Anda di halaman 1dari 37

LAPORAN KASUS RADIOLOGI

“URETEROLITHIASIS”

Diajukan untuk

Memenuhi Tugas Kepaniteraan Klinik dan Melengkapi Salah Satu


Syarat Menempuh Program Pendidikan Profesi Dokter Bagian Radiologi
di Rumah Sakit Islam Sultan Agung Semarang

Disusun oleh :

Ahmad Fauzi Noviantara (30101507361)

I’zas Farrastika D. (30101507476)

Melda Angelin (30101507489)

Nabila fauziah (30101507511)

Pembimbing :
Dr. Bambang Satoto, Sp. Rad (K)

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN RADIOLOGI

RUMAH SAKIT ISLAM SULTAN AGUNG


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala karunia yang telah diberikan
sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus dengan judul “ureterolithiasis” guna
memenuhi salah satu persyaratan dalam menempuh kepaniteraan klinik bagian Ilmu Radiologi
Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sultan Agung Semarang di Rumah Sakit Islam Sultan
Agung Semarang.

Penulis sangat bersyukur atas keberhasilan penyusunan laporan kasus ini. Hal ini tidak
terlepas dari dukungan dan bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis
mengucapkan terima kasih kepada :

1. Dr. dr. Bambang Satoto, Sp. Rad (K), M.Kes


2. dr. Titik Yuliastuti, Sp.Rad (K)
3. dr. Bekti Safarini, Sp.Rad (K)
4. dr. Dria A. Sutikno, Sp.Rad (K)
5. dr. Eddy Sudijanto, Sp.Rad (K)
6. Seluruh staff instalasi radiologi RSUD K.R.M.T Wongsonegoro Kota Semarang
7. Rekan-rekan anggota kepaniteraan klinik ilmu Radiologi

Penulis menyadari bahwa laporan kasus ini jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan
saran bersifat membangun dari berbagai pihak sangat penulis harapkan. Akhir kata, semoga
Tuhan Yang Maha Esa berkenan membalas segala kebaikan segala pihak yang telah membantu.
Semoga laporan kasus ini dapat bermanfaat bagi penulis sendiri maupun pembaca
DAFTAR ISI
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Batu saluran kencing merupakan keadaan patologis karena adanya massa keras

berbentuk seperti batu yang terbentuk di sepanjang saluran kencing dan dapat menyebabkan

nyeri, perdarahan atau infeksi pada saluran kencing. Terbentuknya batu disebabkan karena

air kemih kekurangan materi-materi yang dapat menghambat terbentuknya batu. Batu saluran

kencing dapat terbentuk karena adanya peningkatan kalsium, oksalat, atau asam urat dalam

air kencing serta kurangnya bahan-bahan seperti sitrat, magnesium, pirofosfat yang dapat

menghambat pembentukan batu, kurangnya produksi air seni, infeksi saluran kencing,

gangguan aliran airkencing dan keadaan-keadaan lain yang masih belum terungkap/idiopatik.

Batu Ginjal di dalam saluran kemih (kalkulus uriner) adalah massa keras seperti batu

yang terbentuk di sepanjang saluran kemih dan bisa menyebabkan nyeri, perdarahan,

penyumbatan aliran kemih atau infeksi. Batu di dalam saluran kemih (kalkulus uriner) adalah

massa keras seperti batu yang terbentuk di sepanjang saluran kemih dan bisa menyebabkan

nyeri, perdarahan, penyumbatan aliran kemih atau infeksi. Batu ini bisa terbentuk di dalam

ginjal (batu ginjal) maupun di dalamkandung kemih (batu kandung kemih). Proses

pembentukan batu ini disebut urolitiasis, dan dapat terbentuk pada Ginjal (Nefrolithiasis),

Ureter (Ureterolithiasis), Vesica urinaria (Vesicolithiasis), Uretra (Urethrolithiasis).

Batu ureter pada umumnya berasal dari batu ginjal yang turun ke ureter. Batu ureter dapat

lewat sampai ke kandung kemih dan kemudian keluar bersama kemih. Batu ureter juga bisa

sampai ke kandung kemih dan kemudian berupa nidus menjadi batu kandung kemih yang
besar. Batu juga bisa tetap tinggal di ureter sambil menyumbat dan menyebabkan obstruksi

kronik dengan hidroureter yang mungkin asimtomatik.

1.2. Tujuan

1.2.1 Memahami definisi, etiologi, patofisiologi, diagnosis, penatalaksanaan


Ureterolithiasis

1.2.2 Memahami gambaran radiologi Ureterolithiasis

1.3. Manfaat

1.3.1 Dapat menerapkan cara penegakan Ureterolithiasis

1.3.2 Dapat mengusulkan jenis pemeriksaan radiologi Ureterolithiasis

1.3.3 Dapat mendiskripsikan gambaran radiologi Ureterolithiasis


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi Saluran Kemih

Traktus urinarius atau yang sering disebut dengan saluran kemih terdiri dari dua buah ginjal,
dua buah ureter, satu buah kandung kemih ( vesika urinaria ) dan satu buah uretra

1. Ginjal manusia berjumlah 2 buah, terletak dipinggang, sedikit dibawah tulang rusuk
bagian belakang. ( Daniel S, Wibowo, 2005 ) Ginjal kanan sedikit lebih rendah dibanding ginjal
kiri. Mempunyai ukuran panjang 7 cm dan tebal 3 cm. Terbungkus dalam kapsul yang terbuka
kebawah. Diantara ginjal dan kapsul terdapat jaringan lemak yang 5 membantu melindungi
ginjal terhadap goncangan. (Daniel S Wibowo, 2005). Ginjal mempunyai nefron yang tiap – tiap
tubulus dan glomerulusnya adalah satu unit. Ukuran ginjal ditentukan oleh sejumlah nefron yang
dimilikinya. Kira – kira terdapat 1,3 juta nefron dalam tiap – tiap ginjal manusia. (Ganong, 2001)
Fungsi Ginjal :

a. Menyaring dan membersihkan darah dari zat-zat sisa metabolisme tubuh.

