Anda di halaman 1dari 76

Askep Pada Anak: Atresia Esofagus

Atresia Esofagus

Pengertian
 Atresia esofagus merupakan kelainan kongenital yang mengakibatkan gangguan
kontinuitas esophagus dengan atau tanpa hubungan persisten dengan trakea (Whaley &
Wong, 2010). Terlihat keadaan pada bagian proksimal dan distal esophagus tidak
berhubungan.
 Atresia esofagus adalah malformasi yang disebabkan kegagalan esofagus untuk
mengadakan pasase yang kontinu dimana esophagus mungkin saja atau mungkin juga
tidak membentuk sambungan dengan trakea (fistula trakeoesopagus).

Gambaran Umum Atresia Esofagus


Gambaran Umum Atresia Esofagus (Sumber Foto: Net / Google Image)

 Atresia esophagus adalah kegagalan esofagus untuk membentuk saluran kotinu dari
faring ke lambung selama perkembangan embrionik.
 Pengertian lain apabila sebuah segmen esofagus mengalami gangguan dalam
pertumbuhannya (congenital) dan tetap sebagai bagian tipis tanpa lubang saluran
 Fistula trakeo esophagus adalah hubungan abnormal antara trakeo dan esofagus .
 Dua kondisi ini biasanya terjadi bersamaan, dan mungkin disertai oleh anomaly lain
seperti penyakit jantung congenital.
 Athresia Esophagus adalah perkembangan embrionik abnormal esophagus yang
menghasilkan pembentukan suatu kantong (blind pouch), atau lumen berkurang tidak
memadai yang mencegah perjalanan makanan / sekresi dari faring ke perut.
 Atresia berarti tidak ada jalan atau buntu.
 Atresia esofagus adalah suatu keadaan tidak adanya lubang atau muara (buntu), pada
esofagus. Pada sebagian besar kasus atresia esofagus ujung esofagus buntu, sedangkan
pada ¼ -1/3 kasus lainnya esophagus bagian bawah berhubungan dengan trakea setinggi
karina (disebut sebagai atresia esophagus dengan fistula)

Insiden
Atresia esofagus terjadi pada sekitar 1 dari 4.425 kelahiran hidup.

Secara embriologis anomali ini terjadi akibat :

 Diferensiasi usus depan yang tidak sempurna dalam memisahkan diri masing-masing
untuk menjadi esofagus dan trachea.
 Perkembangan sel entodermal yang tidak lengkap sehingga menyebabkan terjadinya
atresia.
 Perlekatan dinding lateral usus depan yang tidak sempurna sehingga terjadi fistula
trecheoesofagus.

Faktor genetik tidak berperan dalam patogenesis kelainan ini.


Etiologi
Tidak diketahui apa yang menyebabkan esofagus dan trakea gagal untuk berdiferensiasi dengan
tepat selama gestasi/masa embrio pada minggu keempat dan kelima.

Tipe Atresia Esofagus


Tipe A
Kantong buntu di setiap ujung asofagus, terpisah jauh dan tanpa hubungan ke trakea.

Tipe B
Kantong buntu disetiap ujung esophagus dengan fistula dari trakea ke segmen esophagus bagian
atas. Kondisi ini jarang terjadi.

Tipe C
Segmen esophagus proksimal berakhir pada kantong buntu, dan segmen distal dihubungkan ke
trakea atau bronkus primer dan fistula pendek pada atau dekat bifurkasi.

Tipe D
Kedua segmen esophagus atas dan bawah dihubungkan ke trakea. Kondisi ini jarang terjadi.

Tipe E
Sebaliknya trakea dan esophagus nomal dihubungkan dengan fistula umum. Kondisi ini jarang
bila dibandingkan dengan tipe A dan C.

Sumber Foto: net


Sumber Foto: net

Manifestasi Klinis
 Ditemukan riwayat polihydramnion pada ibu.
 Kateter yang dipakai untuk resusitasi tidak dapat masuk ke lambung.
 Bayi tersedak, batuk atau sianotik pada saat diberi minum.
 Biasanya terjadi pada bayi kurang bulan
 Gangguan Proses Menelan saat lahir
 Terjadi gangguan pernapasan akibat makanan teraspirasi.
 Air liur selalu meleleh dari mulut bayi dan berbui.
 Pada fistula trakea esophagus, cairan lambung masuk kedalam paru, oleh karena itu bayi
sering sianosis.
 Pemberian minum dapat menyebabkan batuk atau seperti tercekik dan bayi sianosis.
 Jika terdapat fistula trekoesofagus perut bayi tampak membuncit karena terisi udara.
 Bila dimasukkan kateter melalui mulut sepanjang 7.5 – 10 cm dari bibir, kateter akan
terbentur pada ujung esophagus yang buntu: dan jika kateter didorong terus akan
melingkar – lingkar di dalam esophagus yang buntu tersebut.
 Diagnosis pasti dapat ditegakkan dengan memasukkan pipa radio-opak atau larutan
kontras liopodol ke dalam esophagus dan dibuat foto toraks biasa.
Bayi Dengan Atresia Esofagus (Foto: net / Google Image)

Diagnosis
 Dalam pemeriksaan USG pada usia kehamilan sekitar 26 minggu ditemukan
polyhidramnion tetapi pembesaran perut ibu tidak sesuai dengan umur kehamilan (lebih
kecil).
 Terdapatnya kesulitan memasukkan kateter ke dalam lambung, biasanya kateter akan
terhenti pada jarak 10-11 cm dari gusi atas, (ukuran 8-10 French).
 Foto polos thorax memperlihatkan gambaran khas esophagus berdilatasi karena terisi
udara, terlihatnya udara dalam lambung atau usus menandakan adanya fistula antara
trachea dan esophagus bagian distal.
 USG menunjukkan TEF in utero pada beberapa bayi.
 EKG dan echokardiogram dapat dilakukan karena korelasi tinggi pada anomaly jantung.

Komplikasi
 Pneunomia aspirasi yang disebabkan karena usaha makan.
 Atelaktasis pengkerutan sebagian atau seluruh paru-paru akibat penyumbatan saluran
udara (bronkus maupun bronkiolus) atau akibat pernafasan yang sangat dangkal.
 Dismotilitas esophagus, terjadi karena kelemahan dinding otot esophagus
 Gastrosophagus refluks atau asam lambung naik
 Fistula tracheosophagus berulang
 Disfagia atau kesulitan menelan

Komplikasi Pasca Operasi


 Kebocoran pada sisi anastomis
 Fistula kambuhan
 Sirkulasi esophagus
 Repluks gastroesopagus dan esopagitis
 Trakeomalaisia
 Masalah makan dengan anak yang lebih besar

Penatalaksanaan
 Pada anak segera dipasang kateter ke dalam esophagus dan bila mungkin dilakukan
penghisapan terus menerus untuk mencegah terjadinya aspirasi.
 Posisi anak tidur tergantung pada ada tidaknya fistula, karena aspirasi cairan lambung
lebih berbahaya dari saliva. Anak dengan fistula trakeoesofaus ditidurkan setengah
duduk, anak tanpa fistula diletakkan dengan kepala lebih rendah (posisi trendeleburg)
 Bayi dirawat dalam inkubator untuk mencegah terjadinya hipotermia agar mendapatkan
lingkungan yang cukup hangat.
 Pemberian antibiotik pada kasus dengan resiko infeksi
 Anak dipersiapkan untuk operasi segera
 Apakah dapat dilakukan penutupan fistula dengan segera atau hanya dilakukan
gastrotomi tergantung dari jenis kelainan dan keadaan umum anak pada saat itu
 Kadang-kadang keadaan bayi memerlukan dilakukannya tindakan bedah dalam 2
tahap,tahap pertama berupa pengikatan fistula serta pemasangan pipa gastrostomi untuk
pemberian makanan,tahap kedua berupa tindakan anastomosis kedua ujung esophagus

Proses Keperawatan
Pengkajian
 Saliva berlebihan, tersedak, sianosis, apnea
 Sekresi berlebihan, mengalirkan liur konstan, sekresi hidung banyak.
 Sianosis intermitten yang tidak diketahui penyebabnya.
 Laringaspasme yang disebabkan oleh aspirasi saliva yang terakumulasi dalam kantong
buntu.
 Distensi abdominal.
 Setelah menelan makanan yang pertama atau kedua : bayi batuk dan tersedak saat cairan
kembali melalui hidung dan mulut trejadi sianosis.
 Bayi sering lahir dalam keadaan premetur dan kehamilan mungkin terkomplikasi oleh
hydra amniaon (cairan amniotic berlebihan dalam kantong ).

Masalah Keperawatan
Masalah keperawatan yang mungkin timbul pada klien dengan atresia esofagus
a) Bersihan jalan napas tidak epektif.
b) Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh.
c) Kesulitan menelan.
d) Aspirasi

Intervensi
Pengobatan segera terdiri dari

 Penyokongan bayi pada sudut 30 derajat untuk mencegah refluks isi lambung :
 Pengisapan kantong esophagus atas dengan drainase penampung;
 Gastrostomi untuk mendekompresi lambung dan mencegah aspirasi (selanjutnya
digunakan untuk pemberian makan)
 Puasa, cairan diberikan IV.
 Pengobatan secara tepat terhadap proses patologis penyerta,seperti pneumonitis atau
gagal jantung kongestif.
 Terapi pendukung meliputi pemenuhan kebutuhan nutrisi, cairan IV,antibiotic, dukungan
pernapasan, dan mempertahankan lingkungan netral secara termal.

Intervensi Pembedahan
 Perbaikan primer segera: pembagian fistula diikuti oleh anastomisis esofagus segmen
proksimal dan distal bila berat bayi lebih dari 2000g dan tanpa pneumonia.
 Perbaikan primer lanjut: untuk menstabilkan bayi dan mencegah penyimpangan bila bayi
tidak dapat mentoleransi pembedahan dengan segera.
 Esofagomiotomi servikal (lubang buatan pada leher yang memungkinkan drainase
esofagus bagian atas) dapat dilakukan bila ujung esofagus terpisah terlau jauh:
pengggantian esophagus dengan segmen usus pada usia 18 sampai 24 bulan.

Intervensi
 Pada praoperasi waspada terhadap indikasi gawat napas: retraksi, sianosis, gelisah,
pernapasan cuping hidung, peningkatan frekuensi pernapasan dan jantung.
 Pantau tanda –tanda vital dengan sering terhadap perubahan pada tekanan darah dan nadi,
yang dapat mengindikasikan dehidrasi atau kelebihan beban volume cairan.
 Pastikan bahwa selang indwelling tetap paten, diganti sesuai kebutuhan, sedikitnya sekali
setiap 12 sampai 24 jam lubang hidung yang digunakan harus bergantian.
 Cegah nekrosis lubang hidung dari tekanan oleh kateter
 Isap mulut untuk mempertahankan bebas sekresi dan mencegah aspirasi.
 Bila gastrotomi dilakukan sebelum pembedahan definitive, pertahankan selang yang
mengalir sesuai gravitasi, dan jangan mengirigasi sebelum pembedahan.
 Tempatkan bayi dalam isolette atau dibawah penghangat radian dengan humiditas tinggi.
 Bantu dalam mengencerkan sekresi dan mucus yang kental.
 Pertahkan suhu bayi dalam zona termoneutral dan isolasi lingkungan untuk mengcegah
infeksi.

Evaluasi
 Pada tahap ini perawat mengkaji kembali hal-hal pernah dilakukan, berdasarkan pada
kriteria hasil yang telah ditetapkan.
 Apabila terdapat masalah–masalah klien yang belum teratasi, perawat hendaknya
mengkaji kembali hal–hal yang berkenaan dengan masalah tersebut dan kembali
melakukan intrvensi keperawatan.
 Sebaliknya bila masalah klien telah teratasi maka perlu dilakukan pengawasan dan
pengontrolan yang teratur untuk mencegah timbulnya serangan atau gejala – gejala yang
memicu terjadinya serangan.

Daftar Pustaka
1. Marmi,S dan Kukuh Rahardjo.2012.Asuhan Neonatus,Bayi,Balita,dan Anak
Prasekolah.Yogyakarta:Pustaka Pelajar
2. A.H.Markum,dkk.1991.Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak.Jakarta:Gaya Baru
3. Staff Pengajar Ilmu Kesehatan Anak.1985.Buku Kuliah Ilmu Kesehatan
Anak.Jakarta:Infomedika
4. Ngastiyah. Perawatan anak sakit. Buku kedokteran. EGC,1997. Jakarta
5. Sylvia A price, Lorraine m Wilson. Patofisiologi. Buku kedokteran, EGC, 1997, Jakarta
6. Donna L Wong. Keperawatan pediatric.Buku kedokteran, EGC.2010.Jakarta.
7. Robbins dan kumar.Patologi .Fakultas kedoteran. Universitas Aerlangga, Edisi 4 ,EGC,
1995, Jakarta
8. Ilmu kesehatan anak. Fakultas Kedokteran. EGC.2010. Jakata

Asuhan keperawatan (ASKEP) Atresia Esophagus

ASUHAN KEPERAWATAN ATRESIA ESOPHAGUS

Definisi Atresia Eshophagus

Defenisi Atresia Esophagus

Atresia berarti buntu, atresia esofagus adalah suatu keadaan tidak adanya lubang atau muara (buntu),
pada esofagus. Pada sebagian besar kasus atresia esofagus ujung esofagus buntu, sedangkan pada ¼ -
1/3 kasus lainnya esophagus bagian bawah berhubungan dengan trakea setinggi karina (disebut sebagai
atresia esophagus dengan fistula).

Athresia Esophagus adalah suatu kondisi medis kongenital (lahir cacat) yang mempengaruhi saluran
pencernaan.

Athresia Esophagus adalah perkembangan embrionik abnormal esophagus yang menghasilkan


pembentukan suatu kantong (blind pouch), atau lumen berkurang tidak memadai yang mecegah
perjalanan makanan / sekresi dari faring ke perut.

Etiologi

Etiologi dari atresia esophagus yaitu kegagalan pada fase embrio terutama pada bayi yang lahir
prematur. terdapat laporan yang menghubungkan atresia esofagus pada keluarga,terdapat 2% resiko
apabila saudara terkena kelainan ini.

Faktor Resiko

a) Faktor Obat, salah satu obat yang diketahui dapat menyababkan kelainan kongenital adalah thali
domine

b) Radiasi, radiasi pada permulaan kehamilan mungkin dapat menimbulkan kelainan kongenital pada
janinyang dapat mengakibatkan mutasi gen

c) Gizi ibu sewaktu hamil

Manifestasi Klinis

 mengeluarkan ludah yang sangat banyak dan berbuih

 terbatuk atau tersedak setelah berusaha untuk menelan

 tidak mau menyusu

 sianosis (kulitnya kebiruan).


Komplikasi

1. Pneunomia aspirasi yang disebabkan karena usaha makan.

2. Atelaktasis pengkerutan sebagian atau seluruh paru-paru akibat penyumbatan saluran udara (bronkus
maupun bronkiolus) atau akibat pernafasan yang sangat dangkal.

3. Dismotilitas esophagus, terjadi karena kelemahan dinding otot esophagus

4. Gastrosophagus refluks atau asam lambung naik

5. Fistula tracheosophagus berulang

6. Disfagia atau kesulitan menelan

Penatalaksanaan

1. Pada anak segera dipasang kateter ke dalam esophagus dan bila mungkin dilakukan penghisapan
terus menerus.

2. Sebelum operasi bayi harus ditidurkan telungkup untuk mencegah isi lambung masuk ke paru.

3. Pemberian antibiotik pada kasus dengan resiko infeksi.

4. Kadang-kadang keadaan bayi memerlukan dilakukaknya tindakan bedah dalam 2 tahap,tahap


pertama berupa pengikatan fistula serta pemasangan pipa gastrostomi untuk pemberian
makanan,tahap kedua berupa tindakan anastomosis kedua ujung esophagus

ASUHAN KEPERAWATAN

Pengkajian Keperawatan

 Lakukan pengkajian bayi baru lahir


 Observasi manifestasi atresia esofagus dan fistula trakeoesofagus (FTE)
 Bantu dengan prosedur diagnostik, misalnya radiografi dada dan abdomen; kateter dengan
perlahan dimasukkan kedalam esofagus yang membentur tahanan bila lumen tersebut
tersumbat.
 Kaji tanda-tanda distres pernapasan.

1. Diagnosa keperawatan: Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan lubang
abnormal antara esophagus dan trakea atau obstruksi untuk menelan sekresi.

Tujuan: Pasien mempertahankan jalan napas yang paten tanpa aspirasi


Kriteria Hasil:

 Jalan napas tetap paten


 Bayi tidak teraspirasi sekresi
 Pernapasan tetap pada batas normal

No Intervensi Rasional

1. Lakukan pengisapan sesuai dengan kebutuhan. Untuk menghilangkan penumpukan sekresi di


orofaring.

2. Beri posis terlentang dengan kepala Untuk menurunkan tekanan pada rongga
ditempatkan pada sandaran yang ditinggikan torakal dan meminimalkan refluks sekresi
(sedikitnya 300). lambung ke esophagus distal dan ke dalam
trakea dan bronki.

3. Beri oksigen jika bayi menjadi sianotik. Untuk membantu menghilangkan distress
pernapasan.

4. Jangan gunakan tekanan positif (misalnya; Karena dapat memasukkan udara ke dalam
kantong resusitasi/ masker). lambung dan usus, yang menimbulkan tekana
tambahan pada rongga torakal.

5. Puasakan Untuk mencegah aspirasi.

6. Pertahankan penghisapan segmen esophagus Untuk menjaga agar kantong buntu tersebut
secara intermitten atau kontinue, bila di tetap kosong.
pesankan pada masa pra operasi.

7. Tinggalkan selang gastrostomi, bila ada, terbuka Agar udara dapat keluar, meminimalkan
untuk drainase gravitasi. resiko regurgitasi isi lambung dengan trakea.

