Anda di halaman 1dari 21

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Traktus Gastrointestinal

Traktus Gastrointestinal adalah kumpulan organ yang berperan dalam

proses pencernaan. Di mana makanan akan ditelan, nutrisi akan diserap, dan

sisanya akan dikeluarkan. Traktus Gastrointestinal terdiri dari esofagus, lambung,

usus halus, usus besar, rektum dan anus.

2.1.1. Embriogenesis Traktus Gastrointestinal

Akibat pelipatan mudigah ke arah sefalokaudal dan lateral, sebagian

dari rongga yolk-sac yang dilapisi oleh endoderm masuk ke dalam mudigah

untuk membentuk sus primitif. Dua bagian lain dari rongga yang dilapisi

endoderm ini, yolk-sac dan alantois, tetap berada di luar mudigah.

Di bagian sefalik dan kaudal mudigah, usus primitif membentuk

sebuah saluran buntu, masing-masing adalah usus depan dan usus belakang.

Bagian tengah, usus tengah, untuk sementara tetap berhubungan dengan

yolk-sac melalui ductus vitelinus atau yolk-sac.

Perkembangan usus primitive dan turunan-turunan biasanya dibahas

dalam empat bagian:

a. Usus faring atau faring yang berjalan dari membrana bukofaringealis

hingga divertikulum trakeobronkus; karena sangat penting untuk

pembentukan kepala dan leher.

b. Usus depan terletak kaudal dari tabung faring dan berjalan ke kaudal

sejauh tunas hati.

4
c. Usus tengah dimulai dari sebelah kaudal tunas hati dan meluas

kepertemuan dua pertiga kanan dan sepertiga kiri kolon tranversum pada

orang dewasa.

d. Usus belakang berjalan dari sepertiga kolon tranversum hingga ke

membrana kloakalis.

Usus depan membentuk esofagus, trakea dan tunas paru, lambung dan

duodenum proksimal dari muara duktus biliaris. Selain itu, terbentuk hati,

pancreas dan perangkat saluran empedu dari pertumbuhan epitel endoderm

bagian atas duodenum. Karena bagian atas usus depan dibagi oleh suatu

septum, menjadi esofagus di posterior dan tunas paru serta trakea di

anterior, deviasi septum dapat menyebabkan adanya lubang abnormal antara

trakea dan esofagus.

Usus tengah membentuk lengkung usus primer, menghasilkan

duodenum distal dari muara duktus biliaris, dan berlanjut hingga ke taut

antara dua pertiga proksimal kolon tranversum dengan sepertiga distalnya.

Selama minggu keenam, lengkung tumbuh sedemikian pesat sehingga

menonjol ke dalam tali pusat (herniasi fisiologis). Selama minggu ke-10,

lengkung usus kembali di dalam rongga abdomen. Selagi proses ini

berjalan, lengkung usus tengah berputar 270o berlawanan arah jarum jam.

Sisa duktus vitelinus, kegagalan usus tengah untuk kembali ke rongga

abdomen, malrotasi, stenosis dan duplikasi bagian-bagian usus adalah

kelainan yang umum dijumpai.

5
Usus belakang membentuk bagian dari sepertiga distal kolon

tranversum hingga ke bagian atas kanalis analis; bagian distal kanalis analis

berasal dari ectoderm. Usus belakang, masuk ke bagian posterior kloaka

(bakal analis anorektalis), dan alantois masuk ke bagian anteriornya (bakal

sinus urogenitalis). Pecahnya membrana kloakalis yang menutupi bagian ini

menghasilkan komunikasi ke bagian eksterior bagi anus dan sinus

urogenitalis. Kelainan dalam ukuran regio posterior dan kloaka

menyebabkan bergesernya lubang anus ke arah anterior sehingga terjadi

atresia dan fistula rektovagina dan rektouretra.

Gambar 2.1 Embriogenesis Traktus Gastrointestinal

6
2.1.2. Kelainan Kongenital Traktus Gastrointestinal

Kelainan kongenital traktus gastrointestinal adalah kelainan yang terjadi

pada traktus gastrointestinal dan sudah ada sejak lahir yang dapat disebabkan oleh

faktor genetik maupun non genetik. Prevalensi terjadinya kelainan kongenital

traktus gastrointestinal adalah 1,3 dari 1000 kelahiran hidup.

