Anda di halaman 1dari 43

LAPORAN PENDAHULUAN

ADOLESCENT IDIOPHATIC SCOLIOSIS


( Laporan pendahuluan ini dibuat untuk memenuhi tugas Praktik Klinik Keperawatan Medikal Bedah II )

Dosen Pembimbing : Dra. Hj. Tuti Resnawati, M.Pd

DI SUSUN OLEH :

Fifi Maghfiroh
P27904117019

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES BANTEN
JURUSAN KEPERAWATAN TANGERANG
PRODI D IV KEPERAWATAN
TAHUN 2019
A. ADOLESCENT IDIOPHATIC SCOLIOSIS

Idiophatic scoliosis adalah merupakan kelainan bentuk tulang belakang


yang paling sering. Sesuai dengan definisi idiophatic scoliosis adalah kurva
kearah lateral dari tulang belakang, yang terjadi pada anak yang sehat, yang mana
tidak dikenali etiologi yang ada. Idiophatic scoliosis dibagi menjadi tiga kategori,
tergantung pada usia di mana pertama kali terdeteksi kelainannya.5

1. Infantile idiophatic scoliosis: onset dimulai sebelum usia 3 tahun

2. Juvenile idiophatic scoliosis: pertama kali tampak diantara usia 3 tahun


sampai pubertas

3. Adolescent idiophatic scoliosis: tipe paling sering, pertama kali


terdeteksi setelah pubertas

1. DEFINISI

Adolescent Idiophatic Scoliosis (AIS) adalah kelainan struktural, lateral,


rotasi dari curva tulang belakang yang muncul pada anak-anak yang sehat pada
usia setelah pubertas.

2. EPIDEMIOLOGI

Scoliosis hadir 2-4% pada anak-anak antara usia 10-16 tahun. Rasio gadis-
gadis dan anak laki-laki dengan kurva kecil yaitu 10⁰ adalah sama tetapi
meningkat dengan rasio gadis-gadis sepuluh terhadap satu laki-laki dengan kurva
lebih besar dari 30⁰. Scoliosis pada anak perempuan cenderung progresnya lebih
sering dan oleh karena itu, gadis-gadis lebih sering memerlukan perawatan
daripada anak laki-laki. Prevalensi kurva lebih besar dari 30⁰ sekitar 0,2%, dan
prevalensi untuk kurva lebih besar dari 40 derajat adalah sekitar 0,1%.

Prevalensi dari Adolescent Idiophatic Scoliosis (Usia 10-16 tahun)

Prevalensi
Cobb Angle Pada-Population yang beresiko Ratio Wanita Terhadap
(%) Pria

> 100 2.0-3.0 1.4:2.1

> 200 0.3-0.5 5.4:1

> 300 0.1-0.3 10:1

> 400 <0.1

Tabel 1. Prevalensi dari adolescent idhiopatic scoliosis.

Kurva yang lebih besar dari 10⁰ adalah batas minimum yang dapat
diterima untuk menetapkan diagnosis true scoliosis. Prevalensi scoliosis remaja
idhiopatic pada pasien dengan kurva lebih besar atau sama dengan 10⁰ berkisar
dari 1% hingga 3%. Pada pasien dengan kurva lebih besar yang memerlukan
perawatan (> 30⁰), prevalensi menurun sampai 0,15% - 0,3%. Pada pasien dengan
kurva kecil, rasio perempuan terhdap laki-laki adalah 1.4:1 dan secara dramatis
rasio meningkat lebih besar dari 5:1 pada pasien dengan kurva lebih besar dari 30⁰
atau mereka yang memerlukan perawatan.

Risiko progresifitas pada pasien dengan toraks kurva 20-29⁰ pada gadis
(Reiser Stage 0-1) telah dilaporkan sekitar 68%, dan ini berkurang 23% pada
pasien dengan kemtangan skeletal yang sudah matang (Reiser stage 2-4). Kurva
dengan apex di atas tingkat T12 memiliki risiko yang lebih tinggi dalam hal
progresifitas jika dibandingkan dengan kurva lumbal. Sejarah keluarga, derajat
rotasi dan gender tidak cenderung untuk membantu memprediksi progresifitas.
Setelah skeletal maturity tercapai, beberapa faktor yang berkontribusi terhadap
risiko perkembangan kurva, dengan perkiraan priogresifitas 1⁰ per tahun. Kurva
Thorasic yang lebih besar dari 50⁰, dan thoracolumbar dan lumbar kurva lebih
besar daripada 30⁰ yang telah dilaporkan dalam studi jangka panjang bahwa risiko
progresifitas kurva tertinggi
Faktor Genetic
Peran faktor-faktor genetik atau keturunan yang berperan terhadap
terjadinya idhiopathic scoliosis telah dilaporkan secara luas. Pengamatan klinis
serta populasi studi telah mendokumentasikan scoliosis dalam keluarga, dengan
prevalensi lebih tinggi pada kalangan dengan memiki riwayat idhiopathic scoliosis
dikerabatnya daripada dalam populasi umum.
Efek Melatonin
Variasi diurnal dari level melatonin tampaknya penting dalam menentukan
efek faktor ini pada perkembangan idiopatik scoliosis. Pasien dengan idiopathic
scoliosis mungkin diharapkan terjadi penurunan yang cukup besar untuk
melatonin. Tidak ada bukti bahwa pasien dengan idiopathic scoliosis memiliki
ketidakmampuan untuk membentuk melatonin. Dengan demikian, jika terjadi
penurunan kadar melatonin sebagai faktor dalam perkembangan scoliosis, hal ini
terjadi karena perubahan dalam hal sintesis melatonin atau pengendalian produksi
melatonin. Melatonin memainkan peranan sekunder (langsung atau tidak
langsung) dalam perkembangan idhiopathik scoliosis.
Efek Jaringan Penyokong
Kolagen dan elastis fiber adalah elemen-elemen utama dalam struktur
pendukung tulang belakang dan telah menjadi focus yang berhubungan dengan
patofisiologi idiopathic scoliosis. Karena scoliosis merupakan karakteristik
fenotipik banyak berhubungan dengan gangguan jaringan ikat, seperti sindrom
marfan, hipotesis bahwa adanya gangguan dalam jaringan ikat merupakan faktor
penyebab idiopatik scoliosis adalah masuk akal. Banyak peneliti mengakui bahwa
kelainan yang dilaporkan dari unsur-unsur yang berpengaruh terhadap idiopathic
scoliosis kemungkinannya memiliki pengaruh sekunder terhadap kekuatan
structural scoliosis itu sendiri.

Kelainan Otot Rangka

Tidak ada kesimpulan yang pasti dapat dicapai dengan keterlibatan


etiologi dari kelainan otot rangka.

Kelainan Trombosit

Kelainan ini muncul berhubungan dengan kerusakan dalam membran sel


dan termasuk peningkatan kadar intraselular kalsium dan fosfor, penurunan
aktivitas protein kontraktil intraselular, penurunan agregasi trombosit,
peningkatan jumlah intraselular dens bodi, jumlah besar sel-sel metallophilic,
lebih tinggi muatan negatif permukaan trombosit, meningkatkan aktivitas
calmodulin, abnormal struktur peptide rantai myosin, dan penurunan jumlah situs
alpha-2 adrenergik reseptor di platelet. Perubahan pada morfologi dan fisiologi
platelet memungkinkan terjadi kerusakan membran sel pada pasien dengan
idiopathic scoliosis.

Role of Growth and Development

Pengendalian terhadap pertumbuhan sangatlah kompleks dan melibatkan


interaksi banyak hormon dan growth faktor. Ini termasuk seperti hormon tiroksin,
hormon seksual, growth hormon dan yang seperti releasing faktor; berbagai
growth faktor; dan Modulator seperti calmodulin. Efek Melatonin mungkin tidak
sepenuhnya terpisah dari sumbu growth hormon. Selanjutnya, melatonin dengan
alasan yang kuat telah menunjukan dapat merangsang secara independen terhadap
produksi insulin-like growth factor-1; oleh karena itu, melatonin mungkin
memiliki kapasitas untuk mempengaruhi pertumbuhan secara independen pada
growth hormon.