1. 2.2 Diagnosa keperawatan: Kerusakan (kesulitan) menelan berhubungan dengan obstruksi


mekanis.
Tujuan: Pasien mendapatkan nutrisi yang adekuat.

Kriteria Hasil: Bayi mendapat nutrisi yang cukup dan menunjukkan penambahan berat badan yang
memuaskan.

No Intervensi Rasional

1. Beri makan melalui gastrostomi Untuk memberikan nutrisi sampai pemberian


sesuai dengan ketentuan makanan oral memungkinkan.

2. Lanjutkan pemberian makan oral Untuk memenuhi kebutuhan akan nutrisi bayi
sesuai ketentuan, sesuai kondisi bayi
dan perbaikan pembedahan.

3. Observasi dengan ketat. Untuk memastikan bayi mampu menelan tanpa


tersedak.

4. Pntau masukan keluaran dan berat Untuk mengkaji keadekuatan masukan nutrisi.
badan.

5. Ajarkan keluarga tentang teknik Untuk mempersiapkan diri terhadap pemulangan.


pemberian makan yang tepat.

1. 3.3 Diagnosa keperawatan: Resiko tinggi cedera berhubungan dengan prosedur pembedahan.

Tujuan: Pasien tidak mengalami trauma pada sisi pembedahan.

Kriteria Hasil: Anak tidak menunjukkan bukti-bukti cidera pada sisi pembedahan.

No Intervensi Rasional

1. Hisap hanya dengan kateter yang diukur Untuk mencegah trauma pada mukosa.
sebelumnya sampai ke jarak yang tidak
mencapai sisi pembedahan.
Diagnosa keperawatan: Ansietas berhubungan dengan kesulitan menelan, ketidaknyamanan karena
4.

pembedahan.

Tujuan: Pasien mengalami rasa aman tanda ketidaknyamanan.

Kriteria Hasil:

 Bayi istirahat dengan tenang, sadar bila terjaga, dan melakukan penghisapan non- nutrisi.
 Mulut tetap bersih dan lembab.
 Nyeri yang dialamianak minimal atau tidak ada.

No Intervensi Rasional

1. Beri stimulasi taktil (mis; membelai, Untuk memudahkan perkembangan optimal dan
mengayun). meningkatkan kenyamanan.

2. Beri perawatan mulut. Untuk menjaga agar mulut tetap bersih dan
membran mukosa lembab.

3. Beri analgesik sesuai ketentuan

4. Dorong orangtua untuk berpastisipasi dalam Untuk memberikan rasa nyaman dan aman.
perawatan anak.

1. 15.5 Diagnosa keperawatan :perubahan proses keluarga berhubungan dengan anak dengan
defek fisik.

Tujuan : pasien (keluarga) disiapkan untuk perawatan anak di rumah.

Kriteria hasil: Keluarga menunjukkan kemampuan untuk memberiakn perawatan pada bayi, memahami
tanda-tanda komplikasi, dan tindakan yang tepat.

No. Intervensi Rasional

1. Ajarkan pada keluarga tentang keterampilan  Untuk mencegah aspirasi


dan observasi kebutuhan perawat di rumah:  Untuk mencegah keterlam-
batan tindakan
 Beri posisi  Agar praktisi dapat diberitahu
 Tanda-tanda distress pernapasan
 Tanda-tanda komplikasi; menolak  Untuk menjamin perawatan
makan, disfagia, peningkatan batuk. yang tepat setelah pulang
 Kebutuhan alat dan bahan yang
diperlukan
 Perawatan gastrostomi bila bayi
telah dioperasi, termasuk teknik-
teknik seperti pengisapan,
pemberian makan, perawatan sisi
operasidan atau ostomi, dan
penggantian balutan.

Asuhan Keperawatan Atresia Esofagus


November 12, 2015 Itha Darmita

KONSEP DASAR MEDIS

1. Anatomi Fisiologi

Esofagus merupakan salah satu organ silindris berongga dengan panjang sekitar 25 cm dan
berdiameter 2 cm, terbentang dari hipofaring sampai cardia lambung, kira-kira 2-3 cm di bawah
diafragma. Esofagus terletak posterior terhadap jantung dan trakea, anterior terhadap vertebra
dan berjalan melalui lubang diafragma tepat anterior terhadap aorta.

Pada kedua ujung esofagus, terdapat otot-otot spingter, diantaranya :

 Krikifaringeal

Membentuk sfingter esofagus bagian atas dan terdiri atas serabut-serabut otot rangka. Dalam
keadaan normal berada dalam keadaan tonik, atau kontraksi kecuali waktu menelan.

 Sfingter Esofagus bagian bawah

Bertindak sebagai sfingter dan berperan sebagai sawar terhadap refluks isi lambung ke dalam
esofagus. Dalam keadaan normal, sfingter ini menutup kecuali bila makanan masuk ke dalam
lambung atau waktu bertahak atau muntah.

Dinding esofagus terdiri dari 4 lapisan, yaitu :

1. Mukosa.Terbentuk dari epitel berlapis gepeng bertingkat yang berlanjut ke faring bagian
atas, dalam keadaan normal bersifat alkali dan tidak tahan terhadap isi lambung yang
sangat asam
2. Sub Mukosa. Mengandung sel-sel sekretoris yang menghasilkan mukus yang dapat
mempermudah jalannya makanan sewaktu menelan dan melindungi mukosa dari cedera
akibat zat kimia.
3. Muskularis. Otot bagian esofagus, merupakan otot rangka. Sedangkan otot pada separuh
bagian bawah merupakan otot polos, bagian yang diantaranya terdiri dari campuran
antara otot rangka dan otot polos.
4. lapisan bagian luar (Serosa).Terdiri dari jaringan ikat yang jarang menghubungkan
esofagus dengan struktur-struktur yang berdekatan, tidak adanya serosa mengakibatkan
penyebaran sel-sel tumor lebih cepat (bila ada kanker esofagus) dan kemungkinan bocor
setelah operasi lebih besar.

Persarafan utama esofagus dilakukan oleh serabut-serabut simpatis dan parasimpatis dari sistem
saraf otonom. Serabut-serabut parasimpatis dibawa oleh nervus vagus yang dianggap merupakan
saraf motorik. Selain persarafan ekstrinsik tersebut, terdapat juga jala-jala longitudinal (Pleksus
Allerbach) dan berperan untuk mengatur peristaltik esofagus normal.

Distribusi darah esofagus mengikuti pola segmental, bagian atas disuplai oleh cabang-cabang
arteria tiroide inferior dan subklavia. Bagian tengah disuplai oleh cabang-cabang segmental aorta
dan artetia bronkiales, sedangkan bagian sub diafragmatika disuplai oleh arteria gastrika sinistra
dan frenika inferior.

Peranan esofagus adalah menghantarkan makanan dan minuman dari faring ke lambung. Pada
keadaan istirahat antara 2 proses menelan, esofagus tertutup kedua ujungnya oleh sfingter
esofagus atas dan bawah. Sfingter esofagus atas berguna mencegah aliran balik cairan lambung
ke esofagus (Refluks).

2. Pengertian

Atresia esophagus adalah malformasi yang disebabkan oleh kegagalan esophagus untuk
mengadakan pasase yang kontinyu. Esophagus mungkin saja membentuk sambungan dengan
trachea (fistula trakheaesofagus). (Wong, Donna L. 2004: 512)

Atresia Esopagus adalah perkembangan embrionik abnormal esophagus yang menghasilkan


pembentukan suatu kantong (blind pouch), atau lumen berkurang tidak memadai yang mecegah
perjalanan makanan / sekresi dari faring ke perut.

3. Etiologi

Kelainan pasase akibat gangguan pemisahan septum antara trachea dan esophagus pada
perkembangan intra uterin.

Merupakan penyakit kongenital dan penyebab secara pasti belum diketemukan.

Kelainan ini ada tiga type yaitu :

1. Gross type I
2. Gross type II
3. Gross type III (tersering ditemukan biasanya disertai fistel tracheaesofagal dan biasanya
ibunya menderita hydroamnion waktu hamil).

Klasifikasi

1. Atresia Esofagus dengan fistula trakheooesophageal distal ( 86% Vogt 111.grossC)


Merupakan gambaran yang paling sering pada proksimal esofagus, terjadi dilatasi dan
penebalan dinding otot berujung pada mediastinum superior setinggi vetebra thoracal
III/IV. Esofagus distal (fistel), yang mana lebih tipis dan sempit, memasuki dinding
posterior trakea setinggi carina atau 1-2 cm diatasnya. Jarak antara esofagus proksimal
yang buntu dan fistula trakheooesofageal distal bervariasi mulai dari bagian yang overlap
hingga yang berjarak jauh .
2. Esofagus distal dan proksimal benar-benar berakhir tanpa hubungan dengan Esofagus
terisolasi tanpa fistula ( 7%, Vogg II, Gross A) segmen esofagus proksimal, dilatasi dan
dinding menebal dan biasanya berakhir setinggi mediastinum posterior sekitar vetebra
thorakalis II. Esofagus distal pendek dan berakhir pada jarak yang berbeda diatas
diagframa.
3. Fistula trakheoesofagus tanpa atresia (4%,Groos E) Terdapat hubungan seperti fistula
antara esofagus yang secara anatomi cukup intak dengan trakhea. Traktus yang seperti
fistula ini bisa sangat tipis/sempit dengan diameter 3-5 mm dan umumnya berlokasi pada
daerah servikal paling bawah. Biasanya single tapi pernah ditemukan dua bahkan tiga
fistula.
4. Atresia erofagus dengan fistula trakeo esofagus proksimal (2%. Vogt III & Gross
B).Gambaran kelainan yang jarang ditemukan namun perlu dibedakan dari jenis
terisolasi. Fistula bukan pada ujung distal esofagus tapi berlokasi 1-2 cm diatas ujung
dinding depan esofagus
5. Atresia esofagus dengan fistula trakheo esofagus distal dan proksimal ( < 1% Vogt IIIa,
Gross D).Pada kebanyakan bayi, kelainan ini sering terlewati (misdiagnosa) dan di terapi
sebagai atresia proksimal dan fistula distal. Sebagai akibatnya infeksi saluran pernapasan
berulang, pemeriksaan yang dilakukan memperlihatkan suatu fistula dapat dilakukan dan
diperbaiki keseluruhan.

Patofisiologi

Menurut Price, Sylvia A. 2005. Atresia esophagus merupakan penyakit pada bayi baru lahir dan
merupakan kelainan bawaan. Resiko tinggi terhadap atresia esophagus yaitu bayi baru lahir
secara premature dan menangis terus disertai batuk-batuk sampai adanya sianosis. Malformasi
struktur trakhea menyebabkan bayi mengalami kesulitan dalam menelan serta bayi dapat
mengalami aspirasi berat apabila dalam pemberian makan tidak diperhatikan.

Pada perkembangan jaringan, terjadi gangguan pemisahan antara trakhea dan esopagus pada
minggu ke 4 sampai minggu ke 6 kehidupan embryonal. Resiko tinggi dapat terjadi pada ibu
hamil dengan hidramnion yaitu amniosentesis harus dicurigai. Bayi dengan hipersalivasi ;
berbuih, sulit bernafas, batuk dan sianosis. Tindakan pembedahannya segera dilakukan
pembedahan torakotomi kanan retro pleural.
6. Manifestasi Klinis

Ada beberapa keadaan yang merupakan gejala dan tanda atresia esofagus, antara lain:

 Mulut berbuih (gelembung udara dari hidung dan mulut) dan liur selalu meleleh dari
mulut bayi
 Sianosis
 Batuk dan sesak napas
 Gejala pneumonia akibat regurgitasi air ludah dari esofagus yang buntu dan regurgitasi
cairan lambung melalui fistel ke jalan napas
 Perut kembung atau membuncit, karena udara melalui fistel masuk kedalam lambung dan
usus
 Oliguria, karena tidak ada cairan yang masuk
 Biasanya juga disertai dengan kelainan bawaan yang lain, seperti kelainan jantung,
atresia rectum atau anus.

7. Diagnosis

Diagnosa dari atresia esofagus / fistula trakheoesofagus bisa ditegakkan sebelum bayi lahir.
Salah satu tanda awal dari atresia esofagus diketahui dari pemeriksaan USG prenatal yaitu
polihidramnion, dimana terdapat jumlah cairan amnion yang sangat banyak. Tanda ini bukanlah
diagnosa pasti tetapi jika ditemukan harus dipikirkan kemungkinan atresia esofagus.

Diagnosa Atresia Esofagus dicurigai pada masa prenatal dengan penemuan gelembung perut
(bubble stomach) yang kecil atau tidak ada pada USG setelah kehamilan 18 minggu. Secara
keseluruhan sensifitas dari USG sekitar 42 %. Polihidraminon sendiri merupakan indikasi yang
lemah dari Atresia Esofagus (insiden 1%). Metoda yang tersedia untung meningkatkan angka
diagnostik prenatal termasuk pemeriksaan ultrasound pada leher janin untuk menggambarkan
“ujung buntu” kantong atas dan menilai proses menelan janin dari MRI

Bayi baru lahir dengan ibu polihidramnion seharusnya memperlihatkan selang nasogastris yang
dapat lewat segera setelah kelahiran untuk menyingkirkan atresia esofagus. Bayi dengan Atresia
Esofagus tidak mampu menelan saliva dan ditandai dengan saliva yang banyak, dan memerlukan
suction berulang. Pada fase ini tentu sebelumnya makan untuk pertamakali, kateter bore yang
kaku harus dapat melewati mulut hingga esofagus. Pada Atresia Esofagus, kateter tidak bisa
lewat melebihi 9-10 cm dari alveolar paling bawah. Rongent dada dan abdomen memperlihatkan
ujung kateter tertahan. Disuperior mediatinum (T2-4), sementara gas pada perut & usus
menunjukkan adanya fistula trakheoesofagus distal. Tidak adanya gas gastro intestinal
menunjukkan atresia esofagus yang terisolasi.

Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan berikut:

 Memasukkan selang nasogastrik


 Rontgen esofagus menunjukkan adanya kantong udara dan adanya udara di lambung
serta usus.
8. Penatalaksanaan

Atresia merupakan kasus gawat darurat. Prabedah, penderita seharusnya ditengkurapkan untuk
mengurangi kemungkinan isi lambung masuk ke paru-paru. Kantong esofagus harus secara
teratur dikosongkan dengan pompa untuk mencegah aspirasi sekret. Perhatian yang cermat harus
diberikan terhadap pengendalian suhu, fungsi respirasi, dan pengelolaan anomali penyerta.

1. Penatalaksanaan Medis

Pengobatan dilakukan dengan operasi.

2. Penatalaksanaan Keperawatan

Sebelum dilakukan operasi, bayi diletakkan setengah duduk untuk mencegah terjadinya
regurgitasi cairan lambung kedalam paru. Cairan lambung harus sering diisap untuk mencegah
aspirasi. Untuk mencegah terjadinya hipotermia, bayi hendaknya dirawat dalam incubator agar
mendapatkan lingkungan yang cukup hangat. Posisinya sering di ubah-ubah, pengisapan lender
harus sering dilakukan. Bayi hendaknya dirangsang untuk menangis agar paru berkembang.

9. Komplikasi

Komplikasi-komplikasi yang bisa timbul setelah operasi perbaikan pada atresia esofagus dan
fistula atresia esophagus adalah sebagai berikut :

1. Dismotilitas esophagus.Dismotilitas terjadi karena kelemahan otot dingin esophagus.


Berbagai tingkat dismotilitas bisa terjadi setelah operasi ini. Komplikasi ini terlihat saat
bayi sudah mulai makan dan minum.
2. Gastroesofagus refluk.Kira-kira 50 % bayi yang menjalani operasi ini kana mengalami
gastroesofagus refluk pada saat kanak-kanak atau dewasa, dimana asam lambung naik
atau refluk ke esophagus. Kondisi ini dapat diperbaiki dengan obat (medical) atau
pembedahan.
3. Trakeo esogfagus fistula berulang.Pembedahan ulang adalah terapi untuk keadaan seperti
ini.
4. Disfagia atau kesulitan menelan.Disfagia adalah tertahannya makanan pada tempat
esophagus yang diperbaiki. Keadaan ini dapat diatasi dengan menelan air untuk
tertelannya makanan dan mencegah terjadinya ulkus.
5. Kesulitan bernafas dan tersedak.Komplikasi ini berhubungan dengan proses menelan
makanan, tertaannya makanan dan aspirasi makanan ke dalam trakea.
6. Batuk kronis.Batuk merupakan gejala yang umum setelah operasi perbaikan atresia
esophagus, hal ini disebabkan kelemahan dari trakea.
7. Meningkatnya infeksi saluran pernafasan.Pencegahan keadaan ini adalah dengan
mencegah kontakk dengan orang yang menderita flu, dan meningkatkan daya tahan tubuh
dengan mengkonsumsi vitamin dan suplemen

KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN


Pengkajian

 Kaji biodata pasien.


 Pengkajian pada orang tua
 Kaji riwayat kehamilan.
 Kaji psikososial keluarga.
 Kaji pengetahuan keluarga.
 Lakukan Pengkajian bayi baru lahir.
 Observasi manifestasi atresia esophagus dan fistula trakheoesofagus (FTE)
 Saliva berlebihan
 Tersedak
 Sianosis
 Apnea
 Peningkatan distress pernafasan setelah pemberian makan
 Distensi abdomen

Diagnosa keperawatan

1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan lubang abnormal antara esofagus
dan trakea atau obstruksi untuk menelan sekresi
2. Gangguan menelan berhubungan dengan obstruksi mekanis
3. Resiko aspirasi berhubungan dengan gangguan menelan
4. Cemas berhubungan dengan kesulitan menelan, ketidaknyamanan karena pembedahan

DAFTAR PUSTAKA

Wong, Donna L. 2004. Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik alih bahasa Monica Ester editor
Sari Kurnianingsih edisi 4. Jakarta: EGC

Price, Sylvia A. 2005. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit edisi 6. Jakarta: EGC

Wilkinson, Judith M & Nancy R. Ahern., 2015. Buku Saku Diagnosa Keperawatan dengan NIC
dan NOC. Edisi 9. Jakarta : EGC

Ganong. 2001. Buku Ajar Fisiologi Kedoktera Edisi: 17. Jakarta: EGC

LAPORAN PENDAHULUAN

ATRESIA ESOPHAGUS
A. PENGERTIAN

Athresia Esophagus adalah perkembangan embrionik abnormal esophagus yang

menghasilkan pembentukan suatu kantong (blind pouch), atau lumen berkurang tidak memadai

yang mecegah perjalanan makanan / sekresi dari faring ke perut.

