Anda di halaman 1dari 38

BAB I

PENDAHULUAN

Esofagus adalah saluran berongga yang secara keseluruhan merupakan

otot, dipisahkan oleh dua sfingter di antara faring di atas dan lambung di bawah.

Fungsi utamanya untuk membawa bahan yang dicerna dari mulut ke lambung

tetapi esofagus tidak punya peran dalam pencernaan1.

Atresia esophagus merupakan kelainan kongenital yang harus dicurigai

sebagai salah satu differential diagnosis bila terdapat neonatus yang mengalami

kesulitan makan dan bernapas dalam beberapa hari pertama lahir3.

Pada atresia esophagus, lebih dari 90% kasus ini berhubungan dengan

fistula trakeoesofageal (FTE). Fistula trakeoesofagus merupakan hubungan

abnormal antara trakea dan esofagus. Ketika terdapat hubungan dengan atresia

esofagus, fistula sering terjadi antara bagian distal segmen esofagus dan bagian

trakea yang letaknya di atas karina. Meskipun begitu, kedua kelainan ini dapat

pula muncul pada beberapa tingkat antara kartilago krikoid dan karina, fistula

trakeoesofagus dapat juga berjalan oblik pada bagian akhir proksimal trakea atau

pada tingkat vertebra torakal segmen kedua. Kelainan yang paling sering terjadi

yaitu atresia esofagus dengan FTE di distal (87%), atresia esofagus tanpa fistula

(8%), fistula trakeoesofagus tanpa atresia esofagus (4%), atresia esofagus dengan

fistula di proksimal dan distal trakea (1%), serta atresia esofagus dengan fistula di

proksimal (1%)1,2.

1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. DEFINISI

Esophageal Atresia atau Atresia esofagus adalah kelainan pada esofagus

yang ditandai dengan tidak menyambungnya esofagus bagian proksimal dengan

esofagus bagian distal, esophagus bagian proksimal mengalami dilatasi yang

kemudian berakhir sebagai kantung dengan dinding muskuler yang mengalami

hipertrofi yang khas memanjang sampai pada tingkat vertebra torakal segmen 2-4.

Bagian distal esophagus merupakan bagian yang mengalami atresia dengan

dinding muskuler yang tipis dan berdiameter kecil. Keadaan ini meluas sampai

diatas diafragma2.

Bayi dengan atresia Esofagus tidak mampu untuk menelan saliva dan

ditandai dengan jumlah saliva yang sangat banyak dan membutuhkan suction

berulangkali. Angka keselamatan pada bayi dengan atresia esofagus berhubungan

langsung terutama dengan berat badan lahir, kelainan jantung, dan faktor resiko

yang menyertai1.

2.2. EPIDEMIOLOGI

2
Atresia esofagus merupakan kelainan kongenital yang paling sering terjadi

dari esofagus. Atresia esofagus biasanya terjadi 1 dari 4.000 neonatus. Dari semua

kelainan ini > 90 % terdapat juga fistula trakeoesofagus. Dari semua tipe atresia

esofagus, atresia esofagus dengan fistula trakeoesofagus di bagian distal, serta

ujung proksimal esofagus yang mengalami dilatasilah yang paling sering terjadi

87 % dari semua kasus. Berikut merupakan gambar dan prevalensi dari beberapa

tipe atresia esofagus1.

Gambar 1. Frekuensi dari beberapa tipe Atresia Esofagus dengan atau tanpa Fistula

Trakeoesofagus, (a) Atresia Esofagus tanpa fistula 5-10% (b) Atresia Esofagus dengan fistula

trakeoesofagus di proximal 1% (c) Atresia Esofagus dengan fistula trakeoesofagus di distal 80-

90% (d) Atresia Esofagus dengan fistula trakeoesfogaus di proximal dengan distal 2-3% (e)

Fistula Trakeoesofagus tanpa atresia esofagus ( H-Type ) 5-8%.

3
Sekitar 50 % dari anak yang mengalami atresia esofagus akan mempunyai

kelainan lain selama lahir, makanya setelah lahir harus segera dilakukan

pemeriksaan USG maupun X-ray untuk mengidentifikasi kelainannya. Biasanya

dihubungkan dengan VACTERL syndrome (Vertebral, Anorectal, Cardiac,

Tracheal, Esophageal, Renal, Limb).5

 V = Vertebral, biasanya tulang belakang terbentuk abnormal. Yang paling

sering terjadi ialah hemivertebrae dan abnormal sacrum5,6

 A = Anorectal, kelainan yang sering terjadi ialah atresia ani atau anus

imperforate5

 C = Cardiac, kelainan yang sering terjadi adalah patent ductus arteriosus

(PDA) dan ventricle septal defect (VSD)5,6

 TE = Tracheoesophagus, kelainan dari esofagus sendiri (atresia esofagus)

yang melibatkan fistel trakeoesofagus di bagian distal trakea5

 R = Renal, melibatkan dari ginjal sampai ureter yang menuju ke vesica

urinaria. Kelainan yang sering terjadi ialah ureteral reflux, Unilateral

Agenesis dan Horseshoe Kidney.5,6

 L = Limb, yang sering terjadi ialah radial aplasia atau hypoplasia,

abnormal thumb, preaxial polydactyl dan syndactyl.6

4
2.3. EMBRIOLOGI

Esofagus berkembang pertama kali dari postpharyngeal foregut dan dapat

dibedakan dari abdomen pada masa 4 minggu embrio berkembang. Dan di saat

yang bersamaan trakea mulai berkembang menonjol ke anterior dari esofagus

yang sedang berkembang; trakea terbentuk menjadi divertikulum ventral dari

pharynx primitive (bagian caudal dari foregut). Septum trakeoesofagus terbentuk

pada tempat dimana pembungkus trakeoesopagus longitudinal bergabung ke arah

garis tengah dan menyatu. Septum ini terbagi menjadi bagian ventral (tuba

laringotrakheal) dan bagian dorsal (esofagus), septum bagian ventral ini yang akan

berkembang menjadi paru paru1,3.

