Anda di halaman 1dari 11

Latar Belakang

Atresia esofagus (AE) merupakan kelainan kongenital yang ditandai dengan tidak
menyambungnya esofagus bagian proksimal dengan esofagus bagian distal. AE dapat terjadi
bersama fistula trakeo esofagus (FTE), yaitu kelainan kongenital dimana terjadi
persambungan abnormal antara esofagus dengan trakea.20
AE merupakan kelaianan kongenital yang cukup sering dengan insidensi rata-rata
sekitar 1 setiap 2500 hingga 3000 kelahiran hidup. 20 Insidensi AE di Amerika Serikat 1 kasus
setiap 3000 kelahiran hidup. Di dunia, insidensi bervariasi dari 0,4 3,6 per 10.000 kelahiran
hidup.2 Insidensi tertinggi terdapat di Finlandia yaitu 1 kasus dalam 2500 kelahiran hidup.20
Masalah pada atresia esofagus adalah ketidakmampuan untuk menelan, makan secara
normal, bahaya aspirasi termasuk karena saliva sendiri dan sekresi dari lambung.

Anatomi dan Embriologi

Anatomi

Gambar Anatomi Esofagus


Esofagus adalah sebuah saluran yang terdiri atas otot yang menghubungkan faring
dengan gaster. Pada pangkalnya esofagus terletak pada linea mediana, ketika masuk kedalam
kavum thoraks tergeser sedikit ke sebelah kiri linea mediana. Disebelah ventral esofagus
terdapat trakea, bronkus kiri, perikardium, dan diafragma. Disebelah dorsal esofagus terdapat
dataran ventral columna vertebralis, arteri intercostale dekstra, duktus torakikus, dan vena
hemiazigos.
Adapun vascularisasi esofagus diperoleh dari percabangan arteri thyroidea inferior, aorta
descendens, arteria bronchialis, arteri gastrica sinistra, serta arteri pherenica inferior sinistra.
Sedangkan innervasinya diperoleh dari cabang-cabang nervus recurrens, nervus vagus dan
truncus simpaticus.

Gambar Anatomi Esofagus dan trakea


Embriologi
Secara umum telah diterima bahwa primordial respirasi merupakan evaginasi ventral
dari lantai foregut postfaringeal pada awal gestasi minggu ke empat dan apeks paru primitif
terletak pada bagian caudal evaginasi ini. Pada masa pertumbuhan cepat, trakea yang terletak
di ventral berpisah dari esofagus yang terletak di dorsal. Menurut sebuah teori, trakea
berpisah akibat pertumbuhan cepat longitudinal dari primordial respirasi yang menjauh dari
foregut. Teori lain menyatakan bahwa trakea pada awalnya merupakan bagian dari foregut
yang belum berpisah kemudian berpisah karena proses pembentukan apeks paru kearah
kranial. Proses ini berhubugan dengan pola temporospatial dari gen Sonic hedgehog (Shh)
dan pembelahan selanjutnya. Proses pemisahan foregut berlangsung ke arah kranial yang
akan menyebabkan perpisahan trakeoesofageal. Lebih lanjut pemisahan epitel foregut ini
ditandai dengan peningkatan apoptosis. Belum jelas bagaimana ekspresi gen ini
menyebabkan apoptosis.22
Kebanyakan penelitian menyatakan bahwa defek primer diakibatkan tidak
membelahnya foregut akibat kegagalan pertumbuhan trakea ataupun kegagalan trakea untuk
berpisah dari esofagus. Menurut kedua teori ini atresia esofagus proksimal bukan merupakan
malformasi primer tetapi sebagai hasil pengaturan kembali foregut proksimal. Teori
kegagalan pemisahan ini menghubungkan keberadaan celah trakeoesofageal pada aresia
esofagus dengan FTE. Teori lain menyatakan bahwa atresia esofagus proksimal merupakan
malformasi sebagai akibat dari persambungan antara trakea dengan esofagus distal. Teori
kegagalan pemisahan menyatakan bahwa FTE merupakan persambungan foregut dorsal
sedangkan teori atresia primer menyatakan bahwa fistula tumbuh dari trakea menuju
esofagus.22

1.