Atresia Esophagus adalah kealinan kontinuitas lumen esophagus dimana bagian distal

esophagus sampai kardia tidak mau membuka sehingga mengganggu aliran makanan (Sudaryat,

2005).

Atresia esofagus merupakan kelainan kongenital yang mengakibatkan gangguan

kontinuitas esophagus dengan atau tanpa hubungan persisten dengan trakea (Whaley & Wong,

2010). Terlihat keadaan pada bagian proksimal dan distal esophagus tidak berhubungan.

B. ETIOLOGI

1. Secara umum :

Salah satu nya adalah kegagalan pada fase embrio terutama pada bayi yang lahir prematur, dan
ada Beberapa etiologi yang dapat menimbulkan kelainan konginital Atresia Etsopgus

diantaranya:

a. Faktor obat

Salah satu obat yang dapat menimbulkan kelainan kongenital yaitu thali domine .

b. Faktor radiasi

Radiasi pada permulaan kehamilan mungkin dapat menimbulkan kelainan kongenital pada janin

yang dapat menimbulkan mutasi pada gen

c. Faktor gizi

2. Secara khusus :

Secara epidemologi anomali ini terjadi pada umur kehamilan 3-6 minggu akibat :

a. Deferensasi usus depan yang tidak sempurna dan memisahkan dari masing –masing menjadi

esopagus dan trachea .

Perkembangan sel endoteal yang lengkap sehingga menyebabkan terjadinya atresia.

Perlengkapan dinding lateral usus depan yang tidak sempurna sehingga terjadi fistula trachea

esophagus

C. PATOFISIOLOGI

Motilitas dari esophagus selalu dipengaruhi pada atresia esophagus. Gangguan peristaltic

esophagus biasanya paling sering dialami pada bagian esophagus distal. Janin dengan atresia

tidak dapat dengan efektif menelan cairan amnion. Sedangkan pada atresia esophagus dengan

fistula trkeoesofageal distal, cairan amnion masuk melaalui trakea kedalam usus.

Polihydramnion bisa terjadi akibat perubahan dari sirkulasi amnion pada janin.
Neonates dengan atresia tidak dapat menelan dan akan mengeluarkan banyak sekali air

liur atau saliva. Aspirasi dari saliva atau air susu dapat menyebabkan aspirasi pneumonia. Pada

atresia dengan distal TEF, sekresi dengan gaster dapat masuk keparu-paru dan sebaliknya, udara

juga dapat bebas masuk dalam saluran pencernaan saat bayi menangis ataupun mendapat

ventilasi bantuan. Keadaan-keadaan ini bisa menyebabkan perforasi akut gaster yang fatal.

Diketahui bahwa bagian esophagus distal tidak menghasilkan peristaltic dan ini bisa

menyebabkan disfagia setelah perbaikan esophagus dan dapat menimbulkan reflux

gastroesofageal.

Trakea juga dipengaruhi akibat gangguan terbentuknya atresia esophagus. Trakea

abnormal, terdiri dari berkurangnya tulang rawan trakea dan bertambahnya ukuran otot

tranversal pada posterior trakea. Dinding trakea lemah sehingga mengganggu kemampuan bayi

untuk batuk yang akan mengarah pada munculnya pneumonia yang bisa berulang-ulang. Trakea

juga dapat kolaps bila diberikan makanana atupun air susu dan ini akan menyebabkan

pernapasan yang tidak efektif, hipoksia atau bahkan bisa menjadi apneo.

D. PATHWAY

Terlampir

E. KLASIFIKASI

1. Kalasia

Chalasia ialah keadaan bagian bawah esophagus yang tidak dapat menutup secara baik, sehingga

menyebabkan regurgitasi, terutama kalau bayi dibaringkan. Pertolongan : member makanan

dalam posisi tegak, yaitu duduk dalam kursi khusus. Kalasia adalah kelainan yang terjadi pada

bagian bawah esophagus (pada persambungan dengan lambung yang tidak dapat menutup rapat

sehingga bayi sering regurgitasi bila dibaringkan.


2. Akalasia

Ialah kebalikan chalasia yaitu bagian akhir esophagus tidak membuka secara baik, sehingga

keadaan seperti stenosis atau atresia. Disebut pula spasmus cardio-oesophagus. Sebabnya :

karena terdapat cartilage trachea yang tumbuh ektopik dalam esophagus bagian bawah,

berbentuk tulang rawan yang ditemukan secara mikroskopik dalam lapisan otot.

3. Classification System Gross

Atresia esophagus disertai dengan fistula trakeoesofageal distal adalah tipe yang paling sering

terjadi. Varisi anatomi dari atresia esophagus menggunakan system klasiifikasi gross of bostom

yang sudah popular digunakan.

System ini berisi antara lain:

a. Tipe A : Atresia esophagus tanpa fistula ; atresia esophagus murni (10%)

b. Tipe B : Atresia esophagus dengan TEF proximal (<1%)

c. Tipe C : Atresia esophagus dengan TEF distal (85%)

d. Tipe D : Atresia esophagus dengan TEF proximal dan distal (<1%)

e. Tipe E : TEF tanpa atresia esophagus ; fistula tipe H (4%)

f. Tipe F : Stenosis esophagus congenital tanpa atresia (<1%)

F. MANIFESTASI KLINIS

Biasanya timbul setelah bayi berumur 2-3 minggu, yaitu berupa muntah yang proyektil beberapa

saat setelah minum susu ( yang dimuntahkan hanya susu ), bayi tampak selalu haus dan berat

badan sukar naik.

a. Biasanya disertai dengan hidramnion (60%) dan hal ini pula yang menyebabkan kenaikan

frekuensi bayi lahir premature, sebaiknya dari anamnesis didapatkan keterangan bahwa
kehamilan ibu disertai hidrmnion hendaknya dilakukan kateterisasi esophagus . bila kateter

berhenti pada jarak < 10 cm, maka diduga artesia esophagus.

b. Bila pada BBL timbul sesak yang disertai dengan air liur yang meleleh keluar, dicurigai terdapat

atresia esophagus.

c. Segera setelah diberi minum, bayi akan berbangkis, batuk dan sianosis karena aspirasi cairan

kedalam jalan napas.

d. Pada fistula trakeaesofagus, cairan lambung juga dapat masuk kedalam paru, oleh karena itu

bayi sering sianosis.

Gejalanya bisa berupa :

a. Mengeluarkan luda yang sangat banyak

b. Terbatuk atau tersedak setelah berusaha untuk menelan

c. Tidak mau menyusu

d. Sianosis (kulitnya kebiruan)

Adanya fistula menyebabkan ludah bisa masuk kedalam paru-paru sehingga terjadi resiko

terjadinya pneumonia aspirasi.(4)(5)

G. PENATALAKSANAAN

1. Tindakan Sebelum Operasi

Atresia esophagus ditangani dengan tindakan bedah. Persiapan operasi untuk bayi baru lahir

mulai umur 1 hari antara lain :

a. Cairan intravena mengandung glukosa untuk kebutuhan nutrisi bayi.

b. Pemberian antibiotic broad-spectrum secara intra vena.

c. Suhu bayi dijaga agar selalu hangat dengan menggunakan incubator, spine dengan posisi fowler,

kepala diangkat sekitar 45o.


d. NGT dimasukkan secara oral dan dilakukan suction rutin.

e. Monitor vital signs.

Pada bayi premature dengan kesulitan benapas, diperlukan perhatian khusus. Jelas diperlukan

pemasangan endotracheal tube dan ventilator mekanik. Sebagai tambahan, ada resiko terjadinya

distensi berlebihan ataupun rupture lambung apabila udara respirasi masuk kedalam lambung

melalui fistula karena adanya resistensi pulmonal. Keadaan ini dapat diminimalisasi dengan

memasukkan ujung endotracheal tube sampai kepintu masuk fistula dan dengan memberikan

ventilasi dengan tekanan rendah.

Echochardiography atau pemerikksaan EKG pada bayi dengan atresia esophagus penting untuk

dilakukan agar segera dapat mengetahui apabila terdapat adanya kelainan kardiovaskular yang

memerlukan penanganan segera.

2. Tindakan Selama Operasi


Pada umumnya operasi perbaikan atresia esophagus tidak dianggap sebagai hal yang darurat.
Tetapi satu pengecualian ialah bila bayi premature dengan gangguan respiratorik yang
memerlukan dukungan ventilatorik. Udara pernapasan yang keluar melalui distal fistula akan
menimbulkan distensi lambung yang akan mengganggu fungsi pernapasan. Distensi lambung
yang terus-menerus kemudian bisa menyebabkan rupture dari lambung sehingga mengakibatkan
tension pneumoperitoneum yang akan lebih lagi memperberat fungsi pernapasan.
Pada keadaan diatas, maka tindakan pilihan yang dianjurkan ialah dengan melakukan ligasi
terhadap fistula trakeaesofageal dan menunda tindakan thoratocomi sampai masalah ganggua
respiratorik pada bayi benr-benar teratasi. Targetnya ialah operasi dilakukan 8-10 hari
kemuudian untuk memisahkan fistula dari memperbaiki esophagus.
Pada prinsipnya tindakan operasi dilakukan untuk memperbaiki abnormalitas anatomi. Tindakan
operasi dari atresia esophagus mencakup.
a. Operasi dilaksanakan dalam general endotracheal anesthesia dengan akses vaskuler yang baik
dan menggunakan ventilator dengan tekanan yang cukup sehingga tidak menybabkan distensi
lambung
b. Bronkoskopi pra-operatif berguuna untuk mengidentifikasi dan mengetahui lokasi fistula.
c. Posisi bayi ditidurkan pada sisi kiri dengan tangan kanan diangkat di depan dada untuk
dilaksanakan right posterolateral thoracotomy. Pada H-fistula, operasi dilakukan melalui leher
karena hanya memisahkan fistula tanpa memperbaiiki esophagus. esophagus.
d. Operasi dilaksanakan thoracotomy, dimana fistula ditutup dengan cara diikat dan dijahit
kemudian dibuat anastomisis esophageal antara kedua ujung proximal dan distal dan esophagus.
e. Pada atresia esofagus dengan fistula trakeoesofageal, hamppir selalu jarak antara esofagus
proksimal dan distal dapat disambung langsung ini disebut dengan primary repairyaitu apabila
jarak kedua ujung esofagus dibawah 2 ruas vertebra. Bila jaraknya 3,6 ruas vertebra, dilakukan
delaved primary repair. Operasi ditunda paling lama 12 minggu, sambil dilakukan cuction rutin
dan pemberian makanan melalui gstrostomy, maka jarak kedua ujung esofagus akan menyempit
kemudian dilakukan primary repair. Apabiila jarak kedua ujung esofagus lebih dari 6 ruas
vertebra, maka dijoba dilakukan tindakan diatas, apabila tidak bisa juga makaesofagus
disambung dengan menggunakan sebagai kolon.
3. Tindakan Setelah Operasi
Pasca Operasi pasien diventilasi selama 5 hari. Suction harus dilakukan secara rutin. Selang
kateter untuk suction harus ditandai agar tidak masuk terlalu dalam dan mengenai bekas operasi
tempat anastomisis agar tidak menimbulkan kerusakan. Setelah hari ke-3 bisa dimasukkan NGT
untuk pemberian makanan.
H. PEMERIKSAAN PENUNJANG

I. KOMPLIKASI

Komplikasi-komplikasi yang bisa timbul setelah operasi perbaikan pada atresia esofagus dan

fistula atresia esophagus adalah sebagai berikut :

1. Dismotilitas esophagus => Dismotilitas terjadi karena kelemahan otot dingin esophagus.

Berbagai tingkat dismotilitas bisa terjadi setelah operasi ini. Komplikasi ini terlihat saat bayi

sudah mulai makan dan minum.


2. Gastroesofagus refluk => Kira-kira 50 % bayi yang menjalani operasi ini kana mengalami

gastroesofagus refluk pada saat kanak-kanak atau dewasa, dimana asam lambung naik atau

refluk ke esophagus. Kondisi ini dapat diperbaiki dengan obat (medical) atau pembedahan.

3. Trakeo esogfagus fistula berulang => Pembedahan ulang adalah terapi untuk keadaan seperti ini.

4. Disfagia atau kesulitan menelan => Disfagia adalah tertahannya makanan pada tempat

esophagus yang diperbaiki. Keadaan ini dapat diatasi dengan menelan air untuk tertelannya

makanan dan mencegah terjadinya ulkus.

5. Kesulitan bernafas dan tersedak => Komplikasi ini berhubungan dengan proses menelan

makanan, tertaannya makanan dan saspirasi makanan ke dalam trakea.

6. Batuk kronis => Batuk merupakan gejala yang umum setelah operasi perbaikan atresia

esophagus, hal ini disebabkan kelemahan dari trakea.

7. Meningkatnya infeksi saluran pernafasan => Pencegahan keadaan ini adalah dengan mencegah

kontakk dengan orang yang menderita flu, dan meningkatkan daya tahan tubuh dengan

mengkonsumsi vitamin dan suplemen.

J. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian

Asuhan keperawatan yang diberikan pada bayi baru lahir adalah berdasarkan tahapan-tahapan

pada proses keperawatan. tahap pengkajian merupakan tahap awal, disini perawat

mengumpulkan semua imformasi baik dari klien dengan cara observasi dan dari keluarganya.

Lakukan penkajian bayi baru lahir.observasi manipestasi atresia esophagus dan fistula.

Traekeoesofagus, saliva berlebihan, tersedat, sianosis, apneu.

a. Sekresi berlebihan , mengalirkan liur konstan,sekresi hidung banyak.

b. Sianosis intermitten yang tidak diketahui penyebabnya.


Laringaspasme yang disebabkan oleh aspirasi saliva yang terakumulasi dalam kantong buntu.

c. Distensi abdominal.

d. Respon kekerasan setelah menelan makanan yang pertama atau kedua : bayi batuk dan tersedat

saat cairan kembali melalui hidung dan mulut trejadi sianosis.

e. Bayi sering premetur dan kehamilan munkun terkomplikasi oleh hydra amniaon (cairan

amniotic berlebihan dalam kantong ).

K. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan lubang abnormal antara esophagus dan

trakea atau obstruksi untuk menelan sekresi.

2. Aspirasi berhubungan dengan tidak adanya saluran dari esofagus ke lambung.

3. Resiko terjadinya infeksi berhubungan dengan prosedur pemasangan g-tube.

4. Ansietas berhubungan dengan kesulitan menelan, ketidaknyamanan karena pemasangan g-tube.

L. FOKUS INTERVENSI

1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan lubang abnormal antara esophagus dan

trakea atau obstruksi untuk menelan sekresi.

Tujuan: Pasien mempertahankan jalan napas yang paten tanpa aspirasi

Kriteria Hasil:

a. Jalan napas tetap paten

b. Bayi tidak teraspirasi sekresi

c. Pernapasan tetap pada batas normal

Intervensi

a. Lakukan pengisapan sesuai dengan kebutuhan.


R/ : Untuk menghilangkan penumpukan sekresi di orofaring.

b. Beri posisi terlentang dengan kepala ditempatkan pada sandaran yang ditinggikan (sedikitnya

300).

R/ : Untuk menurunkan tekanan pada rongga torakal dan meminimalkan refluks

sekresi lambung ke esophagus distal dan ke dalam trakea dan bronki.

c. Beri oksigen jika bayi menjadi sianotik.

R/ : Untuk membantu menghilangkan distress pernapasan.

d. Jangan gunakan tekanan positif (misalnya; kantong resusitasi/ masker).

R/ : Karena dapat memasukkan udara ke dalam lambung dan usus, yang menimbulkan

tekana tambahan pada rongga torakal.

e. Pertahankan penghisapan segmen esophagus secara intermitten atau kontinue, bila di pesankan

pada masa pra operasi.

R/ : Untuk menjaga agar kantong buntu tersebut tetap kosong.

f. Tinggalkan selang gastrostomi, bila ada, terbuka untuk drainase gravitasi.

R/ : Agar udara dapat keluar, meminimalkan resiko regurgitasi isi lambung dengan

trakea.

2. Aspirasi berhubungan dengan tidak adanya saluran dari esofagus ke lambung.

Tujuan: Pasien mendapatkan nutrisi yang adekuat.

Kriteria Hasil: Bayi mendapat nutrisi yang cukup dan menunjukkan penambahan berat badan

yang memuaskan.

Intervensi

a. Beri makan melalui gastrostomi sesuai dengan ketentuan

R/ : Untuk memberikan nutrisi sampai pemberian makanan oral memungkinkan.


b. Lanjutkan pemberian makan oral sesuai ketentuan, sesuai kondisi bayi dan perbaikan

pembedahan.

R/ : Untuk memenuhi kebutuhan akan nutrisi bayi

c. Observasi dengan ketat.

R/ : Untuk memastikan bayi mampu menelan tanpa tersedak.

d. Pantau masukan keluaran dan berat badan.

R/ : Untuk mengkaji keadekuatan masukan nutrisi.

e. Ajarkan keluarga tentang teknik pemberian makan yang tepat.

R/ : Untuk mempersiapkan diri terhadap pemulangan.

3. Resiko terjadinya infeksi berhubungan dengan prosedur pemasangan g-tube.

Tujuan: Pasien tidak mengalami infeksi.

Kriteria Hasil: Anak tidak menunjukkan bukti-bukti infeksi karena pemasangan g-tube.

