Anda di halaman 1dari 34

Awalnya, pasien akan merasa gejala gastrointestinal ringan seperti berkurangnya nafsu makan,

perubahan kebiasaan BAB yang minimal, dan kesalahan pencernaan. Anoreksia berperan penting pada
diagnosis appendicitis, khususnya pada anak-anak5.
Distensi appendiks menyebabkan perangsangan serabut saraf visceral dan dipersepsikan sebagai nyeri
di daerah periumbilical. Nyeri awal ini bersifat nyeri dalam, tumpul, berlokasi di dermatom Th 10. Adanya
distensi yang semakin bertambah menyebabkan mual dan muntah, dalam beberapa jam setelah nyeri. Jika mual
muntah timbul lebih dulu sebelum nyeri, dapat dipikirkan diagnosis lain5.

Skor Alvarado

Semua penderita dengan suspek Appendicitis acuta dibuat skor Alvarado dan diklasifikasikan menjadi 2
kelompok yaitu: skor <6>6. Selanjutnya dilakukan Appendectomy, setelah operasi dilakukan pemeriksaan PA
terhadap jaringan Appendix dan hasilnya diklasifikasikan menjadi 2 kelompok yaitu: radang akut dan bukan
radang akut11.

Tabel Alvarado scale untuk membantu menegakkan diagnosis

Manifestasi Skor
Gejala Adanya migrasi nyeri 1
Anoreksia 1
Mual/muntah 1
Tanda Nyeri RLQ 2
Nyeri lepas 1
Febris 1
Laboratorium Leukositosis 2
Shift to the left 1
Total poin 10

Keterangan:

0-4 : kemungkinan Appendicitis kecil

5-6 : bukan diagnosis Appendicitis

7-8 : kemungkinan besar Appendicitis

9-10 : hampir pasti menderita Appendicitis

Pemeriksaan urinalisis membantu untuk membedakan appendicitis dengan pyelonephritis atau batu
ginjal. Meskipun demikian, hematuria ringan dan pyuria dapat terjadi jika inflamasi appendiks terjadi di dekat
ureter1.

Pada anak-anak balita

intususepsi, divertikulitis, dan gastroenteritis akut.

Pada anak-anak usia sekolah

gastroenteritis, konstipasi, infark omentum.


Pada pria dewasa muda

Crohns disease, klitis ulserativa, dan epididimitis.

Pada wanita usia muda

pelvic inflammatory disease (PID), kista ovarium, dan infeksi saluran kencing.

Pada usia lanjut

keganasan dari traktus gastrointestinal dan saluran reproduksi, divertikulitis, perforasi ulkus, dan
kolesistitis.

2.10 KOMPLIKASI

1. Appendicular infiltrat:

Infiltrat / massa yang terbentuk akibat mikro atau makro perforasi dari Appendix yang meradang
yang kemudian ditutupi oleh omentum, usus halus atau usus besar.

2. Appendicular abscess:

Abses yang terbentuk akibat mikro atau makro perforasi dari Appendix yang meradang yang
kemudian ditutupi oleh omentum, usus halus, atau usus besar.

3. Perforasi
4. Peritonitis
5. Syok septik
6. Mesenterial pyemia dengan Abscess Hepar
7. Gangguan peristaltik
8. Ileus 4,12

2.11 PENATALAKSANAAN

Untuk pasien yang dicurigai Appendicitis :

n Puasakan

n Berikan analgetik dan antiemetik jika diperlukan untuk mengurangi gejala

n Penelitian menunjukkan bahwa pemberian analgetik tidak akan menyamarkan gejala saat
pemeriksaan fisik.

n Pertimbangkan DD/ KET terutama pada wanita usia reproduksi.

n Berikan antibiotika IV pada pasien dengan gejala sepsis dan yang membutuhkan Laparotomy

Perawatan appendicitis tanpa operasi

n Penelitian menunjukkan pemberian antibiotika intravena dapat berguna untuk Appendicitis acuta
bagi mereka yang sulit mendapat intervensi operasi (misalnya untuk pekerja di laut lepas),
atau bagi mereka yang memilki resiko tinggi untuk dilakukan operasi

Rujuk ke dokter spesialis bedah.


Antibiotika preoperative

n Pemberian antibiotika preoperative efektif untuk menurunkan terjadinya infeksi post opersi.

n Diberikan antibiotika broadspectrum dan juga untuk gram negative dan anaerob

n Antibiotika preoperative diberikan dengan order dari ahli bedah.

n Antibiotik profilaksis harus diberikan sebelum operasi dimulai. Biasanya digunakan antibiotik
kombinasi, seperti Cefotaxime dan Clindamycin, atau Cefepime dan Metronidazole.
Kombinasi ini dipilih karena frekuensi bakteri yang terlibat, termasuk Escherichia coli,
Pseudomonas aeruginosa, Enterococcus, Streptococcus viridans, Klebsiella, dan Bacteroides.

Teknik operasi Appendectomy 2,,5

A. Open Appendectomy

1. Dilakukan tindakan aseptik dan antiseptik.

2. Dibuat sayatan kulit:

Horizontal Oblique

3. Dibuat sayatan otot, ada dua cara:

a. Pararectal/ Paramedian

Sayatan pada vaginae tendinae M. rectus abdominis lalu otot disisihkan ke medial. Fascia diklem
sampai saat penutupan vagina M. rectus abdominis karena fascia ada 2 supaya jangan tertinggal
pada waktu penjahitan karena bila terjahit hanya satu lapis bisa terjadi hernia cicatricalis.

2 lapis

M.rectus abd.

sayatan

b. Mc Burney/ Wechselschnitt/ muscle splitting

Sayatan berubah-ubah sesuai serabut otot.

Gambar 7. Lokasi insisi yang sering digunakan pada Appendectomy

B. Laparoscopic Appendectomy

Pertama kali dilakukan pada tahun 1983. Laparoscopic dapat dipakai sarana diagnosis dan terapeutik untuk
pasien dengan nyeri akut abdomen dan suspek Appendicitis acuta. Laparoscopic kemungkinan sangat berguna
untuk pemeriksaan wanita dengan keluhan abdomen bagian bawah. Membedakan penyakit akut ginekologi dari
Appendicitis acuta sangat mudah dengan menggunakan laparoskop2,,5.
BAB III

KESIMPULAN

Appendicitis adalah peradangan yang terjadi pada Appendix vermicularis, dan merupakan penyebab
abdomen akut yang paling sering pada anak-anak maupun dewasa. Appendicitis akut merupakan kasus bedah
emergensi yang paling sering ditemukan pada anak-anak dan remaja

Gejala appendicitis akut pada anak tidak spesifik . Gejala awalnya sering hanya rewel dan tidak mau
makan. Anak sering tidak bisa melukiskan rasa nyerinya. Dalam beberapa jam kemudian akan timbul muntah-
muntah dan anaka akan menjadi lemah dan letargik. Karena gejala yang tidak khas tadi, appendicitis sering
diketahui setelah terjadi perforasi. Pada bayi, 80-90% appendicitis baru diketahui setelah terjadi perforasi.

Riwayat perjalanan penyakit pasien dan pemeriksaan fisik merupakan hal yang paling penting dalam
mendiagnosis appendicitis.

TINJAUAN PUSTAKA

II.1. PENGERTIAN

Apendisitis adalah peradangan dari apendiks vermiformis, dan merupakan penyebab abdomen akut yang paling
sering. Penyakit ini dapat mengenai semua umur baik laki-laki maupun perempuan, tetapi lebih sering
menyerang laki-laki 2000)berusia antara 10-30 tahun (Kapita Selekta

Appendiks terletak di ileocaecum, pertemuan di 3 tinea (Tinea libera, tinea colica, dan tinea omentum). Bentuk
tabung panjang 7-10 cm, diameter 0,7 cm. Memiliki beberapa jenis posisi yaitu:
1.Ileocecal
2.Antecaecal
3.Retrocaecal
4.Hepatica
5.Pelvica
Vaskularisasi dari appendiks: a. Appendicularis, cabang dari a. Iliocaecalis, cabang dari A. Mesentrika superior.
Inervasinya simpatis sedangkan parasimpatis : N. Vagus (C.10)berasal dari N. Thoracalis 10
Apendiks memiliki topografi yaitu pangkal appendiks terletak pada titik Mc Burney.
Garis Monroe : Garis antara umbilicus dengan SIAS dekstra
Titik Mc Burney : 1/3 bagian dari SIAS dekstra pada garis Monroe
Titik Lanz : 1/6 bagian dari SIAS dekstra pada garis antara SIAS dekstra dan SIAS sinistra
Garis Munro : Pertemuan antara garis Monroe dengan garis parasagital dari 2000)pertengahan SIAS dekstra
dengan simfisis. (Schwartz

II.2. ETIOLOGI
Penyumbatan lumen apendiks disebabkan oleh hyperplasia folikel limfoid, fekalit, striktur karena fibrosis akibat
peradangan sebelumnya,cacing usus atau neoplasma. penyebab lain yang diduga dapat menimbulkan apendisitis
ialah erosi mukosa apendiks karena parasit seperti E. Histolityca. (Schwartz 2000)
Penyebab sumbatan 60% adalah hyperplasia kelenjar getah 4% oleh benda asing (termasuk 35% disebabkan
karena fekalithbening dan 1% oleh striktur lumen yang bisa disebabkan karsinomacacing) 1997)(Aksara
Medisina

II.3. PATOFISIOLOGI
Pada dasarnya appendicitis akut adalah suatu proses penyumbatan yang mengakibatkan mukus yang diproduksi
mukosa mengalami bendungan. Makin lama mucus tersebut makin banyak, namun elastisitas dinding apendiks
mempunyai keterbatasan sehingga menyebabkan peningkatan tekanan intralumen. Tekanan yang meningkat
tersebut akan menghambat aliran limfe yang mengakibatkan edema, diapedesis bakteri, dan ulserasi mukosa.
Pada saat inilah terjadi apendisitis akut fokal yang ditandai oleh nyeri 2005)epigastrium. (De Jong
Bila sekresi mukus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal tersebut akan menyebabkan obstruksi
vena, edema bertambah, dan bakteri akan menembus dinding. Peradangan yang timbul meluas dan mengenai
peritoneum setempat sehingga menimbulkan nyeri di daerah kanan bawah. Keadaan ini disebut dengan
apendisitis 2000)supuratif akut. (Kapita Selekta
Setelah mukosa terkena kemudian serosa juga terinvasi sehingga akan merangsang peritoneum maka timbul
nyeri somatic yang khas yaitu di sisi kanan bawahparietale (titik Mc Burney). Titik Mc Burney terletak pada 1/3
lateral garis yang 1997)menghubungkan SIAS dan umbilicus. (Aksara Medisina
Bila kemudian aliran arteri terganggu akan terjadi infark dinding apendiks yang diikuti dengan gangren.
Stadium ini disebut dengan apendisitis gangrenosa. Bila dinding yang telah rapuh itu pecah, akan terjadi
2000)apendisitis perforasi. (Kapita Selekta
Bila semua proses di atas berjalan lambat, omentum dan usus yang berdekatan akan bergerak ke yaitu
denganarah apendiks sehingga melokalisasi daerah infalmasi mengelompok dan memebentuk suatu infiltrate
apendiks dan disebut proses walling off. Peradangan apendiks tersebut dapat menjadi abses atau
1997)menghilang. (Aksara Medisina
Pada orangtua kemungkinan terjadi perforasi lebih besar karena daya tahan tubuh sudah lemah dan telah ada
gangguan pembuluh darah. Pada anak-anak, karena omentum lebih pendek dan apendiks lebih panjang, dinding
apendiks lebih tipis. Keadaan tersebut ditambah dengan daya tahan tubuh yang masih kurang memudahkan
2000)terjadinya perforasi. (Kapita Selekta

Appendicitis komplet (10)


Appendisitis akut dalam 48 jam dapat menjadi :
1.Sembuh
2.Kronik
3.Perforasi
4.Infiltrat

II.4. MANIFESTASI KLINIK


Gambaran klinis appendicitis akut
1.Tanda awal
nyeri mulai di epigastrium atau region umbilicus disertai mual dan anorexia.
Demam biasanya ringan, dengan suhu sekitar 37,5 - 38,5o C. Bila suhu lebih tinggi, mungkin sudah terjadi
perforasi..
2.Nyeri berpindah ke kanan bawah dan menunjukkan tanda rangsangan peritoneum lokal di titik Mc Burney
nyeri tekan
nyeri lepas
defans muskuler
3.Nyeri rangsangan peritoneum tak langsung
nyeri kanan bawah pada tekanan kiri (Rovsings Sign)
nyeri kanan bawah bila tekanandi sebelah kiri dilepaskan (Blumbergs Sign)
batauk atau mengedan. berjalan seperti nafas dalamnyeri kanan bawah bila peritoneum bergerak
2005)(De Jong

Gejala apendisitis akut pada anak tidak spesifik. Gejala awalnya sering hanya rewel dan tidak mau makan. Anak
biasanya tidak bisa melukiskan rasa nyerinya. Dalam beberapa jam kemudian akan timbul muntah-muntah dan
anak menjadi lemah dan letargi. Karena gejala yang tidak khas tadi, sering apendisitis diketahui setelah
perforasi. Pada bayi, 80-90% apendisitis baru diketahui setelah terjadi perforasi.
Pada beberapa keadaan, apendisitis agak sulit didiagnosis sehingga tidak ditangani pada waktunya dan terjadi
komplikasi. Misalnya, pada orang berusia lanjut yang gejalanya sering samar-samar saja sehingga lebih dari
separuh penderita baru dapat didiagnosis setelah perforasi.
Pada kehamilan, keluhan utama apendisitis adalah nyeri perut, mual dan muntah. Yang perlu diperhatikan
adalah, pada kehamilan trimester pertama sering juga terjadi mual dan muntah. Pada kehamilan lanjut, sekum
dan apendiks terdorong ke kraniolateral sehingga keluhan tidak dirasakan diperu kanan 2005)bawah tetapi
lebih ke regio lumbal kanan. (De Jong

II.5. PEMERIKSAAN
A. Pemeriksaan Fisik
1. Inspeksi
- tidak ditemukan gambaran spesifik.
- kembung sering terlihat pada komplikasi perforasi.
- penonjolan perut kanan bawah bisa dilihat pada masaa atau abses periapendikuler.
- tampak perut kanan bawah tertinggal pada pernafasan
2. Palpasi
- nyeri yang terbatas pada regio iliaka kanan, bisa disertai nyeri tekan lepas.
- defans muscular menunjukkan adanya rangsangan peritoneum parietale.
- pada apendisitis retrosekal atau retroileal diperlukan palpasi dalam untuk menentukan adanya rasa nyeri.
3. Perkusi
- maka udara bocor) pekak hati ini hilang karena bocoran usus pekak hati (jika terjadi peritonotosterdapat
nyeri ketok
4. Auskultasi
- sering normal
- peristaltic dapat hilang karena ileus paralitik pada peritonitis generalisata akibat apendisitis perforata pada
keadaan lanjut
- bising usus tidak ada (karena peritonitis)
5. Rectal Toucher
- tonus musculus sfingter ani baik
- ampula kolaps
- nyeri tekan pada daerah jam 09.00-12.00
- terdapat massa yang menekan rectum (jika ada abses).
- pada apendisitis pelvika tanda perut sering meragukan maka kunsi diagnosis dalah nyeri terbatas sewaktu
dilakukan colok dubur.
6. Uji Psoas
Dilakukan dengan rangsangan otot psoas lewat hiperekstensi sendi panggul kanan atau fleksi aktif sendi panggul
kanan, kemudian paha kanan ditahan. Bila apendiks yang meradang menepel di m. poas mayor, tindakan
tersebut akan menimbulkan nyeri.
7. Uji Obturator
Digunakan untuk melihat apakah apendiks yang meradang kontak dengan m. obturator internus yang merupakan
dinding panggul kecil. Gerakan fleksi dan endorotasi sendi panggul pada posisi terlentang akan menimbulkan
nyeri pada apendisitis pelvika.
Pemeriksaan uji psoas dan uji obturator merupakan pemeriksaan yang lebih ditujukan untuk mengetahui letak
apendiks.
8. Alvarado Score
Digunakan untuk menegakkan diagnosis sebagai appendisitis akut atau bukan, menjadi 3 symptom, 3 sign dan 2
laboratorium
Alvarado Score:

Appendicitis point pain : 2


Lekositosis : 2
Vomitus : 1
Anorexia : 1
Rebound Tendeness Fenomen : 1
Degree of Celcius (.>37,5) : 1
Observation of hemogram : 1
Abdominal migrate pain : 1 +
Total : 10

