Anda di halaman 1dari 30

MAKALAH KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH II

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN HERNIA NUKLEUS PULPOSUS (HNP)

Dosen Mata Kuliah : Heru Wiratmoko, S.Kp., M.Kep.

Disusun Oleh :
Kelompok 1
1. Adinda Safitri E. (201601063) 9. M. Darmadi Lukman (201601094)
2. Anggita Dewi S. (201601067) 10. Nanang Hendry S. (201601098)
3. Distya Alfiatun N. (201601071) 11. Nisa Ayu F. (201601102)
4. Erra Dini Y. (201601075) 12. Rahma Dwi Jayanti (201601106)
5. Ferlinda Ayuanita (201601079) 13. Romdhoni Frendi R. (201601110)
6. Happy Yaistikka A. (201601082) 14. Sherin Rosa Linda (201601114)
7. Istiningrum H. M. (201601085) 15. Tazkiyah Aunun N.A. (201601118)
8. M. Veria Septa N. (201601090) 16. Yulia Vista Sari (201601122)
Tingkat : 2 B (Semester III)

PROGRAM STUDI DIPLOMA III - KEPERAWATAN


AKADEMI KEPERAWATAN PEMERINTAH KABUPATEN PONOROGO
TAHUN AKADEMIK 2017/2018
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT. yang telah memberikan
rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan Makalah Keperawatan
Medikal Bedah II yang berjudul “Konsep Asuhan Keperawatan Hernia Nukleus
Pulposus (HNP)” dengan baik. Shalawat serta salam kami sampaikan kepada
junjungan kita Nabi Muhammad SAW, keluarga dan sahabat beliau, serta orang-
orang mukmin yang tetap istiqamah di jalan-Nya.
Makalah ini kami rancang untuk memenuhi tugas kelompok mata kuliah
Keperawatan Medikal Bedah II dan agar pembaca dapat memperluas ilmu tentang
konsep penyakit dan bagaimana pemberian asuhan keperawatan pada pasien dengan
Hernia Nucleus Pulposus, dimulai dari pengkajian, diagnosis keperawatan, dan
intervensi yang disajikan berdasarkan pengamatan dari berbagai sumber.
Kami sangat berterima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam
pembuatan makalah ini. Kami menyadari bahwa penyusunan makalah ini tidaklah
sempurna. Kami mengharapkan adanya sumbangan pikiran serta masukan yang
sifatnya membangun dari pembaca, sehingga dalam penyusunan makalah yang akan
datang menjadi lebih baik.

Terima kasih

Ponorogo, 21 September 2017

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

halaman
Halaman Judul ...................................................................................................... i
Kata Pengantar ...................................................................................................... ii
Daftar Isi ............................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ............................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .......................................................................................... 2
1.3 Tujuan ............................................................................................................ 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Anatomi Tulang Belakang ............................................................................. 3
2.2 Definisi HNP ................................................................................................. 5
2.3 Etiologi .......................................................................................................... 6
2.4 Patomekanisme .............................................................................................. 7
2.5 Manifestasi Klinis .......................................................................................... 9
2.6 Pemeriksaan Penunjang ................................................................................. 9
2.7 Penatalaksanaan ............................................................................................. 10
2.8 Konsep Asuhan Keperawatan HNP ............................................................... 13
2.8.1 Pengkajian ............................................................................................ 13
2.8.2 Diagnosis Keperawatan ........................................................................ 19
2.8.3 Intervensi .............................................................................................. 19

BAB III PENUTUP


3.1 Kesimpulan .................................................................................................... 25
3.2 Saran .............................................................................................................. 25

Daftar Pustaka ....................................................................................................... 26

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Nyeri punggung bawah (NPB) merupakan salah satu masalah kesehatan yang
utama. Insiden NPB di Amerika Serikat adalah sekitar 5% orang dewasa.
Kurang lebih 60 - 80% individu setidaknya pernah mengalami nyeri punggung
dalam hidupnya. Nyeri punggung bawah merupakan 1 dari 10 penyakit
terbanyak di Amerika Serikat dengan angka prevalensi berkisar antara 7,6 - 37%.
Insidens tertinggi dijumpai pada usia 45-60 tahun. Pada penderita dewasa tua,
nyeri punggung bawah mengganggu aktivitas sehari-hari pada 40% penderita,
dan menyebabkan gangguan tidur pada 20% penderita. Sebagian besar (75%)
penderita akan mencari pertolongan medis, dan 25% di antaranya perlu dirawat
inap untuk evaluasi lebih lanjut. Nyeri punggung bawah (NPB) pada hakekatnya
merupakan keluhan atau gejala dan bukan merupakan penyakit spesifik.
Penyebab NPB antara lain kelainan muskuloskeletal, system saraf, vaskuler,
viseral, dan psikogenik. Salah satu penyebab yang memerlukan tindak lanjut
(baik diagnostik maupun terapi spesifik) adalah hernia nukleus pulposus (HNP).
Hernia Nucleus Pulposus (HNP) adalah suatu penyakit, dimana bantalan
lunak diantara ruas-ruas tulang belakang (soft gel disc atau Nukleus Pulposus)
mengalami tekanan dan pecah, sehingga terjadi penyempitan dan terjepitnya
urat-urat saraf yang melalui tulang belakang kita. Saraf terjepit lainnya di
sebabkan oleh keluarnya nukleus pulposus dari diskus melalui robekan annulus
fibrosus keluar menekan medulla spinalis atau mengarah ke dorsolateral
menekan saraf spinalis sehingga menimbulkan rasa nyeri yang hebat.
Kamori (1996) dalam Ciaccio, dkk (2012) mengatakan HNP adalah kondisi
patologis yang sering ditemui di rehabilitasi medis dimana ditandai dengan
kompresi dari satu atau lebih nerve roots. Gluteal dan unilateral leg pain
merupakan keadaan yang dirasakan oleh penderita HNP, tergantung dengan
nerve roots yang terkompresi. Penurunan Lingkup Gerak Sendi (LGS) dan
kehilangan kekuatan otot tungkai juga merupakan keadaan yang dialami
penderita HNP. Pada lokasi terkait juga mengalami nyeri dan spasme. Peran

1
Fisioterapi pada kondisi HNP pada L5-S1 dengan modalitas Transcutaneus
Electrical Nerve Stimulation (TENS), Activation Deep Muscle Exercise, dan
Isotonic Resistive Exercise adalah untuk mengurangi nyeri, meningkatkan nilai
kekuatan otot, dan meningkatkan aktivitas fungsional.