Intervensi

a. Bersihkan kateter sesering mungkin

R/ : Untuk mencegah bakteri masuk ke dalam tubuh

4. Ansietas berhubungan dengan kesulitan menelan, ketidaknyamanan karena pemasangan g-tube.

Tujuan: Pasien mengalami rasa aman tanda ketidaknyamanan.

Kriteria Hasil:
a. Bayi istirahat dengan tenang, sadar bila terjaga, dan melakukan penghisapan non-nutrisi.

b. Mulut tetap bersih dan lembab.

c. Nyeri yang dialamianak minimal atau tidak ada.

Intervensi :

a. Beri stimulasi taktil (mis; membelai, mengayun).

R/ : Untuk memudahkan perkembangan optimal dan meningkatkan kenyamanan.


b. Beri perawatan mulut.

R/ : Untuk menjaga agar mulut tetap bersih dan membran mukosa lembab.

c. Beri analgesik sesuai ketentuan

R/ : Untuk mengurangi rasa nyeri yang berlebih

d. Dorong orang tua untuk berpastisipasi dalam perawatan anak.

R/ : Untuk memberikan rasa nyaman dan aman.

DAFTAR PUSTAKA

Donna L Wong. Keperawatan pediatric.Buku kedokteran, EGC.2010.Jakarta.

Definisi

Atresia Esophagus adalah perkembangan embrionik abnormal esophagus yang menghasilkan


pembentukan suatu kantong (blind pouch), atau lumen berkurang tidak memadai yang mecegah
perjalanan makanan / sekresi dari faring ke perut.

Atresia berarti buntu, atresia esofagus adalah suatu keadaan tidak adanya lubang atau muara
(buntu), pada esofagus (+). Pada sebagian besar kasus atresia esofagus ujung esofagus buntu,
sedangkan pada ¼ -1/3 kasus lainnya esophagus bagian bawah berhubungan dengan trakea
setinggi karina (disebut sebagai atresia esophagus dengan fistula). Kelainan lumen esophagus ini
biasanya disertai dengan fistula trakeoesofagus. Atresia esofagus sering disertai kelainan bawaan
lain, seperti kelainan jantung, kelainan gastrointestinal (atresia duodeni atresiasani), kelainan
tulang (hemivertebrata).

Atresia Esofagus termasuk kelompok kelainan kongenital terdiri dari gangguan kontuinitas
esofagus dengan atau tanpa hubungan persisten dengan trachea.
1. Esofagus distal dan proksimal benar-benar berakhir tanpa hubungan dengan Esofagus
terisolasi tanpa fistula ( 7%).

Segmen esofagus proksimal, dilatasi dan dinding menebal dan biasanya berakhir setinggi
mediastinum posterior sekitar vetebra thorakalis II. Esofagus distal pendek dan berakhir pada
jarak yang berbeda diatas diagframa.

2. Atresia Esofagus dengan fistula trakheooesophageal distal ( 86% ).

Merupakan gambaran yang paling sering pada proksimal esofagus, terjadi dilatasi dan penebalan
dinding otot berujung pada mediastinum superior setinggi vetebra thoracal III/IV. Esofagus
distal (fistel), yang mana lebih tipis dan sempit, memasuki dinding posterior trakea setinggi
carina atau 1-2 cm diatasnya. Jarak antara esofagus proksimal yang buntu dan fistula
trakheooesofageal distal bervariasi mulai dari bagian yang overlap hingga yang berjarak jauh .

3. Fistula trakheoesofagus tanpa atresia (4%)

Terdapat hubungan seperti fistula antara esofagus yang secara anatomi cukup intak dengan
trakhea. Traktus yang seperti fistula ini bisa sangat tipis/sempit dengan diameter 3-5 mm dan
umumnya berlokasi pada daerah servikal paling bawah. Biasanya single tapi pernah ditemukan
dua bahkan tiga fistula.

4. Atresia erofagus dengan fistula trakeo esofagus proksimal (2%).

Gambaran kelainan yang jarang ditemukan namun perlu dibedakan dari jenis terisolasi. Fistula
bukan pada ujung distal esofagus tapi berlokasi 1-2 cm diatas ujung dinding depan esofagus.

5. Atresia esofagus dengan fistula trakheo esofagus distal dan proksimal (< 1% ).

Pada kebanyakan bayi, kelainan ini sering terlewati (misdiagnosa) dan di terapi sebagai atresia
proksimal dan fistula distal. Sebagai akibatnya infeksi saluran pernapasan berulang, pemeriksaan
yang dilakukan memperlihatkan suatu fistula dapat dilakukan dan diperbaiki keseluruhan.

Gambar 2.Klasifikasi Atresia Esofagus


2.2 . Etiologi

Atresia esofagus merupakan suatu kelainan bawaan pada saluran pencernaan. Terdapat
beberapa jenis atresia, tetapi yang paling sering ditemukan adalah kerongkongan yang buntu dan
tidak tersambung dengan kerongkongan bagian bawah serta lambung.

Atresia esophagus dan fistula trakeoesofagus sering ditemukan ketika bayi memiliki kelainan
kelahiran seperti :

1. Trisomi kromosom nomor 13, 18, dan 21

1. Gangguan saluran pencernaan lain (seperti hernia diafragmatika, atresia duodenal,


dan anus imperforata)

2. Gangguan jantung (seperti ventricular septal defect, tetralogifallot, dan patent


ductus arteriosus)

3. Gangguan ginjal dan saluran kencing (seperti ginjal polisistik atau horseshoe
kidney, tidak adanya ginjal,dan hipospadia)

2. Gangguan muskuloskeletal

1. Sindrom VACTERL (yang termasuk vertebra, anus, candiac, trakeosofageal


fistula, ginjal, dan abnormalitas saluran getah bening)

2.3 Manifestasi Klinis

Ada beberapa keadaan yang merupakan gejala dan tanda atresia esofagus, antara lain:

 Mulut berbuih (gelembung udara dari hidung dan mulut) dan liur selalu meleleh dari
mulut bayi
 Sianosis

 Batuk dan sesak napas

 Gejala pneumonia akibat regurgitasi air ludah dari esofagus yang buntu dan regurgitasi
cairan lambung melalui fistel ke jalan napas

 Perut kembung atau membuncit, karena udara melalui fistel masuk kedalam lambung dan
usus

 Oliguria, karena tidak ada cairan yang masuk

 Biasanya juga disertai dengan kelainan bawaan yang lain, seperti kelainan jantung,
atresia rectum atau anus.

2.4 Patofisiologi

Beberapa teori menjelaskan bahwa masalah pada kelainan ini terletak pada proses perkembangan
esofagus. Trakea dan esofagus berasal dari embrio yang sama. Selama minggu keempat
kehamilan, bagian mesodermal lateral pada esofagus proksimal berkembang. Pembelahan galur
ini pada bagian tengah memisahkan esofagus dari trakea pada hari ke-26 masa gestasi. Kelainan
notochord, disinkronisasi mesenkim esofagus dan laju pertumbuhan epitel, keterlibatan sel
neural, serta pemisahan yang tidak sempurna dari septum trakeoesofageal dihasilkan dari
gangguan proses apoptosis yang merupakan salah satu teori penyebab embriogenesis atresia
esofagus. Sebagai tambahan bahwa insufisiensi vaskuler, faktor genetik, defisiensi vitamin, obat-
obatan dan penggunaan alkohol serta paparan virus dan bahan kimia juga berkontribusi pada
perkembangan atresia esofagus.

Proses terbentuknya septum tracheosofageal selama masa embrional1


Berdasarkan pada teori-teori tersebut, beberapa faktor muncul menginduksi laju dan waktu
pertumbuhan dan proliferasi sel pada proses embrionik sebelumnya. Kejadian ini biasanya terjadi
sebelum 34 hari masa gestasi. Organ lainnya, seperti traktus intestinal, jantung, ginjal, ureter dan
sistem musculoskeletal, juga berkembang pada waktu ini, dan organ-organ tersebut tidak
berkembang secara teratur dengan baik.

Janin dengan atresia esofagus tidak dapat menelan cairan amnion dengan efektif. Pada janin
dengan atresia esofagus dan TEF distal, cairan amnion akan mengalir menuju trakea, ke fistula
kemudian menuju usus.

Neonatus dengan atresia esofagus tidak dapat menelan dan menghasilkan banyak air liur.
Pneumonia aspirasi dapat terjadi bila terjadi aspirasi susu, atau liur. Apabila terdapat TEF distal,
paru-paru dapat terpapar asam lambung. Udara dari trakea juga dapat mengalir ke bawah fistula
ketika bayi menangis, atau menerima ventilasi. Hal ini dapat menyebabkan perforasi gaster akut
yang sering kali mematikan. Trakea juga dipengaruh oleh gangguan embriologenesis pada
atresia esofagus. Membran trakea seringkali melebar dengan bentuk D, bukan C seperti biasa.
Perubahan ini menyebabkan kelemahan sekunder pada stuktur anteroposterior trakea atau
trakeomalacia. Kelemahan ini akan menyebabkan gejala batuk kering dan dapat terjadi kolaps
parsial pada eksirasi penuh. Sekret sulit untuk dibersihkan dan dapat menjurus ke pneumonia
berulang. Trakea juga dapat kolaps secara parsial ketika makan, setelah manipulasi, atau ketika
terjadi refluks gastroesofagus; yang dapat menjurus ke kegagalan nafas; hipoksia, bahkan apnea.

2.5 Diagnosis

Diagnosa harus ditegakkan secara dini, lebih baik lagi jika berhasil dibuat ketika berada di kamar
bersalin, karena aspirasi paru merupakan penentu prognosis utama. Sekali diduga adanya atresia
esofagus, maka kegagalan untuk memasukkan suatu kateter ke dalam lambung memastikan
diagnosis. Biasanya kateter tersebut akan terhenti secara tiba-tiba pada jarak 10-11 cm dari garis
batas atas gusi dan rontgenogram yang dilakukan memperlihatkan kateter yang menggulung
terletak didalam esofagus bagian atas.

Kadang kadang, rontgenogram yang dilakukan memperlihatkan gambaran khas suatu esofagus
yang mengembang karena udara yang di dalamnya. Adanya udara di dalam abdomen
menunjukan adanya suatu fistula di antara trakea dan esogfagus bagian distal. Jika dipergunakan
bahan kontras, maka bahan kontras tersebut haruslah bahan yang dapat larut air. Bila diberikan
kurang dari 1 ml dengan pengawasan fluoroskopis maka sudah cukup untuk memperlihatkan
gambaran dari kantung atas yang buntu. Kemudian bahan tersebut harus disingkirkan kembali
untuk mencegahnya masuk ke dalam paru-paru dan mencegah pneumonia kimia.

Beberapa fistula tanpa atresia :

1. Diagnosa pasti dengan thorax foto : menunjukkan gambaran kateter terhenti pada tempat
atresia.

2. Fluoros copy dan Bronchos copy: memberi gambaran yang lebih jelas.
3. Dalam foto abdomen perlu dibedakan apakah lambung terisi udara atau kosong : untuk
menunjang diagnosa fistula tracheo esophagus.

2.6 Penatalaksanaan

Atresia merupakan kasus gawat darurat. Prabedah, penderita seharusnya ditengkurapkan untuk
mengurangi kemungkinan isi lambung masuk ke paru-paru. Kantong esofagus harus secara
teratur dikosongkan dengan pompa untuk mencegah aspirasi sekret. Perhatian yang cermat harus
diberikan terhadap pengendalian suhu, fungsi respirasi, dan pengelolaan anomali penyerta.

1. Penatalaksanaan Medis

Pengobatan dilakukan dengan operasi/ pembedahan.

2. Penatalaksanaan Keperawatan

Sebelum dilakukan operasi, bayi diletakkan setengah duduk untuk mencegah terjadinya
regurgitasi cairan lambung kedalam paru. Cairan lambung harus sering diisap untuk mencegah
aspirasi. Untuk mencegah terjadinya hipotermia, bayi hendaknya dirawat dalam incubator agar
mendapatkan lingkungan yang cukup hangat. Posisinya sering di ubah-ubah, pengisapan lender
harus sering dilakukan. Bayi hendaknya dirangsang untuk menangis agar paru berkembang.

Pendekatan Post Operasi

Segera setelah operasi pasien dirawat di NICU dengan perawatan sebagai berikut :

 Monitor pernafasan ,suhu tubuh, fungsi jantung dan ginjal.


 Oksigen perlu diberikan dan ventilator pernafasan dapat diberi jika dibutuhkan.

 Analgetik diberi jika dibutuhkan.

 Pemeriksaan darah dan urin dilakukan guna mengevaluasi keadaan janin secara
keseluruhan.

 Pemeriksaan scaning dilakukan untuk mengevalausi fungsi esofagus.

 Bayi diberikan makanan melalui tube yang terpasang lansung ke lambung (gastrostomi)
atau cukup dengan pemberian melalui intravena sampai bayi sudah bisa menelan
makanan sendiri.

 Sekret dihisap melalui tenggorokan dengan slang nasogastrik.

Perawatan di rumah sakit lebih kurang 2 minggu atau lebih, tergantung pada terjadinya
komplikasi yang bisa timbul pada kondisi ini. Pemeriksaan esofagografi dilakukan pada bulan
kedua, ke enam, setahun setelah operasi untuk monitor fungsi esofagus.

2.7 Komplikasi

Komplikasi-komplikasi yang bisa timbul setelah operasi perbaikan pada atresia esofagus dan
fistula atresia esophagus adalah sebagai berikut :
1. Dismotilitas esophagus

Dismotilitas terjadi karena kelemahan otot dingin esophagus. Berbagai tingkat dismotilitas bisa
terjadi setelah operasi ini. Komplikasi ini terlihat saat bayi sudah mulai makan dan minum.
2. Gastroesofagus refluk

Kira-kira 50 % bayi yang menjalani operasi ini kana mengalami gastroesofagus refluk pada saat
kanak-kanak atau dewasa, dimana asam lambung naik atau refluk ke esophagus. Kondisi ini
dapat diperbaiki dengan obat (medical) atau pembedahan.
3. Trakeo esogfagus fistula berulang
Pembedahan ulang adalah terapi untuk keadaan seperti ini.
4. Disfagia atau kesulitan menelan (post op)

Disfagia adalah tertahannya makanan pada tempat esophagus yang diperbaiki. Keadaan ini dapat
diatasi dengan menelan air untuk tertelannya makanan dan mencegah terjadinya ulkus.
5. Kesulitan bernafas dan tersedak

Komplikasi ini berhubungan dengan proses menelan makanan, tertaannya makanan dan saspirasi
makanan ke dalam trakea.
6. Batuk kronis

Batuk merupakan gejala yang umum setelah operasi perbaikan atresia esophagus, hal ini
disebabkan kelemahan dari trakea.
7. Meningkatnya infeksi saluran pernafasan

Pencegahan keadaan ini adalah dengan mencegah kontakk dengan orang yang menderita flu, dan
meningkatkan daya tahan tubuh dengan mengkonsumsi vitamin dan suplemen.

1.1 Diagnosa Keperawatan

1. a. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan lubang abnormal antara
esophagus dan trakea atau obstruksi untuk menelan sekresi.

2. b. Aspirasi berhubungan dengan tidak adanya saluran dari esofagus ke lambung.

3. c. Resiko terjadinya infeksi berhubungan dengan prosedur pemasangan g-tube.

4. d. Ansietas berhubungan dengan kesulitan menelan, ketidaknyamanan karena


pemasangan g-tube.

1.2 Intervensi

1. a. Diagnosa keperawatan: Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan


lubang abnormal antara esophagus dan trakea atau obstruksi untuk menelan sekresi.
Tujuan: Pasien mempertahankan jalan napas yang paten tanpa aspirasi

Kriteria Hasil:

 Jalan napas tetap paten

 Bayi tidak teraspirasi sekresi

 Pernapasan tetap pada batas normal


No Intervensi Rasional
1. Lakukan pengisapan sesuai Untuk menghilangkan
dengan kebutuhan. penumpukan sekresi di
orofaring.
2. Beri posisi terlentang dengan Untuk menurunkan tekanan
kepala ditempatkan pada sandaran pada rongga torakal dan
yang ditinggikan (sedikitnya 300). meminimalkan refluks sekresi
lambung ke esophagus distal
dan ke dalam trakea dan bronki.
3. Beri oksigen jika bayi menjadi Untuk membantu
sianotik. menghilangkan distress
pernapasan.
4. Jangan gunakan tekanan positif Karena dapat memasukkan
(misalnya; kantong resusitasi/ udara ke dalam lambung dan
masker). usus, yang menimbulkan tekana
tambahan pada rongga torakal.
5. Pertahankan penghisapan segmen Untuk menjaga agar kantong
esophagus secara intermitten atau buntu tersebut tetap kosong.
kontinue, bila di pesankan pada
masa pra operasi.
6. Tinggalkan selang gastrostomi, Agar udara dapat keluar,
bila ada, terbuka untuk drainase
gravitasi. meminimalkan resiko
regurgitasi isi lambung dengan
trakea.

1. b. Diagnosa keperawatan: Aspirasi berhubungan dengan tidak adanya saluran dari


esofagus ke lambung.

Tujuan: Pasien mendapatkan nutrisi yang adekuat.


Kriteria Hasil: Bayi mendapat nutrisi yang cukup dan menunjukkan penambahan berat badan
yang memuaskan.

No Intervensi Rasional
1. Beri makan melalui Untuk memberikan nutrisi sampai
gastrostomi sesuai dengan pemberian makanan oral
ketentuan memungkinkan.
2. Lanjutkan pemberian Untuk memenuhi kebutuhan akan
makan oral sesuai nutrisi bayi
ketentuan, sesuai kondisi
bayi dan perbaikan
pembedahan.
3. Observasi dengan ketat. Untuk memastikan bayi mampu
menelan tanpa tersedak.
4. Pantau masukan keluaran Untuk mengkaji keadekuatan
dan berat badan. masukan nutrisi.
5. Ajarkan keluarga tentang Untuk mempersiapkan diri terhadap
teknik pemberian makan pemulangan.
yang tepat.

