Anda di halaman 1dari 42

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah 1 (LBM 1)
An. B usia 5 tahun datang ke UGD RSSM bersama orang tuanya , orang tua mengatakan
tulang pergelangan kaki anak saya mengarah kebelakang dan kebawah , posisi kaki yang
memutar ke dealam sehingga telapak kaki tidak bisa digunakan seperti orang yang normal
untuk berdiri, anak berjalan hanya menggunakan lutut
B. Tugas Mahasiswa
Membuat sebanyak mungkin pertanyaan yang timbul setelah menganalisis LBM tersebut di
atas.

C. Cara Belajar
1. Menerapkan metode SEVEN JUMP
2. Diskusi kelompok tanpa tutor untuk mengintifikasi pertanyaan teori, sumber belajar dan
pertanyaan praktik.
3. Diskusi kelompok dengan tutor untuk mengkonfirmasi sumber-sumber belajar dan
alternative jawaban
4. Konsultasi untuk memperdalam pemahaman.
5. Lecture dan atau hand-out

JUMP 1 : KEYWORD
JUMP 2 : ANALISIS DATA
1. An. B usia 5 tahun datang ke UGD RSSM bersama orang tuanya , orang tua
mengatakan tulang pergelangan kaki anak saya mengarah kebelakang dan
kebawah
2. posisi kaki yang memutar ke dalam
3. telapak kaki tidak bisa digunakan seperti orang yang normal untuk berdiri
4. anak berjalan hanya menggunakan lutut
Diagnosa Medis : CTEV (Congenital Talipe Equino Varus)

JUMP3 : ANALISIS MASALAH


1. Apakah CTEV merupakan penyakit keturunan ?
Ya, sebagai akibat dari kelainan genetic.25% kasus didapatkan ada riwayat kelainan ini
dalam keluarga. Jika anak pertama mengalami kelainan ini, maka ada 5% kemungkinan
anak kedua mengalami kelainan yang sama. Jika salah satu orangtua mempunyai
kelainan ini, maka terdapat kemungkinan 3-4% anak mereka mengalami kelainan ini dan
jika kedua orangtua mempunyai kelainan ini, maka terdapat 15% kemungkinan anak
mereka mengalami kelainan ini
2. Apa yang menyebabkan pergelangan kaki klien mengarah kebelakang dan
kebawah?
a. Kelainan genetik
b. Gangguan dan tumbuh kembang selama dalam kandungan
c. Kelainan saraf
d. Sebagai kelainan yang timbul akibat posisi janin dan kandungan ibu (postural)
e. Atau sebagai bagian dari kelainan kelainan lain (syndrome)
3. Apakah bisa terjadi pada usia di bawah atau di atas 5 tahun ?
Bisa karena CTEV adalah penyakit gangguan pertumbuhan kongenital
4. Apakah bias mengganggu tumbuh kembang anak B ?
Menurut Dr Aryadi Kurniawan SpOT, konsultan ortopedi anak, apabila tidak ditangani
dengan baik maka pasien dengan CTEV akan mengalami kesulitan dalam berjalan dan
pada akhirnya akan mengakibatkan penurunan produktivitas dan kualitas hidup yang
signifikan. Pasien tidak bisa memakai alas kaki normal, dan akan mengalami degenerasi
dini sendi sendi pada kaki sehingga tidak mampu berjalan jauh( tempo.co 2013/11/22)
5. Bagaimana penanganan pertama pada anak?
Bisa dilakukan dengan terapi konservatif selama 3-4 bulan dengan cara :

1. Manipulasi dan casting (manipulasi selama 1-3 menit)


2. Plaster cast pada minggu pertama( dari ujung jari kaki sampai sepertiga tengah
bagian paha, posisi lutut flexi 90)
3. Casting diganti 1-2 minggu sekali
4. Casting dilakukan sebanyak 5-6 kali selama 3 bulan pertama.
5. Pemeliharaan dengan menggunakan Denis Browne pada 3-6 bulan setelah casting
(atau dengan sepatu (outflair shoes, reverse Thomas heel)
6. Apa gejala CTEV yang muncul pada an. B ?
Gejala yang muncul pada an. B yaitu pergelangan kaki anak mengarah kebelakang dan
kebawah , posisi kaki yang memutar ke dealam sehingga telapak kaki tidak bisa
digunakan seperti orang yang normal untuk berdiri, anak berjalan hanya menggunakan
lutut
7. Ada berapa angka kejadian CTEV di dunia ?
Penelitian di berbagai negara menunjukkan angka kejadian CTEV yang bervariasi,
variasi berhubungan dengan perbedaan ras, studi populasi dan lokasi penelitian. Barker
dkk. mendapatkan angka insiden CTEV secara global sekitar 0,64 6,8 setiap 1000
kelahiran hidup. Bila ada riyawat CTEV dalam keluarga maka peluang keturunan tingkat
pertama, kedua dan ketiga akan menderita CTEV secara berturut-turut adalah: 2%,
0,6% dan 0,2%. Bila kedua orang tua menderita CTEV maka kemungkinan anak
menderita CTEV sebesar 15%.
CTEV dapat terjadi pada satu sisi kaki maupun pada kedua sisi kaki, lebih dari 50%
kasus terjadi pada kedua sisi kaki. Bila CTEV terjadi pada salah satu sisi kaki, lebih dari
50% kejadian mengenai sisi kanan. CTEV kedua sisi lebih cenderung menunjukkan
hasil yang kurang baik terhadap koreksi dibanding satu sisi.
Dari semua studi populasi didapatkan kejadian CTEV pada laki-laki lebih banyak 2 kali
lipat dibanding wanita. Studi epidemiologi yang pernah dilakukan pada 468 bayi dengan
CTEV, 71,36% berjenis kelamin laki-laki, sedang sisanya perempuan. Belum diketahui
secara pasti penyebab perbedaan kejadian CTEV berdasarkan jenis kelamin.