Faktor Biomekanik
Sifat mekanik dari jaringan tulang belakang, alignment tulang belakang,
loading abnormal (baik melalui kekuatan atau displacement) dan cara bagaimana
bahwa tulang belakang mensuport tubuh mungkin dapat berpengaruh dalam
perkembangan scoliosis. Proses dinamis ini mungkin juga menyebabkan
perkembangan scoliosis dengan struktur biomekanis tulang belakang normal.
Penelitian berupaya untuk memvalidasi konsep ini yang dimana telah dimulai
baru baru ini.13

B. PROGRESIFITAS
Faktor-faktor tertentu yang berkaitan dengan progresifitas:
1. Sex
Progrsifitas lebih sering pada wanita
2. Age
Duval-Beaupere, terdapat hubungan antara progresifitas dgn usia,
progrsifitas meningkat pada onset laju pertumbuhan remaja.
3. Menarche
Progresifitas berkurang setelah menarche, Lonstein dan Carlson, 32%
dengan kurva progresif dan 68% dengan kurva nonprogressive pada
mereka yang mengalami menarche visite pertama
4. Riser Sign
Tanda Risser Iliaka apophysis ossification berhubungan dengan
progresifitas. Secara radiografi tampak tanda skeletal maturity. Apophysis
tulang rawan mengalami ossifikasi dari anterior menuju posterior, dan
Risser membagi osifikasi ini menjadi empat bagian, 1 sampai dengan 4, 0
tidak tampak ossifikasi dan 5 telah terjadi fusion ossifikasi pada cap
sampai illium. Insiden progresifitas terbukti berkurang saat dimana tanda
Risser meningkat
5. Curve Pattern
Insiden progresifitas berkaitan dengan pola dari kurva. Secara umum,
kurva ganda progresifitas lebih sering daripada satu kurva. Kurva yang
memiliki insiden progresifitas tertinggi biasanya adalah pola toraks ganda,
pola toraks dan lumbar ganda dan kurva tunggal yang tepat pada toraks.
Kurva dengan insidens terendah perkembangan adalah kurva tunggal pada
lumbar
6. Curve Magnitude
Angka kejadian progresifitas meningkat dengan seiring meningkatnya
derajat besarnya kurva
Nachemson dan Asspciates menghitung probabilitas dari progresifitas
berdasarkan besarnya kurva dan umur (Tabel 2), dan Lonstein dan Carlson
menggunakan besarnya kelengkungan kurva dan tanda Risser (Tabel 3).

Probabilitas of Progression Based on Curve Magnitude and Age


Age (Years)
Curve Magnitude at 10-12 (%) 13-15 (%) 16 (%)
Detection
<190 25 10 0
0 0
20 -29 60 40 10
300-390 90 70 30
>600 100 90 70
Tabel 2. Kemungkinan Progresifitas berdasarkan derajat kurva dan usia.

Probabilitas of Progression Based on Risser Grade and Curve Magnitude at


Reduction
Curve Magnitude
Risser Grade 50-190 200-290
0-1 22% 68%
2-4 1.6% 23%
Tabel 3. Kemungkinan progresifitas berdasarkan on derajat Risser dan derajat
reduksi kurva.

C. KLASIFIKASI
1. Klasifikasi Kurva
Pola Kurva
Pola dari kurva menggambarkan lokasi anatomi, jumlah dan arah kurva.
Kurva dapat berlokasi pada upper thoracic, mid-thoracic, thoracolumbar dan
mid-lumbar regions. Arah curva ditentukan oleh covex dan concave side dari
curva. Curva kanan memiliki concavity pada kiri pasien dan convexity pada kanan
pasien dan sebaliknya pada curva kiri.
Besarnya Kurva
Hasil dari bending radiograph menentukan apakah kurva merupakan
kurva major (structural) atau minor (non-struktural). Sisi kiri dan kanan dari
bending x rays adalah umunya diambil dalam posisi supine jadi jumlah dari
flexibilitas spinal colum dapat ditentukan. Tekanan manual atau traksi minimal
mungkin dapat dilakukan selama proses bending radiograph.
Kurva major memiliki derajat lebih besar, merupakan kurva structural,
artinya bahwa kurva tidak dapat dilakukan bend out pada saat dilakukan bending
x rays. Kurva major umumnya ± > 10⁰ dibandingkan kurva minor. The Scoliosis
Research Society menjelaskan bahwa major curve adalah sebagai nilai hasil
pengukuran cobb yang terbesar pada posisi xray berdiri dan tidak terpengaruh
oleh side bending.
Kurva minor umumnya dapat dilakukan bend out pada bending
radiograph, merupakan kurva non-struktural. Kurva ini juga disebut compensatory
curve karena dalam perkembangannya memilki tujuan untuk menjaga kepala dan
rongga dada seimbang dalam coronal plane. Sering kurva minor kembali normal
ketika kurva major dilakukan koreksi. The Scoliosis Research Society
menjelaskan bahwa kurva minor sebagai kurva lain yang dicatat pada pasien yang
tidak memiliki pengukuran cob angle terbesar.
2. King Klasifikasi
King Klasifikasi sering digunakan untuk menggambarkan system scoliosis
pada thoracic scoliosis. King Klasifikasi diperkenalkan pada tahun 1983, yang
mendefinisikan 5 jenis idhiophatic scoliosis.

Gambar 15. Klasifikasi King.


1. King tipe I
Menunjukkan kurva berbentuk S menyeberangi garis tengah kurva
thoraxic dan kurva lumbar. Kurva lumbar lebih besar dan lebih kaku
daripada kurva toraks. Kedua kurva cenderung structural dan sering
merupakan true doble major kurva. Indeks fleksibilitas dalam bending
radiograf adalah negatif.2,14
2. King tipe II
Menunjukkan sebagai bentuk S melengkung dimana keduanya yaitu toraks
sebagai kurva major dan lumbar sebagai kurva minor menyeberangi garis
tengah. Disebut juga false double major, walaupun kurva lumbar lebih
flexible dan tidak mengalami deviasi dari central line sebanyak kurva
thoracic. Kurva toraks adalah lebih besar.
3. King tipe III
Menunjukkan kurva toraks dimana kurva lumbal tidak menyeberangi garis
tengah. Merupakan tipe AIS yang paling sering ditemukan . kebanyakan
adalah structural.
4. King tipe IV
Menunjukkan kurva thorax yang panjang dimana vertebra ke 5 lumbalis
berpusat diatas sakrum, tapi vertebra ke 4 lumbalis sudah angled ke arah
kurva. Banyak dari kelainan tipe ini memiliki kelainan sagital plane yang
terdiri dari severe thoracic lordosis dan thoracolumbar kyposis.
5. King tipe V
Menunjukkan double kurva pada toraks dimana sudut toraks vertebra
pertama (Th1) mengalami convexity di atas kurva. Component thoracic
yang paling atas mungkin extend sampai tulang belakang cervical. Kurva
yang tinggi biasanya mengarah ke kiri dan sering selalu merupakan
structural. Pasien dengan kelainan tipe ini mungkin memiliki penonjolanan
bahu kiri.
Kerugian dari sistem King klasifikasi:
1. Profil sagital tidak termasuk dalam evaluasi
2. Jadi yang disebut double dan triple kurva major (bentuk scoliosis dengan
dua atau tiga kurva major) tidak termasuk didalamnya.
3. Lenke Klasifikasi

Pada tahun 2001, Lenke memperkenalkan sistem baru untuk klasifikasi


idiophatic scoliosis yang jauh lebih kompleks daripada sistem King klasifikasi.
Penentuan jenis scoliosis berdasarkan four long cassette radiograph (standing
posteroanterior, standing lateral, kanan dan kiri supine bending films), jenis
kurva ditentukan oleh lokalisasi, derajat, dan fleksibilitas yang termanifestasi
pada kurva. Apex kurva didefinisikan sebagai berikut untuk tujuan lokalisasi:
 Lokalisasi upper toracic  kurva apex antara Th2 dan Th6
 Lokalisasi toraks  apex kurva antara Th6 dan diskus intervertebral
Th11/12
 Lokalisasi thoracolumbar  apex kurva antara Th12 dan L1.
Sistem klasifikasi yang digunakan untuk menilai entitas klinis,
memungkinkan ahli bedah untuk merekomendasikan perawatan yang spesifik dan
memungkinkan membandingkan metode pengobatan yang berbeda. Scoliosis
dikelompokkan menurut tipe curve (1 sampai 6) dikombinasikan dengan lumbar
spine modifer (A, B, atau C) dan sagital thoracic modifier (-, N, atau +). Kurva
pada toraks, yang mana puncak terletak antara 2nd thoracic vertebral bodi dan
11th/12th thoracic intervertebral disc, yang termasuk dalam kurva thorax proximal
dengan puncak pada 3rd, 4th atau 5th level toraks dan curva utama toraks dengan
puncak antara toraks bodi 6th dan 11th dan 12th toraks disc. Puncak dari kurva
thoracolumbar terletak di antara batas cephalad dari vertebra toraks 12th dan batas
caudad vertebra lumbalis 1st. Puncak dari kurva lumbal terletak antara 1st dan 2nd
lumbalis diskus dan batas caudad pada vertebra lumbalis 4th.
Curve Type
Untuk menentukan curve type, lenke system membagi spinal column ke
dalam 3 region: proximal thoracic (PT) apex pada T3/T4/T5, Main thoracic (MT)
apex diantara T6 dan T11-12 disc, dan thoracolumbar/lumbar (TL/L) apex pada
T12/L1 untuk kurva thoracolumbar dan L1-2 disc dan L4 untuk kurva lumbar.
Regional curves lebih jauh lagi dibagi menjadi major curve (curva dengan hasil
pengukuran cob angle terbesar) dan minor curve. Penampang coronal dan sagital
keduanya dievaluasi untuk flexibilitas pada bending films. Criteria untuk
menentukan structural/non structural pada minor curva pada kedua penampang
adalah sebagai beriku
Spinal Collum Region Coronal Sagital Axial

Proximal Thoracic (PT) ≥ 25⁰ T2 – T12 ≥+ 20⁰ NA

Main Thoracic (MT) ≥ 25⁰ T10 – L2 ≥+ 20⁰ NA

Thoracolumbar/Lumbar (TL/L) ≥ 25⁰ T10 – L2 ≥+ 20⁰ >1

Tabel 4. Criteria menentukan curva struktural minor pada kedua penampang.2

Berikut adalah 6 tipe dari curva yang dibentuk dengan methode


classification ini:15

Gambar 16. Curve type dari Lenke classification.