b. Mengeksresikan zat yang jumlahnya berlebihan

c. Reabsorbsi (penyerapan kembali) elektrolit tertentu yang dilakukan oleh bagian tubulus
ginjal

d. Menjaga keseimbanganan asam basa dalam tubuh

e. Menghasilkan zat hormon yang berperan membentuk dan mematangkan sel-sel darah
merah (SDM) di sumsum tulang f. Hemostasis Ginjal, mengatur pH, konsentrasi ion mineral, dan
komposisi air dalam darah. (Guyton, 1996 ).
2. Ureter adalah struktur tubular bilateral yang bertanggung jawab untuk menyalurkan
urin dari pelvis ginjal ke kandung kemih. Ureter umumnya memiliki panjang 22-30 cm dengan
dinding terdiri dari beberapa lapisan. Lapisan yang paling dalam adalah lapisan epitel transisi.
Selanjutnya adalah lamina propria. Ini adalah lapisan jaringan ikat yang ada sepanjang epitel
membentuk lapisan mukosa. Yang melapisi lamina propria adalah lapisan otot polos yang
berbatasan dengan otot yang menutupi calyces ginjal dan pelvis, meskipun dalam ureter
lapisan ini dibagi menjadi lapisan dalam longitudinal dan lapisan luar yang melingkar, lapisan-
lapisan otot ini bekerja sinergis memberikan gelombang peristaltik yang aktif mengangkut urin
dari sistem pengumpulan ginjal melalui ureter ke kandung kemih. Lapisan terluar dari ureter
adalah lapisan adventitia. Lapisan tipis ini mengelilingi ureter dan meliputi pembuluh darah
dan limfatik yang berjalan sepanjang ureter.
Ureter dimulai di persimpangan ureteropelvic, yang terletak di posterior arteri dan vena
ginjal. Kemudian berlangsung inferior sepanjang tepi anterior dari otot psoas. Sebelah anterior,
ureter kanan berhubungan dengan usus asendens, sekum, kolon mesenterium, dan usus buntu.
Ureter kiri erat berkaitan dengan kolon desendens dan sigmoid. Sekitar sepertiga dari jalan ke
kandung kemih ureter dilintasi oleh pembuluh gonad. Saat memasuki panggul, ureter melintasi
pembuluh darah iliaka.Ureter normal tidak memiliki diameter yang sama, terdapat tiga
penyempitan fisiologis yang terdapat pada ureter. Tiga penyempitan tersebut berada pada
persimpangan ureteropelvic, persilangan dengan vasa iliaka, dan persimpangan ureterovesical.
Penyempitan pertama terjadi pada persimpangan ureteropelvic, pelvis ginjal mengecil
ke dalam ureter proksimal. Penyempitan kedua terjadi saat ureter melintasi pembuluh iliaka.
Hal ini disebabkan kombinasi dari kompresi ekstrinsik dari ureter oleh pembuluh iliaka dan
angulasi anterior diperlukan ureter saat melintasi pembuluh iliaka untuk masuk ke dalam
pelvis.
Penyempitan ketiga terjadi pada persimpangan ureterovesical. Ditempat ini adalah
perbatasan fisik ureter karena bergabung dengan dinding kandung kemih. Ini merupakan tiga
lokasi penyempitan saluran kemih yang secara klinis signifikan karena merrupakan lokasi
umum untuk batu saluran kemih tersangkut. Ureter secara sederhana dibagi menjadi 2 bagian,
menjadi ureter proksimal dan distal. Ureter proksimal berjalan dari persimpangan
ureteropelvic sampai ke vasa iliaka. Ureter distal berjalan dari vasa iliaka ke kandung kemih.
Persarafan ureter melalui segmen T10-L1 atau L2 melalui pleksus renalis, pleksus aorticus,
serta pleksus hipogastricus superior dan inferior.13

3. Vesika Urinaria adalah kantong berotot yang dapat mengempis, terletak 3 sampai 4 cm
dibelakang simpisis pubis ( tulang kemaluan ). Vesika urinaria mempunyai dua fungsi yaitu : a.
Sebagai tempat penyimpanan urin sebelum meninggalkan tubuh. b. Dibantu uretra vesika
urinaria berfungsi mendorong urin keluar tubuh. (RogerWatson, 2002 ). Didalam vesika urinaria
mampu menampung urin antara 170 - 230 ml. (Evelyn, 2002 )

4. Uretra adalah saluran kecil dan dapat mengembang, berjalan dari kandung kemih sampai
keluar tubuh. Pada wanita uretra pendek dan terletak didekat vagina. Pada uretra laki – laki
mempunyai panjang 15 – 20 cm. ( Daniel S, Wibowo, 2005 )

2.2. Gambar Anatomi saluran kemih

2.2. Fisiologi Saluran kemih

Urin merupakan larutan kompleks yang terdiri dari sebagian besar air ( 96%) air dan

sebagian kecil zat terlarut ( 4%) yang dihasilkan oleh ginjal, disimpan sementara dalam kandung

kemih dan dibuang melalui proses mikturisi. (Evelyn C. Pearce, 2002). Proses pembentukan

urin, yaitu :

a. Filtrasi (penyaringan) : capsula bowman dari badan malpighi menyaring darah dalam

glomerulus yang mengandung air, garam, gula, urea dan zat 7 bermolekul besar (protein dan sel

darah) sehingga dihasilkan filtrat glomerulus (urin primer). Di dalam filtrat ini terlarut zat seperti

glukosa, asam amino dan garam-garam.


b. Reabsorbsi (penyerapan kembali) : dalam tubulus kontortus proksimal zat dalam urin

primer yang masih berguna akan direabsorbsi yang dihasilkan filtrat tubulus (urin sekunder)

dengan kadar urea yang tinggi.

c. Sekresi (pengeluaran) : dalam tubulus kontortus distal, pembuluh darah menambahkan zat

lain yang tidak digunakan dan terjadi reabsorbsi aktif ion Na+ dan Cl- dan sekresi H+ dan K+.