1.2 Rumusan Masalah


1.2.1 Apa yang dimaksud dengan Hernia Nucleus Pulposus ?
1.2.2 Bagaimana anatomi dari tulang belakang ?
1.2.3 Apa etiologi dari HNP ?
1.2.4 Apa saja manifestasi klinik yang muncul pada HNP ?
1.2.5 Apa pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada HNP ?
1.2.6 Bagaimana penatalaksanaan pada HNP ?
1.2.7 Bagaimana konsep asuhan keperawatan pada HNP ?

1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Agar mahasiswa dapat mengetahui dan memahami tentang konsep
penyakit dan asuhan keperawatan HNP.
1.3.2 Tujuan Khusus
a. Untuk memenuhi salah satu tugas dari Keperawatan Medikal Bedah II.
b. Mahasiswa/i diharapkan dapat :
• Mengetahui dan memahami definisi dari Hernia Nucleus Pulposus.
• Mengetahui dan memahami bagian anatomi tulang belakang yang
mengalami HNP.
• Mengetahui etiologi dari HNP.
• Mengetahui dan memahami manifestasi klinis dari HNP.
• Mengetahui pemeriksaan apa saja yang dapat menunjang diagnosa
dari HNP.
• Mengetahui dan mengaplikasikan berbagai penatalaksanaan dari
HNP.
• Mengetahui dan memahami konsep asuhan keperawatan pada HNP.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Tulang Belakang


Bagian-bagian tulang belakang, yaitu :
 Vertebra servikalis (tulang leher) ada 7 ruas dengan badan ruas kecil dan
lubang ruasnya besar. Pada taju sayapnya terdapat lubang saraf yang disebut
foramen transversalis.
 Vertebra torakalis (tulang punggung) ada 12 ruas. Badan ruasnya besar dan
kuat, taju durinya panjang dan melengkung.
 Vertebra lumbalisis (tulang pinggang) ada 5 ruas. Badan ruasnya besar, tebal,
dan kuat, taju durinya agak picak. Bagian ruas kelima agak menonjol disebut
promontorium.
 Vertebra sakralis (tulang kalangkang) ada 5 ruas. Ruas-ruasnya menjadi satu
sehingga menyerupai sebuah tulang.
 Verteba koksigealis (tulang ekor) ada 4 ruas. Ruasnya kecil dan menjadi
sebuah tulang yang diebut oskoksigalis. Dapat bergeak sedikit karena
membentuk persendian dengan sacrum.

Gambar 1. Vertebra

3
 Discus invertebratalis terdiri dari tiga bagian, yaitu :
1) Annulus fibrosus, merupakan cincin yang liat dan tersusun atas 10-12
lapisan jaringan ikat yang konsentrik dan fibrokartilago.
2) Nucleus pulposus, terletak didalamnya pada posisi yang sedikit eksentrik
pada arah posterior. Ia merupakan sisa notochord yang tersusun oleh suatu
bentuk kartilago yang lebih lunak. Tiap-tiap discus invertebratalis lumbal
menempel pada korpus vertenrata diatas dan dibawahnya yang dibatasi
oleh suatu lempeng kartilago hilain yang tipis.
3) Lempeng kartilago
 Arkus lamina

Gambar 2. Anatomi muskuloskeletal

Gambar 3. Penampang Korpus Vertebra

4
2.2 Definisi HNP
Hernia Nucleus Pulposus (HNP) adalah turunnya kandungan annulus
fibrosus dari diskus intervertebralis lumbal pada spinal canal atau rupture
annulus fibrosus dengan tekanan dari nucleus pulposus yang menyebabkan
kompresi pada element saraf. Pada umumnya HNP pada lumbal sering terjadi
pada L4-L5 dan L5-S1. Kompresi saraf pada level ini melibatkan root nerve L4,
L5, dan S1. Hal ini akan menyebabkan nyeri dari pantat dan menjalar ketungkai.
Kebas dan nyeri menjalar yang tajam merupakan hal yang sering dirasakan
penderita HNP.

Gambar 4. Hernia Nucleus Pulposus

HNP terbagi atas :


 HNP sentral. HNP sentral akan meinmbulkan paraparesis flasid, parestesia,
dan retensi urine.
 HNP lateral. Rasa nyeri terletak pada punggung bawah, ditengah-tengah
antara pantat dan betis, belakang tumit dan telapak kaki. Pada percobaan
lasegue atau test mengangkat tungkai yang lurus akan dirasakan nyeri
disepanjang bagian belakang (tanda lasegue positif). Valsava dan nafsinger
akan memberikan hasil positif.

5
2.3 Etiologi
Penyebab dari Hernia Nucleus Pulposus (HNP) biasanya dengan
meningkatnya usia terjadi perubahan degeneratif yang mengakibatkan kurang
lentur dan tipisnya nucleus pulposus. Annulus fibrosus mengalami perubahan
karena digunakan terus menerus. Akibatnya, annulus fibrosus biasanya di daerah
lumbal dapat menyembul atau pecah.
Hernia nucleus pulposus (HNP) kebanyakan juga disebabkan oleh karena
adanya suatu trauma derajat sedang yang berulang mengenai discus
intervertebralis sehingga menimbulkan sobeknya annulus fibrosus. Pada
kebanyakan pasien gejala trauma bersifat singkat, dan gejala ini disebabkan oleh
cidera pada diskus yang tidak terlihat selama beberapa bulan atau bahkan dalam
beberapa tahun. Kemudian pada generasi diskus kapsulnya mendorong ke arah
medulla spinalis, atau mungkin ruptur dan memungkinkan nucleus pulposus
terdorong terhadap sakus doral atau terhadap saraf spinal saat muncul dari
kolumna spinal.
Berikut ini adalah beberapa faktor risiko yang dapat meningkatkan
seseorang mengalami HNP :
a. Usia
Usia merupakan faktor utama terjadinya HNP karena annulus fibrosus lama
kelamaan akan hilang elastisitasnya sehingga menjadi kering dan keras,
menyebabkan annulus fibrosus mudah berubah bentuk dan ruptur.
b. Trauma
Terutama trauma yang memberikan stress terhadap columna vertebralis,
seperti jatuh.
c. Pekerjaan
Pekerjaan terutama yang sering mengangkat barang berat dan cara
mengangkat barang yang salah, meningkatkan risiko terjadinya HNP
d. Gender
Pria lebih sering terkena HNP dibandingkan wanita (2:1), hal ini terkait
pekerjaan dan aktivitas yang dilakukan pada pria cenderung ke aktifitas fisik
yang melibatkan columna vertebralis.