8. Bagaimana proses terjadinya tulang pergelangan kaki anak sehingga


mengarahkebelakang dan kebawah ?
Kemungkinan mekanisme terjadinya kelainan ada 2 macam, yakni akibat faktor
kebocoran amnion serta ketidakseimbangan pertumbuhan otot rangka.
Trauma atau infeksi pecahnya selaput amnion terbentuknya pita amnion
menekan dan membatasi pertumbuhan struktur janin, utamanya ekstremitas dan jari.
Trauma atau infeksi pecahnya selaput amnion oligohidramnion berkurangnya
peredam guncangan serta keterbatasan gerak janin kelainan turned inward
Faktor ketidakseimbangan pertumbuhan otot rangka ditemukan oleh para ahli baru- baru
ini, dimana, Secara miskroskopik, beberapa otot mengalami kemunduran dalam
perkembangannya.Perbedaan

tingkat

kematangan

dari

sekelompok

otot

ini

menyebabkan club foot dan posisi dorsofleksi dari pergelangan.Serat serat yang lebih
matang memiliki tarikan yang lebih kuat sehingga deformitas mengarah pada otot yg
lebih mature.
9. Hal apa saja yang akan terjadi akan terjadi jika pergelangan kaki anak mengarah
kebelakang dan kebawah ?
Anak tidak bisa berjalan dengan menempatkan kedua telapak kaki nya dengan normal,
anak akan mengalami penurunan koping yang akan mengakibatkan kondisi anak stres
10. Apakah imunisasi yang tidak lengkap bisa menyebabkan?
Tidak ada imunisasi untuk CTEV, karena Congenital Talipes Equino Varus sampai saat
ini belum diketahui pasti tetapi diduga ada hubunganya dengan : Persistence of fetal
positioning, Genetic, Cairan amnion dalam ketuban yang terlalu sedikit pada waktu
hamil(oligohidramnion), Neuromuscular disorder (Kadang kala ditemukan bersamaan
dengan kelainan lain seperti Spina Bifida atau displasia dari rongga panggul)
11. Kenapa kelainan terjadi pada tulang pergelangan kaki ?
Hal ini berkaitan dengan mekanisme terjaidnya kelainan akibat kebocoran amnion pada
masa pertumbuhan ekstremitas, dimana posisi kepala berada di atas, dan ekstremitas
inferior berada di bawah.

12. Bagaimana pemeriksaan yang di lakukan pada anak B ?


Saat ini terdapat suatu sistem penilaian yang dirancang oleh prof. dr. Shafiq Pirani,
seorang ahli ortopaedist di Inggris. Sistem ini dinamakan The Pirani Scoring
System.Dengan menggunakan sistem ini, kita dapat mengidentifikasi tingkat keparahan
dan memonitor perkembangan suatu kasus CTEV selama koreksi dilakukan.
Sistem ini terdiri dari 6 kategori, masing-masing 3 dari hindfoot dan midfoot. Untuk
hindfoot, kategori terbagi menjadi tonjolan posterior/posterior crease (PC), kekosongan
tumit/emptiness of the heel (EH), dan derajat dorsofleksi yang terjadi/degree of
dorsiflexion (DF). Sedangkan untuk kategori midfoot, terbagi menjadi kelengkungan
batas lateral/curvature of the lateral border (CLB), tonjolan di sisi medial/medial crease

(MC) dan tereksposnya kepala lateral talus/uncovering of the lateral head of the talus
(LHT).
Cara untuk menghitung Pirani Score adalah sebagai berikut :
A. Curvature of the Lateral Border of the foot (CLB)
Batasan lateral dari kaki normalnya lurus. Adanya batas kaki yang nampak
melengkung menandakan terdapatnya kontraktur medial.

Lihat pada bagian plantar pedis dan letakkan batangan/penggaris di bagian lateral
kaki. Normalnya, batas lateral kaki nampak lurus, mulai dari tumit sampai ke kepala
metatarsal kelima. Apabila didapatkan batas lateral kaki lurus, maka skor yang
diberikan adalah 0.

Pada kaki yang abnormal, batas lateral nampak menjauhi garis lurus tersebut.
Batas lateral yanng nampak melengkung ringan diberi nilai 0,5 (lengkungan terlihat
di bagian distal kaki pada area sekitar metatarsal).

Kelengkungan batas lateral kaki yang nampak jelas diberi nilai 1 (kelengkungan
tersebut nampak setinggi persendian kalkaneokuboid).

B Medial crease of the foot (MC)


Pada keadaan normal, kulit pada daerah telapak kaki akan memperlihatkan
garis-garis halus. Lipatan kulit yang lebih dalam dapat menandakan adanya
kontraktur di daerah medial.Pegang kaki dan tarik dengan lembut saat
memeriksa.

Lihatlah pada lengkung dari batas medial kaki. Normalnya akan terlihat adanya
garis-garis halus pada kulit telapak kaki yang tidak merubah kontur dari lengkung
medial tersebut. Pada keadaan seperti ini, maka nilai dari MC adalah 0.

Pada kaki yang abnormal, maka akan nampak adanya satu atau dua lipatan kulit
yang dalam. Apabila hal ini tidak terlalu banyak mempengaruhi kontur lengkung
medial, maka nilai MC adalah sebesar 0,5.

Apabila lipatan ini tampak dalam dan dengan jelas mempengaruhi kontur batas
medial kaki, maka nilai MC adalah sebesar 1.

C Posterior crease of the ankle (PC)


Pada keadaan normal, kulit pada bagian tumit posterior akan memperlihatkan
lipatan kulit multipel halus. Apabila terdapat adanya lipatan kulit yang lebih
dalam, maka hal tersebut menunjukkan adanya kemungkinan kontraktur
posterior yang lebih berat. Tarik kaki dengan lembut saat memeriksa.

Pemeriksa melihat ke tumit pasien. Normalnya akan terlihat adanya garis-garis


halus yang tidak merubah kontur dari tumit. Lipatan-lipatan ini menyebabkan kulit
dapat menyesuaikan diri, sehingga dapat meregang saat kaki dalam posisi
dorsofleksi.Pada kondisi ini, maka nilai untuk PC adalah 0.

Pada kaki yang abnormal, maka akan didapatkan satu atau dua lipatan kulit yang
dalam. Apabila lipatan ini tidaak terlalu mempengaruhi kontur dari tumit, maka
nilai dari PC adalah sebesar 0,5.

Apabila pada pemeriksaan ditemukan lipatan kulit yang dalam di daerah tumit
dan hal tersebut merubah kontur tumit, maka nilai dari PC adalah sebesar 1.

D Lateral part of the Head of the Talus (LHT)


Pada kasus CTEV yang tidak diterapi, maka pemeriksa dapat meraba kepala
Talus di bagian lateral. Dengan terkoreksinya deformitas, maka tulang navikular
akan turun menutupi kepala talus, kemudian hal tersebut akan membuat menjadi
lebih sulit teraba, dan pada akhirnya tidak dapat teraba sama sekali. Tanda
turunnya navikular menutupi kepala talus adalah pengukur besarnya kontraktur
di daerah medial.

13. Apa komplikasi dari penyakit yang anak derita ?


a. Infeksi (jarang)
b. Kekakuan dan keterbatasan gerak : adanya kekakuan yang muncul di awal

berhubungan dengan hasil yang kurang baik.

c.

Nekrosis avaskular talus : sekitar 40% kejadian nekrosis avaskular talus muncul
pada tehnik kombinasi pelepasan medial dan lateralis.

