Anda di halaman 1dari 45

BAB I

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Atresia esophagus merupakan kelainan kongenital dimana esophagus tidak terbentuk


secara sempurna. Pada kebanyakan kasus, kelainan ini disertai dengan terbentuknya
hubungan antara esophagus dengan trakea yang disebut fistula trakeaoesophageal
(Tracheoesophageal Fistula/ TEP). Fistula trakeoesofageal (TEF) dan esophagus atresia (EA)
adalah kondisi darurat bedah beberapa saat setelah lahir, (Porcaro.,et al 2017). Thomas
Gibson adalah orang yang pertama, tahun 1696 menjelaskan deskripsi klinis dan patologis
yang akurat dari anomali yang paling umum, di mana EA dikaitkan dengan TEF. Pada saat
itu penyakit ini dianggap sebagai kondisi yang fatal dan merupakan kondisi yang tidak fatal
lagi di kemudian hari.

Prematuritas merupakan hal umum dan lebih dari 50% penderita disertai dengan
berbagai kelainan lain seperti penyakit jantung kongenital, kelainan traktus urinarius dan
kelainan traktus gastrointestinal, Atresia esophagus ataupun fistula trakeoesofageal ditangani
dengan tindakan bedah. Diagnosis ini harus diperhatikan pada setiap neonatus yang
mengeluakan banyak mucus dan saliva, dengan atau tanpa tanda-tanda gangguan pernapasan.
Atresia Esophagus (AE) merupakan kelainan kongenital yang cukup sering dengan insidensi
rata-rata sebanyak 1:3000-4500 bayi lahir hidup. Sekitar sepertiga anak yang terkena lahir
prematur, (Porcaro.,et al 2017).
BAB II

TINJAUAN TEORITIS

I. Definsi Esophageal Atrhisia/ Atrisia Esofagus

Atresia berarti buntu, atresia esofagus adalah suatu keadaan tidak adanya
lubang atau muara (buntu), pada esofagus. Pada sebagian besar kasus atresia esofagus
ujung esofagus buntu, sedangkan pada ¼ -1/3 kasus lainnya esophagus bagian bawah
berhubungan dengan trakea setinggi karina (disebut sebagai atresia esophagus dengan
fistula). Atresia esophagus adalah malformasi yang disebabkan oleh kegagalan
esophagus untuk mengadakan pasase yang kontinyu. Esophagus mungkin saja
membentuk sambungan dengan trachea (fistula trakheaesofagus), ( (Porcaro.,et al
2017).

Kelainan lumen esophagus ini biasanya disertai dengan fistula trakeoesofagus.


Atresia esofagaus sering disertai kelainan bawaan lain, seperti kelainan jantung,
kelainan gastroin testinal (atresia duodeni atresiasani), kelainan tulang
(hemivertebrata).

Atresia esofagus adalah malformasi yang disebabkan oleh kegagalan esofagus


untuk mengadakan pasase yang kontinu : esophagus mungkin saja atau mungkin juga
tidak membentuk sambungan dengan trakea ( fistula trakeoesopagus) atau atresia
esophagus adalah kegagalan esophagus untuk membentuk saluran kotinu dari faring
ke lambung selama perkembangan embrionik adapun pengertian lain yaitu bila sebuah
segmen esofagus mengalami gangguan dalam pertumbuhan nya (congenital) dan
tetap sebagai bagian tipis tanpa lubang saluran.

Fistula trakeo esophagus adalah hubungan abnormal antara trakeo dan


esofagus. Dua kondisi ini biasanya terjadi bersamaan, dan mungkin disertai oleh
anomaly lain seperti penyakit jantung congenital. Untuk alasan yang tidak diketahui
esophagus dan trakea gagal untuk berdeferensiasi dengan tepat selama gestasi pada
minggu keempat dan kelima. Atresia Esofagus termasuk kelompok kelainan
kongenital terdiri dari gangguan kontuinitas esofagus dengan atau tanpa hubungan
persisten dengan trachea.

II. Epidemiologi Atresia Esophagus

Insiden dari Atresia Esofagus berkisar 1:3000-4500 dari kelahiran hidup,


angka ini makin lama makin menurun dengan sebab yang belum diketahui. Atresia
Esofagus 2-3 kali lebih sering pada janin yang kembar. Kecenderungan peningkatan
jumlah kasus atresia esophagus tidak berhubungan dengan ras tertentu. Namun dari
suatu penelitian didapatkan bahwa insiden atresia esophagus paling tinggi ditemukan
pada populasi kulit putih (1 kasus per10.000 kelahiran) dibanding dengan populasi
non-kulit putih (0,55 kasus per 10.000 kelahiran).

Jenis kelamin laki-laki memiliki resiko yang lebih tinggi dibandingkan pada
perempuan untuk mendapatkan kelainan atresia esophagus. Rasio kemungkinan untuk
mendapatkan kelainan esophagus antara laki-laki dan perempuan adalah sebesar
1,26:1. Atresia esophagus dan fistula trakeoesofagus adalah kelainan kongenital pada
neonatus yang dapat didiagnosis pada waktu-waktu awal kehidupan. Beberapa
penelitian menemukan insiden atresia esophagus lebih tinggi pada ibu yang usianya
lebih muda dari 19 tahun dan usianya lebih tua dari 30 tahun, dimana beberapa
penelitian lainnya juga mengemukakan peningkatan resiko atresia esophagus terhadap
peningkatan umur ibu.

III. Etiologi Atresia Esophagus

Sampai saat ini belum diketahui zat teratogen apa yang bisa menyebabkan
terjadinya kelainan atresia esophagus, hanya dilaporkan angka rekuren sekitar 2 %
jika salah satu dari saudara kandung yang terkena. Atresia esophagus lebih
berhubungan dengan sindroma trisomi 21,13 dan 18 dengan dugaan penyebab
genetik. Namun saat ini, teori tentang terjadinya atresia esophagus menurut sebagian
besar ahli tidak lagi berhubungan dengan kelainan genetik. Perdebatan tentang proses
embriopatologi masih terus berlanjut, (Rifki, M., dkk. 2019).

Selama embryogenesis proses elongasi dan pemisahan trakea dan esophagus


dapat terganggu. Jika pemisahan trekeoesofageal tidak lengkap maka fistula
trakeoesofagus akan terbentuk. Jika elongasi melebihi proliferasi sel sebelumnya,
yaitu sel bagian depan dan belakang maka trakea akan membentuk atresia esophagus.

Atresia esophagus dan fistula trakeoesofagus sering ditemukan ketika bayi


memiliki kelainan kelahiran seperti :

 Trisomi
 Gangguan saluran pencernaan lain (seperti hernia diafragmatika, atresia
duodenal, dan anus imperforata).
 Gangguan jantung (seperti ventricular septal defect, tetralogifallot, dan
patent ductus arteriosus).
 Gangguan ginjal dan saluran kencing (seperti ginjal polisistik atau
horseshoe kidney, tidak adanya ginjal,dan hipospadia).
 Gangguan Muskuloskeletal
 Sindrom VACTERL (yang termasuk vertebr, anus, candiac,
tracheosofagealfistula, ginjal, dan abnormalitas saluran getah bening).
 Lebih dari setengah bayi dengan fistula atau atresia esophagus memiliki
kelainan lahir

Atresia Esophagus dapat disebababkan oleh beberapa hal, diantaranya sebagai berikut
:

 Faktor obat => Salah satu obat yang dapat menimbulkan kelainan
kongenital yaitu thali domine .
 Faktor radiasi => Radiasi pada permulaan kehamilan mungkin dapat
menimbulkan kelainan kongenital pada janin yang dapat menimbulkan
mutasi pada gen
 Faktor gizi
 Deferensasi usus depan yang tidak sempurna dan memisahkan dari masing
–masing menjadi esopagus dan trachea.
 Perkembangan sel endoteal yang lengkap sehingga menyebabkan
terjadinya atresia.
 Perlengkapan dinding lateral usus depan yang tidak sempurna sehingga
terjadi fistula trachea esophagus
 Tumor esophagus.
 Kehamilan dengan hidramnion
 Bayi lahir prematur,

Tapi tidak semua bayi yang lahir prematur mengalami penyakit ini. Ada alasan
yang tidak diketahui mengapa esofagus dan trakea gagal untuk berdiferensiasi dengan
tepat selama gestasi pada minggu ke empat dan ke lima.

