Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PENDAHULUAN

KEBUTUHAN DASAR PSIKOSOSIAL DAN SPIRITUAL

AMINATUS SAHRA
NIM : PO7120421002

PRECEPTOR RUANGAN PRECEPTOR INSTITUSI

POLTEKKES KEMENKES PALU


JURUSAN KEPERAWATAN
PRODI PROFESI NERS
2021
TINJAUAN TEORI
A. Pengertian
Spiritual merupakan kompleks yang unik pada tiap individu dan tergantung pada
budaya, perkembangan, pengalaman hidup, kepercayaan dan ide-ide tentang kehidupan
seseorang (Mauk dan Schmidt, 2004 cit Potter Perry, 2009). Mickley (1992)
menguraikan spiritualitas sebagai suatu yang multidimensi, yaitu dimensi eksistensial dan
dimensi agama. Stoll (1989) menguraikan bahwa spiritualitas sebagai konsep dua dimensi
yaitu dimensi vertical dan dimensi horizontal.
Menurut Burkhardt (1993), spiritualitas meliputi aspek sebagai berikut :
1. Berhubungan dengan sesuatu yang tidak diketahui atau ketidakpastian dalam
kehidupan.
2. Menemukan arti dan tujuan hidup.
3. Menyadari kemampuan untuk menggunakkan sumber dan kekuatan diri sendiri.
4. Mempunyai perasaan keterikatan dengan diri dan dengan Yang Maha Tinggi
Kebutuhan spiritual adalah kebutuhan untuk mempertahankan atau mengambalikan
keyakinan dan memenuhi kewajiban agama, serta kbutuhan untuk mendapatkan maaf atau
pengampunan, mencintai, menjalin hubungan penuh rasa percaya dengan tuhan

B. Etiologi
Menurut Taylor & Craven (1997), faktor-faktor yang mempengaruhi spiritual
seseorang adalah
1. Tahap perkembangan seseorang
Berdasarkan hasil penelitian terhadap anak-anak dengan empat negara berbeda,
ditemukan bahwa mereka mempunyai persepsi tentang Tuhan dan bentuk sembahyang
yang berbeda menurut usia, seks, agama, dan kepribadian anak
2. Keluarga
Peran orang tua sangat menentukan dalam perkembangan spiritual anak. Hal yang
penting bukan apa yang diajarkan oleh orang tua pada anak tentang Tuhan, tetapi apa
yang anak pelajari mengenai Tuhan, kehidupan, diri sendiri dari perilaku orang tua
mereka. Oleh karena keluarga merupakan lingkungan terdekat dan pengalaman
pertama anak dalam mempersepsikan kehidupan di dunia, maka pandangan anak ada
umumnya diwarnai oleh pengalaman mereka dalam berhubungan dengan saudara dan
orang tua.
3. Latar belakang etnik dan budaya
Sikap, keyakinan, dan nilai dipengaruhi oleh latar belakang etnik dan budaya. Pada
umumnya seseorang akan mengikuti tradisi agama dan spiritual keluarga. Anak belajar
pentingnya menjalankan kegiatan agama termasuk nilai moral dari hubungan keluarga.
Akan tetapi perlu diperhatikan apapun tradisi agama atau sistem kepercayaan yang
dianut individu, tetap saja pengalaman spiritual unik bagi setiap individu
4. Pengalaman hidup sebelumnya
Pengalaman hidup baik yang positif maupun pengalaman negatif dapat
mempengaruhi spiritual seseorang. Pengalaman hidup yang menyenangkan seperti
pernikahan, kelulusan, atau kenaikan pangkat menimbulkan syukur pada Tuhan.
Peristiwa buruk dianggap sebagai suatu cobaan yang diberikan Tuhan pada manusia
untuk menguji imannya.
5. Krisis dan Perubahan
Krisis dan perubahan dapat menguatkan kedalaman spiritual seseorang. Krisis
sering dialami ketika seseorang menghadapi penyakit, penderitaan, proses penuaan,
kehilangan, dan bahkan kematian. Bila klien dihadapkan pada kematian, maka
keyakinan spiritual dan keinginan untuk sembahyang atau berdoa lebih meningkat
dibandingkan dengan pasien yang berpenyakit tidak terminal.
6. Terpisah dari ikatan spiritual
Menderita sakit terutama yang bersifat akut, seringkali membuat individu terpisah
atau kehilangan kebebasan pribadi dan sistem dukungan sosial. Kebiasaan hidup
sehari- hari juga berubah antara lain tidak dapat menghadiri acara sosial, mengikuti
kegiatan agama dan tidak dapat berkumpul dengan keluarga atau teman yang biasa
memberikan dukungan setiap saat diinginkan. Terpisahnya klien dari ikatan spiritual
beresiko terjadinya perubahan fungsi spiritual.
7. Isu moral terkait dengan terapi
Pada kebanyakan agama, proses penyembuhan dianggap sebagai cara Tuhan untuk
menunjukkan kebesaranNya walaupun ada juga agama yang menolak intervensi
pengobatan. Prosedur medis seringkali dapat dipengaruhi oleh ajaran agama seperti
sirkumsisi, transplantasi organ, sterilisasi,dll. Konflik antara jenis terapi dengan
keyakinan agama sering dialami oleh klien dan tenaga kesehatan.
8. Asuhan Keperawatan Yang Kurang Sesuai
Ketika memberikan asuhan keperawatan kepada klien, perawat diharapkan peka
terhadap kebutuhan spiritual klien, tetapi dengan berbagai alasan ada kemungkinan
perawat justru menghindar untuk memberi asuhan spiritual. Alasan tersebut antara lain
karena perawat merasa kurang nyaman dengan kehidupan spiritualnya kurang
menganggap penting kebutuhan spiritual, tidak mendapatkan pendidikan tentang aspek
spiritual dalam keperawatan, atau merasa bahwa pemenuhan kebutuhan spiritual klien
bukan menjadi tugasnya, tetapi tanggung jawab pemuka agama.

