PENDAHULUAN
Latar Belakang
Prematuritas merupakan hal umum dan lebih dari 50% penderita disertai dengan
berbagai kelainan lain seperti penyakit jantung kongenital, kelainan traktus urinarius dan
kelainan traktus gastrointestinal, Atresia esophagus ataupun fistula trakeoesofageal ditangani
dengan tindakan bedah. Diagnosis ini harus diperhatikan pada setiap neonatus yang
mengeluakan banyak mucus dan saliva, dengan atau tanpa tanda-tanda gangguan pernapasan.
Atresia Esophagus (AE) merupakan kelainan kongenital yang cukup sering dengan insidensi
rata-rata sebanyak 1:3000-4500 bayi lahir hidup. Sekitar sepertiga anak yang terkena lahir
prematur, (Porcaro.,et al 2017).
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
Atresia berarti buntu, atresia esofagus adalah suatu keadaan tidak adanya
lubang atau muara (buntu), pada esofagus. Pada sebagian besar kasus atresia esofagus
ujung esofagus buntu, sedangkan pada ¼ -1/3 kasus lainnya esophagus bagian bawah
berhubungan dengan trakea setinggi karina (disebut sebagai atresia esophagus dengan
fistula). Atresia esophagus adalah malformasi yang disebabkan oleh kegagalan
esophagus untuk mengadakan pasase yang kontinyu. Esophagus mungkin saja
membentuk sambungan dengan trachea (fistula trakheaesofagus), ( (Porcaro.,et al
2017).
Jenis kelamin laki-laki memiliki resiko yang lebih tinggi dibandingkan pada
perempuan untuk mendapatkan kelainan atresia esophagus. Rasio kemungkinan untuk
mendapatkan kelainan esophagus antara laki-laki dan perempuan adalah sebesar
1,26:1. Atresia esophagus dan fistula trakeoesofagus adalah kelainan kongenital pada
neonatus yang dapat didiagnosis pada waktu-waktu awal kehidupan. Beberapa
penelitian menemukan insiden atresia esophagus lebih tinggi pada ibu yang usianya
lebih muda dari 19 tahun dan usianya lebih tua dari 30 tahun, dimana beberapa
penelitian lainnya juga mengemukakan peningkatan resiko atresia esophagus terhadap
peningkatan umur ibu.
Sampai saat ini belum diketahui zat teratogen apa yang bisa menyebabkan
terjadinya kelainan atresia esophagus, hanya dilaporkan angka rekuren sekitar 2 %
jika salah satu dari saudara kandung yang terkena. Atresia esophagus lebih
berhubungan dengan sindroma trisomi 21,13 dan 18 dengan dugaan penyebab
genetik. Namun saat ini, teori tentang terjadinya atresia esophagus menurut sebagian
besar ahli tidak lagi berhubungan dengan kelainan genetik. Perdebatan tentang proses
embriopatologi masih terus berlanjut, (Rifki, M., dkk. 2019).
Trisomi
Gangguan saluran pencernaan lain (seperti hernia diafragmatika, atresia
duodenal, dan anus imperforata).
Gangguan jantung (seperti ventricular septal defect, tetralogifallot, dan
patent ductus arteriosus).
Gangguan ginjal dan saluran kencing (seperti ginjal polisistik atau
horseshoe kidney, tidak adanya ginjal,dan hipospadia).
Gangguan Muskuloskeletal
Sindrom VACTERL (yang termasuk vertebr, anus, candiac,
tracheosofagealfistula, ginjal, dan abnormalitas saluran getah bening).
Lebih dari setengah bayi dengan fistula atau atresia esophagus memiliki
kelainan lahir
Atresia Esophagus dapat disebababkan oleh beberapa hal, diantaranya sebagai berikut
:
Faktor obat => Salah satu obat yang dapat menimbulkan kelainan
kongenital yaitu thali domine .
Faktor radiasi => Radiasi pada permulaan kehamilan mungkin dapat
menimbulkan kelainan kongenital pada janin yang dapat menimbulkan
mutasi pada gen
Faktor gizi
Deferensasi usus depan yang tidak sempurna dan memisahkan dari masing
–masing menjadi esopagus dan trachea.
Perkembangan sel endoteal yang lengkap sehingga menyebabkan
terjadinya atresia.