2.2. Atresia Esofagus

2.2.1. Pengertian

Atresia esofagus adalah sekelompok kelainan kongenital yang

mencakup gangguan kontinuitas esofagus disertai atau tanpa adanya

hubungan dengan trakea.

Esofagus dan trakea berkembang saat minggu keempat sampai

minggu keenam fetus. Atresia esofagus dan/atau fistula trakeoesofagus

terjadi akibat deviasi posterior spontan septum trakeoesofageal atau akibat

suatu faktor mekanis yang mendorong dinding dorsal usus depan ke arah

anterior. Kelainan ini terjadi sebanyak 1:3000-4500 bayi lahir hidup. Sekitar

sepertiga anak yang terkena lahir prematur. Pada 85% kasus, bagian

proksimal esofagus berakhir sebagai suatu kantong buntu dan bagian distal

berhubungan dengan trakea melalui suatu saluran sempit tepat di atas

percabangan. Jarang terjadi atresia esofagus dan fistula trakeoesofagus

terjadi sendiri-sendiri.

7
2.2.2. Epidemiologi

Atresia esofagus pertama kali dikemukakan oleh Hirscprung seorang ahli

anak dari Copenhagen pada abad 17 tepatnya pada tahun 1862 dengan lebih

kurang 14 kasus atresia esofagus, kelainan ini di duga sebagai suatu malformasi

dari traktus gastrointestinal. Kelainan ini tidak diturunkan, walaupun terdapat

kaitan dengan abnormalitas kromosomal.

Tahun 1941 seorang ahli bedah Cameron Haight dari Michigan telah

berhasil melakukan operasi pada atresia esofagus dan sejak itu pulalah bahwa

Atresia Esofagus sudah termasuk kelainan kongenital yang bisa diperbaiki. Di

Amerika Utara insiden dari Atresia Esofagus berkisar 1:3000-4500 dari kelahiran

hidup, angka ini makin lama makin menurun dengan sebab yang belum diketahui.

Secara Internasional angka kejadian paling tinggi terdapat di Finlandia yaitu

1:2500 kelahiran hidup. Atresia Esofagus 2-3 kali lebih sering pada janin

yang kembar.

2.2.3. Etiologi

Sampai saat ini belum diketahui zat teratogen apa yang bisa menyebabkan

terjadinya kelainan Atresia Esofagus. Atresia Esofagus lebih berhubungan dengan

sindroma trisomi 21,13 dan 18 dengan dugaan penyebab genetik.

Namun saat ini, teori tentang terjadinya atresia esofagus menurut sebagian

besar ahli tidak lagi berhubungan dengan kelainan genetik. Perdebatan tentang

proses embriopatologi masih terus berlanjut, dan hanya sedikit yang diketahui.

8
2.2.4. Embriologi

Secara umum telah diterima bahwa primordial respirasi merupakan

evaginasi ventral dari lantai foregut postfaringeal pada awal gestasi minggu ke-4

dan apeks paru primitif terletak pada bagian caudal evaginasi ini. Pada masa

pertumbuhan cepat, trakea yang terletak di ventral berpisah dari esofagus yang

terletak di dorsal. Menurut sebuah teori, trakea berpisah akibat pertumbuhan cepat

longitudinal dari primordial respirasi yang menjauh dari foregut. Teori lain

menyatakan bahwa trakea pada awalnya merupakan bagian dari foregut yang

belum berpisah kemudian berpisah karena proses pembentukan apeks paru kearah

kranial. Proses ini berhubungan dengan pola temporospatial dari gen Sonic

hedgehog (Shh) dan pembelahan selanjutnya. Proses pemisahan foregut

berlangsung ke arah kranial yang akan menyebabkan perpisahan trakeoesofageal.

Lebih lanjut pemisahan epitel foregut ini ditandai dengan peningkatan apoptosis.

Belum jelas bagaimana ekspresi gen ini menyebabkan apoptosis.