Adanya gangguan pada stadium ini dapat menyebabkan kelainan

kongenital, seperti atresia esofagus dengan fistula trakeoesofagus. Atresia

esofagus terjadi jika septum trakeoesofagus deviasi ke posterior. Deviasi ini

membuat pemisahan esofagus dari saluran laringotrakea tidak komplit sehingga

terjadi fistula trakeoesofagus. Panjang dari esofagus berkisar 8 – 10 cm setelah

lahir, menjadi dua kali lipat saat berumur 2-3 tahun, dan menjadi kurang lebih 25

cm saat dewasa1.

Esofagus bagian abdominal pada masa 8 minggu embrio sebesar lambung

tetapi akan mengecil seiiring dengan waktu. Di lokasi intraabdominal ini, bagian

distal esofagus dengan LES (Lower Esophageal Spinchter) mempunyai peran

penting dalam anti refluks. Aktivitas menelan di esofagus dapat terlihat pada masa

gestasi 16-20 minggu, untuk membantu sirkulasi dari cairan amnion;

5
Polyhidramnion, merupakan tanda dari gangguan proses menelan dari esofagus

atau obstruksi traktus gastrointestinal bagian atas. Oleh karena itu polyhidramnion

merupakan salah satu tanda atau faktor resiko dari terjadinya atresia esofagus1,5.

2.4. ANATOMI

Gambar 2. Anatomi Esofagus

 Posisi dan hubungan dengan organ sekitar

Esofagus merupakan organ memanjang seperti tabung yang

menghubungkan pharynx dan gaster. Sebagian besar esofagus terdapat di dalam

rongga thorax dan menembus diafragma untuk masuk ke dalam cavitas

abdominalis beberapa sentimeter, esofagus lalu mencapai gaster pada sisi

kanannya. Di tempat peralihan ini (dekat cardia), di sebelah kanan esofagus

terdapat lobus hepatis sinister dan di posteriornya terdapat crus sinistrum dari

6
diafragma. Nervus vagus terdapat di anterior dan posteriornya. Peralihan esofagus

ke gaster berfungsi sebagai sphincter esofagus bagian bawah. Makanan yang

masuk akan tertahan sementara di sini dan sphincter ini juga berguna untuk

mencegah kembalinya isi gaster ke dalam esofagus8.

 Pembuluh Darah

Suplai darah arteria untuk esofagus bagian atas, tengah dan bawah

berturut-turut oleh cabang dari arteria thyroidea inferior, arteria oesophagica,

arteria bronchialis dan cabang dari arteria gastric sinistra. Darah vena mengikuti

arterinya kecuali bagian tengah yang menuju vena azygos dan vena hemiazygos.

Darah dari bagian akhir esofagus akan mengalir ke vena portae hepatis melalui

vena gastrica sinistra. Plexus esofagus merupakan tempat penting untuk

anastomosis antara sistem vena azygos dan vena gastrica8.

 Pembuluh Getah Bening

Pembuluh getah bening berjalan mengikuti perjalanan pembuluh darah dan

dapat menjadi jalan untuk penyebaran carcinoma esofagus menuju nodi

cervicales, nodi mediastinalis (nodi juxtaoesophageales) dan nodi coeliaci8.

 Persarafan Esofagus

Persarafan parasimpatis diurus oleh nervus vagus (plexus esofagus).

Persarafan simpatis oleh rami oesophagealis dari ganglia thoracica dan nervus

splanchnicus major8.

7
2.4. ETIOLOGI & PATOFISIOLOGI

Beberapa teori menjelaskan bahwa masalah pada kelainan ini terletak pada

proses perkembangan esophagus. Trakea dan esophagus berasal dari

perkembangan embrio yang sama. Selama minggu keempat kehamilan, bagian

mesodermal lateral pada esophagus proksimal berkembang. Pembelahan foregut

ini pada bagian tengah memisahkan esophagus dari trakea pada hari ke- 26 masa

gestasi. Kelainan dan disinkronisasi mesenkim esophagus dan laju pertumbuhan

epitel, keterlibatan sel neural, serta pemisahan yang tidak sempurna dari septum

trakeosofageal dihasilkan dari gangguan proses apoptosis yang merupakan salah

satu teori penyebab embryogenesis atresia esophagus. Sebagai tambahan bahwa

insufisiensi vaskuler, faktor genetik, defisiensi vitamin, obat-obatan dan

penggunaan alkohol serta paparan virus dan bahan kimia juga berkontribusi pada

perkembangan atresia esophagus. Berdasarkan pada teori-teori tersebut, beberapa

faktor muncul menginduksi laju dan waktu pertumbuhan dan pfroliferasi sel pada

proses embrionik sebelumnya. Kejadian ini biasa terjadi sebelum 34 hari masa

gestasi. Organ lainnya seperti traktus intestinal, jantung, ginjal, ureter dan sistem

muskuloskeletal, juga berkembang pada waktu ini.2

Atresia esophagus dan fistula trakeoesofagus sering ditemukan ketika bayi

memiliki kelainan kelahiran seperti:

 Trisomi 13, 18, dan 21

 Gangguan saluran pencernaan lain (seperti hernia diafragmatika, atresia

duodenal, dan anus imperforata).


