Anda di halaman 1dari 35

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kehamilan serta persalinan merupakan suatu peristiwa alamiah

dan hal yang sangat dinanti setiap ibu yang sedang menunggu

proseskelahiran bayinya. Meskipun persalinan merupakan peristiwa

fisiologis namun setiap proses persalinan yang terjadi beresiko mengalami

komplikasi selama persalinan.hal tersebut dapat memperburuk kondisi baik

ibu maupun bayi selama persalinan berlangsung sehingga

terdampakterjadinya kematian pada ibu dan bayi. Winancy,2019

Masa nifas atau post partum adalah masa setelah persalinan

selesai sampai 6 minggu atau 42 hari. Setelah masa nifas, organ reproduksi

secara berlahan akan mengalami perubahan seperti sebelum hamil. Selama

masa nifas perlu mendapat perhatian lebih dikarenakan angka kematian ibu

60% terjadi pada masa nifas. Dalam angka kematian ibu (AKI) adalah

penyebab banyaknya wanita meninggal dari suatu penyebab adalah

kurangnya perhatian pada wanita post partum (Maritalia, 2012).

Sectio caesarea adalah suatu cara melahirkan janin dengan

membuat sayatan pada dinding uterus dengan melalui dinding depan perut.

Sectio caesarea juga dapat didefinisikan sebagai suatu histerotomia untuk

melahirkan janin dari dalam rahim (Mochtar, 2012).

Hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun 2018

menunjukkan angka persalinan Ibu di Indonesia mencapai 79,3%


(RISKESDAS, 2018). Penelitian yang dilakukan oleh Suryati (2012) bahwa

angka persalinan sectio caesarea di Indonesia sudah melewati batas

maksimal standar WHO sebesar 15-15%.

Angka Kematian Ibu (AKI) merupakan salah satu indikator yang

dapat menggambarkan kesejahteraan masyarakat di suatu negara. Sekitar

830 wanita meninggal karena komplikasi kehamilan atau persalinan di

seluruh dunia setiap hari. Diperkirakan pada tahun 2015, sekitar 303.000

wanita meninggal selama dan setelah kehamilan dan persalinan. Sebagian

besar komplikasi ini berkembang selama kehamilan dan sebagian besar

dapat dicegah atau diobati. Komplikasi lain mungkin ada sebelum

kehamilan tetapi memburuk selama kehamilan terutama jika tidak

melakukan pemeriksaan selama kehamilan. Komplikasi utama yang

menyebabkan 75% dari semua kematian ibu adalah perdarahan hebat,

infeksi, tekanan darah tinggi selama kehamilan (pre eklampsia dan

eklampsia) aborsi yang tidak aman. Tahun 2016-2030, sebagai bagian dari

tujuan pembangunan berkelanjutan, target dunia adalah untuk mengurangi

rasio kematian ibu melahirkan menjadi kurang dari 70 per 100.000 kelahiran

hidup. WHO (2016)

Menurut Kemenkes RI (2019) Di Indonesia 38 ibu yang

meninggal setiap harinya diakibatkan oleh penyakit/komplikasi terkait

kehamilan dan persalinan. Penyebab utama kematian di Indonesia

disebabkan oleh perdarahan pasca salin, infeksi pasca salin, tekanan darah

tinggi saat kehamilan (pre eklampsia dan eklampsia), partus lama/macet dan
aborsi. Selain merupakan salah satu penyebab utama kematian ibu, pre

eklampsia dan eklampsia juga mempunyai kontribusi besar terhadap

kematian janin dan bayi baru lahir karena terkait asfixia dan prematuritas.

Menurut Kemenkes RI (2015) Kematian ibu di Indonesia masih di

dominasi oleh tiga penyebab utama kematian yaitu perdarahan, hipertensi

dalam kehamilan dan infeksi. Proporsi perdarahan dan infeksi cenderung

mengalami penurunan, sedangkan hipertensi dalam kehamilan proporsinya

semakin meningkat. Kematian ibu di Indonesia pada tahun 2014 sebesar

25% disebabkan oleh preeklampsia/eklampsia .


B. Konsep Dasar Post Partum

1. Pengertian

Post partum atau masa nifas (Purperium) adalah masa setelah

plasenta lahir dan berakhir ketika alat-alat reproduksi kembali sampai ke

keadaan normal sebelum hamil selama kira-kira 6 minggu atau 42 hari,

namun secara keseluruhan akan pulih dalam waktu 3 bulan. Bobak, 2010

Postpartum adalah masa sesudah persalinan dan kelahiran bayi,

plasenta, serta selaput yang diperlukan untuk memulihkan kembali

organ kandungan seperti sebelum hamil dengan waktu kurang lebih enam

minggu. Supriyanti, 2017

2. Etiologi

Menurut Lisa Margareta (2017) Penyebab persalinan menurut

beberapa teori menghubungkan dengan faktor hormonal, struktur

rahim, pengaruh tekanan pada saraf dan nutrisi, berikut beberapa faktor

penyebab post partum

1) Teori Placenta Menjadi Tua

Turunnya kadar hormone estrogen dan progesteron

menyebabkan kekejangan pembulih darah yang menimbulkan

kontraksi rahim.

2) Teori Penurunun Hormon

1-2 minggu sebelum partus mulai, terjadi penurunan hormon

progesteron dan estrogen. Fungsi progesterone sebagai penenang otot-


otot polos rahim dan akan menyebabkan kekejangan pembuluh darah

sehingga timbul his bila progesteron turun.

