DI SUSUN OLEH :
Fifi Maghfiroh
P27904117019
1. DEFINISI
2. EPIDEMIOLOGI
Scoliosis hadir 2-4% pada anak-anak antara usia 10-16 tahun. Rasio gadis-
gadis dan anak laki-laki dengan kurva kecil yaitu 10⁰ adalah sama tetapi
meningkat dengan rasio gadis-gadis sepuluh terhadap satu laki-laki dengan kurva
lebih besar dari 30⁰. Scoliosis pada anak perempuan cenderung progresnya lebih
sering dan oleh karena itu, gadis-gadis lebih sering memerlukan perawatan
daripada anak laki-laki. Prevalensi kurva lebih besar dari 30⁰ sekitar 0,2%, dan
prevalensi untuk kurva lebih besar dari 40 derajat adalah sekitar 0,1%.
Prevalensi
Cobb Angle Pada-Population yang beresiko Ratio Wanita Terhadap
(%) Pria
Kurva yang lebih besar dari 10⁰ adalah batas minimum yang dapat
diterima untuk menetapkan diagnosis true scoliosis. Prevalensi scoliosis remaja
idhiopatic pada pasien dengan kurva lebih besar atau sama dengan 10⁰ berkisar
dari 1% hingga 3%. Pada pasien dengan kurva lebih besar yang memerlukan
perawatan (> 30⁰), prevalensi menurun sampai 0,15% - 0,3%. Pada pasien dengan
kurva kecil, rasio perempuan terhdap laki-laki adalah 1.4:1 dan secara dramatis
rasio meningkat lebih besar dari 5:1 pada pasien dengan kurva lebih besar dari 30⁰
atau mereka yang memerlukan perawatan.
Risiko progresifitas pada pasien dengan toraks kurva 20-29⁰ pada gadis
(Reiser Stage 0-1) telah dilaporkan sekitar 68%, dan ini berkurang 23% pada
pasien dengan kemtangan skeletal yang sudah matang (Reiser stage 2-4). Kurva
dengan apex di atas tingkat T12 memiliki risiko yang lebih tinggi dalam hal
progresifitas jika dibandingkan dengan kurva lumbal. Sejarah keluarga, derajat
rotasi dan gender tidak cenderung untuk membantu memprediksi progresifitas.
Setelah skeletal maturity tercapai, beberapa faktor yang berkontribusi terhadap
risiko perkembangan kurva, dengan perkiraan priogresifitas 1⁰ per tahun. Kurva
Thorasic yang lebih besar dari 50⁰, dan thoracolumbar dan lumbar kurva lebih
besar daripada 30⁰ yang telah dilaporkan dalam studi jangka panjang bahwa risiko
progresifitas kurva tertinggi
Faktor Genetic
Peran faktor-faktor genetik atau keturunan yang berperan terhadap
terjadinya idhiopathic scoliosis telah dilaporkan secara luas. Pengamatan klinis
serta populasi studi telah mendokumentasikan scoliosis dalam keluarga, dengan
prevalensi lebih tinggi pada kalangan dengan memiki riwayat idhiopathic scoliosis
dikerabatnya daripada dalam populasi umum.
Efek Melatonin
Variasi diurnal dari level melatonin tampaknya penting dalam menentukan
efek faktor ini pada perkembangan idiopatik scoliosis. Pasien dengan idiopathic
scoliosis mungkin diharapkan terjadi penurunan yang cukup besar untuk
melatonin. Tidak ada bukti bahwa pasien dengan idiopathic scoliosis memiliki
ketidakmampuan untuk membentuk melatonin. Dengan demikian, jika terjadi
penurunan kadar melatonin sebagai faktor dalam perkembangan scoliosis, hal ini
terjadi karena perubahan dalam hal sintesis melatonin atau pengendalian produksi
melatonin. Melatonin memainkan peranan sekunder (langsung atau tidak
langsung) dalam perkembangan idhiopathik scoliosis.
