Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN

RASA AMAN DAN NYAMAN

OLEH :

TINGKAT 2.1

NI KOMANG AYU TRISNAWATI

P07120120030

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR

JURUSAN KEPERAWATAN

PROGRAM STUDI D-III KEPERAWATAN

2022
A. MASALAH KEPERAWATAN
Pasien mengalami gangguan pemenuhan kebutuhan rasa aman dan nyaman.

B. PENGERTIAN
1. Pengertian Aman dan Nyaman
Keamanan, seringkali didefinisikan sebagai keadaan bebas dari cedera fisik dan
psikologis. (Potter dan Perry, 2006). Nyaman adalah keadaan ketika individu mengalami
sensasi yang menyenangkan dalam berespon terhadap suatu rangsangan berbahaya.
(Lynda Juall Carpenito-Moyet edisi 10). Kalcoba (1992, dalam Potter & Perry)
mengungkapkan kenyamanan/rasa nyaman adalah suatu keadaan dimana telah
terpenuhinya kebutuhan dasar manusia yaitu kebutuhan akan ketentraman (suatu
kepuasan yang meningkatkan penampilan sehari-hari), kelegaan (kebutuhan telah
terpenuhi), dan transenden (keadaan tentang sesuatu yang melebihi masalah dan nyeri)
Kenyamanan adalah konsep sentral tentang kiat keperawatan. Donahue (1989)
meringkaskan melalui rasa nyaman dan tindakan untuk mengupayakan kenyamanan
perawat memberikan kekuatan, harapan, hiburan, dukungan, dorongan, dan bantuan.
Secara umum dalam aplikasinya pemenuhan kebutuhan rasa nyaman adalah kebutuhan
rasa nyaman bebas dari nyeri dan hipertermia atau hipotermia. Hal ini dipengarihi
perasaan tidak nyaman yang dirasakan oleh pasien yang ditunjukan dengan timbulnya
gejala dan tanda pada pasien.
Jadi dapat ditarik kesimpulan bahwa rasa aman dan nyaman adalah kebutuhan dasar
manusia berupa keadaan terpenuhinya kebutuhan akan ketentraman dan kelegaan, serta
terbebas dari cedera fisik dan psikologis.