3) Teori Iritasi Mekanik

Di belakang servik terlihat ganglion servikale ( Fleksus

Franterhauss). Bila ganglion ini digeser dan ditekan misalnya oleh

kepala janin akan timbul kontraksi uterus.

4) Teori Distensi Rahim

Rahim yang menjadi besar dan meregang meyebabkan iskemik

otot- otot rahim sehingga menganggu sirkulasi utero-plasenta.

5) Induksi Partus

Dapat pula ditimbulkan dengan jalan ganggang laminaria yang

dimasukkan kanalis servikalis dengan tujuan merangsang pleksus

frankenhauser, amniotomi pemecahan ketuban

3. Tahap – tahapan Post Partum

Menurut Maryunani (2016) Masa post partum dibagi dalam tiga

tahap sebagai berikut :

a) Pueperium Dini ( Immediate Puerperium)

Masa segera setelah plasenta lahir sampai dengan masa

kepulihan dimana ibu sudah diperbolehkan mobilisasi berdiri dan

berjalan- jalan. Pada masa ini sering terjadi masalah misalnya Atonia

Uteri oleh karenanya rutin dilakukan pemeriksaan kontraksi uterus,

pengeluaran lochea, tekanan darah ibu dan suhu.


b) Puerperium Intermedial ( Early Post Partum Period)

Masa puerperium minggu kedua sampai minggu keenam

dimana terjadi masa pemulihan menyeluruh otot-otot dan alat-alat

genitalia yang lamanya 6-8 minggu. Pada fase ini memastikan involusi

uteri dalam keadaan normal, tidak ada perdarahan, lochea tidak berbau

busuk, tidak demam, ibu cukup mendapatkan makanan dan cairan

serta ibu dapat menyusui dengan baik.

c) Remote Puerperium ( Late Post Partum Period)

Waktu yang diperlukan untuk pulih dan sehat sempurna

terutama bila selama hamil atau waktu persalinan mempunyai

komplikasi, waktu untuk sehat sempurna bisa berminggu-minggu,

bulanan atau tahunan.

4. Patofisologi

Uterus pada waktu hamil penuh baratnya 11 kali berat sebelum

hamil. Uterus akan mengalami proses involusi yang dimulai segera

setelah plasenta keluar akibat kontraksi otot-otot polos. Proses involusi

yang terjadi mempengaruhi perubahan dari berat uterus pasca

melahirkan menjadi kira-kira 500 gram setelah 1 minggu pasca

melahirkan dan menjadi 350 gram setelah 2 minggu pasca melahirkan.

Satu minggu setelah melahirkan uterus berada di dalam panggul. Pada

minggu keenam, beratnya menjadi 50-60 gr. Peningkatan esterogen dan

progesteron bertanggung jawab untuk pertumbuhan masif uterus selama

hamil.
Pada masa pasca partum penurunan kadar hormon menyebabkan

terjadinya autolisis, perusakan secara langsung jaringan hipertrofi yang

berlebihan. Sel-sel tambahan yang terbentuk selama masa hamil

menetap. Inilah penyebap ukuran uterus sedikit lebih besar setelah

hamil. Intesitas kontraksi otot otot polos uterus meningkat secara

bermakna segera setelah bayi lahir, kondsi tersebut sebagai respon

terhadap penurunan volume intrauterin yang sangat besar.

Pada endometrium timbul trombosis, degenerasi dan nekrosis

ditempat implantasi plasenta. Pada hari pertama endometrium yang kira-

kira setebal 2-5 mm mempunyai permukaan yang kasar akibat pelepasan

desidua dan selaput janin. Regenerasi endometrium terjadi dari sisa-sisa

sel desidua basalis yang memakaiwaktu 2 sampai 3 minggu.

Penurunan hormon human plasental lactogen, esterogen dan

kortisol, serta placental enzyme insulinase membalik efek diabetagenik

kehamilan. Sehingga kadar gula darah menurun secara bermakna pada

masa puerperium. Kadar esterogen dan progesteron menurun secara

mencolok setelah plasenta keluar, penurunan kadar esterogen berkaitan

dengan pembengkakan payudara dan diuresis cairan ekstra seluler

berlebih yang terakumulasi selama masa hamil.

Kadar prolaktin serum yang tinggi pada wanita menyusui berperan

dalam menekan ovulasi. Karena kadar follikel-stimulating hormone

terbukti sama pada wanita menyusui dan tidak menyusui di simpulkan

ovarium tidak berespon terhadap stimulasi FSH ketika kadar prolaktin


meningkat.

5. Penatalaksanaan

1) Observasi 2 jam post partum untuk komplikasi perdarahan.

2) 6 – 8 jam pasca persalinan istirahat dan tidur tenang, usahakan miring

kanan dan kiri.

3) Mobilisasi dimulai dengan latihan duduk lalu berjalan.

4) Diet berimbang untuk mendapatkan protein, mineral dan vitamin

yang cukup.

