jalur jaringan lunak melalui tulang. Dll
4. Pemeriksaan Laboratorium:
5. Hb ↓pada trauma, Ca↓ pada imobilisasi lama, Alkali Fospat ↑, kreatinin dan
SGOT ↑ pada kerusakan otot.

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa yang mungkin muncul seperti
1. Intoleransi aktivitas
2. Gangguan mobilitas fisik. (SDKI, 2017)
C. RENCANA KEPERAWATAN

Standar Luaran Keperawatan Indonesia Standar Intervensi Keperawatan Indoensia


No DIAGNOSA
(SLKI) (SIKI)
1 Intoleransi Aktivitas Toleransi Aktivitas Manajemen Energi
Penyebab Setelah dilakukan tindakan keperawatan Observasi
 Ketidakseimbangan antara selama 3x24 jam diharapkan toleransi aktivitas  Identifikasi gangguan fungsi tubuh
suplai dan kebutuhan oksigen pada pasien meningkat dengan kriteria hasil: yang mengakibatkan kelelahan
 Tirah baring  Frekuensi nadi dalam rentang normal  Monitor kelelahan fisik dan emosional
 Kelemahan (80 – 100x/menit)  Monitor pola dan jam tidur
 Imobilitas  Saturasi oksigen dalam rentang normal  Monitor lokasi dan ketidaknyamanan
 Gaya hidup monoton (95-100%) selama melakukan aktivitas
Gejala dan Tanda Mayor  Tidak mengalami dispnea saat maupun Terapeutik
Subjektif setelah beraktivitas  Sediakan lingkungan nyaman dan
 Mengeluh lelah  Tidak mengalami sianosis rendah stimulus (mis, cahaya, suara,
Objektif  Tidak ada keluhan lelah kunjungan)
 Frekuensi jantung meningkat  Lakukan latihan rentang gerak aktif
>20% dari kondisi istirahat dan pasif
Gejala dan Tanda Minor  Berikan aktivitas distraksi yang
Subjektif menenagkan
 Dispnea saat/setelah aktivitas  Fasilitasi duduk di sisi tempat tidur,
 Merasa tidak nyaman setelah jika tidak dapat berpindah atau
beraktivitas berjalan
 Merasa lemah Edukasi
Objektif  Anjurkan tirah baring
 Tekanan darah berubah >20%  Anjurkan melakukan aktivitas secara
dari kondisi istirahat bertahap
 Gambaran EKG menunjukkan  Anjurkan menghubungi perawat jika
aritmia saat/setelah aktivitas tanda dan gejala kelelahan tidak
 Gambaran EKG menunjukkan berkurang’ajarkan strategikoping
iskemia untuk mengurangi kelelahan
 Sianosis Kolaborasi
 Kolaborasi dengan ahli gizi tentang
cara meningkatkan asupan makanan

Terapi Aktivitas
Observasi
 Identifikasi defisit tingkat aktivitas
 Identifikasi kemampuan berpartisipasi
dalam aktivitas tertentu
 Identifikasi sumber daya untuk
aktivitas yang diinginkan
 Identifikasi strategi meningkatkan
partisipasi dalam aktivitas
 Identifikasi makna aktivitas rutin (mis,
bekerja) dan waktu luang
 Monitor respons emosional, fisik,
sosial, dan spiritual terhadap aktivitas
Terapeutik
 Fasilitasi fokus pada kemampuan,
bukan defisit yang dialami
 Sepakati komitmen untuk
meningkatkan frekuensi dan rentang
aktivitas
 Fasilitasi memilih aktivitas dan
tetapkan tujuan aktivitas yang
konsisten sesuai kemampuan fisik,
psikologis, dan sosial
 Koordinasikan pemilihan aktivitas
sesuai usia
 Fasilitasi makna aktivitas yang dipilih
 Fasilitasi transportasi untuk
menghadiri aktivitas, jika sesuai
 Fasilitasi pasien dan keluarga dalam
menyesuaikan lingkungan untuk
mengakomodasi aktivitas yang dipilih
 Fasilitasi aktivitas fisik rutin (mis,
ambulasi, mobilisasi, dan perawatan
diri), sesuai kebutuhan
 Fasilitasi aktivitas pengganti saat
mengalami keterbatasan waktu, energi,
atau gerak
 Fasilitasi aktivitas motorik kasar untuk
pasien hiperaktif
 Tingkatkan aktivitas fisik untuk
memelihara berat badan, jika sesuai
 Fasilitasi aktivitas motorik untuk
merelaksasi otot
 Fasilitasi aktivitas dengan komponen
memori implisit dan emosional (mis,
kegiatan keagamaan khusus) untuk
pasien demensia, jika sesuai
 Libatkan dalam permainan kelompok
yang tidak kompetitif, terstruktur, dan
aktif
 Tingkatkan keterlibatan dalam
aktivitas rekreasi dan diversifikasi
untuk menurunkan kecemasan (mis,
vocal group, bola voli, tenis meja,
jogging, berenang, tugas sederhana,
permainan sederhana, tugas rutin,
tugas rumah tangga, perawatan diri,
dan teka-teki dan kartu)
 Libatkan keluarga dalam aktivitas, jika
perlu
 Fasilitasi mengembangkan motivasi
dan penguatan diri
 Fasilitasi pasien dan keluarga
memantau kemajuannya sendiri untuk
mencapai tujuan
 Jadwalkan aktifitas dalam rutinitas
sehari-hari
 Berikan penguatan positif atas
partisipasi dalam aktivitas
Edukasi
 Jelaskan metode aktivitas fisik sehari-
hari, jika perlu
 Ajarkan cara melakukan aktivitas yang
dipilih
 Anjurkan melakukan aktifitas fisik,
sosial, spiritual, dan kognitif dalam
menjaga fungsi dan kesehatan
 Anjurkan terlibat dalam aktifitas
kelompok atau terapi, jika sesuai