Perlengkapan dinding lateral usus depan yang tidak sempurna sehingga
terjadi fistula trachea esophagus
Tumor esophagus.
Kehamilan dengan hidramnion
Bayi lahir prematur,
Tapi tidak semua bayi yang lahir prematur mengalami penyakit ini. Ada alasan
yang tidak diketahui mengapa esofagus dan trakea gagal untuk berdiferensiasi dengan
tepat selama gestasi pada minggu ke empat dan ke lima.
Tipe A – atresia esofagus tanpa fistula atau atresia esofagus murni (10%)
Tipe B – atresia esofagus dengan TEF proksimal (<1%)
Tipe C – atresia esofagus dengan TEF distal (85%)
Tipe D – atresia esofagus dengan TEF proksimal dan distal (<1%)
Tipe E – TEF tanpa atresia esofagus atau fistula tipe H (4%)
Tipe F – stenosis esofagus kongenital (<1%)
Atresia Esophagus dapat di diagnosa dari beberapa hal, diantaranya adalah sebagai
berikut :
Biasanya disertai denga hydra amnion (60 %) dan hal ini pula yang menyebabkan
kenaikan frekuensi bayi ang lahir premature. Sebaliknya bila dari ananese ditetapkan
keterangan bahwa kehamilan ibu disertai hidraamnion, hendakla dilakukan
kateterisasiesofagus dengan kateter pada jarak kurang dari 10 cm , maka harus didiga
adanya atresia esophagus.
Bila pada bayi baru lahir timbul sesak napas yang disertai air liur meleleh keluar,
harus dicurigai adanya atresia esfagus.
Segera setalah diberi minum, bayi akan berbangkis, batuk dan sianosis karena aspiasi
cairan kedam jalan nafas.
Dianosis pasti dapat dibuat denga foto toraks yang akan menunjukkan gambaran
kateter terhenti pada tempat atresia. Pemberian kontras kedalam esophagus dapat
memberikan gambaran yang lebih pasti, tapi cara ini tidak dianjurkan.
Perlu dibedakan pada pemeriksaan fisis apakah lambung terisi udara atau kosong
untuk menunjang atau menyingkirkan terdapatnya fistula trakeoesofagus. Hal ini
dapat terlihat pada foto abdomen.
VII. Komplikasi Atresia Esophagus
Janin dengan atresia esofagus tidak dapat menelan cairan amnion dengan
efektif. Pada janin dengan atresa esofagus dan TEF distal, cairan amnion akan
mengalir menuju trakea, ke fistula kemudian menuju usus. Akibat dari hal ini dapat
terjadi polihidramnion. Polihidramnion sendiri dapat menyebabkan kelahiran
prematur. Janin seharusnya dapat memanfaatkan cairan amnion, sehingga janin
dengan atresia esofagus lebih kecil daripada usia gestasinya.
Menurut Price, Sylvia A. 2005. Atresia esophagus merupakan penyakit pada bayi
baru lahir dan merupakan kelainan bawaan. Resiko tinggi terhadap atresia esophagus
yaitu bayi baru lahir secara premature dan menangis terus disertai batuk-batuk sampai
adanya sianosis. Malformasi struktur trakhea menyebabkan bayi mengalami kesulitan
dalam menelan serta bayi dapat mengalami aspirasi berat apabila dalam pemberian
makan tidak diperhatikan.
Pada keadaan diatas, maka tindakan pilihan yang dianjurkan ialah dengan
melakukan ligasi terhadap fistula trakeaesofageal dan menunda tindakan thoratocomi
sampai masalah gangguan respiratorik pada bayi benar-benar teratasi. Targetnya ialah
operasi dilakukan 8-10 hari kemuudian untuk memisahkan fistula dari memperbaiki
esophagus. Pada prinsipnya tindakan operasi dilakukan untuk memperbaiki
abnormalitas anatomi.
Posisi bayi ditidurkan pada sisi kiri dengan tangan kanan diangkat di depan
dada untuk dilaksanakan right posterolateral thoracotomy. Pada H-fistula, operasi
dilakukan melalui leher karena hanya memisahkan fistula tanpa memperbaiiki
esophagus. esophagus.