Epidemiologi

Atresia esofagus pertama kali dikemukakan oleh Hirschprung seorang ahli anak dari
Copenhagen pada abad 17 tepatnya pada tahun 1862 dengan adanya lebih kurang 14 kasus
atresia esophagus. Kelainan ini sudah diduga sebagai suatu malformasi dari traktus
gastrointestinal.22
Meskipun sejarah penyakit atresia esofagus dan fistula trakeoesofagus telah dimulai
pada abad ke 17, namun penanganan bedah terhadap anomali tersebut tidak berubah sampai
tahun 1869. Baru pada tahun 1939, Leven dan Ladd telah berhasil menyelesaikan penanganan
terhadap atresia esophagus. Lalu di tahun 1941 seorang ahli bedah Cameron Haight dari
Michigan telah berhasil melakukan operasi pada atresia esofagus dan sejak itu pulalah bahwa
Atresia Esofagus sudah termasuk kelainan kongenital yang bisa diperbaiki. 21,22
Kecenderungan peningkatan jumlah kasus atresia esofagus tidak berhubungan dengan ras
tertentu. Namun dari suatu penelitian didapatkan bahwa insiden atresia esofagus paling tinggi
ditemukan pada populasi kulit putih (1 kasus per 10.000 kelahiran) dibanding dengan
populasi
non-kulit
putih
(0,55
kasus
per
10.000
kelahiran).
Pada jenis kelamin laki-laki memiliki resiko yang lebih tinggi dibandingkan pada perempuan
untuk mendapatkan kelainan atresia esofagus. Rasio kemungkinan untuk mendapatkan
kelainan atresia esofagus antara laki-laki dan perempuan adalah sebesar 1,26. Atresia
esofagus dan fistula trakeoesofagus adalah kelainan kongenital pada neonatus yang dapat
didiagnosis pada waktu-waktu awal kehidupan. Beberapa penelitian menjelaskan hubungan
antara resiko atresia esofagus dan umur ibu. Sebuah penelitian menemukan insiden atresia
esofagus lebih tinggi pada ibu yang usianya lebih muda dari 19 tahun dan usianya lebih tua
dari 30 tahun, dimana beberapa penelitian lainnya juga mengemukakan peningkatan resiko
atresia esofagus terhadap peningkatan umur ibu.21
2. Etiologi
Hingga saat ini, teratogen penyebab kelainan ini masih belum diketahui. Terdapat
laporan yang menghubungkan atresia esofagus dalam keluarga. Terdapat 2% resiko apabila
saudara telah terkena kelainan ini. Kelainan ini juga dihubungkan dengan trisomi 21, 13 dan
18. angka kejadian pada anak kembar dinyatakan 6 X lebih banyak dibanding bukan
kembar.20
Saat ini, banyak yang percaya bahwa perkembangan terjadinya atresia esofagus tidak
berhubungan dengan genetik. Debat mengenai proses embriopatologi ini terus berlangsung,
akan tetapi hanya sedikit perkembangan yan didapat. Teori His lama menyatakan lateral
infolding membagi foregut menjadi esofagus dan trakea, tetapi penemuan di bidang
embriologi manusia tidak mendukung teori ini.20
Pada tahun 1984, ORahily menyatakan bahwa terdapat fix cephalad point dari
pemisahan trakeoesofageal, dengan elemen dari trakeobronkial dan esofageal memanjang
menuju kaudal. Teori ini kurang cocok untuk atresia esofagus, tetapi menjelaskan TEF
sebagai defisiensi aau kegagalan mukosa esofagus, sebagai pertumbuhan linear organ pada
pembelahan selular dari epitel esofagus.20
Pada tahun 1987, Kluth menyatakan septal trakeoesofageal memegang peranan
penting dalam perkembangan atresia esofagus. Berdasar proses embriopatologik dalam
perkembangan meskipun masih tahap awal, tetapi telah terjadi diferensiasi antara trakea dan
esofagus, dimana jarak diantara keduanya terlalu dekat sehingga tidak terjadi pemisahan. Ia
juga menyatakan bahwa gangguan vaskularisasi juga dapat berperan dalam terjadinya aresia
esofagus ataupun fistula.20
Pada tahun 2001 Oxford dan lainnya menyatakan bahwa kesalahan posisi ventral
ektopik dari notochord pada embrio berusia 21 hari gestasi dapat menyebabkan gangguan
lokus gen, gangguan apoptosis pada foregut dan jenis jenis atresia esofagus. Kondisi ini dapat

terjadi karena variasi pengaruh teratogen pada masa gestasi awal seperti kembar, paparan
racun, atau kemungkinan aborsi.20
3.Variasi Atresia Esofagus
Terdapat variasi dalam atresia esofagus berdasar klasifikasi anatomi. Menurut Gross
of Boston, variasi atresia esofagus beserta frekuensinya adalah sebagai berikut:20
Tipe A atresia esofagus tanpa fistula atau atresia esofagus murni (10%)
Tipe B atresia esofagus dengan TEF proksimal (<1%)
Tipe C atresia esofagus dengan TEF distal (85%)
Tipe D atresia esofagus dengan TEF proksimal dan distal (<1%)
Tipe E TEF tanpa atresia esofagus atau fistula tipe H (4%)
Tipe F stenosis esofagus kongenital (<1%)