Lumbar Spine Modifier (A,B, Or C)

Ketika intervensi operasi sedang dipertimbangkan, derajat dari kelainan


lumbal harus dinilai karena hal ini mempengaruhi keseimbangan tulang belakang
dan mempengaruhi kurva proksimal. Tiga jenis dari kelainan lumbal didefinisikan
berdasarkan hubungan dari center scaral vertical line menuju kurva lumbal yang
dinyatakan dalam radiograf koronal (Gambar 13). Center sacral vertical line
harus membagi dua aspek cephalad dari sakrum dan harus tegak lurus sampai
horizontal sebenarnya. Modifier A dapat digunakan hanya untuk Main Thoracic
Curve (Tipe 1 sampai 4) dan tidak dapat digunakan untuk menentukan kurva
Thoracolumbar/Lumbar (Tipe 5 dan 6). Hal tersebut juga tidak boleh digunakan
ketika The Center Sacral Vertical Line jatuh langsung berlawanan/terhadap
medial aspek dari lumbal apikal pedicle. Tiga lumbar modifier dapat digunakan
untuk mendefinisikan alignement dari tulang belakang lumbar dalam kaitannya
dengan enam jenis kurva, dan mereka dapat digunakan untuk menilai posisi tulang
belakang lumbalis setelah intervensi operasi.15

Gambar 17. Aturan dalam lumbar spine modifier.


Terdapat 3 lumbar modifier:

 Modifier A  CVSL (Center Vertical Sacral Line) terletak diantara


pedicles sepanjang jalan sampai pada stable vertebra

 Modifier B  CSVL jatuh antara batas medial dari concave pedicle dan
garis sisi concave dari vertebral bodi pada apex dari curve

 Modifier C  CSVL terletak paling medial menuju concave aspect dari


apical vertebra.2

Gambar 18. Lumbar modifier A.15

Gambar 19. Lumbar modifier


B.15
Gambar 20. Lumbar modifier C.15

Sagittal Thoracsic Modifier (-,N, Or +)


Rata-rata normal sagittal toraks alignment dari 5th sampai 12th vertebra
toraks adalah 30⁰ dengan range dari 10⁰ - 40⁰. Pasien yang menderita adolescent
idiopatik scoliosis cenderung menurun dalam hal toraks kyphosis atau bahkan
toraks lordosis dibandingkan dengan kontrol normal. Sagital Thoracic modifier
ditentukan dengan pengukuran dari superior end plate vertebra toraks 5th sampai
inferior end plate vertebra thoracic ke 12th pada radiograf dengan posisi lateral
berdiri. A minus (-) adalah tanda (hypokhyposis) mengidentifikasi bahwa derajat
kurva kurang dari +10⁰, N (normal kyphosis) mengidentifikasi kurva dari 10⁰ -
40⁰, dan tanda plus (+) (hyperkyphosis) mengidentifikasi kurva yang lebih dari
40⁰. Sagital thoracic modifier ini memiliki indikasi yang sangat berguna dalam
membentuk/merencanakan modalitas treatment untuk thoracic sagittal plane.
Gambar 21. Sagittal Thoracic Modifier

Klasifikasi Tipe Kurva

Pertama tipe curva (1 sampai 6) harus diidentifikasi dan kemudian lumbar


spine modifier (A, B, atau C) dan sagittal thoracic modifier (-, N, atau +) harus
didefinisikan untuk keperluan menentukan klasifikasi kurva yang tepat dan
lengkap (misalnya, 1A-, 1AN, 6CN, dan sebagainya). Sebelumnya kita harus
mengerjakan standing posterior, lateral, right dan left supine side bending
radiograph. Kemudian bagilah spinal column menjadi 3 region (PT, MT, TL/L).
Kemudian ukurlah Cobb angle untuk setiap kurva pada standing PA, lateral dan
bending film. Kemudian identifikasi major kurva, dan tentukan minor kurva
termasuk structural atau tidak. Kemudian tentukan tipe curva. Kemudian buat
CSVL pada standing PA film. Kemudian buatlah Lumbar spine modifier.
Kemudian buatlah Sagittal thoracic modifier.
Gambar 21. Klasifikasi Lenke.

D. GEJALA KLINIS

Deformity adalah gejala yang biasanya tampak: jelas tampak condong


belakang atau tulang rusuk punuk di kurva toraks, dan penonjolan asimetris dari
satu pinggul dalam kurva thoracolumbar. Kadang-kadang keseimbangan kurva
terlewati tanpa diketahui sampai dewasa tampak dengan gejala sakit punggung.
Dimana program skrining sekolah dilakukan, anak-anak akan disebut dengan
deformity yang sangat minor.

Nyeri adalah keluhan langka dan harus perlu di waspadai oleh dokter
untuk kemungkinan adanya tumor saraf dan perlunya MRI. Scoliosis pada anak-
anak adalah sebuah bentuk deformity tanpa rasa nyeri. Scoliosis dengan rasa nyeri
menunjukkan tumor tulang belakang sampai terbukti sebaliknya.

Mungkin adanya riwayat keluarga scoliosis atau catatan beberapa


kelainan selama kehamilan atau persalinan; developmental milestones awal harus
diperhatikan.

Rongga dada harus benar-benar terexpose dan pasien diteliti dari depan,
belakang dan sisi samping. Pigmentasi kulit dan anomali kongenital seperti
sakralis dimples atau gumpalan rambut yang juga perlu dicari.

Tulang belakang mungkin jelas menyimpang dari garis tengah, atau ini
mungkin menjadi jelas hanya ketika pasien membungkuk ke depan (Tes Adams).
Level dan arah sifat cembung dari kurva major perlu dicatat (misalnya „right
toraks‟ berarti kurva di tulang belakang dada dan cembung kearah kanan). Pinggul
(pelvis) menjulur keluar di sisi cekung dan tulang belikat pada sisi cembung.
Payudara dan bahu juga mungkin asimetris. Dengan toraks scoliosis, rotasi
menyebabkan sudut tulang rusuk ke luar atau menonjol, sehingga menghasilkan
asimetris rusuk pada punuk di sisi cembung kurva. Dalam deformity yang
seimbang maka occiput adalah di atas/melebihi garis tengah; dalam keadaan tidak
seimbang (atau decompensated) kurva ini occiput tidak melebihi garis tengah. Ini
dapat ditentukan lebih akurat dengan menjatuhkan plumbline dari tonjolan proses
spinosus C7 dan mencatat apakah itu jatuh sepanjang gluteal cleft.

E. PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan Orthopaedic pada pasien scoliosis harus detail. Anamnesa
riwayat yang hati-hati dan termasuk pertanyaan seperti usia, gender, mengamati
cara berjalan, nyeri, gejala neorologis, riwayat keluarga, growth spurth dan
menarche. Usia, untuk menilai kematangan, dan oleh karena itu kedepannya
berguna dalam menentukan risiko progresifitas. Cara berjalan, tanda-tanda
penyakit saraf, seperti ataksia; mencari atalgic gait. Rasa nyeri, mungkin timbul
selama fase progresifitas yang cepat, perlunya mengamati lebih dekat untuk
kesempatan intervensi (bracing), atau mungkin tanda dari penyakit saraf yang
mendasari. Semua penyakit yang diketahui berhubungan dengan banyaknya kasus
scoliosis (penyakit jaringan ikat, gangguan neorologis) harus dikesampingkan.
Setelah anamnesa riwayat selesai, maka perlu dilakukan pemeriksaan fisik.
Pemeriksa harus melihat keseluruhan pasien dari depan, sisi samping dan
belakang, mencatat adanya (1) asimetri scapular dan penonjolan unilateral, (2)
asimetri pada pinggang, (3) level bahu, dan (4) asimetri dalam jarak antara lengan
dan pinggang.

