Anda di halaman 1dari 17

TUGAS

ADOLESCENT IDIOPHATIC SCOLIOSIS


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Skoliosis idiopatik remaja (Adolescent Idiophatic Sciliosis) menurut the scoliosis


research society.1 Adalah suatu kelainan bengkoknya tulang belakang kearah samping
yang terjadi pada kelengkungan paling kurang 11 derajat (yang ditentukan dengan cobb
terhadap foto rontgen konvensional proyeksi posteroanterior berdiri) pada penderita
usia antara 11 tahun dan usia maturitas2,3 tanpa diketahuinya penyebab yang
mendasarinya4.

Adosecent idiophatic scoliosis (AIS) terjadi pada 2-4% remaja usia10 sampai 16
tahun4. Pada kelengkungan skoliosis yang kurang dari 10 derajat rasio terjadinya
skoliosis antara pria dan wanita sama saja, ratio menjadi meningkat pada kelengkungan
diatas 30 derajat4.

Prevalensi kelengkungan tulang belakang lebih besar dari 30 derajat sekitar 0,2 % dan
prevalensi untuk kelengkungan lebih dari 40 derajat sekitar 0,1%4.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

Adolescent Idiophatic Scoliosis (AIS) adalah kelainan struktural,


lateral, rotasi dari curva tulang belakang yang muncul pada anak-anak yang
sehat pada usia setelah pubertas5.

B. Epidemiogi

Scoliosis hadir 2-4% pada anak-anak antara usia 10-16 tahun. Rasio
gadis-gadis dan anak laki-laki dengan kurva kecil yaitu 10⁰ adalah sama
tetapi meningkat dengan rasio gadis-gadis sepuluh terhadap satu laki-laki
dengan kurva lebih besar dari 30⁰. Scoliosis pada anak perempuan cenderung
progresnya lebih sering dan oleh karena itu, gadis-gadis lebih sering
memerlukan perawatan daripada anak laki-laki. Prevalensi kurva lebih besar
dari 30⁰ sekitar 0,2%, dan prevalensi untuk kurva lebih besar dari 40 derajat
adalah sekitar 0,1%6.

Prevalensi dari
Adolescent idiophatic
scoliosis (Usia 10-16
tahun)

Prevalensi

Cobb Angle Pada-Population yang Ratio Wanita Terhadap


beresiko (%) Pria

> 100 2.0-3.0 1.4:2.1

> 200 0.3-0.5 5.4:1


> 300 0.1-0.3 10:1

> 400 <0.1

Tabel 1. Prevalensi dari adolescent idhiopatic scoliosis5.

Kurva yang lebih besar dari 10⁰ adalah batas minimum yang dapat
diterima untuk menetapkan diagnosis true scoliosis. Prevalensi scoliosis
remaja idhiopatic pada pasien dengan kurva lebih besar atau sama dengan
10⁰ berkisar dari 1% hingga 3%. Pada pasien dengan kurva lebih besar yang
memerlukan perawatan (> 30⁰), prevalensi menurun sampai 0,15% - 0,3%.
Pada pasien dengan kurva kecil, rasio perempuan terhdap laki-laki adalah
1.4:1 dan secara dramatis rasio meningkat lebih besar dari 5:1 pada pasien
dengan kurva lebih besar dari 30⁰ atau mereka yang memerlukan perawatan.7

Risiko progresifitas pada pasien dengan toraks kurva 20-29⁰ pada


gadis (Reiser Stage 0-1) telah dilaporkan sekitar 68%, dan ini berkurang 23%
pada pasien dengan kemtangan skeletal yang sudah matang (Reiser stage 2-
4). Kurva dengan apex di atas tingkat T12 memiliki risiko yang lebih tinggi
dalam hal progresifitas jika dibandingkan dengan kurva lumbal. Sejarah
keluarga, derajat rotasi dan gender tidak cenderung untuk membantu
memprediksi progresifitas. Setelah skeletal maturity tercapai, beberapa
faktor yang berkontribusi terhadap risiko perkembangan kurva, dengan
perkiraan priogresifitas 1⁰ per tahun. Kurva Thorasic yang lebih besar dari
50⁰, dan thoracolumbar dan lumbar kurva lebih besar daripada 30⁰ yang
telah dilaporkan dalam studi jangka panjang bahwa risiko progresifitas kurva
tertinggi8.
C. Etiologi

Gambar 1. Diagram etiologi Adolescent idiophatic scoliosis9.