6
2.4 Patomekanisme
1. Proses Degeneratif
Diskus intervertebralis tersusun atas jaringan fibrokartilago yang
berfungsi sebagai shock absorber, menyebarkan gaya pada kolumna
vertebralis dan memungkinkan ada gerakan antar vertebra. Kandungan ai
diskus berkurang dengan bertambahnya usia (dari 90% pada bayi sampai
menjadi 70% pada orang usia lanjut).
Selain itu serabut-serabut menjadi kasar dan mengalami hialinisasi yang
ikut membantu terjadinya perubahan ke arah herniasi nukleus pulposus
melalui anulus dan menekan radiks saraf spinal. Pada umumnya hernia paling
mungkin terjadi pada bagian kolumna vertebralis dimana terjadi peralihan
dari segmen yang lebih mobil ke yang kurang mobil (perbatasan
lumbosakral dan servikotolarak).

2. Proses Traumatik
Degenerasi diskus mempengaruhi mekanika sendi intervertebral, yang
dapat menyebabkan degenerasi lebih jauh. Selain degenerasi, gerakan
repetitive, seperti fleksi, ekstensi, lateral fleksi, rotasi, dan mengangkat beban

7
dapat memberi tekanan abnormal pada nukleus. Jika tekanan ini cukup besar
sampai bisa melukai annulus, nucleus pulposus ini berujung pada herniasi.
Trauma akut juga dapat menyebabkan herniasi, seperti mengangkat benda
dengan cara yang salah dan jatuh.
Hernia Nukleus Pulposus terbagi dalam 4 grade berdasarkan keadaan
herniasinya, dimana ekstrusi dan sequestrasi merupakan hernia yang
sesungguhnya, yaitu:
1. Protrusi diskus intervertebralis : nukleus terlihat menonjol ke satu arah
tanpa kerusakan annulus fibrosus.
2. Prolaps diskus intervertebral : nukleus berpindah, tetapi masih dalam
lingkaran anulus fibrosus.
3. Extrusi diskus intervertebral : nukleus keluar dan anulus fibrosus dan
berada di bawah ligamentum, longitudinalis posterior.
4. Sequestrasi diskus intervertebral : nukleus telah menembus ligamentum
longitudinalis

Gambar 5. Grading dari Hernia Nucleus Pulposus

Berdasarkan MRI, klasifikasi HNP dibedakan berdasarkan 5 stadium :


Tabel 1. Klasifikasi Degenerasi diskus berdasarkan gambaran MRI.

8
Nukleus pulposus yang mengalami herniasi ini dapat menekan nervus di
dalam medulla spinalis jika menembus dinding diskus (annulus fibrosus); hal
ini dapat menyebabkan nyeri, rasa tebal, rasa kram, atau kelemahan. Rasa
nyeri dari herniasi ini dapat berupa nyeri mekanik, yang berasal dari diskus
dan ligamen; inflamasi, nyeri yang berasal dari nucleus pulposus yang
ekstrusi menembus annulus dan kontak dengan suplai darah; dan nyeri
neurogenik, yang berasal dari penekanan pada nervus.

2.5 Manifestasi Klinis


Gejala Hernia Nukleus Pulposus (HNP) adalah adanya nyeri di daerah diskus
yang mengalami herniasasi didikuti dengan gejala pada daerah yang diinorvasi
oleh radika spinalis yang terkena oleh diskus yang mengalami herniasasi yang
berupa pengobatan nyeri kedaerah tersebut, matu rasa, kelayuan, maupun
tindakan-tindakan yang bersifat protektif. Hal lain yang perlu diketahui adalah
nyeri pada hernia nukleus pulposus ini diperberat dengan meningkatkan tekanan
cairan intraspinal (membungkuk, mengangkat, mengejan, batuk, bersin, juga
ketegangan atau spasme otot), akan berkurang jika tirah baring.
1. Mati rasa, gatal dan penurunan pergerakan satu atau dua ekstremitas.
2. Nyeri tulang belakang
3. Kelemahan satu atau lebih ekstremitas
4. Kehilangan control dari anus dan atau kandung kemih sebagian atau lengkap.
Nyeri biasanya bersifat tajam, seperti terbakar dan berdenyut menjalar
sampai bawah lutut. Bila saraf sensoris kena maka akan memberikan gejala
kesemutan atau rasa baal sesuai dermatomnya. Bila mengenai conus atau cauda
ekuina dapat terjadi gangguan miksi, defekasi dan disfungsi seksual. Nyeri yang
timbul sesuai dengan distribusi dermatom (nyeri radikuler) dan kelemahan
otot sesuai dengan miotom yang terkena.