Dapat terjadi overkoreksi yang mungkin dikarenakan :


a. Pelepasan ligamen interoseus dari persendian subtalus
b. Perpindahan tulang navikular yang berlebihan ke arah lateral
c. Adanya perpanjangan tendon.

14. Apakah terjadi infeksi pada kaki anak tersebut ?


Infeksi dapat terjadi setelah kaki dioperasi. Ini mungkin membutuhkan pembedahan
tambahan untuk mengurangi infeksi dan antibiotic untuk mengobati infeksi
15. Apakah kemungkinan akan di lakukan pembedahan pada kaki tersebut ?
kaki tersebut bisa dilakukan pembedahan apabila penanganan secara non-operatif tidak
berhasil dilakukan
16. Apa yang akan terjadi jika lambat di tangani ?
Daerah kaki yang menjadi tumpuan berat badan sewaktu berjalan akan berubah, bukan
lagi tumit dan telapak kaki yang menjadi tumpuan berat badan melainkan bagian luar
kaki dan sebagian punggung kaki. Hal ini akan mengakibatkan gangguan cara berjalan
dan menimbulkan penebalan kulit didaerah tersebut. Selain itu, tulang-tulang kaki akan
mengalami kelainan posisi yaitu bergeser dan berputar. Dalam jangka panjang hal ini
dapat mengakibatkan kerusakan tulang rawan sendi yang disebut osteoarthritis yang
dapat menimbulkan nyeri saat berjalan.Karena perubahan bentuk dan kelainan posisi
kaki maka anak tidak dapat menggunakan sepatu yang normal.
17. Apakah bisa di sembuhkan dengan cara tradisional di luar medis ?
Bisa apabila koreksi yang dilakukan tepat dan sesuai dengan bentuk abnormal yang
ditemukan
18. Bagaimana posisi kaki yang memutar ke dalam ?

19. Bagaimana cara mencegah CTEV ?


Tidak ada pencegahan yang bersifat mutlak untuk CTEV. Wanita yang sedang hamil
tentunya harus menghindari asap rokok ataupun radiasi dan obat-obatan tanpa anjuran
dokter. Ada penelitian yang mendapatkan hasil bahwa wanita yang merokok selama
kehamilan 20 kali lebih besar risikonya untuk melahirkan bayi dengan CTEV.

20. Bagaimana posisi kaki yang normal sehingga bisa membedakan dengan yang
abnormal seperti kaki si anak B ?

21. Apakah iklim dapat memperburuk keadaan penyakit anak B ?


Robertson WW Jr, Corbett D. (1997) dalam Congenital clubfoot: month of conception.
Clinical Orthopedic and Related Research ,mencatat adanya hubungan antara
perubahan iklim dengan insiden kejadian kasus ini.Hal ini sejalan dengan adanya variasi
yang serupa pada insiden kasus poliomyelitis di komunitas.Kasus ini dikatakan
merupakan keadaan sequel dari prenatal poliolike condition.Teori ini didukung oleh
adanya perubahan motor neuron pada spinal cord anterior bayi-bayi tersebut.
22. Apakah ada alat bantu untuk Anak ?
Ada , untuk alat bantu yang bisa digunakn yaitu Dennis Brown Splint/Sepati Ortopedi

23. Apakah ada terapi khusus untuk anak dan keluarga?


Banyak keadaan bisa menyebabkan deformitas clubfoot dengan perubahan struktur
serupa abnormalitas ini terbentuk selama masa pertumbuhan capat tulang.Pada saat
bayi dilahirkan, deformitas kaki kongenital bisa tampak mirip satu dengan lainnya,
apapun etiologinya.
Kesalahpahaman menyangkut etiologi, patologi dan efikasi penatalaksanaan karena
kegagalan dalam membedakan bentuk idiopatik dari deformitas yang didapat atau
sekunder.
Paling utama adalah pengenalan dini penyebab deformitas, sehingga rangkaian
penatalaksanaan dapat segera direncanakan dan keluarga penderita memperoleh
informasi yang akurat, prognosis yang realistik dan menghindari komplikasi iatrogenik
akibat kekeliruan dalam program penatalaksanaan clubfoot.
Keluarga penderita harus diberikan edukasi yang sejelas-jelasnya, terutama mengenai
kemungkinan terjadinya kekambuhan dan kelainan ini tidak dapat terkoreksi sempurna
atau normal, adanya gejala sisa.
24. Jika pada An B CTEV menyerang pada kedua kaki, apakah CTEV selalu
menyerang kedua kaki ?
CTEV Dapat mengenai satu kaki saja atau kedua kaki.Tidak ada perbedaan antara kaki
kiri dan kanan.Kasus bilateral (kedua kaki) didapatkan sebesar 30-50%.
25. Adakah kelainan yang menyertai CTEV yang kemungkinan bisa muncul pada An.
B?
Kelainan yang mungkin muncul menyertai CTEV :
1. Gangguan perkembangan sendi panggul sehingga terjadi cerai sendi.
2. Penutupan yang tidak sempurna dari bagian belakang tulang belakang (spina bifida).

3. Gangguan saraf dan jaringan ikat yang mengakibatkan kekakuan pada sendi-sendi
anggota gerak (arthrogryposis).
4. Kurang sempurna atau tidak terbentuknya tulang tibia (tulang kering).
26. Apakah jenis kelamin dapat mempengaruhi penyakit tersebut ?
Insiden dari CTEV bervariasi, bergantung dari ras dan jenis kelamin.Insiden
CTEV di Amerika Serikat sebesar 1-2 kasus dalam 1000 kelahiran hidup.Perbandingan
kasus laki-laki dan perempuan adalah 2:1.Keterlibatan bilateral didapatkan pada 30-50%
kasus.Perbedaan jenis kelamin untuk kelainan ini yaitu 2 kali lebih sering ditemukan
pada bayi laki-laki dibanding perempuan.
27. Apakah penyakit ini permanen ?
Talus menunjuk ke bawah (equinus), bagian leher berdeviasi ketengah dan bagian tubuh
berotasi sedikit keluar dalam hubungannya dengan kalkaneus: navukularis dan seluruh
kaki depan tergeser ke tengah dan berotasi menjadi supinasi (deformitas varus
gabungan). Kulit dan jaringan lunak dari betis dan sisi medial kaki akan pendek dan
tidak berkembang sepenuhnya. Kalau keadaan itu tidak diperbaiki secara dini, terjadi
perubahan pertumbuhan sekunder pada tulang, perubahan ini permanen.Sekalipun
diberi terapi, kaki cenderung pendek, dan betis tetap kurus.
28. Jika Ekonomi keluarga An B tidak memungkinkan , adakah penanganan CTEV
tanpa operasi ?
Tehnik penanganan non-operatif CTEV adalah:
a. Manipulasi peregangan kaki secara gantle
Manipulasi dilakukan dengan peregangan kaki CTEV ke posisi yang benar, tahap ini
sangat penting dalam menentukan keberhasilan tahap selanjutnya.Tujuan dari
manipulasi ini adalah peregangan jaringan lunak untuk koreksi deformitas sampai full
correction secara bertahap. Sasaran manipulasi adalah mengembalikan (relocate)
tulang naviculare di depan tulang talus, mengeversikan dan mendorsifleksikan tulang
calcaneus.
b. Mempertahankan hasil manipulasi dengan: plaster atau casting, adhesive
strapping,dan splinting dengan Denis Browne bar.

