Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN DENGAN GANGGUAN SISTEM MUSKULOSKLETAL

”CLOSED FRACTURE LEFT NECK FEMUR” DI RUANG PERAWATAN L4BB


RSUP DR. WAHIDIN SUDIROHUSODO MAKASSAR
TANGGAL 24 – 29 JANUARI 2022

OLEH
IMELDA, S.Kep
Ns 21.023

CI LAHAN CI INSTITUSI

(…………………….......………….) (……...……………………………)

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN LAKIPADADA


PROGRAM STUDI PROFESI NERS
2021
LAPORAN PENDAHULUAN
”CLOSED FRACTURE LEFT NECK FEMUR”

A. KONSEP MEDIS
1. DEFENISI
a. Fraktur
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas atau hilangnya kontinuitas tulang, tulang
rawan, baik yang bersifat total maupun sebagian, biasanya disebabkan oleh trauma.
Fraktur dibagi atas dua, yaitu fraktur tertutup dan fraktur terbuka. Fraktur tertutup
(simple) yaitu bila kulit yang tersisa diatasnya masih intak (tidak terdapat hubungan
antara fragmen tulang dengan dunia luar), sedangkan fraktur terbuka (compound)
yaitu bila kulit yang melapisinya tidak intak dimana sebagian besar fraktur jenis ini
sangat rentan terhadap kontaminasi dan infeksi.
b. Patah Tulang Tertutup
Didalam buku Kapita Selekta Kedokteran tahun 2000, diungkapkan bahwa patah
tulang tertutup adalah patah tulang dimana tidak terdapat hubungan antara fragmen
tulang dengan dunia luar. Pendapat lain menyatidakan bahwa patah tulang tertutup
adalah suatu fraktur yang bersih (karena kulit masih utuh atau tidak robek) tanpa
komplikasi (Handerson, M. A, 2010.
c. Fraktur left neck (leher) femur adalah tempat yang paling sering terkena fraktur pada
usia lanjut. Ada beberapa variasi insiden terhadap ras. Fraktur collum femur lebih
banyak pada populasi kulit putih di Eropa dan Amerika Utara. Insiden meningkat
seiring dengan bertambahnya usia. Sebagian besar pasien adalah wanita berusia tujuh
puluh dan delapan puluhan.

2. ETIOLOGI
Penyebab Fraktur Suprakondiler Femur Adalah :
a. Trauma :
 Langsung (kecelakaan lalulintas)
 Tidak langsung (jatuh dari ketinggian dengan posisi berdiri/duduk sehingga
terjadi fraktur tulang belakang )
b. Patologis : Metastase dari tulang
c. Degenerasi : Osteoporosis
d. Spontan : Terjadi tarikan otot yang sangat kuat.

3. KLASIFIKASI
a) Lokasi anatomi:
 Subcapital (paling sering)
 Transcervical
 Basicervical
b) Klasifikasi yang paling bermanfaat adalah Garden dimana klasifikasi ini dibuat
berdasarkan pergeseran yang nampak pada hasil sinar-x sebelum reduksi.
- Garden Type I : fraktur inkomplit, termasuk fraktur abduksi dimana caput femoris
miring ke arah valgus yang berhubungan dengan collum femoris
- Garden Type II : fraktur komplit, namun tidak terdapat pergeseran
- Garden Type III: fraktur komplit disertai pergeseran parsial
- Garden Type IV: fraktur komplit dengan pergeseran keseluruhan

4. JENIS-JENIS FRAKTUR
a. Menurut jumlah garis fraktur :
 Simple fraktur (terdapat satu garis fraktur)
 Multiple fraktur (terdapat lebih dari satu garis fraktur)
 Comminutive fraktur (banyak garis fraktur/fragmen kecil yang lepas)
b. Menurut luas garis fraktur :
 Fraktur inkomplit (tulang tidak terpotong secara langsung)
 Fraktur komplit (tulang terpotong secara total)
 Hair line fraktur (garis fraktur hampir tidak tampak sehingga tidak ada perubahan
bentuk tulang)

c. Menurut bentuk fragmen :


 Fraktur transversal (bentuk fragmen melintang)
 Fraktur obligue (bentuk fragmen miring)
 Fraktur spiral (bentuk fragmen melingkar)

d. Menurut hubungan antara fragmen dengan dunia luar :


 Fraktur terbuka (fragmen tulang menembus kulit), terbagi 3 :
I. Pecahan tulang menembus kulit, kerusakan jaringan sedikit, kontaminasi ringan,
luka <1 cm.
II. Kerusakan jaringan sedang, resiko infeksi lebih besar, luka >1 cm.
III. Luka besar sampai ± 8 cm, kehancuran otot, kerusakan neurovaskuler,
kontaminasi besar.