IV. Klasifikasi Atresia Esophagus

Terdapat variasi dalam atresia esofagus berdasar klasifikasi anatomi. Menurut


Gross of Boston, variasi atresia esofagus beserta frekuensinya adalah sebagai berikut:

 Tipe A – atresia esofagus tanpa fistula atau atresia esofagus murni (10%)
 Tipe B – atresia esofagus dengan TEF proksimal (<1%)
 Tipe C – atresia esofagus dengan TEF distal (85%)
 Tipe D – atresia esofagus dengan TEF proksimal dan distal (<1%)
 Tipe E – TEF tanpa atresia esofagus atau fistula tipe H (4%)
 Tipe F – stenosis esofagus kongenital (<1%)

Gambar 2.1 Variasi Atresia Esofagus


V. Manifestasi Klinis Atresia Esophagus

Tanda dan gejala Atresia Esofagus yang mungkin timbul:

 Batuk ketika makan atau minum


 Bayi menunjukkan kurangnya minat terhadap makanan atau ketidakmampuan untuk
menerima nutrisi yang cukup (pemberian makan yang buruk
 Gelembung berbusa putih di mulut bayi
 Memiliki kesulitan bernapas
 Memiliki warna biru atau ungu pada kulit dan membran mukosa karena kekurangan
oksigen (sianosis)
 Meneteskan air liur
 Muntah-muntah
 Biasanya disertai hidramnion (60%) dan hal ini pula yang menyebabkan kenaikan
frekuensi bayi lahir prematur, sebaiknya dari anamnesis didapatkan keterangan
bahwa kehamilan ibu diertai hidramnion hendaknya dilakukan kateterisasi esofagus.
Bila kateter terhenti pada jarak ≤ 10 cm, maka di duga atresia esofagus.
 Bila Timbul sesak yang disertai dengan air liur yang meleleh keluar, di curigai
terdapat atresia esofagus.
 Segera setelah di beri minum, bayi akan berbangkis, batuk dan sianosis karena
aspirasi cairan kedalam jalan nafas.
 Pada fistula trakeosofagus, cairan lambung juga dapat masuk kedalam paru, oleh
karena itu bayi sering sianosis.
VI. Diagnosis Atresia Esophagus

Atresia Esophagus dapat di diagnosa dari beberapa hal, diantaranya adalah sebagai
berikut :

 Biasanya disertai denga hydra amnion (60 %) dan hal ini pula yang menyebabkan
kenaikan frekuensi bayi ang lahir premature. Sebaliknya bila dari ananese ditetapkan
keterangan bahwa kehamilan ibu disertai hidraamnion, hendakla dilakukan
kateterisasiesofagus dengan kateter pada jarak kurang dari 10 cm , maka harus didiga
adanya atresia esophagus.
 Bila pada bayi baru lahir timbul sesak napas yang disertai air liur meleleh keluar,
harus dicurigai adanya atresia esfagus.
 Segera setalah diberi minum, bayi akan berbangkis, batuk dan sianosis karena aspiasi
cairan kedam jalan nafas.
 Dianosis pasti dapat dibuat denga foto toraks yang akan menunjukkan gambaran
kateter terhenti pada tempat atresia. Pemberian kontras kedalam esophagus dapat
memberikan gambaran yang lebih pasti, tapi cara ini tidak dianjurkan.
 Perlu dibedakan pada pemeriksaan fisis apakah lambung terisi udara atau kosong
untuk menunjang atau menyingkirkan terdapatnya fistula trakeoesofagus. Hal ini
dapat terlihat pada foto abdomen.
VII. Komplikasi Atresia Esophagus

Komplikasi-komplikasi yang bisa timbul setelah operasi perbaikan pada atresia


esofagus dan fistula atresia esophagus adalah sebagai berikut :

a) Dismotilitas esophagus => Dismotilitas terjadi karena kelemahan otot dingin


esophagus. Berbagai tingkat dismotilitas bisa terjadi setelah operasi ini.
Komplikasi ini terlihat saat bayi sudah mulai makan dan minum.
b) Gastroesofagus refluk => Kira-kira 50 % bayi yang menjalani operasi ini kana
mengalami gastroesofagus refluk pada saat kanak-kanak atau dewasa, dimana
asam lambung naik atau refluk ke esophagus. Kondisi ini dapat diperbaiki
dengan obat (medical) atau pembedahan.
c) Trakeo esogfagus fistula berulang => Pembedahan ulang adalah terapi untuk
keadaan seperti ini.
d) Disfagia atau kesulitan menelan => Disfagia adalah tertahannya makanan pada
tempat esophagus yang diperbaiki. Keadaan ini dapat diatasi dengan menelan air
untuk tertelannya makanan dan mencegah terjadinya ulkus.
e) Kesulitan bernafas dan tersedak => Komplikasi ini berhubungan dengan proses
menelan makanan, tertaannya makanan dan saspirasi makanan ke dalam trakea.
f) Batuk kronis => Batuk merupakan gejala yang umum setelah operasi perbaikan
atresia esophagus, hal ini disebabkan kelemahan dari trakea.
g) Meningkatnya infeksi saluran pernafasan => Pencegahan keadaan ini adalah
dengan mencegah kontakk dengan orang yang menderita flu, dan meningkatkan
daya tahan tubuh dengan mengkonsumsi vitamin dan suplemen.
VIII. Patofisiologi Atresia Esophagus

Biasanya Trakea dan Kerongkongan sepenuhnya lumen terpisah dengan ada


hubungan antara mereka. Oleh karena itu, anak dapat makan dengan baik tanpa
pernapasan apapun distress dan masalah dalam makan

Janin dengan atresia esofagus tidak dapat menelan cairan amnion dengan
efektif. Pada janin dengan atresa esofagus dan TEF distal, cairan amnion akan
mengalir menuju trakea, ke fistula kemudian menuju usus. Akibat dari hal ini dapat
terjadi polihidramnion. Polihidramnion sendiri dapat menyebabkan kelahiran
prematur. Janin seharusnya dapat memanfaatkan cairan amnion, sehingga janin
dengan atresia esofagus lebih kecil daripada usia gestasinya.

Neonatus dengan atresia esofagus tidak dapat menelan dan menghasilkan


banyak air liur. Pneumonia aspirasi dapat terjadi bila terjadi aspirasi susu, atau liur.
Apabila terdapat TEF distal, paru-paru dapat terpapar asam lambung. Udara dari
trakea juga dapat mengalir ke bawah fistula ketika bayi menangis, atau menerima
ventilasi. Hal ini dapat menyebabkan perforasi gaster akut yang seringkali mematikan.
Penelitian mengenai manipulasi manometrik esofagus menunjukkan esofagus distal
seringkali dismotil, dengan peristaltik yang jelek atau anpa peristaltik. Hal ini akan
menimbulkan berbagai derajat disfagia setelah manipulasi yang berkelanjutan menuju
refluks esofagus.

Trakea juga terpengaruh oleh gangguan embriogenesis pada atresia esofagus.


Membran trakea seringkali melebar dengan bentuk D, bukan C seperti biasa.
Perubahan ini menyebabkan kelemahan sekunder ada struktur anteroposterior trakea
atau trakeomalacia. Kelemahan ini akan menyebabkan gejala batuk kering dan dapat
terjadi kolaps parsial pada eksirasi penuh. Sekret sulit untuk dibersihkan dan dapat
menjurus ke pnemona berulang. Trakea juga dapat kolaps secara parsial ketika
makan, setelah manipulasi, atau ketika terjadi refluks gastroesofagus; yang daat
menjurus ke kegagalan nafas; hipoksia, bakan apnea.

Menurut Price, Sylvia A. 2005. Atresia esophagus merupakan penyakit pada bayi
baru lahir dan merupakan kelainan bawaan. Resiko tinggi terhadap atresia esophagus
yaitu bayi baru lahir secara premature dan menangis terus disertai batuk-batuk sampai
adanya sianosis. Malformasi struktur trakhea menyebabkan bayi mengalami kesulitan
dalam menelan serta bayi dapat mengalami aspirasi berat apabila dalam pemberian
makan tidak diperhatikan.

Pada perkembangan jaringan,terjadi gangguan pemisahan antara trakhea dan


esopagus pada minggu ke 4 sampai minggu ke 6 kehidupan embryonal. Resiko tinggi
dapat terjadi pada ibu hamil dengan hidramnion yaitu amniosentesis harus dicurigai.
Bayi dengan hipersalivasi ; berbuih, sulit bernafas, batuk dan sianosis. Tindakan
pembedahannya segera dilakukan pembedahan torakotomi kanan retro pleural.

IX. Penatalaksanaan pada Atresia Esophagus


A. Tindakan Sebelum Operasi

Atresia esophagus ditangani dengan tindakan bedah. Persiapan operasi untuk


bayi baru lahir mulai umur 1 hari antara lain :

a.Cairan intravena mengandung glukosa untuk kebutuhan nutrisi bayi.


b. Pemberian antibiotic broad-spectrum secara intra vena.
c.Suhu bayi dijaga agar selalu hangat dengan menggunakan incubator, spine dengan
posisi fowler, kepala diangkat sekitar 45o.
d. NGT dimasukkan secara oral dan dilakukan suction rutin.
e.Monitor vital signs.

Pada bayi premature dengan kesulitan benapas, diperlukan perhatian khusus.