Mempertahankan hasil manipulasi dengan casting

Setiap selesai melakukan manipulasi maka hasil dipertahankan dengan


pemasangancasting dengan gips yang dilakukan secara bertahap.

Cara koreksi dengan peregangan dan adhesive strapping

Tehnik koreksi CTEV dengan peregangan yang diikuti adhesive strapping meliputi:
1. Peregangan dan latihan secara gentle untuk mendapatkan keseimbangan otot,
peregangan jaringan lunak yang memendek dan memposisikan kaki serta
tulangnya secara lembut
2. Stimulasi kulit serta mobilisasi pasif sendi kaki.
3. Setelah tahap 1 dan 2 diikuti dengan immobilisasi berkala dengan elastic atau
non elastic adhesive strapping.
Selama kaki di-strapping perlu dilakukan latihan peregangan paling tidak 8 kali perhari.

Pemakaian Brace atau Denis Browne Splint (DB splint)

DB splint terdiri dari 2 foot plate yang dihubungkan dengan suatu cross bar. Setiap kaki
diposisikan dalam setiap foot plate.

Bracing perlu dipakai segera setelah seri casting terakhir atau 3 minggu setelah
tindakan tenotomy (pemanjangan tendon), tujuannya untuk memelihara koreksi dan
mencegah kambuh. Brace ini dipakai setiap saat full time selama 3 bulan, selanjutnya
12 jam selama malam hari dan 2-4 jam pada tengah hari sehingga total 14-16 jam
selama 24 jam, protokol ini dilanjutkan sampai usia anak mencapai 3-4 tahun.

Jadwal kunjungan klinik untuk kontrol selama bracing adalah setiap 3-4 bulan selama 2
tahun pertama.Pemeriksaan tahunan perlu dilakukan untuk memeriksa kemungkinan
kambuh dalam jangka panjang.

29. Seberapa besar kemungkinan keberhasilan penanganan non operatif pada CTEV ?
Angka keberhasilan koreksi CTEV non-operatif dengan cara tunggal atau kombinasi
rata-rata adalah 50% (range 19-90 %). Beberapa peneliti memperoleh angka
keberhasilan koreksi CTEV idiopatik mencapai 85%-90%, sedangkan Colburn dkk
tahun 2003 melaporkan keberhasilan koreksi 94% dengan kekambuhan 0,1%.
Morcuende tahun 2004 mendapatkan keberhasilan 98%, namun 2,5% akhirnya perlu
tindakan operatif.
30. Apa yang terjadi apa bila penanganan non operatif CTEV mengalami kegagalan?
Kegagalan

koreksi

non-operatif

CTEV

mengindikasikan

perlunya

koreksi

operatif.Kegagalan ditandai dengan kelainan bentuk menetap, terjadi kelainan bentuk


rockerbottom, kelainan bentuk a bean shape foot dan cepat terjadi kambuh setelah akhir
tahap koreksi (6 minggu).
Berikut ini beberapa bentuk kegagalan koreksi non operatif:
1.

Kelainan bentuk rocker bottom adalah kelainan bentuk yang terjadi setelah
manipulasi berulang pada CTEV rigid, secara klinis tampak permukaan telapak kaki
cembung seperti kursi goyang.

2.

Kelainan bentuk a bean shape foot adalah kelainan bentuk yang ditandai dengan
bentuk kaki seperti biji kacang.

Kambuh. Kekambuhan paling banyak terjadi karena tidak mematuhi jadwal pemakaian
night brace secara full time selama 3 bulan pertama setelah akhir casting serial atau
pada saat malam hari saja selama 2 sampai 4 tahun. Bila kambuh terjadi dalam 2-3
tahun pertama, maka manipulasi dan casting mingguan diulang, bila kelainan bentuk
menetap maka akan dilakukan operasi.

JUMP 4 : KERANGKA KONSEP

DEFINISI

ETIOLOGI

KLASIFIKASI

JUMP 5 : TUJUAN MINIMAL


EPIDEMIOLOGI
Secara umum tujuan yang diharapkan adalah mahasiswa mampu menjelaskan asuhan
keperawatan pada klien dengan gangguan pada SIstem Muskuloskeletal dengan tujuan
khusus yang diharapkan mahasiswa mampu :

MANIFESTASI KLINIS

CTEV

1. Mengindentifikasikan penegertian penyakit atau gangguan kesehatan pada sistem


muskuloskeletal
PEMERIKSAAN PENUNJANG
2. Menjelaskan Clinical pathway dari manifestasi klinis yang ada pada gangguan sistem
muskuloskeletal.
3. Mengidentifikasi proses timbulnya komplikasi yang dapat terjadi pada gangguan sistem
KOMPLIKASI
PENATALAKSANAAN
muskuloskeletal.
4. Menjelaskan berbagai pemeriksaan fisik dan penunjang yang diperlukan.
5. Menjelaskan pengakajian keperawatan yang spesifik dan diperlukan pada anatan yang
6.
7.
8.
9.

spesifik dan diperlukan pada klien.


Menyebutkan diagnosisKEPERAWATAN
keperawatan yang mungkin dialami
pasien.
MEDIS
Menjelaskan perencanaan keperawatan untuk mengatasi masalah klien.
Menjelaskan tindakan keperawatan yang harus dilakukan.
Menjelaskan terapi yang diberikan untuk mengatasi gangguan sistem persepsi sensori

FARMOKOLOGIS
dan implikasi keperawatannya.
ASKEP,
NIC, NOC
10. Merumuskan berbagai
pendidikan
kesehatan klien dalam kerangka persiapan klien
pulang.

Tujuan minimal tambahan pada LBM 1 :

NON FARMAKOLOGIS

1. Mahasiswa mampu mengenali dan menjelaskan kelainan tulang dan penyebabnya


2. Mahasiswa mampu menjelaskan terapi yang di berikan pada klien dengan keluhan
CTEV

JUMP 6 : PERTANYAAN TEORITIS


DEFINISI?