Dinyatakan appendisitis akut bila skor > 7 poin


2005)(De Jong
B. Pemeriksaan Penunjang
1.Laboratorium
a. Pemeriksaan darah
- leukositosis pada kebanyakan kasus appendisitis akut terutama pada kasus dengan komplikasi.
- pada appendicular infiltrat, LED akan meningkat
b. Pemeriksaan urin untuk melihat adanya eritrosit, leukosit dan bakteri di dalam urin. Pemeriksaan ini sangat
membantu dalam menyingkirkan diagnosis banding seperti infeksi saluran kemih atau batu ginjal yang
mempunyai gejala klinis yang hampir sama dengan appendicitis. 2003)(www.medicastore.com

2. Radiologis
a. Foto polos abdomen
tampak:Pada appendicitis akut yang terjadi lambat dan telah terjadi komplikasi (misalnya peritonitis)
- scoliosis ke kanan
- psoas shadow tak tampak
- bayangan gas usus kananbawah tak tampak
- garis retroperitoneal fat sisi kanan tubuh tak tampak
- 5% dari penderita menunjukkan fecalith radio-opak
1997) cut off. (Aksara Medisina mouse tail partial filling hasil positif bila : non filling - Appendicogram

b. . USG
Bila hasil pemeriksaan fisik meragukan, dapat dilakukan pemeriksaan USG, terutama pada wanita, juga bila
dicurigai adanya abses. Dengan USG dapat dipakai untuk menyingkirkan diagnosis banding seperti kehamilan
2001)ektopik, adnecitis dan sebagainya. (www.jama.com

c.Barium enema
Yaitu suatu pemeriksaan X-Ray dengan memasukkan barium ke colon melalui anus. Pemeriksaan ini dapat
menunjukkan komplikasi-komplikasi dari appendicitis pada jaringan sekitarnya dan juga untuk menyingkirkan
diagnosis banding.
Foto barium enema yang dilakukan perlahan pada appendicitis akut memperlihatkan tidak adanya pengisian
apendiks dan efek massa pada tepi medial serta inferior dari seccum; pengisisan 2000) menyingkirkan
appendicitis. (Schwartzlengkap dari apendiks

d. CT-Scan
Dapat menunjukkan tanda-tanda dari appendicitis. Selain itu juga dapat menunjukkan komplikasi dari
appendicitis seperti bila terjadi abses.
e. Laparoscopi
Yaitu suatu tindakan dengan menggunakan kamera fiberoptic yang dimasukkan dalam abdomen, appendix dapat
divisualisasikan secara langsung.Tehnik ini dilakukan di bawah pengaruh anestesi umum. Bila pada saat
melakukan tindakan ini didapatkan peradangan pada appendix maka pada saat itu juga dapat langsung dilakukan
pengangkatan appendix.
2006)(www.medicastore.com

II.6. DIAGNOSIS BANDING


1. Gastroenteritis akut
Adalah kelainan yang sering dikacaukan dengan apendisitis. Pada kelainan ini muntah dan diare lebih sering.
Demam dan lekosit akan meningkat jelas dan tidak sesuai dengan nyeri perut yang timbul. Lokasi nyeri tidak
jelas dan berpindah-pindah. Hiperperistaltik merupakan gejala yang khas. Gastroenteritis biasanya berlangsung
akut, suatu observasi berkala akan dapat menegakkan diagnosis.
2. Kehamilan Ektopik
Hampir selalu ada riwayat terlambat haid dengan keluhan yang tidak menentu. Jika ada rupture tuba atau
abortus kehamilan di luar rahim dengan perdarahan, akan timbul nyeri yang mendadak difus di daerah pelvis
dan mungkin terjadi syok hipovolemik. Pada pemeriksaan vaginal didapatkan nyeri dan penonjolan cavum
Douglas.

3. Adenitis Mesenterium
Penyakit ini juga dapat menunjukkan gejala dan tanda yang identik dengan apendisitis. Penyakit ini lebih sering
pada anak-anak, biasanya didahului infeksi saluran nafas. Lokasi neri diperut kanan bawah tidak 2005)konstan
dan menetap. (De Jong

II.7. PENATALAKSAAN
1. Sebelum operasi
a. Observasi
Dalam 8-12 jam setelah timbulnya keluhan, tanda dan gejala apendisitis seringkali masih belum jelas. Dalam
keadaan ini observasi ketat perlu dilakukan. Pasien diminta melakukan tirah baring dan dipuasakan. Laktasif
tidak boleh diberikan bila dicurigai adanya apendisitis ataupun bentuk peritonitis lainnya. Pemeriksaan abdomen
dan rectal serta pemeriksaan darah (lekosit dan hitung jenis) diulang secara periodic. Foto abdomen dan toraks
tegak dilakukan untuk mencari kemungkinan adanya penyulit lain. Pada kebanyakan kasus, diagnosis
ditegakkan dengan lokalisasi nyeri di daerah kanan bawah dalam 12 jam setelah timbulnya keluhan.

b. Antibiotik.
Pada apendisitis tanpa komplikasi biasanya tidak perlu diberikan antibiotic, kecuali pada apendisitis gangrenosa
atau apendisitis perforate. Penundaan tindak bedah sambil memberikan antibiotic dapat mengakibatkan abses
atau perforasi.

2. Operasi
1.Appendiktomi cito (appendicitis akut, abses, dan perforasi)
2.Appendiktomi elektif (appendisitis kronis)
3.Konservatif kemudian operasi elektif (appendisitis infiltrat)
Operasi Appendisitis akut disebut : A. Chaud
Operasi Appendisitis kronis disebut : A. Froid

3. Pascaoperasi
Perlu dilakukan observasi tanda-tanda vital untuk mengetahui terjadinya pendarahan di dalam, syok,
hipertermia, atau gangguan pernafasan. Angkat sonde lambung bila pasien telah sadar, sehingga aspirasi cairan
lambung dapat dicegah. Baringkan pasien dalam posii Fowler. Pasien dikatakan baik bila dalam 12 jam tidak
terjai gangguan. Selama itu pasien dipuasakan. Bila tindakan operasi lebih besar, misalnya pada perforasi atau
peritonitis umum, puasa diteruskan sampai fungsi usus kembali normal.
Satu hari pascaoperasi pasien dianjurkan untuk duduk tegak di tempat tidur selama 2x 30 menit. Pada hari kedua
pasien dapat berdiri dan duduk di luar kamar. Hari ke tujuh jahitan dapat diangkat dan pasien diperbolehkan
pulang. 1999)(www.kedokteranpacificinternet.com

II.8. KOMPLIKASI
Komplikasi yang mungkin timbul adalah peritonitis, abses subfrenikus, infiltrat 2006)dan fokal sepsis
intraabdominal lain. (www.medicastore.com

II.9. PROGNOSIS
Mortalitas adalah 0.1% jika appendicitis akut tidak pecah dan 15% jika pecah pada atau emboli paruorangtua.
Kematian biasanya berasal dari sepsis aspirasi; prognosis membaik dengan diagnosis dini sebelum rupture dan
antibiotic yang lebih baik.

Morbiditas meningkat dengan rupture dan usia tua. Komplikasi dini adalah sepsis. Infeksi luka membutuhkan
pembukaan kembali insisi kulit yang merupakan predisposisi terjadinya robekan. Abses intraabdomen dapat
terjadi dari kontaminasi peritonealis setelah gangren dan perforasi. Fistula fekalis timbul dari nekrosis suatu
bagian dari seccum oleh abses atau kontriksi dari jahitan kantong. Obstruksi usus dapat terjadi dengan abses
lokulasi dan pembentukan adhesi. Komplikasi lanjut meliputi pembentukan adhesi dengan obstruksi
2000)mekanis dan hernia.(Schwartz
Dengan diagnosis yang akurat serta pembedahan, tingkat mortalitas dan morbiditas penyakit ini sangat kecil.
Keterlambatan diagnosis akan meningkatkan morbiditas dan mortalitas bila terjadi komplikasi. Serangan
berulang dapat terjadi bila apendiks tidak diangkat. Terminologi apendisitis kronis sebenarnya 2005)tidak ada.
(De Jong
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi
Appendiks merupakan suatu organ limfoid seperti tonsil, payer patch (analog dengan Bursa Fabricus)
membentuk produk immunoglobulin, berbentuk tabung, panjangnya kira-kira 10 cm (kisaran 3-15 cm) dengan
diameter 0,5-1 cm, dan berpangkal di sekum. Lumennya sempit di bagian proksimal dan melebar dibagian
distal.7 Basis appendiks terletak pada bagian postero medial caecum, di bawah katup ileocaecal. Ketiga taenia
caecum bertemu pada basis appendiks. 8,9
Apendiks vermiformis disangga oleh mesoapendiks (mesenteriolum) yang bergabung dengan mesenterium usus
halus pada daerah ileum terminale. Mesenteriolum berisi a. Apendikularis (cabang a.ileocolica). Orificiumnya
terletak 2,5 cm dari katup ileocecal. Mesoapendiknya merupakan jaringan lemak yang mempunyai pembuluh
appendiceal dan terkadang juga memiliki limfonodi kecil. 3,10
Struktur apendiks mirip dengan usus mempunyai 4 lapisan yaitu mukosa, submukosa, muskularis
eksterna/propria (otot longitudinal dan sirkuler) dan serosa. Apendiks mungkin tidak terlihat karena adanya
membran Jackson yang merupakan lapisan peritoneum yang menyebar dari bagian lateral abdomen ke ileum
terminal, menutup caecum dan appendiks. Lapisan submukosa terdiri dari jaringan ikat kendor dan jaringan
elastic membentuk jaringan saraf, pembuluh darah dan lymphe. Antara Mukosa dan submukosa terdapat
lymphonodes. Mukosa terdiri dari satu lapis collumnar epithelium dan terdiri dari kantong yang disebut crypta
lieberkuhn. Dinding dalam sama dan berhubungan dengan sekum (inner circular layer). Dinding luar (outer
longitudinal muscle) dilapisi oleh pertemuan ketiga taenia colli pada pertemuan caecum dan apendiks. Taenia
anterior digunakan sebagai pegangan untuk mencari apendiks.3
Appendiks pertama kali tampak saat perkembangan embriologi minggu ke-8 yaitu bagian ujung dari
protuberans sekum. Pada saat antenatal dan postnatal, pertumbuhan dari sekum yang berlebih akan menjadi
apendiks, yang akan berpindah dari medial menuju katup ileosekal. 2
Pada bayi, apendiks berbentuk kerucut, lebar pada pangkalnya dan menyempit kearah ujungnya. Keadaan ini
mungkin menjadi sebab rendahnya insiden apendisitis pada usia itu. Pada 65 % kasus, apendiks terletak
intraperitoneal. Kedudukan itu memungkinkan apendiks bergerak dan ruang geraknya bergantung pada panjang
mesoapendiks penggantungnya. Pada kasus selebihnya, apediks terletak retroperitoneal, yaitu di belakang
sekum, di belakang kolon asendens, atau ditepi lateral kolon asendens. Gejala klinis apendisitis ditentukan oleh
letak apendiks.7
Persarafan parasimpatis berasal dari cabang n.vagus yang mengikuti a.mesenterika superior dan a.apendikularis,
sedangkan persarafan simpatis berasal dari n.torakalis X. Oleh karena itu, nyeri visceral pada apendisitis
bermula disekitar umbilikus. Pendarahan apendiks berasal dari a. apendikularis yang merupakan arteri tanpa
kolateral. Jika arteri ini tersumbat, misalnya karena trombosis pada infeksi, apendiks akan mengalami gangrene.
7

Gambar 1 : Anatomi Apendiks11

Gambar 2 : Letak appendiks terhadap organ lain diabdomen (kiri), Perbesaran apendiks (tengah), Penampang
apendiks (kanan) 12

2.2. Fisiologi
Apendiks menghasilkan lendir 1-2 ml per hari. Lendir di muara apendiks tampaknya berperan pada patogenesis
apendisitis.7
Imunoglobulin sekretoar yang dihasilkan oleh GALT (Gut associated Lymphoid tissue) yang terdapat di
sepanjang saluran cerna termasuk apendiks, ialah IgA. Imunoglobulin ini sangat efektif sebagai pelindung
terhadap infeksi. Namun demikian, pengangkatan apendiks tidak mempengaruhi system imun tubuh karena
jumlah jaringan limfe disini kecil sekali jika dibandingkan dengan jumlahnya di saluran cerna dan diseluruh
tubuh.7
Jaringan lymphoid pertama kali muncul pada apendiks sekitar 2 minggu setelah lahir. Jumlahnya meningkat
selama pubertas, dan menetap saat dewasa dan kemudian berkurang mengikuti umur. Setelah usia 60 tahun,
tidak ada jaringan lymphoid lagi di apendiks dan terjadi penghancuran lumen apendiks komplit. 2

2.3. Definisi
Apendisitis infiltrate adalah proses radang apendiks yang penyebarannya dapat dibatasi oleh omentum dan usus-
usus dan peritoneum disekitarnya sehingga membentuk massa (appendiceal mass). Umumnya massa apendiks
terbentuk pada hari ke-4 sejak peradangan mulai apabila tidak terjadi peritonitis umum. Massa apendiks lebih
sering dijumpai pada pasien berumur lima tahun atau lebih karena daya tahan tubuh telah berkembang dengan
baik dan omentum telah cukup panjang dan tebal untuk membungkus proses radang.13
2.4 Etiologi
Obstruksi lumen merupakan penyebab utama apendisitis. Fekalit merupakan penyebab tersering dari obstruksi
apendiks. Penyebab lainnya adalah hipertrofi jaringan limfoid, sisa barium dari pemeriksaan roentgen, diet
rendah serat, dan cacing usus termasuk ascaris. Trauma tumpul atau trauma karena colonoscopy dapat
mencetuskan inflamasi pada apendiks. Post operasi apendisitis juga dapat menjadi penyebab akibat adanya
trauma atau stasis fekal. 2,8 Frekuensi obstruksi meningkat dengan memberatnya proses inflamasi. Fekalit
ditemukan pada 40% dari kasus apendisitis akut, sekitar 65% merupakan apendisitis gangrenous tanpa rupture
dan sekitar 90% kasus apendisitis gangrenous dengan rupture. 2
Penyebab lain yang diduga dapat menyebabkan apendisitis adalah erosi mukosa apendiks karena parasit seperti
E. Histolytica. Penelitian epidemiologi menunjukkan peran kebiasaan makan makanan rendah serat dan
pengaruh konstipasi terhadap timbulnya apendisitis. Konstipasi akan meningkatkan tekanan intrasekal, yang
berakibat timbulnya sumbatan fungsional apendiks dan meningkatnya pertumbuhan kuman flora kolon biasa.
Semuanya akan mempermudah terjadinya apendisits akut.7
2.5. Patofisiologi
Appendisitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen apendiks oleh hyperplasia folikel limfoid, fekalit,
benda asing, striktur karena fibrosis akibat peradangan sebelumnya, atau neoplasma.1
Obstruksi lumen yang tertutup disebabkan oleh hambatan pada bagian proksimalnya dan berlanjut pada
peningkatan sekresi normal dari mukosa apendiks yang distensi. Obstruksi tersebut mneyebabkan mucus yang
diproduksi mukosa mengalami bendungan. Makin lama mucus tersebut makin banyak, namun elastisitas dinding
appendiks mempunyai keterbatasan sehingga menyebabkan peningkatan intralumen. Kapasitas lumen apendiks
normal hanya sekitar 0,1 ml. Jika sekresi sekitar 0,5 dapat meningkatkan tekanan intalumen sekitar 60 cmH20.
Manusia merupakan salah satu dari sedikit binatang yang dapat mengkompensasi peningkatan sekresi yang
cukup tinggi sehingga menjadi gangrene atau terjadi perforasi.2

Tekanan di dalam sekum akan meningkat (3) karena sembelit (1) jika katup ileosekal kompeten (2). Kombinasi
tekanan tinggi di sekum dan peningkatan flora kuman di kolon (4) mengakibatkan sembelit, hal ini menjadi
pencetus radang di mukosa apendiks (5). Pencetus lain ialah erosi dan tukak kecil di selaput lendir oleh
E.histolytica (6) dan penghambatan evakuasi isi apendiks (7). Evakuasi ini terhambat oleh stenosis (8) atau
penyumbatan lumen atau gangguan motilitas oleh pita, adesi (9) dan faktor lain yang mengurangi gerakan bebas
apendiks.
Perkembangan dari apendisitis mukosa menjadi apendisitis komplet, yang meliputi semua lapisan dinding
apendiks tentu dipengaruhi oleh berbagai faktor pencetus setempat yang menghambat pengosongan lumen
apendiks atau mengganggu motilitas normal apendiks (10).

