Anda di halaman 1dari 8

DEMAM TIFOID

DEFINISI
Demam tifoid merupakan penyakit infeksi akut pada
usus halus dengan gejala demam 1 minggu atau lebih disertai
gangguan pada saluran pencernaan dan dengan atau tanpa
gangguan kesadaran.

ETIOLOGI
Penyakit ini disebabkan oleh infeksi kuman Salmonella
Typhosa atau Eberthella typhosa yang merupakan kuman
gram negatif, motil, dan tidak menghasilkan spora.
Kuman ini dapat hidup baik sekali pada suhu tubuh
manusia maupun suhu yang lebih rendah sedikit, serta mati
pada suhu 70 C maupun oleh antiseptik. Sampai saat ini
diketahui bahwa kuman ini hanya menyerang manusia.
Salmonella typhosa mempunyai 3 macam antigen, yaitu :
1. Antigen O = Ohne Hauch = Somatik antigen (Tidak
menyebar).
2. Antigen H = Hauch (Menyebar), terdapat pada flagella
dan bersifat termolabil.
3. Antigen Vi = Kapsul; merupakan kapsul yang meliputi
tubuh

kuman

dan

melindungi

antigen

O,

antigen

terhadap fagositosis.

PATOGENESIS DAN PATOLOGI


Kuman

Salmonella

makanan/minuman.

Setelah

typhosa
berada

masuk
dalam

bersama
usus

halus

mengadakan invasi kearingan limfoid usus halus (Terutama


Plak

peyeri)

dan

jaringan

limfoid

mesenterika.

Setelah

menyebabkan keradangan dan nekrosis setempat kuman


lewat pembuluh limfe masuk ke darah (Bakteremia primer)

menuju organ Retikuloendotelial (RES) terutama hati dan


limpa. Di tempat ini kuman difagosit oleh sel-sel fagosit RES
dan kuman yang tidak di fagosit, berkembang biak. Pada akhir
masa inkubasi 5 9 hari kuman kembali masuk kedarah
menyebar

keseluruh

tubuh

(Bakteremia

sekunder),

dan

sebagian kuman masuk keorgan tubuh terutama limpa,


kandung

empedu

yang

selanjutnya

kuman

tersebut

dikeluarkan kembali dari kandung empedu kerongga usus dan


menyebabkan reinfeksi diusus. Dalam masa bakteremia ini
kuman mengeluarkan endotoksin yang susunan kimianya
sama dengan somatik antigen (Lipopolisakarida), yang semula
diduga bertanggung jawab terhadap terjadinya gejala-gejala
dari demam tifoid.
Demam tifoid disebabkan karena Salmonella typhosa
dan endotoksinnya yang merangsang sintesa dan pelepasan
zat-zat pirogen oleh leukosit pada jaringan yang meradang.
Selanjutnya zat pirogen yang beredar didarah mempengaruhi
pusat termoregulator di hipotalamus yang menyebabkan
timbulnya demam.
Kelainan utama terjadi di ileum terminalis dan Plak
peyeri yang hiperplasi (Minggu pertama), nekrosis (Minggu
kedua), dan ulserasi (Minggu ketiga) serta bila sembuh tanpa
adanya pembentukan jaringan parut. Sifat ulkus berbentuk
bulat lonjong sejajar dengan sumbu panjang usus dimana
ulkus ini dapat menyebabkan perdarahan bahkan perforasi.

MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi penderita dewasa lebih berat dan lebih
bervariasi dibandingkan pada anak. Masa inkubasi rata-rata
bervariasi 7 20 hari, inkubasi terpendek 3 hari dan terlama
60 hari, dikatakan bahwa masa inkubasi mempunyai korelasi
dengan jumlah kuman yang ditelan, keadaan umum atau

status gizi serta status imunologis penderita. Gejala-gejala


demam tifoid dikelompokkam menjadi :

Demam 1 minggu atau lebih.

Gangguan saluran pencernaan.