Congenital Talipes Equino Varus adalah fiksasi dari kaki pada posisi adduksi, supinasi
dan varus. Tulang calcaneus, navicular dan cuboid terrotasi ke arah medial terhadap talus,
dan tertahan dalam posisi adduksi serta inversi oleh ligamen dan tendon. Sebagai
tambahan, tulang metatarsal pertama lebih fleksi terhadap daerah plantar
EPIDEMIOLOGI?
Insiden dari CTEV bervariasi, bergantung dari ras dan jenis kelamin.Insiden CTEV di
Amerika Serikat sebesar 1-2 kasus dalam 1000 kelahiran hidup.Perbandingan kasus lakilaki dan perempuan adalah 2:1.Keterlibatan bilateral didapatkan pada 30-50% kasus.
KLASIFIKASI?
Terdapat

banyak klasifikasi dalam pembagian CTEV, tetapi belum terdapat satu

klasifikasi yang digunakan secara universal. Pembagian yang sering digunakan adalah
postural atau posisional, serta

fixed

rigid. Clubfeet postural atau posisional bukan

merupakan clubfeet yang sebenarnya. Sedangkan clubfeet

jenis fixed atau rigid dapat

digolongkan menjadi jenis yang fleksibel (dapat dikoreksi tanpa operasi) dan resisten
(membutuhkan terapi operatif, walaupun hal ini tidak sepenuhnya benar menurut
pengalaman dr. Ponseti).
Beberapa jenis klasifikasi lain yang dapat ditemukan, antara lain :
a.
b.
c.
d.
e.

Pirani
Goldner
Di Miglio
Hospital for Joint Diseases (HJD)
Walker

ETIOLOGI?
Etiologi yang sebenarnya dari CTEV tidak diketahui dengan pasti.akan tetapi banyak
teori mengenai etiologi CTEV, antara lain :
a. faktor mekanik intra uteri
adalah teori tertua dan diajukan pertama kali oleh Hipokrates. Dikatakan bahwa kaki
bayi ditahan pada posisi equinovarus karena kompresi eksterna uterus.Parker
(1824)

dan

Browne

(1939)

mengatakn

bahwa

adanya

oligohidramnion

mempermudah terjadinya penekanan dari luar karena keterbatasan gerak fetus.


b. defek neuromuskular
beberapa peneliti percaya bahwa CTEV selalu dikarenakan adanya defek
neuromuskular, tetapi banyak penelitian menyebutkan bahwa tidak ditemukan
adanya kelainan histologis dan eektromiografik.
c. defek plasma sel primer
Irani & Sherman telah melakukan pembedahan pada 11 kaki dengan CTEV dan 14
kaki normal.Ditemukan bahwa pada kasus CTEV leher dari talus selalu pendek,
diikuti rotasi bagian anterior ke arah medial dan plantar.Mereka mengemukakan
hipotesa bahwa hal tersebut dikarenakan defek dari plasma sel primer.
d. perkembangan fetus yang terhambat
e. herediter
Wynne dan Davis mengemukakan bahwa adanya faktor poligenik mempermudah
f.

fetus terpapar faktor-faktor eksterna (infeksi Rubella, penggunaan Talidomide).


hipotesis vaskular
Atlas dkk (1980), menemukan adanya abnormalitas pada vaskulatur kasus-kasus
CTEV.Didapatkan adanya bloking vaskular setinggi sinus tarsalis.Pada bayi dengan
CTEV didapatkan adanya muscle wasting pada bagian ipsilateral, dimana hal ini
kemungkinan dikarenakan berkurangnya perfusi arteri tibialis anterior selama masa
perkembangan.

PATOFISIOLOGI?
Beberapa teori yang mendukung patogenesis terjadinya CTEV, antara lain:
a. terhambatnya perkembangan fetus pada fase fibular
b. kurangnya jaringan kartilagenosa talus
c. faktor neurogenik
telah ditemukan adanya abnormalitas histokimia pada kelompok otot peroneus pada
pasien CTEV. Hal ini diperkirakan karena adanya perubahan inervasi intrauterine
karena penyakit neurologis, seperti stroke.Teori ini didukung dengan adanya insiden
CTEV pada 35% bayi dengan spina bifida.
d. Retraksi fibrosis sekunder karena peningkatan jaringan fibrosa di otot dan ligamen.
Pada penelitian postmortem, Ponsetti menemukan adanya jaringan kolagen yang
sangat longgar dan dapat teregang pada semua ligamen dan struktur tendon
(kecuali Achilees). Sebaliknya, tendon achilles terbuat dari jaringan kolagen yang
sangat padat dan tidak dapat teregang. Zimny dkk, menemukan adanya mioblast
pada fasia medialis menggunakan mikroskop elektron.Mereka menegemukakan
hipotesa bahwa hal inilah yang menyebaban kontraktur medial.
e. Anomali pada insersi tendon
Inclan mengajukan hipotesa bahwa CTEV dikarenakan adanya anomali pada insersi
tendon. Tetapi hal ini tidak didukung oleh penelitian lain. Hal ini dikarenakan adanya
distorsi pada posisi anatomis CTEV yang membuat tampak terlihat adanya kelainan
f.

pada insersi tendon.


Variasi iklim
Robertson mencatat adanya hubungan antara perubahan iklim dengan insiden
epidemiologi kejadian CTEV.Hal ini sejalan dengan adanya variasi yang serupa pada
insiden kasus poliomielitis di komunitas.CTEV dikatakan merupakan keadaan
sequele dari prenatal poliolike condition.Teori ini didukung oleh adanya perubahan
motor neuron pada spinal cord anterior bayi-bayi tersebut.