5) Perawatan Payudara :

a. Menjaga payudara tetap bersih dan terutama puting susu.

b. Menggunakan Bra yang menyokong payudara.

c. Apabila puting susu lecet, Oleskan kolostrum atau ASI yang keluar

pada sekitar puting susu setiap kali menyusui. Asi tetap

dikeluarkan pada payudara yang lecet dan tetap dminumkan ke

bayi menggunakan sendok. Menyusui tetap dilakukan pada puting

susu yang tidak lecet.

d. Apabila payudara bengkak akibat pembendungan ASI lakukan

pengompresan payudara dengan menggunakan kain basah dan

hangat selama 5 menit.

6) Lakukan pengurutan pada payudara yang bengkak dari arah pangkal

menuju puting susu. Lakukan selama 15 – 20 menit atau sampai

bengkak berkurang
C. Konsep Dasar Sectio Caesaria

1. Pengertian

Menurut Sarwono (2011) Sectio Caesarian adalah suatu persalinan

buatan dimana janin dilahirkan melalui suatu insisi pada dinding depan

perut dan dinding rahim dengan syarat rahim dalam keadaan utuh serta

berat janin diatas 500 gram.

2. Indikasi Sectio Caesaria

Tindakan Sectio Caesaria dilakukan apabila tidak memungkinkan

dilakukan persalinan pervaginam disebabkan adanya resiko terhadap ibu

atau janin dengan pertimbangan proses persalinan normal yang lama atau

keagagalan dalam proses persalinan normal.

Menurut Hartati & Maryunani, (2015) indikasi persalinan Sectio

Caesaria dibagi menjadi :

1) Persalinan atas indikasi gawat ibu :

a. Proses persalinan normal yang lama atau kegagalan dalam proses

persalinan.

b. Kondisi panggul sempit.

c. Plasenta menutupi jalan lahir.

d. Komplikasi preeklampsia.

e. Ketuban Pecah Dini.

f. Bayi besar.

g. Kelainan letak
2) Persalinan atas indikasi gawat janin :

a. Tali pusat menumbung.

b. Infeksi intra partum.

c. Kehamilan kembar.

d. Kehamilan dengan kelainan kongenital.

e. Anomaly janin mislanya hidrosefalus.

3. Manifestasi Klinik

Menurut Norma (2013) manifestasi klinik klien dengan sectio

caesarea, antara lain :

a. Kehilangan darah selama prosedur pembedahan 600–800ml

b. Terpasang Kateter : Urine jernih dan pucat

c. Abdomen lunak dan tidak ada disentri

d. Ketidak mampuan untuk menghadapi situasi baru

e. Balutan abdomen tampak sedikit noda

f. Aliran lochia sedang dan bebas bekuan, berlebihan dan banyak

4. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksan penunjang yang dapat dilakukan untuk Sectio

Caesaria yaitu:

1) Laboratorium

a. Hemoglobin atau hematokrit (HB/HT) untuk mengkaji perubahan

dari kadar pra operasi dan mengevaluasi efek kehilangan darah


pada pembedahan.

b. Leukosit (WBC) mengidentifikasi adanya infeksi.

c. Tes golongan darah, lama perdarahan, waktu pembekuan darah.

d. Urinalisis/kultur urine.

e. Pemeriksaan elektrolit.

2) Pemeriksaan ECG.

3) Pemeriksaan USG

4) Amniosentetis terhadap maturitas pari janin sesuai indikasi

5) Penatalaksanaan

5. Penatalaksanaan medis Post Sectio Caesaria antara lain sebagai berikut:

a) Pemberian cairan

Karena 6 jam pertama pasca operasi pasien masih puasa, maka

pemberian cairan melalui intavena harus cukup banyak dan

mengandung elektrolit agar tidak terjadi hipotermi, dehidrasi, atau

komplikasi pada organ tubuh lainnya. Cairan yang biasa diberikan

biasanya DS 10%, garam fisiologi dan RL secara bergantian dan

jumlah tetesan tergantung kebutuhan. Bila kadar Hb rendah diberikan

transfusi darah sesuai kebutuhan.

b) Diet

Pemberian cairan melalui infus biasanya dihentikan setelah

penderita flatus lalu dimulailah pemberian minuman dan makanan

peroral. Pemberian minuman dengan jumlah yang sedikit sudah boleh

dilakukan pada 6 - 10 jam pasca operasi, berupa air putih dan air teh.
c) Mobilisasi

Mobilisasi dilakukan secara bertahap meliputi :

a. Miring kanan dan kiri dapat dimulai sejak 6 - 10 jam setelah

operasi.

b. Latihan pernafasan dapat dilakukan penderita sambil tidur

telentang sedini mungkin setelah sadar.

c. Hari kedua post operasi, penderita dapat didudukkan selama 5

menit dan diminta untuk bernafas dalam lalu menghembuskannya.

d. Kemudian posisi tidur telentang dapat diubah menjadi posisi

setengah duduk (semifowler).

e. Selanjutnya selama berturut-turut, hari demi hari, pasien dianjurkan

belajar duduk selama sehari, belajar berjalan, dan kemudian

berjalan sendiri pada hari ke-3 sampai hari ke-5 pasca operasi.

f. Kateterisasi

Kandung kemih yang penuh menimbulkan rasa nyeri dan tidak

enak pada penderita, menghalangi involusi uterus dan

menyebabkan perdarahan. Kateter biasanya terpasang 24 - 48 jam /

lebih lama lagi tergantung jenis operasi dan keadaan penderita.

d) Pemberian obat-obatan

a. Antibiotik

Pemberian antibiotik dapat menurunkan resiko infeksipada luka

post Secto Caesaria, cara pemilihan dan pemberian antibiotic

sangat berbeda-beda setiap institusi.