1. c. Diagnosa keperawatan: Resiko terjadinya infeksi berhubungan dengan prosedur


pemasangan g-tube.

Tujuan: Pasien tidak mengalami infeksi.

Kriteria Hasil: Anak tidak menunjukkan bukti-bukti infeksi karena pemasangan g-tube.

No Intervensi Rasional
1. Bersihkan kateter Untuk mencegah bakteri
sesering mungkin masuk ke dalam tubuh

1. d. Diagnosa keperawatan: Ansietas berhubungan dengan kesulitan menelan,


ketidaknyamanan karena pemasangan g-tube.

Tujuan: Pasien mengalami rasa aman tanda ketidaknyamanan.

Kriteria Hasil:
 Bayi istirahat dengan tenang, sadar bila terjaga, dan melakukan penghisapan non-nutrisi.

 Mulut tetap bersih dan lembab.

 Nyeri yang dialamianak minimal atau tidak ada.

No Intervensi Rasional
1. Beri stimulasi taktil Untuk memudahkan
(mis; membelai, perkembangan optimal
mengayun). dan meningkatkan
kenyamanan.
2. Beri perawatan mulut. Untuk menjaga agar
mulut tetap bersih dan
membran mukosa
lembab.
3. Beri analgesik sesuai Untuk mengurangi rasa
ketentuan nyeri yang berlebih
4. Dorong orang tua untuk Untuk memberikan rasa
berpastisipasi dalam nyaman dan aman.
perawatan anak.
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kelainan gastrointestinal pada bayi dan anak tidak jarang memerlukan tindakan bedah
untuk menyelamatkan nyawa mereka. Kelainan-kelainan gastrointestinal yang memerlukan
tindakan pembedahan tersebut, pada pokoknya terdiri dari 2 golongan besar yaitu kelainan
kongenital dan kelainan didapat. Kelainan konginetal gastrointestinal yang memerlukan tindakan
bedah pada umumnya akibat gangguan kontinuitas usus sehingga mengakibatkan gangguan
pasase makanan seperti atresia, stenosis dan malrotasi. Gangguan fungsi pasase usus tanpa
kelainan kontinuitas lumen terjadi pada akhlasia esofagus, stenosis pilorus dan penyakit
Hirchsprung. Sedangkan kelainan gastrointestinal didapat yang memerlukan tindakan bedah
antara lain apendisitis, enterokolitis nekrotikans, perdarahan gastrointestinal, volvulus,
invaginasi, hernia, trauma saluran cerna, tumor gastrointestinal, dan perforasi usus.
EA (Esofagial Atresia), suatu kelainan bawaan dimana kerongkongan dan lambung tidak
tersambung (terputus). Kelainan ini merupakan kasus yang jarang terjadi, di Amerika
probabilitasnya sekitar 1 dari 4000 kelahiran.
Sampai saat ini tidak diketahui penyebab kelainan ini, hanya diperkirakan bahwa
prosesnya terjadi pada minggu ke 4-8 masa kehamilan. Kasus yang lebih umum adalah yang
disertai dengan fistula dimana salah satu segmen kerongkongan atau lambung tersambung ke
paru-paru.
Sebagian besar bayi dengan fistula trakeoesofagus (TEF) saat lahir memperlihatkan
gejala batuk, muntah dan salivasi berlebihan yang jelas. Sering disertai pneumonia aspirasi. Pada
sekitar 90% kasus, esofagus bagian atas berakhir pada kantung buntu sedangkan segmen
esofagus bagian bawah. Pada sekitar 10% kasus, terdapat atresia esofagus bagian atas tanpa
disertai trakeoesofagus distal. Polihidramnion maternal sering dijumpai pada pasien-pasien ini.
Pada sekitar 5% kasus terdapat fistula tipe H antara esofagus yang utuh dan trakea. Bayi-bayi ini
biasanya baru menunjukkan gejala dikemudian hari setelah terjadi pneumonia aspirasi berulang
atau tersedak waktu diberi makan. Tiga puluh persen bayi TEF mempunyai anomali lain,
biasanya jantung atau gastrointestinal anus imperforate umum dijumpai. Esofagogram diperlukan
untuk menegakkan diagnosis. Fistula tipe H, biasanya terletak pada esofagus servikal bagian
bawah, sering kecil dan mungkin tidak terlihat esofagogram barium standar. Mungkin diperlukan
endoskopi atau bronkoskopi. Diagnosis dini, berat badan lahir normal, tidak adanya penyakit
paru dan jarak yang pendek antara segmen esofagus proksimal dan distal mempunyai prognosis
yang lebih baik. Pengobatannya secara bedah. Striktura dan pembentukan fistula pada tempat
reparasi esofagus dapat terjadi, terutama pada atresia tinggi. Refluks gastroesofagus terjadi pada
75% pasien pascaoperatif. Fungsi peristaltik esofagus selalu abnormal.
B. Tujuan
Adapun tujuan dari pembuatan makalah “Asuhan Keperawatan Atresia Esofagus” ini
adalah agar kita sebagai calon perawat professional dapat mengetahui tentang konsep medis serta
konsep keperawatan dari penyakit atresia esofagus.

BAB II
KONSEP MEDIS

A. Defenisi
 Atresia Esophagus adalah kealinan kontinuitas lumen esophagus dimana bagian distal esophagus
sampai kardia tidak mau membuka sehingga mengganggu aliran makanan (Sudaryat, 2005).
 Atresia Esophagus adalah kegagalan esophagus untuk membentuk saluran kontinu dari faring
kelambung selama perkembangan embrionik (Sandra M. Nettina, 2001).
 Atresia Esophagus adalah kelainan kongenital yang mendesak (Bobak, dkk. 2004).
 Atresia Esophagus adalah malformasi yang disebabkan oleh kegagalan esophagus untuk
mengadakan proses yang kontinu; esophagus mungkin saja atau mengkin juga tidak membentuk
sambungan dengan trakhea (Fistula trakesofagus) (Wong, 2003).
B. Tipe-tipe Atresia Esofagus
 Tipe A (5 % samapai 8 %). Kantong buntu disetiap ujung esophagus, terpisah jauh dan tanpa
hubungan ke trachea.
 Tipe B (jarang). Kantong buntu disetiap ujung esophagus dengan fistula dari trakhea ke segmen
esophagus bagian atas.
 Tipe C (80 % sampai 95 %). Segmen esophagus proksimal berakhir pada kantong buntu dan
segmen distal dihubungkan ke trachea atau bronkus primer dengan fistula pendek pada anak
dekat bifurkasi.
 Tipe D (jarang) kedua segmen esophagus atas dan bawah dihubungkan ke trakhea.
 Tipe E (jarang dibandingkan A atau C). sebaliknya trakhea dan esophagus normal dihubungkan
dengan fistula umum.

C. Etiologi
Atresia esophagus merupakan suatu kelainan bawaan pada saluran pencernaan. Kelainan
ini biasanya disertai fistula antara trakhea ke esofagus. Insidennya bervariasi, dimana tahun
1957, Haight di Michigan mendapatkan 1 : 4425 bayi lahir hidup, sedangkan pada tahun 1988,
Kyronen dan Hemmiki mendapatkan insiden sebesar 1 : 2440 kelahiran hidup. Insiden pada pria
sebanding dengan wanita: yang disebabkan oleh sosial ekonomi rendah, umur ibu yang mudah
dan tua, dan adanya penggunaan jangka panjang pil kontrasepsi. Terjadinya atresia esofagus
terjadi karena esofagus dan trakhea gagal untuk berdiferensiasi dengan tepat selama gesitasi pada
minggu keempat dan kelima.
D. Patofisiologi
Atresia ini terjadi akibat adanya gangguan rekanalisasi yang mengikuti proses
penyumbatan lumen yang terjadi selama fase proliferasi epitel. Sedangkan hipotesis lama
mengatakan bahwa atresia ini terjadi akibat anomali vaskuler lokal sehingga mengakibatkan
gangguan vaskularisasi usus yang akhirnya, terjadilah perforasi dan reabasorbsi dinding intra
uterin, sehingga terbentuk diskontinuitas dari lumen usus.
E. Manifestasi Klinis
Atresia esophagus dicurigai terjadi bila :
1. Terdapat riwayat polihidramnion pada ibu
2. Bayi lahir prematur
3. Kateter yang dipakai pada saat lahir untuk resusitasi tidak dapat dimasukan kedalam lambung
4. Bayi mempunyai sekresi oral/air liur yang berlebihan atau pernafasan berbuih
5. Jika diberikan minum dan terjadi aspirasi maka bayi akan bersin, batuk, tersedak dan sianosis
6. Distensi abdomen (bila ada fistula) atau abdomen skafoid bila tanpa fistula
7. Gawat nafas progresif karena sekresi yang tidak tertelan, terumpah ke dalam trakhea.
F. Diagnosis
Diagnosis antenatal dapat dibuat dengan pemeriksaan USG, dimana pada usia kehamilan
14 – 15 minggu tidak tampak adanya lambung janin, dengan cairan amnion yang normal atau
meningkat. Diagnosis postnatal dibuat dengan gejala klinis di atas yang dipastikan dengan
kateterisasi esofagus dengan kateter nomor 8 – 12 F yang agak kaku. Bila kateter terhenti tiba-
tiba pada jarak 10 – 11 cm dari lubang hidung, maka diagnosis secara klinis dapat ditegakkan.
Untuk diagnosis pasti dibuat dengan foto toraks dimana kateter terlihat terhenti/tergulung pada
kantong esofagus yang buntu. Bayangan lebih jelas bila dimasukkan kontras gastrografin atau
metrizamide melalui kateter tersebut. Adanya udara dalam abdomen menunjukkan adanya fistula
trakeoesofageal.
G. Penatalaksanaan
Operasi atresia esofagus bukanlah emergensi. Segera setelah diagnosis ditegakkan,
dipasang sonde ke esofagus untuk mengisap air liur sehingga tidak terjadi akumulasi dan resiko
aspirasi dapat dikurangi. Lebih baik bila dipasang sonde dengan 2 lumen, dimana dari lumen
pertama dialirkan NaCl untuk mencairkan air liur sedangkan lumen yang lain untuk mengisap.
Bila atresia esofagus disertai fistula trakeoesofageal, bayi diletakkan dengan kepala lebih
tinggi 30° untuk mencegah refluks/aspirasi asam lambung. Hendaknya mulai diterapi dengan
antibiotika dan konsul ke bagian bedah. Untuk fistula yang diameternya besar, memerlukan
gastrostomi yang emergensi untuk mencegah distensi gaster akut yang mengancam hidup karena
terjadinya respiratory embarrassment. Untuk beyi aterm yang sehat, tanpa ada anomaly lainnya,
dengan pneumonitis ringan, penutupan fistula dilakukan pada bayi yang berumur 24 – 72 jam,
dan bila mungkin sekaligus dilakukan penyambungan esofagus. Pada keadaan ini, gastrostomi
bisa tidak dilakukan, tetapi jika bayi dengan pneumonia berat, atau berhubungan dengan masalah
medis yang meningkatkan resiko bedah, maka hanya dilakukan gastrostomi dekompresi.
Perawatan setelah operasi perlu dilakukan secara intensif. Perlu dilakukan pengisapan
secret di saluran napas atas secra teratur untuk mencegah aspirasi. Nutrisi perlu diberikan secara
parenteral; tetapi setelah 3 – 5 hari, nutrisi bisa diberikan lewat sonde gastrostomi. Makanan per-
oral biasanya sudah bisa diberikan 7 – 10 hari setelah operasi.
Pada atresia esofagus tanpa fistula, jika jarak antara kedua ujung esofagus > 4 cm,
biasanya perlu dilakukan pergantian esofagus, yang diawali dengan gastrostomi untuk tempat
pemberian makanan dan esofagostomi servikal untuk diversi secret. Setelah usia 1 tahun kedua
segmen esofagus bisa bisa dihubungkan dengan sonde gaster atau segmen usus halus.
H. Prognosis
Waterston dkk membuat prognosis berdasarkan factor resiko yang dijumpai pada bayi
tersebut antara lain : berat badan lahir, ada tidaknya kelainan bawaan lain dan pneumonia, yang
dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Klasifikasi fungsional fistula trakeo-esofagus dan
atresia esofagus oleh Waterston
% % hidup
Klasifikasi Deskripsi
frekuensi 1962 1987
A 34 BBL > 2.500 gram dan sehat 95 100
BBL 1.800-2.500 gram dan sehat
B 38 BBL > 2.500 gram dengan kelainan 68 86
konginetal sedang
C 28 BBL < 1.800 gram dengan pneumonia 6 73
BBL < 1.800 gram dengan kelainan
berat atau pneumonia berat

Klasifikasi A prognosis baik dengan harapan hidup 95%, B prognosis sedang dengan
harapan hidup 68% dan C prognosis buruk dengan harapan hidup 6%.

BAB III
KONSEP KEPERAWATAN
(ASUHAN KEPERAWATAN ATRESIA ESOFAGUS)

A. Pengkajian
1. Lakukan pengkajian pada bayi baru lahir
o Saliva berlebihan dan mengiler
o Tersedak
o Sianosis
o Apnea
o Peningkatan distres pernapasan setelah makan
o Distensi abdomen
2. Observasi, Manifestasi atresia esofagus
3. Bantu dengan prosedur diagnostik misalnya : Radiografi dada dan abdomen, kateter dengan
perlahan dimasukkan kedalam esofagus yang membentuk tahanan bila lumen tersebut tersumbat.
4. Pantau dengan sering tanda-tanda distres pernapasan
5. Laringospasme yang disebabkan oleh aspirasi saliva yang terakumulasi dalam kantung buntu
B. Diagnosa Keperawatan
1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan lubang abnormal antara esofagus dan
trakea atau obstruksi untuk menelan sekresi
2. Kerusakan (kesulitan) menelan berhubungan dengan obstruksi mekanis
3. Risiko tinggi cedera berhubungan dengan prosedur pembedahan dan pascaoperatif
4. Nyeri berhubungan dengan prosedur, diagnosis dan tindakan
5. Ansietas berhubungan dengan kesulitan menelan, ketidaknyamanan karena pembedahan
6. Perubahan proses keluarga berhubungan dengan anak dengan defek fisik

ASUHAN KEPERAWATAN ATRESIA ESOFAGUS PADA ANAK

ASUHAN KEPERAWATAN

ATRESIA ESOFAGUS PADA ANAK


Disusun Oleh (Kelompok 3)

Apri Bayu Dwiantoro

Diana Fitri N

Eko Triyono

Heri Wijianto

Muchlas Arifin

Nur Fauziah M

Rahayu Wijayanti

Saeful Mujab

Toha Triawan

Wiwit Desiana

Sri Lestari Rahayu

AKADEMI PERAWATAN SERULINGMAS CILACAP

MAOS – CILACAP

2014
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Atresia esophagus merupakan suatu kelainan congenital dimana esophagus tidak terbentuk
secara sempurna. Pada kebanyakan kasus, kelainan ini disertai dengan terbentuknya hubungan antara
esophagus dengan trakea yang disebut fistula trakeaoesophageal (Tracheoesophageal Fistula/ TEP).
Prematuritas merupakan hal umum dan lebih dari 50% penderita disertai dengan beragai kelainan lain
seperti penyakit jantung congenital, kelainan traktus urinarius dan kelainan traktus gastrointestinal
atresi esophagus ataupun fistula trakeoesofageal ditangani dengan tindakan bedah. Diagnosis ini harus
diperhatikan pada setiap neonates yang mengeluakan banyak mucus dan saliva, dengan atau tanpa
tanda-tanda gangguan pernapasan.

Atresia esophagus (AE) merupakan kelainan congenital yang ditandai dengan tindak
menyambungnya esophagus bagian proksimal dengan esophagus bagian distal. AE dapat terjadi
bersama fistula trakeoesofagus (FTE), yaitu kelainan congenital dimana terjadi persambungan abnormal
antara esophagus dengan trakea.

Atresia Esophagus (AE) merupakan kelaianan kongenital yang cukup sering dengan insidensi
rata-rata sekitar 1 setiap 2500 hingga 3000 kelahiran hidup.1 Insidensi AE di Amerika Serikat 1 kasus
setiap 3000 kelahiran hidup. Di dunia, insidensi bervariasi dari 0,4 – 3,6 per 10.000 kelahiran hidup.2
Insidensi tertinggi terdapat di Finlandia yaitu 1 kasus dalam 2500 kelahiran hidup.

B. Tujuan Penulisan

1. Tujuan Umum
Mengetahui tentang penyakit Atresia Esophagus pada anak
2. Tujuan Khusus
Adapun tujuan khusus adalah:
a. Mengetahui definisi Atresia Esophagus
b. Mengetahui Etiologi Atresia Esophagus
c. Mengetahui Manifestasi klinis Atresia Esophagus
d. Mengetahui Patofisiologi Atresia Esophagus
e. Mengetahui Komplikasi Atresia Esophagus
f. Mengetahui Klasifikasi Atresia Esophagus
g. Mengetahui Diagnosis Atresia Esophagus
h. Mengetahui Penatalaksanaan Atresia Esophagus
i. Mengetahui Asuhan Keperawatan Atresia Esophagus pada anak
BAB II

TINJAUAN TEORI

A. KONSEP DASAR

1. Definisi
Atresia berarti buntu, atresia esophagus adalah suatu keadaan tidak adanya lubang atau muara
(buntu), pada esophagus (+). Pada sebagian besar kasus atresia esophagus ujung esophagus buntu,
sedangkan pada 1/4 – 1/3 kasus lainnya esophagus bagian bawah berhubungan dengan trakea setinggi
karina (disebut sebagai atresia esophagus dengan fistula).
Atresia esophagus adalah sekelompok kelainan congenital yang mencangkup gangguan kontinuitas
esophagus disertai atau tanpa adanya hubungan trakea.
Atresia esoofagus adalah esophagus (kerongkongan) yang tidak terbentuk secara sempurna. Pada
atresia esophagus, kerongkongan menyempit atau buntu ; tidak tersambung dengan lambung.
Kebanyakan Bayi yang menderita atresia esophagus juga memiliki fistula trakeoesofageal (suatu
hubungan abnormal antara kerongkongan dan trakea/pipa udara).