8
 Gangguan jantung (seperti ventricular septal defect, tetralogi of Fallot, dan

patent ductus arteriosus).

 Gangguan ginjal dan saluran kencing (seperti ginjal polisistik atau

horseshoe kidney, tidak adanya ginjal dan hipospadia).9

Atresia esofagus adalah kelainan yang terjadi pada awal gestasi (22 sampai

36 hari). Esofagus dan trakea berasal dari foregut primitif. Selama 4 sampai 5

minggu perkembangan embriologi, trakea terbentuk menjadi divertikulum ventral

dari pharynx primitive (bagian caudal dari forgut). Septum trakeoesofagus

terbentuk pada tempat dimana pembungkus trakeoesopagus longitudinal

bergabung ke arah garis tengah dan menyatu. Septum ini terbagi menjadi bagian

ventral (tuba laringotrakheal) dan bagian dorsal (esofagus). Atresia esofagus

terjadi jika septum trakeoesofagus deviasi ke posterior. Deviasi ini membuat

pemisahan esofagus dari saluran laringotrakea tidak komplit sehingga terjadi

fistula trakeoesofagus.2,3

9
Gambar 3. Patofisiologi Atresia Esofagus

Atresia esofagus ditandai oleh pembentukan esofagus yang tidak

sempurna. Karena terdapat diskontinuitas esofagus, bayi dengan atresia esofagus

tidak dapat menelan makanan maupun minuman yang diberikan padanya. Defek

ini menimbulkan pengeluaran air liur yang menetap, aspirasi atau regurgitasi

makanan. Atresia esofagus sering dihubungkan dengan fistula yang terletak antara

trakea dan esofagus. Fistula ini menyebabkan komplikasi tambahan sebagai akibat

adanya hubungan antara esofagus dan trakea. Ketika bayi dengan fistula

trakeoesofagus tegang, batuk atau menangis, udara masuk kedalam lambung

melalui fistula. Akibatnya, perut dan usus kecil berdilatasi yang akan mengangkat

diafragma. Keadaan ini akan membuat bayi kesulitan bernafas. Reflux makanan

dan sekresi lambung melalui fistula menuju trakeobronkus dan naik ke esofagus

dapat juga terjadi. Reflux ini dapat menyebabkan pneumonia dan atelektasis. Oleh

10
karena itu, pneumonia dan distress pernafasan merupakan komplikasi yang

biasanya terjadi pada fistula trakeoesofagus.2,3

Pada atresia esofagus, kelainan juga terjadi pada trakea. Kelainan tersebut

terdiri atas defisiensi absolut cartilago trakea dan meningkatnya panjang muskulus

tranversus yang terletak di posterior dinding trakea. Pada kasus yang berat,

abnormalitas ini dapat menjadi tracheomalacia dengan kolaps trakea sekitar 1-2

cm pada segmen sekitar fistula.10

2.5. KLASIFIKASI

Klasifikasi asli oleh Vogt pada tahun 1929 dan masih digunakan sampai

saat ini. Ladd (1944) dan Gross (1953) memodifikasi klasifikasinya. Adapun

klasifikasi atresia esophagus menurut Vogt adalah sebagai berikut:10

1. Atresia esofagus dengan fistula trakeoesofagus distal (86%, Vogt 111b.

Gross C)

Ini merupakan jenis yang paling sering terjadi. Esofagus bagian proksimal

berdilatasi dan dinding muskular akan menebal dan berujung pada mediastinum

superior setinggi vertebra thoracis III sampai IV. Esofagus distal (Fistel), yang

mana lebih tipis dan sempit, memasuki dinding posterior trakea setinggi carina

atau 1-2 cm diatasnya. Jarak antara esophagus proksimal yang buntu dan fistula

trakheaesofagus distal bervariasi mulai dari bagian yang overlap hingga yang

berjarak jauh.10

11
Gambar 4. Esophageal atresia (EA) with distal tracheoesophageal fistula (TEF). Frontal view of

the chest and abdomen of a neonate demonstrates a tube in the proximal pouch in this patient with

EA. The presence of bowel gas implies the presence of a distal TEF, making this the most

common type of EA/TEF.

2. Atresia esofagus terisolasi tanpa fistula (7%, Vogt 11, Gross A)

Esofagus distal dan proksimal benar-benar berakhir tanpa hubungan

dengan segmen esophagus proksimal, dilatasi dan dinding menebal dan biasanya

berakhir setinggi mediastinum posterior sekitar vetebra thorakalis II. Esofagus

distal sangat pendek dan berakhir pada jarak yang bervariasi diatas diagframa.10

12
Gambar 5. Isolated esophageal atresia (EA). Frontal view of the chest and abdomen demonstrates

a catheter in the proximal pouch in this patient with EA. Note the absence of bowel gas in this

patient with EA, but it is not associated with a tracheoesophageal fistula (TEF).