1. Pemeriksaan Fisik Secara Visual

Mencari tanda trauma, blister, bekas luka, perubahan warna, kemerahan,


memar, benjolan, hairy patch, cafe au lait spot, bantalan lemak dan tanda lainnya.
Selanjutnya, menginstruksikan pasien untuk berdiri dengan postur normal. Lihat
tulang belakang dari sisi lateral, dan menilai kelengkungan toraks dengan normal
kyphosis (Gambar 18). Lihat tampilan dari belakang, perhatikan penurunan bahu
kanan, penonjolan dari scapular melewati thorax kanan, penurunan jarak antara
lengan dan thorax yang kanan, dan peningkatan jarak antara lengan kiri dan thorax.
Panggul kiri tampak lebih tinggi dari kanan, tetapi ini adalah karena flank fullness
pada sisi kanan dan flank depression di sebelah kiri. Level panggul dan high hip‟
sering tampak jelas.
(A) (B)

Gambar 22. (A) Tampak posterior dari pasien dengan scoliosis. Tampak
peninggian scapular kiri dan spinal curvature. Tampak flank asimetri, cleft pada
sisi concavity (tanda panah). (B) Salah satu cara menentukan spinal balance

Evaluasi Deformitas

Untuk melakukan evaluasi deformitas yang sesuai, pemeriksaan tertentu


harus digunakan; Selain itu, Anda harus mencatat historis tertentu yang berkaitan
dengan skeletal maturity dan pertumbuhan (terutama dalam adolescent idiophatic
scoliosis). Risiko tertinggi terjadinya progresifitas adalah apabila terjadi
deformitas selama kecepatan maximum pertumbuhan skeletal. Ini terjadi 6 bulan
sebelum dan 6 bulan setelah menarche pada perempuan. Anak laki-laki, hal ini
lebih sulit dihubungkan dengan peristiwa ini. dengan demikian, kematangan
dinilai tidak langsung oleh perkembangan rambut kemaluan dan pertumbuhan
ukuran.

Selain memeriksa kelengkungan kurva, ketinggian bahu harus diukur


(Gambar 19 A). Menentukan spinal balance dalam dua cara. 1) Garis plumb
diukur dengan menggantungkan beban pada tali dari spinosus C7. Garis ini harus
melewati tengah tengah gluteal fold. Penyimpangan ke kanan atau ke kiri diukur
dalam sentimeter dan dicatat sebagai koronal dekompensasi pada setiap arahnya.
Penyimpangan lebih dari 2 cm dari natal cleft adalah sesuai idiophatic scoliosis
dan mungkin tanda penyakit saraf yang mendasari (Gambar 19 B). 2)
mengidentifikasi titik tengah punggung pada level lebar maksimum dari thorax,
dan menentukan penyimpangan dari natal cleft (Gambar 18 B). Ini adalah
mengukur dari truncal dekompensation. Itu dilihat pada satu kurva lebih sering
daripada dalam kurva ganda dan ini merupakan faktor risiko dari progresifitas.

(B) (B)

Gambar 22. (A) evaluasi ketinggian bahu. Levelnya harus ditempatkan tepatnya
melewati shoulder di puncak scapula, catat shoulder yang mengalami elevasi. (B)
Plumb line di jatuhkan dari tonjolan vertebra C7 harus jatuh pada gluteal cleft
untuk perfect sagittal balance, pengukuran harus dibuat berapa centimeter kearah
kiri/kanan plumb line jatuhnya dari C7 berguna untuk pengukuran coronal
balance

Fleksibilitas dari setiap deformitas scoliosis harus dievaluasi dari sisi yang
membungkuk, dengan pemeriksaan deformity correctability (Gambar 20 A),
sebaiknya menerapkan traksi (atau unweighting untuk kurva) (Gambar 20 B).
Adam forward-bending test (Gambar 21 A) membantu untuk menentukan jika ada
penonjolan toraks atau lumbal, serta rotasi tulang belakang (skoliosis). Penonjolan
diukur oleh Skoliometer (Gambar 21 A B), yang memberikan bacaan sudut, atau
mengukur tinggi penonjolan langsung dan direkam dalam sentimeter (Gambar 21
C).

(A) (B)

Gambar 23. (A) menilai spinal flexibility dengan tiga point bending untuk menilai

korektibilitas dari curvature scoliosis. (B) menilai korektabilitas curva tanpa


beban spinal dengan mengangkat pasien dari bawah axilla. Ini sesuai dengan
traction maneuver untuk melihat seberapa koreksi yang dihasilkan dengan traksi
(A) (B) (C)

Gambar 24. (A) Adam Forward Bending Manuver; Scoliometer. (B) mengukur
sudut dari penonjolan dengan scoliometer. Dilaporkan dengan membandingkan
derajat pada sisi elevasi dengan tidak elevasi. (C) menggunakan level (cm) untuk
estimasi elevasi pada rib hump

Melihat pembungkukan kedepan dari sisi lateral membantu evaluasi


thoracic kyphosis (Gambar 22). Pemeriksa harus mencari penonjolan dari
thoracic spine yang menyiratkan kyphosis. korektabilitas atau fleksibilitas toraks
kyphosis diuji dengan cara pasien mengextensikan tulang belakang dada (Gambar
23). Semua tes ini dimaksudkan untuk dokumentasi dan mengevaluasi toraks
scoliosis dan kyphosis.7

(B)

(C)

(A)

Gambar 25. (A) Estimasi dari sagittal curvature dan kypotic angulation tampak
nyata dengan pasien bend forward dan evaluasi dari lateral thoracic kyposis. (B)
Thoracic kyphosis evaluation. (C) Thoracic kyphosis dengan apex kira kira pada
vertebra T8
Gambar 26. Evaluasi flexibilitas thoracic kyphosis dengan pasien extension. Ini
dapat membedakan antara postural kyphosis dan fixed structural kyposis

Pengukuran leg length, circumference dan straight leg raising (SLR) test
yang harus dilakukan. kakunya hamstring dan spasme disertai dengan low back
pain mungkin merupakan manifestasi dari spondylolisthesis. Pemeriksaan
neorologis yang lengkap dan hati hati, terutama ekstremitas bagian bawah
(Gambar 24 – 27). Mengevaluasi fungsi sensorik dan motorik dari tungkai bawah.
Mengevaluasi refleks, termasuk patellar ligamen dan achiless tendon, dan
abdominal refleks.

Gambar 27. Straight-leg raising test. Lutut dipertahankan lurus maksimal ketika
kaki diangkat keatas; catat jika pasien mengeluh kaku dan nyeri didaerah pantat –
hal ini normal terjadi 80⁰ - 90⁰
Gambar 28. Leg length paling akurat diukur dari SIAS menuju tip medial
maleolus

(A) (B)

Gambar 29. (A) kekakuan dari otot hamstring, pectoral muscle dan heel cords
harus dicatat. (B) selalu di evaluasi hip flexion contracture

(A) (B)

Gambar 30. (A) Kejadian hipertropi atau atropi harus dibedakan dan dicatat. (B)
evaluasi neurologis yang lengkap harus dilakukan pada setiap pasien

Gambar 31. Pemeriksaan dari kulit tampak café au lait pada neurofibromastosis
2. Palpasi

Dimulai dengan palpasi secara keseluruhan perhatikan suhu permukaan


sekitar tulang belakang dengan menggunakan punggung tangan. Bandingkan satu
sisi dengan yang lain. Perhatikan daerah berkeringat atau rasa sakit, dan perlu
lebih perhatian ketika melakukan palpasi pada daerah ini

Processus Spinosus

Untuk meraba proses spinosus vertebra thorakalis, dimulai dengan mencari


C7-T1 (Gambar 29). Ini paling menonjol prosesus spinosus dan dapat dengan
mudah ditemukan dengan menjalankan jari ke bawah garis tengah leher saat flexi.
Penempatan ibu jari tangan setiap di proses spinosus dan mulai meraba, dengan
arah ke caudal, sampai anda telah meraba raba melewati tulang rusuk (Gambar
29). Perhatikan misalignement apapun, kelengkungan, benjolan, nyeri, nyeri
tekan, dan pembengkakan.7

(C) (B) (C)

Gambar 32. (A) Palpasi dari processus spinosus dan paraspinal curva pada
thoracic spine. (B) Palpasi dari upper thoracic spine. (C) Palpasi pada thoracic
spine, include facet joint
Fascet Joints

Untuk meraba fascet joint vertebra thorakalis, instruksikan pasien untuk


benar benar relax. Dimulai dengan mencari C7 atau T1. Pindahkan jari-jari anda
ke lateral dari proses spinosus, rasakan untuk fascet joint berada diantara vertebra
(Gambar 30). Dilanjutkan palpasi ke bagian caudal ke ujung vertebra thorakalis.
Catatan Jika ditemukan nyeri tekan. Meraba tulang rusuk, artikulasi
costovertebral, dan sepanjang daerah intercostals, mencari sensitivitas atau
rangsangan nyeri.