C. Manifestasi
Berbagai perilaku dan ekspresi yang dimanifestasikan klien seharusnya diwaspadai
oleh perawat, karena mungkin saja klien sedang mengalami masalah spiritual.
1. Verbalisasi distress
Individu yang mengalami gangguan fungsi spiritual biasanya memverbalisasikan
distress yang dialaminya atau mengekspresikan kebutuhan untuk mendapatkan
bantuan. Misalnya seorang istri mengatakan, “Saya merasa bersalah karena saya
seharusnya mengetahui lebih awal bahwa suami saya mengalami serangan jantung.”
Biasanya klien meminta perawat untuk berdoa bagi kesembuhannya atau memberitahu
pemuka agama untuk mengunjunginya. Peawat juga perlu peka terhadap keluhan klien
tentang kematian atau merasa tidak berharga dan kehilangan arti hidup. Kepekaan
perawat sangat penting dalam menarik kesimpulan dari verbalisasi klien tentang
distress yang dialami klien.
2. Perubahan perilaku
Perubahan perilakujuga dapat merupakan manifestasi gangguan fungsi spiritual. Klien yang
merasa cemas dengan hasil pemeriksaan atau menunjukkan kemarahan setelah mendengar
hasil pemeriksaan mungkin saja sedang menderta distress spiritual. Ada yang bereaksi dengan
menginstrokpeksi diri dan mencari alasan terjadinya suatu situasi dan berupaya mencari fakta
yang dapat menjelaskan situasi tersebut, tetapi ada yang bereaksi secara emosional dan
mencari informasi dari keluarga atau teman dan mendapat dukungan.
3. Perasaan bersalah, rasa takut, depresi, dan ansietas mungkin menunjukkan perubahan fungsi
spiritual
D. Masalah

E. Pemeriksaan penunjang
1. Pasien kesepian
Pasien dalam keadaan sepi dan tidak ada yang menemani akan membutuhkan
bantuan spiritual karena mereka merasakan tidak ada kekuatan selain kekuatan tuhan,
tidak ada yang menyertainya selain tuhan.
2. Pasien ketakutan dan cemas
Adanya ketakutan atau kecemasan dapat menimbulkan perasaan kacau, yang dapat
membuat pasien membutuhkan ketenangan pada dirinya dan ketenangan yang paling
besar adaalah bersama tuhan.
3. Pasien menghadapi pembedahan
Menghadapai pembedahan adalah sesuatu yang sangat mengkhawatirkan karena
akan timbul perasaan antara hidup dan mati. Pada saat itulah keberadaan pencipta
dalam hal ini adalah tuhan sangat penting sehingga pasien selalu membutuhkan
bantuan spiritual.
4. Pasien yang harus mengubah gaya hidup
Perubahan gaya hidup dapat membuat seseorang lebih membutuhkan keberadaan
tuhan (Kebutuhan spiritual). Pola gaya hidup dapat membuat kekacauan keyakinan bila
kearah yang lebih buruk. Akan tetapi bila perubahan gaya hidup ke araaha yang lebih
baik, maka pasien akanlebih membutuhkan dukungan spiritual.