2.6 Pemeriksaan Penunjang


1. X-Ray
X-Ray tidak dapat menggambarkan struktur jaringan lunak secara akurat.
Nucleus pulposus tidak dapat ditangkap di X-Ray dan tidak dapat
mengkonfirmasikan herniasi diskus maupun jebakan akar saraf. Namun, X-

9
Ray dapat memperlihatkan kelainan pada diskus dengan gambaran
penyempitan celah atau perubahan alignment dari vertebra.
2. Myelogram
Pada myelogram dilakukan injeksi kontras bersifat radio-opaque dalam
columna spinalis. Kontras masuk dalam columna spinalis sehingga pada X-
ray dapat nampak adanya penyumbatan atau hambatan kanalis spinalis
3. MRI
Merupakan gold standard diagnosis HNP karena dapat melihat struktur
columna vertebra dengan jelas dan mengidentifikasi letak herniasi.

Gambar 6. MRI dari columna vertebralis normal (kiri) dan mengalami herniasi (kanan)

4. Elektromyografi
Untuk melihat konduksi dari nervus, dilakukan untuk mengidentifikasi
kerusakan nervus.

2.7 Penatalaksanaan
2.7.1 Terapi Non-farmakologis
1) Terapi fisik pasif
Terapi fisik pasif biasanya digunakan untuk mengurangi nyeri
punggung bawah akut, misalnya:
a. Kompres hangat/dingin
Kompres hangat/dingin ini merupakan modalitas yang mudah
dilakukan. Untuk mengurangi spasme otot dan inflamasi. Beberapa
pasien merasakan nyeri hilang pada pengkompresan hangat,
sedangkan yang lain pada pengkompresan dingin.

10
b. Iontophoresis
Merupakan metode pemberian steroid melalui kulit. Steroid tersebut
menimbulkan efek anti inflamasi pada daerah yang menyebabkan
nyeri. Modalitas ini terutama efektif dalam mengurangi serangan
nyeri akut.
c. Unit TENS (Transcutaneous Electrical Nerve Stimulator)
Sebuah unit transcutaneous electrical nerve stimulator (TENS)
menggunakan stimulasi listrik untuk mengurangi sensasi nyeri
punggung bawah dengan mengganggu impuls nyeri yang dikirimkan
ke otak
d. Ultrasound
Ultrasound merupakan suatu bentuk penghangatan di lapisan dalam
dengan menggunakan gelombang suara pada kulit yang menembus
sampai jaringan lunak dibawahnya. Ultrasound terutama berguna
dalam menghilangkan serangan nyeri akut dan dapat mendorong
terjadinya penyembuhan jaringan.
2) Latihan dan modifikasi gaya hidup
Berat badan yang berlebihan harus diturunkan karena akan
memperberat tekanan ke punggung bawah. Program diet dan latihan
penting untuk mengurangi NPB pada pasein yang mempunyai berat
badan berlebihan.
Direkomendasikan untuk memulai latihan ringan tanpa stres secepat
mungkin. Endurance exercisi latihan aerobit yang memberi stres
minimal pada punggung seperti jalan, naik sepeda atau berenang
dimulai pada minggu kedua setelah awaitan NPB.
Conditional execise yang bertujuan memperkuat otot punggung
dimulai sesudah dua minggu karena bila dimulai pada awal mungkin
akan memperberat keluhan pasien.
Latihan memperkuat otot punggung dengan memakai alat tidak
terbukti lebih efektif daripada latihan tanpa alat.

11
2.7.2 Terapi Farmakologis
 Analgetik dan NSAID ( Non Steroid Anti Inflamation Drug)
Obat ini diberikan dengan tujuan untuk mengurangi nyeri dan inflamasi
sehingga mempercepat kesembuhan. Contoh analgetik : paracetamol,
Aspirin Tramadol. Contoh NSAID : Ibuprofen, Natrium diklofenak,
Etodolak, Selekoksib.
 Obat pelemas otot (muscle relaxant)
Bermanfaat bila penyebab NPB adalah spasme otot. Efek terapinya
tidak sekuat NSAID, seringkali di kombinasi dengan NSAID. Sekitar
30% memberikan efek samping mengantuk. Contoh : Tinazidin,
Esperidone dan Carisoprodol.
 Kortikosteroid oral
Pemakaian kortikosteroid oral masih kontroversi. Dipakai pada kasus
HNP yang berat dan mengurangi inflamasi jaringan.
 Anelgetik Ajuvan
Terutama dipakai pada HNP kronis karena ada anggapan mekanisme
nyeri pada HNP sesuai dengan neuropatik. Contoh : amitriptilin,
Karbamasepin, Gabapentin.
 Suntikan pada titik picu
Cara pengobatan ini dengan memberikan suntikan campuran anastesi
lokal dan kortikosteroid ke dalam jaringan lunak/otot pada titik picu
disekitar tulang punggung. Cara ini masih kontroversi. Obat yang
dipakai antara lain lidokain, lignokain, deksametason, metilprednisolon
dan triamsinolon.

2.7.3 Terapi Operatif


a. Pasien mengalami HNP grade 3 atau 4.
b. Tidak ada perbaikan lebih baik, masih ada gejala nyeri yang tersisa,
atau ada gangguan fungsional setelah terapi konservatif diberikan
selama 6 sampai 12 minggu.
c. Terjadinya rekurensi yang sering dari gejala yang dialami pasien
menyebabkan keterbatasan fungsional kepada pasien, meskipun terapi

12
konservatif yang diberikan tiap terjadinya rekurensi dapat menurunkan
gejala dan memperbaiki fungsi dari pasien.
d. Terapi yang diberikan kurang terarah dan berjalan dalam waktu lama.

Pilihan terapi operatif yang dapat diberikan adalah:


o Distectomy
Pengambilan sebagian diskus intervertabralis.
o Percutaneous distectomy
Pengambilan sebagian diskus intervertabralis dengan menggunakan
jarum secara aspirasi.
o Laminotomy / laminectomy / foraminotomy / facetectomy
Melakukan dekompresi neuronal dengan mengambil beberapa bagian
dari vertebra baik parsial maupun total.
o Spinal fusion dan sacroiliac joint fusion
Penggunaan graft pada vertebra sehingga terbentuk koneksi yang rigid
diantara vertebra sehingga terjadi stabilitas.