Pasca Operasi pasien diventilasi selama 5 hari. Suction harus dilakukan secara
rutin. Selang kateter untuk suction harus ditandai agar tidak masuk terlalu dalam dan
mengenai bekas operasi tempat anastomisis agar tidak menimbulkan kerusakan.
Setelah hari ke-3 bisa dimasukkan NGT untuk pemberian makanan.
Tahap kedua adalah anastomosis primer, makanan lewat mulut biasanya dapat
diterima. Esofagografi pada hari ke 10 akan menolong menilai keberhasilan
anastomosis.
Malformasi struktur trakhea sering ditemukan pada penderita atresia dan fistula
esophagus. Trakeomalasia, pneumonia aspirasi berulang, dan penyakit saluran nafas
reaktif sering ditemukan. Perkembangan trakheanya normal jika ada fistula, stenosis
esophagus dan refluks gastroesofagus berat lebih sering pada penderita ini.
XI. WOC (web of caution) Atresia Esophagus
Kelainan Bawaan
- Obat-obatan
- Alcohol
- Paparan virus
- Bahan kimia
ke fistula
MK :
Gangguan Pneumonia aspirasi
Menelan
Gaster perforasi akut
Anoreksia
MK :
Kegagalan nafas
- Pola napas tidak efektif
a. Pengkajian
a) Identitas Pasien
Kaji identitas anak seperti nama, tanggal lahir, jenis kelamin, kaji identitas
orangtua klien seperti nama ayah, nama ibu, pekerjaan ayah/ibu, pendidikan
ayah/ibu.
b) Riwayat Kesehatan
1) Keluhan Utama
Pada anak yang mengalami atresia esophagus biasanya mengalami muntah
pada saat setelah menyusui dan ditemukan ronchi basah kasar pada suara
nafas.
2) Riwayat Kesehatan Sekarang
Pada anak yang mengalami atresia esophagus biasanya batuk, dan tersedak
pada pemberian minum menelan normal pada pemberian makan diikuti
dengan batuk tiba-tiba dan regurgitasi minum melalui hidung dan mulut.
3) Riwayat Kesehatan Dahulu
Pada anak yang mengalami atresia esophagus biasanya mempunyai
riwayat polihidramnion maternal, riwayat pneumonia selama beberapa
bulan pertama kehidupan (tipe H)
4) Riwayat Kehamilan dan persalinan
Prenatal: Ibu mengalami riwayat polihidramnion pada pertengahan
kehamilan
Natal: Biasanya mengalami BBLR
Post Natal: Dua jam setelah bayi lahir ditemukan atresia esophagus
tidak dapat menelan dan mengahsilkan banyak air liur serta badan bayi
membiru
c) Riwayat Imunisasi
Imunisasi apa saja yang sudah didapatkan misalnya Hepatitis B0 dan polio
d) Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan
1) Pertumbuhan: Biasanya berat badan rendah untuk usia gestasi
2) Perkembangan: biasanya disebabkan oleh masalah perkembangan
esophagus.
e) Riwayat Kesehatan Keluarga
1) Penyakit yang pernah/masih diderita keluarga
Pernah ada anggota keluarganya yang menderita sakit atresia esophagus
2) Pengkajian keluarga
Pengetahuan keluarga
Keluarga sebenarnya mengetahui apakah atresia esophagus itu, tapi
tidak secara mendetail.
Psikologis keluarga
Keluarga merasa cemas dengan atresia esophagus
f) Pemeriksaan Fisik
Hasil pemeriksaan fisik yang didapatkan pada pasien atresia ani adalah anus
tampak merah, usus melebar, kadang – kadang tampak ileus obstruksi,
termometer yang dimasukkan melalui anus tertahan oleh jaringan, pada
auskultasi terdengar hiperperistaltik tanpa mekonium dalam 24 jam setelah
bayi lahir, tinja dalam urin dan vagina (FKUI, Ilmu Kesehatan Anak:1985).
1) Pemeriksaan Fisik Head to toe
Tanda-tanda vital
Nadi
Respirasi
Suhu axila
2) Kepala
Simetris: tidak ada luka/lesi, kulit kepala bersih, tidak ada benjolan/tumor,
tidak ada caput succedanium, tidak ada chepal hematom.
3) Mata
Simetris, tidak konjungtifistis, tidak ada perdarahan subkonjungtiva, tidak
ikterus, tidak nistagamus/ tidak episnatus, conjungtiva tampak agak pucat.