Faktor Genetic
Peran faktor-faktor genetik atau keturunan yang berperan terhadap
terjadinya idhiopathic scoliosis telah dilaporkan secara luas. Pengamatan
klinis serta populasi studi telah mendokumentasikan scoliosis dalam
keluarga, dengan prevalensi lebih tinggi pada kalangan dengan memiki
riwayat idhiopathic scoliosis dikerabatnya daripada dalam populasi umum9

Efek Melatonin
Variasi diurnal dari level melatonin tampaknya penting dalam
menentukan efek faktor ini pada perkembangan idiopatik scoliosis. Pasien
dengan idiopathic scoliosis mungkin diharapkan terjadi penurunan yang
cukup besar untuk melatonin. Tidak ada bukti bahwa pasien dengan
idiopathic scoliosis memiliki ketidakmampuan untuk membentuk melatonin.
Dengan demikian, jika terjadi penurunan kadar melatonin sebagai faktor
dalam perkembangan scoliosis, hal ini terjadi karena perubahan dalam hal
sintesis melatonin atau pengendalian produksi melatonin. Melatonin
memainkan peranan sekunder (langsung atau tidak langsung) dalam
perkembangan idhiopathik scoliosis9.

Efek Jaringan Penyokong


Kolagen dan elastis fiber adalah elemen-elemen utama dalam struktur
pendukung tulang belakang dan telah menjadi focus yang berhubungan dengan
patofisiologi idiopathic scoliosis. Karena scoliosis merupakan karakteristik
fenotipik banyak berhubungan dengan gangguan jaringan ikat, seperti sindrom
marfan, hipotesis bahwa adanya gangguan dalam jaringan ikat merupakan
faktor penyebab idiopatik scoliosis adalah masuk akal. Banyak peneliti
mengakui bahwa kelainan yang dilaporkan dari unsur-unsur yang berpengaruh
terhadap idiopathic scoliosis kemungkinannya memiliki pengaruh sekunder
terhadap kekuatan structural scoliosis itu sendiri9.
Kelainan otot rangka
Tidak ada kesimpulan yang pasti dapat dicapai dengan keterlibatan
etiologi dari kelainan rangka9.
Kelainan Trombosit
Kelainan ini muncul berhubungan dengan kerusakan dalam membran
sel dan termasuk peningkatan kadar intraselular kalsium dan fosfor, penurunan
aktivitas protein kontraktil intraselular, penurunan agregasi trombosit,
peningkatan jumlah intraselular dens bodi, jumlah besar sel-sel metallophilic,
lebih tinggi muatan negatif permukaan trombosit, meningkatkan aktivitas
calmodulin, abnormal struktur peptide rantai myosin, dan penurunan jumlah
situs alpha-2 adrenergik reseptor di platelet. Perubahan pada morfologi dan
fisiologi platelet memungkinkan terjadi kerusakan membran sel pada pasien
dengan idiopathic scoliosis9.
Role of Growth and Development
Pengendalian terhadap pertumbuhan sangatlah kompleks dan
melibatkan interaksi banyak hormon dan growth faktor. Ini termasuk seperti
hormon tiroksin, hormon seksual, growth hormon dan yang seperti releasing
faktor; berbagai growth faktor; dan Modulator seperti calmodulin. Efek
Melatonin mungkin tidak sepenuhnya terpisah dari sumbu growth hormon.
Selanjutnya, melatonin dengan alasan yang kuat telah menunjukan dapat
merangsang secara independen terhadap produksi insulin-like growth factor-1;
oleh karena itu, melatonin mungkin memiliki kapasitas untuk mempengaruhi
pertumbuhan secara independen pada growth hormon9.
Faktor Biomekanik
Sifat mekanik dari jaringan tulang belakang, alignment tulang belakang,
loading abnormal (baik melalui kekuatan atau displacement) dan cara
bagaimana bahwa tulang belakang mensuport tubuh mungkin dapat
berpengaruh dalam perkembangan scoliosis. Proses dinamis ini mungkin juga
menyebabkan perkembangan scoliosis dengan struktur biomekanis tulang
belakang normal. Penelitian berupaya untuk memvalidasi konsep ini yang
dimana telah dimulai baru baru ini9.