Kebanyakan penelitian menyatakan bahwa defek primer diakibatkan tidak

membelahnya foregut akibat kegagalan pertumbuhan trakea ataupun kegagalan

trakea untuk berpisah dari esofagus. Menurut kedua teori ini atresia esofagus

proksimal bukan merupakan malformasi primer tetapi sebagai hasil pengaturan

kembali foregut proksimal. Teori kegagaln pemisahan ini menghubungkan

keberadaan celah trakeoesofageal pada atresia esofagus dengan FTE. Teori lain

menyatakan bahwa atresia esofagus proksimal merupakan malformasi sebagai

akibat dari perwsambungan antara trakea dengan esofagus distal. Teori kegagalan

pemisahan menyatakan bahwa FTE merupakan persambungan foregut dorsal

9
sedangkan teori atresia primer menyatakan bahwa fistula tumbuh dari trakea

menuju esofagus.

2.2.5. Patofisiologi

Motilitas dari esofagus selalu dipengaruhi pada atresia esofagus.

Gangguan peristaltik esofagus biasanya paling sering dialami pada bagian

esofagus distal. Janin dengan atresia tidak dapat dengan efektif menelan cairan

amnion. Sedangkan pada atresia esofagus dengan fistula trakeoesofageal distal,

cairan amnion masuk melalui trakea ke dalam usus. Polihidramnion bisa terjadi

akibat perubahan dari sirkulasi amnion pada janin.

Neonatus dengan atresia tidak dapat menelan dan akan

mengeluarkan banyak sekali air liur atau saliva. Aspirasi dari saliva atau air susu

dapat menyebabkan aspirasi pneumonia. Pada atresia dengan distal TEF,

sekresi dari gaster dapat masuk ke paru-paru dan sebaliknya, udara juga

dapat bebas masuk ke dalam saluran pencernaan saat bayi menangis ataupun

mendapat ventilasi bantuan. Keadaan-keadaan ini bisa menyebabkan perforasi

akut gaster yang fatal. Diketahui bahwa bagian esofagus distal tidak

menghasilkan peristaltik dan ini menyebabkan disfagia setelah perbaikan

esofagus dan dapat menimbukan refluxgastroesofageal.

Trakea juga dipengaruhi akibat gangguan terbentuknya atresia esofagus.

Trakea abnormal, terdiri dari berkurangnya tulang rawan trakea dan

bertambahnya ukuran otot transversal pada posterior trakea. Dinding trakea lemah

sehingga mengganggu kemampuan bayi untuk batuk yang akan mengarah

pada munculnya pneumonia yang bisa berulang-ulang. Trakea juga dapat kolaps

10
bila diberikan makanan ataupun air susu dan ini akan menyebabkan pernapasan

yang tidak efektif, hipoksia atau bahkan bisa menjadi apnoe.

2.2.6. Klasifikasi

Klasifikasi asli oleh Vogt tahun 1912 masih digunakan sampai saat ini .

Gross pada tahun 1953 memodifikasi klasifikasi tersebut, sementara Kluth 1976

menerbitkan "Atlas Atresia Esofagus", dengan masing-masing subtipe yang

didasarkan pada klasifikasi asli dari Vogt. Hal ini terlihat lebih mudah untuk

menggambarkan kelainan anatomi dibandingkan memberi label yang sulit untuk

dikenali.

Gambar 1. Klasifikasi Gross of Boston

1. Atresia Esofagus dengan fistula trakheooesophageal distal ( 82% Vogt

III.grossC) Merupakan gambaran yang paling sering pada proksimal

esofagus, terjadi dilatasi dan penebalan dinding otot berujung pada

11
mediastinum superior setinggi vetebra thoracal III/IV. Esofagus distal

(fistel), dimana lebih tipis dan sempit, memasuki dinding posterior trakea

setinggi carina atau 1-2 cm diatasnya. Jarak antara esofagus proksimal

yang buntu dan fistula trakheooesofageal distal bervariasi mulai dari

bagian yang overlap hingga yang berjarak jauh.

Gambar 2. Gambar diatas memperlihatkan atresia esofagus dengan fistula

trakeoesofageal distal. Perhatikan selang kateter yang berakhir di esofagus

proximal dan udara pada lambung.