Gambar Variasi Atresia Esofagus

4. Patofisiologi
Janin dengan atresia esofagus tidak dapat menelan cairan amnion dengan efektif. Pada
janin dengan atresa esofagus dan TEF distal, cairan amnion akan mengalir menuju trakea, ke
fistula kemudian menuju usus. Akibat dari hal ini dapat terjadi polihidramnion.
Polihidramnion sendiri dapat menyebabkan kelahiran prematur. Janin seharusnya dapat
memanfaatkan cairan amnion, sehingga janin dengan atresia esofagus lebih kecil daripada
usia gestasinya.20
Neonatus dengan atresia esofagus tidak dapat menelan dan menghasilkan banyak air
liur. Pneumonia aspirasi dapat terjadi bila terjadi aspirasi susu, atau liur. Apabila terdapat
TEF distal, paru-paru dapat terpapar asam lambung. Udara dari trakea juga dapat mengalir ke

bawah fistula ketika bayi menangis, atau menerima ventilasi. Hal ini dapat menyebabkan
perforasi gaster akut yang seringkali mematikan. Penelitian mengenai manipulasi manometrik
esofagus menunjukkan esofagus distal seringkali dismotil, dengan peristaltik yang jelek atau
anpa peristaltik. Hal ini akan menimbulkan berbagai derajat disfagia setelah manipulasi yang
berkelanjutan menuju refluks esofagus.20
Trakea juga terpengaruh oleh gangguan embriogenesis pada atresia esofagus.
Membran trakea seringkali melebar dengan bentuk D, bukan C seperti biasa. Perubahan ini
menyebabkan kelemahan sekunder ada struktur anteroposterior trakea atau trakeomalacia.
Kelemahan ini akan menyebabkan gejala batuk kering dan dapat terjadi kolaps parsial pada
eksirasi penuh. Sekret sulit untuk dibersihkan dan dapat menjurus ke pnemona berulang.
Trakea juga dapat kolaps secara parsial ketika makan, setelah manipulasi, atau ketika terjadi
refluks gastroesofagus; yang daat menjurus ke kegagalan nafas; hipoksia, bakan apnea.20
5. Gejala Klinis
Ada beberapa keadaan yang merupakan gejala dan tanda atersia esophagus, antara
lain:21
Mulut berbuih (gelembung udara dari hidung dan mulut)
Sianosis
Batuk dan sesak napas
Gejala pne umonia akibat regurgitasi air ludah dari esophagus yang buntu dan
regurgitasi cairan lambung melalui fistel ke dalam jalan napas
Perut kembung, karena udara melalui fistel masuk ke dalam lambung dan usus
Oligouria, karena tidak ada cairan yang masuk
Biasanya juga disertai dengan kelainan bawaan yang lain, seperti kelainan jantung,
atresia rectum atau anus.
6. Diagnosa
Tanda pertama dari atresia esofagus pada fetus adalah polihidramnion yang
mempunyai diagnosa banding cukup luas seperti atresia intestinal, hidrops fetalis, kelainan
neural tube, hernia diafragmatika dan kelainan intratorakal. Ketidakmampuan untuk
mengidentifikasi bentukan lambung fetus dengan bantuan USG pada ibu dengan hidramnion
membuat diagnosis atresia esofagus menjadi lebih sering. Prematuritas juga dihubungkan
dengan atresia esofagus
1). Pemeriksaan Fisik
Thomas Gibson (1696) adalah yang pertama kali menggambarkan keadaan klinis
penderita AE dan TEF. Bayi dengan kelainan ini akan terlihat sangat lapar dan bila diberi
makan terlihat rakus, tetapi pada saat menelan maka semua makanan tersebut akan keluar
melalui mulut dan hidungnya yang mengakibatkan terjadinya gangguan pada pernafasannya.
Secara klasik neonatus dengan kelainan ini datang dengan air ludah putih berbuih yang
sangat banyak pada mulutnya dan kadang-kadang hidungnya. Sekret tersebut dapat
dibersihkan dengan pengisapan secara agresif tetapi dengan cepat berulang. Pernafasan bayi
dapat terdengar berderak dengan episode batuk, tersedak dan sianosis. Episode ini akan
meningkat selama pemberian makanan. Bila terdapat fistula antara trakea dan esofagus akan
terlihat abdomen semakin distended. Abdomen akan berbentuk skapoid bila tidak terdapat
fistula. Kelainan lain seperti anus imperforatus, kelainan tulang belulang atau jantung dapat
terdeteksi dalam pemeriksaan fisik tetapi dapat pula tidak, sehingga memerlukan perhatian
dan pemeriksaan yang teliti.

