I. Pendahuluan
Kulit adalah organ tubuh yang terletak paling luar dan membatasinya dari
lingkungan hidup manusia. Kulit merupakan organ yang esensial dan vital serta
merupakan cermin kesehatan dan kehidupan. Salah satu kelainan kulit yang
dapat menyebabkan terganggunya fungsi kulit adalah eritroderma.1
II. Epidemiologi
1
Penyakit kulit yang sedang diderita memegang peranan penting lebih dari
setengah kasus dari eritroderma. Identifikasi psoriasis mendasari penyakit kulit
lebih dari seperempat kasus. Didapatkan laporan bahwa terdapat 87 dari 160
kasus adalah psoriasis berat.6
III. Etiologi
Keadaan ini banyak ditemukan pada dewasa muda. Obat yang dapat
menyebabkan eritroderma adalah arsenik organik, emas, merkuri (jarang),
penisilin, barbiturat. Insiden ini dapat lebih tinggi karena kebiasaan
masyarakat orang sering melakukan pengobatan sendiri dan pengobatan
secara tradisional.2Waktu mulainya obat ke dalam tubuh hingga timbul
penyakit bervariasi dapat segera sampai 2 minggu. Gambaran klinisnya
adalah eritema universal. Bila ada obat yang masuk lebih dari satu yang
masuk ke dalam tubuh diduga sebagai penyebabnya ialah obat yang paling
sering menyebabkan alergi.3,13
2
Eritroderma et causa psoriasis, merupakan eritroderma yang paling
banyak ditemukan dan dapat disebabkan oleh penyakit psoriasis maupun
akibat pengobatan psoriasis yang terlalu kuat.3
Dermatitis seboroik pada bayi juga dapat menyebabkan eritroderma
yang juga dikenal sebagai penyakit Leiner. Etiologinya belum diketahui pasti.
Usia penderita berkisar 4-20 minggu.Ptyriasis rubra pilaris yang berlangsung
selama beberapa minggu dapat pula menjadi eritroderma. Selain itu yang
dapat menyebabkan eritroderma adalah pemfigus foliaseus, dermatitis
atopik dan liken planus.2,3
3
Dermatitis seboroik Dermatitis Yodium
Dermatitis statis papuloskuamosa pada Isoniazid
AIDS Kuinidin
Kaptopril
Sumber: Fitzpatrick et all. Fitzpatrick’s dermatology in general medicine.
IV. Patofisiologi
Reaksi tubuh terhadap suatu agen dalam tubuh (baik itu obat-obatan,
perluasan penyakit kulit dan penyakit sistemik)adalah berupa pelebaran
pembuluh darah kapiler (eritema) yang generalisata.Eritema berarti terjadi
pelebaran pembuluh darah yang menyebabkan aliran darah ke kulit meningkat
sehingga kehilangan panas bertambah. Akibatnya pasien merasa dingin dan
4
menggigil. Pada eritroderma kronis dapat terjadi gagal jantung. Juga dapat
terjadi hipotermia akibat peningkatan perfusi kulit. Penguapan cairan yang
makin meningkat dapat menyebabkan dehidrasi. Bila suhu badan meningkat,
kehilangan panas juga meningkat. Pengaturan suhu terganggu. Kehilangan
panas menyebabkan hipermetabolisme kompensatoar dan peningkatan laju
metabolisme basal. Kehilangan cairan oleh transpirasi meningkat sebanding laju
metabolisme basal.1,6
Eritroderma akut dan kronis dapat menganggu mitosis rambut dan kuku
berupa kerontokan rambut dan kuku berupa kerontokan rambut difus dan
kehilangan kuku. Pada eritroderma yang telah berlangsung berbulan – bulan
dapat terjadi perburukan keadaan umum yang progresif.2
V. Manifestasi Klinis
5
terkena, dapat terjadi alopesia, perubahan kuku, dan kuku dapat lepas. Pada
eritroderma, skuama tidak selalu terdapat, misalnya eritroderma karena alergi
obat sistemik, pada mulanya tidak disertai skuama, skuama kemudian timbul
pada stadium penyembuhan timbul.6,10
Kulit kepala dapat terlibat, yang akan meluas ke folikel rambut dan matriks
kuku. Kurang lebih 25% dari pasien mengalami alopesia, dan pada banyak
kasus, kuku akan mengalami kerapuhan sebelum lepas seluruhnya. Telapak
tangan dan kaki biasanya ikut terlibat, namun jarang mengenai membran
mukosa. Sering terjadi pula bercak hiper dan hipopigmentasi.Pada eritroderma
kronis, eritema tidak begitu jelas karena bercampur dengan hiperpigmentasi.2,6