Jelas diperlukan pemasangan endotracheal tube dan ventilator mekanik. Sebagai
tambahan, ada resiko terjadinya distensi berlebihan ataupun rupture lambung apabila
udara respirasi masuk kedalam lambung melalui fistula karena adanya resistensi
pulmonal. Keadaan ini dapat diminimalisasi dengan memasukkan ujung endotracheal
tube sampai kepintu masuk fistula dan dengan memberikan ventilasi dengan tekanan
rendah.

Echochardiography atau pemerikksaan EKG pada bayi dengan atresia


esophagus penting untuk dilakukan agar segera dapat mengetahui apabila terdapat
adanya kelainan kardiovaskular yang memerlukan penanganan segera.

B. Tindakan Selama Operasi

Pada umumnya operasi perbaikan atresia esophagus tidak dianggap sebagai


hal yang darurat. Tetapi satu pengecualian ialah bila bayi premature dengan gangguan
respiratorik yang memerlukan dukungan ventilatorik. Udara pernapasan yang keluar
melalui distal fistula akan menimbulkan distensi lambung yang akan mengganggu
fungsi pernapasan. Distensi lambung yang terus-menerus kemudian bisa
menyebabkan rupture dari lambung sehingga mengakibatkan tension
pneumoperitoneum yang akan lebih lagi memperberat fungsi pernapasan.

Pada keadaan diatas, maka tindakan pilihan yang dianjurkan ialah dengan
melakukan ligasi terhadap fistula trakeaesofageal dan menunda tindakan thoratocomi
sampai masalah gangguan respiratorik pada bayi benar-benar teratasi. Targetnya ialah
operasi dilakukan 8-10 hari kemuudian untuk memisahkan fistula dari memperbaiki
esophagus. Pada prinsipnya tindakan operasi dilakukan untuk memperbaiki
abnormalitas anatomi.

Operasi dilaksanakan dalam general endotracheal anesthesia dengan akses


vaskuler yang baik dan menggunakan ventilator dengan tekanan yang cukup sehingga
tidak menybabkan distensi lambung. Bronkoskopi pra-operatif berguuna untuk
mengidentifikasi dan mengetahui lokasi fistula.

Posisi bayi ditidurkan pada sisi kiri dengan tangan kanan diangkat di depan
dada untuk dilaksanakan right posterolateral thoracotomy. Pada H-fistula, operasi
dilakukan melalui leher karena hanya memisahkan fistula tanpa memperbaiiki
esophagus. esophagus.

Operasi dilaksanakan thoracotomy, dimana fistula ditutup dengan cara diikat


dan dijahit kemudian dibuat anastomisis esophageal antara kedua ujung proximal dan
distal dan esophagus.

Pada atresia esofagus dengan fistula trakeoesofageal, hamppir selalu jarak


antara esofagus proksimal dan distal dapat disambung langsung ini disebut dengan
primary repairyaitu apabila jarak kedua ujung esofagus dibawah 2 ruas vertebra. Bila
jaraknya 3,6 ruas vertebra, dilakukan delaved primary repair. Operasi ditunda paling
lama 12 minggu, sambil dilakukan cuction rutin dan pemberian makanan melalui
gstrostomy, maka jarak kedua ujung esofagus akan menyempit kemudian dilakukan
primary repair. Apabiila jarak kedua ujung esofagus lebih dari 6 ruas vertebra, maka
dijoba dilakukan tindakan diatas, apabila tidak bisa juga makaesofagus disambung
dengan menggunakan sebagai kolon.
C. Tindakan Setelah Operasi

Pasca Operasi pasien diventilasi selama 5 hari. Suction harus dilakukan secara
rutin. Selang kateter untuk suction harus ditandai agar tidak masuk terlalu dalam dan
mengenai bekas operasi tempat anastomisis agar tidak menimbulkan kerusakan.
Setelah hari ke-3 bisa dimasukkan NGT untuk pemberian makanan.

Pemberian minum baik oral/enteral merupakan kontra indikasi mutlak untuk


bayi ini. Bayi sebaiknya ditidurkan dengan posisi prone atau telungkup, dengan posisi
kepala 30° lebih tinggi. Dilakukan pengisapan lendir secara berkala, sebaiknya
dipasang sonde nasogastrik untuk mengosongkan the blind-end pouch. Bila perlu bayi
diberikan dot agar tidak gelisah atau menangis berkepanjangan.

X. Pengobatan pada Atresia Esophagus

Penderita atresia esophagus seharusnya ditengkurapkan untuk mengurangi


kemungkinan isi lambung masuk ke dalam paru-paru. Kantong esophagus harus
secara teratur dikosongkan dengan pompa untuk mencegah aspirasi sekret. Perhatian
yang cermat harus diberikan terhadap pengendalian suhu, fungsi respirasi dan
pengelolaan anomaly penyerta kadang-kadang, kondisi penderita mengharuskan
operasi tersebut dilakukan secara bertahap:

Tahap pertama biasanya adalah pengikatan fistula dan pemasukan pipa


gastrotomi untuk memasukkan makanan,

Tahap kedua adalah anastomosis primer, makanan lewat mulut biasanya dapat
diterima. Esofagografi pada hari ke 10 akan menolong menilai keberhasilan
anastomosis.
Malformasi struktur trakhea sering ditemukan pada penderita atresia dan fistula
esophagus. Trakeomalasia, pneumonia aspirasi berulang, dan penyakit saluran nafas
reaktif sering ditemukan. Perkembangan trakheanya normal jika ada fistula, stenosis
esophagus dan refluks gastroesofagus berat lebih sering pada penderita ini.
XI. WOC (web of caution) Atresia Esophagus

Kelainan Bawaan

Atresia Esofagus Faktor lain : - Factor gen

Kerongkongan Buntu - Defisiensi vitamin

- Obat-obatan
- Alcohol
- Paparan virus
- Bahan kimia

Udara mengalir Kesulitan menelan Mengeluarkan air liur

ke fistula
MK :
Gangguan Pneumonia aspirasi
Menelan
Gaster perforasi akut

Reflux gastrofageal Perut kembung Pneumonia berulang Batuk,


sesak nafas membuncit

Anoreksia

MK :
Kegagalan nafas
- Pola napas tidak efektif

- bersihan jalan napas tidak


MK : Gangguan
Sianosis efektif
ventilasi spontan MK : Defisit nutrisi
A. Konsep Asuhan Keperawatan Bayi Dengan Atresia Esophagus