Tekanan yang meningkat tersebut akan menyebabkan apendiks mengalami hipoksia, menghambat aliran limfe,
terjadi ulserasi mukosa dan invasi bakteri. Infeksi menyebabkan pembengkakan apendiks bertambah (edema)
dan semakin iskemik karena terjadi trombosis pembuluh darah intramural (dinding apendiks). Pada saat inilah
terjadi apendisitis akut fokal yang ditandai oleh nyeri epigastrium. Gangren dan perforasi khas dapat terjadi
dalam 24-36 jam, tapi waktu tersebut dapat berbeda-beda setiap pasien karena ditentukan banyak faktor. 1,9
Bila sekresi mukus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal tersebut akan menyebabkan obstruksi
vena, edema bertambah, dan bakteri akan menembus dinding. Peradangan timbul meluas dan mengenai
peritoneum setempat sehingga menimbulkan nyeri didaerah kanan bawah. Keadaan ini disebut dengan
apendisitis supuratif akut.1
Bila kemudian arteri terganggu akan terjadi infark dinding apendiks yang diikuti dengan gangrene. Stadium ini
disebut dengan apendisitis gangrenosa. Bila dinding yang telah rapuh itu pecah, akan terjadi apendisitis
perforasi. 1
Bila semua proses diatas berjalan lambat, omentum dan usus yang berdekatan akan bergerak kearah apendiks
hingga timbul suatu massa local yang disebut infiltrate apendikularis. Peradangan apendiks tersebut dapat
menjadi abses atau menghilang.1
Infiltrat apendikularis merupakan tahap patologi apendisitis yang dimulai dimukosa dan melibatkan seluruh
lapisan dinding apendiks dalam waktu 24-48 jam pertama, ini merupakan usaha pertahanan tubuh dengan
membatasi proses radang dengan menutup apendiks dengan omentum, usus halus, atau adneksa sehingga
terbentuk massa periapendikular. Didalamnya dapat terjadi nekrosis jaringan berupa abses yang dapat
mengalami perforasi. Jika tidak terbentuk abses, apendisitis akan sembuh dan massa periapendikular akan
menjadi tenang untuk selanjutnya akan mengurai diri secara lambat. 7
Pada anak-anak, karena omentum lebih pendek dan apendiks lebih panjang, dinding apendiks lebih tipis.
Keadaan tersebut ditambah dengan daya tahan tubuh yang masih kurang memudahkan terjadinya perforasi.
Sedangkan pada orang tua perforasi mudah terjadi karena telah ada gangguan pembuluh darah.1
Kecepatan rentetan peristiwa tersebut tergantung pada virulensi mikroorganisme, daya tahan tubuh, fibrosis
pada dinding apendiks, omentum, usus yang lain, peritoneum parietale dan juga organ lain seperti vesika
urinaria, uterus tuba, mencoba membatasi dan melokalisir proses peradangan ini. Bila proses melokalisir ini
belum selesai dan sudah terjadi perforasi maka akan timbul peritonitis. Walaupun proses melokalisir sudah
selesai tetapi masih belum cukup kuat menahan tahanan atau tegangan dalam cavum abdominalis, oleh karena
itu pendeita harus benar-benar istirahat (bedrest). 3
Apendiks yang pernah meradang tidak akan sembuh sempurna, tetapi akan membentuk jaringan parut yang
menyebabkan perlengketan dengan jaringan sekitarnya. Perlengketan ini dapat menimbulkan keluhan berulang
diperut kanan bawah. Pada suatu ketika organ ini dapat meradang akut lagi dan dinyatakan mengalami
eksaserbasi akut. 7

2.6. Manifestasi klinis


Appendisitis infiltrat didahului oleh keluhan appendisitis akut yang kemudian disertai adanya massa
periapendikular. Gejala klasik apendisitis akut biasanya bermula dari nyeri di daerah umbilikus atau
periumbilikus yang berhubungan dengan muntah. Dalam 2-12 jam nyeri beralih kekuadran kanan, yang akan
menetap dan diperberat bila berjalan atau batuk. Terdapat juga keluhan anoreksia, malaise, dan demam yang
tidak terlalu tinggi. Biasanya juga terdapat konstipasi tetapi kadang-kadang terjadi diare, mual dan muntah. Pada
permulaan timbulnya penyakit belum ada keluhan abdomen yang menetap. Namun dalam beberapa jam nyeri
abdomen kanan bawah akan semakin progresif.1
Apendisitis akut sering tampil dengan gejala khas yang didasari oleh radang mendadak apendiks yang
memberikan tanda setempat, disertai maupun tidak disertai rangsang peritoneum lokal. Umunya nafsu makan
menurun. Dalam beberapa jam nyeri akan berpindah ke kanan bawah ke titik McBurney. Disini nyeri dirasakan
lebih tajam dan lebih jelas letaknya sehingga merupakan somatik setempat. Kadang tidak ada nyeri epigastrium
tetapi terdapat konstipasi sehingga penderita merasa memerlukan obat pencahar. Tindakan itu dianggap
berbahaya karena bisa mempermudah terjadinya perforasi. Bila terdapat perangsangan peritoneum biasanya
pasien mengeluh sakit perut bila berjalan atau batuk.7
Bila letak apendiks retrosekal di luar rongga perut, karena letaknya terlindung sekum maka tanda nyeri perut
kanan bawah tidak begitu jelas dan tidak ada rangsangan peritoneal. Rasa nyeri lebih ke arah perut sisi kanan
atau nyeri timbul pada saat berjalan, karena kontraksi otot psoas mayor yang menegang dari dorsal. 7
Apendiks yang terletak di rongga pelvis, bila meradang, dapat menimbulkan gejala dan tanda rangsangan
sigmoid atau rektum sehingga peristaltik meningkat, pengosongan rektum akan menjadi lebih cepat dan
berulang-ulang. Jika apendiks tadi menempel ke kandung kemih, dapat terjadi peningkatan frekuensi kencing,
karena rangsangan dindingnya. 7
Pada beberapa keadaan, apendisitis agak sulit didiagnosis sehingga tidak ditangani pada waktunya dan terjadi
komplikasi. Gejala apendisitis akut pada anak tidak spesifik. Gejala awalnya sering hanya rewel dan tidak mau
makan. Anak sering tidak bisa melukiskan rasa nyerinya dalam beberapa jam kemudian akan timbul muntah-
muntah dan anak akan menjadi lemah dan letargik. Karena gejala yang tidak khas tadi, sering apendisitis
diketahui setelah perforasi. Pada bayi, 80-90 % apendisitis baru diketahui setelah terjadi perforasi. 7

Pada orang berusia lanjut gejalanya juga sering samar-samar saja, tidak jarang terlambat diagnosis. Akibatnya
lebih dari separo penderita baru dapat didiagnosis setelah perforasi. 7
Pada kehamilan, keluhan utama apendisitis adalah nyeri perut, mual, dan muntah. Yang perlu diperhatikan ialah,
pada kehamilan trimester pertama sering juga terjadi mual dan muntah. Pada kehamilan lanjut sekum dengan
apendiks terdorong ke kraniolateral sehingga keluhan tidak dirasakan di perut kanan bawah tetapi lebih ke regio
lumbal kanan. 7
Gambar 5 : Gambaran klinik apendisitis akut
tanda awal
nyeri mulai di epigastrium atau regio umbilikus disertai mual dan anoreksi
nyeri pindah ke kanan bawah dan menunjukkan tanda rangsangan peritoneum lokal di titik McBurney
nyeri tekan
nyeri lepas
defans muskuler
nyeri rangsangan peritoneum tidak langsung
nyeri tekan bawah pada tekanan kiri (Rovsing)
nyeri kanan bawah bila tekanan di sebelah kiri dilepaskan (Blumberg)
nyeri kanan bawah bila peritoneum bergerak seperti nafas dalam, berjalan, batuk, mengedan

2.7. Pemeriksaan
2.7.1. Pemeriksaan Fisik
C. Bila suhu lebihDemam biasanya ringan, dengan suhu sekitar 37,5-38,5 tinggi, mungkin sudah terjadi
perforasi. Bisa terdapat perbedaan suhu C. Pada inspeksi perut tidak ditemukanaksilar dan rektal sampai 1
gambaran spesifik. Kembung sering terlihat pada penderita dengan komplikasi perforasi. Appendisitis infiltrat
atau adanya abses apendikuler terlihat dengan adanya penonjolan di perut kanan bawah.7
Pada palpasi didapatkan nyeri yang terbatas pada regio iliaka kanan, bisa disertai nyeri lepas. Defans muskuler
menunjukkan adanya rangsangan peritoneum parietale. Nyeri tekan perut kanan bawah ini merupakan kunci
diagnosis. Pada penekanan perut kiri bawah akan dirawakan nyeri di perut kanan bawah yang disebut tanda
Rovsing. Pada apendisitis retrosekal atau retroileal diperlukan palpasi dalam untuk menentukan adanya rasa
nyeri. 7
Jika sudah terbentuk abses yaitu bila ada omentum atau usus lain yang dengan cepat membendung daerah
apendiks maka selain ada nyeri pada fossa iliaka kanan selama 3-4 hari (waktu yang dibutuhkan untuk
pembentukan abses) juga pada palpasi akan teraba massa yang fixed dengan nyeri tekan dan tepi atas massa
dapat diraba. Jika apendiks intrapelvinal maka massa dapat diraba pada RT(Rectal Touche) sebagai massa yang
hangat.3
Peristalsis usus sering normal, peristalsis dapat hilang karena ileus paralitik pada peritonitis generalisata akibat
apendisitis perforata. Pemeriksaan colok dubur menyebabkan nyeri bila daerah infeksi bisa dicapai dengan jari
telunjuk, misalnya pada apendisitis pelvika. 7
Pada apendisitis pelvika tanda perut sering meragukan, maka kunci diagnosis adalah nyeri terbatas sewaktu
dilakukan colok dubur. Colok dubur pada anak tidak dianjurkan. Pemeriksaan uji psoas dan uji obturator
merupakan pemeriksaan yang lebih ditujukan untuk mengetahui letak apendiks. Uji psoas dilakukan dengan
rangsangan m. psoas lewat hiperekstensi atau fleksi aktif. Bila apendiks yang meradang menempel di m.psoas,
tindakan tersebut akan menimbulkan nyeri. Uji obturator digunakan untuk melihat apakah apendiks yang
meradang kontak dengan m.obturator internus yang merupakan dinding panggul kecil. Dengan gerakan fleksi
dan endorotasi sendi panggul pada posisi terlentang, pada apendisitis pelvika akan menimbulkan nyeri. 7

Dasar anatomi dari tes psoas. Apendiks yang mengalami peradangan kontak dengan otot psoas yang meregang
saat dilakukan manuver (pemeriksaan). 14

Tes Obturator. Nyeri pada rotasi kedalam secara pasif saat paha pasien difleksikan. Pemeriksa menggerakkan
tungkai bawah kelateral, pada saat itu ada tahanan pada sisi samping dari lutut (tanda bintang), menghasilkan
rotasi femur kedalam. 14

Dasar Anatomi dari tes obturator : Peradangan apendiks dipelvis yang kontak denhgan otot obturator internus
yang meregang saat dilakukan manuver. 14

2.7.2. Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan Laboratorium, pada darah lengkap didapatkan leukosit ringan umumnya pada apendisitis
sederhana. Lebih dari 13.000/mm3 umumnya pada apendisitis perforasi. Tidak adanya leukositosis tidak
menyingkirkan apendisitis. Hitung jenis leukosit terdapat pergeseran kekiri. Pada pemeriksaan urin, sedimen
dapat normal atau terdapat leukosit dan eritrosit lebih dari normal bila apendiks yang meradang menempel pada
ureter atau vesika.13
Pemeriksaan Radiologi,
foto polos abdomen dikerjakan apabila hasil anamnesa atau pemeriksaan fisik meragukan. Tanda-tanda
peritonitis kuadran kanan bawah. Gambaran perselubungan mungkin terlihat ileal atau caecal ileus (gambaran
garis permukaan air-udara disekum atau ileum). Patognomonik bila terlihat gambar fekalit.13
USG atau CT Scan. USG dilakukan khususnya untuk melihat keadaan kuadran kanan bawah atau nyeri pada
pelvis pada pasien anak atau wanita. Adanya peradangan pada apendiks menyebabkan ukuran apendiks lebih
dari normalnya (diameter 6mm). Kondisi penyakit lain pada kuadran kanan bawah seperti inflammatory bowel
desease, diverticulitis cecal, divertikulum meckels, endometriosis dan pelvic Inflammatory Disease (PID) dapat
menyebabkan positif palsu pada hasil USG.14

Pada CT Scan khususnya apendiceal CT, lebih akurat dibanding USG. Selain dapat mengidentifikasi apendiks
yang mengalami inflamasi (diameter lebih dari 6 mm) juga dapat melihat adanya perubahan akibat inflamasi
pada periapendik.
Gambar 11:
CT scan dengan inflamasi apendiks, tampak fekalit(tanda panah). 14
Pemeriksaan Barium enema dan Colonoscopy merupakan pemeriksaan awal untuk menyingkirkan kemungkinan
adanya karsinoma colon.5 Tetapi untuk apendisitis akut pemeriksaan barium enema merupakan kontraindikasi
karena dapat menyebabkan rupture apendiks.3

2.8. Diagnosis
Riwayat klasik apendisitis akut, yang diikuti dengan adanya massa yang nyeri di region iliaka kanan dan disertai
demam, mengarahkan diagnosis ke massa atau abses apendikuler. Penegakan diagnosis didukung dengan
pemeriksaan fisik maupun penunjang. Kadang keadaan ini sulit dibedakan dengan karsinoma sekum, penyakit
Crohn, amuboma dan Lymphoma maligna intra abdomen. Perlu juga disingkirkan kemungkinan aktinomikosis
intestinal, enteritis tuberkulosa, dan kelainan ginekolog seperti Kehamilan Ektopik Terganggu (KET),
Adneksitis dan Kista Ovarium terpuntir . Kunci diagnosis biasanya terletak pada anamnesis yang khas.7
Tumor caecum, biasanya terjadi pada orang tua dengan tanda keadaan umum jelek, anemia dan turunnya berat
badan. Hal ini perlu dipastikan dengan colon in loop dan benzidin test. Pada anak-anak tumor caecum yang
sering adalah sarcoma dari kelenjar mesenterium. Pada apendisitis tuberkulosa, klinisnya antara lain keluhan
nyeri yang tidak begitu hebat disebelah kanan perut, dengan atau tanpa muntah dan waktu serangan dapat timbul
panas badan, leukositosis sedang, biasanya terdapat nyeri tekan dan rigiditas pada kuadran lateral bawah kanan,
kadang-kadang teraba massa. 3
Massa apendiks dengan proses radang yang masih aktif ditandai dengan:
a.keadaan umum pasien masih terlihat sakit, suhu tubuh masih tinggi;
b.pemeriksaan lokal pada abdomen kuadran kanan bawah masih jelas terdapat tanda-tanda peritonitis;
c.laboratorium masih terdapat lekositosis dan pada hitung jenis terdapat pergeseran ke kiri.
Massa apendiks dengan proses radang yang telah mereda dengan ditandai dengan
a.keadaan umum telah membaik dengan tidak terlihat sakit, suhu tubuh tidak tinggi lagi;
b.pemeriksaan lokal abdomen tenang, tidak terdapat tanda-tanda peritonitis dan hanya teraba massa dengan
batas jelas dengan nyeri tekan ringan
c.laboratorium hitung lekosit dan hitung jenis normal.13