Selanjutnya akan disalurkan ke tubulus kolektifus ke pelvis renalis. ( Roger Watson, 2002 )

2.3 Ureterolithiasis

Ureterolithiasis adalah suatu keadaan terjadinya penumpukan oksalat, calculi pada

ureter. Batu ureter pada umumnya berasal dari batu ginjal yang turun ke ureter. Batu ureter

mungkin dapat lewat sampai ke kandung kemih dan kemudian keluar bersama kemih, Batu

juga bisa tetap tinggal di ureter sambil menyumbat dan menyebabkan obstruksi kronik

dengan hidroureter yang mungkin asimtomatik. Tidak jarang terjadi hematuria yang

didahului oleh serangan kolik.

2.4 Klasifikasi Batu Saluran Kemih

Jenis Ion Pembentuk Batu Saluran Kemih Menurut Stoller (2008), ada beberapa jenis ion yang

berperan dalam pembentukan batu saluran kemih, diantaranya:

1. Kalsium Merupakan yang paling sering ditemukan pada kristal batu saluran kemih. Lebih

dari 95% kalsium akan terfiltrasi di glomerulus dan direabsorbsi kembali di tubulus

proksimal, tubulus distal, dan dalam jumlah kecil di tubulus kolektivus. Kurang dari 2%

akan diekskresikan keluar melalui urin. Obat diuretik akan menyebabkan kondisi

hipokalsiuria sehingga terjadi penurunan ekskresi kalsium.


2. Oksalat Merupakan produk normal hasil metabolisme. Pada kondisi normal, sekitar 10-

15% oksalat akan ditemukan di dalam urin yang terbentuk oleh karena faktor diet

makanan. Ekskresi normal oksalat dalam urin berkisar antara 20-45 mg/hari dan tidak

berpengaruh terhadap usia. Hiperoksaluria bisa terjadi pada pasien yang menderita

gangguan saluran pencernaan bawah, terutama pada inflammatory bowel disease, small

bowel resection, dan bowel bypass. Sekitar 5-10% pada penderita ini akan terbentuk batu

ginjal.

3. Fosfat Merupakan buffer yang penting dan merupakan ion yang sering berikatan dengan

kalsium dalam pembentukan batu. Ekskresi dari fosfat pada usia dewasa berkaitan

dengan diet makanan yang mengandung fosfat, seperti daging, produk susu, dan sayur-

sayuran. Fosfat dalam jumlah kecil akan terfiltrasi di glomerulus dan direabsorbsi utama

pada tubulus proksimal, namun adanya hormon paratiroid dapat juga menghambat proses

reabsorpsi ini.

4. Asam urat Merupakan produk hasil metabolisme purin, nilai pKa (kadar keasaman yang

ditandai dengan atom hidrogen dalam molekul) asam urat adalah 5,75. Sekitar 10% asam

urat ini akan lolos dari proses filtrasi dan akhirnya dikeluarkan pada saat miksi.

5. Natrium Walaupun bukan penyusun utama dalam proses pembentukan batu saluran

kemih, natrium berperan penting dalam mengatur proses kristalisasi garam kalsium

dalam urin. Konsumsi diet yang tinggi natrium akan meningkatkan jumlah ekskresi

kalsium dalam urin. Sebaliknya, konsumsi diet natrium yang rendah akan membantu

menurunkan angka pembentukan batu kalsium kembali.

6. Sitrat memegang kunci peranan utama dalam pencegahan pembentukan batu kalsium.

Keadaan metabolik asidosis oleh karena puasa, hipokalemia atau hipomagnesemia, akan
menurunkan pengeluaran sitrat dalam urin. Hormon estrogen meningkatkan ekskresi

sitrat dan menjadi faktor yang menurunkan insidensi terbentuknya batu pada wanita,

terutama pada saat kehamilan. Kondisi alkalosis akan meningkatkan ekskresi sitrat.

7. Magnesium Konsumsi diet magnesium yang rendah berhubungan dengan peningkatan

insidensi terbentuknya batu saluran kemih. Magnesium merupakan komponen dari batu

struvit. Namun mekanisme pasti hubungan magnesium dengan proses pembentukan batu

masih belum diketahui. Konsumsi suplemen magnesium juga tidak dapat mencegah

proses pembentukan batu.

8. Sulfat dapat membantu mencegah pembentukan batu dengan berikatan dengan kalsium

sehingga menghalangi proses pembentukan kalsium dengan ion lainnya. Walaupun sudah

ditemukannya ion inhibitor untuk mencegah terbentuknya batu kalsium oksalat dan

kalsium fosfat yaitu sitrat, namun belum diketahuinya ion inhibitor yang memengaruhi

kristalisasi batu asam urat (Pearle dan Lotan, 2012).

Jenis Batu Saluran Kemih Dalam guidelines yang dikeluarkan European Association of

Urology (EAU) pada tahun 2014, dikelompokkan batu saluran kemih berdasarkan etiologi

penyebabnya, antara lain: infeksi, non-infeksi, penyebab genetik, dan efek samping obat. Stoller

(2008) mengelompokkan batu saluran kemih menjadi dua golongan, yaitu :

1. Batu kalsium

2. Batu non-kalsium (struvit, asam urat, Cystine, Xantine, Indinavir). Menurut Pearle dan Lotan

dalam buku Campbell-Walsh Urology Tenth Edition (2012), klasifikasi batu pada saluran kemih

atas dengan faktor pemicunya antara lain:


a) Batu kalsium

I. Hiperkalsiuria; didefinisikan sebagai ekskresi kalsium dalam urin yang melebihi 4

mg/kg/hari atau lebih dari 7 mmol/hari pada lakilaki dan 6 mmol/hari pada perempuan.

II. Hiperoksaluria; penyebabnya adalah gangguan tahapan biosintesis (hiperoksaluria

primer), malabsorpsi saluran cerna yang disebabkan oleh inflammatory bowel disease,

dan konsumsi oksalat yang tinggi.

III. Hiperurikosuria; didefinisikan sebagai kadar asam urat dalam urin yang melebihi 600

mg/hari. Penyebabnya adalah konsumsi purin yang tinggi dan penyakit yang didapat atau

herediter.

IV. Hipositraturia; keseimbangan asam basa sangat berpengaruh besar terhadap ekskresi

sitrat dalam urin, seperti asidosis metabolik akan mengurangi kadar sitrat dalam urin.