3. Fistula trakeoesofagus tanpa atresia (4%, Gross E)

Terdapat hubungan fistula antara esophagus yang secara anatomi cukup

intak dengan trachea. Traktus yang mempunyai fistula seperti ini biasa sangat tipis

dengan diameter 3-5 mm dan umumnya berlokasi pada daerah servikal paling

bawah. Biasanya fistulanya hanya satu tapi pernah ditemukan dua atau tiga

fistula.10

13
Gambar 6. H-type tracheoesophageal fistula (TEF). Oblique barium esophagogram demonstrates

a fistula (arrow) arising from the anterior esophagus and extending anterosuperiorly to the trachea.

4. Atresia esofagus dengan fistula trakeoesofagus proksimal (2%, Vogt III,

Gross B)

Kelainan yang jarang ditemukan namun perlu dibedakan dari jenis

terisolasi. Fistula bukan pada ujung distal esofagus tapi berlokasi 1-2 cm diatas

dinding depan esofagus.10

14
Gambar 7. A blind pouch with a fistula to the trachea from the upper portion of the esophagus

accounts for 2 percent of cases.

5. Atresia esofagus dengan fistula trakeoesofagus proksimal dan distal (<1%,

Vogt IIIa, Gross D)

Pada kebanyakan bayi, kelainan ini sering terlewati (misdiagnosa) dan

diterapi sebagai atresia proksimal dan fistula distal. Sebagai akibatnya infeksi

saluran pernapasan berulang. Jika fistula bagian proximal tidak teridentifikasi

sebelum operasi, diagnosisnya seharusnya dicurigai dari kebocoran gas banyak

keluar dari kantong atas selama membuat anastomosis dari esofagus.10

15
Gambar 8. Two fistula connections to the trachea from the upper and lower portions of the

esophagus accounts for 1 percent of cases.

2.6. MANIFESTASI KLINIS & DIAGNOSIS

Tanda pertama dari atresia esofagus pada fetus biasanya berupa

polyhidramnion pada ibu bayi, meskipun penyebab polyhidramnion luas termasuk

atresia usus halus, hernia diaphragmatica maupun lesi intrathoracal. Akan tetapi

tidak ditemukannya gelembung perut (bubble stomach) pada bayi masa gestasi 18

minggu dengan ibu yang polyhidramnion kemungkinan besar oleh karena atresia

esofagus. Secara keseluruhan sensifitas dari USG sekitar 42 %.

16
Gambar 9. Hasil USG tidak terdapatnya gambaran stomach bubbe/gelembung gas pada

atresia esophagus.

Polihidraminon sendiri merupakan indikasi yang lemah dari atresia

esofagus (insiden 1%). Polihidramnion merupakan keadaan dimana terdapat

jumlah cairan amnion yang sangat banyak. Tanda ini bukanlah diagnosa pasti,

tetapi jika ditemukan harus dipikirkan kemungkinan atresia esofagus. Cairan

amnion secara normal mengalami proses sirkulasi dengan cara ditelan,

dikeluarkan melalui urine. Pada atresia esofagus/fistula atresia esofagus, cairan

amnion yang ditelan dikeluarkan kembali karena menumpuknya cairan pada

kantong esofagus sehingga meningkatkan jumlah cairan amnion, maka terjadilah

polihidramion.

17
Gambar 10. Hasil USG: Polihidramnion berat pada atresia esofagus

Pemeriksaan penunjang yang lain yang dapat digunakan untuk

meningkatkan keakuratan diagnosa ialah USG pada leher janin untuk melihat

kantong esofagus yang buntu di proximal dan untuk mengamati proses menelan

pada janin. Serta MRI dapat digunakan untuk membantu diagnosa.3,10

Secara umum atresia esofagus harus dicurigai pada pasien dengan:

 Kasus Ibu dengan Polyhidramnion

 Jika kateter yang digunakan untuk resusitasi pada waktu lahir tidak bisa

dimasukkan ke dalam lambung

 Jika bayi yang baru lahir timbul sesak nafas yang disertai sekresi mulut

yang berlebihan

 Jika tersendak, sianosis, atau batuk pada waktu berupaya menelan

makanan karena aspirasi cairan ke dalam jalan nafas2,9

Bayi baru lahir dengan ibu polihidramnion dapat dites dengan nasogastric

tube yang dapat masuk sampai ke lambung setelah kelahiran untuk menyingkirkan
18
kemungkinan adanya atresia esofagus. Bayi dengan Atresia Esofagus tidak