 Fraktur tertutup (fragmen tulang tidak berhubungan dengan dunia luar)

5. GAMBARAN KLINIS
Tanda-tanda klasik fraktur:
1. Nyeri / sakit merupakan tanda-tanda fraktur yang paling umum dirasakan.
Umumnya nyeri yang dirasakan terletak pada area yang mengalami retak atau
patah.
2. Deformitas / perubahan bentuk tulang, biasanya terjadi pada jenis fraktur greenstick
atau adanya area yang menonjol dikulit pada tipe patah tulang torus atau buckle.
3. Krepitasi merupakan istilah serapan dari bahasa latin, yakni crepitus yang berarti
gemeretak. Bunyi ini dapat muncul berupa derik akibat gesekan ujung-ujung tulang
patah, juga dari pergerakan sendi. Selain itu bunyi gelembung-gelembung udara
pada emfisem subkutis bila ditekan juga merupakan krepitasi.
4. Bengkak , kemerahan , dan terasa hangat. (Nationwide Children’s Hospital)
Pembengkakan merupakan reaksi tubuh yang terjadi ketika anda mengalami cedera
akibat kecelakaan, jatuh, terpleset, dan sebagainya.
5. Pergerakan abnormal atau sulit menggerakkan area tubuh yang mengalami patah
tulang. Salah satu fungsi tulang dalam system gerak adalah memberi kemampuan
tubuh untuk bergerak. Ketika jaringan tubuh tersebut rusak, kemampuan anda untuk
menggerakkan tubuh pun menjadi menurun atau sulit menggerakkan area tubuh
yang mengalami patah tulang tersebut.
6. Echymosis (memar), dapat disebabkan oleh hal-hal diluar penyakit yang mendasari.
Contohnya meliputi trauma banda tumpul, cedera, atau baru saja diambil darahnya.
7. Kehilangan fungsi atau mati rasa di area yang patah tulang. Patah tulang akibat
cedera mungkin menunjukkan ciri-ciri atau tanda berupa mati rasa atau kesemutan
pada penderitanya, paling sering dialami pada pasien yang mengalami patah tulang
tangan dan lengan, patah tulang kaki dan tungkai.
8. Anggota gerak dalam keadaan rotasi eksterna, memendek dan ditemukan
pembengkakan pada daerah proksimal femur disertai nyeri pada pergerakan.
9. Patahu tulang pinggul : tidak mampu bangun dari jatuhdan berjalan serta kaki disisi
pinggul yang cedera menjadi lebih pendek.

6. PATOFISIOLOGI
Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik.
Kekuatan dan sudut dari tenaga tersebut, keadaan tulang itu sendiri, dan jaringan lunak
disekitar tulang akan menentukan apakah fraktur yang terjadi apakah itu lengkap atau
tidak lengkap. Fraktur lengkap terjadi apabila seluruh tulang patah, sedangkan pada
fraktur tidak lengkap tidak melibatkan seluruh
ketebalan tulang.