(A) (B)

Gambar 33. (A) Facet joint thorax, dengan thoracic nerve keluar dibawah pedicle,
dan ini hubungannya dengan facet joint. (B) palpasi dari thoracic facet joint

3. Movement

Active

Movement

Bending Forward

Meminta pasien untuk membungkuk dan menyentuh jari-jari kaki tanpa


menekuk lutut. Catat fluiditas/irama dan pembatasan gerakan. Melakukan hal ini
baik dari posisi berdiri.

Bending Backward

Untuk memeriksa ekstensi toraks, meraba prosesus spinosus T12 dan L1.
Menginstruksikan pasien untuk sepenuhnya mengextensikan tulang belakang
dengan membungkuk ke belakang. Tempatkan satu tangan di belakang pasien
untuk mendeteksi titik di mana ekstensi tulang belakang bergerak ke vertebra
lumbalis.
Side Bending

Untuk menguji aktif membungkuk ke sisi lateral, meminta pasien untuk


membungkuk ke sisi kiri dan kemudian ke sisi kanan. Catat apapun atau
keterbatasan dalam gerakan.7

Trunk Rotation

Badan toraks rotasi terjadi dengan pasien duduk dengan menyilangkan


tangan dan tangan bertumpu pada bahu yang berlawanan. Baji atau blok adalah
ditempatkan di bawah pantat pasien di sisi sedang diuji. Ketinggian pantat akan
mengunci tulang belakang lumbalis di sisi membungkuk kontralateral dan
mengalami rotasi ipsilateral. Menginstruksikan pasien untuk memutar sejauh
mungkin ke sisi dimana blok adalah ditempatkan. Tulang belakang leher tidak
diputar. Catat setiap rasa sakit atau keterbatasan dalam gerakan.7

(A) (B) (C) (D)

Gambar 34. (A) Bending forward. (B) Bending backward. (C) Side bending. (D)
Trunk rotation

F. INVESTIGASI

1. Evaluasi Rontgen

Evaluasi roentgenographic pada anak dengan kelainan tulang belakang


adalah penting. Dalam anak usia kecil, seluruh tulang belakang dan panggul dapat
divisualisasikan film 14 x 17 inci (36 x 43 cm). Dalam anak-anak dan remaja, film
yang diperlukan lebih panjang 14 x 36 inci (36 x 91 cm). Seluruh tulang belakang
akan terlihat pada roentgenograph, dan hubungan antara kepala, bahu, batang atas,
dan panggul dapat dihargai.

Untuk pasien yang sedang dievaluasi, hanya view PA berdiri diperlukan,


tambahan view akan diambil sesuai indikasi. Film membungkuk yang dilakukan
preoperative untuk menilai fleksibilitas dari kurva primer dan kompensasinya,
disk space, mobilitas, dan untuk memilih lokasi level tulang belakang untuk
instrumentasi. Pada klasifikasi Lenke menggunakan film membungkuk untuk
membedakan kurva struktural dengan kurva nonstruktural. Supine lateral bending
film telah menjadi standart emas. X-ray dari depan dengan membungkuk ke lateral
atau studi anterior-posterior membungkuk kedepan adalah untuk mengurangi
kelengkungan dari kurva utama melalui perbandingan pengukuran dari sudut dan
rotasi. View supine lateral bending diambil untuk mengevaluasi fleksibilitas kurva
dan diindikasikan hanya ketika treatment (bracing atau operasi) diberikan. Traksi
rontgenograms terbukti sangat membantu jika pasien memiliki kelengkungan
kurva yang buruk (lebih dari 70 degress). Pada pasien ini, view lateral
membungkuk mungkin tidak merupakan indikasi untuk menilai fleksibilitas
deformity. View lateral berdiri diambil sebelum pengobatan sehingga tulang
belakang dapat divisualisasikan dalam tiga dimensi, dan juga mengevaluasi hiper-
atau hypokyphosis. Jika ada kelainan yang ditemukan dalam daerah lumbosacral
mungkin lebih baik digambarkan dengan Fergusson View, yang memberikan true
AP dari lumbosakral joint. Bukti spondylosis atau spondylolisthesis memerlukan
oblique view di daerah lumbosacral.

Dalam studi imaging, tiga pemeriksaan yang diperlukan: (1) Standart


pemeriksaan, (2) kontrol pemeriksaan, (3) evaluasi pre-terapi diperlukan untuk
menguraikan orthotic dan tindakan bedah. Kriteria kualitas dari anterior x-ray
adalah: (1) perlvis harus horisontal, (2) symetricaliliac crest, (3) tulang ekor yang
diproyeksikan pada simfisis. Sikap Scoliotic secara radiologically didefinisikan
oleh adanya defleksi lateral tulang belakang tanpa gibbosity atau vertebra rotasi.
Kriteria kualitas x-ray anterior bending: (1) visibilitas yang baik dari vertebral
bodi, (2) visibilitas yang baik dari pedicles, (3) dari transverse apophysis, (4) dari
sendi posterior.
2. Evaluasi Kurva

Cobb Angle merupakan derajat kelengkungan diantara end vertebra yang


menggambarkan maximal coronal deviasi daripada curva. Dalam posisi berdiri,
pola kurva dideskripsikan seperti dibawah ini. Setiap kurva diukur dengan metode
cob angle (Gambar 32). Cobb angle diukur dari hasil rontgen PA long cassette
posisi berdiri. End vertebra harus di identifikasi pertama kali; ini adalah bagian
terakhir yang miring menjadi cekung dan kelengkungannya yang diukur.
Kemudian tentukan dan garis pada superior dan inferior endplates dari cranial dan
caudal vertebra yang bertanggung jawab/terlibat. Sudut yang didapatkan dari
perpotongan garis tegak lurus terhadap superior endplate dari superior end
vertebra dan inferior endplate dari inferior end vertebra adalah cob angle. Jika end
plate ini tidak jelas, maka pedicle dapat digunakan sebagai gantinya. Semua
kelengkungan harus diukur. Pada kurva ganda, superior endplate dari inferior end
vertebra adalah superior endplate dari superior end vertebra pada kurva
berikutnya.Puncak curva (apex) digambarkan ditengah. Merupakan vertebra/disc
dari kurva dengan deviasi paling lateral dan paling horizontal.

Gambar 35. Teknik pengukuran Cobb Angle


3. Evaluasi Penampang Sagittal

Adolescent idiophatic scoliosis adalah merupakan kelainan yang


multiplanar dengan perubahan pada bidang coronal, sagittal dan axial. Sayangnya,
kebanyakan dari penelitian AIS lebih focus hanya pada bidang coronal. Namun
saat ini tampaknya bahwa bidang sagital, dalam konsertasinya dengan bidang
coronal, adalah sangat penting dalam menjaga keseimbangan dan stabilitas dari
pasien. Tujuannya adalah untuk menjaga keseimbangan bagian tubuh teratas
sekitar pelvis (coronal ) dan hips (sagittal) dari pasien jadi otot otot posterior
berada pada batas kerja minimum. Hal ini mencegah muscle fatique dan nyeri
punggung belakang yang berhubungan. Tipe dari contour bidang sagital yang
sering terlihat pada AIS adalah dijelaskan dan digambarkan seperi dibawah ini.2

Gambar 36. Metode dari pengukuran berbagai parameter dari sagittal spinal
alignment. Sagittal Vertical Axis (SVA) adalah jarak horizontal dari C7 plumb
line to front corner sacrum. Nilai (+) indikasi posisi anterior dari sacrum; nilai
negative melalui atau dibelakang sacrum. β, sudut sacral inclination, adalah sudut
disubtitusi dari tangent menuju batas posterior S1 dan vertical axis. δ, cob angle
diantara dua vertebra.10

4. Evaluasi Rotasi

Rotasi vertebralis dapat ditentukan dengan metode Nash dan Moe dan
mungkin memiliki grade I sampai V, tergantung tingkat keparahan rotasi, atau
dapat diukur dengan teknik Pedriolle. Nash dan Moe metode (Gambar 34),
vertebra dibagi menjadi enam bagian yang sama, menggunakan sebagai indikator
tanda pedicles dan vertebral bodi: (1) level 0  simetris concex dan equidistan
pedicles, (2) level 1  bagian cembung pedicle bermigrasi ke segmen pertama,
(3) level 2  bagian cembung pedicle bermigrasi ke kedua segmen, (4) level 3 
bagian cembung pedicle bermigrasi ke tengah segmen, (5) level 4  bagian
cembung pedicle melintasi garis median sisi cekung.5,17

Gambar 37. Metode pedicle untuk menentukan vertebral rotation.10

5. Skeletal Maturity

Skeletal Maturity diukur tidak hanya oleh penampilan fisiologis pasien,


tetapi juga radiographycally oleh usia tulang, iliaka epiphysis dan cincin
vertebralis apophysis. Usia tulang ditentukan oleh perbandingan roentgenogram
dari wrist dan hand dengan standar yang ditemukan dalam Greulich dan Pyle
atlas. Osifikasi apophysis dari iliaka dievaluasi, dan dinilai derajatnya menurut
Reisser (Gambar 35). Cincin vertebralis epiphysis bisa dicatat pada
roentgenogram vertebral lateral; ini terdiri dari area osifikasi yang terpisah untuk
menggabungkan tubuh vertebral setelah pematangan vertebra selesai. Ini
nampaknya bertepatan dengan penghentian pertumbuhan/penutupan lengkap
vertebral bodi.