mampu menelan saliva dan ditandai dengan saliva yang banyak, sering batuk dan

memerlukan suction berulang oleh karena atresia esofagus yang menyebabkan

isinya tertumpuk di bagian proximal esofagus. Pada Atresia Esofagus, kateter

tidak bisa lewat melebihi 9-10 cm dari hidung ke gaster. Rongent dada dan

abdomen memperlihatkan ujung kateter tertahan. Disuperior mediatinum (T2-4),

sementara gas pada perut & usus menunjukkan adanya fistula trakheoesofagus

distal. Tidak adanya gas gastro intestinal menunjukkan atresia esofagus yang

terisolasi1,3

Umumnya Atresia Esofagus mempunyai gambaran klinis terdapat banyak

gelembung mukus yang berbusa, dan putih di mulut bayi, serta kadang kadang

pada hidung. Bayi juga mengalami pernapasan yang tersedak disertai episode

batuk dan muntah serta sianosis. Episode ini biasanya bertambah berat pada saat

janin di beri ASI. Jika terdapat fistula pada trakeoesofagus maka akan tampak

berkembang distensi abdomen oleh karena adanya gas pada saluran

pencernaan.6,11,19

Gejala-gejala kelainan atresia esofagus ini bervariasi tergantung dari tipe

kelainan fistula trakeoesofagus yang ada. Pada bayi yang dengan hanya atresia,

diagnosis biasanya dibuat setelah kelahiran. Saliva tidak bisa terletak secara

mengisi mulut dan nostril kemudian mengalami regurgitasi. Bayi dengan fistula

pada bagian proksimal menghambat pernafasan, distress, dan sianosis selama

makan. Pada bayi dengan atresia dan fistula distula, saliva yang banyak dan

19
regurgitasi muncul bersamaan dengan sianosis dan pneumonia sekunder yang

terjadi akibat refluks dari isi lambung. Selain itu, udara biasanya masuk keperut,

sehingga perut menjadi timpani dan mungkin menjadi begitu kembung sehingga

mengganggu pernapasan. Jika kedua fistula proksimal dan distal ada, biasanya

fistula proksimal yang memberikan gejala. Tipe yang berikutnya merupakan tipe

fistula trakeoesofagus tanpa atresia atau fistula tipe-H, akan menimbulkan gejala

batuk dan tersedak sewaktu makan, pneumonia berulang dan distensi abdomen

intermitten. Pada beberapa kasus yang jarang, kelainan dapat diagnosis pada masa

kanak-kanak. Sedangkan pada pasien dewasa biasanya muncul dengan pneumonia

rekuren dan bronkiektasis1,3

Pada neonatus dengan atresia esofagus atau tracheasofageal fistual, trachea

juga akan mengalami gangguan yang dikenali sebagai tracheomalacia.

Trhaceomalacia berarti trakea menjadi lebih lunak dan rigiditasi lebih rendah

dibanding normal. Tracheomalacia ini mungkin bervariasi pada beberapa anak.

Trahceaomalacia dapat menyebabkan “barking cough”. Hal ini berpengaruh pada

pertumbuhan. Terkadang tracheomalacia lebih berat dan butuh penanganan

tambahan.5

GAMBARAN RADIOLOGI

Terdapat beberapa pemeriksaan radiologi yang dapat menunjang diagnosis atresia

esofagus:

20
Foto Thorax

Pemeriksaan radiologic foto thoraks dilakukan dengan memsaukkan sonde

lambung ke dalam esofagus, kalau perlu kateter diisi kontras non ionic.

Penampakan radiografi pada kasus atresia esofagus tergantung dari tipe atresia

esofagus itu sendiri, apakah terdapat fistula trakeoesfagus atau tidak beserta letak

dari fistula itu sendiri. Atresia esofagus sendiri terdapat beberapa tipe, berikut tipe

dari atresia esofagus tersebut beserta gambaran radiologisnya19 :

1. Atresia Esofagus dengan fistula trakeoesofagus pada bagian distal

Distensi gas pada bagian perut dan usus halus (disebabkan udara melewati fistula

kemungkinan akan ditemukan. Foto akan memperlihatkan gambaran udara yang

sedikit jika fistula okolusi. Sejumlah udara akan terlihat pada esofagus, meskipun

biasanya udara dalam esofagus pada neonatus dan anak-anak normal, selain itu

akan tampak gas pada abdomen.2,19

Gambar 11. Gambaran Atresia esofagus dengan fistula trakeoesofagus di bagian distal. Tampak

orogastric tube di bagian proximal esofagus serta terlihat gas pada usus di abdomen. 12

21
Gambar 12. Pada gambaran thorax dan abdomen tampak depan neonatus memperlihatkan saluran

di kantung proksimal pada pasien dengan AE ini. Adanya gas pada bagian perut menunjukkan

adanya fistula trakeoesofagus distal. Kelainan ini yang paling sering terjadi. 2

2. Atresia Esofagus Tanpa Fistula Trakeoesofagus

Dilatasi dari kantong proksimal esofagus yang berisi udara, akan

menyebabkan trakea maju ke bagian depan. Abdomen tidak akan memperlihatkan

penampakan gas. Kantung esofagus bagian bawah dapat dilihat dengan

menggunakan pemasukan barium dengan gastrostonomi2,19

22
Gambar 13. Gambaran Atresia esophagus tanpa adanya fistula trakeoesofagus di bagian distal

maupun proximal esofagus. Tampak abdomen tidak memperlihatkan gas sama sekali12.