Epidermis berukuran tipis pada awal proses penyakit dan akan terlihat
dan terasa tebal pada stadium lanjut. Kulit akan terasa kering dengan krusta
berwarna kekuningan yang disebabkan serum yang mengering dan
kemungkinan karena infeksi sekunder. Pada beberapa kasus, manifestasi klinis
yang muncul pada eritroderma yang akut menyerupai nekrolisis epidermal
toksik, walaupun secara patofisiologi sangat berbeda.6
Gambar 2. Eritroderma karena alergi obat (gambar kiri); Red Man Syndrome
(gambar kanan)
Sumber: www.your-doctor.net/dermatology_atlas
7
VI. Diagnosis
Diagnosis agak sulit ditegakkan, harus melihat dari tanda dan gejala yang
sudah ada sebelumnya misalnya, warna hitam-kemerahan di psoriasis dan
kuning-kemerahan di pilaris rubra pityriasis; perubahan kuku khas psoriasis;
likenifikasi, erosi, dan ekskoriasi di dermatitis atopik dan eksema menyebar,
relatif hiperkeratosis tanpa skuama,dan pityriasis rubra; ditandai bercak kulit
dalam eritroderma. Dengan beberapa biopsi biasanya dapat menegakkan
diagnosis.2,6,9
pikirkan DD lain
+
Diagram 1. Diagnosis pasien yang dicurigai
(CBC = pemeriksaan sel darah, CXR = x-ray thoraks)
Sumber: Champion RH ed. Rook’s, textbook of dermatology, 5th ed
8
Dermatitis atopik adalah peradangan kulit kronis yang terjadi di
lapisan epidermis dan dermis, sering berhubungan dengan riwayat atopik
pada keluarga asma bronchial, rhinitis alergi, konjungtivitis. Atopik terjadi
diantara 15-25% populasi, berkembang dari satu menjadi banyak kelainan
dan memproduksi sirkulasi antibodi IgE yang tinggi, lebih banyak karena
alergi inhalasi. Dermatitis atopik adalah penyakit kulit yang mungkin terjadi
pada usia berapapun,tetapibiasanyatimbulsebelumusia5tahun. Biasanya,
adatigatahap: balita, anak-anak dan dewasa.5,8
Dermatitis atopik merupakan salah satu penyebab eritroderma pada
orang dewasa dimana didapatkan gambaran klinisnya terdapat lesi pra-
existing, pruritus yang parah, likenifikasi dan prurigo nodularis, sedangkan
pada gambaran histologi terdapat akantosis ringan, spongiosis variabel,
dermal eosinofil dan parakeratosis.3,8
2. Psoriasis
Eritroderma psoriasis dapat disebabkan oleh karena pengobatan
topikal yang terlalu kuat atau oleh penyakitnya sendiri yang meluas. Ketika
psoriasis menjadi eritroderma biasanya lesi yang khas untuk psoriasis tidak
tampak lagi karena terdapat menghilang dimana plak-plak psoriasis
menyatu, eritema dan skuama tebal universal. Psoriasis mungkin menjadi
eritroderma dalam proses yang berlangsung lambat dan tidak dapat
dihambat atau sangat cepat. Faktor genetik berperan. Bila orang tuanya tidak
menderita psoriasis resiko mendapat psoriasis 12%, sedangkan jika salah
seseorang orang tuanya menderita psoriasis resikonya mencapai 34 –
39%.2,9
Psoriasis ditandai dengan adanya bercak-bercak, eritema berbatas
tegas dengan skuama yang kasar, berlapis-lapis dan transparan disertai
fenomena tetesan lilin, Auspitz, dan Kobner.3
3. Dermatitis seboroik
Dermatitis seboroikadalah peradangan kulit yang kronis
ditandaidenganplakeritema yang sering terdapat pada daerah tubuh yang
banyak mengandung kelenjar sebasea sepertikulit kepala, alis,
9
lipatannasolabial, belakang telinga, cuping hidung, ketiak, dada, antara
skapula. Dermatitis seboroik dapat terjadi pada semua umur, dan meningkat
pada usia 40 tahun. Biasanya lebih berat apabila terjadi pada laki-laki
daripada wanita dan lebih sering pada orang-orang yang banyak memakan
lemak dan minum alkohol.2,10
Biasanya kulit penderita tampak berminyak, dengan kuman
Pityrosporum ovale yang hidup komensal di kulit berkembang lebih subur.
Pada kepala tampak eritema dan skuama halus sampai kasar (ketombe).
Kulit tampak berminyak dan menghasilkan skuama putih yang berminyak
pula. Penderita akan mengeluh rasa gatal yang hebat. (3)DS dapat
diakibatkan oleh ploriferasi epidermis yang meningkat seperti pada psoriasis.