2. Atresia Esofagus terisolasi tanpa fistula ( 9%, Vogg II, Gross A)

Esofagus distal dan proksimal benar-benar berakhir tanpa hubungan

dengan segmen esofagus proksimal, dilatasi dan dinding menebal dan

biasanya berakhir setinggi mediastinum posterior sekitar vetebra thorakalis

II. Esofagus distal pendek dan berakhir pada jarak yang berbeda diatas

diafragma.

12
Gambar 3. Atresia Esofagus tanpa fistula. Pandangan depan dada dan

abdomen, tampak kateter pada kantong esofagus proximal. Perhatikan

ketiadaan udara pada lambung.

3. Fistula trakheo esofagus tanpa atresia ( 6%, Gross E)

Terdapat hubungan seperti fistula antara esofagus yang secara anatomi

cukup intak dengan trakhea. Traktus yang seperti fistula ini bisa sangat

tipis/sempit dengan diameter 3-5 mm dan umumnya berlokasi pada

daerah servikal paling bawah. Biasanya single tetapi pernah ditemukan

dua bahkan tiga fistula.

13
Gambar 4. H-Fistula. Barium esofagogram menunjukkan fistel dari

anterior esofagus menuju trakea secara anterosuperior.

4. Atresia esofagus dengan fistula trakeo esofagus proksimal ( 2%, Vogt

III & Gross B)

Gambaran kelainan yang jarang ditemukan namun. Fistula bukan pada

ujung distal esofagus tetapi berlokasi 1-2 cm diatas ujung dinding depan

esofagus.

Gambar 5. Atresia esofagus dengan fistula trakeo esofagus proksimal.

14
5. Atresia esofagus dengan fistula trakheo esofagus distal dan proksimal

( <1% Vogt IIIa, Gross D)

Pada kebanyakan bayi, kelainan ini sering terlewati (misdiagnosa) dan di

terapi sebagai atresia proksimal dan fistula distal. Sebagai akibatnya

infeksi saluran pernapasan berulang, pemeriksaan yang dilakukan

memperlihatkan suatu fistula dapat dilakukan dan diperbaiki keseluruhan.

Seharusnya sudah dicurigai dari kebocoran gas banyak keluar dari kantong

atas selama membuat/ merancang anastomose.

Gambar 6. Hubungan antara dua fistula ke trakea dari bagian atas dan

bawah esofagus.

Gambar 7. Tipe atresia esofagus dengan atau tanpa fistula trakheo

esofagus.

15
2.2.7. Manifestasi Klinik dan diagnosis

Diagnosa dari atresia esofagus / fistula trakheoesofagus bisa ditegakkan

sebelum bayi lahir. Salah satu tanda awal dari atresia esofagus diketahui dari

pemeriksaan USG prenatal yaitu polihidramnion, dimana terdapat jumlah cairan

amnion yang sangat banyak. Tanda ini bukanlah diagnosa pasti tetapi jika

ditemukan harus dipikirkan kemungkinan atresia esofagus.

Cairan amnion secara normal mengalami proses sirkulasi dengan cara

ditelan, dikeluarkan melalui urine. Pada Atresia Esofagus /Fistula Atresia

Esofagus cairan amnion yang ditelan dikeluarkan kembali karena menumpuknya

cairan pada kantong esofagus sehingga meningkatkan jumlah cairan amnion.

Gambar 8. Hasil USG : Polihidramnion berat pada atresia esofagus

Diagnosa Atresia Esofagus dicurigai pada masa prenatal dengan

penemuan gelembung perut (bubble stomach) yang kecil atau tidak ada pada USG

setelah kehamilan 18 minggu. Polihidraminon sendiri merupakan indikasi yang

lemah dari Atresia Esofagus (insiden 1%).

16
Gambar 9. Hasil USG :tidak terdapatnya gambaran stomach bubbe/ gelembung

gas pada atresia esofagus.

Bayi dengan Atresia Esofagus tidak mampu menelan saliva dan ditandai

dengan saliva yang banyak, dan memerlukan suction berulang. Pada fase ini tentu

sebelumnya makan untuk pertama kali, kateter stiff wide-bored harus dapat

melewati mulut hingga esofagus. Pada Atresia Esofagus, kateter tidak bisa lewat

melebihi 9-10 cm dari alveolar paling bawah.