2.9. Penatalaksanaan
Perjalanan patologis penyakit dimulai pada saat apendiks menjadi dilindungi oleh omentum dan gulungan usus
halus didekatnya. Mula-mula, massa yang terbentuk tersusun atas campuran membingungkan bangunan-
bangunan ini dan jaringan granulasi dan biasanya dapat segera dirasakan secara klinis. Jika peradangan pada
apendiks tidak dapat mengatasi rintangan-rintangan sehingga penderita terus mengalami peritonitis umum,
massa tadi menjadi terisi nanah, semula dalam jumlah sedikit, tetapi segera menjadi abses yang jelas batasnya.
15
Urut-urutan patologis ini merupakan masalah bagi ahli bedah. Masalah ini adalah bilamana penderita ditemui
lewat sekitar 48 jam, ahli bedah akan mengoperasi untuk membuang apendiks yang mungkin gangrene dari
dalam massa perlekatan ringan yang longgar dan sangat berbahaya, dan bilamana karena massa ini telah
menjadi lebih terfiksasi dan vascular, sehingga membuat operasi berbahaya maka harus menunggu pembentukan
abses yang dapat mudah didrainase.15
Massa apendiks terjadi bila terjadi apendisitis gangrenosa atau mikroperforasi ditutupi atau dibungkus oleh
omentum dan atau lekuk usus halus. Pada massa periapendikular yang pendidingannya belum sempurna, dapat
terjadi penyebaran pus keseluruh rongga peritoneum jika perforasi diikuti peritonitis purulenta generalisata.
Oleh karena itu, massa periapendikular yang masih bebas disarankan segera dioperasi untuk mencegah penyulit
tersebut. Selain itu, operasi lebih mudah. Pada anak, dipersiapkan untuk operasi dalam waktu 2-3 hari saja.
Pasien dewasa dengan massa periapendikular yang terpancang dengan pendindingan sempurna, dianjurkan
untuk dirawat dahulu dan diberi antibiotik sambil diawasi suhu tubuh, ukuran massa, serta luasnya peritonitis.
Bila sudah tidak ada demam, massa periapendikular hilang, dan leukosit normal, penderita boleh pulang dan
apendiktomi elektif dapat dikerjakan 2-3 bulan kemudian agar perdarahan akibat perlengketan dapat ditekan
sekecil mungkin. Bila terjadi perforasi, akan terbentuk abses apendiks. Hal ini ditandai dengan kenaikan suhu
dan frekuensi nadi, bertambahnya nyeri, dan teraba pembengkakan massa, serta bertambahnya angka leukosit. 7
Massa apendiks dengan proses radang yang masih aktif sebaiknya dilakukan tindakan pembedahan segera
setelah pasien dipersiapkan, karena dikuatirkan akan terjadi abses apendiks dan peritonitis umum. Persiapan dan
pembedahan harus dilakukan sebaik-baiknya mengingat penyulit infeksi luka lebih tinggi daripada pembedahan
pada apendisitis sederhana tanpa perforasi. 13
Pada periapendikular infiltrat, dilarang keras membuka perut, tindakan bedah apabila dilakukan akan lebih sulit
dan perdarahan lebih banyak, lebih-lebih bila massa apendiks telah terbentuk lebih dari satu minggu sejak
serangan sakit perut. Pembedahan dilakukan segera bila dalam perawatan terjadi abses dengan atau pun tanpa
peritonitis umum. 13
Terapi sementara untuk 8-12 minggu adalah konservatif saja. Pada anak kecil, wanita hamil, dan penderita usia
lanjut, jika secara konservatif tidak membaik atau berkembang menjadi abses, dianjurkan operasi secepatnya. 7
Bila pada waktu membuka perut terdapat periapendikular infiltrat maka luka operasi ditutup lagi, apendiks
dibiarkan saja. Terapi konservatif pada periapendikular infiltrat :
1.Total bed rest posisi fawler agar pus terkumpul di cavum douglassi.
2.Diet lunak bubur saring
3.Antibiotika parenteral dalam dosis tinggi, antibiotik kombinasi yang aktif terhadap kuman aerob dan anaerob.
Baru setelah keadaan tenang, yaitu sekitar 6-8 minggu kemudian, dilakukan apendiktomi. Kalau sudah terjadi
abses, dianjurkan drainase saja dan apendiktomi dikerjakan setelah 6-8 minggu kemudian. Jika ternyata tidak
ada keluhan atau gejala apapun, dan pemeriksaan jasmani dan laboratorium tidak menunjukkan tanda radang
atau abses, dapat dipertimbangkan membatalakan tindakan bedah.3,7
Analgesik diberikan hanya kalau perlu saja. Observasi suhu dan nadi. Biasanya 48 jam gejala akan mereda. Bila
gejala menghebat, tandanya terjadi perforasi maka harus dipertimbangkan appendiktomy. Batas dari massa
hendaknya diberi tanda (demografi) setiap hari. Biasanya pada hari ke5-7 massa mulai mengecil dan terlokalisir.
Bila massa tidak juga mengecil, tandanya telah terbentuk abses dan massa harus segera dibuka dan didrainase.3
Caranya dengan membuat insisi pada dinding perut sebelah lateral dimana nyeri tekan adalah maksimum (incisi
grid iron). Abses dicapai secara ekstraperitoneal, bila apendiks mudah diambil, lebih baik diambil karena
apendik ini akan menjadi sumber infeksi. Bila apendiks sukar dilepas, maka apendiks dapat dipertahankan
karena jika dipaksakan akan ruptur dan infeksi dapat menyebar. Abses didrainase dengan selang yang
berdiameter besar, dan dikeluarkan lewat samping perut. Pipa drainase didiamkan selama 72 jam, bila pus sudah
kurang dari 100 cc/hari, drai dapat diputar dan ditarik sedikit demi sedikit sepanjang 1 inci tiap hari. Antibiotik
sistemik dilanjutkan sampai minimal 5 hari post operasi. Untuk mengecek pengecilan abses tiap hari penderita
di RT. 3
Penderita periapendikular infiltrat diobservasi selama 6 minggu tentang :
LED
Jumlah leukosit
Massa
Periapendikular infiltrat dianggap tenang apabila :
1.Anamesa : penderita sudah tidak mengeluh sakit atau nyeri abdomen
2.Pemeriksaan fisik :
Keadaan umum penderita baik, tidak terdapat kenaikan suhu tubuh (diukur rectal dan aksiler)
Tanda-tanda apendisitis sudah tidak terdapat
Massa sudah mengecil atau menghilang, atau massa tetap ada tetapi lebih kecil dibanding semula.
Laboratorium : LED kurang dari 20, Leukosit normal
Kebijakan untuk operasi periapendikular infiltrat :
a.Bila LED telah menurun kurang dari 40
b.Tidak didapatkan leukositosis
c.Tidak didapatkan massa atau pada pemeriksaan berulang massa sudah tidak mengecil lagi.
Bila LED tetap tinggi ,maka perlu diperiksa
Apakah penderita sudah bed rest total
Pemberian makanan penderita
Pemakaian antibiotik penderita
Kemungkinan adanya sebab lain.
d. Bila dalam 8-12 minggu masih terdapat tanda-tanda infiltrat atau tidak ada perbaikan, operasi tetap dilakukan.
e. Bila ada massa periapendikular yang fixed, ini berarti sudah terjadi abses dan terapi adalah drainase.3

2.10. Komplikasi
Komplikasi yang paling sering ditemukan adalah perforasi, baik berupa perforasi bebas maupun perforasi pada
apendiks yang telah mengalami pendindingan berupa massa yang terdiri atas kumpulan apendiks, sekum, dan
lekuk usus halus.7
Perforasi dapat menyebabkan timbulnya abses lokal ataupun suatu peritonitis generalisata. Tanda-tanda
terjadinya suatu perforasi adalah :
nyeri lokal pada fossa iliaka kanan berganti menjadi nyeri abdomen menyeluruh
Suhu tubuh naik tinggi sekali.
Nadi semakin cepat.
Defance Muskular yang menyeluruh
Bising usus berkurang
Perut distended
Akibat lebih jauh dari peritonitis generalisata adalah terbentuknya :
1.Pelvic Abscess
2.Subphrenic absess
3.Intra peritoneal abses lokal.3
Peritonitis merupakan infeksi yang berbahaya karena bakteri masuk kerongga abdomen, dapat menyebabkan
kegagalan organ dan kematian.12

APPENDISITIS AKUT

(Original Article "Acute Appendicitis" from Harrison's Principle of Internal Medicine 17th Ed, diterjemahkan
oleh Husnul Mubarak, S.Ked )

Insiden dan Epidemiologi

Dengan lebih dari 250,000 appendectomies dikerjakan tiap tahunnya, appendicitis merupakan kedaruratan bedah
abdomen yang paling sering dilakukan di Amerika Serikat. Insiden appendicitis puncaknya pada decade pertama
dan kedua kehidupan; jarang terjadi pada usia sangat muda atau tua. Namun, perforasi sering terjadi pada anak-
anak dan umur lanjut, dimana periode ini merupakan angka tertinggi pada mortalitas. Pria dan wanita sama-
sama dapat terkena, kecuali pada antara umur pubertas dan umur 25 tahun, dimana pria dominant dengan rasio
3:2. Insiden appendicitis cenderung stabil di Amerika Serikat selama 30 tahun terakhir, sementara insiden
appendicitis lebih rendah pada negara berkembang dan negara terbelakang, terutama negara-negara Afrika, dan
lebih jarang pada kelompok sosioekonomi rendah. Angka mortalitas di Amerika Serikat menurun delapan kali
lipat antara tahun 1941 dan 1970 namun bertahan <1>

Patogenesis

Appendicitis diyakini terjadi sebagai akibat adanya obstruksi lumen appendix. Obstruksi paling sering
disebabkan oleh fecalith, dimana diakibatkan oleh akumulasi dan pengeringan kandungan feses yang
mengandung serat tumbuhan. Pembesaran folikel lymphoid akibat infeksi virus, barium mongering, cacing
(cacing pita, Ascaris, dan Taenia), dan tumor dapat pula mengobstruksi lumen ini. Penemuan patologis lainnya
yang umum yaitu adanya ulkus appendix. Penyebab ulkus ini tidak diketahui, walaupun etiologi virus telah
dipostulatkan. Infeksi Yersinia mungkin dapat menyebabkan penyakit ini karena terlihat peningkatan antibody
terhadap infeksi ini pada 30% kasus appendicitis. Bakteri di lumen memperbanyak diri dan menginvasi dinding
appendix bersamaan dengan terjadinya pembengkakan vena dan kemudian gangguan arterial akibat tingginya
tekanan intralumen. Pada akhirnya, gangrene dan perforasi terjadi. Jika proses ini berjalan perlahan, struktur
sekitar seperti terminal ileum, cecum, dan omentum dapat menutupi area ini sehingga abses terlokalisasi akan
muncul, dimana perkembangan dari gangguan vaskuler dapat menyebabkan perforasi dengan akses bebas ke
kavum peritoneum. Ruptur pada abses appendix dapat menyebabkan adanya fistula antara appendix dan buli-
buli, usus halus, sigmoid, atau caecum. Biasanya appendicitis akut merupakan manifestasi klinis pertama
Chrons Disease

Sementara infeksi kronis pada appendix seperti tuberculosis, amebiasis, dan actinomycosis dapat terjadi, suatu
pernyataan klinis menyatakan bahwa inflamasi appendix kronik tidak biasanya menjadi penyebab dari nyeri
abdominal yang berlangsung selama berminggu-minggu atau berbulan-bulan. Di lain pihak, appendicitis akut
rekuren dapat terjadi, biasanya diikuti dengan hilangnya inflamasi dan gejala diantara dua serangan.
Appendisitis akut rekuren dapat juga terjadi jika sisa appendix ditinggalkan begitu saja setelah appendectomy.

Manifestasi Klinis

Rasa tidak nyaman pada abdomen dan anorexia berkepanjangan yang dikaitkan dengan appendicitis merupakan
patognomonic. Nyeri dijelaskan terletak pada daerah periumbilikal pada awalnya dan kemudian merambat ke
bagian kanan bawah. Pola klasik gejala ini terjadi pada 66% pasien. Namun, pada pasien pria, gejala ini cukup
untuk langsung dianjurkan eksplrasi bedah. Differensial diagnosis untuk nyeri periumbilical atau region bawah
kanan diperlihatkn pada Tabel 1. Nyeri periumbilical bersifat visceral, diakibatkan adanya distensi dari lumen
appendix. Nyeri ini dibawa oleh konduksi lambat C-fiber dan nyeri biasanya tidak dapat dibedakan letaknya
antara periumbilical atau daerah epigastric. Pada umumnya, nyeri visceral ringan, kadang-kadang dengan kram
dan biasanya berlangsung selama 4 6 jam, namun ini mungkin tidak dirasakan pada seseorang yang stoic
(tidak mudah mengeluh jika sakit). Ketika inflamasi menyebar hingga ke permukaan peritoneal parietal, nyeri
menjadi somatik, jelas, lebih berat dan dapat semakin sakit akibat pergerakan atau batuk. Nervus afferen pada
bagian parietal adalah A delta fibers, yang merupakan konduksi cepat dan unilateral. Serat saraf ini melokalisasi
nyeri pada quadran kanan bawah. Anorexia sangat umum terjadi; dimana pasien lapar biasanya tidak terkena
appendicitis akut. Mual dan muntah terjadi pada 60% 50% kasus, namun muntah biasanya terbatas. Perubahan
pada aktivitas usus memiliki nilai diagnostic yang kecil, karena tidak ada perubahan yang biasa ditemukan,
walaupun dapat terjadi diare akibat adanya inflamasi appendix pada daerah perbatasan dengan sigmoid dapat
menyebabkan kesulitan dalam penegakkan diagnosis. Poliuria dan dysuria terjadi jika appendix terdapat
berdekatan dengan kandung kemih.

Tabel 1. Lokasi anatomic asal dari nyeri periumbilical dan


regio bagian kanan bawah sebagai differensial diagnosis
Appendicitis .
Periumbilical
Appendicitis
Obstruksi usus halus
Gastroenteritis
Mesenteric ischemia
Kuadran Kanan Bawah
Penyebab Gastrointestinal Penyebab Gynecologis
Appendicitis Tumor Ovarium
Inflammatory bowel disease Penyakit Radang Panggul
Diverculitis sisi kanan Penyebab Ginjal
Gastroenteritis Pyelonephritis
Hernia Inguinalis Perinephritic abscess
A Nephrolithiasis

Pemeriksaan fisis berbeda-beda tergantung onset penyakit dan tergantung pada lokasi appendix, yang bias saja
terletak di bagian dalam pada cul-de-sac pelvis; kuadran kanan bawah terkait dengan lokasi peritoneum, cecum
dan usus halus; pada bagian kanan atas (terutama selama kehamilan); atau bahkan pada kuadran kiri bawah.
Diagnosis tidak dapat ditegakkan kecuali rasa perih dapat di provokasi. Sementara keperihan biasanya absent
pada stadium visceral dini penyakit, perasaan ini selalu munvul dan ditemukan di lokasi manapun tergantung
posisi appendix. Umumnya, nyeri tekan ini pada McBurneys point, secara anatomis terletak sepertiga dari jarak
Spina iliaca anterior dan umbilicus. Rasa nyeri dapat tidak ada sama sekali jika appendix retrocecal atau pelvis
ditemukan, dimana pemeriksaan fisis yang ditemukan hanya rasa nyeri pada pinggang atau pada pemeriksaan
rectal atau pelvis. Nyeri rebound biasa didapatkan dan seringkali tidak ditemukan pada tahap dini penyakit ini.
Hyperesthesia kulit pada kuadran kanan bawah dan tanda psoas atau obturator positif kadang merupakan tanda
lanjut dan kurang memiliki nilai diagnostic .

Suhu tubuh biasanya normal atau sedikit meningka [37.238C (99100.5F)], namun suhu tubuh >38.3C
(101F) menandakan adanya perforasi. Tachycardia berjalan seiring dengan peningkatan suhu. Rigiditas dan
rasa nyeri semakin ditandai jika penyakit semakin mengarah pada perforasi atau peritonitis difus. Distensi
jarang ditemukan kecuali peritonitis difus telah dialami. Suatu massa dapat berkembang jika perforasi lokal
telah terjadi namun biasanya tidak terdeteksi sebelum 3 hari setelah onset. Keberadaan massa dini menandakan
adanya karsinoma cecum atau Crohns disease. Perforasi jarang terjadi sebelum 24 jam pertama onset gejala,
namun persentasinya menjadi 80% setelah 48 jam pertama.

Walaupun leukositosis moderat dengan jumlah 10.000 18.000 sel/L sering ditemukan , alpanya leukositosis
tidak menyingkirkan diagnosis appendicitis akut. Leukositosis >20.000sel/L menandakan adanya kemungkinan
perforasi. Anemia dan darah pada feses menunjukkan adanya diagnosis primer karsinoma caecum, terutama
pada lanjut usia. Urin mungkin mengandung sedikit sel darah putih atau merah tanpa bacteria jika appendix
berdekatan dengan ureter kanan atau kandung kemih. Urinalysis adalah alat paling berguna untuk
menyingkirkan diagnosis penyakit genitourinaria yang mirip dengan appendicitis.