7. TAHAP PENYEMBUHAN TULANG


1. Hematom :
 Dalam 24 jam mulai pembekuan darah dan haematom
 Setelah 24 jam suplay darah ke ujung fraktur meningkat
 Haematom ini mengelilingi fraktur dan tidak diabsorbsi selama penyembuhan tapi
berubah dan berkembang menjadi granulasi.
2. Proliferasi sel :
 Sel-sel dari lapisan dalam periosteum berproliferasi pada sekitar fraktur
 Sel ini menjadi prekusor dari osteoblast, osteogenesis berlangsung terus, lapisan
fibrosa periosteum melebihi tulang.
 Beberapa hari di periosteum meningkat dengan fase granulasi membentuk collar
di ujung fraktur.
3. Pembentukan callus :
 Dalam 6-10 hari setelah fraktur, jaringan granulasi berubah dan terbentuk callus.
 Terbentuk kartilago dan matrik tulang berasal dari pembentukan callus.
 Callus menganyam massa tulang dan kartilago sehingga diameter tulang melebihi
normal.
 Hal ini melindungi fragmen tulang tapi tidak memberikan kekuatan, sementara itu
terus meluas melebihi garis fraktur.
4. Ossification
 Callus yang menetap menjadi tulang kaku karena adanya penumpukan garam
kalsium dan bersatu di ujung tulang.
 Proses ossifikasi dimulai dari callus bagian luar, kemudian bagian dalam dan
berakhir pada bagian tengah
 Proses ini terjadi selama 3-10 minggu.
5. Consolidasi dan Remodelling
 Terbentuk tulang yang berasal dari callus dibentuk dari aktivitas osteoblast dan
osteoklast.

8. KOMPLIKASI
a. Komplikasi umum Pasien yang berusia tua sangat rentan untuk menderita komplikasi
umum seperti thrombosis vena dalam, emboli paru, pneumonia dan ulkus dekubitus.
b. Komplikasi Awal
1) Kerusakan Arteri
Pecahnya arteri karena trauma bisa ditandai dengan tidak adanya nadi, CRT
menurun, cyanosis bagian distal, hematoma yang lebar, dan dingin pada ekstrimitas
yang disebabkan oleh tindakan emergensi splinting, perubahan posisi pada yang
sakit, tindakan reduksi, dan pembedahan.
2) Kompartement Syndrom
Kompartement Syndrom merupakan komplikasi serius yang terjadi karena
terjebaknya otot, tulang, saraf, dan pembuluh darah dalam jaringan parut. Ini
disebabkan oleh oedema atau perdarahan yang menekan otot, saraf, dan pembuluh
darah. Selain itu karena tekanan dari luar seperti gips dan embebatan yang terlalu
kuat.
Ada 5P Compartment Syndrome :
a) Pain : Nyeri
b) Pallor : Pucat
c) Paraesthesia : perubahan sensasi pada otot
d) Paralysis : Kesulitan menggerakkan otot
e) Poikilothermia : Rasa dingin pada yang mengalami compartment syndrome

3) Fat Embolism Syndrom


Fat Embolism Syndrom (FES) adalah komplikasi serius yang sering terjadi pada
kasus fraktur tulang panjang. FES terjadi karena sel-sel lemak yang dihasilkan bone
marrow kuning masuk ke aliran darah dan menyebabkan tingkat oksigen dalam darah
rendah yang ditandai dengan gangguan pernafasan, tachykardi, hypertensi,
tachypnea, demam.

4) Infeksi
System pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan. Pada trauma
orthopedic infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan masuk ke dalam. Ini biasanya
terjadi pada kasus fraktur terbuka, tapi bisa juga karena penggunaan bahan lain
dalam pembedahan seperti pin dan plat.

5) Avaskuler Nekrosis
Avaskuler Nekrosis (AVN) terjadi karena aliran darah ke tulang rusak atau
terganggu yang bisa menyebabkan nekrosis tulang dan diawali dengan adanya
Volkman’s Ischemia.
6) Shock
Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya permeabilitas
kapiler yang bisa menyebabkan menurunnya oksigenasi. Ini biasanya terjadi pada
fraktur.
c. Komplikasi Dalam Waktu Lama
1) Delayed Union
Delayed Union merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi sesuai dengan
waktu yang dibutuhkan tulang untuk menyambung. Ini disebabkan karenn\a
penurunan supai darah ke tulang.

2) Nonunion
Nonunion merupakan kegagalan fraktur berkkonsolidasi dan memproduksi
sambungan yang lengkap, kuat, dan stabil setelah 6-9 bulan. Nonunion ditandai
dengan adanya pergerakan yang berlebih pada sisi fraktur yang membentuk sendi
palsu atau pseudoarthrosis. Ini juga disebabkan karena aliran darah yang kurang.
3) Malunion
Malunion merupakan penyembuhan tulang ditandai dengan meningkatnya
tingkat kekuatan dan perubahan bentuk (deformitas). Malunion dilakukan dengan
pembedahan dan reimobilisasi yang baik.
(Black, J.M, et al, 1993
Fiksasi internal atau Open Reduction Internal Fiksasi (ORIF)
Fragmen tulang dapat diikat dengan sekrup, pen atau paku pengikat, plat logam yang
diikat dengan sekrup, paku intra meduler yang panjang (dengan atau tanpa sekrup
pengunci).