Efek Jaringan Penyokong
Kolagen dan elastis fiber adalah elemen-elemen utama dalam struktur
pendukung tulang belakang dan telah menjadi focus yang berhubungan dengan
patofisiologi idiopathic scoliosis. Karena scoliosis merupakan karakteristik
fenotipik banyak berhubungan dengan gangguan jaringan ikat, seperti sindrom
marfan, hipotesis bahwa adanya gangguan dalam jaringan ikat merupakan faktor
penyebab idiopatik scoliosis adalah masuk akal. Banyak peneliti mengakui bahwa
kelainan yang dilaporkan dari unsur-unsur yang berpengaruh terhadap idiopathic
scoliosis kemungkinannya memiliki pengaruh sekunder terhadap kekuatan
structural scoliosis itu sendiri.
Kelainan Trombosit
Faktor Biomekanik
Sifat mekanik dari jaringan tulang belakang, alignment tulang belakang,
loading abnormal (baik melalui kekuatan atau displacement) dan cara bagaimana
bahwa tulang belakang mensuport tubuh mungkin dapat berpengaruh dalam
perkembangan scoliosis. Proses dinamis ini mungkin juga menyebabkan
perkembangan scoliosis dengan struktur biomekanis tulang belakang normal.
Penelitian berupaya untuk memvalidasi konsep ini yang dimana telah dimulai
baru baru ini.13
B. PROGRESIFITAS
Faktor-faktor tertentu yang berkaitan dengan progresifitas:
1. Sex
Progrsifitas lebih sering pada wanita
2. Age
Duval-Beaupere, terdapat hubungan antara progresifitas dgn usia,
progrsifitas meningkat pada onset laju pertumbuhan remaja.
3. Menarche
Progresifitas berkurang setelah menarche, Lonstein dan Carlson, 32%
dengan kurva progresif dan 68% dengan kurva nonprogressive pada
mereka yang mengalami menarche visite pertama
4. Riser Sign
Tanda Risser Iliaka apophysis ossification berhubungan dengan
progresifitas. Secara radiografi tampak tanda skeletal maturity. Apophysis
tulang rawan mengalami ossifikasi dari anterior menuju posterior, dan
Risser membagi osifikasi ini menjadi empat bagian, 1 sampai dengan 4, 0
tidak tampak ossifikasi dan 5 telah terjadi fusion ossifikasi pada cap
sampai illium. Insiden progresifitas terbukti berkurang saat dimana tanda
Risser meningkat
5. Curve Pattern
Insiden progresifitas berkaitan dengan pola dari kurva. Secara umum,
kurva ganda progresifitas lebih sering daripada satu kurva. Kurva yang
memiliki insiden progresifitas tertinggi biasanya adalah pola toraks ganda,
pola toraks dan lumbar ganda dan kurva tunggal yang tepat pada toraks.
Kurva dengan insidens terendah perkembangan adalah kurva tunggal pada
lumbar
6. Curve Magnitude
Angka kejadian progresifitas meningkat dengan seiring meningkatnya
derajat besarnya kurva
Nachemson dan Asspciates menghitung probabilitas dari progresifitas
berdasarkan besarnya kurva dan umur (Tabel 2), dan Lonstein dan Carlson
menggunakan besarnya kelengkungan kurva dan tanda Risser (Tabel 3).
C. KLASIFIKASI
1. Klasifikasi Kurva
Pola Kurva
Pola dari kurva menggambarkan lokasi anatomi, jumlah dan arah kurva.
Kurva dapat berlokasi pada upper thoracic, mid-thoracic, thoracolumbar dan
mid-lumbar regions. Arah curva ditentukan oleh covex dan concave side dari
curva. Curva kanan memiliki concavity pada kiri pasien dan convexity pada kanan
pasien dan sebaliknya pada curva kiri.
Besarnya Kurva
Hasil dari bending radiograph menentukan apakah kurva merupakan
kurva major (structural) atau minor (non-struktural). Sisi kiri dan kanan dari
bending x rays adalah umunya diambil dalam posisi supine jadi jumlah dari
flexibilitas spinal colum dapat ditentukan. Tekanan manual atau traksi minimal
mungkin dapat dilakukan selama proses bending radiograph.