a. Pengkajian
a) Identitas Pasien
Kaji identitas anak seperti nama, tanggal lahir, jenis kelamin, kaji identitas
orangtua klien seperti nama ayah, nama ibu, pekerjaan ayah/ibu, pendidikan
ayah/ibu.
b) Riwayat Kesehatan
1) Keluhan Utama
Pada anak yang mengalami atresia esophagus biasanya mengalami muntah
pada saat setelah menyusui dan ditemukan ronchi basah kasar pada suara
nafas.
2) Riwayat Kesehatan Sekarang
Pada anak yang mengalami atresia esophagus biasanya batuk, dan tersedak
pada pemberian minum menelan normal pada pemberian makan diikuti
dengan batuk tiba-tiba dan regurgitasi minum melalui hidung dan mulut.
3) Riwayat Kesehatan Dahulu
Pada anak yang mengalami atresia esophagus biasanya mempunyai
riwayat polihidramnion maternal, riwayat pneumonia selama beberapa
bulan pertama kehidupan (tipe H)
4) Riwayat Kehamilan dan persalinan
 Prenatal: Ibu mengalami riwayat polihidramnion pada pertengahan
kehamilan
 Natal: Biasanya mengalami BBLR
 Post Natal: Dua jam setelah bayi lahir ditemukan atresia esophagus
tidak dapat menelan dan mengahsilkan banyak air liur serta badan bayi
membiru
c) Riwayat Imunisasi
Imunisasi apa saja yang sudah didapatkan misalnya Hepatitis B0 dan polio
d) Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan
1) Pertumbuhan: Biasanya berat badan rendah untuk usia gestasi
2) Perkembangan: biasanya disebabkan oleh masalah perkembangan
esophagus.
e) Riwayat Kesehatan Keluarga
1) Penyakit yang pernah/masih diderita keluarga
Pernah ada anggota keluarganya yang menderita sakit atresia esophagus
2) Pengkajian keluarga
 Pengetahuan keluarga
Keluarga sebenarnya mengetahui apakah atresia esophagus itu, tapi
tidak secara mendetail.
 Psikologis keluarga
Keluarga merasa cemas dengan atresia esophagus
f) Pemeriksaan Fisik
Hasil pemeriksaan fisik yang didapatkan pada pasien atresia ani adalah anus
tampak merah, usus melebar, kadang – kadang tampak ileus obstruksi,
termometer yang dimasukkan melalui anus tertahan oleh jaringan, pada
auskultasi terdengar hiperperistaltik tanpa mekonium dalam 24 jam setelah
bayi lahir, tinja dalam urin dan vagina (FKUI, Ilmu Kesehatan Anak:1985).
1) Pemeriksaan Fisik Head to toe
Tanda-tanda vital
 Nadi
 Respirasi
 Suhu axila
2) Kepala
Simetris: tidak ada luka/lesi, kulit kepala bersih, tidak ada benjolan/tumor,
tidak ada caput succedanium, tidak ada chepal hematom.
3) Mata
Simetris, tidak konjungtifistis, tidak ada perdarahan subkonjungtiva, tidak
ikterus, tidak nistagamus/ tidak episnatus, conjungtiva tampak agak pucat.
4) Hidung
Simetris, bersih, tidak ada luka, tidak ada secret, tidak ada pernafasan
cuping hidung, tidak ada pus dan lendir.
5) Mulut Bibir
Simetris, tidak macrognatia, micrognatia, tidak macroglosus, tidak
cheilochisis.
6) Telinga
Memiliki 2 telinga yang simetris dan matur tulang kartilago berbentuk
sempurna.
7) Leher
Tidak ada webbed neck.
8) Thorak
Bentuk dada simetris, silindris, tidak pigeon chest, tidak funnel
shest, pernafasan normal.
9) Jantung
Tidak ada mur-mur, frekuensi jantung teratur.
10) Abdomen
Simetris, teraba lien, teraba hepar, teraba ginjal, tidak termasa/tumor, tidak
terdapat perdarahan pada umbilicus.
11) Getalia
Terdapat lubang uretra, tidak ada epispandia pada penis tidak ada
hipospandia pada penis, tidak ada hernia sorotalis.
12) Anus
Tidak terdapat anus, anus nampak merah, usus melebar, kadang-kadang
tampak ileus obstruksi. Thermometer yang dimasukan kedalam anus
tertahan oleh jaringan. Pada auskultasi terdengar peristaltic.
13) Ektrimitas atas dan bawah
Simetris, tidak fraktur, jumlah jari lengkap, telapak tangan maupun kaki
dan kukunya tampak agak pucat.
14) Punggung
Tidak ada penonjolan spina gifid.
15) Pemeriksaan Reflek.
 Suching
 Rooting
 Moro.
 Grip
 Plantar.
g) Analisa Data
1) Analisa Data Pre Operasi (SDKI 2019)
No Data Etiologi Diagnosa
Keperawatan
1 Data dan Tanda Mayor Hipersekresi jalan Bersihan jalan
Subjektif nafas nafas tidak efektif
Belum dapat di kaji (D.0001)

Objektif
 Batuk tidak efektif
 Tidak mampu batuk
 Sputum berlebih
 Wheezing
 Mekonium dijalan nafas
(neonatus)

Data dan tanda Minor


Subjektif
 Dispnea

Objektif
 Gelisah
 Sianosis
 Bunyi nafas enurun
 Frekuensi nafas berubah
 Pola nafas berubah

2 Data Subjektif: Gangguan absorbsi Risiko Hipovolemi


cairan (D.0034)
Belum dapat dikaji
Data Objektif:
 Frekuensi nadi
meningkat
 Nadi teraba lemah
 Tekanan darah
meningkat
 Tekanan nadi
menyempit
 Turgor kulit menurun
 Membrane mukosa
kering
 Volume urin menurun
 Hematocrit meningkat.
 Konsentrasi urin
meningkat
 berat badan turun tiba-
tiba.
3 Data Subjektif: Tidak memahami Risiko Jatuh
keterbatasan (D.0143)
Data Objektif: bergerak
 Usia < 2 tahun
 Nilai Humpty Dumpty >
12

2) Analisa Data Post Operasi


No Data Etiologi Diagnosa
Keperawatan
1 Gejala dan tanda mayor Kelelahan otot Gangguan Ventilasi
Data Subjektif: pernafasan spontan (D.0004)
 Dispnea
Data Objektif:
 Penggunaan otot bantu
nafas meningkat
 Volume tidal menurun
Gejala dan Minor
Data Subjektif:
 Tidak tersedia
Data Objektif:
 Gelisah
 Takikardia
2 Gejala Data Subjektif: Faktor lingkungan Risiko hipotermi
 Tidak tersedia post pembedahan (D.0140)
Data Objektif:
 Akral dingin
 Suhu tubuh < 36,5oC
3 Gejala dan tanda mayor Insisi pembedahan Nyeri akut (D.0077)
Data Subjektif:
 Mengeluh nyeri
Data Objektif:
 Tampak meringis
 Bersikap protektif
 Gelisah
 Frekuensi nadi meningkat
 Sulit tidur
Gejala dan tanda minor
Data Subjektif:
 Tidak tersedia
Data Okjektif:
 Tekanan darah meningkat
 Pola nafas berubah
 Nafsu makan berubah
 Proses berpikir
tergangguan
 Menarik diri
 Berfokus pada diri sendiri
 Diaphoresis
4 Data Subjektif: Reflek hisap belum Defisit Nutrisi
ada
Belum dapat dikaji
Data Objektif:
 Turgor kulit kering
 Berat badan turun
 Reflek hisap belum ada
 Bayi dipuasakan
5 Data Subjektif: Post insisi Risiko Infeksi
pembedahan (D.0142)
Data Objektif:

 Peningkatan paparan
organisme pathogen
lingkungan
 Ketidakadekuatan
pertahanan tubuh sekunder
o Penurunan hemoglobin
o Imunosurpresi
o Surpresi respon
inflamasi

6 Data Subjektif: Tidak memahami Risiko jatuh


keterbatasan (D.0142)
Data Objektif: bergerak
 Usia < 2 tahun
 Nilai Humpty Dumpty >
12
7 Data Subjektif: Dampak Gangguan
Hospitalisasi Perlekatan
Data Objektif: (D.0127)

 Penghalang fisik
karena bayi dirawat di
incubator
 Ketidakmampuan ibu
dan ayah merawat
bayi secara langsung
h) Diagnosa Keperawatan
1) Diagnosa Keperawatan Pre Operasi
 Bersihan jalan nafas tidak efektif (D.0001)
 Defisit nutrisi
 Risiko Jatuh (D.0143)
2) Diagnosa Keperawatan Post Operasi
 Gangguan Ventilasi Spontan (D.0004)
Defisit nutrisi
 Nyeri akut (D.0077)
 Risiko Hipovolemi (D.0034)
 Risiko infeksi (D.0142)
 Risiko Jatuh (D.0143)
 Gangguan perlekatan (D.0127)
i) Intervensi Keperawatan, (SIKI 2019), (SLKI 2019)
1) Intervensi Keperawatan Pre Operasi
SDKI SLKI SIKI
Bersihan Jalan Nafas tidak Setelah dilakukan tindakan keperawatan Manajemen Jalan Napas (I.01011)
efektif (D.0001) Tindakan:
selama 1 x 6 jam, di harapkan bersihan
Observasi:
Definisi : jalan napas membaik dengan kriteria hasil: 1. Monitor pola napas (frekuensi, kedalaman, usaha napas)
Ketidakmampuan 2. Monitor bunyi napas tambahan (mis. gurgling, mengi, wheezing,
1. Batuk efektif meningkat
membersihkan secret atau ronchi kering)
obstruksi jalan nafas untuk 2. Produksi sputum menurun 3. Monitor sputum (jumlah, warna, aroma)
mempertahankan jalan nafas Terapeutik:
3. Mheezing menurun
tetap paten. 1. Pertahankan kepatenan jalan napas dengan headtilt dan chin-lift
4. Dispnea menurun (jawthrust jika curiga trauma servical)
b.d 2. Posisikan semi-fowler atau fowler
5. Sianosis menurun
 Hipersekresi jalan nafas, 3. Berikan minum hangat
spasme jalan nafas 6. Gelisah mneurun 4. Lakukan fisioterapi dada, jika perlu
5. Lakukan penghisapan lendir kurang dari 15 detik
7. Frekuensi nafa membaik
Mayor 6. Lakukan hiperoksigenasi sebelum penghisapan endotrakeal
Subjektif 8. Pola nafas membaik 7. Keluarkan sumbatan benda pada dengan forsep McGill
Belum dapat di kaji 8. Berikan oksigen, jika perlu
Edukasi:
Objektif 1. Anjurkan asupan cairan 2000 ml/hari, jika tidak kontraindikasi
 Batuk tidak efektif 2. Ajarkan tehnik batuk efektif
 Tidak mampu batuk Kolaborasi:
 Sputum berlebih 1. Kolaborasi pemberian bronkodilator, ekspektoran, mukolitik, jika
 Ronchi perlu
 Mekonium dijalan nafas
(neonatus) Pemantauan Respirasi (I.01014) Tindakan:
1. Observasi:
Minor 2. Monitor frekuensi, irama, kedalam dan upaya napas
Subjektif 3. Monitor pola napas
 Dispnea 4. Monitor kemampuan batuk efektif
5. Monitor adanya produksi sputum
Objektif 6. Monitor adanya sumbatan jalan napas
 Gelisah 7. Palpasi kesimetrisan ekspansi paru
 Sianosis 8. Auskultasi bunyi napas
 Bunyi nafas enurun 9. Monitor saturasi oksigen
 Frekuensi nafas berubah 10. Monitor AGD
 Pola nafas berubah 11. Monitor x-ray thoraks
Terapeutik:
1. Atur internal pemantau respirasi sesuai kondisi pasien
2. Dokumentasikan hasil pemantauan
Edukasi:
1. Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
2. Informasikan hasil pemantauan, jika perlu
Defisit nutrisi berhubungan Setelah di berikan tindakan keperawatan Managemen nutrisi
reflek hisap yang belum kuat selama 3x24 jam diharapkan deficit Observasi
nutrisi bisa teratasi dengan kriteria hasil:  Monitor tanda-tanda vital
berat badan bisa bertambah, toleransi  Monitor adanya alergi dan intoleran nutrisi
minum baik  Monitor balance cairan setiap 12 jam