9. PENATALAKSANAAN
Pengobatan fraktur leher femur dapat berupa :
a. Konservatif dengan indikasi yang sangat terbatas Non-operatif : Fraktur
nondisplaced pada pasien mampu memenuhi pembatasan weight bearing
b. Terapi operatif
Jenis-jenis operasi:
a. Pemasangan pin
b. Pemasangan plate dan screw Fraktur leher femur
c. Artroplasti, berupa:
- Eksisi artroplasti
- Hemiartroplasti
- Artroplasti

10. PEMERIKSAAN RADIOLOGI


Pemeriksaan sinar-x pelvis posisi anteroposterior (AP) dan sinar-x proksimal
femur posisi AP dan lateral diindikasikan untuk kasus curiga fraktur collum femur. Dua
hal yang harus diketahui adalah apakah ada fraktur dan apakah terjadi pergeseran.
Pergeseran dinilai dari bentuk yang abnormal dari outline tulang dan derajat
ketidaksesuaian antara garis trabekula di kaput femur, collum femur, dan supra-
asetabulum dari pelvis. Penilaian ini penting karena fraktur terimpaksi atau fraktur yang
tidak bergeser akan mengalami perbaikan setelah fiksasi internal, sementara fraktur
dengan pergeseran memiliki angka nekrosis avaskular dan malunion yang tinggi.
Magnetic resonance imaging (MRI) saat ini merupakan pilihan pencitraan untuk
fraktur tanpa pergeseran atau fraktur yang tidak nampak di radiografi biasa. Bone scan
atau CT scan dilakukan pada pasien yang memiliki kontraindikasi MRI.
B. KONSEP DASAR KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN
Riwayat Keperawatan dan Pengkajian Fisik
Gejala-gejala fraktur tergantung pada lokasi, berat dan jumlah kerusakan pada
struktur lain. Berdasarkan klasifikasi Doenges dkk. (2009) riwayat keperawatan yang
perlu dikaji adalah:
a. Aktivitas/istirahat:
Gejala:
- Keterbatasan/kehilangan fungsi pada bagian yang terkena (mungkin segera
akibat langsung dari fraktur atau akibat sekunder pembengkakan jaringan dan
nyeri.
b. Sirkulasi:
Tanda:
- Peningkatan tekanan darah mungkin terjadi akibat respon terhadap
nyeri/ansietas, sebaliknya dapat terjadi penurunan tekanan darah bila terjadi
perdarahan.
- Takikardia
- Penurunan/tak ada denyut nadi pada bagian distal area cedera, pengisian
kapiler lambat, pucat pada area fraktur.
- Hematoma area fraktur.
c. Neurosensori:
Gejala:
- Hilang gerakan/sensasi
- Kesemutan (parestesia)
Tanda:
- Deformitas lokal, angulasi abnormal, pemendekan, rotasi, krepitasi, spasme
otot, kelemahan/kehilangan fungsi.
- Keterbatasan/kehilangan fungsi pada bagian yang terkena (mungkin segera
akibat langsung dari fraktur atau akibat sekunder pembengkakan jaringan dan
nyeri.
- Agitasi (mungkin berhubungan dengan nyeri/ansietas atau trauma lain.
d. Nyeri/Kenyamanan:
Gejala:
- Nyeri hebat tiba-tiba pada saat cedera (mungkin terlokalisasi pada area
fraktur, berkurang pada imobilisasi.
- Spasme/kram otot setelah imobilisasi.
e. Keamanan:
Tanda:
- Laserasi kulit, perdarahan
- Pembengkakan lokal (dapat meningkat bertahap atau tiba-tiba)
f. Penyuluhan/Pembelajaran:
- Imobilisasi
- Bantuan aktivitas perawatan diri
- Prosedur terapi medis dan keperawatan