Foto polos jarang bermanfaat kecuali terlihatnya fekalith opaque (5% pasien) didapatkan pada kuadran kanan
bawah (terutama pada anak-anak). Sehingga, X-ray abdominal tidak rutin dilakukan kecuali terdapat keadaan
lain seperti kemungkinan adanya obstruksi usus atau adanya batu ureter. Diagnosis mungkin dapat ditegakkan
dengan gambaran USG dengan adanya appendix yang membesar atau berdinding tebal. USG juga terbaik untuk
menyingkirkan diagnosis adanya kista ovarium, kehamilan ektopik, dan abses tuboovarium. Beberapa penelitian
telah membuktikan manfaat dari CT-Scan dengan atau tanpa kontras untuk menegakkan diagnosis appendicitis
akut. Penemuan pada CT dapat berupa appendix menebal dengan adanya periappendical stranding dan biasanya
dengan keberadaan fecalith (Gambar 1 dan 2). Nilai presisi dari CT-Scan adalah 95-97% an dengan akurasi
hingga 90-98%. Sebagai tambahan tidak nampaknya appendix pada gambaran CT-Scan berkaitan dengan
penemuan appendix normal pada 98% kasus. Udara bebas peritoneum jarang terlihat, bahkan pada appendicitis
dengan perforasi

Gambar 1. CT dengan kontras intravena-oral dari appendicitis akut. Terdapat penebalan dinding appendix
dan periappendiceal stranding (panah).
Gambar 2. Fecolith pada Appendix

Walaupun episode riwayat khas dan penemuan fisis terdapat pada 50-60% kasus, luasnya variasi dari pola
atipikal penyakit ini biasa ditemukan, terutama pada umur anak-anak atau lansia dan selama kehamilan. Balita
dibawah umur 2 tahun mempunyai 70-80% insiden perforasi dan peritonitis. Ini kemungkinan disebabkan oleh
keterlambatan mendiagnosis. Balita yang mengalami diare, muntah-muntah, dan nyeri perut paling dicurigai.
Demam lebih sering terjadi pada kelompok umur ini. Pada orang lansia, nyeri biasanya samar, dan diagnosisnya
sering tertunda menyebabkan 30% insiden perforasi pada pasien dengan umur diatas 70 tahun. Pasien lansia
sering datang mulanya dengan adanya massa yang sedikit nyeri (abses appendix primer) atau dengan obstruksi
usus 5 atau 6 hari setelah perforasi appendix yang tidak terdeteksi..

Appendicitis terjadi pada 1 diantara 500-2000 kehamilan dan merupakan keadaan extrauterin yang paling sering
membutuhkan operasi abdomen. Diagnosis kemungkinan terlewatkan atau terlambat karena kejadian nyeri
abdomen dan mual-muntah sering normal terjadi pada kehamilan dank arena adanya perpidahan appendix dari
kuadran kanan bawah ke kuadran kanan atas selama trimester kedua dan ketiga kehamilan. Appendicitis
cenderung sering terjadi pada trimester kedua. Diagnosis terbaik ditegakkan dengan USG, yang memiliki
akurasi 80%, namun, jika perforasi telah terjadi, akurasi menjadi 30%. Intervensi dini harus dilakukan karena
insiden kematian janin dengan appendix normal adalah 1,5% dan dengan perforasi insiden menjadi 20-35%

Differensial Diagnosis

Appendisitis akut telah disebut juga sebagai masquerader dan diagnosis lebih sulit ditegakkan pada wanita
muda. Memperoleh anamnese termasuk dari aktivitas seksual dan keberadaan secret vagina, akan membantu
membedakan appendicitis dengan Penyakit Radang Panggul (PID/Pelvic Inflammatory Disease). Adanya secret
vagina yang berbau dan didapatkannya bakteri gram negative intraseluler merupakan patognomonik untuk PID.
Nyeri pada pergerakan serviks juga lebih spesifik untuk PID namun dapat pula terjadi pada appendicitis jika
perforasi telah terjadi atau appendix berada dekat dengan uterus atau adnexa. Rupture of graafian follicle
(mittelschmerz) tejadi pada pertengahan siklus dan akan menyebabkan nyeri dan perih lebih diffuse dan
biasanya derajatnya lebih ringan dibandingkan appendicitis.Ruptur kista korpus luteum mirip secara klinis
dengan ruptur folikel graafian namun muncul pada periode menstruasi. Adanya massa adnexal, adanya
perdarahan, dan tes kehamilan positif menunjukkan adanya rupture kehamilan tuba. Kista ovarium yang terlilit
dan endometriosis biasanya juga sulit dibedakan dengan appendicitis. Pada keadaan wanita seperti ini, USG dan
laparoskopi memiliki nilai diagnosis yang tinggi .

Lymphadenitis mesenterika akut dan gastroenteritis akut menjadi diagnosis jika nodus limfe terlihat membesar
atau kemerahaan pada mesenterika dan appendix normal biasanya terlihat pada operasi pada pasien yang
biasanya mengalami keperihan pada kuadran kanan bawah. Sebelumnya pasien ini mungkin memiliki suhu
tubuh yang tinggi, diare, nyeri abdomen yang lebih diffuse, dan lymphositosis. Diantara kram, abdomen
biasanya relaksaasi secara sempurna. Anak-anak sepertinya lebih sering mendapatkannya dibandingkan pada
orang dewasa. Beberapa dari pasien ini terkena infeksi with Y. pseudotuberculosis atau Y. enterocolitica, dimana
diagnosis hanya dapat ditegakkan dengan kultur nodus mesenterika atau dengan pemeriksaan serologic. Pada
gastroenteritis akibat Salmonella, penemuan abdominal mirip, walaupun nyeri dapat lebih berat dan
terlokalisasi, dan demam sering ditemukan. Keberadaan gejala yang serupa pada keluarga membantu diagnosis.
Penyakit Crohns biasanya berkaitan dengan riwayat gejala yang lama, sering dengan eksaserbasi sebelumnya
yang dinilai sebagai episode gastroenteritis kevuali diagnosis telah ditegakkan sebelumnya. Seringpula massa
akibat radang dapat dipalapasi. Sebagai tambahan, kolesistitis akut, ulkus perforasi, divertikulitis akut, obstruksi
usus strangulated (teremas), kalkulus uretra, dan pyelonephritis dapat mempersulit diagnosis.

Penatalaksanaan Appendisitis Akut

Jika diagnosis dipertanyakan, observasi selama 4-6 jam dengan beberapa pemeriksaan abdominal seringkali
berguna. Antibiotik sebaiknya tidak diberikan jika diagnosis masih belum jelas karena sepertinya obat ini akan
menutupi gejala perforasi. Pengobatan dari suspek appendicitis adalah operasi dini dan appendectomy sesegera
mungkin. Appendectomy biasanya dilakukan dengan teknik laparoskopi dan berkaitan dengan pemakaian
sedikit bahan anastesi dan pasien cepat dipulangkan. Biasanya ditemukan 15-20% insiden appendix normal pada
operasi appendectomy namun hal ini diterima karena dapat mencegah perforasi akibat appendicitis yang lama
ditangani. Penggunaan laparoskopi dini dibandingkan pemeriksaan klinis yang carmat tidak memberikan
manfaat klinis yang berarti pada pasien nyeri abdomen tidak spesifik.

Pendekatan yang berbeda dilakukan jika massa dapat terpalpasi pada 3-5 hari dari onset gejala. Penemuan ini
biasanya menandakan adanya phlegmon atau abses dan komplikasi dari exisi bedah sering terjadi. Pasien seperti
ini diatasi dengan antibiotic spectrum luas, drainase abses >3cm, cairan parenteral, dan istirahat usus (bowel
rest) biasanya memberikan remisi dalam 1 minggu. Appendectomy biasanya dilakukan secara aman pada 6-12
minggu kemudian. Penelitian klinis acak telah menunjukkan bahwa pemakaian antibiotic dapat efektif untuk
menangani appendicitis akut dan tidak terperforasi pada 86% pasien pria. Namun pemberian antibiotic saja
terkait dengan jumlah rekurensi yang tinggi dibandingkan dengan intervensi bedah. Jika massa membesar dan
pasien terlihat menjadi lebih toksik, abses sebaiknya didrainase. Perforasi berkaitan dengan peritonitis umum
dan komplikasinya, termasuk abses subphrenic, pelvis, atau abses lainnya dan dapat dihindari dengan diagnosis
dini. Angka mortalitas untuk appendicitis tidak terperforasi 0,1%, lebih kecil dibandingkan resiko anastesia
total; untuk appendicitis perforasi, mortalitas biasanya 3% (dan dapat mencapai 15% pada orang lanjut usia).

Appendix Vermiformis

BAB I
PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Sistem pencernaan atau sistem gastroinstestinal (mulai dari mulut sampai anus) adalah sistem organ dalam
manusia yang berfungsi untuk menerima makanan, mencernanya menjadi zat-zat gizi dan energi, menyerap zat-
zat gizi ke dalam aliran darah serta membuang bagian makanan yang tidak dapat dicerna atau merupakan sisa
proses tersebut dari tubuh.
Saluran pencernaan sendiri terdiri dari mulut, tenggorokan (faring), oesofagus, lambung, usus halus, usus besar,
rektum dan anus. Sistem pencernaan juga meliputi organ-organ yang terletak diluar saluran pencernaan, yaitu
pankreas, hati dan kandung empedu.
Pada usus besar (kolon) terdapat appendix. Appendix vermiformis merupakan struktur berbentuk jari menempel
pada sekum abdomen bagian kuadran kanan bawah. Fungsi appendix sampai saat ini belum di ketahui.
Perlu kita ketahui bentuk, letak, sampai persyarafan pada appendix. Agar kita lebih mengetahui seperti apa
appendix itu, dan supaya kita bisa menentukan penyakit atau kelainan pada appendix tersebut.

Apendektomi paling sering di lakukan melalui insisi pemisahan otot dengan grid-iron. Mula-mula appendix di
tentukan tempatnya kemudian di keluarkan melalui luka insisi. Mesenterium appendix kemudian di bagi
menjadi dan diligasi. Appendix kemudian di ikat pada pangkalnya, di eksisi, dan di angkat. Sebagian besar ahli
bedah masih memilih untuk melakukan invaginasi puntung appendix sebagai tindakan pencegahan terhadap

kemungkinan selipnya ligasi pada tunggul.

appendisitis adalah penyakit abdomen akut yang tersering di tangani oleh dokter bedah. Appendisitis merupakan
peradangan appendix yang mengenai semua lapisan dinding organ tersebut. Patogenesis utamanya di duga
karena adanya obstruksi lumen, yang biasanya di sebabkan oleh fekalit (feses keras yang terutama di sebabkan
oleh serat). Penyumbatan pengeluaran sekret mukus mengakibatkan terjadinya pembengkakan, infeksi, dan
ulserasi. Peningkatan tekanan intaluminal dapat menyebabkan terjadinya oklusi arteria terminalis (end artey)
appendikularis. Bila keadaan ini di biarkan di berlangsung terus, biasanya mengakibatkan nekrosis, gangren,
dan perforasi. Penelitian terakhir menunjukan bahwa ulserasi mukosa berjumlah sekitar 60% sampai 70% kasus,
lebih sering dari pada sumbatan lumen. Kapasitas lumen apendiks normal hanya sekitar 0,1 ml. Jika sekresi
sekitar 0,5 dapatmeningkatkan tekanan intalumen sekitar 60 cmH20.
Penyebab ulserasi tidak di ketahui, walaupun sampai sekarang di perkirakan di sebabkan oleh virus. Akhir
akhir ini penyebab infeksi yang paling di perkirakan adalah yersinia enterocolita. Walaupun entitas diagnostik
ini menonjol, diagnosis banding harus mencakup hampir semua proses akut yang dapat terjadi di dalam rongga
abdomen, serta beberapa keadaaan kedaruratan yang mengenai organ thorax. Kadang-kadang tumor muncul di
appendix dan mengharuskan di lakukannya eksplorasi abdomen. Mekanisme etiologi mungkin melibatkan
faktor lingkungan atau mikroba yang berkaitan dengan peningkatan risiko radang usus buntu dan mengurangi
risiko radang borok usus besar atau sebaliknya, faktor yang terkait dengan againstappendicitis perlindungan dan
peningkatan risiko (risiko hipotesis faktor antagonis). Namun, kami menyadari tidak ada bukti empiris
mendukung setiap calon lingkungan atau mikroba tersebut.

II.4.a Appendix Akut


Survei menunjukan bahwa sekitar 10% orang di Amerika Serikat dan negara bagian Barat menderita appenisitis
dalam suatu saat. Semua usia dapat terkena, akan tetapi insidensi puncak adalah pada dekade kedua dan ketiga,
walaupun puncak kedua yang lebih kecil di temukan pada orang berusia lanjut. Laki-laki lebih sering terkena
dari pada perempuan, dengan rasio 1,5:1.
Peradangan appendix menyebabkan obstruksi pada 50% hingga 80% kasus, biasanya dalam bentuk fekalit dan,
yang lebih jarang, batu empedu, tumor, atau gumpalan cacing (Oxyuriasis vermicularis). Dengan berlanjutnya
sekresi cairan musinosa, terjadi peningkatan tekanan intralumen yang menyebabkan kolapsnya vena drainase.
Obstruksi dan cedera iskemik memudahkan terjadinya proliferasi bakteri dengan peningkatan edema dan
eksudasi sehingga aliran darah semakin terganggu. Namun, sebagian kecil appendix tidak memperlihatkan
obstruksi lumen yang jelas, dan patogenesis peradangan tetap di ketahui.
Morfologi appendisitis akut pada stadium paling dini, hanya sedikit eksudat neutrofil di temukan di seluruh
mukosa, submukosa, dan muskularis propria. Pembuluh subserosa mengalami bendungan, dan sering terdapat
infiltrat neutrofilik perivaskular ringan. Reaksi peradangan mengubah serosa yang normalnya berkilap menjadi
membran yang merah, granular dan suram; perubahan ini menandakan appendisitis akut dini bagi dokter bedah.
Pada stadium selanjutnya, eksudat neutrofilik yang hebat menghasilkan reaksi fibrinopurulen di atas serosa.
Dengan memburuknya proses peradangan, terjadi pembentukan abses di dinding usus. Di sertai ulserasi dan
fokus nekrosis di mukosa. Keadaan ini mencerminkan appendisitis supuratif akut. Perburukan keadaan
hemoragik di mukosa dan nekrosis gangrenosa hijau tua di seluruh ketebalan dinding hingga ke serosa dan
menghasilkan appendisitis gangrenosa akut yang cepat di ikuti oleh ruptur dan peritonitis supurativa.

Kriteria histologik untuk diagnosis appendisitis akut adalah infiltrasi neutrofilik muskularis propria. Biasanya
neutrofil dan ulserasi juga terdapat di dalam mukosa.
Gambaran klinis appendisitis akut merupakan diagnosis abdomen yang paling mudah atau paling sulit. Kasus
klasik di tandai dengan:
1. Rasa tidak nyaman ringan di daerah periumbilikus, di ikuti oleh,
2. Anoreksia, mual, dan muntah, yang segera di sertai oleh,
3. Nyeri tekan kuadran kanan bawah, yang dalam beberapa jam berubah menjadi,
4. Rasa pegal dalam atau nyeri di kuadran kanan bawah.
Demam dan leukositosis terjadi pada awal perjalanan penyakit. Yang di sayangkan, sejumlah besar kasus tidak
memberikan gambaran klasik. Penyakit mungkin silent terutama pda usia lanjut, atau tidak memperlihatkan
tanda lokal di kuadran bawah, seperti bila appendix terletak retrosekum atau terdapat malrotasi kolon. Selain itu,
penyakit berikut dapat memperlihatkan gambaran klinis mirip appendix akut:
1. Limfadenitis mesenterium setalah infeksi virus sistemik
2. Gastroenteritis dengan edenitis mesenterium
3. Penyakit radang panggul dengan keterlibatan tubovarium
4. Ruptur volikel ovarium saat ovulasi
5. Kehamilan ektopik
6. Divertikulitis Meckel, serta penyakit lain.
Oleh karena itu, dengan teknik diagnostik konvensional (di awali dengan pemeriksaan fisik), diagnosis appendix
akut yang akurat hanya dapat di tegakkan pada sekitar 80% kasus. Modalitas pencitraan yang lebih baru
meningkatkan keakuratan diagnosis menjadi 95%. Bagaimanapun, secara umum di akui bahwa lebih baik
sekali-kali dilakukan reseksi appendix normal dari pada membiarkan risiko morbiditas dan mortalitas (sekitar
20%) perforasi appendix.