b. Analgetik

Untuk meredakan rasa nyeri post operasi, pemberian obat ini

umumnya dibarengi dengan pemberian obat umtuk

memperlancar kerja saluran cerna.

c. Obat-obatan lain

Untuk meningkatkan vitalitas dan keadaan umum penderita

dapat diberikan caboransia seperti neurobian dan vitamin C.

e) Perawatan luka

Pada luka post operasi dilakukan perawatan untuk melihat

kondisi balutan luka apakah ada rembesan darah atau cairan

lainnya serta kondisi luka post operasi itu sendiri.

f) Pemeriksaan tanda-tanda vital

Identifikasi perubahan kondisi ibu pasca operasi untuk

melihat adanya tanda-tanda infeksi, perdarahan serta kondisi

lainnya.

g) Perawatan payudara

Pemberian ASI dapat dimulai pada hari I post operasi jika

memungkinkan dan kondisi ibu sudah dapat mobilisasi penuh,

maka dapat dilakukan management laktasi.


B. Konsep Dasar Pre Eklampsia

1. Pengertian

Menurut Faiqoh (2014) Preeklampsia merupakan gangguan

hipertensi yang terjadi pada ibu hamil dengan usia kehamilan lebih dari

20 minggu yang ditandai dengan meningkatnya tekanan darah ≥ 140/90

MmHg disertai dengan edema dan proteinuria Preeklampsia merupakan

kondisi spesifik pada kehamilan yang ditandai dengan tingginya tekanan

darah, tingginya kadar protein dalam urine serta edema. Diagnosis

preeklampsia ditegakkan berdasarkan adanya hipertensi spesifik yang

disebabkan kehamilan disertai dengan gangguan sistem organ lainnya

pada usia kehamilan diatas 20 minggu. Preeklampsia, sebelumya selalu

didefinisikan dengan adanya hipertensi dan proteinuri yang baru terjadi

pada kehamilan (new onset hypertension with proteinuria)

2. Etiologi

Menurut Sarwono Prawirohardjo (2014) Terdapat banyak faktor

risiko untuk terjadinya hipertensi dalam kehamilan, yang dapat di

kelompokkan dalam faktor risiko sebagai berikut:

a. Primigravida, primipaternitas.

b. Hiperplasentosis, misalnya: mola hidatidosa, kehamilan multiple,

diabetes mellitus, hidrops fetalis, bayi besar.

c. Umur yang ekstrim ( <18 tahun atau >35 tahun )

d. Riwayat keluarga pernah preeklampsia/eklampsia.


e. Penyakit-penyakit ginjal dan hipertensi yang sudah ada sebelum hamil.

f. Obesitas

Menurut Miko dan Pratiwi (2017) Terdapat beberapa indikator

antropometrik yang kerapdipakaiadalah pengukuran berat badan

berdasarkan usia (BB/U), Tinggi badan (TB/U),dan berat badan

berdasarkan tinggi badan ( BB/TB) dan dihitung menggunakan Indeks

Massa Tubuh (IMT)

Klasifikasi IMT untuk wilayah Asia Pasifik :

Klasifikasi BMI(Kg/m2)
Abnormal <18,5
Ideal 18,5 – 24,9
Berat badan berlebih >25
Pra-obesitas 25-29,9
Obesitas stadium 1 30-34,9
Obesitas stadium 2 35-39
Obesitas stadium 3 >40

3. Manifestasi Klinis

Menurut Purwoastuti (2014) Manifestasi klinis untuk hipertensi

ringan dalam kehamilan antara lain adalah sebagai berikut :

a. Tekanan darah diastolik <100 mmHg.

b. Proteinuria samar sampai +1.

c. Peningkatan enzim hati minimal.

Menifestasi klinis untuk hipertensi berat dalam kehamilan antara

lain sebagai berikut:

a. Tekanan darah distolik 110 mmHg atau lebih

b. Proteinuria 2+ persisten atau lebih

c. Nyeri kepala
d. Gangguan penglihatan

e. Nyeri abdomen atas

f. Oliguria

g. Kejang

h. Kreatinin meningkat

i. Trombositopenia

j. Peningkatan enzim hati

k. Pertumbuhan janin terhambat

l. Edema paru

4. Patofisiologi

Menurut Nuraini (2011) Pada preeklampsia terjadi spasme

pembuluh darah yang disertai dengan retensi air dan garam. Pada biopsi

ginjal ditemukan spasme hebat arteriola glomerolus. Pada beberapa

kasus, lumen aretriola sedemikan sempitnya sehingga nyata dilalui oleh

satu sel darah merah. Jadi jika semua arteriola di dalam tubuh

mengalami spasme maka tekanan darah akan naik, sebagai usaha untuk

mengatasai kenaikan tekanan perifer agar oksigen jaringan dapat

dicukupi. Sedangkan kenaikan berat badan dan edema yang disebabkan

oleh penimbunan air yang berlebihan dalam ruangan interstisial belum

diketahui sebabnya, mungkin karena retensi air dan garam. Proteinuria

dapat disebabkan oleh spasme arteriola sehingga terjadi perubahan pada

glomerolus.
Vosokontriksi merupakan dasar patogenesis preeklampsia

yang dapat menimbulkan peningkatan total perifer resisten dan

menimbulkan hipertensi. Adanya vasokonstriksi juga akan menimbulkan

hipoksia pada endotel setempat, sehingga terjadi kerusakan endotel,

kebocoran arteriola disertai perdarahan mikro tempat endotel.