2. Etiologi
Etiologi atresia esophagus merupakan multifaktorial dan masih belum diketahui dengan jelas.
Atresia esophagus merupakan suatu kelainan bawaan pada saluran pencernaan. Terdapat beberapa
jenis atresia, tetapi yang sering ditemukan adalah kerongkongan yang buntu dan tidak tersambung
dengan kerongkongan bagian bawah serta lambung. Atresia esophagus dan fistula ditemukan pada 2-3
dari 10.000 bayi.
Hingga saat ini, teratogen penyebab kelainan ini masih belum diketahui. Terdapat laporan yang
menghubungkan atresia esophagus dalam keluarga.juga dihubunterdapat 2% resiko apabila saudara
telah terkena kelainan ini. Kelainan ini juga dihubungkan dengan trisomi 21, 13, 18. Angka kejadian
pada anak kembar dinyatakan 6x lebih banyak dibanding bukan kembar.
3. Manifestasi Klinis
Biasanya timbul setelah bayi berumur 2-3 minggu, yaitu berupa muntah yang proyektil beberapa
saat setelah minum susu ( yang dimuntahkan hanya susu ), bayi tampak selalu haus dan berat badan
sukar naik.
a. Biasanya disertai dengan hidramnion (60%) dan hal ini pula yang menyebabkan kenaikan frekuensi bayi
lahir premature, sebaiknya dari anamnesis didapatkan keterangan bahwa kehamilan ibu disertai
hidrmnion hendaknya dilakukan kateterisasi esophagus . bila kateter berhenti pada jarak < 10 cm, maka
diduga artesia esophagus.
b. Bila pada BBL timbul sesak yang disertai dengan air liur yang meleleh keluar, dicurigai terdapat atresia
esophagus.
c. Segera setelah diberi minum, bayi akan berbangkis, batuk dan sianosis karena aspirasi cairan kedalam
jalan napas.
d. Pada fistula trakeaesofagus, cairan lambung juga dapat masuk kedalam paru, oleh karena itu bayi sering
sianosis.
Gejalanya bisa berupa :

a. Mengeluarkan luda yang sangat banyak


b. Terbatuk atau tersedak setelah berusaha untuk menelan
c. Tidak mau menyusu
d. Sianosis (kulitnya kebiruan)
Adanya fistula menyebabkan ludah bisa masuk kedalam paru-paru sehingga terjadi resiko terjadinya
pneumonia aspirasi.(4)(5)

4. Patofisiologi
Motilitas dari esophagus selalu dipengaruhi pada atresia esophagus. Gangguan peristaltic esophagus
biasanya paling sering dialami pada bagian esophagus distal. Janin dengan atresia tidak dapat dengan
efektif menelan cairan amnion. Sedangkan pada atresia esophagus dengan fistula trkeoesofageal distal,
cairan amnion masuk melaalui trakea kedalam usus. Polihydramnion bisa terjadi akibat perubahan dari
sirkulasi amnion pada janin.
Neonates dengan atresia tidak dapat menelan dan akan mengeluarkan banyak sekali air liur atau
saliva. Aspirasi dari saliva atau air susu dapat menyebabkan aspirasi pneumonia. Pada atresia dengan
distal TEF, sekresi dengan gaster dapat masuk keparu-paru dan sebaliknya, udara juga dapat bebas
masuk dalam saluran pencernaan saat bayi menangis ataupun mendapat ventilasi bantuan. Keadaan-
keadaan ini bisa menyebabkan perforasi akut gaster yang fatal. Diketahui bahwa bagian esophagus
distal tidak menghasilkan peristaltic dan ini bisa menyebabkan disfagia setelah perbaikan esophagus dan
dapat menimbulkan reflux gastroesofageal.
Trakea juga dipengaruhi akibat gangguan terbentuknya atresia esophagus. Trakea abnormal, terdiri
dari berkurangnya tulang rawan trakea dan bertambahnya ukuran otot tranversal pada posterior trakea.
Dinding trakea lemah sehingga mengganggu kemampuan bayi untuk batuk yang akan mengarah pada
munculnya pneumonia yang bisa berulang-ulang. Trakea juga dapat kolaps bila diberikan makanana
atupun air susu dan ini akan menyebabkan pernapasan yang tidak efektif, hipoksia atau bahkan bisa
menjadi apneo.

5. Klasifikasi
a. Kalasia
Chalasia ialah keadaan bagian bawah esophagus yang tidak dapat menutup secara baik,
sehingga menyebabkan regurgitasi, terutama kalau bayi dibaringkan. Pertolongan : member makanan
dalam posisi tegak, yaitu duduk dalam kursi khusus. Kalasia adalah kelainan yang terjadi pada bagian
bawah esophagus (pada persambungan dengan lambung yang tidak dapat menutup rapat sehingga bayi
sering regurgitasi bila dibaringkan.
b. Akalasia
Ialah kebalikan chalasia yaitu bagian akhir esophagus tidak membuka secara baik, sehingga
keadaan seperti stenosis atau atresia. Disebut pula spasmus cardio-oesophagus. Sebabnya : karena
terdapat cartilage trachea yang tumbuh ektopik dalam esophagus bagian bawah, berbentuk tulang
rawan yang ditemukan secara mikroskopik dalam lapisan otot.
c. Classification System Gross
Atresia esophagus disertai dengan fistula trakeoesofageal distal adalah tipe yang paling sering
terjadi. Varisi anatomi dari atresia esophagus menggunakan system klasiifikasi gross of bostom yang
sudah popular digunakan.
System ini berisi antara lain:

1) Tipe A : Atresia esophagus tanpa fistula ; atresia esophagus murni (10%)


2) Tipe B : Atresia esophagus dengan TEF proximal (<1%)
3) Tipe C : Atresia esophagus dengan TEF distal (85%)
4) Tipe D : Atresia esophagus dengan TEF proximal dan distal (<1%)
5) Tipe E : TEF tanpa atresia esophagus ; fistula tipe H (4%)
6) Tipe F : Stenosis esophagus congenital tanpa atresia (<1%)

6. Komplikasi
a. Komplikasi dini, mencakup
1) Kebocoran anastomosis
Terjadi 15-20% dari kasus. Penanganan dengan cara dilakukan thoracostomy sambil suction terus
menerus dan menunggu penyembuhan dan penutupan anastomisis secara spontan, atau dengan
melakukan tindakan bedah darurat untuk menutup kebocoran.
2) Striktur anastomisis
Terjadi pada 30-40% kasus. Penanganannya ialah dengan melebarkan striktur yang ada secara
endoskopi.
3) Fistula rekuren
Terjadi pada 5-14% kasus.

b. Komplikasi lanjut, mencakup :


1) Reflux gastroesofageal
Terjadi 40% kasus. Penanganannya mencakup medikamentosa dan fundoplication, yaitu tindakan
bedah dimana bagian atas lambung dibungkus ke sekitar bagian bawah esophagus.
2) Trakeomalasia
Terjadi pada 10% kasus. Penanganannya ialah dengan melakukan manipulasi terhadap aorta untuk
memberika ruangan bagi trakea agar dapat mengembang.

3) Dismotility Esofagus
Terjadi akibat kontraksi esophagus yang terganggu. Pasien disarankan untuk makan diselingin
dengan minum.

7. Diagnosis
a. Anamnesis :
1) Biasanya disertai dengan hidramnion (60%) dan hal ini pula yang menyebabkan kenaikan frkuensii bayi
bayi yang lahir premature. Sebaiknya bila dari anamnesis didapatkan keterangan bahwa kehamilan ibu
disertai hidramnion, hendaknya dilakukan katerisasi esophagus dengan kateter no 6-10 F. Bila kateter
terhenti pada jarak kurang dari 10 cm, maka harus diduga terdapat atresia esophagus.
2) Bila pada bayi baru lahir timbul sesak napas yang disertai dengan air liur yang meleleh ke luar, harus
dicurigai terdapat atresia esophagus.
3) Segera setelah diberi minum, bayi akan berbangkis, batuk dan sianosis karena aspirasi cairan kedalam
jalan napas.
4) Perlu dibedakan pada pemeriksaan fisis apakah lambung terisi atau kosong untuk menunjang atau
menyingkirkan terdapatnya fistula trakeo-esofagus.hal ini dapat dilihat pada foto abdomen.
b. Pemeriksaan fisis :
Ditemukan gerakan peristaltic lambung dalam usaha melewatkan makanan melalui daerah yang sempit
di pylorus. Teraba tumor pada saat gerakan peristaltic tersebut. Pemeriksaan ini sebaiknya dilakukan
sesaat setelah anak diberi minum.
c. Pemeriksaan penunjang : Dengan memberikan barium peroral didapatkan gambaran radiologis yang
patognomonik barupa penyempitan pylorus yang relative lebih panjang.
d. Gambaran Radiologik : Pada barium per os, yang patognomonik pada kelainan ini ialah penyampitan
pylorus yang relative lebih panjang.
e. Diagnosis lainnya :
1) Antenatal
Atresia esophagus dapat dicurigai pada USG bila didapati polihidramion pada Ibu, abdomen yang
kecil pada janin, dan pemesaran ujung esophagus bagian atas. Dugaan juga semakin jelas bila didapati
kelainan-kelainan lain yang bekaitan dengan atresia esophagus.
2) Diagnosis klnis
Bayi dengan sekresi air liur dan ingus yang sering dan banyak harus diasumsikan menderita atresia
esophagus sampai terbkti tidak ada. Diagnosis dibuat dengan memasukkan kateter/NGT ke dalam
mulut, berakir pada sekitar 10 cm dari pangkal gusi. Kegagalan untuk memasukan kateter ke lambung
menandakan adanya atresia esophagus. Ukuran kateter yang lebih kecil bisa melilit di kantong proximal
sehingga bisa membuat kesalahan diagnosis adanya kontinuitas esophagus. Radiografi dapat
membuktikan kepastian bahwa selang tidak tidak mencapai lambung. Selang tidak boleh dimasukkan
dari hidung karena dapat merusak saluran napas atas. Dalam kedokteran modern, diagnosis dengan
menunggu bayi tersedak atau batuk pada pemberian makan pertama sekali, tidak disetujui lagi.
3) Diagnosis Anatomis
Tindakan penanganan tergantung dari variasi anatomi. Penting untuk mengetaui apakah ada fistula
pada satu atau kedua segmen esophagus. Juga penting untuk mengetahui jarak antara kedua ujung
esophagus.
Bila tidak ada fistula distal, pada foto thorax dengan selang yang dimasukkan melalui mulut akan
menunjukan segmen atas esophagus berakhir diatas medistinum. Dari posisi lateral dapat dilihat adanya
fistula dan udara di esophagus distal. Dari percabangan trakea bisa dilihat letak dari fistula.
Tidak adanya udara atau gas pada abdomen menunjukkan adanya suatu atresia tanpa disertai fistula
atau atresia dengan fistula trrakeosofageal proximal saja. Jika didapati ujung kantong esophagus
proximal, bisa diasumsikan bahwa ini adalah atresia esophagus tanpa fistula. Adanya udara atau gas
pada lambung dan usus menunjukan adanya fistula trakeoesofageal distal.
Pada bayi dengan H-Fistula (Gross Tipe E) agak berbeda karena esophagus utuh. Anak dapat
menelan, tetapi dapat tersedak dan batuk saat makan. Bila udara keluar daro fistula dan masuk
kesaluran pencernaan akan menimbulkan distensi abdomen, selain itu, aspirasi makanan yang berulang
akan menyebabkan infekasi saluran pernapasan . diagnosis dapat diketahui dengan endoskopi atau
penggunaan kontras.
4) Pemeriksaan Laboratorium
a) Darah Rutin
Terutama untuk mengetahui apabila terjadi suatu infeksi pada saluran pernapasan akibat aspirasi
makanan ataupun cairan.
b) Elektrolit
Untuk mengetahui keadaan abnormal bawaaan lain yang menyertai.
c) Analisa Gas Darah Arteri
Untuk mengetahui apabila ada gangguan respiratorik terutama pada bayi.
d) BUM dan Serum Creatinin
Untuk mengetahui keadaan abnormal bawaan lain yang menyertai.
e) Kadar Gula Darah
Untuk mengetahui keadaan abnormal bawaan lain yang menyertai.
5) Diagnosis Banding
a) Pilorospasme, yang gejalanya akan hilang setelah anak diberi spasmolitikum
b) Prolaps mukosa lambung.
Tindakan : anak disiapkan untuk operasi pyloromyotomi cara fredet-ramstedt. Operasi ini mudah dan
memberikan penyembuhan yang memuaskan.

8. Penatalaksanaan
a. Tindakan Sebelum Operasi
Atresia esophagus ditangani dengan tindakan bedah. Persiapan operasi untuk bayi baru lahir
mulai umur 1 hari antara lain :
1) Cairan intravena mengandung glukasa untuk kebutuhan nutrisi bayi.
2) Pemberian antibiotic broad-spectrum secara intra vena.
3) Suhu bayi dijaga agar selalu hangat dengan menggunakan incubator, spine dengan posisi fowler, kepala
diangkat sekitar 45o.
4) NGT dimasukkan secara oral dann dilakukan suction rutin.
5) Monitor vital signs.
Pada bayi premature dengan kesulitan benapas, diperlukan pehatin khusus. Jelas diperlukan
pemasangan endotracheal tube dan ventilator mekanik. Sebagai tambahan, ada resiko terjadinya
distensi berlebihan ataupun rupture lambung apabila udara respirasi masuk kedalam lambung melalui
fistula karena adanya resistensi pulmonal. Keadaan ini dapat diminimalisasi dengan memasukkan ujung
endotracheal tube sampai kepintu masuk fistula dan dengan memberikan ventilasi dengan tekanan
rendah.

Echochardiography atau pemerikksaan EKG pada bayi dengan atresia esophagus penting untuk
dilakukan agar segera dapat mengetahui apabila terdapat adanya kelainan kardiovaskular yang
memerlukan penanganan segera.

b. Tidakan Selama Operasi


Pada umumnya operrasi perbaikan atresia esophagus tidak dianggap sebagai hal yang darurat.
Tetapi satu pengecualian ialah bila bayi premature dengan gangguan respiratorik yang memerlukan
dukungan ventilatorik. Udara pernapasan yang keluar melalui distal fistula akan menimbulkan distensi
lambung yang akan mengganggu fungsi pernapasan. Distensi lambung yang terus-menerus kemudian
bisa menyebabkan rupture dari lambung sehingga mengakibatkan tension pneumoperitoneum yang
akan lebih lagi memperberat fungsi pernapasan.
Pada keadaan diatas, maka tindakan pilihan yang dianjurkan ialah dengan melakukan ligasi
terhadap fistula trakeaesofageal dan menunda tindakan thoratocomi sampai masalah ganggua
respiratorik pada bayi benr-benar teratasi. Targetnya ialah operasi dilakukan 8-10 hari kemuudian untuk
memisahkan fistula dari memperbaiki esophagus.
Pada prnsipnya tindakan operasi dilakukan untuk memperbaiki abnormalitas anatomi. Tindakan
operasi dari atresia esophagus mencakup.
a) Operasi dilaksanakan dalam general endotracheal anesthesia dengan akses vaskuler yang baik dan
menggunakan ventilator dengan tekanan yang cukup sehingga tidak menybabkan distensi lambung.
b) Bronkoskopi pra-operatif berguuna untuk mengidentifikasi dan mengetahui lokasi fistula.
c) Posisi bayi ditidurkan pada sisi kiri dengan tangan kanan diangkat di depan dada untuk dilaksanakan
right posterolateral thoracotomy. Pada H-fistula, operasi dilakukan melalui leher karena hanya
memisahkan fistula tanpa memperbaiiki esophagus. Esophagus
d) Operasi dilaksanakan thoracotomy, dimana fistula ditutup dengan cara diikat dan dijahit kemudian
dibuat anastomisis esophageal antara kedua ujung proximal dan distal dan esofagus.
e) Pada atresia esofagus dengan fistula trakeoesofageal, hamppir selalu jarak antara esofagus proksimal
dan distal dapat disambung langsung ini disebut dengan primary repairyaitu apabila jarak kedua ujung
esofagus dibawah 2 ruas vertebra. Bila jaraknya 3,6 ruas vertebra, dilakukan delaved primary repair.
Operasi ditunda paling lama 12 minggu, sambil dilakukan cuction rutin dan pemberian makanan melalui
gstrostomy, maka jarak kedua ujung esofagus akan menyempit kemudian dilakukan primary repair.
Apabiila jarak kedua ujung esofagus lebih dari 6 ruas vertebra, maka dijoba dilakukan tindakan diatas,
apabila tidak bisa juga makaesofagus disambung dengan menggunakan sebagai kolon.

c. Tindakan Setelah Operasi


Pasca Operasi pasien diventilasi selama 5 hari. Suction harus dilakukan secara rutin. Selang
kateter untuk suction harus ditandai agar tidak masuk terlalu dalam dan mengenai bekas operasi tempat
anastomisis agar tidak menimbulkan kerusakan. Setelah hari ke-3 bisa dimasukkan NGT untuk
pemberian makanan.