Bila timbul kecurigaan suatu atresia esofagus dilakukan pemasangan slang nasogastrik
yang radioopak ukuran 8F (untuk bayi preterm) atau 10F (untuk bayi yang matur) melalui
hidung menuju lambung. Pada penderita atresia esofagus slang tersebut akan berhenti setelah
masuk 10-12 cm. Panjang kardia lambung pada bayi yang normal adalah sekitar 17 cm dari
ujung mulut. Bila tabung yang digunakan lunak dan fleksibel maka tabung tersebut akan
melingkar sehingga dokter akan mengira bahwa slang telah masuk ke dalam lambung.
2). Pemeriksaan Penunjang
Harus dilakukan pemeriksaan foto polos thoraks PA/Lateral untuk konfirmasi posisi
slang nasogastrik yang telah dimasukkan. Foto harus meliputi seluruh abdomen. Pada
penderita dengan atresia esofagus adanya udara dalam lambung menunjukkan adanya fistula
di distal dan adanya udara dalam usus rnenyingkirkan diagnosis atresia duodenum. Foto
thoraks juga memberikan informasi tentang bayangan jantung, lokasi arkus aorta , anomali
dart vertebra atau tulang iga serta adanya infiltrat pada paru-paru. Foto dengan kontras
kurang dianjurkan untuk diagnosis karena bahaya aspirasi dan edema paru reaktif dengan
hasil yang tidak lebih informatif dari foto polos. Tetapi dalam keadaan ragu pembuatan
esofagogram dapat dilakukan dengan syarat: menggunakan kontras yang water soluble
(gastrografin, lipiodol), volume kontras disesuaikan dengan volume esofagus proksimal dan
harus tersedia alat hisap yang adekuat.
Pemeriksaan endoskopi dilakukan terhadap atresia esofagus yang dicurigai disertai
adanya fistel, terutama tipe H yang diagnosisnya sulit ditegakkan. Pada pemeriksaan ini dapat
digunakan matilen blue untuk menandai adanya fistel. Pemeriksaan lain yang dapat
memperkuat diagnosis kelainan ini adalah CT scan atau MRI yang dapat menunjukkan
panjang gap antara segmen proksimal dan distal.
Kemungkinan juga diperlukan pemeriksaan EKG dan USG urologi untuk
menyingkirkan kelainan penyerta lainnya.
Diagnosa dari atresia esofagus / fistula trakeoesofagus bisa ditegakkan sebelum bayi
lahir. Salah satu tanda awal dari atresia esofagus diketahui dari pemeriksaan USG prenatal
yaitu polihidramnion, dimana terdapat jumlah cairan amnion yang sangat banyak. Tanda ini
bukanlah diagnosa pasti tetapi jika ditemukan harus dipikirkan kemungkinan atresia
esofagus.
Selain itu, diagnosa esofagus juga bisa ditentukan pada waktu di ruang persalinan, karena
aspirasi paru adalah faktor yang menentukan prognosis. Kesulitan memasukkan kateter ke
dalam lambung biasanya memperkuat kecurigaan. Kateter biasanya berhenti mendadak pada
10-11 cm dari garis gusi atas

7. Penatalaksanaan
Sekali diagnosis atresia esofagus ditegakkan harus dilakukan persiapan untuk
dilakukannya koreksi bedah. Daerah faring dan mulut harus dibersihkan dan NG tube no 8F
dipasang agar dapat dilakukan pengisapan secara teratur. Kepala bayi harus dielevasikan.
Cairan intravena (10% D5 dalam air) harus diberikan. Terapi oksigen diberikan untuk menjaga
agar saturasi oksigen tetap normal. Pada bayi dengan gagal nafas harus dilakukan bantuan
intubasi endotrakea. Ventilasi dengan bag dan masker tidak dianjurkan karena dapat
menyebabkan distensi lambung akut yang membutuhkan gastrostomi segera. Bila dicurigai
adanya sepsis atau infeksi paru, perlu diberikan antibiotika spektrum luas (ampisilin dan
gentamisin). Beberapa sentra menganjurkan pemberian antibiotika secara empiris karena