4) Hidung
Simetris, bersih, tidak ada luka, tidak ada secret, tidak ada pernafasan
cuping hidung, tidak ada pus dan lendir.
5) Mulut Bibir
Simetris, tidak macrognatia, micrognatia, tidak macroglosus, tidak
cheilochisis.
6) Telinga
Memiliki 2 telinga yang simetris dan matur tulang kartilago berbentuk
sempurna.
7) Leher
Tidak ada webbed neck.
8) Thorak
Bentuk dada simetris, silindris, tidak pigeon chest, tidak funnel
shest, pernafasan normal.
9) Jantung
Tidak ada mur-mur, frekuensi jantung teratur.
10) Abdomen
Simetris, teraba lien, teraba hepar, teraba ginjal, tidak termasa/tumor, tidak
terdapat perdarahan pada umbilicus.
11) Getalia
Terdapat lubang uretra, tidak ada epispandia pada penis tidak ada
hipospandia pada penis, tidak ada hernia sorotalis.
12) Anus
Tidak terdapat anus, anus nampak merah, usus melebar, kadang-kadang
tampak ileus obstruksi. Thermometer yang dimasukan kedalam anus
tertahan oleh jaringan. Pada auskultasi terdengar peristaltic.
13) Ektrimitas atas dan bawah
Simetris, tidak fraktur, jumlah jari lengkap, telapak tangan maupun kaki
dan kukunya tampak agak pucat.
14) Punggung
Tidak ada penonjolan spina gifid.
15) Pemeriksaan Reflek.
Suching
Rooting
Moro.
Grip
Plantar.
g) Analisa Data
1) Analisa Data Pre Operasi (SDKI 2019)
No Data Etiologi Diagnosa
Keperawatan
1 Data dan Tanda Mayor Hipersekresi jalan Bersihan jalan
Subjektif nafas nafas tidak efektif
Belum dapat di kaji (D.0001)
Objektif
Batuk tidak efektif
Tidak mampu batuk
Sputum berlebih
Wheezing
Mekonium dijalan nafas
(neonatus)
Objektif
Gelisah
Sianosis
Bunyi nafas enurun
Frekuensi nafas berubah
Pola nafas berubah
Peningkatan paparan
organisme pathogen
lingkungan
Ketidakadekuatan
pertahanan tubuh sekunder
o Penurunan hemoglobin
o Imunosurpresi
o Surpresi respon
inflamasi
Penghalang fisik
karena bayi dirawat di
incubator
Ketidakmampuan ibu
dan ayah merawat
bayi secara langsung
h) Diagnosa Keperawatan
1) Diagnosa Keperawatan Pre Operasi
Bersihan jalan nafas tidak efektif (D.0001)
Defisit nutrisi
Risiko Jatuh (D.0143)
2) Diagnosa Keperawatan Post Operasi
Gangguan Ventilasi Spontan (D.0004)
Defisit nutrisi
Nyeri akut (D.0077)
Risiko Hipovolemi (D.0034)
Risiko infeksi (D.0142)
Risiko Jatuh (D.0143)
Gangguan perlekatan (D.0127)
i) Intervensi Keperawatan, (SIKI 2019), (SLKI 2019)
1) Intervensi Keperawatan Pre Operasi
SDKI SLKI SIKI
Bersihan Jalan Nafas tidak Setelah dilakukan tindakan keperawatan Manajemen Jalan Napas (I.01011)
efektif (D.0001) Tindakan:
selama 1 x 6 jam, di harapkan bersihan
Observasi:
Definisi : jalan napas membaik dengan kriteria hasil: 1. Monitor pola napas (frekuensi, kedalaman, usaha napas)
Ketidakmampuan 2. Monitor bunyi napas tambahan (mis. gurgling, mengi, wheezing,
1. Batuk efektif meningkat
membersihkan secret atau ronchi kering)
obstruksi jalan nafas untuk 2. Produksi sputum menurun 3. Monitor sputum (jumlah, warna, aroma)
mempertahankan jalan nafas Terapeutik:
3. Mheezing menurun
tetap paten. 1. Pertahankan kepatenan jalan napas dengan headtilt dan chin-lift
4. Dispnea menurun (jawthrust jika curiga trauma servical)
b.d 2. Posisikan semi-fowler atau fowler
5. Sianosis menurun
Hipersekresi jalan nafas, 3. Berikan minum hangat
spasme jalan nafas 6. Gelisah mneurun 4. Lakukan fisioterapi dada, jika perlu
5. Lakukan penghisapan lendir kurang dari 15 detik