(Buku ajar Patalogi hal. 660)

II.4.b Tumor Appendix


Karsinoid merupakan bentuk neoplasia tersering di appendix. Satu-satunya lesi lain yang perlu di singgung
adalah mukokel appendix dan neoplasma musinosa.
Mukokel adalah dilatasi lumen appendix oleh sekresi musinosa. Kelainan ini di sebabkan oleh obstruksi
nonneoplastik lumen dan biasanya berkaitan dengan fekalit di lumen sehingga terjadi akumulasi sekresi
musinosa steril secara perlahan. Akhirnya, terjadi distensi yang menyebabkan atrofi sel mukosa penghasil musin
sehingga sekresi berhenti. Keadaan ini biasanya asimtomik, walaupun jarang, mukokel dapat ruptur dan
menumpahkan musin yang tidak berbahaya ke dalam peritoneum.
Neoplasma musinosa berkisar dari kistadenoma musinosa jinak, hingga kistadenokarsinoma musinosa, yang
menginvasi dinding untuk menimbulkan kanker intraperitoneum diseminata yang di sebut pseudomiksoma
peritonei. Kistadenoma ini secara histologis identik dengan tumor analog di ovarium. Neoplasma ganas
penghasil musin (kistadenokarsinoma) menginvasi dinding sehingga sek tumor dapat berimplantasi di seluruh
rongga peritoneum, yang kemudian terisi oleh musin (pseudomiksinoma peritonei).
II.4.c Apendisitis Kronik
Gejala apendisitis kronis sedikit mirip dengan sakit asam lambung dimana terjadi nyeri samar (tumpul) di
daerah sekitar pusar dan terkadang demam yang hilang timbul. Seringkali disertai dengan rasa mual, bahkan
kadang muntah, kemudian nyeri itu akan berpindah ke perut kanan bawah dengan tanda-tanda yang khas pada
apendisitis akut.
Penyebaran rasa nyeri akan bergantung pada arah posisi/letak apendiks itu sendiri terhadap usus besar, Apabila
ujung apendiks menyentuh saluran kemih, nyerinya akan sama dengan sensasi nyeri kolik saluran kemih, dan
mungkin ada gangguan berkemih. Bila posisi apendiks ke belakang, rasa nyeri muncul pada pemeriksaan tusuk
dubur atau tusuk vagina. Pada posisi usus buntu yang lain, rasa nyeri mungkin tidak spesifik.
Perjalanan penyakit apendisitis:

Apendisitis akut fokal (peradangan lokal)

Apendisitis supuratif (pembentukan nanah)

Apendisitis Gangrenosa (kematian jaringan apendiks)

Perforasi (bocornya dinding apendiks )

Peritonitis (peradangan lapisan rongga perut); sangat berbahaya, dan mengancam jiwa.

BAB III. PENUTUP


III.1 Kesimpulan
Appendix vermiformis berupa pipa buntu yang terbentuk seperti cacing dan berhubungan dengan caecum di
sebelah kaudal peralihan ileosekal (ileocecal junction).
Appendix terletak pada regio iliaca kanan. Dasar appendix terletak pada 1/3 atas garis yang menghubungkan
spina iliaca anterior superior dengan umbilicus (titik McBurney) dan pangkal appendix vermiformis lebih ke
dalam dari titik pada batas antara bagian sepertiga lateral dan dua pertiga medial garis miring antara spina iliaca
anterior superior dan anulus umbilicalis (titik McBurney).
Appendix vermiformis di pasok oleh arteri appendicularis, cabang arteri ileocolica. Vena ileocolica, anak
cabang vena mesenterica superior, mengantar balik darah dari caecum dan appendix vermiformis.
Appendix vermiformis berasal dari struktur primordial yakni divertikulum sekal yang muncul pada janin
berusia 6 minggu.
Gambaran mikroskopis appendix vermiformis secara struktural mirip kolon, kecuali beberapa modifikasi yang
khas untuk appendix.
Appendisitis adalah penyakit abdomen akut yang tersering di tangani oleh dokter bedah. Appendisitis
merupakan peradangan appendix yang mengenai semua lapisan dinding organ tersebut.
Terdapat 3 macam appendisitis :
1. Appendisitis Akut
2. Tumor Appendix
3. Appendix Kronik

III.2 Saran
Pelajarilah lebih dalam lagi mengenai letak, bentuk secara makroskopis dan mikroskopis serta gambaran klinis
pada appendisitis. Karena untuk menegakkan diagnosa yang kita berikan. Dan jagalah makanan, karena dari
makanan yang tak terkontrol bisa menyebabkan penyakit di dalam tubuh kita.

BAB I
PENDAHULUAN

Apendisitis adalah suatu radang yang timbul secara mendadak pada apendiks dan merupakan salah satu kasus
akut abdomen yang paling sering ditemui. Apendiks disebut juga umbai cacing. Apendisitis sering disalah
artikan dengan istilah usus buntu, karena usus buntu sebenarnya adalah caecum. Apendisitis akut merupakan
radang bakteri yang dicetuskan berbagai faktor. Diantaranya hyperplasia jaringan limfe, fekalith, tumor
apendiks dan cacing ascaris dapat juga menimbulkan penyumbatan.

Insiden apendisitis akut lebih tinggi pada negara maju daripada Negara berkembang, namun dalam tiga sampai
empat dasawarsa terakhir menurun secara bermakna, yaitu 100 kasus tiap 100.000 populasi mejadi 52 tiap
100.000 populasi. Kejadian ini mungkin disebabkan perubahan pola makan, yaitu negara berkembang berubah
menjadi makanan kurang serat. Menurut data epidemiologi apendisitis akut jarang terjadi pada balita, meningkat
pada pubertas, dan mencapai puncaknya pada saat remaja dan awal 20-an, sedangkan angka ini menurun pada
menjelang dewasa. Insiden apendisitis sama banyaknya antara wanita dan laki-laki pada masa prapuber,
sedangkan pada masa remaja dan dewasa muda rationya menjadi 3:2, kemudian angka yan tinggi ini menurun
pada pria.

Dari berbagai penelitian yang telah dilakukan, obstruksi merupakan penyebab yang dominan dan merupakan
pencetus untuk terjadinya apendisitis. Kuman-kuman yang merupakan flora normal pada usus dapat berubah
menjadi patogen, menurut Schwartz kuman terbanyak penyebab apendisitis akut adalah Bacteriodes Fragilis
bersama E.coli.

Beberapa gangguan lain pada sistem pencernaan antara lain sebagai berikut: Peritonitis; merupakan peradangan
pada selaput perut (peritonium). Gangguan lain adalah salah cerna akibat makan makanan yang merangsang
lambung, seperti alkohol dan cabe yang mengakibatkan rasa nyeri yang disebut kolik. Sedangkan produksi HCl
yang berlebihan dapat menyebabkan terjadinya gesekan pada dinding lambung dan usus halus, sehingga timbul
rasa nyeri yang disebut tukak lambung. Gesekan akan lebih parah kalau lambung dalam keadaan kosong akibat
makan tidak teratur yang pada akhirnya akan mengakibatkan pendarahan pada lambung. Gangguan lain pada
lambung adalah gastritis atau peradangan pada lambung. Dapat pula apendiks terinfeksi sehingga terjadi
peradangan yang disebut apendisitis.

Di dalam makalah ini kami akan membahas seputar gangguan pencernaan pada apendiks atau biasa dikenal
dengan apendisitis yang meliputi pengertian, etiologi, patofisiologi, manifestasi klinis, pemeriksaan, diagnosis,
penatalaksanaan, dan komplikasinya.

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Apendiks Vermiformis

2.1.1 Pengertian Apendiks


Apendiks atau umbai cacing adalah suatu organ yang terdapat pada sekum yang terletak pada proximal colon.
Apendix dalam bahasa latin disebut sebagai Appendix vermiformis, ditemukan pada manusia, mamalia, burung,
dan beberapa jenis reptil. Apendiks pada awalnya dianggap sebagai organ tambahan yang tidak mempunyai
fungsi tetapi saat ini diketahui bahwa fungsi apendiks adalah sebagai organ imunologik dan secara aktif
berperan dalam sekresi immunoglobin (Ig-A) walaupun dalam jumlah kecil. Apediks berisi makanan dan
mengosongkan diri secara teratur ke dalam sekum. Karena pengosongannya yang tidak efektif, dan lumennya
kecil, apendiks cenderung menjadi tersumbat dan terutama rentan terhadap infeksi.

2.1.2 Anatomi
Apendiks merupakan organ yang berbentuk tabung dengan panjang kira-kira 10cm dan berpangkal pada sekum,
tepatnya di daerah perbatasan dengan usus ileum kuadran kanan bawah. Apendiks memiliki lumen sempit
dibagian proximal dan melebar pada bagian distal. Saat lahir, apendiks pendek dan melebar dipersambungan
dengan sekum. Selama anak-anak, pertumbuhannya biasanya berotasi ke dalam retrocaecal tapi masih dalam
intraperitoneal. Pada apendiks terdapat 3 tanea coli yang menyatu dipersambungan caecum dan bisa berguna
dalam menandakan tempat untuk mendeteksi apendiks. Posisi apendiks terbanyak adalah Retrocaecal (74%) lalu
menyusul Pelvic (21%), Patileal(5%), Paracaecal (2%), subcaecal(1,5%) dan preleal (1%).
Apendiks dialiri darah oleh arteri apendicular yang merupakan cabang dari bagian bawa arteri ileocolica. Arteri
apendiks termasuk akhir arteri. Apendiks memiliki lebih dari 6 saluran limfe melintangi mesoapendiks menuju
ke nodus limfe ileocaecal.

Anatomi lokasi apendiks :

2.1.3 Fisiologis
Walaupun apendiks kurang memiliki fungsi, namun apendiks dapat berfungsi seperti organ lainnya. Apendiks
menghasilkan lendir 1-2ml perhari. Lendir dicurahkan ke caecum. Jika terjadi hambatan maka akan terjadi
patogenesa apendisitis akut. GALT (Gut Associated Lymphoid Tissue) yang terdapat pada apendiks
menghasilkan Ig-A. Namun demikian, adanya pengangkatan terhadap apendiks tidak mempengaruhi sistem
imun tubuh. Ini dikarenakan jumlah jaringan limfe yang terdapat pada apendiks kecil sekali bila dibandingkan
dengan yang ada pada saluran cerna lain.

2.2 Apendisitis Akut


2.2.1 Pengertian
Apendisitis biasa disebabkan oleh adanya penyumbatan lumen apendiks oleh hyperplasia folikel limfoid, fekalit,
benda asing, striktur karena fibrosis akibat peradangan sebelumnya, atau neoplasma. Apendisitis akut adalah
proses radang bakteria yang timbul secara mendadak, apendisitis disebabkan oleh berbagai faktor.

2.2.2 Sejarah
Ada beberapa fakta fakta dalam buku ilmiah bahwa pada tahun 1500an para ahli mengakui adanya hubungan
yang sebenarnya dengan inflamasi yang membahayakan dari daerah sekum yang disebut pertyphilitist.
Meskipun dilaporkan keberhasilan apendiktomi pertama pada tahun 1776, pada 1886 baru Reginal Flitz yang
membantu membuat aturan bedah dalam pengangkatan apendiks yang meradang sebagai pengobatan, yang
sebelumnya dianggap fatal. Pada tahun 1889, Charles McBurney mengenalkan laporan lama sebelum New York
Surgical Society mengemukakan akan pentingnya operasi apendisitis akut dini serta kelembapan titik
maksimum dari perut yang ditentukan dengan menekan satu-tiga jari di garis yang menghubungkan antara spina
iliaca anterior superior dengan umbilicus. Lima tahun kemudian ia menemukan pemisahan otot dengan
pemotongan yang kini dikenal dengan namanya.

2.3 Etiologi
Apendisitis akut dapat disebabkan oleh beberapa sebab terjadinya proses radang bakteria yang dicetuskan oleh
beberapa faktor pencetus diantaranya Hiperplasia jaringan limfe, fekalith, tumor apendiks, dan cacing askaris
yang menyumbat. Ulserasi mukosa merupakan tahap awal dari kebanyakan penyakit ini. namun ada beberapa
faktor yang mempermudah terjadinya radang apendiks, diantaranya :

1. Faktor sumbatan
Faktor obstruksi merupakan faktor terpenting terjadinya apendisitis (90%) yang diikuti oleh infeksi. Sekitar 60%
obstruksi disebabkan oleh hyperplasia jaringan lymphoid sub mukosa, 35% karena stasis fekal, 4% karena
benda asing dan sebab lainnya 1% diantaranya sumbatan oleh parasit dan cacing. Obsrtruksi yang disebabkan
oleh fekalith dapat ditemui pada bermacam-macam apendisitis akut diantaranya ; fekalith ditemukan 40% pada
kasus apendisitis kasus sederhana, 65% pada kasus apendisitis akut ganggrenosa tanpa ruptur dan 90% pada
kasus apendisitis akut dengan rupture.

2. Faktor Bakteri
Infeksi enterogen merupakan faktor pathogenesis primer pada apendisitis akut. Adanya fekolith dalam lumen
apendiks yang telah terinfeksi memperburuk dan memperberat infeksi, karena terjadi peningkatan stagnasi feses
dalam lumen apendiks, pada kultur didapatkan terbanyak ditemukan adalah kombinasi antara Bacteriodes
fragililis dan E.coli, lalu Splanchicus, lacto-bacilus, Pseudomonas, Bacteriodes splanicus. Sedangkan kuman
yang menyebabkan perforasi adalah kuman anaerob sebesar 96% dan aerob<10%.

3. Kecenderungan familiar
Hal ini dihubungkan dengan tedapatnya malformasi yang herediter dari organ, apendiks yang terlalu panjang,
vaskularisasi yang tidak baik dan letaknya yang mudah terjadi apendisitis. Hal ini juga dihubungkan dengan
kebiasaan makanan dalam keluarga terutama dengan diet rendah serat dapat memudahkan terjadinya fekolith
dan mengakibatkan obstruksi lumen.
4. Faktor ras dan diet
Faktor ras berhubungan dengan kebiasaan dan pola makanan sehari-hari. Bangsa kulit putih yang dulunya pola
makan rendah serat mempunyai resiko lebih tinggi dari Negara yang pola makannya banyak serat. Namun saat
sekarang, kejadiannya terbalik. Bangsa kulit putih telah merubah pola makan mereka ke pola makan tinggi serat.
Justru Negara berkembang yang dulunya memiliki tinggi serat kini beralih ke pola makan rendah serat, memiliki
resiko apendisitis yang lebih tinggi.

5. Faktor infeksi saluran pernapasan


Setelah mendapat penyakit saluran pernapasan akut terutama epidemi influenza dan pneumonitis, jumlah kasus
apendisitis ini meningkat. Namun, hati-hati karena penyakit infeksi saluran pernapasan dapat menimbulkan
seperti gejala permulaan apendisitis.

2.4 Patofisiologi
Obstruksi lumen Appendiks adalah titik awal munculnya gangren atau perforasi appendisitis. Walau
bagaimanapun pada beberapa kasus appendisitis yang dini lumen appendiks masih utuh walaupun sudah ada
inflamasi mukosa dan hiperplasia limfoid.
Agen infeksi seperti virus (terbanyak) akan mengawali respon inflamasi pada lumen appendiks yang sempit
sehingga timbul obstruksi luminal. Obstruksi dengan sekresi mukosa yang terus menerus dan eksudat inflamasi
akan meningkatkan tekanan intraluminal, ini akan menghambat aliran limfa. Luminal Capacity Appendic adalah
0.1 ml, bila sekresinya 0.5ml sahaja distal terhadap obstruksi akan meningkatkan tekanan intraluminal 50cm
H20.5,6

Mukosa dari appendiks mempunyai sifat khusus dimana ia masih dapat menghasilkan sekresi pada tekanan yang
tinggi sehingga distensi dari lumen akan terus meningkat. Distensi ini akan merangsang ujung saraf viseral yang
mensarafi appendiks sehingga muncul nyeri. Nyeri awalnya dirasakan pada umbilikal dan kwadran bawah
epigastrium dengan nyerinya yang tumpul dan difus. Nyeri ini dirasakan pada umbilikal karena persarafan
appendiks berasal dari Thorakal 10 yang lokasinya pada umbilikal. Maka nyeri pada umbilikal merupakan suatu
Reffered Pain.5,6

Distensi dari appendiks juga akan meningkatkan peristalsis usus sehingga menimbulkan nyeri kolik. Distensi
appendiks dengan mukus ini dikenali dengan Mucocele Appendiks. Selain faktor-faktor ini kuman komensal
dalam appendiks yang bermultiplikasi juga akan meningkatkan distensi dari appendiks. Pada kondisi ini resolusi
dapat terjadi dengan spontan atau dengan antibiotik. Apabila penyakitnya berlanjut, distensi appendiks yang
semakin bertambah ini akan menyebabkan obstruksi vena dan iskemia pada dinding appendiks.