F. Penatalaksanaan Medis
Jika klien mengalami distres spiritual atau mempunyai masalah kesehatan yang
menyebabkan keputusasaan, maka akan timbul perasaan kesepian. Klien akan merasa
terisolasi dari orang yang biasanya memberikan dukungan. Apapun keragaman intervensi
yang mungkin dipilih oleh perawat untuk klien, hubungan mengasihi dan saling
memahami penting. Baik klien dan perawat harus merasa bebas utnuk merelakan dan
menemukan bersama makna penyakit yang dialami pasien dan dampaknya pada makna
dan tujuan hidup klien. Pencapain tingkat pemahaman ini bersama klien memampukan
perawat member perawatan dengan cara yang sensitif, kreatif, dan sesuai.
1. Menetapkan Kehadiran
Klien telah melaporkan bahwa kehadiran perawat dan aktivitas pemberi perawatan
menunjang adanya perasaan sejahtera dan memberikan harapan untuk pemulihan
(clark et al.1991). Perilaku pemberian perawatan spesifik yang menunjukan
kehadiran perawat meliputi member I perhatian, menjawab pertanyaan, dan
mempunyai sikap positif dan memberikan dorongan (tetapi realistis). Perawat dapat
menunjukan adanya rasa kehadiran dalam berbagai cara yang tidak menyolok:
melakukan pijat punggung dengan penyegaran, sentuhan yang lembut; dengan hati-
hati memposisikan klien tanpa menimbulkan rasa nyeri; dengan halus memberikan
perawatan mulut dan bekerja bersama klien untuk dengan lambat dan berhati-hati
bergerak dari tepi tempat tidur ke kursi. Memberikan sentuhan yang menyegarkan
dan mendukung, menunjukan rasa percaya diri dan menyediakan waktubagi klien
ketika terapi diberikan akan membantu menciptakan kehadiran. Klien yang sakit
mengalami kehilangn control dan mencari seseorang untuk memberikan arahan dan
perawatan yang kompeten
2. Mendukung Hubungan yang Menyembuhkan
Benner (1984) yang mendefiniskan tiga langkah yang ternyata terbukti ketika
hubungan yang menyembuhkan terbina antara perawat dank lien:
 Mengerahkan harapan bagi perawat, demikian halnya bagi klien.
 Menemukan interprestasi yang dapat diterima atau memahami tentang penyakit,
nyeri, ketakutan, ansietas, atau emosi yang mengangkan.
 Membantu klien menggunakan dukungan sosial, emosional, atau spiritual.
Inti dari hubungan yang menyembuhkan adalah mengerahkan harapan klien.
Harapan adalah motivator untuk merangkul individu dengan strategi yang dibutuhkan
untuk mengahdapi segla tantangan dalam hidup. Perawat dapat membantu klien
menemukan hal-hal yang dapat diajdikan sebagai harapan.Klien yang menderita
penyakit terminal mungkin berharap data menghadiri anak wisuda perempuanya atau
untuk menjalani hidup setiap hari dengan penuh makna.
Untuk mendukung lebih lanjut hubungan yang menyembuhkan perawat harus
tetap menyadari tentang kekuatan dan kebutuhan spiritual klien. Penting bagi klien
untuk mampu mengekspresikan dan menelaah keyakinannya. Perawat yang
menghargai kepercayaan klien dan mengenali pengaruh spiritualitas yang diberikan
terhadap penyembuhannya akan dirasakan oleh klien sebagai sumber harapan (clark
et al. 1991). Ketika penyakit atau pengobatan menimbulkan kebingungan atau
ketidakpastian bagi klien, maka perawat harus mengenali dampak dari hal ini
terhadap kesejahteraan klien. Sumber spiritual apa yang dapat diperkuat? Perawat
dapat memulai dari apa yang ingin klien ketahui dan kemudian memberikan
informasi terbaik untuk menghilangkan ketidakpastian klien. Klien mungkin juga
meminta kehadiran keluarga atau teman untuk mempertahankan persahabatan yang
diperlukan untuk penyembuhan.
3. Sistem Dukungan
Dalam studi yang melibatkan klien, yahudi dan Kristen, clark et al (1991)
mengetahui bahwa sistem pendukung member I mereka rasa sejahtera terbesar
selama perawatan di rumah sakit. Sistem pendukung berfungsi sebagai hubungan
manusia yang menghubungakan klien, perawat dan gaya hidup klien sebelum terjadi
penyakit. Bagian dari lingkungan pemberi perawatan klien adalah kehadiran
lingkungan pemberi perawatan klien adalah kehadiran teratur dari keluarga dan
teman yang dipandang oleh klien sebagai pendukung. Perawat merencankan
perawatan bersama klien dan jaringan pendukung klien untuk meningktakan ikatan
interp[ersonal yang sangat penting untuk penyembuhan. Sistem pendukung sering
memberi sumber penyembuhan. Sitem pendukung member sumber kepercayaan yang
memperbarui jati diri spiritual klien. Keluarga dan teman mungkin juga menjadi
sumber penting dalam melakukan ritual kebiasaan keagamaan yang dianut klien.
4. Berdoa
Tindakan berdoa adalah bentuk “dedikasih diri” yang memungkinkan individu
untuk bersatu dengan Tuhan atau Yang Maha Kuasa (McCullough,1995). Berdoa
memberi kesempatan individu untuk memperbarui kepercayaan dan keyakinannya
kepada yang maha kuasa dalam cara yang lebih formal. Bagi banyak orang, berdoa
adalah suatu kesempatan untuk meninjau kembali kelemahan yang mereka rasa dan
untuk membuat komitmen hidup lebih baik. Klien dapat berpartisipasi dalam berdoa
secara pribadi atau mencari kesempatan untuk kelompok berdoa dengan keluarga,
teman, atau kelompok rohaniawan. Berdoa telah ditemukan sebagai suatu sumber
yang efektif bagi seseorang untuk mengatasi nyeri, stress, dan distres. Seringkali
berdoa menyebabkan seorang merasakan perbaikan Susana hati dan merasakn
kedamaian dan ketenangan.
5. Terapi Diet
Makanan dan nutrisi adalah aspek penting dari asuhan keperawatan. Makanan
juga komponen dari kepatuhan keagamaan. Seperti halnya kultur atau agama tertentu,
makanan dan ritual sekitar persiapan dan penyajian makanan dapat menjadi bagian
penting dari spiritualitas seseorang. Agama hindu banyak mempunyai pantangan diet.
Beberapa sekte adalah penganut vegetarian, mempercayai bahwa membunuh segala
mahluk hidup adalah suatu tindakan kriminal. Banyak orang beragama budha juga
vegetarian. Sebagian penganut gama budha mempraktikan moderasi dan tidak
menggunakan alkohol , tembakau, atau obat-obatan dan berpuasa pada hari-hari
khusus beragama. Makan daging babi dan mengkonsumsi alkohol adalah larangan
dalam agama islam. Sebagai tradisi larangan Kristen, seperti hari ketujuh,
mempunyai peraturan diet. Kelompok lainya, seperti evangelikan melarang
penggunaan alcohol, kafein, dan tembakau. Sebagai penganut adven hari ketujuh
mungkin menolak makanan yang mengandung daging. Perawat dapat
mengintrogasikan pilihan diet klien ke dalam perawatan sehari-hari. Hal ini
membutuhkan konsultasi dengan ahli gizi dari institusi perawatan kesehatan. Pada
situasi ketika dapur rumah sakit atau rumah perawatan tidak dapat meyiapkan
makanan dengan cara yang dipilih, keluarga dizinkan untuk membawa makanan yang
sesuai dengan semua pantangan diet yang diberlakukan oleh kondisi klien
6. Mendukung Ritual
Bagi banyak klien, kemampuan untuk menelaah ritual keagamaan adalah suatu
sumber koping yan penting. Hal ini terutama benar bagi seorang lansia. Perawat yang
bertugas dilingkungan perawatan akut dan perawatan jangka panjang ,menjadi aktif
dalam perawatan spiritual klien, mereka membekali diri dengan kebijakan rumah
sakit mengenai kunjungan, pelayanan gereja, dan semua hal-hal yang berkenan
dengan itu seperti penggunaan lilin untuk berdoa. Selain itu,perwat dapat berkonsul
dengan dokter dan farmasi tentang penggunaan obat-obat pribadi klien,ramuan
tradisional,atau medikasi herbal,jika memungkinkan. Karena kunjungan ke kapel atau
musolah rumah sakit atau menghadiri suatu layanan mungkin penting bagi klien yang
dirawat dirumah sakit dan keluarganya,pengarahan tentang kapel atau musolah harus
dicakupkan selama orientasi pada fasilitas medis. Pengaturan mungkin diperlukan
dengan pastoran dari departemen perawatan bagi klien dan keluarganya sehingga
dapat menerima sakramen. Perawat merencanakan perwatan pribadi,terapi,atau
pemeriksaan untuk memungkinkan pelayanan dari tempat ibadah , pembacaan
keagamaan,atau kunjungan spiritual.