Pencegahan
Hernia nukleus pulposus dapat dicegah terutama dalam aktivitas fisik dan
pola hidup. Hal-hal berikut ini dapat mengurangi risiko terjadinya HNP :
o Olahraga secara teratur untuk mempertahankan kemampuan otot, seperti
berlari dan berenang.
o Hindari mengangkat barang yang berat, edukasi cara mengangkat yang benar.
o Tidur di tempat yang datar dan keras.
o Hindari olahraga/kegiatan yang dapat menimbulkan trauma.
o Kurangi berat badan.

2.8 Konsep Asuhan Keperawatan HNP


2.8.1 Pengkajian
a. Anamnesis
• Identitas klien : meliputi nama, umur, jenis kelamin, pendidikan,
alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam masuk
rumah sakit, nomor register, diagnosis medis. HNP terjadi pada
umur pertengahan, kebanyakan pada jenis kelamin pria dan

13
pekerjaan atau aktivitas berat (mengangkat benda berat atau
mendorong benda berat).
• Keluhan Utama : Keluhan utama yang sering menjadi alasan klien
untuk meminta pertolongan kesehatan adalah nyeri pada punggung
bawah.
P : Adanya riwayat trauma (mengangakat atau mendorong benda
berat).
Q : Sifat nyeri seperti ditusuk-tusuk atau seperti disayat, mendenyut,
seperti kena api, nyeri tumpul yang terus-menerus. Kaji
penyebaran nyeri, apakah bersifat nyeri radikular arau nyeri
acuan (referred pain). Nyeri bersifat menetap, atau hilang timbul,
semakin lama semakin nyeri. Nyeri bertambah hebat karena
adanya faktor pencetus seperti gerakan-gerakan pinggang, batuk
atau mengedan, berdiri atau duduk dalam waktu yang lama dan
nyeri berkurang bila dibuat beristirahat atau berbaring.
R : Letak atau lokasi nyeri. Minta klien menunjukkan nyeri dengan
setepat-tepatnya sehingga letak nyeri dapat diketahui dengan
cermat.
S : Pengaruh posisi tubuh atau anggota tubuh berkaitan dengan
aktivitas tubuh, posisi yang bagaiamana yang dapat meredakan
rasa nyeri dan memperberat nyeri. Aktivitas yang menimbulkan
rasa nyeri seperti berjalan, menuruni tangga, menyapu dan
gerakan yang mendesak. Obat-obatan yang sedang diminum
seperti analgesik, berapa lama klien menggunakan obat tersebut.
T : Sifatnya akut, sub-akut, perlahan-lahan atau bertahap, bersifat
tetap, hilang timbul, semakin lama semakin nyeri. Nyeri
pinggang bawah yang intermiten (dalam beberapa minggu atau
beberapa tahun).
• Riwayat Penyakit Saat Ini : Kaji adanya riwayat trauma akibat
mengangkat atau mendorong benda yang berat. Pengkajian yang
didapat meliputi keluhan paraparesis flasid, parastesia dan retendi
urine. Keluhan nyeri pada punggung bawah, ditengah-tengah area

14
pantat dan betis, belakang tumit dan telapak kaki. Klien sering
mengeluh kesemutan (parastesia) atau baal bahkan kekuatan otot
menurun sesuai dengan distribusi persarafan yang terlibat.
Pengkajian riwayat menstruasi, adneksitis dupleks kronis, yang bisa
menimbulkan nyeri punggung bawah yang keluhannya hampir mirip
dengan keluhan nyeri HNP sangat diperlukan untuk penegakan
masalah klien lebih komprehensif dan memberikan dampak terhadap
intervensi keperawatan selanjutnya.
• Riwayat Penyakit Dahulu : Pengkajian yang perlu ditanyakan
meliputi apakah klien pernah menderita tuberculosis tulang,
osteomielitis, keganasan (myeloma multipeks) dan metabolic
(osteoporosis) yang semua penyakit ini sering berhubungan dengan
kejadian dan meningkatkan risiko terjadinya herniasi nukleus
pulposus (HNP). Pengkajian lainnya adalah menanyakan adanya
riwayat hipertensi, riwayat cedera tulang belakang, diabetes mellitus
dan penyakit jantung. Pengkajian ini berguna sebagai data untuk
melakukan tindakan lainnya dan menghindari komplikasi.
• Riwayat Penyakit Keluarga : Mengakaji adanya anggota generasi
terdahulu yang menderita hipertensi dan diabetes mellitus.

b. Pemeriksaan Fisik
• Keadaan Umum : Pada HNP, keadaan umum biasanya tidak
mengalami penurunan kesadaran. Adanya perubahan pada tanda
vital meliputi bradiakrdi, hipotensi yang berhubungan dengan
penurunan aktivitas karena adanya parapase.
• B1 (Breathing) :
Jika tidak mengganggu sistem pernapasan biasanya pada
pemeriksaan :
- Inspeksi, ditemukan klien tidak mengalami batuk, tidak sesak napas
dan frekuensi pernapasan normal;
- Palpasi, ditemukan taktil fremitus seimbang kanan dan kiri;
- Perkusi, ditemukan adanya suara resonsn pada seluruh lapangan
paru;

15
- Auskultasi, ditemukan tidak terdengar buni napas tambahan.
• B2 (Blood) :
Bila tidak ada gangguan pada pasien kardiovaskuler, biasanya
kualitas dan frekuensi nadi normal, tekanan darah normal. Pada
auskultasi, tidak ditemukan bunyi jantung tambahan.
• B3 (Brain) :
Inspeksi umum, Kurvatura yang berlebihan, pendataran arkus lumbal,
adanya angulus, pelvis yang miring atau asimetris, muscular
paravertebralis atau pantat yang asimetris, postur tungkai yang
abnormal. Hambatan pada pergerakan punggung, pelvis dan tungkai
selama bergerak.
• Tingkat Kesadaran :
Tingkat kesadaran klien biasanya compos mentis.
• Pemeriksaan Fungsi Serebri :
Status mental mengobservasi penampilan klien dan tingkah lakunya,
nilai gaya bicara klien dan observasi ekspresi wajah dan aktivitas
motorik. Status mental klien yang telah lama menderita HNP
biasanya mengalami perubahan.
• Pemeriksaan Saraf Kranial :
- Saraf I : biasanya pada klien HNP tidak ada kelainan dan fungsi
penciuman tidak ada kelainan.
- Saraf II : hasil tes ketajaman penglihatan biasanya normal.
- Saraf III, IV dan VI : klien biasanya tidak mengalami gangguan
mengangakat kelopak mata pupil dan isokor.
- Saraf V : pada klien HNP umumnya tidak ditemukan paralisis pada
otot wajah dan refleks kornea biasanya tidak ada kelainan.
- Saraf VII : persepsi pengecapan dalam batas normal, wajah simetris.
- Saraf VIII : tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli persepsi.
- Saraf IX dan X : kemampuan menelan baik.
- Saraf XI : tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan
trapezius.