Gambar 14. Esophageal Atresia. Tampak ujung kateter yang tidak mencapai abdomen, serta tidak

adanya gas yang tampak pada daerah abdomen.4

3. Atresia Esofagus dengan fistula trakeoesofagus pada bagian proximal

23
Pada gambaran radiografi, tanda-tandanya sama dengan yang didapatkan pada

atresia esofagus tanpa fistul. Pemeriksaan dengan menggunakan barium mungkin

akan mengalami kegagalan dalam pemeriksaan ini. Gambaran fistula

membutuhkan pemeriksaan videofluoroskopi selama pengisian pada kantung

proksimal2

Gambar 15. Pada pemeriksaan barium meal posisi pronasi oblik menunjukkan aspirasi pada paru

kanan akibat adanya fistula trakeoesofagus proximal.13

4. Fistula Trakeoesofagus tanpa atresia esofagus (H-Type)

Pneumonia rekuren mungkin akan terlihat, dengan bentuk pneumonia

secara umum. Penggambaran fistula sulit dilakukan. Sejumlah udara akan terlihat

pada esophagus. Pemeriksaan dengan kontras merupakan pemeriksaan pilihan

untuk diagnosis. Kontrak non-ionik merupakan pilihan kontras; dilusi barium

dapat digunakan sebagai kontras alternatif. Jika pasien diintubasi atau dengan foto

24
kontas menunjukkan trakea tanpa gambaran fistula, maka esofagram sebaiknya

dilakukan pada pasien ini.2

Gambar 16. Foto Sebelah Kanan: Fistula trakeoesofagus tanpa atresia. Pada pemeriksaan

esofagogram menunjukkan adanya fistula ( tanda panah) dari bagian anterior esofagus (e) menuju

bagian posterior trakea (t). Foto Sebelah Kiri : H-Type Fistula Trakeoesofagus4,14.

CT-SCAN

Pemeriksaan CT-Scan sangat jarang dilakukan untuk mendiagnosa atresia

esofagus. Biasanya pemeriksaan ini digunakan pada pasien yang lebih dewasa.
25
Gambar CT-scan penampakan aksial sulit untuk diindefikasi; fistula kemungkinan

hanya terlihat sebagian, tidak nampak seluruhnya. Pemeriksaan CT penampakan

sagital selalu digunakan untuk mendiagnosis atresia esofagus pada neonatus

secara akurat. Metode ini dapat memperlihatkan gambar panjang esofagus,

lengkap dengan atresia, fistula dan batas-batasnya. Pemeriksaan ini jika

dikombinasikan dengan endoskopi akan lebih memberi keuntungan, sebagai

tambahan untuk membantu diagnosis atresia esofagus.2

Gambar 17. Gambaran CT pada neonatus perempuan yang berumur 1 hari dengan esophageal

atresia. Pada gambaran CT helical tranversal menunjukkan adanya distensi udara pada esofagus

proksimal (tanda panah). Adanya volume yang berkurang berhubungan dengan opasifikasi cairan

yang menipis pada hemithorax kanan, berdilatasi, esofagus distal yang terisi cairan yang

menunjukkan aplasia yang berdekatan pada paru paru kanan.15

26
USG

USG merupakan pemeriksaan yang tidak rutin dilakukan untuk

mendiagnosis atresia esofagus setelah kelahiran, akan tetapi dapat digunakan

sebelum kelahiran. Pada pemeriksaan ini ditemukan adanya gelembung udara

pada perut fetus yang dikombinasikan dengan polihidramnion pada ibu, yang

mengarah ke diagnosis atresia esofagus. Kecurigaan akan meningkat jika terdapat

area anehoik pada bagian tengah leher fetus, tanda ini membedakan atresia

esofagus dengan penyakit-penyakit gangguan menelan. Terdapatnya dilatasi

kantung esofagus yang buntu pada pemeriksaan ini dapat merujuk ke atresia

esofagus. Tanda kantung ini telah didapatkan secara langsung pada usia 26

minggu masa gestasi, tetapi onsetnya diperkirakan paling cepat 22 minggu.

Kemungkinan hubungan antara peningkatan tranlusens nuchal didapatkan pada

trimester pertama dan atresia esofagus telah ditemukan2

Gambar 18. Pada ultrasound sagital sisi kiri fetus menunjukkan jantung, polihidramion dan tidak

adanya gambaran lambung16.


27
MRI

Seperti pemeriksaan USG, MRI tidak disarankan untuk diagnosa atresia

esofagus pada bayi setelah kelahiran. Meskipun begitu, MRI memberikan gambar

esofagus dan sekitarnya pada posisi sagital dan karonal, dan resolusi kontrasnya

lebih baik dibandingkan CT-scan. MRI sangat jarang digunakan untuk

menjelaskan lokasi arkus aorta, tetapi sering digunakan untuk diagnosa

malformasi kongenital. Tidak seperti USG, pemeriksaan MRI pada prenatal

memberikan gambar lesi sekitar esofagus dan hubungan dan hubungan anatomi.

MRI pada fetus memberikan bukti akurat untuk diagnosis atresia esofagus pada

anak dengan resiko tinggi berdasarkan penemuan USG. Akan tetapi, pemeriksaan

MRI sulit untuk dilakukan pada kasus polihidramnion karena kualitas gambar

yang kurang baik.2

28
Gambar 19. Merupakan fetus berumur 32 minggu dengan atresia esofagus dan tidak adanya

lambung, hasil yang ditandai polihidramion17.