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


A. Pengkajian Keperawatan
Ketepatan waktu pengkajian merupakan hal yang penting yaitu sebaiknya dilakukan
setelah pengkajian aspek psikososial klien, selanjutnya, jika klien menanyakan tentang
aspek psikososial ini, perawat langsung dapat menjelaskan bahwa keyakinan spritual
seseorang juga merupakan bagian penting untuk memelihara kesehatan.
Pengkajian dilakukan untuk mendapatkan data subjektif dan data objektif. Dalam buku
ajar ini akan digunakan proses keperawtan menurut Craven (1996) pada dasarnya,
informasi awal yang perlu digali secara umum adalah sebagai berikut :

Pertama, Afiliasi agama :


a) Partisipasi klien dalam kegiatan agama apakah dilakukan secaraaktif atau tidak aktif .
b) Jenis patisipasi dalam kegiatan agama
Kedua, keyakinan agama tau spritual mempengaruhi :
a) Praktik kesehatan diet, mencari dan menerima terapi, ritual atau upacara agama.
b) Persepsi penyakit hukuman cobaan terhadap keyakinan
c) Strategi koping

Ketiga, nilai agama atau spritual mempengauhi


a) Tujuan dan arti hidup
b) Tujuan dan arti kematian
c) Kesehatan dan pemeliharaannya
d) Hubungan dengan tuhan ,diri sendiri dan orang lain

1. Pengkajian data subjektif pedoman pengkajian spiritual yang disusun oleh Stoll dalam
Craven &Hirnle (1996) mencakup 4 area, yaitu :
1) Konsep tentang tuhan atau ketuhanan
2) Sumber harapan dan kekuatan
3) Praktik agama dan ritual
4) Hubungan antara keyakinan spritual dan kondisi kesehatan. Pertayaan yang dapat diajukan
perawat untuk memperoleh informasi tentang pola fungsi spritual klien antara lain , sebagai
berikut :
a) Apakah agama atau tuhan merupakan hal penting dalm kehidupan anda ?
b) Kepada siapa anda biasanya meminta bantuan ?
c) Apakah anda merasa kepercayaan ( agama ) membantu anda? Jika ya ? jelaskan
bagaimana dapat membantu anda ?
d) Apakah sakit ( atau kejadian penting lainnya yang pernah anda alami) telah
mengubah perasaan anda terhadap tuhan atau praktik kepercayaan yang anda anut ?
Fish dan shelly dalam Creven dan Hirnle (1996) juga menambahkan beberapa pertanyaan
yang bermanfaat untuk mengkaji data subjektif yaitu :
a) Mengapa anda berada di rumah sakit ?
b) Apakah kondisi yang anda alami telah mempengaruhi cara anda memandang kehidupan?
c) Apakah penyakit yang anda telah mempengaruhi hubungan anda dengan orang yang paling
berarti dalam kehidupan anda ?
d) Apakah kondisi sakit, yang anda alami telah mempengaruhi cara anda melihat diri
sendiri ?
e) Apa yang paling anda butuhkan saat ini ?
Pertanyaan juga dapat diajukan untuk mengkaji kebutuhan spritual anak, antara lain sebagai berikut:
1) Bagaimana perasaanmu ketika dalam kesulitan ?
2) Kepada siapa engkau meminta perlindungan ketika sedang merasa takut ( selain kepada
orang tua ?
3) Apakah kegemaran yang dilakukan yang dilakukan ketika sedang merasa bahagia /gembira
?ketika sedang bersedih ?
4) Engkau tahu siapakah tuhan itu ? seperti apakah tuhan itu ?