D. Progresifitas5
Faktor-faktor tertentu yang berkaitan dengan progresifitas
1. Sex
Progresifitas lebih sering pada wanita
2. Age
Duval-Beaupere, terdapat hubungan antara progresifitas dgn usia,
progrsifitas meningkat pada onset laju pertumbuhan remaja.
3. Menarche
Progresifitas berkurang setelah menarche, Lonstein dan Carlson, 32%
dengan kurva progresif dan 68% dengan kurva nonprogressive pada
mereka yang mengalami menarche visite pertama.
4. Riser sign
Tanda Risser Iliaka apophysis ossification berhubungan dengan
progresifitas. Secara radiografi tampak tanda skeletal maturity. Apophysis
tulang rawan mengalami ossifikasi dari anterior menuju posterior, dan
Risser membagi osifikasi ini menjadi empat bagian, 1 sampai dengan 4, 0
tidak tampak ossifikasi dan 5 telah terjadi fusion ossifikasi pada cap sampai
illium. Insiden progresifitas terbukti berkurang saat dimana tanda Risser
meningkat.
5. Curve pattern
Insiden progresifitas berkaitan dengan pola dari kurva. Secara umum,
kurva ganda progresifitas lebih sering daripada satu kurva. Kurva yang
memiliki insiden progresifitas tertinggi biasanya adalah pola toraks ganda,
pola toraks dan lumbar ganda dan kurva tunggal yang tepat pada toraks.
Kurva dengan insidens terendah perkembangan adalah kurva tunggal pada
lumbar.
6. Curve magnitude
Angka kejadian progresifitas meningkat dengan seiring meningkatnya
derajat besarnya kurva.

E. Klasifikasi Kurva
Pola Kurva
Pola dari kurva menggambarkan lokasi anatomi, jumlah dan arah kurva. Kurva
dapat berlokasi pada upper thoracic, mid-thoracic, thoracolumbar dan mid-
lumbar regions. Arah curva ditentukan oleh covex dan concave side dari curva.
Curva kanan memiliki concavity pada kiri pasien dan convexity pada kanan
pasien dan sebaliknya pada curva kiri10.

Besarnya kurva
Hasil dari bending radiograph menentukan apakah kurva merupakan kurva
major (structural) atau minor (non-struktural). Sisi kiri dan kanan dari bending
x rays adalah umunya diambil dalam posisi supine jadi jumlah dari flexibilitas
spinal colum dapat ditentukan. Tekanan manual atau traksi minimal mungkin
dapat dilakukan selama proses bending radiograph10.
Kurva major memiliki derajat lebih besar, merupakan kurva structural, artinya
bahwa kurva tidak dapat dilakukan bend out pada saat dilakukan bending x
rays. Kurva major umumnya ± > 10⁰ dibandingkan kurva minor. The Scoliosis
Research Society menjelaskan bahwa major curve adalah sebagai nilai hasil
pengukuran cobb yang terbesar pada posisi xray berdiri dan tidak terpengaruh
oleh side bending10.
Kurva minor umumnya dapat dilakukan bend out pada bending radiograph,
merupakan kurva non-struktural. Kurva ini juga disebut compensatory curve
karena dalam perkembangannya memilki tujuan untuk menjaga kepala dan
rongga dada seimbang dalam coronal plane. Sering kurva minor kembali
normal ketika kurva major dilakukan koreksi. The Scoliosis Research Society
menjelaskan bahwa kurva minor sebagai kurva lain yang dicatat pada pasien
yang tidak memiliki pengukuran cob angle terbesar10.

F. Klasifikasi King
King Klasifikasi sering digunakan untuk menggambarkan system
scoliosis pada thoracic scoliosis. King Klasifikasi diperkenalkan pada tahun
1983, yang mendefinisikan 5 jenis idhiophatic scoliosis10.