Kurva major memiliki derajat lebih besar, merupakan kurva structural,
artinya bahwa kurva tidak dapat dilakukan bend out pada saat dilakukan bending
x rays. Kurva major umumnya ± > 10⁰ dibandingkan kurva minor. The Scoliosis
Research Society menjelaskan bahwa major curve adalah sebagai nilai hasil
pengukuran cobb yang terbesar pada posisi xray berdiri dan tidak terpengaruh
oleh side bending.
Kurva minor umumnya dapat dilakukan bend out pada bending
radiograph, merupakan kurva non-struktural. Kurva ini juga disebut compensatory
curve karena dalam perkembangannya memilki tujuan untuk menjaga kepala dan
rongga dada seimbang dalam coronal plane. Sering kurva minor kembali normal
ketika kurva major dilakukan koreksi. The Scoliosis Research Society
menjelaskan bahwa kurva minor sebagai kurva lain yang dicatat pada pasien yang
tidak memiliki pengukuran cob angle terbesar.
2. King Klasifikasi
King Klasifikasi sering digunakan untuk menggambarkan system scoliosis
pada thoracic scoliosis. King Klasifikasi diperkenalkan pada tahun 1983, yang
mendefinisikan 5 jenis idhiophatic scoliosis.
Modifier B CSVL jatuh antara batas medial dari concave pedicle dan
garis sisi concave dari vertebral bodi pada apex dari curve
D. GEJALA KLINIS
Nyeri adalah keluhan langka dan harus perlu di waspadai oleh dokter
untuk kemungkinan adanya tumor saraf dan perlunya MRI. Scoliosis pada anak-
anak adalah sebuah bentuk deformity tanpa rasa nyeri. Scoliosis dengan rasa nyeri
menunjukkan tumor tulang belakang sampai terbukti sebaliknya.
Rongga dada harus benar-benar terexpose dan pasien diteliti dari depan,
belakang dan sisi samping. Pigmentasi kulit dan anomali kongenital seperti
sakralis dimples atau gumpalan rambut yang juga perlu dicari.
Tulang belakang mungkin jelas menyimpang dari garis tengah, atau ini
mungkin menjadi jelas hanya ketika pasien membungkuk ke depan (Tes Adams).
Level dan arah sifat cembung dari kurva major perlu dicatat (misalnya „right
toraks‟ berarti kurva di tulang belakang dada dan cembung kearah kanan). Pinggul
(pelvis) menjulur keluar di sisi cekung dan tulang belikat pada sisi cembung.
Payudara dan bahu juga mungkin asimetris. Dengan toraks scoliosis, rotasi
menyebabkan sudut tulang rusuk ke luar atau menonjol, sehingga menghasilkan
asimetris rusuk pada punuk di sisi cembung kurva. Dalam deformity yang
seimbang maka occiput adalah di atas/melebihi garis tengah; dalam keadaan tidak
seimbang (atau decompensated) kurva ini occiput tidak melebihi garis tengah. Ini
dapat ditentukan lebih akurat dengan menjatuhkan plumbline dari tonjolan proses
spinosus C7 dan mencatat apakah itu jatuh sepanjang gluteal cleft.
E. PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan Orthopaedic pada pasien scoliosis harus detail. Anamnesa
riwayat yang hati-hati dan termasuk pertanyaan seperti usia, gender, mengamati
cara berjalan, nyeri, gejala neorologis, riwayat keluarga, growth spurth dan
menarche. Usia, untuk menilai kematangan, dan oleh karena itu kedepannya
berguna dalam menentukan risiko progresifitas. Cara berjalan, tanda-tanda
penyakit saraf, seperti ataksia; mencari atalgic gait. Rasa nyeri, mungkin timbul
selama fase progresifitas yang cepat, perlunya mengamati lebih dekat untuk
kesempatan intervensi (bracing), atau mungkin tanda dari penyakit saraf yang
mendasari. Semua penyakit yang diketahui berhubungan dengan banyaknya kasus
scoliosis (penyakit jaringan ikat, gangguan neorologis) harus dikesampingkan.