Tekanan dalam lumen yang semakin meningkat akan meningkatkan tekanan vena dan menyebabkan oklusi
venula dan kapiler, tetapi aliran arteriol tidak terganggu sehingga akan menimbulkan kongesti vaskular
appendiks. Kongesti ini akan menimbulkan refleks nausea dan muntah diikuti dengan nyeri viseral ynag
semakin meningkat.

Selanjutnya apabila serosa dari appendiks mulai terganggu ,diikuti dengan kehadiran Muscularis Hiatus dan
peritonitis lokal, akan menimbulkan gejala nyeri alih ke kuadran kanan bawah. Bila invasi dari bakteri
bertambah dalam, akan muncul gejala-gejala demam, takikardia dan leukositosis akibat absorbsi toxin bakteri
dan produk dari jaringan yang mati.

Peritonitis merupakan komplikasi yang sangat dikwatirkan pada appendisitis akut. Peritonitis terjadi akibat
migrasi bebas bakteri melalui dinding appendiks yang iskemik, perforasi gangren appendiks atau melalui abses
appendiks yang lanjut. Faktor-faktor yang mempermudah terjadinya peritonitis adalah usia lanjut,
immunosupresi, diabetes mellitus, obstruksi fecalit pada lumen appendiks, pelvic appendic dan riwayat operasi
abdomen, karena ini mengurangi kemampuan omentum untuk menutupi penyebaran kontaminan peritonitis.

Pasien dengan faktor-faktor di atas lebih mudah mengalami perburukan klinis yang berakhir dengan peritonitis
diffuse dan Sindroma Septik Sistemik.
2.4.1 Apendisitis Akut Katarhalis
Bila terjadi obstruksi, sekresi mukosa menumpuk dalam lumen apendiks, terjadi peninggian tekanan dalam
lumen, tekanan ini mengganggu aliran limfe, mukosa apendiks jadi menebal, edem dan kemerahan. Pada
apendiks edema mukosa ini mulai terlihat dengan adanya luka-luka kecil pada mukosa.

2.4.2 Apedisitis Akut Purulenta


Tekanan dalam lumen yang terus bertambah yang disertai edema, menyebabkan terbendungnya aliran vena pada
dinding apendiks dan menimbulkan thrombus. Hal ini akan memperberat iskemik dan edema pada apendiks.
Bakteri yang dalam normal terdapat di daerah ini berinvasi ke dalam dinding, menimbulkan infeksi serosa,
sehingga serosa jadi suram, karena dilapisi eksudat dan fibrin. Karena infeksi akan terbentuk nanah terjadi
peritonitis lokal.

2.4.3 Apendisitis Akut Gangrenosa


Bila tekanan dalam lumen terus bertambah, aliran darah arteri mulai terganggu terutama bagian ante mesentrial
yang peredarannya paling minimal, hingga terjadi infrak dan ganggren.

2.4.4 Apendisitis Perforata


Bila apendiks yang sudah ganggren itu pecah, terjadilah perofasi.

2.4.4 Apedisitis Infiltrat yang Fixed


Perforasi yang terjadi pada daerah ganggren sehingga nanah dan produksi infeksi mengalir ke dalam rongga
perut dan menyebabkan peritonitis generalisata serta abses sekunder. Bila mekanisme pertahanan tubuh cukup
baik, tubuh berusaha melokalisir tempat infeksi tersebut dengan cara membentuk walling off oleh omentum,
usus halus, sekum, kolon dan peritoneum, yaitu membentuk gumpalan masa phlegmon yang melekat erat satu
dengan yang lainnya. Dalam keadaan ini tubuh berhasil melokalisir daerah infeksi secara sempurna.

2.4.5 Apendisitis Abses


Bila masa lokal yang terbentuk berisi nanah.

2.4.6 Apendsitis Kronis


Jika apendisitis infiltrat menyembuh dengan adanya gejala hilang timbul.

2.5 Gambaran Klinis


Perjalanan penyakit apendisitis akut memiliki gejala yang sangat luas. gejalanya berupa gejala nyeri perut yang
difus yang sering berlokasi di epigastrium atau periumbilical area yang diikuti muntah. Setelah 4-6jam nyeri
berlokasi di kuadran kanan bawah. Namun lokasi nyeri berbeda untuk tiap tiap orang karena perbedaan letak
anatomis tiap orang.

Sebelum pemeriksaan fisik dimulai, pasien harus ditanya titik area nyeri dan mengamati tekanan jari yang
diperlukan untuk menimbulkan atau memperkuat sakitnya. Hasilnya tindakan ini sering memberikan bukti tegas
bagi iritasi peritoneum lokalisata. Anoreksia hampir selalu ditemui pada apendisitis yaitu sekitar 95% dari
pasien dan kemudian baru diikuti nyeri perut. Jika tidak ada anoreksia, diagnose pasien akan tetap
dipertanyakan. Mual ditemukan sekitar 75% dari pasien, mulanya tidak bersifat terus-menerus tapi mulanya
hanya satu sampai dua kali. Ada sebagian pasien sebelum nyeri perut dadahului oleh obstipasi dan merasakan
nyeri berkurang dengan cara buang air besar.

Tanda yang dapat kita temukan pada pemeriksaan fisik adalah sikap penderita yang dating dengan posisi
membungkuk dan bila berbaring kaki kanan sedikit ditekuk. Kita akan menemukan peningkatan suhu ringan
yaitu sekitar 37,50-38,50. Jika lebih maka ditemukan perforasi. Pasien apendisitis cenderung untik tidur
menelungkup, memegang erat sebelah kanan, setiap gerakan akan meningkatkan nyeri dan jika diminta
bergerak, akan dilakukan secara perlahan-lahan.

Pada inspeksi tidak ditemukan adanya gambaran spesifik, pada peeriksaan abdomen selelu harus dilakukan
dengan lembut untuk mendapat kepercayaan pasien dan memungkinkan deteksi peritoneum. Pemeriksaan dari
kiri ke kanan untuk menilai ridgiditas atau defans muskuler ringan. Palpasi lembut demikian tidak akan
mengeksarsbasi nyeri. Tujuan palpasi abdomen untuk mementukan apakah pasien menderita iritasi peritoneum
atau tidak. Tanda iritasi peritoniumadalah nyeri tekan lokalisata ; ridgiditas atau atau defans muskuler serta nyeri
lepas. Nyeri lepas merupakan tanda yang bermakna bagi dokter. Kalau disuruh batuk akan terasa nyeri diperut
sebelah kanan dan penderita dapat menunjukan nyeri dari umbilicus dan pindah serta menetap pada perut
sebelah kanan bawah. Ada ditemukan beberapa macam tanda diantaranya McBurneys Sign, Rovsings Sign,
Psoas Sign, Obturator Sign dan Mefaddens Sign. Letak nyeri pada apendisitis akut diproyeksikan dengan
dengan titik McBurney, titik ini terletak pada 5-2 inch dari procesus spinosus anterior pada ileum diatas garis
lurus yang menghubungkan antara procesus dengan umbilicus.

Pada Rovsings Sign nyeri pada saat palpasi pada kuadran kanan dan kiri bawah, karena terjadi penekanan oleh
udara yang menunjukan adanya iritasi peritoneal. Ketahanan otot pada saat palpasi sering dihubungkan dengan
tingkat keparahan proses radang. Tanda psoas dilakukan dengan cara penderita berbaring, paha difleksikan akan
terasa nyeri karena otot psoas berkontak dengan peritoneum dekat apendiks. Keadaan ini khas pada difleksikan
dan diemdorotasikan dengan otot obturator interna. McFaden Sign dilakukan dengan cara apendiks posisis
pelvis bisa merangsang kandung kening, sering pada anak anak terjadi miksi setelah nyeri.

Tanda tanda yang dapat kita temukan pada pemeriksaan fisik adalah sikap penderita yang datang dengan posisi
membungkuk dan bila berbaring kaki kanan sedikti ditekuk. Kita akan menemukan peningkatan suhu ringan
yaitu sekitar 37,5-38,5 0C. Jika lebih maka akan terjadi perforasi. Pasien apendisitis cenderung untuk tidur
menelungkup, memegang erat sebelah kanan, setiap gerakan akan meningkatkan nyeri dan jika diminta
bergerak, akan dilakukan secara perlahan-lahan.

Pada inspeksi tidak ditemukan adanya gambaran spesifik. Pemeriksaan fisik abdomen selalu harus dilakukan
dengan lembut untuk mendapatkan kepercayaan pasien dan memungkinkan untuk deteksi tanda peritoneum.
Pemeriksaan dari kiri ke kanan dapat menilai rigiditas atau defans meskuler ringan. Palpasi lembut demikian
tidak mengeksaserbasi nyeri-nyeri dalam area nyeri tekan maksimum. Tujuan palpasi abdomen untuk
menentukan apakah pasien menderita iritasi peritoneum atau tidak. Tanda iritasi peritoneumadalah nyeri tekan
lokalisata, rigiditas atau defans muskuler serta nyeri lepas. Nyeri lepas merupakan tanda yang bermakna bagi
dokter.

Jika batuk akan terasa nyeri di perut sebelah kanan dan penderita dapat menunjukkan nyeri dari umbilicus dan
pindah serta menetap pada perut kanan bawah. Ada ditemukan beberapa macam tanda diantaranya Mc Burneys
Sign, Rovsings Sign, Psoas Sign, Obturator Sign dan Mc Fadden Sign. Letak nyeri pada apendisitis akut
diproyeksikan dengan titik Mc Burney, dimana titik ini terletak pada 5-2 inchi dari procesus dengan umbilicus.
Pada Rovsings nyeri pada saat palpasi pada quadrant kanan dan kiri bawah, karena terjadi penekanan oleh
udara menunjukkan adanya iritasi peritoneal. Ketahanan otot pada saat palpasi sering dihubungkan dengan
tingkat keparahan proses radang. Tanda psoas berkontak dengan peritoneum dekat apendik. Keadaan ini khas
pada difleksikan dan diendorotasikan, akan terasa nyeri karena terjadi kontak apendiks denagn otot obrurator
interna. Mc Faddens Sign dilakukan denagn cara pada apendiks posisi pelvis bisa merangsang kandung
kencing, sering pada anak-anak terjadi miksi setelah nyeri.

Diagnosis klinis apendisitis akut masih bisa salah 15%-20% walaupun telah dilakukan pemeriksaan dilakukan
dengan teliti dam cermat. Angka ini tinggi untuk pasien perempuan dibanding laki-laki. Hal ini disebabkan
perempuan yang masih muda sering memiliki gejala yang mirip apendisitis akut. Keluhan itu biasanya berasal
dari genetalia internal oleh karena ovulasi, radang perlvis dan lain-lain.
Untuk lebih memudahkan diagnosis klinis apendisitis, para klinisi telah berhasil mengembangkan berbagai
metode diagnosis. Salah satunya adalah dengan menggunakan indeks alvarado, berikut adalah indeks alvarado:

Dari tabel di atas dapat ditarik kesimpulan dengan menjumlah setiap skor, kemudian kemungkinan diagnosis
apendisitis adalah berdasarkan pembagian interval nilai yang diperoleh tersebut.

1. Skor >8 : Berkemungkinan besar menderita apendisitis. Pasien ini dapat langsung diambil tindakan
pembedahan tanpa pemeriksaan lebih lanjut. Kemudian perlu dilakukan konfirmasi dengan pemeriksaan
patologi anatomi.

2. Skor 2-8 : Tingkat kemungkinan sedang untuk terjadinya apendisitis. Pasien ini sbaiknya dikerjakan
pemeriksaan penunjang seperti foto polos abdomen ataupun CT scan.

3. Skor <2 : Kecil kemungkinan pasien ini menderita apendisitis. Pasien ini tidak perlu untuk di evaluasi lebih
lanjut dan pasien dapat dipulangkan dengan catatan tetap dilakukan follow up pada pasien ini.

Diagnosa klinis intra apendisitis akut, menurut Cloud dan Boyd dapat dibagi menjadi beberapa tingkat sesuai
dengan perubahan dan tingkat peradangan apendiks, yaitu:

1. Apendisitis Akut Sederhana


Gejalanya diawali dengan rasa kurang enak di ulu hati / daerah pusat, mungkin disertai dengan kolik, muntah,
kemudian anoreksia, malaise, dan demam ringan. Pada fase ini seharusnya didapatkan adanya leukositosis. Pada
fase ini apendiks dapat terlihat normal, hiperemi atau udem, tak ada eksudet serosa.

2. Apendisitis Akut Supurativa


Ditandai dengan adanya rangsangan peritoneum lokal seperti nyeri tekan, nyeri lepas di titik McBurney, adanya
defans muskuler dan nyeri pada gerak aktif dan pasif. Nyeri dan defans muskuler dapat teIjadi pada seluruh
perut disertai dengan tanda-tanda periotnitis umum, seperti demam tinggi. Bila perforasi barn terjadi, Leukosit
akan pergi ke jaringan-jaringan yang meradang tersebut, maka mungkin kadar leukosit di dalam darah dapat
turun, sebab belum sempatnya tubuh merespon kebutuhan leukosit yang tiba-tiba meninggi.

Namun setelah tubuh sempat merespon kebutuhan ini maka jumlah leukosit akan meninggi di dalam darah tepi.
Apendisitis akut supurativa ini kebanyakan terjadi karena adanyaobstruksi. Apendiks dan meso apendiks udem,
hiperemi, dan di dalam lumen terdapat eksudat fibrinopurulen.

3. Apendisitis Akut Gangrenosa


Tampak apendiks udem, hiperemis, dengan gangren pada bagian tertentu, dinding apendiks berwama ungu,
hijau keabuan atau merah kehitamann. Pada apendiksitis akut gangrenosa ini bisa terdapat mikroperforasi.

4. Apendisitis Akut Perforasi


Pada dinding apendiks telah teIjadi ruptur, tampak daerah perforasi yang dikelilingi oleh jaringan nekrotik.

5. Apendisitis Akut Abses


Abses akan timbul di fossa iliaka kanan lateral dekat caecum, retrocaecal dan pelvis. Mengandung pus yang
sangat banyak dan berbau.

Komplikasi yang paling sering ditemukan adalah perforasi, baik berupa perforasi bebas maupun perforasi pada
apendiks yang telah mengalami pendindingan sehingga berupa massa yang terdiri dari kumpulan apendiks,
sekum dan keluk usus.

1. Perforasi
Perforasi disebabkan keterlambatan penanganan terhadap paslen apendisitis akut. Perforasi disertai dengan nyeri
yang lebih hebat dan demam tinggi (sekitar 38,3 0C). Biasanya perforasi tidak terjadi pada 12 jam pertama.
Pada apendiktektomi yang dilakukan pada pasien usia kurang dari 10 tahun dan lebih dari 50 tahun, ditemukan
50 % nya telah mengalami perforasi . Akibat perforasi ini sangat bervariasi mulai dari peritonitis umum, sampai
hanya berupa abses kecil yang tidak akan mempengaruhi manifestasi kliniknya.

2. Peritonitis
Peritonitis lokal dapat disebabkan oleh mikroperforasi sementara peritonitis umum dikarenakan telah terjadinya
perforasi yang nyata. Bertambahnya nyeri dan kekakuan otot, ketegangan abdomen dan adinamic ileus dapat
ditemui pada pasien apendisitis dengan perforasi.

3. Apendikal abses (massa apendikal)


Perforasi yang bersifat lokal dapat terjadi saat infeksi periapendikal diliputi oleh omentum dan viseral yang
berdekatan . Manifestasi kliniknya sarna dengan apendisitis biasa disertai dengan ditemukannya massa di
kwadran kanan bawah. Pemeriksaan USG dan CT scan bermanfaat untuk menegakan diagnosis.
4. Pielofleblitis
Pielofleblitis adalah trombofleblitis yang bersifat supuratif pada sistem vena portal. Dernam tinggi, menggigil,
ikterus yang samar-samar, dan nantinya dapat ditemukan abses hepar, merupakan pertanda telah tetjadinya
komplikasi ini. Pemeriksaan untuk menemukan trombosis dan udara di vena portal yang paling baik adalah CT
scan.