DIAGNOSIS BANDING

Gejala awal dari atresia esofagus yang merupakan salah satu faktor resiko

dari penyakit ini ialah polyhidramnion, atresia esofagus bukanlah satu-satunya

penyebab dari polyhidramnion. Berikut beberapa penyakit yang dapat

menyebabkan polyhidramnion pada bayi selain dari atresia esofagus3 :

1. Atresia Intestinal

Gambar 20. Pada pemeriksaan sonografi pada fetus yang berumur 35 minggu menunjukkan

adanya tanda “double bubble” yang merupakan karakteristik atresia duodenal sama dengan

polihidramion.11

29
2. Hernia Diafragmatica

Gambar 21. Gambaran Radiologis pada anak yang mengalami hernia diafgramatica11

2.7. TATALAKSANA DAN TERAPI

Sekali diagnosis atresia esofagus dibuat, persiapan harus dibuat untuk

koreksi pembedahan. Orofaring dibersihkan, dan French tube di pasang untuk

suction kontinus dari kantung atas esofagus, kepala bayi harus elevasi. Cairan

Intra Vena (10% dextrose) dapat diberika, O2 tetapi digunakan sebagai kebutuhan

untuk pemeliharaan saturasi O2 normal. Pada janin dengan kegagalan respirasi.

Endotrakeal intubasi harus dilakukan. Ventilasi bag-mask tidak dibutuhkan oleh

karena dapat menyebabkan distensi lambung akut yang membutuhkan gastrotomi

emergensi.3

Jika diduga terjadi spesis atau infeksi pulmonal, antibiotik spekrum luas

(seperti ampicillin dan gentamicyn) harus diberikan. Beberapa sumber

merekomendasikan memulai antibiotik intra vera secara empiris karena

30
peningkatan resiko aspirasi. Bayi harus dipindahkan ke senter tersier yang

memiliki NICU.3

Sebelum pembedahan, bayi dievaluasi untuk mengetahui abnormal

kongenital yang lain. Foto thoraks dapat mengevaluasi abnormalitas skeletal,

malformasi kordiovaskular, pneumonia dan lengkung aorta kanan. Foto abdomen

bertujuan mengevaluasi abnormalitas skeletal, obstruksi intestinal dan malrotasi.

Foto thoraks dan abdomen biasanya sudah mencukupi, penggunaan kontraks tidak

terlaku sering dibutuhkan untuk mengevaluasi atresia esofagus. Echocardiogram

dan renal ultrasonogram mungkin dapat membantu.3,

Gastrotomi untuk dekompresi lambung digunakan pada pasien dengan

pnemonia signifikan atau atelektasis untuk mencegah refluk isi lambung melewati

fistel dan menuju trakea. Bayi yang sehat tanpa komplikasi pulmonal atau anomali

mayor yang lain biasanya menjalani perbaikan primer pada beberapa hari

kehidupan, rata-rata harapan hidup pada pasien kelompok ini hampir 100%.3

Pembedahan ditunda pada bayi dengan berat badan lahir rendah,

pneumonia atau anomali mayor yang lain. Bayi prematur dengan BBLR dan bayi

dengan malformasi mayor yang bersamaan diterapi dengan nutrisi parenteral,

gastrotomi dan suction kantong atau sampai mereka dapat dioperasi. Rata-rata

harapan hidup keluarga ini antara 80-95% anomali jantung khusunya merupakan

penyebab kematian pada kasus yang lebih kompleks.3

31
Gambar 22. Tampak esofagus anak yang telah menjalani operasi perbaikan dari atresia esofagus

dengan fistula trakeoesofagus18

2.8. PROGNOSIS

Tahun 1962, Waterson dkk membuat klasifikasi bayi yang lahir dengan Atresia

Esofagus menjadi 3 grup dengan harapan hidup yang berbeda. Klasifikasi menurut

BB lahir, kelainan lain yang berhubungan, dan adanya pneumonia:

 Grup A : > 5 ½ lb (1800 – 2500 gr ) dan baik

 Grup B :

1. BB Lahir 4-5 (1800-2500 gr) dan baik.

2. BB lahir > tinggi, pneumonia moderat & kelainan kongenital

 Grup C :

1. BB lahir < 4 lb (1800gr)

2. BB lahir > tinggi & pneumonia berat & kelainan kongenital berat.
32
Klasifikasi ini merujuk pada 113 kasus yang ditangani dari RS Great

Ormond Street dari 1951-1959. 38 bayi di grup A, hampir semua selamat (95%)

hanya 2 yang tidak. Dari 43 bayi di grup B, 29 selamat (68%) sementara hanya 2

bayi dari 32 yang selamat di grup C.

Selama 40 tahun telah terjadi peningkatan angka survival rate berkaitan

dengan diagnosis dan terapi pada kelainan lain yang berhubungan. Kemajuan di

bidang teknik anastesi dan intensive care bagi neonatus cukup memuaskan.