7. Frekuensi nafa membaik
Mayor 6. Lakukan hiperoksigenasi sebelum penghisapan endotrakeal
Subjektif 8. Pola nafas membaik 7. Keluarkan sumbatan benda pada dengan forsep McGill
Belum dapat di kaji 8. Berikan oksigen, jika perlu
Edukasi:
Objektif 1. Anjurkan asupan cairan 2000 ml/hari, jika tidak kontraindikasi
Batuk tidak efektif 2. Ajarkan tehnik batuk efektif
Tidak mampu batuk Kolaborasi:
Sputum berlebih 1. Kolaborasi pemberian bronkodilator, ekspektoran, mukolitik, jika
Ronchi perlu
Mekonium dijalan nafas
(neonatus) Pemantauan Respirasi (I.01014) Tindakan:
1. Observasi:
Minor 2. Monitor frekuensi, irama, kedalam dan upaya napas
Subjektif 3. Monitor pola napas
Dispnea 4. Monitor kemampuan batuk efektif
5. Monitor adanya produksi sputum
Objektif 6. Monitor adanya sumbatan jalan napas
Gelisah 7. Palpasi kesimetrisan ekspansi paru
Sianosis 8. Auskultasi bunyi napas
Bunyi nafas enurun 9. Monitor saturasi oksigen
Frekuensi nafas berubah 10. Monitor AGD
Pola nafas berubah 11. Monitor x-ray thoraks
Terapeutik:
1. Atur internal pemantau respirasi sesuai kondisi pasien
2. Dokumentasikan hasil pemantauan
Edukasi:
1. Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
2. Informasikan hasil pemantauan, jika perlu
Defisit nutrisi berhubungan Setelah di berikan tindakan keperawatan Managemen nutrisi
reflek hisap yang belum kuat selama 3x24 jam diharapkan deficit Observasi
nutrisi bisa teratasi dengan kriteria hasil: Monitor tanda-tanda vital
berat badan bisa bertambah, toleransi Monitor adanya alergi dan intoleran nutrisi
minum baik Monitor balance cairan setiap 12 jam
Terapetik
Lakukan oral hygiene
Monitor bb setiap hari
Kolaborasi
Kolaborasi untuk menentukan jumlah kalori dan jenis nutrient
yang dibutuhkan untuk target bb
Edukasi
Jelaskan perkembangan tolerasi minum kepada keluarga
Resiko Jatuh (D.0143) Setelah dilakukan tindakan keperawatan Pencegahan Jatuh ((I.14540)
selama 1 x 6 jam, di harapkan tingkat
Definisi: jatuh dengan kriteria hasil:
Beresiko mengalami kerusakan 1. Jatuh dari tempat tidur menurun Observasi
fisik dan gangguan kesehatan 2. Jatuh saat berdiri menurun
1. Identifikasi faktor jatuh (mis: usia > 65 tahun, penurunan tingkat
akibat terjatuh 3. Jatuh saat duduk menurun
kesadaran, defisit kognitif, hipotensi ortostatik, gangguan
4. Jatuh saat berjalan menurun
keseimbangan, gangguan penglihatan, neuropati)
Faktor Risiko:
2. Identifikasi risiko jatuh setidaknya sekali setiap shift atau sesuai
1. Usia ≤ 2 tahun
dengan kebijakan institusi
3. Identifikasi faktor lingkungan yang meningkatkan risiko jatuh (mis:
lantai licin, penerangan kurang)
4. Hitung risiko jatuh dengan menggunakan skala (mis: fall morse
scale, humpty dumpty scale), jika perlu
5. Monitor kemampuan berpindah dari tempat tidur ke kursi roda dan
sebaliknya
Terapeutik
Observasi
Edukasi
Ajarkan cuci tangan bagi tenaga
kesehatan
Anjurkan pengunjung untuk mencuci
tangan pada saat memasuki dan
meninggalkan ruangan pasien
Resiko Jatuh (D.0143) Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam, di harapkan Pencegahan Jatuh ((I.14540)
tingkat jatuh dengan kriteria hasil:
Definisi: 1. Jatuh dari tempat tidur menurun
Beresiko mengalami kerusakan 2. Jatuh saat berdiri menurun
fisik dan gangguan kesehatan 3. Jatuh saat duduk menurun Observasi
akibat terjatuh 4. Jatuh saat berjalan menurun