Terapetik
 Lakukan oral hygiene
 Monitor bb setiap hari

Kolaborasi
 Kolaborasi untuk menentukan jumlah kalori dan jenis nutrient
yang dibutuhkan untuk target bb
Edukasi
 Jelaskan perkembangan tolerasi minum kepada keluarga

Resiko Jatuh (D.0143) Setelah dilakukan tindakan keperawatan Pencegahan Jatuh ((I.14540)
selama 1 x 6 jam, di harapkan tingkat
Definisi: jatuh dengan kriteria hasil:
Beresiko mengalami kerusakan 1. Jatuh dari tempat tidur menurun Observasi
fisik dan gangguan kesehatan 2. Jatuh saat berdiri menurun
1. Identifikasi faktor jatuh (mis: usia > 65 tahun, penurunan tingkat
akibat terjatuh 3. Jatuh saat duduk menurun
kesadaran, defisit kognitif, hipotensi ortostatik, gangguan
4. Jatuh saat berjalan menurun
keseimbangan, gangguan penglihatan, neuropati)
Faktor Risiko:
2. Identifikasi risiko jatuh setidaknya sekali setiap shift atau sesuai
1. Usia ≤ 2 tahun
dengan kebijakan institusi
3. Identifikasi faktor lingkungan yang meningkatkan risiko jatuh (mis:
lantai licin, penerangan kurang)
4. Hitung risiko jatuh dengan menggunakan skala (mis: fall morse
scale, humpty dumpty scale), jika perlu
5. Monitor kemampuan berpindah dari tempat tidur ke kursi roda dan
sebaliknya
Terapeutik

1. Orientasikan ruangan pada pasien dan keluarga


2. Pastikan roda tempat tidur dan kursi roda selalu dalam kondisi
terkunci
3. Pasang handrail tempat tidur
4. Atur tempat tidur mekanis pada posisi terendah
5. Tempatkan pasien berisiko tinggi jatuh dekat dengan pantauan
perawat dari nurse station
6. Gunakan alat bantu berjalan (mis: kursi roda, walker)
7. Dekatkan bel pemanggil dalam jangkauan pasien
Edukasi

1. Anjurkan memanggil perawat jika membutuhkan bantuan untuk


berpindah
2. Anjurkan menggunakan alas kaki yang tidak licin
3. Anjurkan berkonsentrasi untuk menjaga keseimbangan tubuh
4. Anjurkan melebarkan jarak kedua kaki untuk meningkatkan
keseimbangan saat berdiri
5. Ajarkan cara menggunakan bel pemanggil untuk memanggil
perawat

Manajemen Kesehatan Lingkungan (I.14513)

Observasi

1. Identifikasi kebutuhan keselamatan (mis: kondisi fisik, fungsi


kognitif, dan Riwayat perilaku)
2. Monitor perubahan status keselamatan lingkungan
Terapeutik

1. Hilangkan bahaya keselamatan lingkungan (mis: fisik, biologi,


kimia), jika memungkinkan
2. Modifikasi lingkungan untuk meminimalkan bahaya dan risiko
3. Sediakan alat bantu keamanan lingkungan (mis: commode chair
dan pegangan tangan)
4. Gunakan perangkat pelindung (mis: pengekangan fisik, rel
samping, pintu terkunci, pagar)
5. Hubungi pihak berwenang sesuai masalah komunitas (mis:
puskesmas, polisi, damkar)
6. Fasilitasi relokasi ke lingkungan yang aman
7. Lakukan program skrining bahaya lingkungan (mis: timbal)
Edukasi

1. Ajarkan individu, keluarga, dan kelompok risiko tinggi bahaya


lingkungan
2) Intervensi Keperawatan Post Operasi
Gangguan Ventilasi Spontan Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x 24 jam, diharapkan Dukungan Ventilasi (I.01002)
ventilasi meningkat dengan kritera hasil: Observasi:
1. Volume tidal meningkat 1. Identifikasi adanya kelelahan otot
2. Dyspnea menurun bantu nafas
3. Penggunaan otot bantu nafas menurun 2. Identifikasi efek perubahan posisi
4. Pernafasan cuping hidung menurun terhadap status pernapasan
5. Frekuensi nafas membaik 3. Monitor status respirasi dan
6. Kedalaman nafas membaik oksigenasi (frekuensi dan
kedalaman napas, penggunaan otot
bantu napas, bunyi napas tambahan,
saturasi oksigen)
Terapeutik:
1. Pertahankan kepatenan jalan nafas
dan penggunan ventilator
2. Berikan oksigenasi sesuai
kebutuhan
3. Fasililitasi mengubah posisi
senyaman mungkin
Edukasi
1. Ajarkann teknik relaksasi napas
dalam
2. Ajarkan mengubah posisi secara
mandiri
3. Ajarkan teknik batuk efektif
Pemantauan Respirasi
Observasi
1. Monitor
frekuensi ,irama ,kedalaman dan
upaya napas
2. Monitor pola napas
3. Kemampuan batuk efektif
4. Monitor adanya produksi sputum
5. Monitor adanya sumbatan sumbatan
jalan napas
Terapeutik
1. Atur interval pemantauan respirasi
sesuai kondisi pasien
2. Dokumentasi hasil pemantauan
Edukasi
1. Jelaskan tujuan pemantauan
2. Informasikan hasil pemantuan
Resiko Hipotermi Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam, diharapkan Manajemen Hiptermi (I.)
(D.0140) termoregulasi membaik dengan kriteria hasil: Observasi
1. Menggigil menurun 1. Monitor suhu tubuh
Definisi: 2. Pucat menurun 2. Identifikasi penyebab hipotermi
Risiko mengalami kegagalan 3. Suhu tubuh membaik 3. Monitor tanda dan gejala akibat
termoregulasi yang dapat 4. Suhu kulit membaik hipotermi
mengakibatkan suhu tubuh
berada dibawah rentang normal Terapeutik
tubuh 1. Sediakan lingkungan yang
hangat
2. Lakukan penghangatan pasif
Nyeri Akut (D.0077) Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam, di harapkan Manajemen Nyeri (I.08238)
tingkat nyeri menurun, kontrok nyeri meningkat dengan kriteria hasil: Pemantauan Nyeri (I.08242)
Definisi Pemberian analgetik (I.08243)
Pengalaman sensorik atau Tingkat Nyeri (L.08066) Teknik Distraksi (I.08247)
emosional yang berkaitan dgan
Kontrol Nyeri (L.08063)
kerusakan jaringan atau Observasi
fungsional, degan onset 1. Kemamapuan menggunakan teknik non farmakologis  Idenfikasi lokasi, frekuesni,
mendadak atau lambat dan durasi,karakterisik, kualitas,
2. Dukungan orang teredkat meningkat
berintensitas ringan hingga berat intensitas nyeri.
yang berlangsung kurang dari 3 3. Penggunaan analgetik menurun  Identifikasi respon nyeri non verbal
detik  Monitor efek samping penggunaan
4. Meringis menurun analgesik
b.d  Monitor tanda vital sebelum dan
5. Gelisah mneurun
Agen Pencederaa Fisik (Prosedur sesudah pemberian analgetik.
operasi) 6. Pola nafas membaik
Terapeutik
d.d Gejala dan tanda  Berikan teknik non farmakologis
Mayor: untuk mengurangi rasa nyeri.
Subyektif  Fasilitasi istirahan dan tidur
 Tetapkan target efektifitas analgetik
Obyektif untuk mengoptimalkan respon
 Tampak meringis pasien.
 Gelisah  Dokumentasi respons terhadap efek
analgesesik dan efek yang tidak
Minor: diinginkan.
Subyektif
Edukasi
Obyektif  Jelaskan penyebab, periode dan
 Pola napas berubah pemicu nyeri.
 Jelaskan efek terapi dan efek
samping obat.
Risiko Hipovolemia (D.0034) Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3 x 24 jam, maka status Manajemen Hipovolemia
cairan membaik, dengan kriteria hasil: dengan kriteria hasil: Tindakan
Definisi :
Berisiko mengalami penurunan 1. Kekuatan nadi meningkat Observasi :
volume cairan intravascular,
2. Output urin meningkat 1. Periksa tanda dan gejala
interstisial dan atau/intraselular
3. Membran mukosa lembab meningkat hipovolemia (mis. frekuensi nadi
b.d
4. Ortopnea menurun meningkat, nadi teraba lemah,
 muntah
5. Dispnea menurun tekanan darah menurun, tekanan
6. Paroxysmal nocturnal dyspnea (PND) menurun nadi menyempit, turgor kulit
7. Edema anasarka menurun menurun, membrane mukosa
8. Edema perifer menurun kering, volume urin menurun,
9. Frekuensi nadi membaik hematokrit meningkat, haus,
10. Tekanan darah membaik lemah)
11. Turgor kulit membaik 2. Monitor intake dan output cairan
12. Jugular venous pressure membaik Terapeutik :
13. Hemoglobin membaik 1. Hitung kebutuhan cairan
14. Hematokrit membaik 2. Berikan posisi modified
Trendelenburg
3. Berikan asupan cairan oral
Edukasi :
1. Anjurkan memperbanyak asupan
cairan oral
2. Anjurkan menghindari perubahan
posisi mendadak
Kolaborasi :
1. Kolaborasi pemberian cairan IV
isotonis (mis. NaCl, RL)
2. Kolaborasi pemberian cairan IV
hopotonis (mis. glukosa 2,5%,
NaCl 0,4%)
3. Kolaborasi pemberian cairan
koloid (mis. albumin, Plasmanate)
4. Kolaborasi pemberian produk
darah.
Risiko Infeksi Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x 24 jam, diharapkan Pencegahan infeksi (I.02075)
(D.0142) tingkat infeksi menurun dan status imun membaik dengan kriteria hasil:
Observasi
Definisi: Tingkat infeksi (L.14137) & Status imun (L.14133)  Berikan lingkungan dengan baik
 Berisiko mengalami 1. Kebersihan tangan meningkat  Monitor tanda dan gejala infeksi local
peningkatan terserang 2. Kebersihan badan meningkat dan sistemik
organisme patogenik 3. Demam menurun  Monitor tanda dan gejala infeksi
4. Kemerahan menurun
Dibuktikan dengan: Terapeutik
 Peningkatan paparan  Batasi jumlah pengunjung
organisme pathogen  Cuci tangan sebelum dan sesudah
lingkungan kegiatan perawatan pasien
 Lakukan tindakan yang bersifat
 Ketidakadekuatan pertahanan universal
tubuh sekunder  Jaga lingkungan aseptic saat
o Penurunan hemoglobin mengganti tabung dan botol TPN
o Imunosurpresi  Pastikan penanganan aseptic dari
o Surpresi respon inflamasi semua saluran intravena