Pada preeklampsia serum antioksidan kadarnya menurun dan

plasenta menjadi sumber terjadinya peroksidase lemak. Sedangkan pada

wanita hamil normal, serumnya mengandung transferin, ion tembaga dan

sulfhidril yang berperan sebagai antioksidan yang cukup kuat.

Peroksidase lemak beredar dalam aliran darah melalui ikatan lipoprotein.

Peroksidase lemak ini akan sampai kesemua komponen sel yang dilewati

termasuk sel- sel endotel tersebut. Rusaknya sel-sel endotel tersebut

akan mengakibatkan antara lain ; adhesi dan agregasi trombosit,

gangguan permeabilitas lapisan endotel terhadap plasma, terlepasnya

enzim lisosom, thromboksan dan serotonin sebagai akibat rusaknya

trombosit. Produksi tetrasiklin terhenti, terganggunya keseimbangan

prostasiklin dan tromboksan, terjadi hipoksia plasenta akibat konsumsi

oksigen dan perioksidase lemak

5. Pemeriksaan Penunjang

Beberapa pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada

preeklampsia adalah sebagai berikut :

1. Pemeriksaan Laboratorium

a. Pemeriksaan darah lengkap dengan hapusan darah :


a) Penurunan hemoglobin (nilai rujukan atau kadar normal

hemoglobin untuk wanita hamil adalah 12-14 gr %)

b) Hematokrit meningkat ( nilai rujukan 37 – 43 vol %).

c) Trombosit menurun ( nilai rujukan 150 – 450 ribu/mm3 ).

b. Urinalisis

Ditemukan protein dalam urine.

c. Pemeriksaan Fungsi hati

a) Bilirubin meningkat ( N= < 1 mg/dl ).

b) LDH ( laktat dehidrogenase ) meningkat.

c) Aspartat aminomtransferase ( AST ) > 60 ul.

d) Serum Glutamat pirufat transaminase (SGPT )

meningkat (N= 15-45 u/ml).

e) Serum glutamat oxaloacetic trasaminase (SGOT)

meningkat (N= <31 u/l).

f) Total protein serum menurun (N= 6,7-8,7 g/dl)

g) Tes kimia darah

h) Asam urat meningkat (N= 2,4-2,7 mg/dl)

2. Radiologi

a. Ultrasonografi

Ditemukan retardasi pertumbuhan janin intra uterus.

Pernafasan intrauterus lambat, aktivitas janin lambat,

dan volume cairan ketuban sedikit.


b. Kardiotografi

Diketahui denyut jantung janin lemah.

6. Penatalaksanaan

Menurut Pratiwi (2017) penatalaksanaan pada preeklampsi adalah

sebagai berikut :

1. Tirah Baring miring ke satu posisi.

2. Monitor tanda-tanda vital, refleks dan DJJ.

3. Diet tinggi kalori, tinggi protein, rendah karbohidrat lemak dan garam.

4. Pemenuhan kebutuhan cairan : Jika jumlah urine < 30 ml/jam

pemberian cairan infus Ringer Laktat 60-125 ml/jam.

5. Pemberian obat-obatan sedative, anti hypertensi dan diuretik.

6. Monitor keadaan janin ( Aminoscopy, Ultrasografi).

Monitor tanda-tanda kelahiran persiapan kelahiran dengan

induksi partus pada usia kehamilan diatas 37 minggu.


C. Konsep Dasar Keperawatan

1. Identitas Ibu

Sering terjadi usia<18 atau >35 tahun. Status perkawinan pasien, dan

pekerjaan. Terjadi pada primigravida atau multipra dengan usia lebih tua

Bobak,2016.

2. Riwayat Kesehatan

Pada klien post sectio caesarea dengan indikasi preeklamsi berat

terdapat nyeri pada bekas luka sectio caesaria. Pada umum nya pasien post

sectio caesaria dengan indikasi preeklamsi berat akan mengalami

keterbatasan aktifitasnya karena ada nyeri pada bagian abdomennya ada

luka bekas sayatanya, nyeri seperti diiris-iris atau ditusuk dengan skala

nyeri 1 sampai 10.

3. Riwayat Penyakit

a. Riwayat Kesehatan Sebelumnya

Dalam riwayat kesehatan dahulu perlu dikaji apakah klien perna

mengalami riwayat sectio caseria sebelimnya. Riwayat alergi terhadap

obat dan makanan. Serta ada tidaknya penyakit yang dapat

memperberat keadaan klien seperti: penyakitginjal, anemia, vaskuler

asensial, hipertensi kronik, dieabetes melitus.