PATHWAY

Gangguan pertumbuhan Intra


Uterus

Abnormalitas
pertumbuhan kaki

CTEV

Gangguan
Mobilitas fisik

Deformitas pada kaki

Kesulitan Berdiri dan


berjalan

Pengunaan anggota
ekstrimitas lain
sebagai penyangga
tubuh

Resiko Injury
Resiko Kerusakan
Integritas kulit

Kurangnya
pengetahuan
orang tua

Kecemasan

MANIFESTASI KLINIK?
Cari riwayat adanya CTEV atau penyakit neuromuskuler dalam keluarga. Lakukan
pemeriksaan keseluruhan agar dapat mengidentifikasi ada tidaknya kelainan lain. Periksa
kaki dengan bayi dalam keadaan tengkurap, sehingga dapat terlihat bagian plantar. Periksa
juga dengan posisi bayi supine untuk mengevaluasi adanya rotasi internal dan varus.
Deformitas yang serupa dapat ditemui pada myelomeningocele dan arthrogryposis.
Pergelangan kaki berada dalam posisi equinus dan kaki berada dalam posisi supinasi
(varus) serta adduksi.
Tulang navicular dan kuboid bergeser ke arah lebih medial. Terjadi kontraktur pada
jaringan lunak plantar pedis bagian medial. Tulang kalkaneus tidak hanya berada dalam
posisi equinus, tetapi bagian anteriornya mengalami rotasi ke arah medial disertai rotasi ke
arah lateral pada bagian posteriornya.
Tumit tampak kecil dan kosong. Pada perabaan tumit akan terasa lembut (seperti pipi).
Sejalan dengan terapi yang diberikan, maka tumit akan terisi kembali dan pada perabaan
akan terasa lebih keras (seperti meraba hidung atau dagu).
Karena bagian lateralnya tidak tertutup, maka leher talus dapat dengan mudah teraba
pada sinus tarsalis. Normalnya leher talus tertutup oleh navikular dan badan talus. Maleolus
medial menjadi susah diraba dan pada umumnya menempel pada navikular. Jarak yang
normal terdapat antara navikular dan maleolus menghilang. Tulang tibia sering mengalami
rotasi internal.

KOMPLIKASI?
d. Infeksi (jarang)
e. Kekakuan dan keterbatasan gerak : adanya kekakuan yang muncul di awal

berhubungan dengan hasil yang kurang baik.


f.

Nekrosis avaskular talus : sekitar 40% kejadian nekrosis avaskular talus muncul pada
tehnik kombinasi pelepasan medial dan lateralis.

Dapat terjadi overkoreksi yang mungkin dikarenakan :


d. Pelepasan ligamen interoseus dari persendian subtalus
e. Perpindahan tulang navikular yang berlebihan ke arah lateral
f.

Adanya perpanjangan tendon.

DIAGNOSA BANDING?
a. Postural clubfoot disebabkan karena posisi fetus dalam uterus. Jenis abnormalitas
kaki seperti ini dapat dikoreksi secara manual oleh pemeriksa. Postural clubfoot
memberi respon baik dengan pemasangan gips serial dan jarang relaps.
b. Metatarsus adductus (atau varus) adalah suatu deformitas dari tulang metatarsal
saja. Forefoot mengarah pada garis tengah tubuh, atau berada pad aposisi addkutus.
Abnormalitas ini dapat dikoreksi dengan manipulasi dan pemasangan gips serial.
PROGNOSIS?
Kurang lebih 50% dari kasus CTEV pada bayi baru lahir dapat dikoreksi tanpa tindakan
operatif. dr Ponseti melaporkan tingkat kesuksesan sebesar 89% dengan menggunakan
tehniknya (termasuk dengan tenotomi tendon Achilles). Peneliti lain melaporkan rerata
tingkat kesuksesan sebesar 10-35%. Sebagian besar kasus melaporkan tingkat kepuasan
setinggi 75-90%, baik dari segi penampilan maupun fungsi kaki.

Hasil yang memuaskan didapatkan pada kurang lebih 81% kasus. Faktor utama yang
mempengaruhi hasil fungsional adalah rentang gerakan pergerakan kaki, dimana hal
tersebut dipengaruhi oleh derajat pendataran kubah dari tulang talus. Tiga puluh delapan
persen dari pasien dengan kasus CTEV membutuhkan tindakan operatif lebih lanjut
(hampir 2/3 nya adalah prosedur pembentukan ulang tulang).
Rerata tingkat kekambuhan deformitas mencapai 25%, dengan rentang antara 10-50%.
Hasil terbaik didapatkan pada anak-anak yang dioperasi pada usia lebih dari 3 bulan
(biasanya dengan ukuran lebih dari 8 cm)
PEMERIKSAAN PENUNJANG?
a. Radiographi
Gambaran radiologis dari CTEV adalah adanya kesejajaran antara tulang talus dan
kalkaneus.Posisi kaki selama pengambilan foto radiologis memiliki arti yang sangat
penting. Posisi anteroposterior (AP) diambil dengan kaki fleksi terhadap plantar sebesar
30 dan posisi tabung 30 dari keadaan vertikal. Posisi lateral diambil dengan kaki
fleksi terhadap plantar sebesar 30.
Gambaran AP dan lateral juga dapat diambil pada posisi kaki dorsofleksi dan plantar
fleksi penuh. Posisi ini penting untuk mengetahui posisi relatif talus dan kalkaneus.
Mengukur sudut talokalkaneal dari posisi AP dan lateral.Garis AP digambar melalui
pusat dari aksis tulang talus (sejajar dengan batas medial) serta melalui pusat aksis
tulang kalkaneus (sejajar dengan batas lateral).Nilai normalnya adalah antara 2540.Bila ditemukan adanya sudut kurang dari 20 maka dikatakan abnormal.
Garis anteroposterior talokalkaneus hampir sejajar pada kasus CTEV. Seiring
dengan terapi yang diberikan, baik dengan casting maupun operasi, maka tulang
kalkaneus akan berotasi ke arah eksternal, diikuti dengan talus yang juga mengalami
derotasi. Dengan begitu maka akan terbentuk sudut talokalkaneus yang adekuat.

Garis lateral digambar melalui titik tengah antara kepala dan badan tulang talus
serta sepanjang dasar tulang kalkaneus. Nilai normalnya antara 35-50, sedang pada
CTEV nialinya berkisar antara 35 dan negatif 10.
Sudut dari dua sisi ini (AP and lateral) ditambahkan untuk mengetahui indeks
talokalkaneus, dimana pada kaki yang sudah terkoreksi akan memiliki nilai lebih dari
40.
Garis AP dan lateral talus normalnya melalui pertengahan tulang navikular dan
metatarsal pertama.
Pengambilan foto radiologis lateral dengan kaki yang ditahan pada posisi maksimal
dorsofleksi adalah metode yang paling dapat diandalkan untuk mendiagnosa CTEV
yang tidak dikoreksi.
PENATALAKSANAAN?
c. Terapi Medis
1) Penatalaksanaan non operatif
Dengan penatalaksanaan tradisional non operatif, maka pemasangan splint
dimulai pada bayi berusia 2-3 hari. Urutan dari koreksi yang akan dilakukan adalah
sebagai berikut :
a) Adduksi dari forefoot
b) Supinasi forefoot
c) Equinus
Usaha-usaha untuk memperbaiki posisi equinus di awal masa koreksi dapat
mematahkan kaki pasien, dan mengakibatkan terjadinya rockerbottom foot. Tidak
boleh dilakukan pemaksaan saat melakukan koreksi. Tempatkan kaki pada posisi
terbaik yang bisa didapatkan, kemudian pertahankan posisi ini dengan cara
menggunakan strapping yang diganti tiap beberapa hari sekali, atau dipertahankan
menggunakan gips yang diganti beberapa minggu sekali. Hal ini dilanjutkan hingga