Setelah anamnesa riwayat selesai, maka perlu dilakukan pemeriksaan fisik.
Pemeriksa harus melihat keseluruhan pasien dari depan, sisi samping dan
belakang, mencatat adanya (1) asimetri scapular dan penonjolan unilateral, (2)
asimetri pada pinggang, (3) level bahu, dan (4) asimetri dalam jarak antara lengan
dan pinggang.
Gambar 22. (A) Tampak posterior dari pasien dengan scoliosis. Tampak
peninggian scapular kiri dan spinal curvature. Tampak flank asimetri, cleft pada
sisi concavity (tanda panah). (B) Salah satu cara menentukan spinal balance
Evaluasi Deformitas
(B) (B)
Gambar 22. (A) evaluasi ketinggian bahu. Levelnya harus ditempatkan tepatnya
melewati shoulder di puncak scapula, catat shoulder yang mengalami elevasi. (B)
Plumb line di jatuhkan dari tonjolan vertebra C7 harus jatuh pada gluteal cleft
untuk perfect sagittal balance, pengukuran harus dibuat berapa centimeter kearah
kiri/kanan plumb line jatuhnya dari C7 berguna untuk pengukuran coronal
balance
Fleksibilitas dari setiap deformitas scoliosis harus dievaluasi dari sisi yang
membungkuk, dengan pemeriksaan deformity correctability (Gambar 20 A),
sebaiknya menerapkan traksi (atau unweighting untuk kurva) (Gambar 20 B).
Adam forward-bending test (Gambar 21 A) membantu untuk menentukan jika ada
penonjolan toraks atau lumbal, serta rotasi tulang belakang (skoliosis). Penonjolan
diukur oleh Skoliometer (Gambar 21 A B), yang memberikan bacaan sudut, atau
mengukur tinggi penonjolan langsung dan direkam dalam sentimeter (Gambar 21
C).
(A) (B)
Gambar 23. (A) menilai spinal flexibility dengan tiga point bending untuk menilai
Gambar 24. (A) Adam Forward Bending Manuver; Scoliometer. (B) mengukur
sudut dari penonjolan dengan scoliometer. Dilaporkan dengan membandingkan
derajat pada sisi elevasi dengan tidak elevasi. (C) menggunakan level (cm) untuk
estimasi elevasi pada rib hump
(B)
(C)
(A)
Gambar 25. (A) Estimasi dari sagittal curvature dan kypotic angulation tampak
nyata dengan pasien bend forward dan evaluasi dari lateral thoracic kyposis. (B)
Thoracic kyphosis evaluation. (C) Thoracic kyphosis dengan apex kira kira pada
vertebra T8
Gambar 26. Evaluasi flexibilitas thoracic kyphosis dengan pasien extension. Ini
dapat membedakan antara postural kyphosis dan fixed structural kyposis
Pengukuran leg length, circumference dan straight leg raising (SLR) test
yang harus dilakukan. kakunya hamstring dan spasme disertai dengan low back
pain mungkin merupakan manifestasi dari spondylolisthesis. Pemeriksaan
neorologis yang lengkap dan hati hati, terutama ekstremitas bagian bawah
(Gambar 24 – 27). Mengevaluasi fungsi sensorik dan motorik dari tungkai bawah.
Mengevaluasi refleks, termasuk patellar ligamen dan achiless tendon, dan
abdominal refleks.