b. Riwayat Kehamilan Yang Lalu

Riwayat kehamilan, persalinan dan nifas yang lalu perlu diketahui


tentang umur kehamilan, pemeriksaan kehamilan, informasi tentang

umur kehamilan, pemeriksaan kehamilan,imunisasi yang didapatkan,

keluhan selama kehamilan, pernah mengalami abortus atau tidak,

melahirkan dimana, ditolong siapa dan apakah ada penyulit selama

kehamilan

c. Riwayat persalinan sekarang


Riwayat persalinan sekarang meliputi: hari, tanggal, jam

persalinan operasi sectio caesaria, penolong persalinan, penyulit

persalinan(pada penderita preeklamsi ibu akan mengalami kenaikan

tekanan darah tinggi, oedema, dan proteinuria), penanganan persalinan

biasanya dilakukan sectio caesaria, keadaan bayi hidup atau mati,dan

biasanya pasa kasus preeklamsi bayi akan mengalami prematur atau

BBLR

d. Riwayat Keluarga Berencana


Meliputi alat kontrasepsi yang digunakan, lama penggunaan,

keluhan selama penggunaa, jumlah anak yang direncanakan, pada klien

post sectio caesaria dengan indikasi preeklamsi tidak ada hubunganya

denga keluarga berencana yang digunakan oleh klien. Jamli, 2012.

e. Riwayat Perkawinan
Meliputi usia klien dan suami saat menikah, pernikahan yang ke

berapa bagi klien dan suami klien. Pada klien dengan preeklamsi usia

sangat mempengaruhi karena hamil ketika usia diatas 35 tahun rentan

terhadap terjadinya preeklamsi


f. Pengkajian Nifas
Pada persalinan lalu apakah pernah mengalami demam,

keadaan lochia, kondisi perdarahan selama nifas, tingkat aktifitas

setelah melahirkan, keadaan perineal, abdominal, nyeri pada payudara,

kesulitan eliminasi, keberhasilan pemberian ASI, respond an support

keluarga.kontraksi kuat dan terletak di umbilikus

4. Pemeriksaan Fisik

a. B1 (Breathing)
Inspeksi

bentuk dada simetris atau tidak, ada otot bantu nafas, pola nafas

reguler atau ireguler biasanya terjadi perubahan akibat anastesi,

frekuensi nafas normal 20-24x/menit.

Palpasi

kaji vocal vremitus klien, getarannya sama atau tidak.

Perkusi

suara normalnya didapat sonor.

Auskultasi

normal suara nafas vesikuler, adakan suara nafas tambahan seperti

ronchi, whezing, dan lain-lain

b. B2 (Blood)
Inspeksi

lihat ada atau tidaknya sianosis, anemis (jka terjadi syok akibat

perdarahan post partum).


Palpasi

kaji CRT normal kembali <2 detik, akral hangat, cek nadi normal 60-

100x/menit namun biasanya terdapat bradikardi pada post operasi dan

takikardi (jika terjadi syok).

Perkusi

perkusi pada jantung normal didapatkan pekak.

Auskultasi

normal bunyi jantung S1 S2 tunggal, irama jantung regular

c. B3 (Brain)

Inspeksi

pasien post GCS (normal karena terasa op terlihat cemas, cek kesadaran

dan nilai 4-5-6), wajah tampak menyeringai tidak nyeri pada luka

bekas operasi. Biasanya terdapat gangguan pola istirahat/tidur karena nyeri

luka akibat bekas operasi yang dirasakan.

Palpasi

CRT <2 detik, nyeri pada luka bekas post operasi.

d. B4 (Bledder)

Inspeksi

lihat menggunakan cateter atau BAK spontan, biasanya terpasang

cateter karena hal itu merupakan salah satu prosedur operasi. Periksa

pengeluaran lochea, warna, bau, dan jumlahnya, cek warna urine dan

baunya.
Palpasi

ada pembesaran bledder atau tidak, terdapat nyeri tekan atau tidak,

biasanya ada nyeri tekan.

e. B5 (Bowel)

Inspeksi

lihat mukosa bibir kering atau lembab, adakan pasca operasi.

Palpasi

terdapat nyeri pada abdomen.

Perkusi

normal terdapat bunyi tympani dan redup bila terdapat cairan pada

abdomen.

Auskultasi

hitung bising usus normal 5-15x/menit. Biasanya terjadi penurunan

bising usus menurun sehingga terjadi konstipasi.

f. B6 (Bone)

Inspeksi

Biasanya terdapat adanya pembesaran payudara, adanya

hiperpigmentasi areola mamae dan papila mamae.

Palpasi

lihat turgor kulit elastis atau tidak, raba akralnya, biasanya klien

post operasi terjadi hipotermikemudian hipetermi.


g. B7 (Penginderaan)

Inspeksi

Pada klien preklampsia tidak ditemukan adanya kerusakan

penginderaan.

h. B8 (Integumen)

Inspeksi

Pada klien preeclampsia tidak ditemukan adanya kerusakan endokrin

5. Diagnosa Keperawatan
Menurut Sarwono (2012) Pada post sectio caesaria dengan

indikasi preeklamsia :

a. nyeri akut berhubungan dengan luka post oprasi

b. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan trauma

jaringa/kulit rusak

c. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri akut

d. Defisit pengetahuan tentang perawatan payudara berhubungan dengan

kurangnya informasi tentang perawatan payudara

6. Intervensi keperawatan

a. Nyeri akut berhubungan dengan luka post op

Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan 1x24 jam diharapkan

nyeri pada klien berkurang atau hilang dengan Kriteria hasil :

1) Adanya penurunan skala nyeri 1-3 berarti nyeri ringan, skala nyeri

4-6 berarti nyeri sedang, skala nyeri 7-10 berarti nyeri berat.
2) Tampak rileks/dapat beristirahat dengan tepat

3) Ibu mengerti penyebab nyerinya

4) Tanda-tanda Vital dalam batas normal.