dapat diperoleh koreksi penuh atau sampai tidak dapat lagi dilakukan koreksi
selanjutnya.
Posisi kaki yang sudah terkoreksi ini kemudian dipertahankan selama beberapa
bulan. Tindakan operatif harus dilakukan sesegera mungkin saat nampak adanya
kegagalan terapi konservatif, yang antara lain ditandai dengan deformitas yang
menetap, deformitas berupa rockerbottomfoot atau kembalinya deformitas segera
setelah koreksi dihentikan.
Setelah pengawasan selama 6 minggu biasanya dapat diketahui jenis deformitas
CTEV, apakah termasuk yang mudah dikoreksi atau tipe yang resisten. Hal ini
dikonfirmasi dengan menggunakan X-ray dan dilakukan perbandingan penghitungan
orientasi tulang. Dari laporan didapatkan bahwa tingkat kesuksesan dengan
menggunakan metode ini adalah sebesar 11-58%.

2) Metode Ponseti
Metode ini dikembangkan oleh dr. Ignacio Ponseti dari Universitas Iowa. Metode
ini dikembangkan dari penelitian kadaver dan observasi klinik yang dilakukan
oleh dr. Ponseti. langkah-langkah yang harus diambil adalah sebagai berikut :
1. Deformitas utama yang terjadi pada kasus CTEV adalah adanya rotasi tulang
kalkaneus ke arah intenal (adduksi) dan fleksi plantar pedis. Kaki berada
dalam posisi adduksi dan plantar pedis mengalami fleksi pada sendi subtalar.
Tujuan pertama adalah membuat kaki dalam posisi abduksi dan dorsofleksi.
Untuk mendapatkan koreksi kaki yang optimal pada kasus CTEV, maka
tulang kalkaneus harus bisa dengan bebas dirotasikan kebawah talus.
Koreksi dilakukan melalui lengkung normal dari persendian subtalus. Hal ini
dapat dilakukan dengan cara meletakkan jari telunjuk operator di maleolus
medialis untuk menstabilkan kaki dan kemudian mengangkat ibu jari dan
diletakkan di bagian lateral dari kepala talus, sementara kita melakukan
gerakan abduksi pada forefoot dengan arah supinasi.

2. Cavus kaki akan meningkat

bilaforefoot berada dalam posisi pronasi.

Apabila ditemukan adany cavus, maka langkah pertama dalam koreksi kaki
adalah dengan cara mengangkat metatarsal pertama dengan lembut, untuk
mengoreksi cavusnya. Setelah cavus terkoreksi, maka forefoot dapat
diposisikan abduksi seperti yang tertulis dalam langkah pertama.
3. Saat kaki diletakkan dalam posisi pronasi, hal tersebut dapat menyebabkan
tulang kalkaneus berada di bawah talus. Apabila hal ini terjadi, maka tulang
kalkaneus

tidak

dapat

berotasi

dan

menetap

pada

posisi

varus.

Sepertitertulis pada langkah kedua, cavus akan meningkat. Hal ini dapat
menyebabkan tejadinya bean-shaped foot. Pada akhir langkah

pertama,

maka kaki akan berada pada posisi abduksi maksimal tetapi tidak pernah
pronasi.
4. Manipulasi dikerjakan di ruang khusus setelah bayi disusui. Setelah kaki
dimanipulasi, maka langkah selanjutnya adalah

memasanglong leg cast

untuk mempertahankan koreksi yang telah dilakukan. Gips harus dipasang


dengan bantalan seminimal mungkin, tetapi tetap adekuat. Langkah
selanjutnya adalah menyemprotkan benzoin tingtur ke kaki untuk melekatkan
kaki dengan bantalan gips. Dr. Ponsetti lebih memilih untuk memasang
bantalan tambahan sepanjang batas medial dan lateral kaki, agar aman saat
melepaskan gips menggunakan gunting gips. Gips yang dipasang tidak boleh
sampai menekan ibu jari kaki atau mengobliterasi arcus transversalis. Posisi
lutut berada pada sudut 90 selama pemasangan gips panjang. Orang tua
bayi dapat merendam gips ini selama 30-45 menit sebelum dilepas. Dr.
Ponsetti memilih melepaskan gips dengan cara menggunakan gergaji yang
berosilasi (berputar). Gips ini dibelah menjadi dua dan dilepas, kemudian
disatukan kembali. Hal ini dilakukan untuk mengetahui perkembangan
abduksi forefoot, selanjutnya hal ini dapat digunakan untuk mengetahui
dorsofleksi serta megetahui koreksi yang telah dicapai oleh kaki ekuinus.
5. Adanya usaha untuk mengoreksi CTEV dengan paksaan melawan tendon
Achilles yang kaku dapat mengakibatkan patahnya midfoot dan berakhir
dengan terbentuknya deformitas berupa rockerbottom foot. Kelengkungan
kaki yang abnormal (cavus) harus diterapi secara terpisah, seperti yang

digambarkan pada langkah kedua, sedangkan posisi ekuinusnya harus dapat


dikoreksi tanpa menyebabkan patahnya midfoot..
Secara umum dibutuhkan 4-7 kali pemasangan gips untuk mendapatkan
abduksi kaki yang maksimum. Gips tersebut diganti tiap minggu. Koreksi
yang dilakukan (usaha untuk membuat kaki dalam posisi abduksi) dapat
dianggap adekuat bila aksis paha dan kaki sebesar 60
Setelah dapat dicapai abduksi kaki maksimal, kebanyakan

kasus

membutukan dilakukannya tenotomi perkutaneus pada tendon Achilles.Hal ini


dilakukan dalam keadaan aspetis.Daerah lokal dianestesi dengan kombinasi
antara lignokain topikal dan infiltrasi lokal minimal menggunakan lidokain.
Tenotomi dilakukan dengan cara membuat irisan menggunakan pisau Beaver
(ujung bulat). Luka post operasi kemudian ditutup dengan jahitan tunggal
menggunakan benang yang dapat diabsorbsi. Pemasangan gips terakhir
dilakukan dengan kaki yang berada pada posisi dorsofleksi maksimum,
kemudian gips dipertahankan hingga 2-3 minggu.
6. Langkah selanjutnya setelah pemasangan gips adalah pemakaian sepatu
yang dipasangkan pada lempengan Dennis Brown. Kaki yang bermasalah
diposisikan abduksi (rotasi ekstrim) hingga 70. with the unaffected foot set
at 45 of abduction. Sepatu ini juga memiliki bantalan di tumit untuk
mencegah kaki terselip dari sepatu. Sepatu ini digunakan 23 jam sehari
selama 3 bulan, kemudian dipakai saat tidur siang dan malam selama 3
tahun.
7. Pada kurang lebih 10-30% kasus, tendon dari titbialis anterior dapat
berpindah ke bagian lateral Kuneiformis saat anak berusia 3 tahun. Hal ini
membuat koreksi kaki dapat bertahan lebih lama, mencegah adduksi
metatarsal dan inversi kaki. Prosedur ini diindikasikan pada anak usia 2-2.5
tahun, dengan cara supinasi dinamik kaki. Sebelum dilakukan operasi
tersebut, pasangkan long leg cast untuk beberapa minggu.
3) Penatalaksanaan operatif
a. Insisi
Beberapa pilihan untuk insisi, antara lain :