Edukasi
 Ajarkan cuci tangan bagi tenaga
kesehatan
 Anjurkan pengunjung untuk mencuci
tangan pada saat memasuki dan
meninggalkan ruangan pasien
Resiko Jatuh (D.0143) Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam, di harapkan Pencegahan Jatuh ((I.14540)
tingkat jatuh dengan kriteria hasil:
Definisi: 1. Jatuh dari tempat tidur menurun
Beresiko mengalami kerusakan 2. Jatuh saat berdiri menurun
fisik dan gangguan kesehatan 3. Jatuh saat duduk menurun Observasi
akibat terjatuh 4. Jatuh saat berjalan menurun
1. Identifikasi faktor jatuh (mis: usia
> 65 tahun, penurunan tingkat
Faktor Risiko:
kesadaran, defisit kognitif,
1. Usia ≥ 65 tahun (pada
hipotensi ortostatik, gangguan
dewasa) atau ≤ 2 tahun (pada
keseimbangan, gangguan
anak)
penglihatan, neuropati)
2. Riwayat jatuh
2. Identifikasi risiko jatuh setidaknya
3. Anggota gerak bawah
sekali setiap shift atau sesuai
prosthesis (buatan)
dengan kebijakan institusi
4. Penggunaan alat bantu
3. Identifikasi faktor lingkungan yang
berjalan
meningkatkan risiko jatuh (mis:
5. Penurunan tingkat kesadaran
lantai licin, penerangan kurang)
6. Perubahan fungsi kognitif
4. Hitung risiko jatuh dengan
7. Lingkungan tidak aman (mis:
menggunakan skala (mis: fall
licin, gelap, lingkungan
morse scale, humpty dumpty
asing)
scale), jika perlu
8. Kondisi pasca operasi
5. Monitor kemampuan berpindah
9. Hipotensi ortostatik
dari tempat tidur ke kursi roda dan
10. Perubahan kadar glukosa
sebaliknya
darah
11. Anemia Terapeutik
12. Kekuatan otot menurun
13. Gangguan pendengaran 1. Orientasikan ruangan pada
14. Gangguan keseimbangan pasien dan keluarga
15. Gangguan penglihatan (mis: 2. Pastikan roda tempat tidur dan
glaucoma, katarak, ablasio kursi roda selalu dalam kondisi
retina, neuritis optikus) terkunci
16. Neuropati 3. Pasang handrail tempat tidur
17. Efek agen farmakologis (mis: 4. Atur tempat tidur mekanis pada
sedasi, alkohol, anestesi posisi terendah
umum) 5. Tempatkan pasien berisiko tinggi
jatuh dekat dengan pantauan
perawat dari nurse station
6. Gunakan alat bantu berjalan
(mis: kursi roda, walker)
7. Dekatkan bel pemanggil dalam
jangkauan pasien
Edukasi

1. Anjurkan memanggil perawat


jika membutuhkan bantuan untuk
berpindah
2. Anjurkan menggunakan alas kaki
yang tidak licin
3. Anjurkan berkonsentrasi untuk
menjaga keseimbangan tubuh
4. Anjurkan melebarkan jarak
kedua kaki untuk meningkatkan
keseimbangan saat berdiri
5. Ajarkan cara menggunakan bel
pemanggil untuk memanggil
perawat

Manajemen Kesehatan Lingkungan


(I.14513)

Observasi

1. Identifikasi kebutuhan
keselamatan (mis: kondisi fisik,
fungsi kognitif, dan Riwayat
perilaku)
2. Monitor perubahan status
keselamatan lingkungan
Terapeutik

1. Hilangkan bahaya keselamatan


lingkungan (mis: fisik, biologi,
kimia), jika memungkinkan
2. Modifikasi lingkungan untuk
meminimalkan bahaya dan risiko
3. Sediakan alat bantu keamanan
lingkungan (mis: commode chair
dan pegangan tangan)
4. Gunakan perangkat pelindung
(mis: pengekangan fisik, rel
samping, pintu terkunci, pagar)
5. Hubungi pihak berwenang sesuai
masalah komunitas (mis:
puskesmas, polisi, damkar)
6. Fasilitasi relokasi ke lingkungan
yang aman
7. Lakukan program skrining
bahaya lingkungan (mis: timbal)
Edukasi

1. Ajarkan individu, keluarga, dan


kelompok risiko tinggi bahaya
lingkungan
Gangguan perlekatan (D.0127) Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam dengan kriteria hasil:
Promosi perlekatan
Definisi: o Melakukan kontak mata dengan bayi
Observasi:
Beresiko mengalami gangguan o Mencium bayi  Monitor kegiatan menyusui
interaksi antara orang tua atau  Identifikasi kemampuan bayi
o Tersenyum kepada bayi menghisap dan menelan ASI
orang terdekat dengan bayi/anak
yang dapat mempengaruhi o Berbicara kepada bayi  Identifikasi payudara ibu
(mis.bengkak, putting lecet,
proses asah, asih, dan asuh mastitis,nyeri pada payudara)
Berespon terhadap isyarat bayi
Faktor resiko:  Monitor perlekatan saat
menyusui (mis.aerola bagain bawah
1. Kekhawatiran lebih kecil dari pada aerola bagian
atas, mulut bayi terbuka lebar ,
menjalankan peran bibir bayi terputar keluar dan dagu
bayi menempel pada payudara ibu
sebegai orang tua. Terapeutik:
2. Perpisahan antara ibi  Hindarkan memegang kepala
bayi
dan bayi/anak akibat
 Diskusikan dengan ibu masalah
selama proses menyusui
hospitalisai.
Edukasi
3. Penghalang fisik  Ajarkan ibu menopang seluruh bayi

(mis,inkubator, baby  Anjurkan ibu melepas pakaian


bagian atas agar bayi dapat
menyentuh payudara ibu
warmer).  Anjurkan bayi yang mendekati
kearah payudara ibu dari bagian
bagian bawah
4. Ketidakmampuan
 Anjurkan ibu untuk memegang
orang tua memenuhi payudara menggunakan jarinya
seperti huruf C pada posisi kam 12-
kebutuhan bayi/anak. 6 atau 3-9 saat mengaahkan
kemulut bayi

5. Perawatan dalam  Anjurkan ibu untuk menyusui


menunggu mulut bayi terbuka lebar
ruang isolasi. sehingga areola bagian bawah
dapat masuk sempurna
 Ajarkan ibu mengenali tanda bayi
6. Prematuritas.
siap menyusu

7. Penyalahgunaan zat.

8. Konflik hubungan

antara orang tua dan

anak.