Klasifikasi Waterson berdasarkan 357 bayi dengan atresia esofagus yang dirawat

di Rumah sakit dari 1980-1992:

 Grup A. 153 dari 154 selamat (99%)

 Grup B. 72 dari 76 selamat (95% )

 Grup C. 101 dari 142 selamat (71%)

Kalsifikasi menurut Spitz terhadap keselamatan pada Atresia Esofagus:

 Grup I : BB lahir > 1500 gr tanpa kelainan jantung mayor (utama)

 Grup II : BB lahir < 1500 atau dengan kelainan jantung mayor

 Grup III : BB lahir < 1500 + kelainan jantung mayor

Kelainan jantung mayor didefinisikan sebagai kelainan jantung kongenital

sianotik yang memerlukan terapi paliatif atau lebih atau kelainan jantung

kongenital cyanotic yang memerlukan bedah untuk gagal jantung. Berdasarkan

klasifikasi Scheme, angka keselamatan di grup I 96 %, grup II 59 % dan grup III

33
22 % pada tahun 1980, tetapi sudah meningkat menjadi 98 %, 82% dan 58 % pada

saat ini. Penelitian dari montreal mengidentifikasikan hanya preoperative yang

tergantung ventilator dan kelainan penyerta yang berat dengan prognosis

signifikan. 10

34
BAB III

KESIMPULAN

 Atresia esofagus adalah kelainan kongenital dari traktus digestivus yang

sudah dapat dideteksi pada sebelum kelahiran (prenatal).

 Penanganan yang komprehensif dapat memperbaiki angka harapan hidup

penderita atresia esophagus.

 Prognosa atresia esofagus tergantung pada banyaknya kelainan kongenital

lain dan komplikasi yang didapatkan oleh bayi tersebut.

35
DAFTAR PUSTAKA

1. Nelson EW. Nelson textbook of pediatrics. Ed.18. Edited by Robert M.

Kliegman, Hal B. Jenson, Richard E. Behrman and Bonita F. Stanton.

Saunders Elsevier. Amerika Serikat. 2007. Chapter 315 Page 1541 &

Chapter 316 Page 1543-1544.

2. Kronemer Keith A. and Warwick AS. Imaging in esophageal atresia and

tracheosophageal fistula. (Online) Updated 25 May 2011 (Cited on 29

september 2016). Available from URL :

http://emedicine.medscape.com/article/414368-overview

3. Clark, Dwayne C. Esophagealatresia and tracheosophageal fistula.

(Online) Updated 15 Februari 1999 (Cited on 29 september 2016).

Available from URL : http://www.aafp.org/afp/910/html

4. Hardy, Maryann And Stephen Boynes. Paediatric radiography. Blackwell

Science. University of Bradford. Australia. 2003. Page 109-110.

5. University Of Michigan Health System, Departement Of Surgery.

Esophageal atresia. (Online) (Cited on 29 september 2016). Available

from: http://surgery.med.umich.edu/pediatric/clinical/patient_content/a-

m/esophageal_atresia_patient.shtml

36
6. Barksdale, Edward M in Basil J. Zitelli and Holly W. Davis. Atlas of

pediatric physical diagnosis fifth edition. Elvesier Health. Philadelphia.

2007. Chapter 2 Page 28 & Chapter 7 Page 623-628.

7. Putz, R. and R. Pabst, Atlas anatomi manusia sobotta jilid 2. ECG.

Indonesia. 2007. Hal. 104.

8. Wibowo, Daniel S. dan Widjaja Paryana. Anatomi tubuh manusia. Graha

Ilmu. Indoneisa. 2009. Hal. 324-325.

9. Lucile Packard Children’s fistula Hospital. Tracheosophageal and

esophageal atresia. Stanford University of Medicine. California. (Online)

(Cited on 30 september 2016). Available from:

http://www.lpch.org/DiseaseHealthInfo/HealthLibrary/digest/tracheo.html

10. Spitz, Lewis. Oesophageal atresia. Orphanet Journal of Rare Disease. Bio

Med Central. 11 May 2007.

11. Gunderman, Richard B. Essential radiology second edition. Thieme

Medical Publisher. Newyork. 2006. Page 306.

12. Devos, A.S. and J.G.Blickmann. Radiological imaging of the digestive

tract in infants and children. Springer. Netherland. 2008. Page 86-87.

13. Tamay, Zeynep dkk. A congenital proximal tracheoesophageal fistula 14

years after surgical repair of esophageal atresia with distal

tracheoesophageal fistula. The Turkish Jurnal of Pediatrics. 2008.

37
14. Radiological Society of North America. Congenital anomalies of the upper

gastrointestinal tract. United States. (Online) Updated on July 1999 (Cited

on 30 september 2016). Available from URL :

http://radiographics.rsna.org/content/19/4/855/F6.expansion

15. American Journal of Roentgenology. Esophageal atresia. United States.

(Online) (Cited on 30 september 2016). Available from URL

:http://www.ajronline.org/cgi/content/full/181/5/1391/FIG6

16. Imaging Consult. Atresia esophageal. (Online) (Cited on 30 september

2011). Available from URL:

http://imaging.consult.com/image/case/dx/Obstetrics%20and%20Gynecol

ogy?title=Atresia,%20Esophageal&image=fig1&locator=gr1&pii=S1933-

0332(08)70523-8

17. Atlas of fetal MRI. Esophageal atresia. (Online) (Cited on 27 September

2016). Available from URL :

http://radnet.bidmc.harvard.edu/fetalatlas/chest/esophatresia/esophatresia.h

tml

18. Javors, Bruce R. and Ellen L. Wolf. Radiology of the postoperative GI

tract. Springer-Verlang. New York. 2003. Page 71

19. Rasad, Sjahriar. Radiologi diagnostik FKUI. Balai Penerbit FKUI. Jakarta.

2009. Page 405.

38

Anda mungkin juga menyukai