Gambar 10. Panah merah menunjukkan akhir dari tabung orogastrik yang diblokir

saat memasuki esofagus distal dari akibat atresia esofagus pasien. Perhatikan

kurangnya gas dalam perut menunjukkan saluran fistula tidak terhubung ke trakea

esofagus distal.

17
Rongent dada dan abdomen memperlihatkan ujung kateter tertahan. Di

superior mediatinum (T2-4). Tidak adanya gas gastro intestinal menunjukkan

atresia esofagus yang terisolasi. Perlu diperhatikan bahwa kateter harus bersifat

kaku, untuk mencegah kesalahan penilaian.

Gambar 11. Foto AP dari dada dan perut bagian atas saat lahir. Sebuah

tabung nasogastrik di tempat berakhir di cerukan dada. Bagian perut tidak terisi

udara. Temuan ini konsisten dengan atresia esofagus tanpa fistula distal.

Bayi baru lahir yang dicurigai menderita atresia esofagus/ fistula

trakheoesofagus sebaiknya dilakuan pemeriksaan rontgen. Gambarannya berupa

18
dilatasi dari kantong esofagus, karena adanya penumpukan cairan amnion saat

prenatal.

Selama perkembangan janin membesarnya esofagus menyebabkan penekanan

dan penyempitan dari trakhea. Kondisi ini bisa menyebabkan terjadinya fistula.

Adanya udara pada pada lambung memastikan adanya fistula.

2.2.8. Therapi

Sebelum pembedahan, bayi dievaluasi untuk mengetahui abnormal

kongenital yang lain. Radiografi dada harus dievaluasi secara hati-hati untuk

mengetahui abnormalitas skeletal. Echokardiogram dan usg ginjal biasanya juga

dibutuhkan.

Sekali diagnosa Atresia Esofagus ditegakkan, bayi harus dipindahkan dari

tempat bersalin ke sentral bedah anak / NICU. Kateter suction, terutama tipe

lumen ganda (replogle catheter No.10 Frenchgauge) diletakkan pada kantong

esofagus bagian atas untuk mensuction sekret & mencegah aspirasi selama

pemindahan. Bayi ditempatkan pada inkubator sambil dimonitor vital signnya.

19
Semua bayi dengan Atresia Esofagus harus dilakukan echocardiagram

sebelum pembedahan ECHO akan menentukan kelainan struktur jantung atau

pembuluh darah besar dan biasanya menunjukkan sisi kanan lengkungan aorta

yang terjadi pada 2,5 % kasus.

Pada kasus ini, MRI merupakan metode pilihan untuk konfirmasi

diagnosis Atresia Esofagus lengkungan aorta kanan akan menentukan sisi

pendekatan pada operasi. Sekitar 25% bayi dengan tetralogi fallot. Lengkungan

aorta akan berada disisi kanan.

2.2.9. Prognosis

Prognosis menjadi lebih buruk bila diagnosis terlambat akibat penyulit

pada paru. Keberhasilan pembedahan tergantung pada beberapa faktor risiko,

antara lain berat badan lahir bayi, ada atau tidaknya komplikasi pneumonia dan

kelainan kongenital lainnya yang menyertai. Prognosis jangka panjang tergantung

pada ada tidaknya kelainan bawaan lain yang mungkin multipel.

2.2.10. Penatalaksanaan

a. Tindakan sebelum operasi

Atresia esofagus ditangani dengan tindakan bedah. Persiapan operasi untuk bayi

baru lahir mulai umur satu hari antara lain:

1. Cairan intravena mengandung glukosa untuk kebutuhan nutrisi bayi.

2. Pemberian antibiotik broad-spectrum secara intravena.

3. Suhu bayi dijaga agar selalu hangat dengan menggunakan inkubator,

supine dengan posisi fowler, kepala diangkat sekitar 45°.

20
4. NGT dimasukkan secara oral dan dilakukan suction rutin.

5. Monitor vital signs.

Pada bayi prematur dengan kesulitan bernapas, diperlukan perhatian khusus. Jelas

diperlukan pemasangan endotracheal tube dan ventilator mekanik. Sebagai

tambahan, ada resiko terjadinya distensi berlebihan ataupun ruptur lambung

apabila udara respirasi masuk ke dalam lambung melalui fistula karena adanya

resistensi pulmonar. Keadaan ini dapat diminimalisasi dengan

memasukkan ujung endotracheal tube sampai ke pintu masuk fistula dan dengan

memberikan ventilasi dengan tekanan rendah.