9. perilaku bayi tidak

terkoordinasi.
j) Impelentasi Keperawatan
Implementasi adalah pengelolaan dan perwujudan rencana
keperawatan yang sudah di susun dalam tahap perencanaan. untuk
kesuksesan implementasi keperawatan supaya sesuai dengan
rencana keperawatan, perawat harus mempunyai keahlian kognitif,
hubungan interpersonal, dan keterampilan dalam melakukan
tindakan. Implementasi/pelaksanaan keperawatan adalah realisasi
tindakan untuk mencapai tujuan yang telah di tetapkan. Kegiatan
dalam pelaksanaan juga meliputi pengumpulan data berkelanjutan,
mengobservasi respon klien selama dan sesudah pelaksanaan
tindakan, serta menilai data yang baru.
k) Evaluasi Keperawatan
Evaluasi dalam keperawatan merupakan kegiatan dalam menilai
tindakan keperawatan yang telah ditentukan, untuk mengetahui
pemenuhan kebutuhan klien secara optimal dan mengukur hasil
dari proses keperawatan. Penilaian keberhasilan adalah tahap yang
menentukan apakah tujuan tercapai. Evaluasi selalu berkaitan
dengan tujuan, apabila dalam penilaian ternyata tujuan tidak
tercapai, maka perlu dicari penyebabnya. Hal tersebut dapat terjadi
karena beberapa faktor: tujuan tidak realistis, tindakan keperawatan
yang tidak tepat dan terdapat faktor lingkungan yang tidak dapat
diatasi. Alasan pentingnya penilaian sebagai berikut: menghentikan
tindakan atau kegiatan yang tidak berguna, untuk menambah
ketepatgunaan tindakan keperawatan, sebagai bukti hasil dari
tindakan perawatan dan untuk pengembangan dan penyempurnaan
praktik keperawatan.
DAFTAR PUSTAKA
Porcaro,. Et al. 2017. Respiratory problems in children with esophageal atresia
and tracheoesophageal fistula. Italian Journal of Pediatrics.

Rifki, M., dkk. 2019. Interposisi Colon Retrosternal dan Esofagoplasty Pada
Pasien Atresia Esophagus Tipe A Long Gap. Jurnal Kesehatan Andalas.
SDKI. 2019. Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia (SDKI. I. II. Jakarta
Selatan.
SIKI. 2019. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI). I. II. Jakarta
Selatan.
SLKI. 2019. Standar Iuran Keperawatan Indonesia (SLKI). I. II. Jakarta Selatan.
ASUHAN KEPERAWATAN

PADA BY NY F DENGAN ATRESIA ESOFAGUS

1. Identitas
Nama Bayi : By. Ny. S
Tanggal dirawat : 08 Agustus 2023
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Kp. Sawo 2 no. 100, Bekasi Barat
Tanggal lahir/ usia : 20 Agustus 2023
Nama orang tua : Ny. S / Tn. N
Pendidikan ayah/ibu : SMA / SMA
Pekerjaan ayah/ ibu : Swasta / Ibu Rumah Tangga
Diagnosa medis : NKB, SMK, RDS, Atresia Esofagus, Kelainan Kongenital
Multiple
Riwayat kehamilan dan kelahiran
Bayi lahir secara spontan di Rs. Anna di Bekasi tanggl 03 Agustus 2023 dari Ibu
gestasi 38 minggu G1P0A0. Berjenis kelamin Perempuan. Bayi di rujuk ke Rs.
Fatmawati tanggal 08 Agustus 2023.
BB 2630 gram, PB 51 cm, LK 32 cm, LD 31 cm, LP 31 cm, LL 8 cm, telinga
tampak abnomal, anus tampak namun ada kulit disekitarnya.
Riwayat Kesehatan keluarga
Orang tua bayi mengatakan tidak ada Riwayat penyakit tertentu di keluarga
Keluhan utama:
Post tindakan torakotomi, anastomosis esofagoesofageal, repair fistel
trakeoesofagus, gastrostomy di tanggal 21 Agustus 2023.
Keluhan saat dikaji:
 Bayi tampak tidur tenang dan dibawah pengaruh obat
 Terpasang ett no. 3.5, kedalaman 9cm di sudut bibir, ventilator mode PCM
RR 60, PIP 20, PEEP 5, IT 0.33, FIO 30%
 Tampak ada slem putih kental di ETT dan mulut
 Retraksi di intercostal dan sub costal, bentuk dada simetris
 Terpasang OGT, bayi sementara puasa, abdomen teraba supel
 Akral teraba hangat, turgor kulit teraba elastis
 TTV: HR 161x/menit, RR 45x/meit, SpO2 93% suhu 36°C
 Terdapat luka post Tindakan thorakotomi tertutup kassa kering dan steril,
tidak ada rembesan darah maupun pus

Therapi
Midazolam 3 mcg/kgBB/menit
Bactesyn 2x125 mg iv
Gentamisin 12,5 mg/36 jam
Paracetamol 3x40 mg
PG2 235cc/hari
Lipid 40cc/hari
D10 115cc/hari

Pemeriksaan Laboratorium

Hematologi: Elektrolit Darah:


Hemoglobin =15.4 Natrium = 144
Hematokrit = 45.6 Kalsium = 3.0*
Leukosit = 13.0 Klorida =95*
Trombosit = 250
Eritrosit = 4.54

Albumin = 3.96 Analisa gas darah


PH = 7.56*
PC02 = 26.9*
P02 = 120.0*
HC03 = 23.8
02 Saturasi =99.0
BE = 1.0
Total C02 = 25.0*
Hasil Radiologi:
Sudah verifikasi.,BNO / Foto Polos Abdomen = Defek kosta 3-4 sisi lateral
kanan (post torakotomi) kanan dengan opasitas heterogen di lapangan tengah paru
kanan. - Infiltrat minimal di suprahiler bilateral, relatif stqa. - Tidak tampak
kelainan pada jantung, stqa. - Udara usus di intraabdomen dengan distribusi udara
usus mencapai pelvis minor, stqa. - Kanul torakotomi terpasang dengan tip di
hemithoraks kanan, setinggi ICS I posterior. - OGT dengan tip di proyeksi mid
esofagus. - ETT dengan tip sekitar 0,8 cm di atas karina. - Tidak tampak
pneumotoraks, pneumomediastinum, maupun emfisema subkutis.

1. Analisa data
Data pendukung Etiologi Diagnosa
DS: Tidak dapat dikaji Imaturitas neuron Bersihan
jalan nafas
DO: slem di ETT dan mulut Hipersekresi jalan napas tidak efektif
banyak, Suction berkala,
ventilator mode PCM RR
60, PIP 20, PEEP 5, IT
0.33, FIO 30%

DS = Tidak dapat dikaji Defisit


DO = Reflek hisap belum Reflek hisap nutrisi
ada, OGT terpasang, belum
produksi ogt produksi sedikit adekuat
kecoklatan bb 1500 gram.
Terpasang PICC dengan
pemberian TPN

Resiko
DS = Tidak dapat dikaji Imanutritas infeksi
DO = Post Tindakan imun tubuh
thorakotomi
Gangguan
DS: Tidak dapat dikaji perlekatan
DO:

Catatan perkembangan
Tgl/ jam Implementasi SOAP TTD

22/08/2023 1. Memonitor S/: Tidak dapat dikaji Siska


11.00 status respirasi O/: Kesadaran DPO dengan midazolam 3 mcg/kgBB/menit,
dan oksigenasi
NEWSS kuning 3, NIPS 0, jalan nafas terpasang ETT no 3.5
(frekuensi dan
kedalaman nafas, kedalaman 9 cm, slym putih kental banyak ( hipersaliva ) di mulut
penggunaan otot dan di ETT kemerahan, respirasi spontan dengan PCMV RR 60,
bantu nafas,
PIP 20, IT 0,33, FiO2 50 % (coba di turunkan), PEEP 5. sesak
bunyi nafas
tambahan, ada, cuping hidung tidak ada, dan retraksi dada ada,
saturasi oksigen, haemodinamik belum stabil, HR 151 x/menit, RR 58 x/menit,
suara nafas)
Sp02 99 %, Suhu 36.5 derajat celcius, suhu inkubator 28 derajat
2. Memonitor
adanya sumbatan celcius, humidity 50 %. Bayi terpasang infus longline di vena
nafas femoralis dextra dengan cairan PG2 235 ml, Lipid 40 ml, dextrose
3. 10% 115 ml, dopamin 10 mcg/kgBB/menit, total kebutuhan cairan
Mempertahankan
kepatenan jalan 390 ml/24 jam, plebitis tidak ada, terapi diberikan sesuai program.
nafas Kedua telinga kecil, dan anus bentuk abnormal seperti benjolan.
4. Memposisikan Terpasang OGT di alirkan produksi hijau di selang, tampak
semi fowler atau
terpasang gastrostomy dialirkan, bayi puasa, produksi ada hijau
fowler
5. Memberikan pekat minimal, tampak terpasang drain pigtail, produksi ada
oksigen sesuai kemerahan minimal. BAK spontan, BAB belum ada. Bayi
kebutuhan
posisioning head up 30 derajat ,miring kanan, telentang, respon
6. Melakukan
penghisapan bayi tampak nyaman. BB saat ini 2.500 gram. Bayi resiko tinggi
lendir kurang jatuh, skor humty dumpthy 17, sudah dilakukan pencegahan jatuh
dari 15 detik jika
(terpasang id band, kancing kuning resiko jatuh, tanda segitiga
diperlukan
7. monitor intake resiko jatuh, dan pintu inkubator selalu terkunci. Bayi dirawat di
output NICU non Venti sejak tanggal 8/8/2023. Kedua orang tua bayi
8. kolaborasi datang berkunjung.
pemberian cairan
TPN A/: 1. Bersihan jalan napas tidak efektif
9. Memonitor 2. Risiko defisit nutrisi
tanda dan gejala 3. Risiko infeksi
infeksi
4. Gangguan perlekatan.
10. Mencuci
tangan sebelum P/: 1. Pemantauan respirasi : sesak dan retraksi dada tidak ada, RR
dan sesudah 40- 60x/menit, suction berkala
kegiatan
2. Manajemen nutrisi : nutrisi optimal
perawatan pasien
11. 3. Pencegahan infeksi : tanda infeksi tidak ada
Membersihkan 4. Promosi Perleketan : tingkat perlekatan pada orang tua
inkubator setaip
meningkat.
shift
12. Mengajarkan
cara cuci tangan
yang tepat pada
pengunjung
13. Melakukan
perawatan luka
per 3 hari
14. Edukasi
orang tua untuk
sering
berkunjung dan
melakukan
kontak dengan
pasien

23/08/2023 1. Memonitor S/: Belum dapat dikaji Siska


10.00 status respirasi O/: Kesadaran DPO dengan midazolam 5mcg/kgBB/menit,
dan oksigenasi
NEWSS kuning 3, NIPS 0, jalan nafas terpasang ETT no 3.5
(frekuensi dan
kedalaman nafas, kedalaman 9 cm, slym putih kental banyak ( hipersaliva ) di mulut
penggunaan otot dan di ETT putih kental dengan close suction, respirasi spontan
bantu nafas,
dengan PCMV RR 60, PIP 19, IT 0,33, FiO2 50 %, PEEP 5. sesak
bunyi nafas
tambahan, ada, cuping hidung tidak ada, dan retraksi dada ada, skala nyeri 3,
saturasi oksigen, haemodinamik belum stabil, TD 87/50 mmHg, MAP 62, HR 141
suara nafas)
x/menit, RR 60 x/menit, Sp02 95 %, Suhu 36.9 derajat celcius,
2. Memonitor
adanya sumbatan suhu inkubator mode skin 36.8 derajat celcius, humidity 50 %.
nafas Bayi terpasang infus longline di vena femoralis dextra dengan
3. cairan PG2 235 ml, Lipid 40 ml, dextrose 10% 115 ml, dopamin
Mempertahankan
kepatenan jalan 10 mcg/kgBB/menit, total kebutuhan cairan 390 ml/24 jam,
nafas plebitis tidak ada, terapi diberikan sesuai program. Kedua telinga
4. Memposisikan kecil, dan anus bentuk abnormal seperti benjolan. Terpasang OGT
semi fowler atau di alirkan produksi hijau di selang, bayi puasa, tampak terpasang
fowler
gastrostomy dialirkan, produksi ada hijau pekat minimal, tampak
5. Memberikan
oksigen sesuai terpasang drain pig (aspirasi/8jam), produksi ada kemerahan
kebutuhan minimal. BAK spontan, BAB belum ada. Bayi posisioning head
6. Melakukan
up 30 derajat ,miring kiri, miring kanan, respon bayi tampak
penghisapan
lendir kurang nyaman. BB saat ini 2.620 gram. Bayi sudah dikunjungi oleh
dari 15 detik jika kedua orang tua.
diperlukan
A/: 1. Bersihan jalan napas tidak efektif
7. monitor intake
output 2. Risiko defisit nutrisi
8. kolaborasi 3. Risiko infeksi
pemberian cairan 4. Gangguan perlekatan.
TPN
9. Memonitor P/: 1). Pemantauan respirasi: sesak dan retraksi dada tidak ada, RR
tanda dan gejala 40- 60x/menit, suction berkala
infeksi 2). Manajemen nutrisi : nutrisi optimal
10. Mencuci
3). Pencegahan infeksi : tanda infeksi tidak ada
tangan sebelum
dan sesudah 4). Promosi Perleketan : tingkat perlekatan pada orang tua
kegiatan meningkat
perawatan pasien
11.
Membersihkan
inkubator setaip
shift
12. Mengajarkan
cara cuci tangan
yang tepat pada
pengunjung
13. Melakukan
perawatan luka
per 3 hari
14. Edukasi
orang tua untuk
sering
berkunjung dan
melakukan
kontak dengan
pasien

24/08/2023 1. Memonitor S/: Belum dapat dikaji Siska


13.00 status respirasi O/: Kesadaran DPO dengan midazolam 5mcg/kgBB/menit,
dan oksigenasi
NEWSS kuning skor 3, NIPS 3, jalan nafas terpasang ETT no 3.5
(frekuensi dan
kedalaman nafas, kedalaman 8,5 cm, slym putih kental banyak ( hipersaliva ) di
penggunaan otot mulut dan di ETT putih kental dengan close suction, respirasi
bantu nafas,
spontan dengan PCMV RR 60, PIP 15, IT 0,33, FiO2 40 %, PEEP
bunyi nafas
tambahan, 5. sesak ada, cuping hidung tidak ada, dan retraksi dada ada,
saturasi oksigen, haemodinamik belum stabil, TD 76/52 mmHg, MAP 60, HR 158
suara nafas)
x/menit, RR 54 x/menit, Sp02 98%, Suhu 36.6 derajat celcius,
2. Memonitor
adanya sumbatan suhu inkubator 31 derajat celcius, humidity 50 %. Bayi terpasang
nafas infus longline di vena femoralis dextra dengan cairan PG2 235 ml,
3. Lipid 40 ml, dextrose 10% 115 ml, dopamin 10 mcg/kgBB/menit,
Mempertahankan
kepatenan jalan total kebutuhan cairan 390 ml/24 jam, plebitis tidak ada, terapi
nafas diberikan sesuai program. Kedua telinga tampak kecil, dan anus
4. Memposisikan bentuk abnormal seperti benjolan. Terpasang OGT di alirkan
semi fowler atau
produksi kecoklatan , tampak terpasang gastrostomy dialirkan,
fowler
5. Memberikan produksi coklat minimal. BAK spontan, BAB tidak ada. Bayi
oksigen sesuai posisioning head up 30 derajat ,miring kiri, respon bayi tampak
kebutuhan
nyaman. BB saat ini 2.610 gram. Orang tua bayi sudah
6. Melakukan
penghisapan berkunjung.
lendir kurang A/: 1. Bersihan jalan napas tidak efektif
dari 15 detik jika
5. Risiko defisit nutrisi
diperlukan
7. monitor intake 6. Risiko infeksi
output 7. Gangguan perlekatan.
8. kolaborasi P/: 1). Pemantauan respirasi: sesak dan retraksi dada tidak ada, RR
pemberian cairan
TPN 40- 60x/menit, suction berkala
9. Memonitor 2). Manajemen nutrisi : nutrisi optimal
tanda dan gejala
infeksi 3). Pencegahan infeksi : tanda infeksi tidak ada
10. Mencuci 4). Promosi Perleketan : tingkat perlekatan pada orang tua
tangan sebelum
meningkat
dan sesudah
kegiatan
perawatan pasien
11.
Membersihkan
inkubator setaip
shift
12. Mengajarkan
cara cuci tangan
yang tepat pada
pengunjung
13. Melakukan
perawatan luka
per 3 hari
14. Edukasi
orang tua untuk
sering
berkunjung dan
melakukan
kontak dengan
pasien

Anda mungkin juga menyukai