2. Pengkajian data objektif. Pengkajian data objektif dilakukan melalui melalui pengkajian
klinis yang meliputi pengkajian afek dan sikap, prilaku, verbalisasi hubungan interpesonal
dan lingkungan pengkajian data objektif terutama dilakukan melalui observasi.
Perawat perlu mengobservasi asfek berikut ini untuk mendapatkan data objektif atau data
klinis
a) Afek dan sikap : Apakah klien tampak kesepian, depresi, marah ,cemas, agitasi, apatis atau
preokupasi ?
b) Perilaku :
 Apakah klien tampak berdoa sebelum makan, membaca kitab suci atau buku keagamaan ?
 Apakah klien sering mengeluh tidak dapat tidur, bermimpi buruk dan berbagai bentuk
gangguan tidur lainnya , serta bercanda yang tidak sesuai atau mengekspresikan kemarahannya
terhadap agama ?
c) Verbalisasi :
 Apakah klien menyebut tuhan , doa , rumah ibadah atau topik keagamaan
lainnya( walaupun hanya sepintas)?
 Apakah klien pernah meminta dikunjungi oleh pemuka agama ?
 Apakah klien mengekspresikan rasa takutnya terhadap kematiaan , kepedulian terhadap arti
kehidupan , konflik batin tentang kenyakinan agama, kepedulian tentang hubungan dengan
penguasa, pertanyaan tentang arti keberadaannya di dunia, arti penderitaan atau implikasi
terhadap nilai normal/etik?
d) Hubungan interpersonal :
 Siapa pengunjung klien ?
 Bagaimana klien berespon terhadap pengunjung ?
 Apakah pemuka agama datang mengunjungi klien ?
 Bagaimana klien berhubungan dengan klien yang lain dan dengan tenaga keperawatan ?
e) Lingkungan :
 Apakah klien membawa kitab suci atau perlengkapan sembahyang lainnya ?
 Apakah klien menerima kiriman tanda simpati dari unsur keagamaan ?