Sebaliknya, pada keadaan alkalosis kadar sitrat dalam urin akan meningkat, diikuti

peningkatan kadar hormon paratiroid, estrogen, growth hormone, dan vitamin D.


V. pH urin yang rendah; segala gangguan yang mengakibatkan penurunan pH urin akan

memicu terbentuknya batu.

VI. Asidosis tubular ginjal (Renal Tubular Acidosis); ditandai dengan kerusakan tubular

ginjal dalam sekresi ion hidrogen atau reabsorpsi bikarbonat

b) Batu sistin Beberapa faktor dapat memengaruhi kelarutan sistin termasuk konsentrasi

sistin, pH, ikatan ionik, dan makromolekul urin.

c) Batu infeksi Komposisi utama batu infeksi adalah magnesium amonium, fosfat

heksahidrat (MgNH4PO4 • 6H2O) dan dapat terkandung kalsium fosfat dalam

pembentukan karbonat apatit (Ca10[PO4]6 • CO3).

d) Batu lainnya antara lain Xanthine dan Dihydroxyadenine Stones; Ammonium Acid

Urate Stones; Matrix Stones

2.3.1. Faktor Resiko

Faktor intrinsik :

1. Herediter : keturunan dari orang tua

2. Umur : paling sering antara usia 30-50 tahun

3. Jenis kelamin : laki-laki 3x lebih banyak dibandingkan perempuan

Faktor ekstrinsik

1. Geografi

2. Iklim, temperatur

3. Asupan air : kurangnya asupan air dan tingginya kadar mineral kalsium

4. Diet : diet banyak purin, oksalat, dan kalsium

5. Pekerjaan : kurang aktivitas, banyak duduk


2.3.2. Patofisiologi

1. Teori proses pembentukan batu saluran kemih

Secara teoritis batu dapat terbentuk di seluruh saluran kemih terutama pada tempat-

tempat yang sering mengalami hambatan aliran urine (stasis urine) yaitu pada sistem

kalises ginjal atau buli-buli. Adanya kelinan bawaan pada pelvikokalises (stenosis

uretero-pelvis), divertikel, obstruksi infravesika kronis seperti pada hiperplasia prostat

benign,striktura, dan buli-buli neurogenik merupakan keadaan-keadaan yang

memudahkan terjadinya pembentukan batu.

Batu terdiri atas kristal-kristal yang tersusun oleh bahan-bahan organik maupun

anorganik yang terlarut di dalam urine. Kristal-kristal tersebut tetap berada dalam

keadaan metastable (tetap terlarut) dalam urine jika tidak ada keadaan-keadaan tertentu

yang menyebabkan terjadinya presipitasi Kristal. Kristal-kristal yang saling mengadakan

presipitasi membentuk inti batu (nukleasi) yang kemudian akan mengadakan agregasi,

dan menarik bahan-bahan lain sehingga menjadi Kristal yang lebih besar. Meskipun

ukurannya cukup besar, agregat kristal masih rapuh dan belum cukup mampu membuntu

saluran kemih. Untuk itu agregat kristal menempel pada epitel saluran kemih

(membentuk retensi kristal), dan dari sini bahan-bahan lain diendapkan pada agregat itu

sehingga membentuk batu yang cukup besar untuk memyumbat saluran kemih.

Kondisi metastable dipengaruhi suhu, pH larutan,adanya koloid di dalam urine ,

konsentrasi solute didalam urine, laju aliran urine didalam saluran kemih, atau adanya

korpus alienum didalam saluran kemih yang bertindak sebagai inti batu.

Lebih dari 80% batu saluran kemih terdiri atas batu kalsium, baik yang berikatan

dengan oksalat maupun dengan fosfat, membentuk batu kalsium oksalat dan kalsium
fosat ; sedangkan sisanya berasal dari batu asam urat, batu magnesium amonium fosfat

(batu infeksi), batu xanthyn, batu sistein, dan batu jenis lainnya. Meskipun pathogenesis

pembentukan batu-batu diatas hamper sama, tetapi suasana didalam saluran kemih yang

memungkinkan terbentuknya jenis batu itu tidak sama. Dalam hal ini misalkan batu asam

urat mudah terbentuk dalam suasana asam, sedangkan batu magnesium amonium fosfat

terbentuk karena urine bersifat basa.

I. Penghambat pembentukan batu saluran kemih

Terbentuk atau tidaknya batu didalam saluran kemih ditentukan juga oleh adanya

keseimbangan antara zat pembentuk batu dan inhibitor, yaitu zat yang mempu mencegah

timbulnya batu. Dikenal beberapa zat yang dapat menghambat terbentuknya batu saluran

kemih, yang bekerja mulai dari proses reabsorpsi kalsium didalam usus, proses

pembentukan inti batu atau kristal, proses agregasi kristal, hingga retensi kristal.

Ion magnesium (Mg++) dikenal dapat menghambat pembentukan batu karena jika

berikatan dengan oksalat, membentuk garam magnesium oksalat sehingga jumlah oksalat

yang berikatan dengan kalsium (Ca++) untuk membentuk kalsium oksalat menurun.

Demikian pula sitrat jika berikatan dengan ion kalsium (Ca++) membentuk garam

kalsium sitrat; sehingga jumlah kalsium yang akan berikatan dengan oksalat maupun

fosfat berkurang. Hal ini menyebabkan kristal kalsium oksalat atau kalsium fosfat

jumlahnya berkurang.

Beberapa protein atau senyawa organik lain mampu bertindak sebagai inhibitor

dengan cara menghambat pertumbuhan kristal, menghambat agregasi kristal, maupun

menghambat retensi kristal. Senyawa itu antara lainadalah glikosaminogen (GAG) ,


protein Tamm Horsfall (THP) atau uromukoid, nefrokalsin, dan osteopontin. Defisiensi

zat yang berfungsi sebagai inhibitor batu merupakan salah satu faktor penyebab

timbulnya batu saluran kemih.