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri akut b.d Agen Cedera Fisik di tandai dengan pasien tampak meringis,
gelisah
2. Gangguan mobilitas Fisik b.d kerusakan integritas struktur tulang di tandai
dengan pasien nyeri saat bergerak
3. Resiko Infeksi b.d kerusakan integritas kulit
4. Ansietas b.d terpapar informasi di tandai dengan klien tampak gelisah.
5. Devisit perawatan diri b.d gangguan muskuluskeletal ditandai dengan
tidak mampu mandi secara mandi
6. Risiko Jatuh b.d Penggunaan alat bantu berjalan
3. INTERVENSI KEPERAWATAN
No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Intervensi Keperawatan
Keperawatan Hasil (SLKI) (SIKI)
(SDKI)
1. Nyeri akut b.d agen Tujuan : Manajemen Observasi
cedera fisik d.d Nyeri a) Identifikasi local, karakteristik,
pasien tampak KH:
durasi, frekuensi, kualitas,
meringis, gelisah. Tingkat nyeri
(D.0077) a) Keluhan nyeri cukup intensitas nyeri
menurun (4) b) Identifikasi nyeri,
b) Gelisah cukup c) Indentifikasi respon nyeri non
menurun (4) verbal
c) Meringis menurun (5) d) Indentifikasi faktor yang
d) Pola tidur membaik memperberat dan
(5) memperingan nyeri
Kontrol Nyeri e) Monitor efek samping
a) Kemampuan
penggunaan analgetic
menggunakan teknik
Terapeutik
non- farmakologis (5) a) Berikan teknik nonfarmakologi
b) Dukungan orang untuk mengurangi rasa nyeri
terdekat meningkat (5) (misal.nya Tarik nafas dalam,
c) Penggunaan analgetik kompres hangat dingin)
menurun (5) b) Kontrol lingkungan yang
Penyembuhan luka memperberat rasa nyeri.
a) Pemebentukan jaringan
Edukasi
parut menurun (5) a) Jelaskan penyebab, periode
b) Peradangan luka dan pemicu nyeri,
menurun (5) b) Jelaskan strategis meredakan
c) Peningkatan suhu kulit nyeri
menurun (5) c) Anjurkan memonitor nyeri
d) Infeksi menurun (5) secara mandiri
d) Ajarkan teknik
nonfarmakologi untuk
mengurangi nyeri
Kolaborasi
a) Kolaborasi pemberian
analgetic, jika perlu
2. Resiko infeksi d.d Tujuan : integritas kulit Observasi
kerusakan integritas pasien meningkat a) Monitor tanda dan gaejala
kulit (D0142) KH : Tingkat Nyeri infeksi local dan sistemik
a) Nyeri menurun (5) Terapeutik
a) batasi jumlah pengujung
b) Kemerahan
b) Berikan perawtan kulit pada
menurun (5) area edema
c) cuci tangan sebelum dan
c) Bengkak menurun
sesudah kontak dengan pasien
(5) dan lingkungan pasien.
d) pemberian teknik aseptik pada
d) Perfusi jaringan
pasien beresiko tinggi
meningkat (5) Edukasi
a) Jelaskan tanda dan gejala
e) Kerusakn jaringan
infeksi
menurun (5)
b) Ajarkan cara mencuci tangan
f) Suhu kulit
dengan benar
membaik (5)
c) Ajarkan etika batuk
d) Anjurkan meningkatkan asupan
nutrisi
Kolaborasi
a) Kolaborasi pemberian
imunisasi , jika perlu
3. Gangguan mobilitas Tujuan : Mobilitas fisik Observasi
fisik b.d kerusakan menjadi meningkat a) Identifikasi kemampuan
integritas struktur KH :
dalam mobilisasi
tulang d.d pasien a) Pergerakan
nyeri saat bergerak b) Identifikasi toleransi fisik
eksremitas cukup
(D.00054)
melakukan pergerakan
meningkat (4)
Terapeutik
b) Kekutan otot cukup
a) Dampingi dan bantu pasien
meningkat (4)
dalam mobilisasi dan bantu
penuhi kebutuhan ADLs