Pada umumnya karakteristik klien yang berpotensi mengalami distres spiritual adalah
sebagai berikut
1. Klien yang tampak kesepian dan sedikit pengunjung
2. Klien yang mengepresikan rasa takut dan cemas
3. Klien yang mengekspresikan keraguan terhadap sistem kepercyaan /agama.
4. Klien yang mengepresikan rasa takut terhadap kematian
5. Klien yang akan dioperasi
6. Penyakit yang berhubungan dengan emosi atau implikasi sosial dan agama
7. Mengubah gaya hidup
8. Peokupasi tentang hubungan agama dengan kesehatan
9. Tidak dapat dikunjungi oleh pembuka agama
10. Tidak mampu atau menolak melakukan ritual spritual
11. Memverbalisasikan bahwa penyakit yang dideritannya merupakan hukuman dari tuhan
12. Mengekspresikan kemarahannya rterhadap tuhan
13. Mempertayakan rencana terapi karena bertentangan dengan keyakinan agama
14. Sedang mengadapi sakatul maut
B. Diagnosa Keperawatan
1. Distress Spiritual
a. Definisi
Gangguan kemampuan untuk mengalami dan mengintegrasikan makna dan tujuan
hidup melalui hubungan dengan diri sendiri, orang lain, seni, music, literature, alam,
dan atau kekuatan yang lebih besar dari pada diri sendiri
b. Batasan Karakteristik
 Hubungan dengan diri sendiri
1) Marah
2) Mengungkapkan kurang dapat menerima (kurang pasrah)
3) Mengungkapan kurangnya motivasi
4) Mengungkapakan kurang dapat memaafkan diri sendiri
5) Mengungkapkan kekurangan harapapan
6) Mengungkapkan kekurangan cinta
7) Mengungkapkan kurangnya maknanya hidup
8) Mengungkapkan kurangnya tujuan hidup
9) Mengungkapkan kurangnya ketenangan (misalnya kedamain)
10) Merasa bersalah
11) Koping tidak efektif
 Hubungan dengan orang lain
1) Mengungkapkan rasa terasing
2) Menolak interaksi dengan orang yang dianggap penting
3) Menolak interaksi dengan pemimpin spiritual
4) Mengungkapkan dengan kata-kata telah terpisah dengan sistem pendukung
 Hubungan dengan seni, musik, literature, alam
1) Tidak berminat pada alam
2) Tidak berminat membaca literature spiritual
3) Kertidakmampuan mengungkapkan kondisi krieatifitas sebelumnya(misalnya
menyanyi/mendengarkan music/menulis)
 Hubungan dengan kekuatan yang lebih besar dari pada dirinya sendiri
1) Mengungkapkan kemarahan terhadap kekuatan yang lebih besar dari dirinya
2) Mengungkapkan telah diabaikan
3) Mengungkapkan ketidakberdayaan
4) Mengungkapkan penderitaan
5) Ketidakmampuan berintrospeksi
6) Ketidakmampuan mengalami pengalaman religiositas
7) Ketidakmampuan berpartisipasi aktivitas keagamaan
8) Ketidakmampuan berdoa
9) Meminta menemui pemimpin keagamaan
10) Perubahan yang tiba-tiba dalam praktik spiritual
c. Faktor yang berhubungan
1) Menjelang hajal
2) Ansietas
3) Sakit kronis
4) Kematian
5) Perubahan hidup
6) Kesepian
7) Nyeri
8) Keterasingan diri
9) Keterasingan sosial
10) Gangguan sosiolultural
2. Ansietas
a. Definisi
Perasaan tidak nyaman atau kekhawatiran yang samar disertai respon autonom
(sumber sering kali tidak spesifik atau tidak diketahui oleh individu) perasaan takut
yang disebabkan oleh antisifasi terhadap bahaya. Hal ini merupakan isyarat
kewaspadaan yang memperingatkan individu akan adanya bahaya dan memampukan
individu untuk bertindak menghapdapi ancaman.
b. Batasan karakteristik
 Perilaku
1) Penurunan produktivitas
2) Gerakan yang irelevan
3) Gelisah
4) Melihat sepintas
5) Insomnia
6) Kontak mata yang buruk
7) Mengekspresikan kekhawatiran karena perubahan dalam peristiwa hidup
8) Agitasi
9) Mengintai
10) Tampak waspada
 Afektif
1) Gelisah
2) Kesedihan yang mendalam
3) Distress
4) Ketakutan
5) Perasaan tidak adekuat
6) Berfokus pada diri sendiri
7) Peningkatan kewaspadaan iritabilitas
8) Gugup
9) Senang berlebihan
10) Rasa nyari yang meningkatkan ketidakberdayaan
11) Peningkatan rasa ketidakberdayaan yang persisten
12) Bingung
13) Menyesal
14) Ragu atau tidak peracaya diri
15) Khawatir
 Fisiologis
1) Wajah tegang
2) Tremor tangan
3) Peningkatan keringat
4) Peningkatan ketegangan
5) Gemetar
6) Tremor
7) Suara bergetar
 Simpatik
1) Anoreksia
2) Eksitasi kardiovaskular
3) Diare
4) Mulut kering
5) Wajah merah
6) Jantung berdebar-debar
7) Peningkatan tekanan darah
8) Peningkatan denyut nadi
9) Peningkatan refleks
10) Peningkatkan frekuensi pernapasan
11) Pupil melebar
12) Kesulitan bernafas
13) Vasokontriksi superficial
14) Kedutan pada otot
15) Lemah
 Parasimpatik
1) Nyeri abdomen
2) Penurunan tekanan darah
3) Penurunan denyut nadi
4) Diare
5) Vertigo
6) Letih
7) Mual
8) Gangguan tidur
9) Kesemutan pada ekstremitas
10) Sering berkemih
11) Anyang-anyangan
12) Dorongan sering berkemih
 Kognitif
1) Menyadari gejala fisiologis
2) Bloking pikiran
3) Konfusi
4) Penurunan lapang persepsi
5) Kesulitan berkonsentrasi
6) Penurunan kemampuan untuk belajar
7) Penurunan kemampuan untuk memecahkan masalah
8) Ketakutan terhadap konsekuensi yang tidak spesifik
9) Lupa
10) Gangguan perhatian
11) Khawatir
12) Melamun
13) Cenderung menyalahkan orang lain
c. Faktor yang berhubungan
 Perubahan dalam
1) Status ekonomi
2) Lingkungan
3) Status kesehatan
4) Pola interaksi
5) Fungsi peran
6) Status peran
a. Pemajanan toksin
b. Terkait keluarga
c. Heriditer
d. Infeksi atau kontaminan interpersonal
e. Krisis maturasi
f. Krisis situasional
g. Stress
h. Penyalahgunaan zat
i. Ancaman kematian
j. Ancaman pada:
1) Status ekonomi
2) Lingkungan
3) Status kesehatan
4) Pola interaksi
5) Fungsi peran
6) Status peran
7) Konsep diri
8) Konflik yang tidak disadari mengenal tujuan penting hidup
9) Konflik yang tidak disadari mengenai nilai yang esensial/penting
10) Kebutuhan yang tidak dipenuhi
3. Ketidakefektifan Koping
a. Definisi
Ketidakmampuan untuk membentuk penilian valid tentang stressor,
ketidakadekuatan pilihan respons yang dilakukan, dan atau ketidakmampuan untuk
menggunakan sumber daya yang tersedia
b. Batasan Karakteristik
1) Perubahan dalam pola komunikasi yang biasa
2) Penurunan penggunaan dukungan sosial
3) Perilaku destruktif terhadap orang lain
4) Perilaku destruktif terhadap diri sendiri
5) Kesulitan mengorganisasi informasi
6) Letih
7) Angka penyakit yang tinggi
8) Ketidakmampuan memerhatikan informasi
9) Keidakmampuan memenuhi kebutuhan dasar
10) Ketidakmampuan memenuhi harapan peran
11) Pemecahan masalah yang tidak adkuat
12) Kurangnya perilaku yang berfocus pada pencapaian tujuan
13) Kurangnya resolusi masalah konsentrasi buruk mengungkapkan ketidakmampuan
meminta bantuan
14) Mengungkapkan ketidakmampuan untuk mengatasi masalah
15) Pengambilan risiko
16) Gangguan tidur
17) Penyalahgunaan zat
18) Menggunakan koping yang mengganggu perilaku adaftif
c. Factor yang berhubungan
1) Gangguan dalam pola penilaian ancaman
2) Gangguan dalam pola melepaskan tekanan atau ketegangan
3) Perbedaan gender dalam strategi koping
4) Derajat ancaman yang tinggi
5) Ketidakmampuan untuk mengubah energy yang adaftif
6) Tingkat percaya diri yang tidak adkuat dalam kemampuan mengatasi masalah.
7) Tingkat persepsi kontrol yang tidak adekuat
8) Ketidakadekuatan kesempatan untuk bersiap terhadap stressor
9) Sumber yang tersedia tidak adekuat
10) Dukungan sosial yang tidak adekuat yang diciptakan oleh karakteristik hubungan
11) Krisis maturasi
12) Krisis situasi
13) Ragu
4. Keputusasaan
a. Definisi
Kondisi subjektif yang ditandai dengan individu memandang hanya ada sedikit atau
bahkan tidak ada alternatif atau pilihan pribadi dan tidak mampu memobilisasi
energy demi kepentingan sendiri.
b. Batasan Karakteristik
1) Menutup mata
2) Penurunan afek
3) Penurunan selera makan
4) Penurunan respon terhadap stimulus
5) Penurunan verbalisasi
6) Kurang inisiatif
7) Kurang keterlibatan dalam asuhan
8) Pasif
9) Mengangkat bahu sebagai respons terhadap yang mengajak bicara
10) Gangguan pola tidur
11) Meninggalkan orang yang mengajak bicara
12) Isyarat verbal (misalnya isi putus asa “saya tidak dapat” menghela nafas)
c. Faktor yang berhubungan
1) Diasingkan
2) Penurunan kondisi fisiologis
3) Stress jangka panjang
4) Kehilanagan kepercayaan pada kekuatan spirirtual
5) Kehilangan kepercayaan pada nilai penting
6) Pembatasan aktivitas jangka panjang
7) Isolasi sosial