1. Identifikasi faktor jatuh (mis: usia
> 65 tahun, penurunan tingkat
Faktor Risiko:
kesadaran, defisit kognitif,
1. Usia ≥ 65 tahun (pada
hipotensi ortostatik, gangguan
dewasa) atau ≤ 2 tahun (pada
keseimbangan, gangguan
anak)
penglihatan, neuropati)
2. Riwayat jatuh
2. Identifikasi risiko jatuh setidaknya
3. Anggota gerak bawah
sekali setiap shift atau sesuai
prosthesis (buatan)
dengan kebijakan institusi
4. Penggunaan alat bantu
3. Identifikasi faktor lingkungan yang
berjalan
meningkatkan risiko jatuh (mis:
5. Penurunan tingkat kesadaran
lantai licin, penerangan kurang)
6. Perubahan fungsi kognitif
4. Hitung risiko jatuh dengan
7. Lingkungan tidak aman (mis:
menggunakan skala (mis: fall
licin, gelap, lingkungan
morse scale, humpty dumpty
asing)
scale), jika perlu
8. Kondisi pasca operasi
5. Monitor kemampuan berpindah
9. Hipotensi ortostatik
dari tempat tidur ke kursi roda dan
10. Perubahan kadar glukosa
sebaliknya
darah
11. Anemia Terapeutik
12. Kekuatan otot menurun
13. Gangguan pendengaran 1. Orientasikan ruangan pada
14. Gangguan keseimbangan pasien dan keluarga
15. Gangguan penglihatan (mis: 2. Pastikan roda tempat tidur dan
glaucoma, katarak, ablasio kursi roda selalu dalam kondisi
retina, neuritis optikus) terkunci
16. Neuropati 3. Pasang handrail tempat tidur
17. Efek agen farmakologis (mis: 4. Atur tempat tidur mekanis pada
sedasi, alkohol, anestesi posisi terendah
umum) 5. Tempatkan pasien berisiko tinggi
jatuh dekat dengan pantauan
perawat dari nurse station
6. Gunakan alat bantu berjalan
(mis: kursi roda, walker)
7. Dekatkan bel pemanggil dalam
jangkauan pasien
Edukasi
Observasi
1. Identifikasi kebutuhan
keselamatan (mis: kondisi fisik,
fungsi kognitif, dan Riwayat
perilaku)
2. Monitor perubahan status
keselamatan lingkungan
Terapeutik
7. Penyalahgunaan zat.
8. Konflik hubungan
anak.
terkoordinasi.
j) Impelentasi Keperawatan
Implementasi adalah pengelolaan dan perwujudan rencana
keperawatan yang sudah di susun dalam tahap perencanaan. untuk
kesuksesan implementasi keperawatan supaya sesuai dengan
rencana keperawatan, perawat harus mempunyai keahlian kognitif,
hubungan interpersonal, dan keterampilan dalam melakukan
tindakan. Implementasi/pelaksanaan keperawatan adalah realisasi
tindakan untuk mencapai tujuan yang telah di tetapkan. Kegiatan
dalam pelaksanaan juga meliputi pengumpulan data berkelanjutan,
mengobservasi respon klien selama dan sesudah pelaksanaan
tindakan, serta menilai data yang baru.
k) Evaluasi Keperawatan
Evaluasi dalam keperawatan merupakan kegiatan dalam menilai
tindakan keperawatan yang telah ditentukan, untuk mengetahui
pemenuhan kebutuhan klien secara optimal dan mengukur hasil
dari proses keperawatan. Penilaian keberhasilan adalah tahap yang
menentukan apakah tujuan tercapai. Evaluasi selalu berkaitan
dengan tujuan, apabila dalam penilaian ternyata tujuan tidak
tercapai, maka perlu dicari penyebabnya. Hal tersebut dapat terjadi
karena beberapa faktor: tujuan tidak realistis, tindakan keperawatan
yang tidak tepat dan terdapat faktor lingkungan yang tidak dapat
diatasi. Alasan pentingnya penilaian sebagai berikut: menghentikan
tindakan atau kegiatan yang tidak berguna, untuk menambah
ketepatgunaan tindakan keperawatan, sebagai bukti hasil dari
tindakan perawatan dan untuk pengembangan dan penyempurnaan
praktik keperawatan.