2. Gangguan rasa nyaman akibat nyeri


a) Pengertian Nyeri
Nyeri merupakan suatu kondisi yang lebih dari sekedar sensasi tunggal yang
disebabkan oleh stimulus tertentu. Nyeri bersifat subjektif dan sangat bersifat
individual. Stimulus nyeri dapat berupa stimulus yang bersifat fisik dan mental,
sedangkan kerusakan dapat terjadi pada jaringan aktual atau pada fungsi ego seorang
individu (Mahon, 1994).
Menurut McCaffery (1980) : “ Nyeri adalah segala sesuatu yang dikatakan yang
dikatakan seseorang tentang nyeri tersebut dan terjadi kapan saja seseorang
mengatakan bahwa ia merasa nyeri.”
b) Klasifikasi Nyeri
Secara umum nyeri dibagi menjadi dua, yakni nyeri akut dan nyeri kronis. Nyeri
akut adalah nyeri yang timbul secara mendadak dan cepat menghilang, yang tidak
melebihi 6 bulan. Nyeri kronis adalah nyeri yang timbul secara perlahan – lahan,
biasanya berlangsung dalam waktu cukup lama, yaitu lebih dari 6 bulan.
c) Fisiologi Nyeri
Menurut Potter & Perry (2006), terdapat tiga komponen fisiologis dalam nyeri
yaitu resepsi, persepsi, dan reaksi. Stimulus penghasil nyeri mengirimkan impuls
melalui serabut saraf perifer. Serabut nyeri memasuki medulla spinalis dan menjalani
salah satu dari beberapa rute saraf dan akhirnya sampai di dalam masa berwarna abu-
abu di medulla spinalis. Terdapat pesan nyeri dapat berinteraksi dengan sel-sel saraf
inhibitor, mencegah stimulus nyeri sehingga tidak mencapai otak atau ditransmisi
tanpa hambatan ke korteks serebral, maka otak menginterpretasi kualitas nyeri dan
memproses informasi tentang pengalaman dan pengetahuan yang dimiliki serta
asosiasi kebudayaan dalam upaya mempersiapkan nyeri.
d) Faktor yang mempengaruhi nyeri
1. Usia
Usia merupakan variabel penting yang mempengaruhi nyeri, khususnya pada
anak – anak dan lansia. Perbedaan perkembangan, yang ditemukan di antara
kelompok usia ini dapat mempengaruhi bagaimana anak – anak dan lansia
bereaksi terhadap nyeri.
2. Jenis Kelamin
Secara umum, pria dan wanita tidak berbeda secara bermakna dalam
berespons terhadap nyeri (Gill, 1990). Diragukan apakah hanya jenis kelamin saja
yang merupakan suatu faktor dalam pengekspresian nyeri. Beberapa kebudayaan
yang mempengaruhi jenis kelamin (misal: menganggap bahwa seorang anak laki-
laki harus berani dan tidak boleh menangis, sedangkan seorang anak perempuan
boleh menangis dalam situasi yang sama). Akan tetapi, toleransi terhadap nyeri
dipengaruhi oleh faktor- faktor biokimia, dan merupakan hal yang unik pada
setiap individu, tanpa memperhatikan jenis kelamin.
3. Kebudayaan
Keyakinan dan nilai – nilai budaya mempengaruhi cara individu mengatasi
nyeri. Individu mempelajari apa yang diharapkan dan apa yang diterima oleh
kebudayaan mereka. Hal ini meliputi bagaimana bereaksi terhadap nyeri (Calvillo
dan Flashkerud , 1991).
4. Makna Nyeri
Makna seseorang yang dikaitkan dengan nyeri mempengaruhi pengalaman
nyeri dan cara seseorang beradaptasi terhadap nyeri. Hal ini juga dikaitkan secara
dekat dengan latar belakang budaya individu tersebut. Individu akan
mempersepsikan nyeri dengan cara yang berbeda – beda , apabila nyeri tersebut
member kesan ancaman, suatu kehilangan, hukuman, dan tantangan
5. Perhatian
Tingkat seorang klien memfokuskan perhatiannya pada nyeri dapat
mempengaruhi persepsi nyeri. Perhatian yang meningkat dihubungkan dengan
nyeri yang meningkat., sedangkan upaya pengalihan (Distraksi) dihubungkan
dengan respon nyeri yang menurun (Gil, 1990).
6. Ansietas
Hubungan antara nyeri dan ansietas bersifat kompleks. Ansietas seringkali
mningkatkan persepsi nyeri, tetapi nyeri juga dapat menimbulkan suatu perasaan
ansietas. Pola bangkitan otonom adalah sama dalam nyeri dan ansietas. (Gil,
1990)

7. Keletihan
Keletihan meningkatkan persepsi nyeri. Rasa kelelahan menyebabkan sensasi
nyeri semakin intensif dan menurunkan kemampuan koping.
8. Pengalaman Sebelumnya
Setiap individu belajar dari pengalaman nyeri. Pengalaman nyeri sebelumnya
tidak selalu berarti bahwa individu tersebut akan menerima nyeri dengan lebih
mudah pada masa yang akan datang.
9. Gaya Koping
Pengalaman nyeri dapat menjadi suatu pengalaman yang membuat anda
merasa kesepian. Apabila klien mengalami nyeri di keadaan perawatan kesehatan,
seperti di rumah sakit, klien merasa tidak berdaya dengan rasa sepi itu.
10. Dukungan Keluarga dan Sosial
Faktor lain yang bermakna mempengaruhi respon nyeri ialah kehadiran
orang – orang terdekat klien dan bagaimana sikap mereka terhadap klien
mempengaruhi respon nyeri. Pasien dengan nyeri memerlukan dukungan, bantuan
dan perlindungan walaupun nyeri tetap dirasakan namun kehadiran orang yang
dicintai akan meminimalkan kesepian dan ketakutan.