Pada beberapa keadaan apendisitis akut agak sulit di diagnosis sehingga tidak ditangani pada waktunya dan
terjadi kornplikasi misalnya:

- Pada anak, biasanya diawali dengan rewel, tidak mau makan, tidak bisa melukiskan nyerinya, sehingga dalam
beberapa jam kemudian terjadi muntah-muntah, lemah dan letargi. Gejala ini tidak khas pada anak sehingga
apendisitis diketahui setelah terjadi komplikasi.

- Pada wanita hamil, biasanya keluhan utamanya adalah nyeri perut mual dan muntah. Pada wanita hamil
trimester pertama juga terjadi mual muntah. Pada kehamilan lanjut sekum dengan apendiks terdorong ke
kraniolateral sehingga keluhan tidak dirasakan di perut kanan bawah tetapi ke regio lumbal kanan.

- Pada usia lanjut, gejalanya sering samar-samar sehingga sering terjadi terlambat diagnosis. Akibatnya lebih
dari separuh penderita yang datang mengalami perforasi.

Hal yang dilakukan untuk mendiagnosa apendisitis adalah pemeriksaan melalui anus. Pemeriksaan ini
merupakan pemeriksaan fisik yang paling akhir dilakukan, karena kurang penting dibandingkan dengan
pemeriksaan abdomen. Dapat untuk menduga posisi apendiks yang meradang tersebut.

Pemeriksaan masih diperlukan untuk apendisitis akut. Tes laboratorium untuk apendisitis akut bersifat
nonspesifik. Nilai hitung leukosit pada 90% pasien apendisitis akut yang lebih dari 100.000 permikroliter dan
kebanyakan juga pergeseran ke kiri dalam hitung jenis (Sabiston, 1994). Nilai ambang untuk leukosit yaitu
sekitar 10.000 sampai 18.000 mm3. jika nilai lebih dari nilai ambang yang di atas maka berkemungkinan
terjadinya apendisitis yang perforasi dengan abses ataupun tanpa abses.

Seringkali penelitian sebelumnya, penghitungan sel darah putih yang normal bisa didapat pada awal penyakit
dan peningkatan mungkin diantisipasi sesuai dengan keparahan penyakit. karena alasan ini, ukuran berkala dari
penghitungan sel darah putih bisa meragukan pembuktian dari keakutan dari tes. Berdasarkan keadaan klinis,
harusnya diperlihatkan secara rutin yaitu:

a. Analisa urin
Test ini bertujuan untuk meniadakan batu ureter dan untuk evaluasi kemungkinan dari infeksi saluran kemih
sebagai akibat dari nyeri perut bawah.

b. Pengukuran enzim hati dan tingkatan amilase ini membantu mendiagnosa peradangan hati, kandung
empedu dan pancreas jika nyeri dilukiskan pada perut bagian tengah bahkan kuadrant kanan atas.

c. Serum B-HCG untuk memeriksa adanya kemungkinan kehamilan.

d. Pemeriksaan radiologi terdiri dari pemeriksaan ultrasonografi dan CT-scan. Pada pemeriksaan
ultrasonografi ditemukan bagian memanjang pada tempat yang terjadi inflamasi pada apendiks. Sedangkan pada
pemeriksaan CT-scan ditemukan bagian yang menyilang dengan apendikalit serta perluasan dari apendiks yang
mengalami inflamasi serta adanya pelebaran sekum.

Kebanyakan kasus apendisitis akut didiagnosa tanpa memperlihatkan kelainan radiologi. Kelainan rongtenollogi
yang menggambarkan apendisitis akut dini adalah deus ringan apendikolitiasis. Foto polos bisa memperlihatkan
densitas jaringan lunak dalam kuadran kanan bawah, bayangan psoas kanan abnormal, gas dalam lumen
apendiks dan ileus lebih menonjol. Foto pada keadaan berbaring bermanfaat dalam mengevaluasi keadaan-
keadaan patologi yang meniru apendisitis akut. Contohnya udara bebas intra . peritoneum yang
mendokumentasi perforasi berongga seperti duodenum atau kolon.

Kelainan berupa radioopaq, benda asing serta batas udara cairan di dalam usus yang menunjukkan obstruksi
usus. Sejumlah laporan tentang manfaat enema barium telah jelas mencakup beberapa komplikasi. Pemeriksaan
enema barium jelas tidak diperlukan dalam kebanyakan kasus apendisitis akut dan mungkin harus dicadangkan
bagi kasus yang lebih rumit, terutama yang dengan resiko operasinya berlebihan.

2.6 Differensial Diagnosa


Diagnosis appendisitis memiliki kemiripan dengan diagnosa penyakit lainnya, karena itulah pada sekitar 15-
20% kasus terjadi kesalahan diagnosis klinis. Penyakit yang memiliki gejala mirip antara lain:

2.6.1 Gastroenteritis
Terjadi mual, muntah, diare mendahului rasa sakit. Sakit perut lebih ringan dan terbatas tegas. Hiperperistaltis
sering ditemukan. Panas dan leukosit kurang menonjol dibandingkan apendisitis akut. laboratorium biasanya
normal karena hitung normal.

2.6.2 Limfedenitis Mesenterika


Biasanya didahului oleh enteritis atau gastroenteritis ditandai dengan sakit perut, terutama kanan disertai dengan
perasaan mual, nyeri tekan, perut samar terutama kanan.

2.6.3 Demam Dengue


Dapat dimulai dengan sakit perut mirip peritonitis. Di sini didapatkan hasil positif untuk Rumple Leed,
trombositopeni, hematokrit yang meningkat.

2.6.4 Infeksi Panggul


Salpingitis akut kanan sering dikacaukan dengan apendisitis akut. Suhu biasanya lebih tinggi daripada
apendisitis dan nyeri perut bagian bawah lebih difus. Infeksi panggul pada wanita biasanya disertai keputihan
dan infeksi urin. Pada gadis dapat dilakukan pemeriksaan melalui dubur jika perlu untuk diagnosis banding.
Rasa nyeri pada pemeriksaan melalui vagina jika uterus diayunkan.

2.6.5 Gangguan alat kelamin perempuan


Folikel ovarium yang pecah dapat memberikan nyeri perut kanan bawah pada pertengahan siklus menstruasi.
Tidak ada tanda radang dan nyeri biasa hilang dalam waktu dalam 24 jam, tetapi mungkin dapat mengganggu
selama dua hari, pada anamnesis nyeri yang sama pernah timbul lebih dahulu.

2.6.6 Kehamilan di luar kandungan


Hampir selalu ada riwayat terlambat haid dengan keluhan tidak yang tidak menentu Ruptur tuba, abortus
kehamilan di luar rahim disertai pendarahan maka akan timbul nyeri mendadak difus di pelvis dan bisa terjadi
syok hipovolemik. Nyeri dan penonjolan rongga Douglas didapatkan pada pemeriksaan vaginal dan didapatkan
pada kuldosintesis.

2.6.7 Divertikulosis Meckel


Gambaran klinisnya hampir serupa dengan apendisitis akut. Pembedaan sebelum operasi hanya teoritis dan tidak
perlu, sejak diverticulosis Meckel dihubungkan dengan komplikasi yang rnirip pada apendisitis akut dan
diperlukan pengobatan serta tindakan bedah yang sama.

2.6.8 Intussusception
Ini harus dibedakan dengan apendisitis akut karena pengobatan berbeda umur pasien sangat penting, apendisitis
jarang pada umur di bawah 2 tahun sedangkan hampir seluruh Intususception idiopatik terjadi di bawah umur 2
tahun.

2.6.9 Ulkus Peptikum yang Perforasi


Ini sangat mirip dengan apendisitis jika isi gastroduodenum terbalik mengendap turun ke daerah usus bagian
kanan (Saekum).

2.6.10 Batu Ureter


Jika diperkirakan mengendap dekat apendiks, ini menyerupai apendisitis retrocecal. Nyeri menjalar ke labia,
scrotum, atau penis, hematuria dan / atau demam atau leukosotosis membatu. Pielography biasanya untuk
mengkofirmasi diagnosa.

2.7 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pasien dengan apendisitis akut meliputi terapi medis dan terapi bedah. Terapi medis terutama
diberikan pada pasien yang tidak mempunyai akses ke pelayanan bedah, dimana pada pasien diberikan
antibiotik. Namun sebuah penelitian prospektif menemukan bahwa dapat terjadi apendisitis rekuren dalam
beberapa bulan kemudian pada pasien yang diberi terapi medis saja. Selain itu terapi medis juga berguna pada
pasien apendisitis yang mempunyai risiko operasi yang tinggi.

Namun pada kasus apendisitis perforasi, terapi medis diberikan sebagai terapi awal berupa antibiotik dan
drainase melalui CT-scan pada absesnya. The Surgical Infection Society menganjurkan pemberian antibiotik
profilaks sebelum pembedahan dengan menggunakan antibiotik spektrum luas kurang dari 24 jam untuk
apendisitis non perforasi dan kurang dari 5 jam untuk apendisitis perforasi.

Penggantian cairan dan elektrolit, mengontrol sepsis, antibiotik sistemik adalah pengobatan pertama yang utama
pada peritonitis difus termasuk akibat apendisitis dengan perforasi.

1. Cairan intravena
cairan yang secara massive ke rongga peritonium harus di ganti segera dengan cairan intravena, jika terbukti
terjadi toxix sistemik, atau pasien tua atau kesehatan yang buruk harus dipasang pengukur tekanan vena central.
Balance cairan harus diperhatikan. Cairan atau berupa ringer laktat harus di infus secara cepat untuk
mengkoreksi hipovolemia dan mengembalikan tekanan darah serta pengeluaran urin
pada level yang baik. Darah di berikan bila mengalami anemia dan atau dengan perdarahan secara bersamaan.

2. Antibiotik
Pemberian antibiotik intraven diberikan untuk antisipasi bakteri patogen, antibiotik initial diberikan termasuk
gegerasi ke 3 cephalosporins, ampicillin sulbaktam, dll, dan metronidazol atau klindanisin untuk kuman
anaerob. Pemberian antibiotik postops harus di ubeah berdasarkan kulture dan sensitivitas. Antibiotik tetap
diberikan sampai pasien tidak demam dengan normal leukosit. Setelah memperbaiki keadaan umum dengan
infus, antibiotik serta pemasangan pipa nasogastrik perlu di lakukan pembedahan sebagai terapi definitif dari
appendisitis perforasi.

Perlu dilakukan insisi yang panjang supaya mudah dilakukan pencucian rongga peritonium untuk mengangkat
material seperti darah, fibrin serta dilusi dari bakteria. Pencucian cukup dengan larutan kristaloid isotonis yang
hangat, penambahan antiseptik dan antibiotik untuk irigasi cenderung tidak berguna bahkan malah berbahaya
karena menimbulkan adhesive (misal tetrasiklin atau provine iodine), anti biotik yang diberikan secara
parenteral dapat mencapai rongga peritonium dalam kadar bakterisid.

Tapi ada juga ahli yang berpendapat bahwa dengan penambahan tetrasiklin 1 mg dalam 1 ml larutan garam
dapat mengendalikan sepsis dan bisul residual, pada kadar ini antibiotik bersifat bakterisid terhadap kebanyakan
organisme. Walaupun sedikit membuat kerusakan pada permungkaan peritonial tapi tidak ada bukti bahwa
menimbulkan resiko perlengketan. Tapi zat lain seperti iodine tidak populer. Setelah pencucian seluruh cairan di
rongga peritonium seluruh cairan harus diaspirasi.

Terapi bedah meliputi apendiktomi dan laparoskopik apendiktomi. Apendiktomi terbuka merupakan operasi
klasik pengangkatan apendiks. Mencakup Mc Burney, Rocke-Davis atau Fowler-Weir insisi. Dilakukan diseksi
melalui oblique eksterna, oblique interna dan transversal untuk membuat suatu muscle spreading atau muscle
splitting, setelah masuk ke peritoneum apendiks dikeluarkan ke lapangan operasi, diklem, diligasi dan dipotong.
Mukosa yang terkena dicauter untuk mengurangi perdarahan, beberapa orang melakukan inversi pada ujungnya,
kemudian sekum dikembalikan ke dalam perut dan insisi ditutup.
Laparoskopik apendiktomi mulai diperkenalkan pada tahun 1987, dan telah sukses dilakukan pada 90-94%
kasus apendisitis dan 90% kasus apendisitis perforasi. Saat ini laparoskopik apendiktomi lebih disukai.
Prosedurnya, port placement terdiri dari pertama menempatkan port kamera di daerah umbilikus, kemudian
melihat langsung ke dalam melalui 2 buah port yang berukuran 5 mm. Ada beberapa pilihan operasi, pertama
apakah 1 port diletakkan di kuadran kanan bawah dan yang lainnya di kuadran kiri bawah atau keduanya
diletakkan di kuadran kiri bawah. Sekum dan apendiks kemudian dipindahkan dari lateral ke medial. Berbagai
macam metode tersedia untuk pengangkatan apendiks, seperti dectrocauter, endoloops, stapling devices.

Mengenai pemilihan metode tergantung pada ahli bedahnya. Apendiks kemudian diangkat dari abdomen
menggunakan sebuah endobag. Laparoskopik apendiktomi mempunyai beberapa keuntungan antara lain bekas
operasinya lebih bagus dari segi kosmetik dan mengurangi infeksi pascabedah. Beberapa penelitian juga
menemukan bahwa laparoskopik apendiktomi juga mempersingkat masa rawatan di rumah sakit. Kerugian
laparoskopik apendiktomi antara lain mahal dari segi biaya dan juga pengerjaannya yang lebih lama, sekitar 20
menit lebih lama dari apendiktomi terbuka. Namun lama pengerjaanya dapat dipersingkat dengan peningkatan
pengalaman. Kontraindikasi laparoskopik apendiktomi adalah pada pasien dengan perlengketan intra-abdomen
yang signifikan.

2.8 Komplikasi
Komplikasi yang sering ditemukan adalah infeksi, perforasi, abses intra abdominal/pelvis, sepsis, syok,
dehisensi. Perforasi yang ditemukan baik perforasi bebas maupaun perforasi pada apendiks yang telah
mengalami pendindingan, sehingga membentuk massa yang terdiri dari kumpulan apendiks, sekum dan keluk
usus. Tujuan utama dari pencegahan tersier yaitu mencegah terjadinya komplikasi yang lebih berat seperti
komplikasi intra-abdomen. Komplikasi utama adalah infeksi luka dan abses intraperitonium. Bila diperkirakan
terjadi perforasi maka abdomen dicuci dengan garam fisiologis atau antibiotik. Pasca appendektomi diperlukan
perawatan intensif dan pemberian antibiotik dengan lama terapi disesuaikan dengan besar infeksi intra-
abdomen.

2.9 Prognosis
Bila ditangani dengan baik, prognosis apendiks adalah baik. Secara umum angka kematian pasien apendiks akut
adalah 0,2-0,8%, yang lebih berhubungan dengan komplikasi penyakitnya daripada akibat intervensi tindakan.

PENUTUP
Dari pengertian diatas dapat simpulkan bahwa apendiks adalah termasuk ke dalam salah satu organ sistem
pencernaan yang terletak tepat dibawah dan melekat pada sekum yang berfungsi sebagai imun. Apendisistis
merupakan inflamasi akut pada apendiks yang disebabkan oleh fekalit (massa keras dari feces), tumor atau
benda asing di dalam tubuh, namun ulserasi mukosa oleh parasit E.

Histolytica juga dapat menyebabkan apendisitis. Gaya hidup individu pun dapat menyebabkan terjadinya
apendisitis, kebiasaan individu mengkonsumsi makanan rendah serat dapat menyebabkan konstipasi yang akan
menyebabkan meningkatnya tekanan intraluminal yang berakibat timbulnya sumbatan fungsional apendiks dan
meningkatnya pertumbuhan kuman flora kolon biasa dan terjadilah apendisitis.

Dalam menangani usus buntu sebaiknya jangan terlalu banyak makan zat non hidrohenik, seperti cabai-cabaian.
Bila sering makan satu cabai, maka zat ini akan awet dalam tubuh sampai meninggal dunia, tidak keluar;
kenyang terus; sehingga tidak ada gantian zat. Tetapi bila cabai dibuat sambal dengan seluruh jenis cabai merah,
cabai hijau, cabai kuning; cabai hitam dan lain-lain, maka tidak berpengaruh terhadap kesehatan tubuh. Pasca
operasi hindari makan makanan yang dapat menyebabkan alergi, konsumsi makanan anti-oksidan (tomat, dll.)
Hindari konsumsi makanan yang menstimulasi (kopi, alkohol, rokok), dan minum air 6-8 gelas/hari.

Anda mungkin juga menyukai