Echocardiography atau pemeriksaan EKG pada bayi dengan atresia esofagus

penting untuk dilakukan agar segera dapat mengetahui apabila terdapat adanya

kelainan kardiovaskular yang memerlukan penanganan segera.

b. Tindakan selama operasi

Pada umumnya, operasi perbaikan atresia esofagus tidak dianggap sebagai

hal yang darurat. Tetapi satu pengecualian ialah bila bayi prematur dengan

gangguan respiratorik yang memerlukan dukungan ventilatorik. Udara pernapasan

yang keluar melalui distal fistula akan menimbulkan distensi lambung yang akan

mengganggu fungsi pernapasan. Distensi lambung yang terus menerus kemudian

bisa menyebabkan ruptur dari lambung sehingga mengakibatkan tension

pneumoperitoneum yang akan lebih lagi memperberat fungsi pernapasan.

Pada keadaaan diatas, maka tindakan pilihan yang dianjurkan ialah dengan

melakukan ligasi terhadap fistula trakeoesofageal dan menunda tindakan

thoracotomy sampai masalah gangguan respiratorik pada bayi benar-benar

21
teratasi. Targetnya ialah operasi dilakukan 8-10 hari kemudian untuk memisahkan

fistula dan memperbaiki esofagus.

Pada prinsipnya tindakan operasi dilakukan untuk memperbaiki abnormalitas

anatomi. Tindakan operasi dari atresia esofagus mencakup :

Operasi dilaksanakan dalam general endotracheal anesthesia dengan akses

vaskular yang baik dan menggunakan ventilator dengan tekanan yang cukup

sehingga tidak menyebabkan distensi lambung.

Bronkoskopi pre-operatif berguna untuk mengidentifikasi dan

mengetahui lokasi fistula.

Posisi bayi ditidurkan pada sisi kiri dengan tangan kanan diangkat di

depan dada untuk dilaksanakan right posterolateral thoracotomy. Pada H-

Fistula, operasi dilakukan melalui leher karena hanya memisahkan fistula

tanpa memperbaiki esofagus.

Operasi dilaksanakan thoracotomy, dimana fistula ditutup dengan cara diikat

dan dijahit kemudian dibuat anastomosis esofageal antara kedua ujung

proximal dan distal dari esofagus.

Pada atresia esofagus dengan fistula trakeoesofageal, hampir selalu jarak

antara esofagus proximal dan distal dapat disambung langsung. Ini disebut

dengan primary repair, yaitu apabila jarak kedua ujung esofagus dibawah 2

ruas vertebra. Bila jaraknya 3-6 ruas vertebra, dilakukan delayed primary

repair. Operasi ditunda selama paling lama 12 minggu, sambil dilakukan

suction rutin dan pemberian makanan melalui gastrostomy, maka jarak

kedua ujung esofagus akan menyempit kemudian dilakukan primary

repair. Apabila jarak kedua ujung esofagus lebih dari 6 ruas vertebra, maka

22
dicoba dilakukan tindakan diatas, apabila tidak bisa juga maka esofagus

disambung dengan menggunakan sebagian kolon.

Anastomosis esofageal. Jahitan dilakukan di seluruh dinding esofagus (A).

Penting untuk memastikan bahwa lapisan mukosa ikut terjahit (B). Kateter

digunakan sebagai rangka anastomosis menghubungkan kedua ujung esofagus

(C). Anastomosis kedua ujung esofagus dengan jahitan benang 5-0 absorbable

selesai dilakukan (D).

c. Tindakan setelah operasi

Pasca operasi pasien diventilasi selama 5 hari. Suction harus dilakukan secara

rutin. Selang kateter untuk suction harus ditandai agar tidak masuk terlalu dalam

dan mengenai bekas operasi tempat anastomosis agar tidak menimbulkan

kerusakan. Setelah hari ke-3 bisa dimasukkan NGT untuk pemberian makanan.

23
Gambaran operasi perbaikan dari Atresia esofagus dengan Fistula trakeoesofageal

distal.

24

Anda mungkin juga menyukai