B. KONSEP KEPERAWATAN

1. Pengkajian
Asuhan keperawatan yang diberikan pada bayi baru lahir adalah berdasarkan tahapan-tahapan pada
proses keperawatan. tahap pengkajian merupakan tahap awal, disini perawat mengumpulkan semua
imformasi baik dari klien dengan cara observasi dan dari keluarganya. Lakukan penkajian bayi baru
lahir.observasi manipestasi atresia esophagus dan fistula. Traekeoesofagus, saliva berlebihan, tersedat,
sianosis, apneu.
a. Sekresi berlebihan , mengalirkan liur konstan,sekresi hidung banyak.
b. Sianosis intermitten yang tidak diketahui penyebabnya.
c. Laringaspasme yang disebabkan oleh aspirasi saliva yang terakumulasi dalam kantong buntu.
d. Distensi abdominal.
e. Respon kekerasan setelah menelan makanan yang pertama atau kedua : bayi batuk dan tersedat saat
cairan kembali melalui hidung dan mulut trejadi sianosis.
f. Bayi sering premetur dan kehamilan munkun terkomplikasi oleh hydra amniaon (cairan amniotic
berlebihan dalam kantong ).

2. Diagnosa Keperawatan
Masalah keperawatan yang munkin timbul pada klien dengan atersia esophagus
a. Bersihan jalan napas tidak epektif.

b. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh.

c. kesulitan menelan.

3. Intervensi Keperawatan
a. Intervensi terapeutik
1) Pengobatan segera terdiri dari penyokongan bayi pada sudut 30 derajat untuk mencegah refluks isi
lambung : pengisapan kantong esophagus atas dengan selang replogleatau drai penampung;
gastrostomi untuk mendekompresi lambung dan mencegah aspirasi ( selanjutnya digunakan untuk
pemberian makan ) puasa, cairan diberikan IV.
2) pengobatan secaa tepat terhadap proses patoogis pennerta,seperti pneumonitis atau gagal jantung
kongestif.
3) terapi pendukung meliputi pemenuhan kebutuhan nutrisi, cairan IV,antibiotic, dukungan pernapasa, dan
mempertahankan lingkungan netral secara termal.
b. Intervensi pembedahan
1) Perbaikan primer segera: pembagian fistula diikuti oleh anatomisis esophagus segmen proksimal dan
disal bila berat bayi lebih dari 2000g dan tanpa pneumonia.
2) Perlambatan jangka pendek (perbaiakan primer lanjut): untuk menstabilkan bayi dan mencegah
penyimpangan bila bayi tidak dapat mentoleransi pembedahan dengan segera.

3) Pentahapan:pada awalnya, pembagian fistula dan gastrotomi dilakukan dengan anastomisis esophagus
sekunder lanjut. Pendkatan dapat digunakan pad bayi yang masih sanhat kecil, prematr atau neonatus,
yang sakit, atu bila anomal congenital berat.

4) Esofagomiotomi servikal ( lubang buatan pada leher yang memungkinkan drainase esophagus bagian
atas ) dapat dialakukan bila ujung esofagus terpisah terlau jauh: pengggantian esophagus
dengansegmen usus pada usia 18 sampai 24 bulan.

c. Nutrisi kurang dari kebutuhan


Intervensi
1) pada praoperasi waspada terhadap indikasi gawat napas: retrasi, sianosissirkomoral, gelisa, pernapasan
cuping hidung, peningkatan frekuensi pernapasan dan jantung.
2) Pantau tanda –tanda vital dengan sering terhadap perubahan pedatekanan darhdan nadi, yang dapat
mengidikasikan dehidrasi atau kelebihan beban volume cairan.
3) Catat masukan dan haluaran, termasuk drainase lambung (bila selang gastrotomiuntuk dekomensasi
terpasang)
4) Pantau terhadap distensi abdomen.
5) pantau terhadap tanda gejala yang dapat menunjukkan anomaly congenital tambahan atau komplikasi.
6) pada pasca operasi,kaji adanya kebocoran pada anastomisis yang menyebapkan mediastinitis dan
pneumotoraks perhatikan saliva dalam selang dada, hipotermia dan hipertermia, gawat napas berat,
sianosis, gelisah, nadi lemah.
7) Lanjutkan untuk memantau komplikasi selama proses pemulihan :
a) Stritur pada anastomisis : kesulitan menelan, muntah atau memuntahkan kembali cairan yang
diminum,menolak makan,demam(terjadi setelah aspirasi dan pneumonia)
b) Fistula berulang : batuk,tersedak, dan sianosis yang dikaitkan dengan distensi abnormal: episode
berulang pneumonia : kondisi umum buruk (tidak ada penambahan berat badan)
c) Atelektasis atau pneumonitis :aspirasi dan gawat napas.
d. Bersihan jalan napas tidak efektif
Intervensi
1) Posisi bayi dengan kepala ditinggikan 20 sampai 30 derajat untuk mencegah atau mengurangi refluks
asam lambung kedalam percabangan trakeobronkial. Balik bayi dengan sering untuk mencegah
atelektasis dan pneumonia.
2) Lakukan pengisapan nasofaring intermitten atau pertahankan selang lumen ganda atau selang
penampung dengan pengisapan konstan untuk mengeluarkan sekresi dari kantung buntu esophagus :
a) Jamin bahwa selang indwelling tetap paten, diganti sesuai kebutuhan, sedikitnya sekaliu setiap 12
sampai 24 jam lubang hidung yang digunakan harus bergantian. Cegah nekrosis lubang hidung dari
tekanan oleh kateter
b) Isap mulut untuk mempertahankan bebas sekresi dan mencegah aspirasi.

3) Bila gastrotomi ditempatkan sebelum pembedahan definitive, pertahankan selang yang mengalir sesuai
gravitasi, dan jangan mengirigasi sebelum pembedahan.
4) Tempatkan bayi dalam isolette atau dibawah penghangat radian dengan humiditas tinggi.
5) Bantu dalam mengencerkan sekresi dan mucus yang kental.
6) Pertahkan suhu bayi dalam zona termoneutral dan jamin isolasi lingkungan untuk mengcegah infeksi.
7) Berikan oksigen sesuai kebutuhan
8) pertahankan puasa dan berikan cairan parenteral dan elektrolit sesuai ketentuan,untuk mencegah
dehidrasi
9) Sediakan dan kenali kebutuhan untuk prawatan kedaruratan atau resusitasi.
10) Jelaskan prosedur dan kejadian penting pada orang tua segera mungkin orientasikan merka pada
lingkungan RS dan ruang perwwatan tertentu.
11) Biarkan keluarga menggendong dan membantu merawat bayi.
12) Berikan ketenangan dan dorongan keluarga dengan sering, berikan dukungan tambahan melalui pekerja
sosial,rohaniawan, konselor, sesuaikebutuhan.
e. Kesulitan menelan
1) Perhatikan kepatenan jalan nafas, isap dengan sering sedikitnya setiap 1 sampai 2 jam, mungkin
diperlukan setiap 5 sampai 10 menit.
a) Minta ahli bedah untuk menandai keteter pengisap untuk menunjukan seberapa jauh keteter dapat
dimasukkan dengan aman tanpa mengganggu anastomosis.
b) Observasi terhadap tanda sumbatan jalan nafas.
2) Berikan fisioterapi dada sesuai ketentuan
a) Ubah posisi bayi dengan membalik, rangsang supaya menangis untuk meningkatkan pengembangan
penuh paru.
b) Tinggikan kepala dan bahu 20 sampai 30 derajat
c) Gunakan vibrator mekanis 2 sampai 3 hari pada pascaoperasi (untuk meminimalkan trauma pada
anastomosis), diikuti dengan lebih banyak terapi fisik dada keras setelah hari ketiga.
3) Lanjutkan penggunaan Isolette atau penghangat radian dengan kelembaban.
4) Lanjutkan dengan penyediaan alat kedaruratan , termasuk mesin pengisap, keteter, oksigen,
laringoskop, selang endotrakeal dalam berbagai ukuran.
5) Berikan lanjitan IV sampai pemberian gastrostomi dapat dimulai.
6) Mulai pemberian makan gastrostomi segera setelah diprogramkan karena nutrisi adekuat adalah factor
penting dalam penyembuhan.
a) Gastrostomi secara umum diletakkan pada drainase gravitasi selama 3 hari pascaoperasi, kemudian
tinggikan dan biarkan terbuka untuk memungkinkan udara keluar dan penyaluran sekresi lambung ke
dalam dupdenum sewaktu sebelum pemberian makan dimulai.
b) Berikan bayi dot untuk mengisap selama pemberian makan, kecuali dikontraindikasikan.
c) Cegah udara memasuki lambung dan menyebabkan distensi lambung dan kemungkinan refluks.
d) Lanjutkan pemberian makan gastrostomi sampai bayi mentoleransi makan secara oral penuh.
7) Pertahankan kepatenan drainase dada.
8) Bila bayi telah mengalami esofagostomi servikal:
a) Pertahankan area bersih dari saliva dan tempatkan bantalan penyerap diatas area.
b) Sesegera mungkin, biarkan anak mengisap beberapa milliliter susu bersamaan dengan pemberian
makan secara gastrostomi.
c) Tingkatkan anak untuk makan padat bila tepat jika esofagostomi dipertahankan selama beberapa bulan.
9) Mulai pemberian makan oral 10 sampai 14 hari setelah anastomosis.
10) Coba untuk membuat saat makan adalah saat yang menyenangkan pada bayi. Gunakan pendekatan dan
kesabaran konsisten.
11) Anjurkan orang tua untuk menimang dan berbicara pada bayi.
12) Berikan stimulasi visual, audiotorius dan taktil yang tepat untuk kondisi fisik dan usia bayi.
13) Bantu untuk mengembangkan hubungan yang sehat antara orang tua anak melalui kunjungan fleksibel.

4. Evaluasi Keperwatan
Pada tahap ini perawat menkaji kembali hal-hal perhan dilakukan, berdasarkan pada criteria hasil
yang telah ditetapkan. Apabila masih terdapat masalah – masalah klien yang belum teratasi, perawat
hendaknya menkaji kembali hal –hal yang berkenaan dengan masalah tersebut dan kembali melakukan
intrvensi keperawatan. Sebaliknya bila masalah klin telah teratasi maka prlu dilakukan pengawasan dan
pengontrolan yang teratur untuk mencegah timbulnya serangan atau gejala – gejala yang memicu
terjadinya serangan.

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Atresia esophagus adalah sekelompok kelainan congenital yang mencangkup gangguan kontinuitas
esophagus disertai atau tanpa adanya hubungan trakea. Atresia esoofagus adalah esophagus
(kerongkongan) yang tidak terbentuk secara sempurna. Pada atresia esophagus, kerongkongan
menyempit atau buntu ; tidak tersambung dengan lambung. Kebanyakan Bayi yang menderita atresia
esophagus juga memiliki fistula trakeoesofageal (suatu hubungan abnormal antara kerongkongan dan
trakea/pipa udara).
Klasifikasi atresia esophagus : Atresia Esofagus dengan fistula trakheooesophageal distal ( 86% Vogt
111.grossC) , Atresia erofagus dengan fistula trakeoesofagus proksimal (2%Vogt III & Gross B), Fistula
trakheo esofagus tanpa atresia ( 4 %, Groos E), Atresia Esofagus terisolasi tanpa fistula ( 7%, Vogg II,
Gross A), dan Atresia esofagus dengan fistula trakheo esofagus distal dan proksimal (< 1% Vogt IIIa,
Gross D).

B. Saran
Dalam memberikan perawatan kepada bayi atau anak dengan gangguan atresia esofagus perawat
harus mengerti konsep dasar dan konsep keperawatan untuk kesembuhan pasien yang optimal.

DAFTAR FUSTAKA
Ngastiyah. Perawatan anak sakit. Buku kedokteran. EGC,1997. Jakarta

Sylvia A price, Lorraine m Wilson. Patofisiologi. Buku kedokteran,

EGC, 1997, Jakarta

Ronna L Wong. Keperawatan pediatric.Buku kedokteran, EGC.2003. Jakarta

Robbins dan kumar.Patologi .Fakultas kedoteran. Universitas Aerlangga, Edisi 4, EGC, 1995, Jakarta

Ilmu kesehatan anak. Fakultas Kedokteran. EGC.1995. Jakata

ASUHAN KEPERAWATAN ATRESIA ESOFAGUS

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Atresia esofagus merupakan kelainan kongenital yang ditandai dengan tidak menyambungnya
esofagus bagian proksimal dengan esofagus bagian distal. Atresia esofagus dapat terjadi bersama
fistula trakeoesofagus, yaitu kelainan kongenital dimana terjadi persambungan abnormal antara
esofagus dengan trakea.

Atresia Esofagus meliputi kelompok kelainan kongenital terdiri dari gangguan kontuinitas
esofagus dengan atau tanpa hubungan dengan trakhea. Pada 86% kasus terdapat fistula trakhea
oesophageal di distal, pada 7% kasus tanpa fistula Sementara pada 4% kasus terdapat fistula
tracheooesophageal tanpa atresia, terjadi 1 dari 2500 kelahiran hidup. Bayi dengan Atresia
Esofagus tidak mampu untuk menelan saliva dan ditandai sengan jumlah saliva yang sangat
banyak dan membutuhkan suction berulangkali.

Kemungkinan atresia semakin meningkat dengan ditemukannya polihidramnion. Selang


nasogastrik masih bisa dilewatkan pada saat kelahiran semua bayi baru lahir dengan ibu
polihidramnion sebagaimana juga bayi dengan mukus berlebihan, segara setelah kelahiran untuk
membuktikan atau menyangkal diagnosa. Pada atresia esofagus selang tersebut tidak akan lewat
lebih dari 10 cm dari mulut (konfirmasi dengan Rongent dada dan perut).

Angka keselamatan berhubungan langsung terutama dengan berat badan lahir dan kelainan
jantung, angka keselamatan bisa mendekati 100%, sementara jika ditemukan adanyan salah satu
faktor resiko mengurangi angka keselamatan hingga 80% dan bisa hingga 30-50 % jika ada dua
faktor resiko.
Atresia esophagus merupakan kelainan kongenital yang cukup sering dengan insidensi rata-rata
sekitar 1 setiap 2500 hingga 3000 kelahiran hidup. Insidensi atresia esophagus di Amerika
Serikat 1 kasus setiap 3000 kelahiran hidup. Di dunia, insidensi bervariasi dari 0,4-3,6 per
10.000 kelahiran hidup. Insidensi tertinggi terdapat di Finlandia yaitu 1 kasus dalam 2500
kelahiran hidup.

Masalah pada atresia esophagus adalah ketidakmampuan untuk menelan, makan secara normal,
bahaya aspirasi termasuk karena saliva sendiri dan sekresi dari lambung.

1.2 Permasalahan

Adapun permasalahan yang akan di angkat pada makalah ini adalah apa itu atresia esofagus dan
bagaimana asuhan keperawatannya.

1.3 Tujuan

1. Tujuan umum

Memahami apa itu atresia esofagus dan mengetahui asuhan keperawatan pada anak dengan
atresia esofagus.

1. Tujuan khusus

1) Mengetahui definisi atresia esofagus

2) Mengetahui etiologi atresia esofagus

3) Mengetahui klasifikasi atresia esofagus

4) Mengetahui manifestasi klinik dari atresia esofagus

5) Mengetahui komplikasi dari operasi perbaikan pada atresia esofagus

6) Memahami asuhan keperawatan pada atresia esofagus.

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Definisi

Athresia Esophagus adalah perkembangan embrionik abnormal esophagus yang menghasilkan


pembentukan suatu kantong (blind pouch), atau lumen berkurang tidak memadai yang mecegah
perjalanan makanan / sekresi dari faring ke perut.
Atresia berarti buntu, atresia esofagus adalah suatu keadaan tidak adanya lubang atau muara
(buntu), pada esofagus (+). Pada sebagian besar kasus atresia esofagus ujung esofagus buntu,
sedangkan pada ¼ -1/3 kasus lainnya esophagus bagian bawah berhubungan dengan trakea
setinggi karina (disebut sebagai atresia esophagus dengan fistula). Kelainan lumen
esophagus ini biasanya disertai dengan fistula trakeoesofagus. Atresia esofagus sering disertai
kelainan bawaan lain, seperti kelainan jantung, kelainan gastrointestinal (atresia duodeni
atresiasani), kelainan tulang (hemivertebrata).

Atresia Esofagus termasuk kelompok kelainan kongenital terdiri dari gangguan kontuinitas
esofagus dengan atau tanpa hubungan persisten dengan trachea.

2.2 Epidemiologi

Atresia esofagus pertama kali dikemukakan oleh Hirscprung seorang ahli anak dari Copenhagen
pada abad 17 tepatnya pada tahun 1862 dengan adanya lebih kurang 14 kasus atresia esofagus,
kelainan ini sudah di duga sebagai suatu malformasi dari traktus gastrointestinal.

Tahun 1941 seorang ahli bedah Cameron Haight dari Michigan telah berhasil melakukan operasi
pada atresia esofagus dan sejak itu pulalah bahwa Atresia Esofagus sudah termasuk kelainan
kongenital yang bisa diperbaiki.

Di Amerika Utara insiden dari Atresia Esofagus berkisar 1:3000-4500 dari kelahiran hidup,
angka ini makin lama makin menurun dengan sebab yang belum diketahui. Secara Internasional
angka kejadian paling tinggi terdapat di Finlandia yaitu 1:2500 kelahiran hidup. Atresia Esofagus
2-3 kali lebih sering pada janin yang kembar.

2.3 Patofisiologi

Janin dengan atresia esofagus tidak dapat menelan cairan amnion dengan efektif. Pada janin
dengan atresia esofagus dan TEF distal, cairan amnion akan mengalir menuju trakea, ke fistula
kemudian menuju usus.

Neonatus dengan atresia esofagus tidak dapat menelan dan menghasilkan banyak air liur.
Pneumonia aspirasi dapat terjadi bila terjadi aspirasi susu, atau liur. Apabila terdapat TEF distal,
paru-paru dapat terpapar asam lambung. Udara dari trakea juga dapat mengalir ke bawah fistula
ketika bayi menangis, atau menerima ventilasi. Hal ini dapat menyebabkan perforasi gaster akut
yang sering kali mematikan. Trakea juga dipengaruh oleh gangguan embriologenesis pada
atresia esofagus. Membran trakea seringkali melebar dengan bentuk D, bukan C seperti biasa.
Perubahan ini menyebabkan kelemahan sekunder pada stuktur anteroposterior trakea atau
trakeomalacia. Kelemahan ini akan menyebabkan gejala batuk kering dan dapat terjadi kolaps
parsial pada eksirasi penuh. Sekret sulit untuk dibersihkan dan dapat menjurus ke pneumonia
berulang. Trakea juga dapat kolaps secara parsial ketika makan, setelah manipulasi, atau ketika
terjadi refluks gastroesofagus; yang dapat menjurus ke kegagalan nafas; hipoksia, bahkan apnea.