16
- Saraf XII : lidah simetris, tidak ada deviasi pada satu sisi dan tidak
ada fasikulasi.
• Sistem Motorik :
Kaji kekeuatan fleksi dan ekstensi tungkai atas, tungkai bawah, kaki,
ibu jari dan jari lainnya dengan meminta klien melakukan gerak
fleksi dan ekstensi lalu menahan gerakan tersebut; ditemukan atrofi
otot pada malleolus atau kaput fibula dengan membandingkan kanan
dan kiri; fakulasi (kontraksi involunter yang bersifat halus) pada
otot-otot tertentu.
• Pemeriksaan Refleks :
Refleks Achilles pada HNP L4-L5 negatif dan refleks lutut atau
patella pada HNP lateral L4-L5 negatif.
• Sistem Sensorik :
Lakukan pemeriksaan rasa raba, rasa sakit, rasa suhu, rasa dalam dan
rasa getar (vibrasi) untuk menetukan dermatom yang terganggu
sehingga dapat ditentuka pula radiks yang terganggu. Palpasi dan
perkusi harus dikerjakan dengan hati-hati atau halus sehingga tidak
membingungkan klien. Palpasi dilakukan pada daerah yang ringan
rasa nyerinya kea rah yang paling terasa nyeri.
• B4 (Bledder) :
Kaji keadaan urine meliputi warna, jumlah dan karakterisktik,
termasuk berat jenis urine. Penurunan jumlah urine dan peningkatan
retensi cairan dapat terjadi akibat menurunnya perfusi pada ginjal.
• B5 (Bowel) :
Pemenuhan nutrisi berkurang karena adanya mual dan asupan nutrisi
yang kurang. Lakukan pemeriksaan rngga mulut dengan melakukan
penilaian ada tidaknya lesi pada mulut atau perubahan pada lidah.
Hal ini dapat menunjukkan adanya dehidrasi.
• B6 (Bone) :
Adanya kesulitan dalam beraktivitas dan menggerakkan bada karena
adanya nyeri, kelemahan, kehilangan sensorik dan mudah lelah
menyebabkan masalah pada pola aktivitas dan istrahat.

17
- Inspeksi : Kurvatura yang berlebihan, pendatran arkus lumbal,
adanya angulus, pelvis yang miring/asimetris, muskulatur
paravertebral atau bokong yang asimetris, postur tungkai yang
abnormal. Adanya kesulitan atau hambatan dalam melakukan
pergerakan punggung, pelvis dan tungkai selama bergerak.
- Palpasi : Ketika meraba kolumna vertebralis, cari kemungkinan
adanya deviasi ke lateral atau anteroposterior. Palpasi pada daerah
yang ringan rasa nyerinya ke arah yang paling terasa nyeri.

c. Pemeriksaan Diagnostik
• Rontgen Foto Lumbosakral :
Tidak banyak ditemukan kelainan; kadang-kadang didapatkan
artrosis, menunjang tanda-tanda deformitas vertebra; penyempitan
diskus intervertebralis; untuk menetukan kemungkinan nyeri karena
spondilitis, norplasma, atau infeksi progen.
• Cairan Serebrospinal :
Biasanya normal, jika didapatkan blok akan terjadi prot, indikasi
operasi.
• EMG :
Terlihat potensial kecil (fibrolasi) di daerah radiks yang terganggu,
kecepatan konduksi menurun.
• Iskografi :
Pemeriksaan diskus dilakukan menggunakan kontras untuk melihat
seberapa besar daerah diskus yang keluar dari kanalis vertebralis.
• Elektroneuromiografi (ENMG) :
Untuk mengetahui radiks yang terkena atau melihat adanya
polineuropati.
• Tomografi Scan :
Melihat gambaran vertebra dan jaringan disekitarnya termasuk
diskus intervetebralis.
• MRI :
Pemeriksaan MRI untuk melihat derajt gangguan pada diskus
vertebralis.

18
• Mielogafi :
Mielografi adalah pemeriksaan dengan bahan kontras melalui
tindakan lumbal pungsi dan pemotretan dengan sinar tembus.
Dilakukan apabila diketahui adanya penyumbatan hambatan kanalis
spinalis yang mungkin disebabkan HNP.
• Pemeriksaan Laboratorium :
Pemeriksaan rutin dilakukan dengan laboratorium klinik untuk
menilai komplikasi cedera tulang belakang terhadap organ lain.

2.8.2 Diagnosa Keperawatan


1) Nyeri berhubungan dengan penjepitan saraf pada diskus intervetebralis
2) Cemas berhubuangan dengan prosedur operasi, diagnosis, prognosis,
anestesi, nyeri, hilangnya fungsi.
3) Perubahan mobilitas fisik berhubungan dengan hemiparese/hemiplagia
4) Perubahan eliminasi alvi (konstipasi) berhubungan dengan imobilisasi,
intake cairan yang tidak adekuat
5) Kurangnya pemenuhan perawatan diri yang berhubungan dengan
hemiparese/hemiplegi
6) Resiko gangguan integritas kulit yang berhubungan tirah baring lama

2.8.3 Intervensi
1. Nyeri berhubungan dengan penjepitan saraf pada radiks intervertebralis.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan selama 2 x 24 jam, diharapkan
nyeri berkurang atau rasa nyaman terpenuhi.
Kriteria :
• Klien mengatakan tidak terasa nyeri.
• Lokasi nyeri minimal
• Keparahan nyeri berskala 0-2
• Indikator nyeri verbal dan non-verbal (tidak menyeringai)

Intervensi Rasional
1. Identifikasi klien dalam 1. Pengetahuan yang mendalam
membantu menghilangkan rasa tentang nyeri dan kefektifan
nyerinya tindakan penghilangan nyeri.