Gambar 27. Straight-leg raising test. Lutut dipertahankan lurus maksimal ketika
kaki diangkat keatas; catat jika pasien mengeluh kaku dan nyeri didaerah pantat –
hal ini normal terjadi 80⁰ - 90⁰
Gambar 28. Leg length paling akurat diukur dari SIAS menuju tip medial
maleolus
(A) (B)
Gambar 29. (A) kekakuan dari otot hamstring, pectoral muscle dan heel cords
harus dicatat. (B) selalu di evaluasi hip flexion contracture
(A) (B)
Gambar 30. (A) Kejadian hipertropi atau atropi harus dibedakan dan dicatat. (B)
evaluasi neurologis yang lengkap harus dilakukan pada setiap pasien
Gambar 31. Pemeriksaan dari kulit tampak café au lait pada neurofibromastosis
2. Palpasi
Processus Spinosus
Gambar 32. (A) Palpasi dari processus spinosus dan paraspinal curva pada
thoracic spine. (B) Palpasi dari upper thoracic spine. (C) Palpasi pada thoracic
spine, include facet joint
Fascet Joints
(A) (B)
Gambar 33. (A) Facet joint thorax, dengan thoracic nerve keluar dibawah pedicle,
dan ini hubungannya dengan facet joint. (B) palpasi dari thoracic facet joint
3. Movement
Active
Movement
Bending Forward
Bending Backward
Untuk memeriksa ekstensi toraks, meraba prosesus spinosus T12 dan L1.
Menginstruksikan pasien untuk sepenuhnya mengextensikan tulang belakang
dengan membungkuk ke belakang. Tempatkan satu tangan di belakang pasien
untuk mendeteksi titik di mana ekstensi tulang belakang bergerak ke vertebra
lumbalis.
Side Bending
Trunk Rotation
Gambar 34. (A) Bending forward. (B) Bending backward. (C) Side bending. (D)
Trunk rotation
F. INVESTIGASI
1. Evaluasi Rontgen
Gambar 36. Metode dari pengukuran berbagai parameter dari sagittal spinal
alignment. Sagittal Vertical Axis (SVA) adalah jarak horizontal dari C7 plumb
line to front corner sacrum. Nilai (+) indikasi posisi anterior dari sacrum; nilai
negative melalui atau dibelakang sacrum. β, sudut sacral inclination, adalah sudut
disubtitusi dari tangent menuju batas posterior S1 dan vertical axis. δ, cob angle
diantara dua vertebra.10
4. Evaluasi Rotasi
Rotasi vertebralis dapat ditentukan dengan metode Nash dan Moe dan
mungkin memiliki grade I sampai V, tergantung tingkat keparahan rotasi, atau
dapat diukur dengan teknik Pedriolle. Nash dan Moe metode (Gambar 34),
vertebra dibagi menjadi enam bagian yang sama, menggunakan sebagai indikator
tanda pedicles dan vertebral bodi: (1) level 0 simetris concex dan equidistan
pedicles, (2) level 1 bagian cembung pedicle bermigrasi ke segmen pertama,
(3) level 2 bagian cembung pedicle bermigrasi ke kedua segmen, (4) level 3
bagian cembung pedicle bermigrasi ke tengah segmen, (5) level 4 bagian
cembung pedicle melintasi garis median sisi cekung.5,17
5. Skeletal Maturity
Gambar 38. Iliac apophyses normalnya tampak progresif mulai dari lateral ke
media (stage 1 – 4). Ketika fusion complete, spinal maturitas telah tercapai dan
peningktan curvature lebih jauh menjadi tidak berarti
6. MRI Investigasi
Classification of Scoliosis
1 Idiophatic
2 Neurophatic
3 Congenital
4 Mesenchymal (Marfan syndrome or other connective tissue
disorder)
5 Neurofibromatosis
6 Neural tube defects
7 Metabolic
8 Osteochondrodystropies
9 Miscellaneous (tumor, infection, or traumatic)
10 Thoracogenic
11 Functional
Tabel 5. Diferential diagnose scoliosis
H. TREATMENT
1. Observation
3. Surgical Intervention
Secara umum, kurva yang melebihi 45⁰ - 50⁰ pada adolescent harus di
terapi menggunakan tindakan pembedahan dengan fusion. Kurva yang lebih kecil
harus secara teliti dievaluasi untuk menentukan modalitas terapi yang terbaik.