2.4 Etiologi
Sampai saat ini belum diketahui zat teratogen apa yang bisa menyebabkan terjadinya kelainan
Atresia Esofagus, hanya dilaporkan angka rekuren sekitar 2 % jika salah satu dari saudara
kandung yang terkena. Atresia Esofagus lebih berhubungan dengan sindroma trisomi 21,13 dan
18 dengan dugaan penyebab genetik.

Namun saat ini, teori tentang tentang terjadinya atresia esofagus menurut sebagian besar ahli
tidak lagi berhubungan dengan kelainan genetik Perdebatan tetang proses embriopatologi masih
terus berlanjut, dan hanya sedikit yang diketahui.

2.5 Klasifikasi

1. Atresia Esofagus dengan fistula trakheooesophageal distal ( 86% Vogt 111.grossC) Merupakan
gambaran yang paling sering pada proksimal esofagus, terjadi dilatasi dan penebalan dinding
otot berujung pada mediastinum superior setinggi vetebra thoracal III/IV. Esofagus distal
(fistel), yang mana lebih tipis dan sempit, memasuki dinding posterior trakea setinggi carina
atau 1-2 cm diatasnya. Jarak antara esofagus proksimal yang buntu dan fistula
trakheooesofageal distal bervariasi mulai dari bagian yang overlap hingga yang berjarak jauh .

1. Esofagus distal dan proksimal benar-benar berakhir tanpa hubungan dengan Esofagus terisolasi
tanpa fistula ( 7%, Vogg II, Gross A)

segmen esofagus proksimal, dilatasi dan dinding menebal dan biasanya berakhir setinggi
mediastinum posterior sekitar vetebra thorakalis II. Esofagus distal pendek dan berakhir pada
jarak yang berbeda diatas diagframa.

1. Fistula trakheoesofagus tanpa atresia (4%,Groos E)

Terdapat hubungan seperti fistula antara esofagus yang secara anatomi cukup intak dengan
trakhea. Traktus yang seperti fistula ini bisa sangat tipis/sempit dengan diameter 3-5 mm dan
umumnya berlokasi pada daerah servikal paling bawah. Biasanya single tapi pernah ditemukan
dua bahkan tiga fistula.

1. Atresia erofagus dengan fistula trakeo esofagus proksimal (2%. Vogt III & Gross B).

Gambaran kelainan yang jarang ditemukan namun perlu dibedakan dari jenis terisolasi. Fistula
bukan pada ujung distal esofagus tapi berlokasi 1-2 cm diatas ujung dinding depan esofagus.

1. Atresia esofagus dengan fistula trakheo esofagus distal dan proksimal ( < 1% Vogt IIIa, Gross D).

Pada kebanyakan bayi, kelainan ini sering terlewati (misdiagnosa) dan di terapi sebagai atresia
proksimal dan fistula distal. Sebagai akibatnya infeksi saluran pernapasan berulang, pemeriksaan
yang dilakukan memperlihatkan suatu fistula dapat dilakukan dan diperbaiki keseluruhan.

2.6 Gambaran Klinis

Ada beberapa keadaan yang merupakan gejala dan tanda atresia esofagus, antara lain:
 Mulut berbuih (gelembung udara dari hidung dan mulut) dan liur selalu meleleh dari mulut bayi
 Sianosis
 Batuk dan sesak napas
 Gejala pneumonia akibat regurgitasi air ludah dari esofagus yang buntu dan regurgitasi cairan
lambung melalui fistel ke jalan napas
 Perut kembung atau membuncit, karena udara melalui fistel masuk kedalam lambung dan usus
 Oliguria, karena tidak ada cairan yang masuk
 Biasanya juga disertai dengan kelainan bawaan yang lain, seperti kelainan jantung, atresia
rectum atau anus.

2.7 Diagnosis

Diagnosa dari atresia esofagus / fistula trakheoesofagus bisa ditegakkan sebelum bayi lahir.
Salah satu tanda awal dari atresia esofagus diketahui dari pemeriksaan USG prenatal yaitu
polihidramnion, dimana terdapat jumlah cairan amnion yang sangat banyak. Tanda ini bukanlah
diagnosa pasti tetapi jika ditemukan harus dipikirkan kemungkinan atresia esofagus.

Diagnosa Atresia Esofagus dicurigai pada masa prenatal dengan penemuan gelembung perut
(bubble stomach) yang kecil atau tidak ada pada USG setelah kehamilan 18 minggu. Secara
keseluruhan sensifitas dari USG sekitar 42 %. Polihidraminon sendiri merupakan indikasi yang
lemah dari Atresia Esofagus (insiden 1%). Metoda yang tersedia untung meningkatkan angka
diagnostik prenatal termasuk pemeriksaan ultrasound pada leher janin untuk menggambarkan
“ujung buntu” kantong atas dan menilai proses menelan janin dari MRI

Bayi baru lahir dengan ibu polihidramnion seharusnya memperlihatkan selang nasogastris yang
dapat lewat segera setelah kelahiran untuk menyingkirkan atresia esofagus. Bayi dengan Atresia
Esofagus tidak mampu menelan saliva dan ditandai dengan saliva yang banyak, dan memerlukan
suction berulang. Pada fase ini tentu sebelumnya makan untuk pertamakali, kateter bore yang
kaku harus dapat melewati mulut hingga esofagus. Pada Atresia Esofagus, kateter tidak bisa
lewat melebihi 9-10 cm dari alveolar paling bawah. Rongent dada dan abdomen memperlihatkan
ujung kateter tertahan. Disuperior mediatinum (T2-4), sementara gas pada perut & usus
menunjukkan adanya fistula trakheoesofagus distal. Tidak adanya gas gastro intestinal
menunjukkan atresia esofagus yang terisolasi.

Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan berikut:

 Memasukkan selang nasogastrik


 Rontgen esofagus menunjukkan adanya kantong udara dan adanya udara di lambung serta usus.

2.8 Penatalaksanaan

Atresia merupakan kasus gawat darurat. Prabedah, penderita seharusnya ditengkurapkan untuk
mengurangi kemungkinan isi lambung masuk ke paru-paru. Kantong esofagus harus secara
teratur dikosongkan dengan pompa untuk mencegah aspirasi sekret. Perhatian yang cermat harus
diberikan terhadap pengendalian suhu, fungsi respirasi, dan pengelolaan anomali penyerta.

1. Penatalaksanaan Medis
Pengobatan dilakukan dengan operasi.

1. Penatalaksanaan Keperawatan

Sebelum dilakukan operasi, bayi diletakkan setengah duduk untuk mencegah terjadinya
regurgitasi cairan lambung kedalam paru. Cairan lambung harus sering diisap untuk mencegah
aspirasi. Untuk mencegah terjadinya hipotermia, bayi hendaknya dirawat dalam incubator agar
mendapatkan lingkungan yang cukup hangat. Posisinya sering di ubah-ubah, pengisapan lender
harus sering dilakukan. Bayi hendaknya dirangsang untuk menangis agar paru berkembang.

Pendekatan Post Operasi

Segera setelah operasi pasien dirawat di NICU dengan perawatan sebagai berikut

 Monitor pernafasan ,suhu tubuh, fungsi jantung dan ginjal


 Oksigen perlu diberikan dan ventilator pernafasan dapat diberi jika dibutuhkan.
 Analgetik diberi jika dibutuhkan
 Pemeriksaan darah dan urin dilakukan guna mengevaluasi keadaan janin secara keseluruhan
 Pemeriksaan scaning dilakukan untuk mengevalausi fungsi esofagus
 Bayi diberikan makanan melalui tube yang terpasang lansung ke lambung (gastrostomi) atau
cukup dengan pemberian melalui intravena sampai bayi sudah bisa menelan makanan sendiri.
 Sekret dihisap melalui tenggorokan dengan slang nasogastrik.

Perawatan di rumah sakit lebih kurang 2 minggu atau lebih, tergantung pada terjadinya
komplikasi yang bisa timbul pada kondisi ini. Pemeriksaan esofagografi dilakukan pada bulan
kedua, ke enam, setahun setelah operasi untuk monitor fungsi esofagus.

2.9 Komplikasi

Komplikasi-komplikasi yang bisa timbul setelah operasi perbaikan pada atresia esofagus dan
fistula atresia esophagus adalah sebagai berikut :
1. Dismotilitas esophagus.

Dismotilitas terjadi karena kelemahan otot dingin esophagus. Berbagai tingkat dismotilitas bisa
terjadi setelah operasi ini. Komplikasi ini terlihat saat bayi sudah mulai makan dan minum.
2. Gastroesofagus refluk.

Kira-kira 50 % bayi yang menjalani operasi ini kana mengalami gastroesofagus refluk pada saat
kanak-kanak atau dewasa, dimana asam lambung naik atau refluk ke esophagus. Kondisi ini
dapat diperbaiki dengan obat (medical) atau pembedahan.
3. Trakeo esogfagus fistula berulang.

Pembedahan ulang adalah terapi untuk keadaan seperti ini.


4. Disfagia atau kesulitan menelan.
Disfagia adalah tertahannya makanan pada tempat esophagus yang diperbaiki. Keadaan ini dapat
diatasi dengan menelan air untuk tertelannya makanan dan mencegah terjadinya ulkus.
5. Kesulitan bernafas dan tersedak.

Komplikasi ini berhubungan dengan proses menelan makanan, tertaannya makanan dan saspirasi
makanan ke dalam trakea.
6. Batuk kronis.

Batuk merupakan gejala yang umum setelah operasi perbaikan atresia esophagus, hal ini
disebabkan kelemahan dari trakea.
7. Meningkatnya infeksi saluran pernafasan.

Pencegahan keadaan ini adalah dengan mencegah kontakk dengan orang yang menderita flu, dan
meningkatkan daya tahan tubuh dengan mengkonsumsi vitamin dan suplemen.

BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN ATRESIA ESOPHAGUS

Pengkajian Keperawatan

 Lakukan pengkajian bayi baru lahir


 Observasi manifestasi atresia esofagus dan fistula trakeoesofagus (FTE)
 Bantu dengan prosedur diagnostik, misalnya radiografi dada dan abdomen; kateter dengan
perlahan dimasukkan kedalam esofagus yang membentur tahanan bila lumen tersebut
tersumbat.
 Kaji tanda-tanda distres pernapasan.

1. Diagnosa keperawatan: Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan lubang
abnormal antara esophagus dan trakea atau obstruksi untuk menelan sekresi.

Tujuan: Pasien mempertahankan jalan napas yang paten tanpa aspirasi

Kriteria Hasil:

 Jalan napas tetap paten


 Bayi tidak teraspirasi sekresi
 Pernapasan tetap pada batas normal

No Intervensi Rasional

1. Lakukan pengisapan sesuai dengan kebutuhan. Untuk menghilangkan penumpukan sekresi di


orofaring.

2. Beri posis terlentang dengan kepala Untuk menurunkan tekanan pada rongga
ditempatkan pada sandaran yang ditinggikan torakal dan meminimalkan refluks sekresi
(sedikitnya 300). lambung ke esophagus distal dan ke dalam
trakea dan bronki.

3. Beri oksigen jika bayi menjadi sianotik. Untuk membantu menghilangkan distress
pernapasan.

4. Jangan gunakan tekanan positif (misalnya; Karena dapat memasukkan udara ke dalam
kantong resusitasi/ masker). lambung dan usus, yang menimbulkan tekana
tambahan pada rongga torakal.

5. Puasakan Untuk mencegah aspirasi.

6. Pertahankan penghisapan segmen esophagus Untuk menjaga agar kantong buntu tersebut
secara intermitten atau kontinue, bila di tetap kosong.
pesankan pada masa pra operasi.

7. Tinggalkan selang gastrostomi, bila ada, terbuka Agar udara dapat keluar, meminimalkan
untuk drainase gravitasi. resiko regurgitasi isi lambung dengan trakea.

1. Diagnosa keperawatan: Kerusakan (kesulitan) menelan berhubungan dengan obstruksi


mekanis.

Tujuan: Pasien mendapatkan nutrisi yang adekuat.

Kriteria Hasil: Bayi mendapat nutrisi yang cukup dan menunjukkan penambahan berat badan
yang memuaskan.

No Intervensi Rasional

1. Beri makan melalui gastrostomi Untuk memberikan nutrisi sampai pemberian


sesuai dengan ketentuan makanan oral memungkinkan.

2. Lanjutkan pemberian makan oral Untuk memenuhi kebutuhan akan nutrisi bayi
sesuai ketentuan, sesuai kondisi bayi
dan perbaikan pembedahan.

3. Observasi dengan ketat. Untuk memastikan bayi mampu menelan tanpa


tersedak.

4. Pntau masukan keluaran dan berat Untuk mengkaji keadekuatan masukan nutrisi.
badan.

5. Ajarkan keluarga tentang teknik Untuk mempersiapkan diri terhadap pemulangan.


pemberian makan yang tepat.

1. Diagnosa keperawatan: Resiko tinggi cedera berhubungan dengan prosedur pembedahan.

Tujuan: Pasien tidak mengalami trauma pada sisi pembedahan.

Kriteria Hasil: Anak tidak menunjukkan bukti-bukti cidera pada sisi pembedahan.

No Intervensi Rasional

1. Hisap hanya dengan kateter yang diukur Untuk mencegah trauma pada mukosa.
sebelumnya sampai ke jarak yang tidak
mencapai sisi pembedahan.

1. Diagnosa keperawatan: Ansietas berhubungan dengan kesulitan menelan, ketidaknyamanan


karena pembedahan.

Tujuan: Pasien mengalami rasa aman tanda ketidaknyamanan.

Kriteria Hasil:

 Bayi istirahat dengan tenang, sadar bila terjaga, dan melakukan penghisapan non- nutrisi.
 Mulut tetap bersih dan lembab.
 Nyeri yang dialamianak minimal atau tidak ada.

No Intervensi Rasional

1. Beri stimulasi taktil (mis; membelai, Untuk memudahkan perkembangan optimal dan
mengayun). meningkatkan kenyamanan.

2. Beri perawatan mulut. Untuk menjaga agar mulut tetap bersih dan
membran mukosa lembab.

3. Beri analgesik sesuai ketentuan

4. Dorong orangtua untuk berpastisipasi dalam Untuk memberikan rasa nyaman dan aman.
perawatan anak.

1. Diagnosa keperawatan :perubahan proses keluarga berhubungan dengan anak dengan defek
fisik.

Tujuan : pasien (keluarga) disiapkan untuk perawatan anak di rumah.


Kriteria hasil: Keluarga menunjukkan kemampuan untuk memberiakn perawatan pada bayi,
memahami tanda-tanda komplikasi, dan tindakan yang tepat.

No. Intervensi Rasional

1. Ajarkan pada keluarga tentang keterampilan  Untuk mencegah aspirasi


dan observasi kebutuhan perawat di rumah:  Untuk mencegah keterlam-
batan tindakan
 Beri posisi  Agar praktisi dapat diberitahu
 Tanda-tanda distress pernapasan
 Tanda-tanda komplikasi; menolak  Untuk menjamin perawatan
makan, disfagia, peningkatan batuk. yang tepat setelah pulang.
 Kebutuhan alat dan bahan yang
diperlukan
 Perawatan gastrostomi bila bayi
telah dioperasi, termasuk teknik-
teknik seperti pengisapan,
pemberian makan, perawatan sisi
operasidan atau ostomi, dan
penggantian balutan.

BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Atresia esofagus merupakan kelainan kongenital yang ditandai dengan tidak menyambungnya
esofagus bagian proksimal dengan esofagus bagian distal. Atresia esofagus dapat terjadi bersama
fistula trakeoesofagus, yaitu kelainan kongenital dimana terjadi persambungan abnormal antara
esofagus dengan trakea.

Atresia berarti buntu, atresia esofagus adalah suatu keadaan tidak adanya lubang atau muara
(buntu), pada esofagus (+).

Atresia esofagus adalah kelainan kongenital dari traktus digestivus yang sudah dapat dideteksi
pada sebelum kelahiran (prenatal)

Klasifikasi atresia esofagus

1) Atresia Esofagus dengan fistula trakheooesophageal distal ( 86% Vogt 111.grossC) 2) Atresia
erofagus dengan fistula trakeoesofagus proksimal (2%Vogt III & Gross B). 3) Fistula trakheo
esofagus tanpa atresia ( 4 %, Groos E)
4) Atresia Esofagus terisolasi tanpa fistula ( 7%, Vogg II, Gross A)
5) Atresia esofagus dengan fistula trakheo esofagus distal dan proksimal (< 1% Vogt IIIa, Gross
D).

DAFTAR PUSTAKA

Ngastiyah. 2005. Perawatan Anak Sakit. EGC: Jakarta.

Sacharin, Rosa M.1996. Prinsip Keperawatan Pediatrik. EGC: Jakata.

Wong, Donna L. 2003. Pedoman Klinis Keperawatn Pediatrik. EGC: Jakarta.

F:\Bhn Atresia Esophagus\Atresia_Esofagus.html

F:\Bhn Atresia Esophagus\aa1.htm

F:\Bhan Atresia Esophagus\imgres_files\esophageal-atresia.htm

F:\Bhan Atresia Esophagus\Referat Atresia Esofagus « Asteriondoctor’s Blog.htm

skip to main | skip to sidebar http://febrikustiyanto.blogspot.com/2009/04/atresia-esofagus-


atresia-esofagus.html

cre : 06 PSIK USK

Anda mungkin juga menyukai