Gambar 38. Iliac apophyses normalnya tampak progresif mulai dari lateral ke
media (stage 1 – 4). Ketika fusion complete, spinal maturitas telah tercapai dan
peningktan curvature lebih jauh menjadi tidak berarti

6. MRI Investigasi

MRI dilakukan untuk mendeteksi kelainan neurologis, memungkinkan


diagnosis dyastematomyelia, syringomyelia, malformasi arnold chiari, expansive
intra spinal tulang belakang. MRI tidak dilakukan pada remaja dengan
pemeriksaan neorologis normal. MRI dalam kelompok remaja lebih kontroversial
karena hanya sangat kecil dapat menilai kelainan. MRI indikasi/petunjuk: (1)
vertebra dengan kelainan spinal marrow, (2) idhiophatic scoliosis dengan
gangguan neurologis, (3) trauma pada tulang belakang, (4) scoliosis terkait
dengan herniasi pada discus, (5) neoplastik dan inflamasi scoliosis. Indikasi MRI
pada remaja adalah sebagai berikut: (1) kurva thorac mengarah ke sisi kiri, (2)
nyeri,(3) progresifitas curva yang cepat, (4) Congenital scoliosis, (5)
Neurofibromatosis.17,18
G. DIFFERENTIAL DIAGNOSIS

Diagnosis adolescent idiophatic scoliosis memerlukan pengecualian dalam


hal diketahuinya penyebab scoliosis non idiophatic, dan pemeriksaan yang
komprehensif akan sering mengeluarkan hal ini atau menyarankan kebutuhan
studi diagnostik yang lebih lanjut. Kebanyakan jenis dari scoliosis saat ini dan
dengan hadirnya tingkat diagnostic yang memuaskan adalah idiophatic scoliosis
(80% dari pasien), dan daftar penyebab scoliosis yang telah didefinisikan oleh
Scoliosis Reaserch Society adalah luas (Tabel 4). Pasien mungkin hadir dengan
scoliosis reaktif sekunder yang mendasari kondisi penyakit yang sangat nyeri
seperti tumor, infeksi atau spondylolysis.6

Classification of Scoliosis
1 Idiophatic
2 Neurophatic
3 Congenital
4 Mesenchymal (Marfan syndrome or other connective tissue
disorder)
5 Neurofibromatosis
6 Neural tube defects
7 Metabolic
8 Osteochondrodystropies
9 Miscellaneous (tumor, infection, or traumatic)
10 Thoracogenic
11 Functional
Tabel 5. Diferential diagnose scoliosis

H. TREATMENT

Terdapat 3 pilihan dasar terapi untuk Adolescent Idhiophatic Scoliosis:2

1. Observation

2. Non-operative treatment dengan observation

3. Surgical Intervention

Secara umum, kurva yang melebihi 45⁰ - 50⁰ pada adolescent harus di
terapi menggunakan tindakan pembedahan dengan fusion. Kurva yang lebih kecil
harus secara teliti dievaluasi untuk menentukan modalitas terapi yang terbaik.
Berikut pertimbangan yang digunakan untuk membantu menentukan bagaimana
menterapi kurva scoliotic pada asolescent pasien:2

1. Age of patient and growth potential remaining

2. Curve pattern and magnitude

3. Curve progression rate (5⁰ - 10⁰ dalam 6 bulan atau kurang)

4. Cosmetic appearance

1. Observasi

Tidak ada metode yang realiabel pada evaluasi tahap awal untuk
keakuratan dalam memprediksi yang mana curva akan mengalami progresifitas,
jadi observation adalah merupakan treatment utama dari seluruh curva. Monitor
external contour dengan pengukuran rib hump, trunk rotation angle dengan
scoliometer, penggunaan alat contour seperti moiré topography dan ISIS
scanning. Metode ini sangat berguna dalam kurva tertentu dengan ukuran kecil
dan untuk pasien dengan faktor resiko yang rendah, tapi evaluation secara
periodic dari tulang belakang dengan radiograph tetap dibutuhkan.10

Umumnya, pasien usia muda dengan curva ringan yaitu < 20⁰ dapat
dilakukan pemeriksaan setiap 6 sampai 12 bulan. Pada usia remaja dengan derajat
curva yang lebih besar harus di periksa setiap 3 sampai 4 bulan. Pasien dengan
skeletal yang mature dan curva < 20⁰ umumnya tidak perlu evaluation lebih
lanjut. Curva > 20⁰ pada pasien yang tidak mencapai maturasi skeletal
memerlukan pemeriksaan yang lebih sering, biasanya setiap 3 sampai 4 bulan,
dengan radiograph PA berdiri. Jika progresifitas dari curva (peningkatan 5⁰
selama 6 bulan) dicatat melebihi 25⁰, maka diperlukan orthotic treatment. Untuk
curva 30 sampai 40⁰ dalam skeletal yang immature, orthotic treatment
direkomendasikan pada saat evaluation awal. Curva dengan 30 sampai 40⁰ dalam
skeletal yang sudah mature umumnya tidak memerlukan treatment, tapi karena
banyak studi menyatakan indikasi potensial untuk preogression pada usia dewasa,
pasien harus diobservasi tiap tahunnya dengan radiograph PA berdiri tiap 2
sampai 3 tahun setelah skeletal mature, kemudian setiap 5 tahun selama
hidupnya.

2. Non-Operative Treatment

Electric stimulation, biofeedback, dan manipulation telah dilakukan dan


merupakan bagian dari metode terapi non-operative yang memberikan hasil tidak
sukses pada pasien adolescent idiophatic scoliosis. Saat ini terapi non-operative
utamanya terdiri dari casting dan bracing. Prosedur terapi ini mungkin hanya
mencegah progresifitas curva, mereka tidak dapat mengkoreksi dari scoliosis nya.2

3. Orthotic Treatment

Saat ini non operative treatment yang utama menggunakan orthotics,


disebut juga dengan bracing. Sebuah brace memiliki dua fungsi essensial.
Pertama, hal ini harus membuat kearah lebih baik pada awal deformity, dan
kedua, harus mencegah progresifitas curva. Bracing pada AIS pasien tidaklah
untuk mengkoreksi curva, dan umumnya curva berhenti tumbuh dari derajat
deformity yang sama setalah 5 tahun terapi dengan menggunakan brace. Sekali
lagi, konsep utama dari bracing adalah untuk mencegah progression dari curva.
Saat ini banyak tersedia berbagai jenis brace. The Milwaukee Brace dan The
Boston Brace adalah 2 jenis brace yang sangat sering digunakan dalam menterapi
AIS pasien. Berbagai brace mungkin memiliki refrensi dari CTLSO atau TLSO,
yang mana artinya Cervicothoracolumbosacral orthosis atau Thoracolumbosacral
orthosis. Untuk lebih effective nya maka brace harus digunakan paling tidak 16 -
18 jam perhari sampai skeletal maturity tercapai.2