DAFTAR PUSTAKA
Porcaro,. Et al. 2017. Respiratory problems in children with esophageal atresia
and tracheoesophageal fistula. Italian Journal of Pediatrics.
Rifki, M., dkk. 2019. Interposisi Colon Retrosternal dan Esofagoplasty Pada
Pasien Atresia Esophagus Tipe A Long Gap. Jurnal Kesehatan Andalas.
SDKI. 2019. Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia (SDKI. I. II. Jakarta
Selatan.
SIKI. 2019. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI). I. II. Jakarta
Selatan.
SLKI. 2019. Standar Iuran Keperawatan Indonesia (SLKI). I. II. Jakarta Selatan.
ASUHAN KEPERAWATAN
1. Identitas
Nama Bayi : By. Ny. S
Tanggal dirawat : 08 Agustus 2023
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Kp. Sawo 2 no. 100, Bekasi Barat
Tanggal lahir/ usia : 20 Agustus 2023
Nama orang tua : Ny. S / Tn. N
Pendidikan ayah/ibu : SMA / SMA
Pekerjaan ayah/ ibu : Swasta / Ibu Rumah Tangga
Diagnosa medis : NKB, SMK, RDS, Atresia Esofagus, Kelainan Kongenital
Multiple
Riwayat kehamilan dan kelahiran
Bayi lahir secara spontan di Rs. Anna di Bekasi tanggl 03 Agustus 2023 dari Ibu
gestasi 38 minggu G1P0A0. Berjenis kelamin Perempuan. Bayi di rujuk ke Rs.
Fatmawati tanggal 08 Agustus 2023.
BB 2630 gram, PB 51 cm, LK 32 cm, LD 31 cm, LP 31 cm, LL 8 cm, telinga
tampak abnomal, anus tampak namun ada kulit disekitarnya.
Riwayat Kesehatan keluarga
Orang tua bayi mengatakan tidak ada Riwayat penyakit tertentu di keluarga
Keluhan utama:
Post tindakan torakotomi, anastomosis esofagoesofageal, repair fistel
trakeoesofagus, gastrostomy di tanggal 21 Agustus 2023.
Keluhan saat dikaji:
Bayi tampak tidur tenang dan dibawah pengaruh obat
Terpasang ett no. 3.5, kedalaman 9cm di sudut bibir, ventilator mode PCM
RR 60, PIP 20, PEEP 5, IT 0.33, FIO 30%
Tampak ada slem putih kental di ETT dan mulut
Retraksi di intercostal dan sub costal, bentuk dada simetris
Terpasang OGT, bayi sementara puasa, abdomen teraba supel
Akral teraba hangat, turgor kulit teraba elastis
TTV: HR 161x/menit, RR 45x/meit, SpO2 93% suhu 36°C
Terdapat luka post Tindakan thorakotomi tertutup kassa kering dan steril,
tidak ada rembesan darah maupun pus
Therapi
Midazolam 3 mcg/kgBB/menit
Bactesyn 2x125 mg iv
Gentamisin 12,5 mg/36 jam
Paracetamol 3x40 mg
PG2 235cc/hari
Lipid 40cc/hari
D10 115cc/hari
Pemeriksaan Laboratorium
1. Analisa data
Data pendukung Etiologi Diagnosa
DS: Tidak dapat dikaji Imaturitas neuron Bersihan
jalan nafas
DO: slem di ETT dan mulut Hipersekresi jalan napas tidak efektif
banyak, Suction berkala,
ventilator mode PCM RR
60, PIP 20, PEEP 5, IT
0.33, FIO 30%
Resiko
DS = Tidak dapat dikaji Imanutritas infeksi
DO = Post Tindakan imun tubuh
thorakotomi
Gangguan
DS: Tidak dapat dikaji perlekatan
DO:
Catatan perkembangan
Tgl/ jam Implementasi SOAP TTD