tingginya resiko terjadinya aspirasi. Bayi harus dirujuk ke pusat kesehatan yang mempunyai
unit perawatan intensif untuk neonatus.22
Sebelum koreksi bedah, bayi harus dievaluasi dengan teliti terhadap adanya kelainan
lain. Adanya abnormalitas dari tulang, malformasi jantung, pnemonia atau right aortic arch
perlu dievaluasi dengan teliti pada foto thorak. Abnormalitas skeletal, obstruksi usus dan
malrotasi dapat dievaluasi melalui foto abdomen secara serial.
Terapi untuk kelainan yang ada seperti hipoglikemi, hiperbilirubinemia dan pnemonia
harus diberikan. Bila terjadi atelektais yang persisten, yang umumnya terjadi di lobus kanan
atas, perlu dilakukan penghisapan dengan laringoskopi direk
Gastrostomi untuk dekompresi dari lambung dilakukan untuk penderita dengan
pnemonia dan atelektasis untuk mencegah refluks isi lambung melalui fistula kedalam trakea.
Tindakan ini dilakukan beberapa jam setelah bayi masuk rumah sakit, dilakukan dengan
anestesi lokal dan foley kateter no 14-16 F digunakan sebagai slangnya. Terdapat kontroversi
terhadap tindakan gastrostomi ini. Di Detroit telah dilakukan penelitian dan ternyata tidak
terjadi peningkatan morbiditas dan mortalitas pada kelompok tanpa gastrostomi dibandingkan
dengan kelompok yang dilakukan gastrostomi. Bahkan dikatakan gastrostomi justru
menyebabkan terjadinya peningkatan kejadian refluks gastrointestinal pasca operasi. Saat ini
beberapa sentra tidak melakukan gastrostomi pada bayi yang aterm dan tidak menderita
pnemoni atau kelainan penyerta yang berat.
Bayi yang sehat tanpa komplikasi paru atau keiainan mayor lain dapat menjalani
koreksi primer pada hari-hari pertama kehidupannya, dengan angka ketahanan hidup mencapai
100%.Koreksi bedah akan ditunda pada bayi dengan berat badan lahir rendah, pnemonia atau
kelainan mayor lain. Bayi berat badan lahir rendah prematur, dan yang dengan malformasi
mayor perlu perawatan khusus dengan nutrisi parenteral, gastrostomi dan pengisapan rutin
dari NG tube sampai cukup kuat untuk menjalani pembedahan. Angka ketahanan hidup pada
kelompok ini berkisar antara 80 - 95%. Kelainan jantung merupakan penyebab kematian dari
kasus yang lebih kompleks ini. 22
Secara umum penatalaksanaan pre operasi meliputi:
1. Penentuan diagnosis dan tipe anomali
2. Evaluasi keadaan paru-paru, mengobati adanya masalah pada paru-paru dan mencegah
kontaminasi trakea lebih lanjut
3. Mencari dan bila memungkinkan sekaligus mengobati kelainan lain yang berhubungan
Ketahanan hidup dari bayi dengan atresia esofagus dan atau trakeoesofageal fistula
oleh Waterston dan kawan-kawan digolongkan menjadi tiga kelompok resiko berdasarkan
berat badan lahir , keparahan pnemonia dan kelainan penyerta lain. Berdasarkan hal tersebut
mereka menyatakan bahwa waktu koreksi bedah dibedakan menurut kelompok resiko,
sehingga bayi kelompok A yang mempunyai kondisi baik dapat menjalani koreksi bedah pada
24 jam pertama kehidupannya, sedangkan bayi dalam kelompok B dengan resiko sedang
akan menjalani terapi bedah setelah dilakukan stabilisasi dan bayi dalam kelompok C akan
menjalani koreksi bedah secara bertahap. Tetapi dengan adanya kemajuan dalam ilmu
perawatan intensif neonatal, anestesia dan teknik pembedahan, pengelompokan ini mulai
dipertanyakan kevalidannya. Splitz dan kawan-kawan pada tahun 1994 melaporkan
klasifikasi yang disusun berdasarkan berat badan lahir dan kelainan jantung kongenital yang
merefleksikan angka ketahanan hidup bayi di tahun 1990-an. Dan dari penelitian yang
dilakukan Dunn dan kawan-kawan dari UCLA ternyata kedua sistem klasifikasi tersebut
sama valid dan bergunanya . Menurut mereka klasifikasi dari Waterston tetap dapat
digunakan dengan menyederhanakan dan menyatukan kelompok A dan B kedalam satu
kelompok (Simplifying Waterston's Stratification). Penyederhanaan stratifikasi Waterston

ini mampu menseleksi bayi dengan resiko mortalitas yang tinggi dan memungkinkan untuk
membandingkan hasilnya pada sentra yang berbeda. (Dunn JCY, et al, 1999)