Nonrandomized prospective study, brace yang telah sukses (didefinisikan


< 5⁰ dari progresifitas) 74% dari pasien yang dikomparasi antara 34% dari pasien
tanpa bracing dan 33% dari pasien yang sedang mendapatkan electrical
stimulation. Tujuan dari bracing adalah untuk mencegah progresifitas dari
scoliosis sampai skeletal maturity tercapai. Indikasi dari penggunaan brace untuk
treatment adalah kurva tulang belakang lebih besar 25⁰ - 45⁰ pada tahap
persentasi awal, kurva tulang belakang lebih besar 20⁰ dengan mencatat
perkembangan progresifitas, pasien dengan sisa pertumbuhan yang signifikan
(Risser stage 0 -2), dan pasien dengan kompensasi tulang belakang yang
signifikan. Kontraindikasi relative untuk orthotic device adalah pasien dengan
thoracic lordosis. Tingginya angka kegagalan tercatat pada pasien dengan usia
yang lebih muda, pasien laki- laki, dan pasien dengan pretreatment kurva lebih
besar 40⁰. Suksesnya penggunaan brace didefinisikan sebagai 5⁰ atau kurang
progresifitasnya. Kriteria dari suksesnya penggunaan brace adalah jumlah dari
koreksi yang dan jumlah dari waktu penggunaan brace tiap harinya. Part-time
bracing (16 jam perhari) secara formal sama efektifnya dengan full time bracing.
Pada recent meta-analisis study tampak hubungan dosis-tergantung dengan
jumlah dari penggunaan brace dan pencegehan progresifitas dari scoliosis.
Orthotic treatment tidak digunakan pada pasien dengan curva lebih dari 50⁰.6,10

Milwaukee Brace

Orthosis pertama yang sukses dalam treatment dari adolescent idiophatic


scoliosis adalah Milwaukee Brace (Cervico-Thoraco-Lumbo-Sacral Orthosis atau
CTLSO). Orthosis ini pertama dikembangkan pada tahun 1945 oleh Drs. Walter
Blount dan Al Schmidt untuk postoperative treatment pada postpoliomielitis
scoliosis. Orthosis ini special didisain untuk menangani thoracic deformity dengan
menggunakan lateral force pada apex dari kurva, dan dengan longitudinal force
yang berpasangan. Othosis ini memilki contrictive forces yang kurang pada thorax
yang mana membuat orthosis ini ideal untuk terapi thoracic curve. Indikasi primer
penggunaan orthosis ini adalah untuk kurva thoracic kanan tunggal atau pola
kurva doble dengan komponen thoracic kanan. Hal ini seperti pernyataan diatas ,
tampak pada masa pertumbuhan anak yang aktif (Risser 0, 1, or 2) dengan
dokumentasi progresifitas kurva atau kurva awal diantara 20⁰ atau 30⁰ dan 40⁰.
Kadang-kadang pada anak usia muda dengan Risser grading 0 dan derajat kurva
40⁰ - 50⁰ dapat dengan sukses diterapi menggunakan Milwaukee Bracee.5
Milwaukee Brace terdiri dari molded pelvic section (Custom molded atau
manufactured – “Boston Brace System”) dengan dua posterior upright dan satu
anterior upraight, terhubung dengan ring pada leher yang memiliki thorax mold
dan dua occipital pad (Gambar 36). Penggunaan pad pada brace tergantung pada
pola dari kurva: trapezius pad untuk high thoracic curve, thoracic pad untuk
thoracic curve, kombinasi antara oval pad dan lumbar pad untuk toracolumbar
curve, dan lumbar pad untuk lumbar curve. Perhatian harus diberikan pada
penampang sagittal, dengan posisi thoracic pad dibawah posterior upright untuk
hyperkyphosis, dan lateral menuju upright tanpa outrigger anteriorly untuk
hypokyphosis.5

Thoracolumbar Sacral Orthoses (TLSO)

Group orthosis ini dapat dibedakan menjadi tipe higher underarm yang
mana sampai setinggi satu atau dua axilla, digunakan untuk thoracic curve, dan
tipe lower yang mana panjang sampai lower thoracic area, digunakan untuk
thoracolumbar atau lumbar kurva. Dalam banyak center tipe high TLSO
digunakan lebih extensive, tapi hasilnya paling banyak jangka pendek atau
sebagai pendahuluan. Banyak yang tetap percaya, karena dari desain yang terbuka
dan minimal compresi thorac pada Milwaukee Brace, yang mana ini merupakan
pilihan terbaik untuk thoracic kurva, low TLSO lebih digunakan untuk
thoracolumbar atau lumbar kurva. The low TLSO (Gambar 36) memiliki lumbar
pad untuk lumbar curve. Indikasi terapi, jadwal penggunaan dan penyapihan
adalah sama dengan Milawaukee Brace untuk thoracic kurva. Harus di ingat
bahwa kurva jenis ini adalah jarang dan progress kurang sering.
(A) (B) (C)

Gambar 39. (A) Milwaukee brace (CTLSO). (B) Boston Brace (TLSO). (C)
Charleston Bending Brace

Jenis Orthosis Lainya

Charleston Bending Brace (Gambar 36) adalah low-profile, anterior-


opening, ringan, thermoplastic orthosis digunakan hanya selama tidur malam hari
dan digunakan paling banyak untuk kurva single. Orthosis ini membungkukan
convexity tulang belakang ke arah depan dengan tujuan untuk “overcorrect”
scoliotic curve. Carleston Bending Brace diperkenalkan pada tahun 1979 oleh Dr.
Frederrick Reed dan Ralph Hooper, CPO. Katz et al, dalam study dari 319 pasien
diterapi masing masing dengan Boston Brace atau Charleston Bending Brace,
ditemukannya Boston Brace menjadi lebih effective daripada Charlaston Brace
dalam hal keduanya mencegah progresiffitas curva dan menghindari kebutuhan
untuk tindakan bedah. Perbedaanya paling nyata pada pasien dengan kurva 36
sampai 45⁰; 83% dari pasien dengan kurva 36 sampai 45⁰ diterapi denga
Carleston Brace mendapatkan progressifitas > 5⁰, dibandingkan dengan hanya
43% dari mereka yang diterapi dengan Boston Brace. Penulis menyimpulkan
bahwa Charleston Brace seharusnya digunakan hanya untuk menterapi small,
single thoracolumbar atau single lumbar curve. Boston Brace, dikembangkan
oleh Dr. John E Hall dan M E Miller, CPO, pada pertengahan tahun 1970 an,
memiliki lower profile dan lebih diterima tampilannya, toleransi pasien
meningkat. Boston Brace dapat diperpanjang menjadi TLSO dan CTLSO untuk
dorsal curve yang lebih tinggi dan untuk penggunaan post operative.

4. Opeartive Treatment

Objective utama dalam terapi operative dari AIS adalah untuk mencapai
solid arthrodesis (fusion). Pada infantile dan juvenile scoliosis mungkin diterapi
dengan instrumentasi tanpa fusi dalam bentuk growth rod technique. Namun, pada
pasien muda hal ini masih sering didapatkan fusi permanen dengan instrumentasi
sebagai modalitas treatment terakhir. Fusion tanpa instrumentasi untuk AIS masih
jarang dilakukan pada masa sekarang ini. Instrumentasi menyiratkan internal
fixation pada tulang belakang melalui anterior atau posterior approach, atau
kombinasi anterior – posterior approach. Internal fixation device memiliki dua
fungsi utama: 1) membantu mengkoreksi deformitas dengan parameter yang
aman, 2) menjaga koreksi sampai arthrodesis menjadi solid.

Indikasi terapi operasi pada idiophatic scoliosis: 1) Peningkatan kurva


pada masa pertumbuhan anak. 2) Deformitas yang berat (>50⁰) dengan asimetris
rongga dada pada remaja. 3) Nyeri yang tidak terkontrol dengan terapi non
operative. 4) Thoracic lordosis. 5) Deformitas cosmetic yang significant. Tujuan
tidakan terapi operative adalah mengkoreksi deformitas, menjaga sagittal balance,
meningkatan fungsi paru, minimalisir morbiditas atau nyeri, memaximalkan
fungsi postoperative, meningkatkan atau tidak mencederai fungsi dari lumbar
spine. Untuk mencapai tujuan ini pada pasien adolescent idiophatic scoliosis,
teknik pembedahan mungkin termasuk anterior, posterior, atau kombinasi
prosedur anterior dan posterior.