C. Rencana Keperawatan
No Diagnosa Tindakan dan Kriteria Intervensi Rasional
Keperawatan Hasil
1 Distres Spiritual Setelah dilakukan tindakan 1. Kaji adanya  Agar dapat
keperawatan selama 3x24 indicator langsung mengetahui
jam diharapkan pasien status spiritual bagaimana statual
menunjukkan kesehatan pasien spiritual pasien
spiritual dengan kriteria 2. Komunikasikan
hasil : kebutuhan nutrisi  Agar pasien dapat
1. Mengungkapkan dengan ahli gizi terpenuhi status
tentang keyakinan, arti 3. Buat peubahan gizinya
hidup dan kedamaian yang diperlukan
diri segera untuk  Agar pasien
2. Memahami bahwa membantu mendapatkan
penyakit adalah sesuatu memenuhi kebutuhan
tantangan terhadap kebutuhan pasien nutrisinya depat
system keyakinan 4. Jaga privasi dan cepat
3. Memahami bahwa beri waktu kepada
terapi bertentangan pasien untuk  Agar mengurangi
dengan system mengamati praktik kesalahpahama n
kepercayaan keagamaan antara pasien
4. Menunjukkan teknik dengan tim medis
koping untuk 5. Terbuka terhadap sehingga dapat
menghadapi distress ungkapan pasien bekerjasama
spiritual tentang kesepian dengan baik
5. Mengungkapkan dan
penerimaan terhadap ketidakberdayaan  Agar pasien dapat
keterbatasan ikatan 6. Ungkapkan empati percaya dengan tim
budaya atau keagamaan terhadap perasaan medis
6. Mendiskusikan praktik klien
 Agar pasien
dan keluhan spiritual
merasakan bahwa
7. Pasien menjelang ajal
tim medis juga
akan : 7. Beri jaminan dapat merasakan
a. Mengungkapkan kepada pasien apa yang dirasakan
penerimaan atau bahwa perawat oleh pasien
kesiapan selalu ada untuk
menghadapi mendukung pasien  Agar npasien tidak
kematian saat pasien merasa kesepian
b. Berbahagia dengan merasakan
hubungan penderitaan
sebelumnya 8. Anjurkan
c. Mengungkapkan kunjungan
kasih sayang pelayanan
terhadap orang terdekat keagamaan
9. Beri artikel
keagamaan yang  Agar kebutuhan
diinginkan spiritual pasien
terpenuhi