Hal ini dapat menerangkan mengapa terapi dengan sitostatik dapat
memperbaikinya. Pada orang yang telah mempunyai faktor predisposisi,
timbulnya DS dapat disebabkan oleh faktor kelelahan sterss emosional
infeksi, atau defisiensi imun.10
2. Histopatologi
IX. Penatalaksanaan
11
Pada eritroderma idiopatik, pemberian steroid diindikasikan apabila
pengunaan terapi konservatis tidak menunjukan perbaikan. Rata-rata 100-300
mg kortison diberikan perhari dan biasanya digunakan sebagai terapi awal,
walaupun dosis rumatan harian hanya 50 mg kortison. Pemberian kortikosteroid
harus dipantau secara ketat dalam hal efek samping, terutama pada pasien usia
lanjut.2
X. Komplikasi
Banyak sistem organ selain epidermis dan dermis juga terlibat pada
eritroderma. Limpadenopati terjadi pada 60% dari sebagian besar kasus.
Hepatomegali ditemukan pada 20% kasus (Abrahams et al.). spenomegali
ditemukan pada 3% kasus (kesemuanya mengalami limpoma) baik pada
stadium awal dan pada hampir 20% stadium akhir.
XI. Prognosis
12
Prognosis eritroderma tergantung pada proses penyakit yang
mendasarinya.Prognosis pada kasus alergi obat adalah baik setelah obat
dihentikan.Penyembuhan golongan ini adalah yang tercepat dibandingkan
dengan golongan lain.Prognosis kasus akibat gangguan sistemik seperti
limfoma akan tergantung pada keberhasilan pengobatan penyakitnya itu
sendiri.Kasus idiopatik adalah kasus yang sulit diramalkan, dapat bertahan
dalam waktu yang lama, dan seringkali disertai dengan keadaan umum yang
lemah.
XII. Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA
13
1. Wasitaatmadja SM. Anatomi kulit. Djuanda A. Ilmu penyakit kulit dan
kelamin. 5th ed. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
2007.p;3-5.
2. Champion RH. Eczema, Lichenification, prurigo, and erythroderma. In:
Champion RH eds. Rook’s, textbook of dermatology, 5th ed. Washington;
Blackwell Scientific Publications. 1992.p;17.48-17.52.
3. Djuanda A. Dermatosis eritroskuamosa. Ilmu penyakit kulit dan kelamin. 5 th
ed. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2007.p;197-200.
4. Sanusi UH. Erythroderma (generalized exfoliative dermatitis). Emedicine
(updated 24 Januari 2012; cited 10 Februari 2012). Available from: URL:
http://emedicine.medscape.com/article/1106906-overview
5. Shimizu H. Shimizu’s textbook of dermatology. 1st ed. Hokkaido: Nakayama
Shoten Publishers; 2007.p; 122-25, 98-101.
6. Freederg IM. Exfoliative dermatitis. Fitzpatrick et all. Fitzpatrick’s
dermatology in general medicine. 4th ed. Newyork: Mcgraw-Hill. 1996.
Chapter-41.p; 527-531.
7. Siregar RS. Dermatosis eritroskuamosa. Saripati penyakit kulit. 2nd ed.
Jakarta: EGC. 2005.p; 94-106,236-238.
8. Sularsito SA, Djuanda S. Dermatitis. Djuanda A. Ilmu penyakit kulit dan
kelamin. 5th ed. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
2005.p; 138.
9. Imtikhananik. Dermatitis Exfoliativa. Cermin Dunia Kedokt 1992;74:16-18.
10. Utama HW, Kurniawan D. Erupsi alergi obat. Tesis. Palembang: Fakultas
Kedokteran Universitas Sriwijaya.2007.p; 11.
11. Schön MP, Boehncke WH. Psoriasis. N Engl J Med 2005;352:1899-912.
12. Tyrrell JD. Severe exfoliating dermatitis from sodium sulphocyanate
therapy. Can Med Assoc J. 1930 January; 22(1): 80–81.
13. Gupta S et al. Allergic contact dermatitis with exfoliation secondary to
calamine/diphenhydramine lotion in a 9 year old girl. Journal of clinical and
diagnostic research [serial online] 2007 june [cited: 10 Feb 2012]; 1:147-
150. Available from: URL: http://www.jcdr.net/back_issues.asp?issn=0973-
709x&year=2007&month=june&volume=1&issue=3&page=147-150&id=72
14. Akhyani M et al. Erythroderma: a clinical study of 97 cases. BMC
Dermatology. 2005; 5:5
14
15. Bruno TF, Grewal P. Erythroderma: a dermatologic emergency. CJEM
2009;11(3):244-246
15