2.3.3. Manifestasi Klinis

- Nyeri
Nyeri kolik dapat menunjukkan adanya obstruksi organ berongga (lumen). Kolik merupakan
nyeri viseral akibat spasme otot polos organ berongga dan biasanya disebabkan oleh hambatan
pasase dalam organ tersebut (obstruksi usus, batu ureter, batu empedu, peningkatan tekanan
intraluminar). Nyeri ini timbul karena hipoksia yang dialami oleh jaringan dinding saluran.
Yang dirasakan saat nyeri kolik sendiri adalah nyeri mendadak yang bersifat tajam, terasa
melilit, hilang timbul, tidak berkurang dengan perubahan posisi, penderita dapat gelisah
sampai berguling-guling di tempat tidur, serta kadang disertai mual dan muntah.24
Pada pasien dengan batu ureter terdapat rasa nyeri mendadak yang disebabkan oleh
batu yang lewat, rasa sakit berupa rasa pegal di CVA atau kolik yang menjalar ke perut bawah
sesuai lokasi batu dalam ureter. Pada pria rasa sakit akan menjalar ke testis bila batu di ureter
proksimal atau ke vulva pada wanita dan ke skrotum pada pria bila lokasi batu di ureter bagian
distal. Dapat pula terjadi gangguan traktus digestivus. Bila batu sudah menetap di ureter hanya
ditemukan rasa pegal di CVA karena bendungan. Pasien yang mengalami kolik tampak gelisah
dan kulitnya basah dan dingin. Pada pemeriksaan fisis ditemukan nyeri tekan dan nyeri ketok
CVA, spasme otot-otot abdomen, testis hipersensitif, dan skrotum hipersensitif. Bila batu
menetap di ureter hanya ditemukan nyeri tekan dan nyeri ketok atau tidak ditemukan kelainan
sama sekali24.
- Gangguan miksi
Adanya obstruksi pada saluran kemih, maka aliran urin (urine flow) mengalami
penurunan sehingga sulit sekali untuk miksi secara spontan (Purnomo, 2012)..
- Hematuria

Batu yang terperangkap di dalam ureter (kolik ureter) sering mengalami desakan
berkemih, tetapi hanya sedikit urin yang keluar. Keadaan ini akan menimbulkan
gesekan yang disebabkan oleh batu sehingga urin yang dikeluarkan bercampur dengan
darah (hematuria) (Brunner & Suddart, 2015).

- Mual dan muntah

Kondisi ini merupakan efek samping dari kondisi ketidaknyamanan pada pasien karena
nyeri yang sangat hebat sehingga pasien mengalami stress yang tinggi dan memacu
sekresi HCl pada lambung

(Brooker, 2009).

- Demam

Demam terjadi karena adanya kuman yang menyebar ke tempat lain. Tanda demam yang
disertai dengan hipotensi, palpitasi, vasodilatasi pembuluh darah di kulit merupakan
tanda terjadinya urosepsis. Urosepsis merupakan kedaruratan dibidang urologi, dalam
hal ini harus secepatnya ditentukan letak kelainan anatomik pada saluran kemih yang
mendasari timbulnya urosepsis dan segera dilakukan terapi berupa drainase dan
pemberian antibiotik (Purnomo, 2012)

2.3.4. Diagnosis

2.3.4.1 Anamnesis

Anamnesa harus dilakukan secara menyeluruh. Keluhan nyeri harus dikejar mengenai

konsep kejadian, karakteristik nyeri, penyebaran nyeri, aktivitas yang dapat membuat

bertambahnya nyeriataupun berkurangnya nyeri. Keluhan yang disampaikan pasien

tergantung pada posisi letak, ukuran batu. Keluhan paling sering adalah nyeri pinggang.

Nyeri bias kolikatau non kolik. Riwayat muntah, gross hematuria, dan riwayat nyeri
yang sama sebelumnya. Penderita dengan riwayat batu sebelumnyasering mempunyai

nyeri yang sama (Basuki, 2011).

2.3.4.2 Pemeriksaan Fisik

 Penderita dengan keluhan nyeri kolik hebat, pada didapatkan nyeri ketok pada

daerah costovertebral, dapat disertai takikardi, berkeringat, dan nausea.

 Teraba ginjal pada sisi sakit akibat hidronefrosis

 Terlihat tanda gagal ginjal dan retensi urin, jika disertai infeksi didapatkan demam

dan menggigil.

 Selain itu dapat pula dilakukan pengajian

a. Aktivitas istirahat

Gejala : pekerja monoton, pekerjaan dimana pasien terpajang pada

lingkungan bersuhu tinggi. Keterbatasan aktivitas/imobilisasi

sehubungan dengan kondisi sebelumnya.

b. Sirkulasi

Tanda : peningkatan nadi dan tekanan darah, kulit hangat dan

kemerahan, pucat

c. Eliminasi

Gejala : penurunan keluarnya urin, kandung kemih penuh, rasa terbakar,

dorongan berkemih, diare

Tanda : oliguria, hematuria, pyuria, perubahan pola berkemih

d. Makanan/cairan
Gejala : mual/muntah, nyeri tekan abdomen, diet tinggi purin, kalsium

oksalat, ketidakcukupan pemasukan cairan, tidak minum air dengan

cukup.

Tanda : distensi abdominal, penurunan atau tak adanya bising usus dan

muntah

2.3.4.3 Pemeriksaan Penunjang

I. FPA ( foto polos abdomen)

Pemeriksaan Foto Polos Abdomen (FPA) pada kasus urogenitalia bertujuan untuk

melihat adanya batu radioopaq yang akan terlihat putih karena densitas batu lebih

tinggi daripada jaringan di sekitarnya. 

Gambaran adanya batu radioopaq ini menunjukkan adanya batu kalsium

oksalat atau batu kalsium fosfat. Sedangkan batu urat jika dilakukan FPA akan

Nampak sebagai batu radioluscent. 

Untuk melakukan FPA perlu dilakukan persiapan terlebih dahulu, yakni

pasien dipuasakan minimal 8 jam untuk mengosongkan isi perut (diberi pencahar bila

perlu) sehingga faeces yang ada di dalam usus tidak menjadi pengganggu dalam

imaging. Foto dilakukan saat pasien ekspirasi sehingga posisi ginjal sejajar dengan

film.