Edukasi
a) Anjurkan melakukan
mobilisasi dini
b) Ajarkan mobilisasi
sederhana(menggerakan
eksremitas perlahan).
4. Devisit perawatan Tujuan : perawatan diri Observasi
sedang dengan kriteria a) Monitor tingkat kemandirian
diri b.d gangguan
Hasil : Terapeutik
muskuluskeletal d.d 1. Minat melakukan a) Damping dalam melakukan
perawatan diri cukup perawatan diri secara
tidak mampu mandi
meningkat (4) mandiri
secara mandi. Edukasi
a) Anjurkan melakukan
(D.0109)
perawatan diri secara
konsisten sesuai kemampuan
5 Ansietas b.d Tujuan : Ansietas Observasi
terpapar informasi menurun dengan kriteria a) Identifikasi saat tingkat
d.d klien tampak Hasil : ansietas berubah (mis.
1. Verbalisasi khawatir Kondisi, waktu, stressor)
gelisah. (D.0080)
akibat kondisi yang b) Monitor tanda-tanda ansietas
dihadapi cukup
menurun (4) Terapeutik
2. Perilaku gelisah a) Pahami situasi yang membuat
menurun (5) ansietas
b) Gunakan pendekatan yang
tenang dan meyakinkan
c) Motivasi mengidentifikasi
situasi yang memicu
kecemasan

Edukasi
a) Jelaskan prosedur, termasuk
sensasi yang mungkin dialami
b) Informasikan secara faktual
mengenal diagnosis,
pengobatan, dan prognosis
c) Latih teknik relaksasi

6 Risiko Jatuh b.d Tujuan : Risiko Jatuh Observasi


Penggunaan alat cukup menurun dengan a) Identifikasi factor risiko jatuh
bantu berjalan. kriteria (misalnya usia >65 tahun)
Hasil :
(D.0143) 1. Jatuh dari tempat tidur b) Hitung risiko jatuh dengan
sedang (3) menggunakan skala Morse.
2. Jatuh saat berdiri (3) Terapeutik
3. Jatuh saat duduk
a) Gunakan alat bantu berjalan
cukup menurun (4)
4. Jatuh saat berjalan (walker)
sedang (3) Edukasi
a) Anjurkan melebarkan jarak
kedua kaki untuk
meningkatkan keseimbangan
saat berdiri

1. EVALUASI KEPERAWATAN
Perencaan evaluasi memuat kriteria keberhasilan proses dan keberhasilan tindakan
keperawatan. Keberhasilan proses dapat dilihat dengan jalan membandingkan antara proses
dengan pedoman/rencana proses tersebut. Sedangkan keberhasilan tindakan dapat dilihat
dengan membandingkan antara tingkat kemandirian pasien dala kehidupan sehari-hari dan
tingkat kemajuan kesehatan pasien dengan tujuan yang telah dirumuskan sebelumnya.
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito (2000), Diagnosa Keperawatan-Aplikasi pada Praktik Klinis, Ed. 6, EGC, Jakarta

Doenges at al (2008), Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk Perencanaan Dan


Pendokumentasian Perawatan Pasien, Ed.3, EGC, Jakarta

Dudley (2011), Ilmu Bedah Gawat Darurat, Edisi 11, Gadjah Mada University Press,
Yogyakarta.

Herman Santoso, dr., SpBO (2010), Diagnosis dan Terapi Kelainan Sistem Muskuloskeletal,
Diktat Kuliah PSIK, tidak dipublikasikan.

Price & Wilson (2009), Patofisologi-Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Ed.4, EGC, Jakarta

PPNI (2018). Standar Luaran Keperawatan : Defisit dan Kriteria Hasil Keperawatan , Edisi 1.
Jakarta : DP PPNI

Rasjad , Chariruddin, 2007. Pengantar Ilmu Kesehatan Bedah Orthopedi, Edisi ketiga. Yrsif
Watampore, Jakarta.

PPNI, T. P. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI): Definisi dan Indikator
Diagnostik ((cetakan III) 1 ed.). Jakarta: DPP PPNI.

PPNI, T. P. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI): Definisi dan Tindakan
Keperawatan ((cetakan II) 1 ed.). Jakarta: DPP PPNI.

PPNI, T. P. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI): Defenisi dan Kriteria Hasil
Keperawatan ((cetakan II)) 1 ed.). Jakarta: DPP PPNI.

Anda mungkin juga menyukai