2 Gangguan Mobilitas Fisik Mobilitas Fisik Dukungan Ambulasi


Penyebab Setelah dilakukan tindakan keperawatan Observasi
 Kerusakan integritas struktur selama 3x24 jam diharapkan mobilitas fisik  Identifikasi adanya nyeri atau keluhan
tulang pada pasien meningkat dengan kriteria hasil: fisik lainnya
 Perubahan metabolisme  Pergerakan ekstremitas kekuatan otot  Identifikasi toleransi fisik melakukan
 Ketidakbugaran fisik rentang gerak (ROM) meningkat ambulasi
 Penurunan kendali otot  Tidak mengalami nyeri  Monitor frekuensi jantung dan tekanan
 Penurunan massa otot  Tidak mengalami kecemasan darah sebelum memulai ambulasi
 Penurunan kekuatan otot  Tidak mengalami kaku sendi  Monitor kondisi umum selama
 Keterlambatan perkembangan  Gerakan terkoordinasi melakukan ambulasi
 Kekakuan sendi  Tidak mengalami kelemahan fisik Terapeutik
 Kontraktur  Fasilitasi aktivitas ambulasi dengan
 Malnutrisi alat bantu (mis. Tongkat, kruk)
 Fasilitasi melakukan mobilisasi fisik,
 Gangguan muskuloskeletal
jika perlu
 Gangguan neuromuskular
 Libatkan keluarga untuk membantu
 Indeks masa tubuh diatas
pasien dalam meningkatkan ambulasi
persentil ke-75 sesuai usia
Edukasi
 Efek agen farmakologis
 Jelaskan tujuan dan prosedur ambulasi
 Program pembatasan gerak
 Anjurkan melakukan ambulasi dini
 Nyeri
 Ajarkan ambulasi sederhana yang
 Kurang terpapar informasi
harus dilakukan (mis. Berjalan dari
tentang aktivitas fisik
tempat tidur ke kursi roda, berjalan
 Kecemasan
dari tempat tidur ke kamar mandi,
berjalan sesuai toleransi)

Dukungan Mobilisasi
 Gangguan kognitif Observasi
 Keengganan melakukan  Identifikasi adanya nyeri atau keluhan
pergerakan fisik lainnya
 Gangguan sensoripersepsi  Identifikasi toleransi fisik melakukan
Gejala dan Tanda Mayor pergerakan
Subjektif  Monitor frekuensi jantung dan tekanan
 Mengeluh sulit menggerakkan darah sebelum memulai mobilisasi
ekstremitas  Monitor kondisi umum selama
Objektif melakukan mobilisasi
 Kekuatan otot menurun Terapeutik
 Rentang gerak (ROM)  Fasilitasi aktivitas mobilisasi dengan
menurun alat bantu (mis. Pagar tempat tidur)
Gejala dan Tanda Minor  Fasilitasi melakukan pergerakan, jika
Subjektif perlu
 Nyeri saat bergerak  Libatkan keluarga untuk membantu
 Enggan melakukan pergerakan pasien dalam meningkatkan
 Merasa cemas saat bergerak pergerakan
Objektif Edukasi
 Sendi kaku  Jelaskan tujuan dan prosedur
 Gerakan tidak terkoordinasi mobilisasi
 Gerakan terbatas  Anjurkan melakukan mobilisasi dini
 Fisik lemah  Ajarkan ambulasi sederhana yang
harus dilakukan (mis. Duduk di tempat
tidur, duduk di sisi tempat tidur,
pindah dari tempat tidur ke kursi)
DAFTAR PUSTAKA

Alimul,Aziz.2006.Kebutuhan Dasar Manusia.Jakarta:Salemba Medika


Asmadi. 2008. Konsep dan aplikasi kebutuhan dasar klien. Jakarta : Salemba Medika.
Perry & Potter. 2006. Buku ajar fundal mental keperawatan konsep, proses dan
praktik. Edisi 4. Jakarta : EGC.
Persatuan Perawat Nasional Indonesia. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan
Indonesia : Definisi dan Indikator diagnostik. Jakarta : DPP PPNI
Persatuan Perawat Nasional Indonesia. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan
Indonesia : Definisi dan Kriteria hasil keperawatan. Jakarta : DPP PPNI
Persatuan Perawat Nasional Indonesia. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan
Indonesia : Definisi dan tindakan keperawatan. Jakarta : DPP PPNI
Tarwoto & Wartonah, 2003. Kebutuhan dasar manusia& proses keperawatan. Jakarta
: Salemba Medika

Anda mungkin juga menyukai