II. IVP

Pemeriksaan IVP hampir sama dengan pemeriksaan FPA, namun yang membedakan

adalah pemeriksaan IVP dilakukan menggunakan kontras berupa Iodine dan

dilakukan foto secara berulang kali pada menit ke 5, 15, 30 atau 45 dan post miksi.
Pemeriksaan IVP ini bertujuan untuk melihat fungsi ekskresi (ginjal), melihat

anatomi tractus urogenitalia, dan mencari adakah kelainan pada trctus urogenitalia.

Fase IVP :

- Pada fase nefrogram (foto pada menit ke 5) kita nilai fungsi ekskresi ginjal,

kontur ginjal dan system PCS nya. 

Normalnya kontras akan Nampak mengisi PCS sehingga Nampak

gambaran radioopaq (putih) dan tidak didapatkan ekstravasasi kontras ke jaringan

sekitar yang menunjukkan adanya ruptur ginjal.

- Pada fase pielogram (foto pada menit ke 15) kontras akan mengisi PCS dan

ureter sehingga ureter tampak radioopaq (putih). 

Jika terdapat batu pada ureter radioopaq ataupun radioluscent, maka akan

Nampak kontras yang tidak mengalir dan kemudian papillae renalis nampak

cubbing (berbentuk seperti mangkok), terjadi dilatasi pelvis renal, kaliks mayor

dan minor. Hal ini menunjukkan telah terjadi hidronefrosis.

- Pada pemotretan menit ke 30 atau 45 IVP telah memasuki fase sistogram. Pada

saat ini kontras telah mengisi Vesica Urinaria sehingga VU Nampak putih.

Penilaian VU :

- dindingnya apakah permukaannya rata (Normal) atau bergelombang

(Sistitis/ Radang VU)

- adakah filling defect yang Nampak sebagai area radioluscent saat VU

terisi kontras

- indentasi
- additional shadow (menunjukkan adanya batu/ massa)

- ekstravasasi kontras  yang menunjukkan adanya ruptur VU

- Fase Post miksi yakni pemotretan yang dilakukan setelah pasien disuruh berkemih

(kencing). Hal ini dilakukan untuk menilai fungsi pengosongan VU. Apakah

terdapat kelainan dalam fungsi pengosongan VU yang menunjukkan adanya batu,

BPH dll.

- Apabila sampai menit ke 120 tidak Nampak adanya eskkresi kontras, maka

diagnosis pasien adalah “Non Visualized Kidney”. Kemudian bisa dilakukan RPG

dan jika RPG tetap gagal, bisa dilakukan APG. 

III. Retrograd Pielografi (RPG)

Pemeriksaan dengan memasukkan alat melalui OUE sampai ke pelvis renalis lalu

dimasukkan kontras untuk menilai keadaan ureter, VU dan fungsi pengosongan nya. 

IV. Antegrad Pielografi (APG)

Pemeriksaan dengan langsung memasukkan kontras ke pelvis renalis melalui dinding

abdomen.

V. Sistografi

Pemeriksaan yang dilakukan untuk menilai Vesica Urinaria. Dapat

merupakan lanjutan dari IVP atau dengan memasukkan kontras ke VU secara

anterograd (kontras dimasukkan langsung dari VU) maupun retrograde (dimasukkan

alat melalui OUE sampai ke VU lalu dimasukkan kontras). Penilaian terhadap

hasilnya sama dengan penilaian pada VU.


VI. USG merupakan salah satu pemeriksaan penunjang radiologis yang relative aman,

karena USG tidak menggunakan sinar radioaktif untuk sarana imaging nya,

namun menggunakan gelombang suara frekuensi tinggi / ultrasonic (1-10MHz).

- kelebihan, antara lain : lebih cepat, tidak perlu persiapan khusus (hanya saja

pasien diminta untuk banyak minum dan menahan BAK sehingga VU terdistensi),

aman, non invasive dan tidak sakit, fleksibel dan relative lebih murah. 

- kelemahan, antara lain : kesulitan pada orang gemuk karena jaringan lemak yang

tebal menyebabkan bias pada imaging, USG tidak dapat mencitrakan organ yang

berisi udara dan organ yang tertutupi oleh tulang di depannya, USG tidak dapat

menilai fungsi suatu organ, Operator dependen (bergantung pada kemampuan dari

operator USG itu sendiri), pada luka / infeksi dapat menimbulkan rasa sakit.

V. Computed Tomografi – Scan (CT-Scan)

CT-Scan merupakan salah satu alat penunjang radiologis yang sensitive untuk

menilai adanya kelainan pada traktus urogenitalia terutama pada rupture organ yang

melibatkan organ disekitarnya. 

Keunggulan lainnya yakni CT-Scan dapat mendeteksi organ sekitar dan juga dapat

mencitrakan gas dan tulang. Namun kelemahan dari CT-Scan ini ia menggunakan

sinar sehingga dapat memicu adanya radiasi dan juga harganya yang masih

relative mahal.

CT-Scan merupakan Gold Standard dari kasus Trauma Ginjal,  hal ini

dikarenakan dengan menggunakan CT-Scan  dapat memberikan gambaran trauma

secara lebih akurat baik dari sisi ukuran laserasi, lokasi dan hubungan dengan organ

sekitar.
2.3.5. Penatalaksanaan

1. Medikamentosa

Batu kurang dari 5mm diharapkan dapat keluar bersama urin dengan

pemberian diuretikum, dan minum banyak. Terapi

2. ESWL :

Melalui tindakan endourologi, bedah laparoskopi atau pembedahan terbuka.

Prosesnya tanpa tindakan invasive dan tanpa pembiusan dengan memecah

batu menjadi fragmen kecil, kemudian keluar bersama urine.

[ CITATION Tel16 \l 2057 ]

3. Endourologi

Tindakan invasive minimal dengan memecah batu dan mengeluarkannya

melalui alat yang dimasukkan langsung ke saluran kemih (melalui uretra atau

insisi perkutan). Beberapa tindakan endourologi:


 PNL (percutaneous nephron litholapaxy) adalah usaha mengeluarkan batu

yang berada di dalam saluran ginjal dengan cara memasukkan alat

endoskopo ke system kalises melalui insisi pada kulit.