Gambar 2. Klasifikasi king10.


a) King tipe I
Menunjukkan kurva berbentuk S menyeberangi garis tengah kurva thoraxic dan
kurva lumbar. Kurva lumbar lebih besar dan lebih kaku daripada kurva toraks.
Kedua kurva cenderung structural dan sering merupakan true doble major kurva.
Indeks fleksibilitas dalam bending radiograf adalah negatif10.
b) King tipe II
Menunjukkan sebagai bentuk S melengkung dimana keduanya yaitu toraks
sebagai kurva major dan lumbar sebagai kurva minor menyeberangi garis
tengah. Disebut juga false double major, walaupun kurva lumbar lebih flexible
dan tidak mengalami deviasi dari central line sebanyak kurva thoracic. Kurva
toraks adalah lebih besar10.
c) King tipe III
Menunjukkan kurva toraks dimana kurva lumbal tidak menyeberangi garis
tengah. Merupakan tipe AIS yang paling sering ditemukan . kebanyakan adalah
structural10.
d) King tipe IV
Menunjukkan kurva thorax yang panjang dimana vertebra ke 5 lumbalis
berpusat diatas sakrum, tapi vertebra ke 4 lumbalis sudah angled ke arah kurva.
Banyak dari kelainan tipe ini memiliki kelainan sagital plane yang terdiri dari
severe thoracic lordosis dan thoracolumbar kyposis10.
e) King tipe V
Menunjukkan double kurva pada toraks dimana sudut toraks vertebra pertama
(Th1) mengalami convexity di atas kurva. Component thoracic yang paling atas
mungkin extend sampai tulang belakang cervical. Kurva yang tinggi biasanya
mengarah ke kiri dan sering selalu merupakan structural. Pasien dengan
kelainan tipe ini mungkin memiliki penonjolanan bahu kiri10.
Kerugian dari sistem King klasifikasi:
1. Profil sagital tidak termasuk dalam evaluasi

2. Jadi yang disebut double dan triple kurva major (bentuk scoliosis dengan dua
atau tiga kurva major) tidak termasuk didalamnya10.
G. Gejala Klinis11
Deformity adalah gejala yang biasanya tampak: jelas tampak condong
belakang atau tulang rusuk punuk di kurva toraks, dan penonjolan asimetris dari
satu pinggul dalam kurva thoracolumbar. Kadang-kadang keseimbangan kurva
terlewati tanpa diketahui sampai dewasa tampak dengan gejala sakit punggung.
Dimana program skrining sekolah dilakukan, anak-anak akan disebut dengan
deformity yang sangat minor.
Nyeri adalah keluhan langka dan harus perlu di waspadai oleh dokter
untuk kemungkinan adanya tumor saraf dan perlunya MRI. Scoliosis pada
anak-anak adalah sebuah bentuk deformity tanpa rasa nyeri. Scoliosis dengan
rasa nyeri menunjukkan tumor tulang belakang sampai terbukti sebaliknya.
Mungkin adanya riwayat keluarga scoliosis atau catatan beberapa
kelainan selama kehamilan atau persalinan; developmental milestones awal
harus diperhatikan.

H. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan Orthopaedic pada pasien scoliosis harus detail. Anamnesa
riwayat yang hati-hati dan termasuk pertanyaan seperti usia, gender, mengamati
cara berjalan, nyeri, gejala neorologis, riwayat keluarga, growth spurth dan
menarche. Usia, untuk menilai kematangan, dan oleh karena itu kedepannya
berguna dalam menentukan risiko progresifitas. Cara berjalan, tanda-tanda
penyakit saraf, seperti ataksia; mencari atalgic gait. Rasa nyeri, mungkin timbul
selama fase progresifitas yang cepat, perlunya mengamati lebih dekat untuk
kesempatan intervensi (bracing), atau mungkin tanda dari penyakit saraf yang
mendasari. Semua penyakit yang diketahui berhubungan dengan banyaknya
kasus scoliosis (penyakit jaringan ikat, gangguan neorologis) harus
dikesampingkan. Setelah anamnesa riwayat selesai, maka perlu dilakukan
pemeriksaan fisik. Pemeriksa harus melihat keseluruhan pasien dari depan, sisi
samping dan belakang, mencatat adanya (1) asimetri scapular dan penonjolan
unilateral, (2) asimetri pada pinggang, (3) level bahu, dan (4) asimetri dalam
jarak antara lengan dan pinggang5.

I. Pemeriksaan Fisik Secara Visual


Mencari tanda trauma, blister, bekas luka, perubahan warna,
kemerahan, memar, benjolan, hairy patch, cafe au lait spot, bantalan lemak dan
tanda lainnya. Selanjutnya, menginstruksikan pasien untuk berdiri dengan
postur normal. Lihat tulang belakang dari sisi lateral, dan menilai kelengkungan
toraks dengan normal kyphosis5.