Gangguan kesadaran.
Dalam minggu pertama, keluhan dan gejala menyerupai

penyakit infeksi akut pada umumnya, seperti demam, nyeri


kepala, anoreksia, mual, muntah, diare, konstipasi. Pada
pemeriksaan fisik hanya didapat suhu badan yang meningkat.
Setelah minggu kedua maka gejala atau tanda klinis
menjadi makin jelas, berupa demam remiten, lidah kotor
(Tampak kering, dilapisi selaput tebal, bagian belakang
tampak lebih pucat, bagian ujung dan tepi kemerahan),
pembesaran hati dan limpa (Progresif, konsistensi lunak),
perut kembung mungkin disertai gangguan kesadaran dari
yang ringan sampai berat.

LABORATORIUM

H2TL (Anemia ringan sampai sedang, tidak selalu


leukopenia, trombosit menurun).

LED meningkat.

Gambaran eritrositnya normokrom normositer.

Hitung jenis (Limfositosis relatif, aneosinofilia, eritroid,


dan mieloid sistem normal, megakariosit dalam batas
normal)

DIAGNOSIS
Dapat ditegakkan dengan anamnesis, gejala, serta
tanda klinis yang seperti disebutkan diatas. Hal ini sangat
berguna apabila ada kasus demam tifoid di daerah-daerah

dimana tidak dapat dilakukan pemeriksaan laboratorium


bakteriologis maupun serologis.
Namun
menyerupai

dalam
demam

mengidentifikasi
tifoid

harus

penyakit

yang

berpegangan

pada

anamnesis, gejala, dan tanda klinis, serta pemeriksaan


laboratorium

meliputi

bakteriologis

atau

serologis

dan

pemeriksaan tambahan lain yang diperlukan.

PEMERIKSAAN BAKTERIOLOGIS
Diagnosis pasti dengan ditemukan kuman Salmonella
typhosa pada salah satu biakan darah, feses, urine, sumsum
tulang maupun cairan duodenum. Waktu pengambilan contoh
sangat menentukan keberhasilan pemeriksaan bakteriologis
tersebut misalnya biakan darah biasanya positif pada minggu
pertama perjalanan penyakit, biakan feses dan urin positif
biasanya pada minggu kedua, ketiga. Biakan dan sumsum
tulang

paling

baik

karena

tidak

dipengaruhi

waktu

pengambilan maupun pemberian antibiotika sebelumnya


Hasil pemeriksaan biakan positif dari contoh darah
penderita digunakan untuk menegakkan diagnosis, sedangkan
hasil

pemeriksaan

biakan

negatif

kali

berturut-turut

pemeriksaan feses atau urin digunakan untuk menentukan


bahwa penderita telah sembuh atau belum atau karier.

PEMERIKSAAN SEROLOGIS
Sampai saat ini Tes Widal merupakan reaksi serologis
yang digunakan untuk membantu menegakkan diagnosis
demam tifoid. Dasar tes Widal adalah reaksi aglutinasi antara
antigen Salmonella typhosa dengan antibodi yang terdapat
pada serum penderita. Ada 2 metode yang sampai saat ini
dikenal, yaitu :
1. Widal cara tabung (Konvensional).
2. Salmonella Slide Test (Cara slide).

Sampai

saat

ini

tidak

ada

kepustakaan

yang

menyebutkan nilai titer Widal yang absolut untuk memastikan


diagnosis demam tifoid. Titer O 1/320 dan titer H 1/640
dianggap dapat membantu mendiagnosis demam tifoid.
Beberapa faktor yang mempengaruhi reaksi Widal antara
lain :
1. Faktor penderita
-

Saat pemeriksaan perjalanan penyakit.

Pengobatan dini dengan antibiotika.

Keadaan umum gizi penderita.

Penyakit

tertentu

pembentukan

yang

antibodi;

menghambat

agamaglobulinemia,

leukemia, tumor.
-

Pemakaian obat imunosupresif dan kortikosteroid.

Vaksinasi.

Infeksi subklinis.

Reaksi anamnestik.