Berikut pertimbangan yang digunakan untuk membantu menentukan bagaimana
menterapi kurva scoliotic pada asolescent pasien:2
4. Cosmetic appearance
1. Observasi
Tidak ada metode yang realiabel pada evaluasi tahap awal untuk
keakuratan dalam memprediksi yang mana curva akan mengalami progresifitas,
jadi observation adalah merupakan treatment utama dari seluruh curva. Monitor
external contour dengan pengukuran rib hump, trunk rotation angle dengan
scoliometer, penggunaan alat contour seperti moiré topography dan ISIS
scanning. Metode ini sangat berguna dalam kurva tertentu dengan ukuran kecil
dan untuk pasien dengan faktor resiko yang rendah, tapi evaluation secara
periodic dari tulang belakang dengan radiograph tetap dibutuhkan.10
Umumnya, pasien usia muda dengan curva ringan yaitu < 20⁰ dapat
dilakukan pemeriksaan setiap 6 sampai 12 bulan. Pada usia remaja dengan derajat
curva yang lebih besar harus di periksa setiap 3 sampai 4 bulan. Pasien dengan
skeletal yang mature dan curva < 20⁰ umumnya tidak perlu evaluation lebih
lanjut. Curva > 20⁰ pada pasien yang tidak mencapai maturasi skeletal
memerlukan pemeriksaan yang lebih sering, biasanya setiap 3 sampai 4 bulan,
dengan radiograph PA berdiri. Jika progresifitas dari curva (peningkatan 5⁰
selama 6 bulan) dicatat melebihi 25⁰, maka diperlukan orthotic treatment. Untuk
curva 30 sampai 40⁰ dalam skeletal yang immature, orthotic treatment
direkomendasikan pada saat evaluation awal. Curva dengan 30 sampai 40⁰ dalam
skeletal yang sudah mature umumnya tidak memerlukan treatment, tapi karena
banyak studi menyatakan indikasi potensial untuk preogression pada usia dewasa,
pasien harus diobservasi tiap tahunnya dengan radiograph PA berdiri tiap 2
sampai 3 tahun setelah skeletal mature, kemudian setiap 5 tahun selama
hidupnya.
2. Non-Operative Treatment
3. Orthotic Treatment
Milwaukee Brace
Group orthosis ini dapat dibedakan menjadi tipe higher underarm yang
mana sampai setinggi satu atau dua axilla, digunakan untuk thoracic curve, dan
tipe lower yang mana panjang sampai lower thoracic area, digunakan untuk
thoracolumbar atau lumbar kurva. Dalam banyak center tipe high TLSO
digunakan lebih extensive, tapi hasilnya paling banyak jangka pendek atau
sebagai pendahuluan. Banyak yang tetap percaya, karena dari desain yang terbuka
dan minimal compresi thorac pada Milwaukee Brace, yang mana ini merupakan
pilihan terbaik untuk thoracic kurva, low TLSO lebih digunakan untuk
thoracolumbar atau lumbar kurva. The low TLSO (Gambar 36) memiliki lumbar
pad untuk lumbar curve. Indikasi terapi, jadwal penggunaan dan penyapihan
adalah sama dengan Milawaukee Brace untuk thoracic kurva. Harus di ingat
bahwa kurva jenis ini adalah jarang dan progress kurang sering.
(A) (B) (C)
Gambar 39. (A) Milwaukee brace (CTLSO). (B) Boston Brace (TLSO). (C)
Charleston Bending Brace
4. Opeartive Treatment
Objective utama dalam terapi operative dari AIS adalah untuk mencapai
solid arthrodesis (fusion). Pada infantile dan juvenile scoliosis mungkin diterapi
dengan instrumentasi tanpa fusi dalam bentuk growth rod technique. Namun, pada
pasien muda hal ini masih sering didapatkan fusi permanen dengan instrumentasi
sebagai modalitas treatment terakhir. Fusion tanpa instrumentasi untuk AIS masih
jarang dilakukan pada masa sekarang ini. Instrumentasi menyiratkan internal
fixation pada tulang belakang melalui anterior atau posterior approach, atau
kombinasi anterior – posterior approach. Internal fixation device memiliki dua
fungsi utama: 1) membantu mengkoreksi deformitas dengan parameter yang
aman, 2) menjaga koreksi sampai arthrodesis menjadi solid.