e) Perbedaan Nyeri Akut dan Nyeri Kronis


Nyeri Akut Nyeri Kronis
1. Ringan sampai berat 1. Ringan sampai berat
2. Reseptor sistem saraf simpatik 2. Respons sistem saraf
a) Peningkatan denyut nadi parasimpatik :
b) Peningkatan frekuensi a) Tanda-tanda vital normal
pernafasan b) Kulit kering, hangat
c) Peningkatan tekanan darah c) Pupil normal atau dilatasi
3. Klien tampak gelisah dan cemas d) Terus berlanjut setelah
4. Klien menunjukkan perilaku penyembuhan
yang 3. Klien tampak depresi dan
mengidentifikasikan rasa nyeri : menarik diri
menangis, menggosok area 4. Klien sering kali tidak
nyeri, menyebutkan rasa
memegang area nyeri nyeri kecuali ditanya
5. Terlokalisasi 5. Menyebar
6. Tajam : seperti ditusuk, disayat, 6. Tumpul : ngilu, linu, nyeri, dll
dicubit, dll

f) Pengukuran Nyeri
1) Skala Deskriptif
Skala pendeskripsi verbal (Verbal Descriptor Scale, VDS) merupakan sebuah
garis yang terdiri dari tiga sampai lima kata pendeskripsian yang tersusun dengan
jarak yang sama disepanjang garis. Pendeskripsi inidirangking dari “tidak terasa
nyeri” sampai “nyeri yang tidak tertahankan”.
2) Skala penilaian numerik
Numerical Rating Scale ( NRS) menilai nyeri menggunakan skala 0-10.
Skala ini sangat efektif untuk digunakan saat mengkaji intensitas nyeri sebelum
dan sesudah intervensi terapeutik.

3) Skala Analog visual


Visual Analog Scale (VAS) merupakan suatu garis lurus yang mewakili
intensitas nyeri yang terus menerus dan memiliki alat pendeskripsi verbal pada
setiap ujungnya. Skala ini memberikan kebebasan penuh pada pasien untuk
mengidentifikasi keparahan nyeri.
Untuk mengukur skala nyeri pada pasien pra operasi apendisitis, peneliti
menggunakan skala nyeri numerik. Karena skala nyeri numerik paling efektif
digunakan saat mengkaji intensitas nyeri sebelum dan sesudah diberikan teknik
relaksasi progresif. Selain itu selisi antara penurunan dan peningkatan nyeri lebih
mudah diketahui dibanding skala lain.

C. Gejala dan Tanda


1. Nyeri Akut
a) Mayor (80% - 100%)
a Subjektif
1) Mengeluh nyeri
b Objektif
1) Tampak meringis
2) Bersikap protektif
3) Gelisah
4) Frekuensi nadi meningkat
5) Sulit tidur
b) Minor (60% - 79%)
a Objektif
1) Tekanan darah meningkat
2) Pola napas berubah
3) Nafsu makan berubah
4) Proses berpikir terganggu
5) Menarik diri
6) Berfokus pada diri sendiri
7) Diaphoresis
2. Nyeri kronis
a) Mayor (80% - 100%)
a Subjektif
1) Mengeluh nyeri
2) Merasa depresi
b Objektif
1) Tampak meringis
2) Gelisah
3) Tidak mampu menuntaskan aktivitas
b) Minor (60% - 79%)
a Subjektif
1) Merasa takut mengalami cedera berulang
b Objektif
1) Bersikap protektif
2) Waspada
3) Pola tidur berubah
4) Anoreksia
5) Focus menyempit
6) Berfokus pada diri sendiri
D. POHON MASALAH