2. Faktor teknis
-

Reaksi silang.

Konsentrasi suspensi antigen.

Strain Salmonella yang dipakai untuk suspensi


antigen.

Tes

Widal

tidak

dapat

dipakai

untuk

membantu

menegakkan diagnosis demam tifoid bila hanya dilakukan 1


kali saja, kenaikan titer Widal pada 1 seri pemeriksaan Widal
atau kenaikan titer 4 kali pada pemeriksaan berikutnya dapat
membantu memastikan diagnosis demam tifoid.

DIAGNOSIS BANDING

Pada permulaan penyakit dibedakan dengan :

Bronkitis

Influenza

Bronkopneumonia

Pada stadium selanjutnya harus dibedakan dengan :

Demam paratifoid

Meningitis

Malaria

Bakterial endokarditis

TBC milier

Rickettsia

Pielitis

Pada stadium toksik harus dibedakan dengan :

Leukemia

Limfoma

Penyakit Hodgkin

KOMPLIKASI
Usus Halus
1. Perdarahan.
2. Perforasi.
3. Peritonitis.
Diluar Usus Halus
1. Bronkitis

5. Meningitis

2. Bronkopneumonia

6. Miokarditis

3. Ensefalopati

7. Kronik karier

4. Kolesistitis

PENATALAKSANAAN
Penderita yang harus dirawat dengan diagnosis praduga
demam tifoid harus dianggap dan dirawat sebagai penderita
demam tifoid yang secara garis besar ada 3 bagian yaitu :
1. Perawatan

Penderita demam tifoid perlu dirawat dirumah sakit


untuk isolasi, observasi, serta pengobatan. Penderita
harus istirahat 5 - 7 hari bebas panas. Mobilisasi
dilakukan sewajarnya, sesuai dengan situasi dan kondisi
penderita.
2. Diet
Makanan padat dini yang wajar sesuai dengan keadaan
penderita dengan memperhatikan segi kualitas maupun
kuantitas

ternyata

dapat

diberikan

dengan

aman.

Kualitas makanan disesuaikan kebutuhan baik kalori,


protein, elektrolit, vitamin, maupun mineralnya serta
diusahakan makan yang rendah serat atau bebas
selulose, sertab menghindari makanan yang iritatif.
3. Obat
Demam tifoid merupakan penyakit infeksi dengan angka
kematian yang tinggi sebelum adanya obat-obatan
antimikroba (10 15 %), sejak adanya obat antimikroba
terutama Kloramfenikol maka angka kematian menurun
drastis (1 4 %). Obat-obat antimikroba yang sering
digunakan antara lain :
-

Kloramfenikol (50 mg/Kg BB/hari dosis terbagi 3


4 kali sehari)

Tiamfenikol (250 500 mg dosis terbagi 4 kali


sehari)

Co trimoxazol

Ampisilin (1 2 gr/hari dosis terbagi 2 4 kali


sehari)

Amoksisilin (250 500 mg tiap 8 jam)

PROGNOSA

Tergantung pada umur, keadaan umum, gizi, derajat


kekebalan penderita, cepat dan tepatnya pengobatan serta
komplikasi yang ada.

PENCEGAHAN
Usaha terhadap lingkungan hidup

Penyediaan air minum yang memenuhi syarat.

Pembuangan kotoran manusia yang higienis.

Pemberantasan lalat.

Pengawasan terhadap penjual makanan.

Usaha terhadap manusia

Imunisasi.

Menemukan dan mengobati karier.

Pendidikan kesehatan masyarakat.

IMUNISASI
Vaksin yang digunakan ialah :
1. Vaksin yang terbuat dari Salmonella typhosa yang
dimatikan (Pada pemberian oral tidak memberikan
perlindungan yang baik).
2. Vaksin yang dibuat dari strain Salmonella (Ty 21a) yang
dilemahkan

(Pada

pemberian

oral

perlindungan 87 95 % selama 36 bulan).

memberikan

Anda mungkin juga menyukai