 Litotripsi adalah tindakan memasukkan alat pemecah batu ke buli-buli dan

dikeluarkan dengan evakuator Ellik.

 Ureteroskopi adalah memasukkan alat ureteroskopi per-uretrogram guna

melihat keadaan ureter atau system pielokaliks ginjal sekaligus untuk

memecah batu.

 Ekstraksi dormia adalah mengeluarkan batu dengan menjaringnya melalui

alat keranjang dormia.

4. Bedah terbuka

Dilakukan pembedahan terbuka seperti pielolitotomi atau nefrolitotomi untuk

mengambil batu pada saluran ginjal, dan ureterolitotomi untuk batu di ureter.
BAB III

LAPORAN KASUS

3.1. Identitas Penderita

Nama : Tn. N

Usia : 39 tahun

Jenis kelamin : Laki-Laki

Alamat : Cempokomulyo gemuh, Kendal

Agama : Islam

Pekerjaan : Pegawai swasta

Status : Rawat Inap

Ruang : Rawat Jalan

Tanggal masuk : 25 Juni 2019

No.RM : 1372****

3.2. Anamnesis

Anamnesis pada pasien dilakukan pada tanggal 25 juni 2019, pukul 15.00 WIB di Rumah
Sakit Islam Sultan Agung Kota Semarang dan didukung dengan catatan medis.

 Keluhan Utama :
Sakit di pinggang kiri terus-menerus sejak 6 bulan yang lalu
 Riwayat penyakit sekarang:

Sejak 6 bulan sebelum dirawat di RS, pasien mengeluh nyeri pinggang kiri bagian
belakang. Nyeri dirasakan seperti diremas-remas. Nyeri pinggang ini membuat
pasien tidak dapat melakukan pekerjaanya, dan nyeri berkurang jika istirahat. Pasien
mengeluh demam sejak 3 hari yang lalu. Batuk (-), mual (-), muntah (-), tidak ada
riwayat buang air kecil sedikit-sedikit, gangguan BAB (-)

 Riwayat penyakit Dahulu:


- Riwayat keluhan serupa sebelumnya : diakui 5 bulan yang lalu
- Riwayat hipertensi : Disangkal
- Riwayat kencing manis : Disangkal
- Riwayat sakit jantung : Disangkal
- Riwayat sakit ginjal : diakui 5 bulan yang lalu, 1 bulan
sebelumnya post tindakan ESWL
- Riwayat trauma : Disangkal
 Riwayat penyakit keluarga:
- Riwayat keluhan serupa : Disangkal
- Riwayat hipertensi : Disangkal
- Riwayat kencing manis : Diakui (ayah)
- Riwayat sakit jantung : Disangkal
- Riwayat sakit ginjal : Disangkal
- Riwayat trauma : Disangkal
 Riwayat sosioekonomi :
Pasien memiliki 4 orang anak, istirnya bekerja sebagai pedagang sedangkan pasien
bekerja sebagai pegawai swasta, pasien periksa menggunakan BPJS.

3.3. Pemeriksaan Fisik (Tanggal 25/10/2019)

STATUS GENERALIS
- Keadaan umum : Tampak lemah
- Kesadaran : Composmentis
- Status Gizi : Overweight

STATUS ANTROPOMETRIK

- TB : 158 cm
- BB : 62 kg
- IMT = BB(kg)/TB²(m²)

= 62 kg/(1,58 m)²

= 24,8 (Overweight)

TANDA VITAL

- Tekanan Darah : 200/100 mmHg


- HR (Nadi) : 120x/ Menit , reguler,isi dan tegangan cukup
- RR (Laju Napas) : 22x/ Menit , reguler
- Suhu : 37,1 °C

STATUS INTERNUS

- Kepala : Bentuk normocephale, tidak teraba benjolan.

- Rambut : Warna hitam, mudah dicabut, distribusi merata

- Mata :

- Bola mata : tidak terdapat eksoftalmus

- Konjungtiva : anemis +/+, perdarahan -/-,

- Sklera : ikterus -/-


- Palpebra : oedema -/-

- Pupil : bulat, isokor 3 mm/ 3mm, reflek cahaya +/+

- Hidung :

- Deformitas (-)

- Nafas cuping hidung (-/-),

- Tidak tampak adanya sekret atau perdarahan

- Telinga :

- Bentuk : normal

- Lubang : normal, discharge (-/-)

- Pendengaran : normal

- Perdarahan : tidak ada

- Mulut:

- Bibir : tidak ada kelainan kongenital, sianosis (-), oedem (-)

- Lidah : ukuran normal, tidak kotor, tidak tremor

- Gigi : perawatan gigi kurang

- Mukosa : hiperemi (-), stomatitis (-)

- Leher :

- Deviasi trakea : - (posisi trakea simetris)

- Kaku kuduk : - (negatif)

- Tiroid : tidak ada pembesaran


- JVP : tidak ada peningkatan JVP

- KGB : tidak ada pembesaran

- PF Thoraks :

a. Paru :
1. Inspeksi : laju nafas 20x/menit, pola nafas regular, simetris, ketertinggalan
gerak (-/-), retraksi (-/-), pergerakan otot bantu pernafasan (-/-)
2. Palpasi : fremitus vokal normal, nyeri tekan (-), gerakan dada simetris,
tidak ada ketertinggalan gerak.
3. Perkusi : sonor pada kedua lapang paru.
4. Auskultasi : suara pernafasan vesikuler, ronkhi (-), wheezing(-)
b. Jantung :
1. Inspeksi : pulsasi ictus cordis tampak kuat angkat
2. Palpasi : pulsasi ictus cordis teraba di ICS V linea mid clavicularis sinistra
3. Perkusi : kardiomegali (-)
4. Auskultasi : bunyi jantung I dan II reguler, murmur(-), gallop (-)

- PF Abdomen :