Mekanik

1. Kerusakan
intergument Kram abdomen, diare,
Stimulus Nyeri
2. Trauma jaringan dan muntah
3. Perubahan

Tumor/kanker Spasme Otot Termal

Dingin Panas

Impuls Nyeri

Konsus Dorsalis

Medula Spinalis

Thalamus
Skala Nyeri

Korteks Selebri

Timbul Nyeri

Nyeri Akut Nyeri Kronis


E. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Riwayat penyakit dan keluhan
Pada riwayat penyakit, penting ditentukan dahulu keluhan utama misalnya nyeri,
kelemahan dan lokasi keluhan. Ditanyakan pula aktivitas maupun posisi kepala yang
meningkatkan maupun mengurangi keluhan, maupun adanya riwayat cedera.
2. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik meliputi :
a) Observasi, perhatikan sikap tubuh pasien saat menanyakan riwayat penyakit.
b) Palpasi, apabila didapatkan kekakuan dan nyeri pada sisi otak maupun radiks saraf
yang terkena, dapat pula disertai hipertonus maupun spasme pada sisi otot yang
nyeri.
c) Pemeriksaan USG untuk data penunjang apabila ada nyeri ada nyeri tekan di
abdomen.
d) Rontgen untuk mengetahui tulang atau organ yang abnormal.
e) Pemeriksaan lab sebagai data penunjang.
f) Ct- Scan (cedera kepala) untuk mengetahui adanya pembuluh darah yang pecah di
otak.

F. Penatalaksanaan Medis
1. Nonfarmakologi
a) Bimbingan Antisipasi
Merupakan tindakan memodifikasi secara langsung cemas yang berhubungan
dengan nyeri menghilangkan nyeri dan menambah efek tindakan untuk
menghilangkan nyeri yang lain.
b) Distraksi
Merupakan metode untuk mengalihkan perhatian klien ke hal yang lain dan
dengan demikian menurunkan kewaspadaan terhadap nyeri bahkan meningkatkan
toleransi terhadap nyeri. Salah satu distraksi yang efektif adalah music, yang
dapat menurunkan nyeri fisiologis, stres, kecemasan dengan mengalihkan
perhatian seseorang dari nyeri. Music terbukti menunjukkan efek yaitu
menurunkan frekuensi denyut jantung, mengurangi kecemasan dan depresi,
menghilangkan nyeri, menurunkan tekanan darah, dan mengubah persepsi waktu
( Guzzeta, 1989 ).
c) Biofeedback
Merupakan terapi perilaku yang dilakukan dengan memberikan individu
informasi tentang respons fisiologis dan cara untuk melatih kontrol volunter
terhadap respon tersebut ( NIH, 1986 ).
d) Hipnosis Diri
Hipnosis diri merupakan sutau pendekatan holistik, hipnosis diri
menggunakan sugesti diri dan kesan tentang perasaan yang rileks dan damai.
Individu memasuki keadaan rileks dengan menggunakan berbagai ide pikiran dan
kemudian kondisi kondisi yang menghasilkan respon tertentu bagi mereka
(Edelman dan Mandel, 1994 ).
e) Mengurangi Persepsi Nyeri
Salah satu cara sederhana untuk meningkatkan rasa nyaman ialah membuang
atau mencegah stimulus nyeri. Nyeri juga dapat dicegah dengan mengantisipasi
kejadia yang menyakitkan.
f) Stimulasi Kutaneus
Adalah stimulasi kulit yang dilakukan untuk menghilangkan nyeri. Masase,
mandi air hangat, kompres menggunakan kantong es, dan stimulasi saraf elektrik
transkutan (TENS) merupakan langkah – langkah sederhana dalam upaya
menurunkan persepsi nyeri.

2. Farmakologi
a) Analgesik Nonnarkotik
Analgesik nonnarkotik tidak bersifat adiktif dan kurang kuat dibandingkan
dengan analgesik narkotik. Obat ini digunakan untuk mengatasi nyeri yang ringan
sampai sedang. Obat ini efektif untuk nyeri tumpul pada sakit kepala, dismenore,
nyeri pada inflamasi, abrasi minor, nyeri otot, dan arthtritis jaringan sampai
sedang. Kebanyakan dari analgesik menurunkan suhu tubuh yang meningkat,
sehingga mempunyai antipiretik,. Beberapa analgesik seperti aspirin, mempunyai
efek anti inflamasi dan juga efek anti koagulan.
b) Analgesik Narkotik
Analgesik narkotik, disebut juga Agonis Narkotik, direspon untuk mengatasi
nyeri yang sedang sampai berat. Analgesik narkotik bekerja terutama pada sistem
saraf pusat, sedangkan analgesik nonnarkotik bekerja pada sistem saraf tepi pada
tempat reseptor nyeri. Narkotik tidak hanya menekan rangsang nyeri tetapi juga
menekan pernapasan dan batuk dengan bekerja pada pusat pernapasan dan batuk
pada medulla di batang otak.

G. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
Pengkajian nyeri akurat penting untuk upaya penatalaksanaan nyeri yang efektif. Karena
nyeri merupakan pengalaman yang subjektif dan dirasakan secara berbeda pada masing –
masing individu, maka perawat perlu mengkaji semua faktor yang mempengaruhi nyeri,
seperti faktor fisiologis, psikologis prilaku emosional dan sosiokultural. Pengkajian nyeri
terdiri atas dua komponen utama, yakni (a) riwayat nyeri untuk mendapatkan data klien dan
(b) observasi langsung pada respon prilaku dan fisiologis klien. Tujuan pengkajian adalah
untuk mendapatkan pemahaman objektif terhadap pengalaman subjek.
1. Riwayat Nyeri
Saat mengkaji riwayat nyeri, perawat sebaiknya memberikan klien kesempatan
untuk mengungkapkan cara pandang mereka terhadap nyeri dan situasi kesempatan
untuk mengungkapkan cara pandang mereka terhadap nyeri dan situasi tersebut dengan
kata-kata mereka sendiri. Langkah ini akan membantu perawat memahami makna nyeri
bagi klien dan bagaimana ia berkoping terhadap aspek, antara lain :
a) Lokasi
Untuk menentukan lokasi nyeri yang spesifik, minta klien untuk menujukan
lokasi area nyerinya. Pengkajian ini biasa dilakukan dengan bantuan gambar tubuh.
Klien biasanya menandai bagian tubuhnya yang mengalami nyeri. Ini sangat
bermanfaat, terutama untuk klien yang memiliki lebih dari satu sumber nyeri.
b) Intensitas nyeri
Penggunaan skala intensitas nyeri adalah metode yang mudah dan terpercaya
untuk menentukan intensitas nyeri pasien. Skala nyeri yang paling sering digunakan
adalah rentang 0-5 atau 0-10. Angka 0 menandakan tidak nyeri sama sekali dan angka
tertinggi menandakan nyeri “terhebat” yang dirasakan klien.
Keterangan :
SKALA KETERANGAN
0 Tidak Nyeri.
1-3 Nyeri Ringan (Secara objektif klien dapat berkomunikasi
dengan baik).
4-6 Nyeri Sedang (secara objektif klien mendesis, menyeringai,
dapat menunjukan lokasi nyeri, dapat mendiskribsikan nyeri,
dapat mengikuti perintah dengan baik).
7-9 Nyeri Berat (secara objektif klien terkadang tidak dapat
mengikuti perintah tetapi masih merespon terhadap tindakan ,
dapat menunjukkan lokasi nyeri, tidak dapat diatasi dengan
alih posisi, nafas panjang dan distraksi.
10 Nyeri Sangat Berat (klien sudah tidak dapat berkomunikasi)

c) Kualitas nyeri
Terkadang nyeri bisa terasa seperti “dipukul-pukul” atau “ditusuk-tusuk”.
Perawat perlu mencatat kata-kata yang digunakan klien untuk menggambarkan
nyerinya sebab informasi yang akurat dapat berpengaruh besar pada diagnosis dan
etologi nyeri serta pilihan tindakan yang diambil.