Selection Of The Fusion Area

Pertama tentukan pola dari kurva, catat yang mana major curve dan
compensatory curve. Ini dapat dicapai dengan menganalisa tanda klinis,
dikombinasi dengan readiograph berdiri dan membungkuk. Apakah pola kurva
adalah single major pattern atau double major pattern, ketika pola kurva sudah
ditentukan, semua major pattern harus dilakukan fusi. Yang paling sering
penyebab terjadinya keslahan adalah: 1) kegagalan dalam menilai kurva torax
dengan compensatory lumbar kurva dibawahnya, ini disebut dengan double major
pattern (tidak teridentifikasinya King II dari King I kurve pattern) dan 2)
kegagalan dalam menilai double thoracic pattern, biasanya berhubungan dengan
tidak digunakannya kaset film yang panjang.
Prinsip ini adalah bahwa seluruh vertebra yang termasuk dalam major
curve harus dilakukan fusion. Kurva yang dilakukan fusi tambahan dari neutrally
rotasi vetebra craniall sampai neutrally rotasi vertebra caudal. Sebagai tambahan,
bagian akhir vertebrae yang dilakukan fusi harus seimbang disekitar sacrum dan
bersandar pada midsacral line – vertical menuju keatas dari middle of the sacrum,
processus spinosus dari S1. Vertebra terbawah adalah merupakan posisi vertbera
paling stabil, dan bagian vertebra paling bawah yang telah dilakukan fusion harus
neutrally rotasi dan stabil. Tedapat dua pengecualian pada peraturan ini. Pertama,
ketika single lumbar atau thoracolumbar curve di terapi dengan anterior fusion
dan instrumentation, panjang dari fusi adalah kurang dari kurva yang telah diukur.
Kedua, pada kurva dimana bagian akhir adalah L5 (King type IV), atau pada
double curve dimana L5 tetap mengalami rotasi, maka fusi dapat berhenti sampai
L4, lebih pendek dari bagian akhir kurva vertebra.

Pada King classification terdapat 2 buah pola penting yang perlu di


identifikasi yaitu structural thoracic curve dengan compensatory flexible lumbar
curve dimana selective fusion hanya pada thoracic curve adalah memungkinkan
(King type II). Unfused lumbar curve akan secara spontan menjadi seimbang
dengan fused thoracic spine. Yang lain adalah double thoracic pattern (King type
V), dimana dibutuhkan fusion pada kedua thoracic curve. Tulang belakang harus
diapresiasi dalam 3 dimensi ketika memilih area yang akan dilakukan fusion,
karena sagittal contour memberi efek pada fusion extent. Ketika terdapat thoracic
hyper atau hypokyposis, atau ketika thoracic lordosis, sebuah fusi harus mencakup
keseluruhan vertebra untuk dilakukan fusi, mengingat scoliosis, sama hal nya
vertebrae dilakukan fusi ketika mengingat sagittal view.

Approach

Approach yang mungkin dilakukan untuk melakukan fusi adalah posterior,


anterior, atau combinasi (anterior plus posterior). Approach yang paling sering
adalah posterior, yang mana paling banyak digunakan untuk fusi pada adolescent
idiophatic scoliosis. Terdiri dari teknik meticulous subperiosteal exposure dengan
fascet excision dan packing dan tambahan autologous iliac bone. Instrumentasi
ditambahkan bertujuan untuk mencapai dan memaintain correction. Pada anterior
approach digunakan pada pola kurva lumbar dan thoracolumbar yang tunggal.
Ketika motion segment dapat diselamatkan dari adanya fusion area. Pada
combinasi approach digunakan untuk dua indikasi pada adolescent: untuk kurva
kaku yang besar atau untuk mencegah crankshaft effect (adalah mencegah disc
excision, yang mana menghilangkan growth centre, dan jadi anterior growth
potential, dan sebagai tambahan dengan menambahkan anterior fusion). Indikasi
lain approach kombinasi pada adolescent idiophatic adalah tidak biasa. Hal ini
termasuk rigid thoracic hyperkyposis, yang mana membutuhkan anterior release
dan fusion untuk hyperkyposis atau, pada kasus yang jarang pada thoracic
lordosis, yang mana memerlukan anterior release untuk mengkoreksi sagittal
deformity. Indikasi yang paling jarang adalah untuk double thoracic dan
thoracolumbar curve, yang mana akan diterapi dengan anterior fusion dan
instrumentation untuk thoracolumbar curve, dikombinasi dengan posterior
approach untuk kedua kurva dimana hal ini memungkinkan untuk
menyelamatkan dua level karena penggunaan dari anterior fusion. Yang dilakukan
pada combined approach adalah approach dilakukan pada convexity dari kurva,
dengan excisi pada disc dan packing pada disc dengan rib bone. Jika koreksi
tambahan dibutuhkan, maka wedge end plate dihilangkan menggunakan
osteotome, jadi dapat terjadi pemendekan pada bagian convexity. Melepaskan
bagian anterior dengan pemendekan pada bagian yang convex merupakan prinsip
dari kurva besar yang kaku. Tahap kedua dilukan 1 minggu kemudian dengan
anastesi yang sama, dan terdiri dari posterior fusion dan instrumentation yang
sudah disebutkan diatas.

Instrumentation

Harrington System

Merupakan instrumentasi original yang diperkenalkan oleh Harrington dan


terdiri dari distraction rod pada sisi concave dari curve dan compression rod pada
sisi convex dari curve. System original ini telah diaplikasi pada posterior approach
sepanjang sisi concave dari curve; tempat menempelnya rod adalah hooks yang
movable yang ditempatkan pada bagian paling atas dan bagian paling bawah dari
vertebra yang mana dapat berfungsi sebagai distraksi dari curve. Jika curvanya
flexible, ini akan dikoreksi secara passive dan bone graft dapat digunakan untuk
memperoleh fusi sepanjang curva. Gambaran evaluasi secara keseluruhan dari
original distraction instrumentasi adalah tidak mengkoreksi deformitas rotasi pada
apex dari curva dan dimana penonjolan pada rib secara virtual adalah tetap tidak
berubah.

Rod And Sublaminar Wiring (Luque)

Instrumentasi ini masih digunakan pada beberapa tempat. Merupakan


modifikasi Harington System dengan dibuat adanya segmental fixation sublaminal
wire, processus spinosus wire ditempelkan pada Harington Rod, dengan
tambahan Convex Luque Rod (Wisconsin System). Wire melewati bagian bawah
vertebral lamina pada berbagai level dan di fixasi pada rod di sisi concave curve,
sehingga menyediakan fixasi yang lebih terkontrol dan aman. Namun, sublaminar
wire sangat berbahaya oleh karena menutup dura dan resiko neurological demage
meningkat.

Cotrel – Dubousset System

Pada tahun 1988, Cotrel dan Dubousset memperkenalkan system yang


terdiri dari dua interlink rods dengan multiple hook pada setiap rodnya (CD
Sytem). Kombinasi pedicle screw ‘box’ foundation pada bagian akhir paling
caudal dari deformitas, dengan multiple hooks yang mana dapat ditempatkan pada
berbagai level untuk masing-masing akan menghasilkan distraction atau
compression. Dengan double rods, satu bisa melakukan distraction concave dan
compression convex; dengan adanya manipulasi yang sesuai pada implants, satu
dapat mencapai koreksi pada penampang sagittal. Instrumentasi ini diklaim dapat
mengkoreksi deformitas rotasi. Instrumentasi ini cukup rigid membuat
postoperative bracing tidak diperlukan.

Anterior Instrumentation (Dwyer, Zielke, Kaneda)

Pertama kali system ini diperkenalkan oleh Dwyer terdiri dari vertebral
screw yang diperkenalkan pada convexity dari curve, dengan kabel diantara screw
untuk memberikan compression. Instrumentasi ini telah dimodifikasi oleh Zielke
dengan threaded rod, dan dengan solid rod pada TSRH system. Rigid curve dan
kurva thoracolumbar yang berhubungan dengan lumbar lordosis dapat dikoreksi
dengan approaching tulang belakang dari depan, meghilangkan diskus diseluruh
kurva dan kemudian mengaplikasi alat kompresi (setiap braided cable atau rod
linking tranverse vertebral body screw) sepanjang sisi yang convex dari curve.
Bone graft ditambahkan untuk mencapai fusi. Pada beberapa kasus kombinasi
antara anterior dan posterior approach dibutuhkan. Keuntungan dari system ini
adalah 1) menyediakan fixasi yang kuat dengan lebih sedikit vertebral segment
yang dilakukan fusi; 2) bahwa pemendekan secara keseluruhan dari bagian yang
deformitas (oleh excise disc dan vertebral compression) mengurangi resiko dari
spinal cord injury yang berubungan dengan spinal distraction.

I. KOMPLIKASI PEMBEDAHAN

Neurological Compromise

Dengan adanya modern teknik insiden dari permanent paralisis telah


berkurang < 1%.

Spinal Decompensation

Over koreksi dapat menimbulkan ketidak seimbangan tulang belakang.


Hal ini harus dihindari dengan cara perencanaan perioperatif yang teliti dan
perlahan – lahan dalam hal menseleksi level fusion yang sesuai.

Pseudoarthrosis

Fusion yang incomplete dapat terjadi sekitar 2 % dari kasus dan mungkin
membutuhkan tindakan operasi lanjutan dan grafting.

Implant Failure

Hoks dapat terpotong dan rods dapat patah. Jika ini berhubungan dengan
symptomatic pseudoarthrosis, maka revisi fusion/fixation akan dibutuhkan.

Anda mungkin juga menyukai