K. Palpasi
Dimulai dengan palpasi secara keseluruhan perhatikan suhu permukaan
sekitar tulang belakang dengan menggunakan punggung tangan. Bandingkan
satu sisi dengan yang lain. Perhatikan daerah berkeringat atau rasa sakit, dan
perlu lebih perhatian ketika melakukan palpasi pada daerah ini7.
Processus Spinosus
Untuk meraba proses spinosus vertebra thorakalis, dimulai dengan mencari C7-
T1, Ini paling menonjol prosesus spinosus dan dapat dengan mudah ditemukan
dengan menjalankan jari ke bawah garis tengah leher saat flexi. Penempatan
ibu jari tangan setiap di proses spinosus dan mulai meraba, dengan arah ke
caudal, sampai anda telah meraba raba melewati tulang rusuk, Perhatikan
misalignement apapun, kelengkungan, benjolan, nyeri, nyeri tekan, dan
pembengkakan7.
Fascet Joints
Untuk meraba fascet joint vertebra thorakalis, instruksikan pasien untuk benar
benar relax. Dimulai dengan mencari C7 atau T1. Pindahkan jari-jari anda ke
lateral dari proses spinosus, rasakan untuk fascet joint berada diantara vertebra
Dilanjutkan palpasi ke bagian caudal ke ujung vertebra thorakalis. Catatan Jika
ditemukan nyeri tekan. Meraba tulang rusuk, artikulasi costovertebral, dan
sepanjang daerah intercostals, mencari sensitivitas atau rangsangan nyeri7.
J. Differential Diagnosis
Diagnosis adolescent idiophatic scoliosis memerlukan pengecualian
dalam hal diketahuinya penyebab scoliosis non idiophatic, dan pemeriksaan
yang komprehensif akan sering mengeluarkan hal ini atau menyarankan
kebutuhan studi diagnostik yang lebih lanjut. Kebanyakan jenis dari scoliosis
saat ini dan dengan hadirnya tingkat diagnostic yang memuaskan adalah
idiophatic scoliosis (80% dari pasien), dan daftar penyebab scoliosis yang telah
didefinisikan oleh Scoliosis Reaserch Society adalah luas (Tabel 2). Pasien
mungkin hadir dengan scoliosis reaktif sekunder yang mendasari kondisi
penyakit yang sangat nyeri seperti tumor, infeksi atau spondylolysis6.
Classification of Scoliosis

1 Idiophatic
2 Neurophatic
3 Congenital
4 Mesenchymal (Marfan syndrome or other connective
tissue disorder)

5 Neurofibromatosis

6 Neural tube defects

7 Metabolic

8 Osteochondrodystropies

9 Miscellaneous (tumor, infection, or traumatic)

10 Thoracogenic

11 Functional

Tabel II. Diferential diagnose scoliosis6.


K. Treatment
Terdapat 3 pilihan dasar terapi untuk Adolescent Idhiophatic Scoliosis2:
1. Observation

2. Non-operative treatment dengan observation

3. Surgical Intervention

Secara umum, kurva yang melebihi 45⁰ - 50⁰ pada adolescent harus di
terapi menggunakan tindakan pembedahan dengan fusion. Kurva yang lebih
kecil harus secara teliti dievaluasi untuk menentukan modalitas terapi yang
terbaik.
Berikut pertimbangan yang digunakan untuk membantu menentukan
bagaimana menterapi kurva scoliotic pada asolescent pasien2:

1. Age of patient and growth potential remaining

2. Curve pattern and magnitude

3. Curve progression rate (5⁰ - 10⁰ dalam 6 bulan atau kurang)

4. Cosmetic appearance

L. Non-Operative Treatment
Electric stimulation, biofeedback, dan manipulation telah dilakukan dan
merupakan bagian dari metode terapi non-operative yang memberikan hasil
tidak sukses pada pasien adolescent idiophatic scoliosis. Saat ini terapi non-
operative utamanya terdiri dari casting dan bracing. Prosedur terapi ini
mungkin hanya mencegah progresifitas curva, mereka tidak dapat
mengkoreksi dari scoliosis nya2.
M. Opeartive Treatment
Objective utama dalam terapi operative dari AIS adalah untuk mencapai
solid arthrodesis (fusion). Pada infantile dan juvenile scoliosis mungkin
diterapi dengan instrumentasi tanpa fusi dalam bentuk growth rod technique.
Namun, pada pasien muda hal ini masih sering didapatkan fusi permanen
dengan instrumentasi sebagai modalitas treatment terakhir. Fusion tanpa
instrumentasi untuk AIS masih jarang dilakukan pada masa sekarang ini.
Instrumentasi menyiratkan internal fixation pada tulang belakang melalui
anterior atau posterior approach, atau kombinasi anterior – posterior
approach. Internal fixation device memiliki dua fungsi utama: 1) membantu
mengkoreksi deformitas dengan parameter yang aman, 2) menjaga koreksi
sampai arthrodesis menjadi solid2.

N. Komplikasi Pembedahan
Neurological Compromise
Dengan adanya modern teknik insiden dari permanent paralisis telah
berkurang < 1%9.
Spinal Decompensation
Over koreksi dapat menimbulkan ketidak seimbangan tulang belakang.
Hal ini harus dihindari dengan cara perencanaan perioperatif yang teliti dan
perlahan – lahan dalam hal menseleksi level fusion yang sesuai9.
Pseudoarthrosis
Fusion yang incomplete dapat terjadi sekitar 2 % dari kasus dan
mungkin membutuhkan tindakan operasi lanjutan dan grafting9.
Implant Failure
Hoks dapat terpotong dan rods dapat patah. Jika ini berhubungan
dengan symptomatic pseudoarthrosis, maka revisi fusion/fixation akan
dibutuhkan9.
BAB III
KESIMPULAN

Idiophatic scoliosis adalah merupakan kelainan bentuk tulang belakang yang


paling sering. Sesuai dengan definisi idiophatic scoliosis adalah kurva kearah
lateral dari tulang belakang, yang terjadi pada anak yang sehat, yang mana tidak
dikenali etiologi yang ada. Adolescent Idiophatic Scoliosis (AIS) adalah
kelainan struktural, lateral, rotasi dari curva tulang belakang yang muncul pada
anak-anak yang sehat pada usia setelah pubertas.
DAFTAR PUSTAKA

1. K.L. Moore, A. F. Dalley, A. M. R. Agur. Clinical Oriented Anatomy: Back, Sixth


Edition. Lippincott Williams & Wilkins. 2006. Pp. 478-520
2. A.P. Schnuerer, J. Gallego, C. Manuel. Basic Anatomy Pathology: Basic Patholgies
of the spine. Medtronic. 2001. Pp. 24-25, 31-35, 47-66
3. J.E. Lonstein, R.B. Winter, D.S.Bradford, J.W. Ogilvie. Textbook of Scoliosis and
Other Spinal Deformities. W.B. Sounders Company. 1995. Pp. 219-222, 240-244
4. S. Howard, K. Singh. Synopsis of Spine Surgery, Second Edition. Thieme. 2008. Pp.
60, 105
5. R.H. Rothman, F.A. Simeone. The Spine, Third Edition. W.B. Sounders Company.
1992. Pp. 404-411, 393-400
6. B.A. Akbarnia, L.S. Segal. Orthopaedic Knowledge Update Spine, Third edition.
AAOS. 2006. Pp. 443-455
7. T.J. Albert, A.R.Vaccaro. Physical Examination of the Spine. Thieme. 2005. Pp. 66-
77
8. R.B. Salter. Textbook of Disorder and Injuries of the Musculoskeletal System, Third
Edition. Williams and Wilkins. 1999. Pp. 365-372
9. L. Solomon, D. Marwick, S. Nayagam. Apley‟s System of Orthopaedics and
Fractures, Ninth Edition. Hodder Arnold. 2010. Pp. 453-465
10. S.T. Canale, J.H. Beaty. Adolescent Idhiopatic Scoliosis. Campbell‟s Operative
Orthopaedic, 11th Edition. Mosby. 2007.
11. S.L. Weinstein, L.A. Dolan, Jack.C.Y. Cheng, A. Danielson, J.A. Morcuende.
Adolescent Idiophatic Scoliosis. www.thelancet.com. Vol. 371. 2008. Pp. 1527-1534

Anda mungkin juga menyukai