Intervensi :

1) Kaji tanda-tanda vita (tekanan darah, respirasi, nadi, suhu)

perhatikan adanya perubahan perilaku (bedakan antara

kegelisahan karena kehilangan darah berlebihan karena nyeri)

R/ Pada klien dengan gangguan nyeri menyebabkan gelisah serta

tekanan darah dan nadi meningkat

2) Kaji skala nyeri klien (0-10)

R / Skala nyeri dapat menunjukkan kualitas nyeri yang dapat di

rasakan klien

3) Perhatikan nyeri tekan uterus dan adanya karakteristik nyeri

R/ Selama 12 jam pertama paksa partum kontraksi uterus kuat dan

teratur dan ini berlanjut selama 2-3 hari berikutnya meskipun

frekuensi dan intensitasnya di kurangi.

4) Ketidak nyamanan,perhatikan isyarat verbal maupun non verbal

seperti meringis, kaku, gerakan melindungi terbebas

R/ Klien mungkin tidak secara verbal melaporkan nyeri dan

ketiknyamanan secara langsung. Membedakan karaakteristik dari

nyeri,membantu membedakan nyeri paska oprasi dari terjadinya

komplikasi
5) Ajarkan klien untuk melakukan teknik relaksasi napas dalam.

R/ Teknik relaksasi napas dalam dapat menurunkan rasa nyeri dan

meninggalkan koping individu

6) Ubah posisi klien (sesuai dengan kenyamanan klien) kurangi

rangsangan yang berbahaya dan berikan gosokan

punggung,anjurkan penggunaan teknik distraksi

R/ Merelaksasikan oto dan mengalihkan perhatian dari sensasi

nyeri, meningkatkan kenyamanan dan menurunkan distraksi tidak

menyenangkan

7) Kolaborasi pemberian analgesik sesuai dengan advis dokter.

R/ Pemberian analgesik dapat menurunkan rasa nyeri, kenyamanan

yang memperbaiki status psikologi dan meningkatkan mobilitas

b. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan trauma

jaringan/kulit rusak

Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam

diharapkan resiko tinggi infeksi tidak terjadi dengan Kriteria Hasil:

1) Mendemonstrasikan teknik-teknik untuk menurunkan resiko-resiko

dan atau meningkatkan penyembuhan

2) Menunjukan luka bebas dari drainasepurulen dengan tanda awal

penyembuhan (misalnya penyatuan tepi-tepi luka)

3) Uterus lunak atau tidak ada nyeri tekan


4) Dengan aliran dan karakter lokhea normal

5) Tidak demam

6) Urine jernih kuning pucat

Intervensi :

1) Anjurkan dan gunakan teknik mencuci tangan dengan cermat dan

pembuangan pengalas kotoran, pembalut perineal dan linen dengan

tepat

R/ Membantuu mencegah atau membatasi penyebaran infeksi

Perhatikan luka oprasi dan kaji warna kemerahan, edema, nyeri,

2) eksudat atau gangguan penyatuan pada daerah lika oprasi

R/ Tanda-tanda ini menandakan infeksi luka yang biasanya di

sebabkan oleh bakteri

3) Kaji suhu, nadi dan jumlah sel darah putih

R/ Demam setelah pasca oprasi hari ke 3 leukosit dan

takikardiamenunjukkan infeksi, peningkatan suhu sampai 38.3°C

dalam waktu 24jam pertama mengidentifikasi adanya infeksi

4) Lakukan perawatan lukadengan teknik aseptic

R/ Dengan teknik aseptik dapat memperkecil kemungkinan

masuknya kuman dalam luka infeksi

c. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan Nyeri Akut

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam


dapat melakukan mobilisasi Kriteria hasil:

1) Pasien sudah mampu mika/miki

2) Pasien mampu duduk

3) Pasien sudah berjalan dengan jarak 5-10 meter

4) Pasien sudah mampu memenuhi kebutuhan mandiri seperti BAK,

BAB, menggosok gigi dikamar mandi

5) Kekuatan otot kembali normal.

Intervensi :

1) Anjurkan pada pasien untuk memulai menggerakkan ekstremitas

bawah, mika miki, duduk, sampai jalan dalam jarak dekat

R/ Mencegah terjadinya kekakuan pada otot setelah post op

2) Motivasi pasien agar mau bergerak

R/ Membantu melenturkan otot ektremitas tubuh trauma ekstremitas

bawah agar kembali seperti semula

3) Batasi aktivitas pasien yang terlalu berat

R/ Mencegah terjadinya nyeri berat sampai terbukanya jahitan luka

post SC

4) Bantu pasien dalam melakukan aktivitas mandiri pasien yang

belum bisa dilakukan sendiri.

R/ Mengistirahatkan pasien decara optimal dengan mencegah

terjadinya resiko jatuh dan pendarahan pada luka SC


5) Kolaborasi dengan dokter dan tim medis dalam pemberian terapi

farmakologi

R/ Membantu mempercepat proses kesembuhan pasien

7. Implementasi

Pada diagnosa nyeri berhubungan dengan luka post opersai,

selama 2x24 jam dilakukan tindakan keperawatan berupa membina

hubungan saling percaya kepada pasien, mengkaji nyeri secara

koprehensif, menjelaskan informasi tentang nyeri, dan penyebab

nyeri, mengobservasi TTV, melakukan tekhnik relaksasi dan distraksi,

kolaborasi pemberian obat analgesik.