Preoperatif
Sekali diagnosa Atresia Esofagus ditegakkan, bayi harus dipindahkan dari
tempat bersalin ke sentral bedah anak / NICU. Kateter suction, terutama type lumen
ganda (replogle catheter No.10 Frenchgauge) diletakkan pada kantong esofagus bagian
atas untuk mensuction sekret & mencegah aspirasi selama pemindahan. Bayi
ditempatkan pada inkubator sambil dimonitor vital signnya .
Bayi preterm dengan distress pernapasan membutuhkan perhatian khusus.
Dibutuhkan intubasi endotrakhea dan ventilasi mekanik. Ada resiko tambahan berupa
distensi lambung berlebihan dan ruptur lambung akibat lepasnya gas-gas pernapasan
turun melalui fustula distal ke lambung akibat meningkatnya resistensi pulmonar.
Kejadian ini dapat di kurangi dengan memposisikan bagian akhir ETT pada distal
entry dari fistula trakeo esofagus dan memberikan ventilasi dengan tekanan rendah.
Semua bayi dengan Atresia Esofagus harus dilakukan echocardiagram sebelum
pembedahan ECHO akan menentukan kelainan struktur jantung atau pembuluh darah
besar dan biasanya menunjukkan sisi kanan lengkungan aorta yang terjadi pada 2,5 %
kasus.
Pada kasus ini, MRI merupakan metode pilihan untuk konfirmasi diagnosis
Atresia Esofagus lengkungan aorta kanan akan mnentukan sisi pendekatan pada
operasi. Sekitar 25% bayi dengan tetralogi fallot. lingkungan aorta akan berada disisi
kanan

Seleksi non - terapi (tidak diterapi)


Bayi dengan Potter Syndrome (Agenesis renal bilateral) dan trisomi 18
mempunyai angka kematian yang tinggi , maka pilihan terapinya non-active.
Begitu juga dengan bayi dengan kelainan jantung mayor yang sama sekali tidak
bisa diperbaiki atau dengan perdarahan intraventikular yang banyak harus
dipertimbangkan penatalaksanaan non operatif.

Ligasi segera fistula trakeo esofagus distal


Pada umumnya, tindakan operasi pada Atresia Esofagus bukanlah kasus
emergensi. Kecuali pada bayi preterm dengan sindroma distres pernapasan berat yang
memerlukan dukungan ventilator. Gas dari ventilator turun melalui fistula distal
menyebabkan distensi lambung yang pada akhirnya mengganggu fungsi pernapasan.
Distensi lambung yang meningkat, bisa menimbulkan ruptur menyebabkan tension
pneumoperitoneum sehingga penggunaan ventilasi pun lebih sulit untuk dilakukan.
Dengan metode lama, keadaan ini diatasi dengan melakukan gastrotomi
emergenci. Sayangnya, bayi pada umumnya meninggal karena ventilasi yang semakin
memburuk akibat penurunan tekanan intragastrik yang tiba-tiba menyebabkan aliran
bebas dari gas pernapasan melewati fistula trakheosofagus.
Banyak manuver telah dianjurkan termasuk memposisikan ETT distal dari
fistula. Bagaimanapun, jika fistula terdapat setinggi carina, maka manuver ini mustahil
untuk berhasil. Ada yang menganjurkan untuk menutup fistula dengan Kateter Fogarty
melalui bronkoskopi. Bayi yang mengalami hal ini biasanya preterm dengan status
respiratori yang buruk. Bronkoskopi Calibre ukuran terkecil tidak akan menimbulkan
ventilasi sementara dilakukan manuver dengan Kateter Fogarty pada distal esofagus

dan pada bayi yang sianosis akan memperburuk kondisinya dan nantinya justru
menyebabkan hipoksia.
Sejak tahun 1984, telah dianjurkan ligasi transpleura emergensi pada fistula
trakea esofagus sebagai prosedur pilihan pada bayi dengan beberapa macam masalah.
Ternyata ada peningkatan yang cukup dramatis pada pernapasannya sehingga
perbaikan pada atresianya dapat diproses. Pada kebanyakan kasus,ligasi pada fistula
dapat meningkatkan status pernapasan. Torakotomi, merupakan penyelesaian yang
ditunda pada distress pernapasan agar dioperasi kembali dalam 8-10 hari untuk
membagi fistula dan memperbaiki atresia esofagus. Terdapat resiko fistulalisasi
berulang jika ada penundaan yang lama setelah ligasi dilakukan terbih dahulu.