19
2. Berikan informasi tentang 2. Informasi mengurangi ansietas
penyebab dan cara yang berhubungan dengan
mengatasinya sesuatu yang diperkirakan.

3. Tindakan penghilangan rasa 3. Tindakan ini memungkinkan


nyeri non-invasif dan non- klien untuk mendapatkan rasa
farmakologis (posisi, balutan, kontrol terhadap nyeri.
selama 24 - 48 jam), distraksi
dan relaksasi.
4. Terapi analgetik 4. Terapi farmakologi diperlukan
untuk memberikan peredam
nyeri.

2. Cemas berhubungan dengan prosedur operasi, diagnosis, prognosis,


anestesi, nyeri, hilangnya fungsi.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan selama 1 x 24 jam, diharapkan
rasa cemas klien akan berkurang/hilang.
Kriteria hasil :
• Klien mampu mengungkapkan ketakutan/kekuatirannya.
• Respon klien tampak tersenyum.

Intervensi Rasional
1. Diskusikan mengenai 1. Menunjukkan kepada klien
kemungkinan kemajuan dari bahwa dia dapat
fungsi gerak untuk berkomunikasi dengan efektif
mempertahankan harapan tanpa menggunakan alat
klien dalam memenuhi khusus, sehingga dapat
kebutuhan sehari-hari mengurangi rasa cemasnya.
2. Berikan informasi mengenai 2. Harapan-harapan yang tidak
klien yang juga pernah realistik tiak dapat mengurangi
mengalami gangguan seperti kecemasan, justru malah
yang dialami klien dan menimbulkan ketidak
menjalani operasi percayaan klien terhadap
perawat.

20
3. Berikan informasi mengenai 3. Memungkinkan klien untuk
sumber-sumber dan alat-lat memilih metode komunikasi
yang tersedia yang dapat yang paling tepat untuk
membantu klien kehidupannya sehari-hari
disesuaikan dengan tingkat
keterampilannya sehingga
dapat mengurangi rasa cemas
dan frustasinya.
4. Berikan support sistem 4. Dukungan dari bebarapa orang
(perawat, keluarga atau teman yang memiliki pengalaman
dekat dan pendekatan spiritual) yang sama akan sangat
membantu klien.
5. Reinforcement terhadap 5. Agar klien menyadari sumber-
potensi dan sumber yang sumber apa saja yang ada
dimiliki berhubungan dengan disekitarnya yang dapat
penyakit, perawatan dan mendukung dia untuk
tindakan berkomunikasi.

3. Perubahan mobilitas fisik berhubungan dengan hemiparese/hemiplegia


Tujuan : Setelah dilakukan tindakan selama 3x 24 jam, Klien mampu
melaksanakan aktivitas fisik sesuai dengan kemampuannya
Kriteria hasil :
• Tidak terjadi kontraktur sendi
• Bertabahnya kekuatan otot
• Klien menunjukkan tindakan untuk meningkatkan mobilitas

Intervensi Rasional
1. Ubah posisi klien tiap 2 jam 1. Menurunkan resiko terjadinnya
iskemia jaringan akibat sirkulasi
darah yang jelek pada daerah
yang tertekan
2. Ajarkan klien untuk melakukan 2. Gerakan aktif memberikan
latihan gerak aktif pada massa, tonus dan kekuatan otot
ekstrimitas yang tidak sakit serta memperbaiki fungsi
jantung dan pernapasan
3. Lakukan gerak pasif pada 3. Otot volunter akan kehilangan
ekstrimitas yang sakit tonus dan kekuatannya bila
tidak dilatih untuk digerakkan

21
4. Kolaborasi dengan ahli
fisioterapi untuk latihan fisik
klien

4. Gangguan eliminasi alvi (konstipasi) berhubungan dengan imobilisasi,


intake cairan yang tidak adekuat
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan selama 2 x 24 jam, diharapkan
klien tidak mengalami konstipasi.
Kriteria hasil :
• Klien dapat defekasi secara spontan dan lancar tanpa menggunakan
obat
• Konsistensi feses lunak
• Tidak teraba masa pada kolon (scibala)
• Bising usus normal (15-30 x/menit)

Intervensi Rasional
1. Berikan penjelasan pada klien 1. Klien dan keluarga akan
dan keluarga tentang penyebab mengerti tentang penyebab
konstipasi obstipasi
2. Auskultasi bising usus 2. Bising usus menandakan sifat
aktivitas peristaltik
3. Anjurkan pada klien untuk 3. Diet seimbang tinggi
makan maknanan yang kandungan serat merangsang
mengandung serat peristaltik dan eliminasi
reguler
4. Berikan intake cairan yang 4. Masukan cairan adekuat
cukup (2 liter perhari) jika membantu mempertahankan
tidak ada kontraindikasi konsistensi feses yang sesuai
pada usus dan membantu
eliminasi reguler
5. Lakukan mobilisasi sesuai 5. Aktivitas fisik reguler
dengan keadaan klien membantu eliminasi dengan
memperbaiki tonus oto
abdomen dan merangsang
nafsu makan dan peristaltik
6. Kolaborasi dengan tim dokter 6. Pelunak feses meningkatkan
dalam pemberian pelunak efisiensi pembasahan air usus,
feses (laxatif, suppositoria, yang melunakkan massa feses
enema) dan membantu eliminasi

22
5. Kurangnya pemenuhan perawatan diri yang berhubungan dengan
hemiparese/hemiplegi
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan selama 2 x 24 jam, diharapkan
kebutuhan perawatan diri klien terpenuhi
Kriteria hasil :
• Klien dapat melakukan aktivitas perawatan diri sesuai dengan
kemampuan klien
• Klien dapat mengidentifikasi sumber pribadi/komunitas untuk
memberikan bantuan sesuai kebutuhan