 Agar pasien juga


tetap mempelajari
agamanya
2 Ansietas Setelah dilakukan tindakan 1. Pantau tanda 1. Agar
keperawatan selama 3x24 tanda vital dan mengetahui
jam diharapkan ansietas ansietas kondisi pasien
berkurang dengan kriteria 2. Instrusikan pasien 2. Agar pasien
hasil : tentang merasa lebih
1. Klien mampu penggunaan Nyaman dan
mengidentifikasikan teknik relaksasi tenang Agar
dan mengungkapkan ansietas dapat
gejala cemas berkurang
2. Mengidentifikasi, 3. Berikan obat 3. Agar pasien
mengungkapkan dan untuk mengurangi tidak merasa
menunjukkan teknik ansietas terganggu dan
untuk mengontrol bisa percaya
cemas dengan tim
3. Vital sign dalam batas medis
Normal 4. Agar pasien
4. Gunakan tidak salah
4. Postur tubuh, ekspresi pendekatan yang paham dengan
wajah, bahasa tubuh dan tenang dan penjelasan yang
tingkat aktivitas meyakinkan diberikan
menunjukkan
berkurangnya ansietas
5. Nyatakan dengan 5. Agar pasien
jelas tentang dapat
harapan terhadap mengetahui
perilaku pasien tentang ansietas
6. Bantu pasien 6. Agar pasien
untuk dapat lebih
mengidentifikasik terbuka tentang
an situasi yang penyakitnya
mencetutaskan
ansietas
7. Dorong pasien 7. Agar pasien
untuk dapat
mengungkapkan mengungkapkan
secara verbal perasaan takut
pikiran dan dan
perasaan untuk kecemasannya
mengekteralisasik
an ansietas
8. Agar pasien
8. Dampingi pasien
tidak merasa
untuk
takut
meningkatkan
keamanan dan
mengurangi rasa
takut
9. Dorong keluarga 9. Agar pasien
untuk menemasi tidak merasa
klien kesepian
10. Sarankan terapi 10. Agar dapat
alternative untuk membantu
mengurangi pasien dalam
ansietas yang menguangi
dapat diterima penyakitnya
pasien
11. Jelaskan prosedur 11. Agar pasien
dan semua yang mengerti dan
dirasakan selama paham dengan
prosedur prosedur yang
diberikan
3 Ketidakefektifan Setelah dilakukan tindakan 1. Menginformasika 1. Agar tidak
Koping keperawatan selama 3x24 n pasien terpaku dengan
jam diharapkan pasien alternative atau satu penanganan
menunjukkan koping yang solusi lain saja
efektif dengan kriteria hasil penanganan
: 2. Memfasilitasi 2. Agar pasien
1. Mengidentifikasikan pasien untuk tidak merasa
pola koping yang membuat terkekang
efektif keputusan 3. Agar pasien
2. Mengungkapkan secara 3. Bantu pasien paham dengan
verbal tentang koping yang mengidentifikasik kelebihan dan
efektif an keuntungan, kekurangan atas
3. Mengatakan penurunan kerugian dari keadaannya
stress keadaan 4. Agar pasien
4. Klien mengatakan telah lebih mengerti
menerima tentang dengan nilai-
keadaannya 4. Bantu pasien untuk nilai kehidupan
5. Mampu identifikasi 5. Agar pasien
mengidentifikasikan bermacam macam dapat
strategi tentang koping nilai kehidupan memahami lebih
jelas tentang
5. Bantu pasien pola nilai
identifikasi strategi 6. Agar pasien
positif untuk dapat
mengatur pola nilai mengidntifikasi
yang dimiliki secara nyata dan
obyektif
7. Agar pasien
merasa tenang
dan yakin
6. Anjurkan pasien dengan apa
untuk yang
mengidentifikasi disampaikan
gambaran 8. Agar pasien
perubahan peran tidak salah
yang realistis langkah dalam
7. Gunakan mengambil
pendekatan keputusan
tenang dan 9. Agar informasi
meyakinkan yang dberikan
jelas dan dapat
dipercaya
8. Hindari
pengambilan
10. Agar pasien
keputusan pada
dapat
saat pasien berada
berinteraksi dan
dalam stress berat
mendapatkan
9. Berikan informasi masukan yang
aktual yang terkait membangun.
dengan diagnosis
terapi dan
prognosis
10. Bantu penyaluran
kemarahan dan
rasa bermusuhan
secara konstruktif
4 Keputusasaan Setelah dilakukan tindakan 1. Pantau afek dan 1.Untuk
keperawatan selama 3x24 kemampuan mengetahui
jam diharapkan membuat bahwa
keputusasaan pasien keputusan keputusan yang
berkurang dengan kriteria diambil oleh
hasil : pasien itu benar
1. Menunjukkan semangat adanya
untuk hidup 2. Agar pasien
2. Ajari pengenalan
2. Segera menampilkan terhadap realita dpaat menilai
perilaku yang dapat dengan meninjau secara nyata dan
menurunkan perasaan situasi dan tidak semu
keputusasaan membuat rencana
3. Percaya pada diri yang mungkin
sendiri dan orang lain 3. Dukung 3. Agar pasien
partisipasi aktif mendapatkan
dalam aktivitas dorongan
kelompok untuk sosial dari
memberikan lingkungan
kesempatan terdekatnya
terhadap
dukungan social
dan penyelesaian
masalah
4. Gali bersama 4. Agar pasien
pasien factor yang juga
berkontribusi mendapatkan
terhadap perasaan kesempatan
keputusasaan untuk
mengapresias
ikan
keadaannya
saat ini
5. Beri penguatan 5. Agar pasien
positif terhadap dapat
perilaku yang berpikir
menunjukkan dengan jelas,
inisiatif, seperti jernih dan
kontak mata, tenang dan
membuka diri, tidak
penurunan jumlah dikuasai oleh
waktu tidur, hal-hal yang
perawatan diri, negatif
peningkatan nafsu
makan
REFERENSI
Potter, Patricia A. 2016. Buku Ajar Fundamental Keperawatan. Jakarta : EGC

Wilkinson, Judith M. 2017. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Jakarta : EGC

Ambarawati, Fitri Respati dan Nita Nasution.2016. Buku Pintar Asuhan Keperawatan JIwa.
Yogyakarta : Cakrawala Ilmu

Herdman, T. Heather. 2018. Diagnosa Keperawatan. Jakarta : EGC


Nurarif, Amin Huda dan Hardhi Kusuma. 2018. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis dan nanda nic noc. Yogyakarta : Mediaction Publishing

Anda mungkin juga menyukai