Pendekatan Operatif
1.
Penyambungan end to end anastomose dilakukan pada bayi dengan
analisa gas darah yang normal, berat badan di atas >1200 gram dan tidak ada kelainan
kongenital yang lain.
2.
Perbaikannya berupa torakotomi dengan menutup fisula trakeoesofagus
3.
Esofagogram dilakukan setelah 7-10 hari setelah operasi
4.
Prediksi keberhasilan operasi sangat teregantung pada keadaan berat
badan bayi, beratnya disfungsi pulmonal, dan adanya kelainan kongenital lain yang
menyertai.

Koreksi Bedah
Setelah keadaan bayi stabil baru direncanakan tindakan definitif lanjutan yang dapat
berupa :
1. Koreksi esofagus primer dengan atau tanpa gastrostomi
2. Gastrostomi dengan koreksi beberapa waktu kemudian
3. Gastrostomi dengan pemisahan fistula atau prosedur bertahap lainnya
4. tidak ada tindakan bedah segera
Indikasi Koreksi Definitif Primer
Merupakan masalah kelangsungan hidup yang memerlukan penanganan segera
karena bahaya masuknya saliva dan sekresi gaster ke paru-paru melalui fistula. Selain itu
karena penderita tidak dapat makan dan minum per oral.
Teknik Bedah
Pembedahan dilakukan dengan pembiusan umum dengan teknik sebagai berikut :
Operasi dilakukan dengan melakukan teknik torakotomi posterolateral pada ICS 4
kanan.
Setelah m/ latisimus dorsi dan m. seratus anterior dipisahkan maka rongga torak dapat
dibuka melalui ekstrapleura dan daerah mediastinum diidentifikasi untuk mencapai
esofagus.
vena azygos diidentifikasi dan dipotong.
Dicari n. vagus. Segmen distal esofagus biasanya terletak dibawahnya. Bila terdapat
fistel pada segmen distal maka dilakukan teugel pada fistel tersebut yang kemudian
dipotong dan diklem. Selanjutnya dilakukan penutupan primer pada sisi trakeza dengan
benang 4/0 nonabsorbable.
Segmen proksimal esotagus dicari diatas mediastinum dengan bantuan ahli anestesi
yang mendorong slang nasogastrik di esofagus sehingga ujung distal segmen proksimal

esofagus ini dapat diidentifikasi. Ukuran segmen proksimal biasanya lebih besar 2-4
kali segmen distal.
Ujung dari segmen proksimal dipotong dan dilakukan anasfiomose end to end dengan
menggunakan benang sintetis absorbable dengan jahitan satu-satu. Bagian posterior
dijahit dengan cara menyatukan semua lapisan dengan simpul didalam lumen,
sedangkan bagian anterior dijahit dengan simpul berada diluar lumen. Benang sutera
sering menimbulkan komplikasi pada tempat anastomose. Pada saat melakukan
anasfomose tidak boleh ada ketegangan.
Bila didapatkan gap yang terlalu lebar, yang sudah diketahui pre operasi, maka
sebelum operasi dilakukan usaha pemanjangan segmen proksimal dengan
memasukkan kateter atau dilatator besar kedalam esofagus dan dilakukan penekanan
secara lembut 2 x sehari selama 3 sampai 6 minggu. Untuk segmen distal tanpa fistel
dapat dilakukan cara yang sama dengan memakai slang gastrostomi tetapi hasilnya
tidak sepanjang yang dapat dicapai pada segmen proksimal.
Bila gap yang lebar baru ditemukan saat operasi maka dilakukan sirkumferensial
esofagotomi untuk memanjangkan dan mengurangi gap yang ada.
Kemudian kateter 10 F diletakkan didalam rongga retropleura didekat anastomose
sebagai drainage apabila masih terdapat kebocoran selama menunggu masa
penyembuhan.
Kemudian lapangan operasi ditutup lapis demi lapis.
Perawatan Pasca Operasi
Merupakan perawatan suportif :
Antibiotika diberikan sampai beberapa hari.
Pelepasan endotrake tube dapat dilakukan sesegera mungkin pada bayi yang sehat.
Pada bayi yang kecil dengan keadaan umum lemah diperlukan bantuan respirator
untuk beberapa hari.
Penghisapan melalui hidung harus dilakukan secara teratur untuk mencegah
terjadinya atelektasis. Hal ini dilakukan sampai bayi dapat menelan ludah. Panjang
slang penghisap diukur agar jangan sampai merusak anastomose (kira-kira dari
hidung sampai daun telinga).
Drain toraks dipertahankan sampai hari ke 10 karena kebocoran dari anstomose dapat
terjadi sampai hari ke 10.
Diet melalui mulut dapat dimulai bila bayi sudah dapat menelan ludah. Bila terpasang
gastrostomi maka pemberian diet sudah dapat diberikan segera setelah bising usus ada
pasca operasi. Ada yang melakukan esofagogram sebelum pemberian diet per oral
untuk melihat ada tidaknya kebocoran dan mengukur diameter esofagus.
Bila terjadi kesulitan menelan atau muntah atau perkiraan terjadinya kebocoran maka
dilakukan esofagogram.
Penderita dipulangkan bila sudah dapat makan dengan balk tanpa kesulitan menelan
dan berat badan cenderung naik. Gastrostomi dilepas sebelum bayi dipulangkan.
Beberapa ahli bedah melakukan dilatasi esofagus sebelum memulangkan penderita.
USG renal diperlukan sebelum penderita pulang untuk menyingkirkan adanya
kelainan pada ginjal yang sering menyertai penderita dengan AE dan TEF.