Intervensi Rasional
1. Monitor kemampuan dan 1. Membantu dalam meng-
tingkat kekurangan dalam antisipasi / merencanakan
melakukan perawatan diri. pemenuhan kebutuhan secara
individual.
2. Beri motivasi kepada klien 2. Meningkatkan harga diri dan
untuk tetap melakukan semangat untuk berusaha
aktivitas dan beri bantuan terus-menerus.
dengan sikap sungguh.
3. Hindari melakukan sesuatu 3. Klien mungkin menjadi sangat
untuk klien yang dapat ketakutan dan sangat
dilakukan klien sendiri, tergantung dan meskipun
tetapi berikan bantuan bantuan yang diberikan
sesuai kebutuhan. bermanfaat dalam mencegah
frustasi, adalah penting bagi
klien untuk melakukan
sebanyak mungkin untuk diri-
sendiri untuk emepertahankan
harga diri dan meningkatkan
pemulihan.
4. Berikan umpan balik yang 4. Meningkatkan perasaan makna
positif untuk setiap usaha diri dan kemandirian serta
yang dilakukannya atau mendorong klien untuk
keberhasilannya. berusaha secara kontinyu.
5. Kolaborasi dengan ahli 5. Memberikan bantuan yang
fisioterapi/okupasi. mantap untuk mengembang-
kan rencana terapi dan
mengidentifikasi kebutuhan
alat penyokong khusus.

23
6. Resiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan tirah baring
lama.
Tujuan : Klien mampu mempertahankan keutuhan kulit
Kriteria hasil :
• Klien mau berpartisipasi terhadap pencegahan luka
• Klien mengetahui penyebab dan cara pencegahan luka
• Tidak ada tanda-tanda kemerahan atau luka

Intervensi Rasional
1. Anjurkan untuk melakukan 1. Meningkatkan aliran darah
latihan ROM (range of kesemua daerah
motion) dan mobilisasi jika
mungkin
2. Rubah posisi tiap 2 jam 2. Menghindari tekanan dan
meningkatkan aliran darah
3. Gunakan bantal air atau 3. Menghindari tekanan yang
pengganjal yang lunak di berlebih pada daerah yang
bawah daerah-daerah yang menonjol
menonjol
4. Lakukan massage pada 4. Menghindari kerusakan pada
daerah yang menonjol yang kapiler-kapiler
baru mengalami tekanan
pada waktu berubah posisi
5. Observasi terhadap eritema 5. Hangat dan pelunakan adalah
dan kepucatan dan palpasi tanda kerusakan jaringan
area sekitar terhadap
kehangatan dan pelunakan
jaringan tiap merubah
posisi
6. Jaga kebersihan kulit dan 6. Mempertahankan keutuhan
seminimal mungkin hindari kulit
trauma, panas terhadap kulit

24
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Hernia Nucleus Pulposus (HNP) adalah suatu penyakit, dimana bantalan
lunak diantara ruas-ruas tulang belakang (soft gel disc atau Nukleus Pulposus)
mengalami tekanan dan pecah, sehingga terjadi penyempitan dan terjepitnya
urat-urat saraf yang di sebabkan oleh keluarnya nukleus pulposus dari diskus
melalui robekan annulus fibrosus keluar menekan medulla spinalis atau
mengarah ke dorsolateral menekan saraf spinalis sehingga menimbulkan rasa
nyeri yang hebat. HNP terbagi atas HNP sentral dan HNP lateral.
Ada beberapa faktor resiko yang dapat meningkatkan seseorang mengalami
HNP, seperti usia, trauma, pekerjaan, dan gender. Berikut ini adalah beberapa
tanda dan gejala dari hernia nucleus pulposus :
• Mati rasa, gatal dan penurunan pergerakan satu atau dua ekstremitas.
• Nyeri tulang belakang
• Kelemahan satu atau lebih ekstremitas
• Kehilangan control dari anus dan atau kandung kemih sebagian atau lengkap.

3.2 Saran
Kita diharapkan untuk selalu berhati-hati dalam melakukan aktivitas yang
dapat menyebabkan Hernia Nucleus Pulposus (HNP). Apabila mendapat tanda
dan gejala seperti pada Hernia Nucleus Pulposus (HNP) diharapkan untuk
segera memeriksakan kepada institusi kesehatan yang ada, untuk mendapatkan
penanganan yang tepat sehingga diharapkan dapat mempercepat proses
penyembuhan. Khusus penderita Hernia Nucleus Pulposus (HNP) L5-S1 dengan
permasalahan yang ada, disarankan untuk mengurangi aktifitas mengangkat
beban berat yang berlebihan, menggunakan korset lumbal saat beraktivitas, dsb.
Lakukan latihan yang diberikan fisioterapis karena semua program yang telah
diberikan juga akan lebih maksimal hasilnya apabila pasien juga melakukannya
di rumah secara rutin. Latihan dengan bersungguh-sungguh dan semangat
sehingga diharapkan akan tercapai keberhasilan.

25
DAFTAR PUSTAKA

Autio, R. (2006). MRI of Herniated Nucleus Pulposus. Kokkola: Oulu University


Press.
Bare, S. C. (2001). KMB Vol. 3. Jakarta: EGC.
Cahyati, Y. I. (2015). Penatalaksanaan Fisioterapi Pada Kondisi Hernia Nucleus
Pulposus (HNP) Pada L5-S1 di RSUD Salatiga. Surakarta: Fakultas Ilmu
Kesehatan Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Kesumaningtyas, A. (2009). Jakarta: FKM UI.
Melly. (2015). Asuhan Keperawatan Hernia Nukleus Pulposus (HNP) DENGAN
NANDA, NOC, NIC.
Rahesti, A., & dkk. (2013). Konsep Asuhan Keperawatan Pada Kasus Hernia
Nukleus Pulposus (HNP). Surabaya: Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Hang
Tuah.

26

Anda mungkin juga menyukai