d) Pola
Pola nyeri meliputi : durasi/lamanya nyeri dan kekambuhan atau interval nyeri
berlangsung. Oleh karenanya, perawat perlu mengkaji kapan nyeri dimulai, berapa
lama nyeri berlangsung, apakah nyeri berulang dan kapan nyeri terakhir kali muncul.
e) Faktor Presipitasi
Terkadang aktivitas tertentu dapat memicu munculnya nyeri, sebagai contoh :
aktivitas fisik yang berat dapat menimbulkan nyeri dada. Selain itu, faktor lingkungan
(lingkungan yang sangat dingin atau sangat panas), stressor fisik dan emosional juga
dapat memicu munculnya nyeri
f) Gejala yang menyertai
Gejala ini meliputi : mual, muntah, pusing dan diare. Gejala tersebut bisa
disebabkan oleh nyeri itu sendiri
g) Pengaruh aktifitas sehari-hari
Dengan mengetahui sejauh mana nyeri mempengaruhi aktifitas harian klien akan
membantu perawat memahami persepsi klien tentang nyeri. Beberapa aspek
kehidupan yang perlu dikaji terkait nyeri adalah tidur, nafsu makan, konsentrasi,
pekerjaan, hubungan interpersonal, hubungan pernikahan, aktifitas rumah, aktifitas
waktu senggang serta status emosional.
h) Sumber koping
Setiap individu memiliki strategi koping yang berbeda dalam menghadapi nyeri.
Strategi tersebut dapat dipengaruhi oleh pengalaman nyeri sebelumnya atau pengaruh
agama / budaya.
i) Respon afektif
Respon afektif klien terhadap nyeri bervariasi, tergantung pada situasi, derajat
dan durasi nyeri, interpretasi tentang nyeri dan banyak faktor lainnya, perawat perlu
mengkaji adanya perasaan antietas, takut, lelah, depresi atau perasaan gagal dalam diri
klien.

2. Observasi Respons perilaku dan fisiologis


Banyak respon nonverbal/perilaku yang bisa dijadikan indikator nyeri diantaranya :
a) Ekspresi wajah
1. Menutup mata rapat-rapat
2. Membuka mata lebar-lebar
3. Menggigi bibir bawah
b) Vokalisasi
1. Menangis
2. Berteriak
c) Imobilisasi (bagian tubuh yang mengalami nyeri akan digerakan tubuh tanpa tujuan
yang jelas ) :
1. Menendang-nendang
2. Membolak-balikkan tubuh diatas kasur
Sedangkan respons fisiologis untuk nyeri bervariasi, bergantung pada sumber dan
durasi nyeri. Pada awal nyeri akut, respons fisiologis :
1. Peningkatan tekanan darah
2. Diaforesis
3. Nadi dan pernafasan
4. Dilatasi pupil akibat terstimulasinya sistem saraf simpatis
Akan tetapi, jika nyeri berlangsung lama dan saraf simpatis telah beradaptasi,
respon fisiologis tersebut mungkin akan berkurang atau bahkan tidak ada. Karenanya,
penting bagi perawat untuk mengkaji lebih dari satu respons tersebut merupakan
indikator yang buruk untuk nyeri.

H. DAFTAR MASALAH KEPERAWATAN


1. Nyeri akut berhubungan dengan :
a) Cedera traumatis
b) Infeksi
c) Galukoma
d) Kondisi pembedahan
e) Syndrome koroner akut
2. Nyeri kronis berhubungan dengan :
a. Infeksi
b. Tumor
c. Kondisi pasca trauma
d. Kondisi kronis
e. Cedera medulla spinalis

I. INTERVENSI KEPERAWATAN
DIAGNOSA
TUJUAN INTERVENSI RASIONAL
KEPERAWATAN
1) Nyeri akut Setelah dilakukan selama 1. Pantau 1. Variasi penampilan dan
berhubungan 1x24 jam tindakan karakteristik perilaku pasien karena nyeri
dengan : diharapkan nyeri nyeri, catatan terjadi sebagai temuan
a. Cedera berkurang. laporan verbal, pengkajian
traumatis Kriteria hasil : petunjuk
b. Infeksi - Nyeri berkurang nonverbal dan
c. Galukoma - Ekspresi wajah tenang respon
d. Kondisi - Tanda-tanda vital hemodinamik
pembedahan (TD: 120/80 mmHg,
e. Syndrome N: 60-100 x/menit, R: 2. Ambil gambar 2. Nyeri sebagai pengalaman
koroner akut 16-20 x/menit). lengkap terhadap subjektif dan harus