8. Prognosis
Neonatus yang menjalani koreksi bedah pada umumnya mengalami dismotalitas
esofagus dalam derajat yang berbeda. Luasnya koreksi mempengaruhi keparahan
komplikasi yang timbul. Sering terjadi striktura pada tempat anastomosis yang akhirnya

memerlukan dilatasi. Esofagografi serial harus dilakukan dalam usia 2 bulan, 6 bulan dan 1
tahun atau bila terjadi kesulitan menelan. Terjadinya kekambuhan trakeoesofageal fistula
pernah dilaporkan dan memerlukan koreksi ulang. Kekambuhan paling sering terjadi di
tempat anastomosis primer. Kerusakan jaringan karena buruknya vaskularisasi pada esofagus
distal dan diseksi yang dilakukan terlalu dekat dengan trakea merupakan faktor resiko
terjadinya kekambuhan fistula.
Hampir separo penderita yang menjalani koreksi bedah atresia esofagus kemudian
mengalami gastroesofageal refluks (gastroesophageal reflux disease=GERD). Dan setengah
dari mereka yang mengalami GERD, memberikan respon yang baik terhadap pemberian
prokinetic agents, histamine H2 receptor blockers, atau keduanya, dan setengahnya lagi
memerlukan koreksi bedah. Penderita dengan GERD yang lama akan mengalami perubahan
mukosa esofagus seperti esofagitis dan metaplasi gastrik (Barrett's esofagus).
Adenokarsinoma dari lambung yang berasal dan metaplasi gastrik dilaporkan pada seorang
penderita dengan atresia esofagus 20 tahun setelah dilakukan koreksi pada saat neonatus. Untuk
itu dianjurkan untuk melakukan follow up dengan endoskopi jangka panjang.
Tahun 1962, Waterson dkk membuat klasifikasi bayi yang lahir dengan Atresia
Esofagus menjadi 3 grup dengan harapan hidup yang berbeda. Klasifikasi menurut BB
lahir dan kelainan lain yang berhubungan : 7
1. Menurut Berat Badan Lahir :
Grup A : > 2500 gr dan baik
Grup B :
- BB Lahir 1800-2500 gr dan baik
- BB lahir >tinggi, pneumonia moderat dan kelainan kongenital
Grup C :
-BB lahir tinggi & pneumonia berat dan kelainan kongenital berat.
Jelaslah bahwa sistem klasifikasi berdasarkan resiko baru diperlukan sesuai era yang
sudah modern. Klasifikasi berdasarkan resiko, baru meliputi berat badan lahir dan malfomasi
jantung yang bertanggung jawab pada sebagian besar kematian.
2. Klasifikasi Menurut Kelainan Lain yang menyertai3
Klasifikasi menurut Spitz terhadap keselamatan pada Atresia Esofagus :
Grup I :BB lahir > 1500 gr tanpa kelainan jantung mayor (utama)
Grup II : BB lahir < 1500 gr atau dengan kelainan jantung mayor
Grup III : BB lahir < 1500 gr + kelainan jantung mayor

Anda mungkin juga menyukai