Pada diagnosa Resiko infeksi berhubungan dengan trauma

jaringan / kulit rusak, selama 2x 24 jam dilakukan tindakan keperawatan

berupa menjelaskan informasi tentang penyebab dan cara mencegah

infeksi, memntau insisi pada abdomen, mengajarkan pasien menjaga

kebersihan sekitar luka dan lingkungannya, merawat luka dengan

antiseptic, kolaborasi pemberian obat antibiotic

Pada diagnosa hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan

nyeri akut, selama 2x 24 jam dilakukan tindakan keperawatan berupa

memantau tingkat kemampuan pasien untuk berakltifitas, menjelaskan

pasien tentang pentingny mobilisasi post operasi section caesarea,

menganjurkan pasien untuk mobilitas dini, membantu pasien untuk

pemenuhan aktifitas sehari-hari, mengevaluasi dan perkembangan pasien.


Pada diagnosa Devisit pengetahuan tenang perawatan payudara

berhubungan dengan kurangnya informasi tentang perawatan payudara,

selama 2x24 jam dilakukan tindakan keperawatan berupa membina

hubungan saling percaya ke pasien, menjelaskan tentang pentingnya

merawat payudara, memantau tingkat kemampuan pasien dalam

melakukan perawatan payudara, menganjurkan dan melibatkan keluarga

dalam pemenuhan personal hygiene pasien, menganjurkan pasien untuk

melakukan perawatan payudara secara rutin.

8. Evaluasi

Pada diagnosa nyeri berhubungan dengan luka post operasi,

setelah dilakukan perawatan selama 2x24 jam diharapkan nyeri pasien

berkurang ditandai dengan mampu mengontrol nyeri, mampu mengenal

nyeri, skala nyeri 0-1 (1-10), dapat melakukan tindakan untuk

mengurangi nyeri, kooperatif dengan tindakan yang dilakukan, TTV

dalam batas normal.

Pada diagnosa resiko infeksi berhubungan dengan trauma

jaringan/kulit rusak. Setelah dilakukan tindakan keperawatan 2x24 jam

diharapkan pasien tidak terjadi infeksi ditandai dengan bebas dari

tanda dan gejala infeksi, mendeskripsikan proses penularan penyakit

faktor yang mempengaruhi penularan serta penatalaksanaannya,

mampu mencegah timbulnya infeksi.


Pada diagnosa hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan

adanya nyeri akut. Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama

2x24 jam diharapkan pasien dapat meningkatkan mobilitas fisik

ditandai dengan keadaan umum baik, dapat beraktifitas secara mandiri,

mengerti tuhjuan dari peningkatan mobilisasi.

Pada diagnosa defisit pengetahuan tentang perawatan payudara

berhubungan dengan kurangnya informasi tentang perawatan payudara.

Setelah dilakukab tindakan keperawatan selama 2x24 jam diharapkan

dapat diharapkan dapat melakukan perawatan payudara ditandai dengan

pasien dapat membersihkan payudara atau melakukan payudara dengan

benar
DAFTAR PUSTAKA

Bobak. 2010. Konsep Post Partum. Post Partum,

Bobak. L. J. 2016. Buku Ajar Keperawatan Maternitas. Jakarta : EGC

Faiqoh, E. 2014. Hubungan karakteristik ibu, anc dan kepatuhan perawatan ibu hamil

dengan terjadinya preeklampsia. Jurnal Berkala Epidemiologi diakses tanggal

28 maret2021, pukul 20.00 wita

Kemenkes RI. 2013. Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2012.

Jakarta: Kementrian Kesehatan Republik Indonesia

──────. 2015. Profi Kesehatan Indonesia 2014. Jakarta:

Kementrian Kesehatan Republik Indonesia

Lisa Margareta. 2017. Konsep Dasar Post Partum.

Maritalia D, 2012. Asuhan Kebidanan Nifas dan Menyusui.Yogyakarta:

Maryunani, A. 2016. Manajemen Kebidanan. Jakarta.

Miko, A & Pratiwi,M. 2017. Hubungan pola makan dan aktivitas fisik dengan

kejadian obesitas mahasiswa politeknik kesehatan kemenkes aceh

Nuraini, A. 2011. Pre Eclampsia. Jakarta

Prawirohardjo sarwono.2014.Ilmu kebidanan. Jakarta: PT Bina Pustaka,

Purwoastuti, Th. Endang, dkk. 2014. Konsep Kebidana, Yogyakarta: PB,

Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas). 2017. Badan Penelitian Dan Pengembangan

Kesehatan Kementerian RI. Jakarta


Supriyanti, E. 2017. Pengaruh Aromaterapi Lavender Terhadap Penurunan Intesitas Nyeri

Pada Pasien Postpartum Normal Di RSUD Kota Semarang. Jurnal Manajemen Asuhan

Keperawatan. Di akses tanggal 29 maret 2021, pukul 17.00 wita

Tim Pokja Siki DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia

WHO Study Group. 2013. The hypertensive disorders of pregnancy. WHO

technical report series no 758. Geneva: World Health Organitation

Winancy, W,2019. Penkes Preeklampsi Untuk Pengetahuan Ibu Hamil Dalam

Menghadapi Komplikasi

Anda mungkin juga menyukai