- Klien dapat istirahat nyeri dari pasien digambarkan oleh pasien.

dan tidur normal termasuk lokasi Bantu pasien untuk menilai

sesuai dengan dan intensitas nyeri dengan

usianya. lamanya, kualitas membandingkan dengan


( dangkal atau pengalaman nyeri
menyebar) dan
penyebaran

3. Anjurkan pasien 3. Penundaan pelaporan nyeri


untuk menghambat peredaran
melaporkan nyeri nyeri/memerlukan
dengan segera peningkatan dosis obat.
Selain itu nyeri berat dapat
menyebabkan syok dengan
merangsang system syaraf
simpatis, mengakibatkan
kerusakan lanjut dan
mengganggu diagnostic
serta hilangnya nyeri

4. Bantu melakukan 4. Membantu dalam


teknik relaksasi penurunan persepsi/respon
misalnya : nafas nyeri
dalam perlahan
perilaku distraksi

5. Visualisasi dan 5. Memberikan control situasi,


bimbingan meningkatkan perilaku
imajinasi positif

6. Periksa tanda- 6. Hipotensi/depresi


tanda vital pernafasan dapat terjadi
sebelum atau sebagai akibat pemberian
sesudah narkotik
penggunaan obat
narkotik

7. Berikan obat 7. Membantu proses


analgesic sesuai penyembuhan pasien
indikasi
2) Nyeri kronik Setelah dilakukan selama 1. Catat 1. Mempermudah dalam
berhubungan 2x24 jam tindakan karakteristik tindakan pengobatan
dengan : diharapkan   nyeri nyeri kepada klien
a. Infeksi teratasi sebagian. Kriteria 2. Berikan posisi 2. Membantu memberikan
b. Tumor hasil : semi fowler rasa nyaman kepada
c. Kondisi pasca - Skala nyeri dalam klienmenambah
trauma rentang 1-3. pengetahuan pasien dalam
d. Kondisi kronis - Raut muka tidak mengurangi rasa nyeri
e. Cedera menahan nyeri.
medulla - Klien sudah tidak 3. Ajarkan teknik 3. Membantu pasien dalam
spinalis memegangi area yang relaksasi mengurangi rasa nyeri
nyeri. Kolaborasi
pemberian obat
analgesic sesuai
dengan indikasi
DAFTAR PUSTAKA

Asmadi. 2012. Prosedural Keperawatan, Konsep dan Aplikasi KDM. Jakarta: Salemba
Medika.
Carpenito-Moyet, Lynda Juall. 2007. Buku Saku Diagnosis Keperawatan Edisi 10. Jakarta :
Buku Kedokteran EGC.
Ed. Herman T.H. and Komitsuru. S. 2014. Nanda International Nursing Diagnosis,
Definition and Clasification 2015-2017. Jakarta: EGC.
Hidayat, A. Aziz Alimul. 2006. Kebutuhan Dasar Manusia. Surabaya : Salemba Medika.
Hidayat, A. 2014. Metode Penelitian Keperawatan dan Teknis Analisis Data. Jakarta: EGC
Kozier, Erb, dkk. 2010. Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep, Proses & Praktik
Edisi 7 Volume 2. Jakarta : EGC.
Lippincott dan Williams & Wilkins. 2012. Buku Saku Diagnosis Keperawatan Lynda Juall
Carpenito-Moyet Edisi 8. Jakarta : EGC.
Nanda Internasional. 2012. Diagnosis Keperawatan: Definisi & Klasifikasi 2012-2014.
Jakarta : EGC.
Perry & Potter. 2006. Buku Ajar Fundamental Keperawatan Volume 2 Edisi 4. Jakarta : Buku
Kedokteran EGC.

Anda mungkin juga menyukai