1. Inspeksi : permukaan perut datar, pelebaran pembuluh darah(-), sikatrik (-), massa
(-), tanda peradangan (-), caput medusa (-), sikatrik (-), striae (-), hiperpigmentasi
(-)
2. Auskultasi : bunyi peristaltik usus normal, tidak ada bising usus, tidak ada bising
pembuluh darah.
3. Palpasi :
 Superfisial Nyeri tekan abdomen regio epigastrium (-), Massa (-), defence
muscular (-)
 Dalam, Nyeri tekan dalam (-)
 Organ Hepar tidak teraba membesar, tepi tajam, permukaan halus, konsistensi
kenyal, lien schuffner (0), ginjal dextra et sinistra tak teraba membesar
 Murphy’s Sign (-)
 Tes undulasi (-)
4. Perkusi :
 Perkusi 4 regio à timpani
 Hepar à pekak (+), liver span dextra 12 cm, sinistra 6 cm
 Lien à traube space (+)
 Ginjal  nyeri ketok ginjal kanan (+)
 Pekak sisi dan pekak ahli (-)

- PF Ekstremitas :

- Superior : Akral hangat, Oedema +/+, capillary refill <2 detik

- Inferior : Akral hangat, Oedema +/+, capillary refill <2 detik


-

3.4. Pemeriksaan Penunjang

a. Foto Polos Abdomen

Pembacaan hasil FPA

Tanggal 11 juni 2019

Pre peritoneal fat line kanan dan kiri baik

Psoas line kanan kiri baik

Kontur kedua ginjal baik

Tampak opasitas bentuk oval pada paravertebral dextra setinggi VL 3


Kesan :

Suspek ureterolithiasis dextra

Tanggal 25 juni 2019

Dibanding foto sebelumnya tanggal 11 juni 2019 :

Masih tampak opasitas bentuk oval pada paravertebral dextra setinggi VL3, dibanding
sebelumnya relative sama  suspek ureterolithiasis dextra

3.5. Diagnosis dan Diagnosis Banding

- DIAGNOSIS KERJA :
Cholesistolithiasis dan Gagal ginjal Akut

- DIAGNOSIS BANDING :
1. Polyp vesica fellea
2. Cholesistisis
3. Choledocholithiasis
BAB IV

PEMBAHASAN

Pemeriksaan radiologi wajib dilakukan pada pasien yang dicurigai memiliki urolithiasis

(Malueka, 2011). Hamper semua batu saluran kemih merupakan radiopaque. Pada kasus ini

seharusnya dilakukan pemeriksaan USG abdomen terlebih dahulu sehingga diagnosis bisa

ditegakkan, pemeriksaan USG merupakan pemeriksaan non invasif yang tidak tergantung pada

faal ginjal, tidak memiliki efek samping, tanpa kontras, tidak sakit, relative cepat dan mudah

dikerjakan. Akan tetapi USG memiliki beberapa kelemahan antara lain kesulitan menunjukkan

batu ureter, dan tidak bisa membedakan batu kalsifikasi dan batu radiolusen. Maka dari itu

dibutuhkan pemeriksaan lain yaitu Foto Polos Abdomen non kontras maupun dengan kontras

Dalam kasus ini pemeriksaan yang dilakukan merupakan pemeriksaan FPA non kontras,

hal tersebut dikarenakan lokasi batu sudah dapat ditentukan. Dalam FPA non kontras pada pasien

tersebut dikesankan tampak batu radiopaque pada ureter dextra curiga ureteroithiasis dextra.

Pemeriksaan lain yang diusulkan adalah FPA dengan kontras karena dapat menilai fungsi

ekskresi ginjal, dan kelainan pada traktus urogenitalia, misalnya hidronefrosis, sehingga

komplikasi pada pasien tersebut dapat dicegah.


DAFTAR PUSTAKA

A.D.A.M., 2013. Gallstone and Gallbladder Disease. Available from :


www.pennstatehershey.adam.com (diakses 10 oktober 2017).

Brunicardi, F.C., 2010. Gallblader and the Extrahepatic Biliary System. Dalam: Swartz’s
Principle of Surgery. Edition ke-9. USA: McGraw-Hill. 2160-2203

Debas, H.T., 2004. Biliary Tract. Dalam: Gastrointestinal Surgery: Pathophysiology and
Management. USA: Springer. 198-220

Greenberger NJ, Paumgartner G .2011. Diseases of the gallbladder and bile duct. Dalam:
Fauci AS, Kosper DL, Longo D, Braunwald E, Hauser SL, Loscalzo J, et al (eds). Harrison’s
principle of internal medicine. 18th edition. New York: Mc Graw-Hill

Guyton, A.C., dan Hall, J.E. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 11. Jakarta: EGC

Hunter JG, Oddsdettir M. 2014. Gallbladder and extrahepatic billiary system. Schwartz’s
principles of surgery. Eighth edition. New York: Mc Graw-Hill.

Lesmana L. Batu Empedu dalam Buku Ajar Penyakit Dalam Jilid 1. Edisi V. Jakarta:Balai
Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.2014.380-4.

Rasad K, Ekayuda. 2005, Radiologi Diagnostik, Jakarta: Fakultas Kedokteran UI.

Sherwood, L., 2001. Fisiolologi Manusia dari Sel ke Sistem. Edisi ke-2. Jakarta: EGC. 565-
570.

Sjamsuhidayat R, de Jong W. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC. 2010. 570-9.

Welling,T.H. dan Simeone, D.M., 2009. Gallbladder and Biliary Tract: Anatomy and
Structural Anomalies. Dalam: Tadataka Yamada, Ed. Textbook of Gastroenterology. Edisi ke-5.
USA: Wiley-Blackwell. 1940-1942.
13. Walsh PC, Refik AB, Vaughan ED Jr, Wein AJ (eds): Campbell’s Urology, 9th ed.
Philadelphia, WB Saunders 2007;37:26-32

24. Moore Cl, Daniels B, Singh D, Luty S, Molinaro A. Prevalence and clinical
importance of alternative causes of symptoms using a renal colic computed
tomography protocol in patients with flank or back pain and absence of pyuria.
Acad Emerg Med. 2013;20(5):470-8.

Anda mungkin juga menyukai