Pertama tentukan pola dari kurva, catat yang mana major curve dan
compensatory curve. Ini dapat dicapai dengan menganalisa tanda klinis,
dikombinasi dengan readiograph berdiri dan membungkuk. Apakah pola kurva
adalah single major pattern atau double major pattern, ketika pola kurva sudah
ditentukan, semua major pattern harus dilakukan fusi. Yang paling sering
penyebab terjadinya keslahan adalah: 1) kegagalan dalam menilai kurva torax
dengan compensatory lumbar kurva dibawahnya, ini disebut dengan double major
pattern (tidak teridentifikasinya King II dari King I kurve pattern) dan 2)
kegagalan dalam menilai double thoracic pattern, biasanya berhubungan dengan
tidak digunakannya kaset film yang panjang.
Prinsip ini adalah bahwa seluruh vertebra yang termasuk dalam major
curve harus dilakukan fusion. Kurva yang dilakukan fusi tambahan dari neutrally
rotasi vetebra craniall sampai neutrally rotasi vertebra caudal. Sebagai tambahan,
bagian akhir vertebrae yang dilakukan fusi harus seimbang disekitar sacrum dan
bersandar pada midsacral line – vertical menuju keatas dari middle of the sacrum,
processus spinosus dari S1. Vertebra terbawah adalah merupakan posisi vertbera
paling stabil, dan bagian vertebra paling bawah yang telah dilakukan fusion harus
neutrally rotasi dan stabil. Tedapat dua pengecualian pada peraturan ini. Pertama,
ketika single lumbar atau thoracolumbar curve di terapi dengan anterior fusion
dan instrumentation, panjang dari fusi adalah kurang dari kurva yang telah diukur.
Kedua, pada kurva dimana bagian akhir adalah L5 (King type IV), atau pada
double curve dimana L5 tetap mengalami rotasi, maka fusi dapat berhenti sampai
L4, lebih pendek dari bagian akhir kurva vertebra.
Approach
Instrumentation
Harrington System
Pertama kali system ini diperkenalkan oleh Dwyer terdiri dari vertebral
screw yang diperkenalkan pada convexity dari curve, dengan kabel diantara screw
untuk memberikan compression. Instrumentasi ini telah dimodifikasi oleh Zielke
dengan threaded rod, dan dengan solid rod pada TSRH system. Rigid curve dan
kurva thoracolumbar yang berhubungan dengan lumbar lordosis dapat dikoreksi
dengan approaching tulang belakang dari depan, meghilangkan diskus diseluruh
kurva dan kemudian mengaplikasi alat kompresi (setiap braided cable atau rod
linking tranverse vertebral body screw) sepanjang sisi yang convex dari curve.
Bone graft ditambahkan untuk mencapai fusi. Pada beberapa kasus kombinasi
antara anterior dan posterior approach dibutuhkan. Keuntungan dari system ini
adalah 1) menyediakan fixasi yang kuat dengan lebih sedikit vertebral segment
yang dilakukan fusi; 2) bahwa pemendekan secara keseluruhan dari bagian yang
deformitas (oleh excise disc dan vertebral compression) mengurangi resiko dari
spinal cord injury yang berubungan dengan spinal distraction.
I. KOMPLIKASI PEMBEDAHAN
Neurological Compromise
Spinal Decompensation
Pseudoarthrosis
Fusion yang incomplete dapat terjadi sekitar 2 % dari kasus dan mungkin
membutuhkan tindakan operasi lanjutan dan grafting.
Implant Failure
Hoks dapat terpotong dan rods dapat patah. Jika ini berhubungan dengan
symptomatic pseudoarthrosis, maka revisi fusion/fixation akan dibutuhkan.