1) Cincinnati : jenis ini berupa insisi transversal, mulai dari sisi anteromedial

(persendian navikular-kuneiformis) kaki sampai ke sisi anterolateral


(bagian distal dan medial sinus tarsal), dilanjutkan ke bagian belakang
pergelangan kaki setinggi sendi tibiotalus.
2) Insisi Turco curvilineal medial atau posteromedial : insisi ini dapat

menyebabkan luka terbuka, khususnya pada sudut vertikal dan medial


kaki. Untuk menghindari hal ini, beberapa operator memilih beberapa
jalan, antara lain :
a) Tiga insisi terpisah - insisi posterior arah vertikal, medial, dan lateral
b) Dua insisi terpisah - Curvilinear medial dan posterolateral

Banyak pendekatan bisa dilakukan untuk bisa mendapatkan terapi operatif di


semua kuadran. Beberapa pilihan yang dapat diambil, antara lain :
1) Plantar : Plantar fascia, abductor hallucis, flexor digitorum brevis, ligamen

plantaris panjang dan pendek


2) Medial

struktur-struktur

medial,

selubung

tendon,

pelepasan

talonavicular dan subtalar, tibialis posterior, FHL, dan pemanjangan FDL


3) Posterior : kapsulotomi persendian kaki dan subtalar, terutama pelepasan

ligamen talofibular posterior dan tibiofibular, serta ligamen kalkaneofibular


4) Lateral

struktur-struktur

lateral,

selubung

peroneal,

pesendian

kalkaneokuboid, serta pelepasan ligamen talonavikular dan subtalar


Pendekatan manapun yang dilakukan harus bisa menghasilkan paparan
yang adekuat. Struktur-struktur yang harus dilepaskan atau diregangkan
adalah sebagai berikut :
a) Tendon Achilles
b) Pelapis tendon dari otot-otot yang melewati sendi subtalar.

c) Kapsul pergelangan kaki posterior dan ligamen Deltoid.


d) Ligamen tibiofibular inferior
e) Ligamen fibulocalcaneal
f)

Kapsul dari sendi talonavikular dan subtalar.

g) Fasia plantar pedis dan otot-otot intrinsik

Aksis longitudinal dari talus dan kalkaneus harus dipisahkan sekitar 20 dari
proyeksi lateral.Koreksi yang dilakukan kemudian dipertahankan dengan
pemasangan kawat di persendian talokalkaneus, atau talonavikular atau
keduanya. Hal ini juga dapat dilakukan menggunakan gips. Luka paska
operasi yang terjadi tidak boleh ditutup dengan paksa.Luka tersebut dapat
dibiarkan terbuka agar membentuk jaringan granulasi atau bahkan nantinya
dapat dilakukan cangkok kulit.
Penatalaksanaan dengan operasi harus mempertimbangkan usia dari
pasien :
1. Pada anak kurang dari 5 tahun, maka koreksi dapat dilakukan hanya

melalui prosedur jaringan lunak.


2. Untuk anak lebih dari 5 tahun, maka hal tersebut membutuhkan

pembentukan ulang tulang/bony reshaping (misal, eksisi dorsolateral


dari persendian kalkaneokuboid [prosedur Dillwyn Evans] atau
osteotomi tulang kalkaneus untuk mengoreksi varus).
3. Apabila anak berusia lebih dari 10 tahun, maka dapat dilakukan

tarsektomi lateralis atau arthrodesis.).


Harus diperhatikan keadaan luka paska operasi. Apabila penutupan kulit
paska operasi sulit dilakukan, maka lebih baik luka tersebut dibiarkan terbuka
agar dapat terjadi reaksi ganulasi, untuk kemudian memungkinkan terjadinya
penyembuhan primer atau sekunder. Dapat juga dilakukan pencangkokan

kulit untuk menutupi defek luka paska operasi. Perban hanya boleh dipasang
longgar dan harus diperiksa secara reguler.

ASUHAN KEPERAWATAN
I.

PENGKAJIAN
a.

Pengumpulan Data
Identitas : Nama, jenis kelamin, umur, alamat, pekerjaan, Tgl. MRS, diagnosa
medis.

b.

Keluhan Utama
Merupakan keluhan yang paling mengganggu ketidaknyamanan dalam aktivitas
atau yang mengganggu saat ini.

c.

Riwayat Penyakit Sekarang


Kx tidak bisa berlajan dengan sempurna karena terdapat kelainan pada kaki depan
(forefoot).

d.

Riwayat Penyakit Dahulu


Kx dengan penyakit C.T.E.V merupakan penyakit yang dibawa sejakl lahir.

e.

Riwayat Penyakit Keluarga


Mengenai gambaran kesehatan keluarga adanya riwayat keturunan dari orang tua.

f.

Riwayat Psikososial
Siapa yang mengasuh Kx, bagaimana hubungan dengan keluarga, teman sebaya.

g.

Riwayat Kehamilan
Meliputi prenatal, natal dan post natal.

h.

Riwayat Imunisasi
Meliputi imunisasi : BCG, DPT, Hepatitis dan Polio.

i.

Riwayat Tumbuh Kembang

Pada klien C.T.E.V biasanya mengalami keterlambatan dalam berjalan.


Pola-pola Fungsi Kesehatan
1. Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
Pola hidup orang atau klien yang menderita C.T.E.V dalam menjaga kebersihan diri,
perawatan dan tatalaksana hidup sehat sedikit mengalami gangguan karena kondisi
fisiknya.
2. Pola nutrisi dan metabolisme
Tidak ada gangguan pada pola ini.
3. Pola eliminasi
Pola BAB dan BAK pada klien dengan C.T.E.V tidak mengalami gangguan.

4. Pola istirahat dan tidur


Klien dengan CTEV pada pola ini tidak mengalami gangguan.
5. Pola aktifitas dan latihan
Klien biasanya mengalami keterbatasan aktivitas karena kelainan fisik pada kaki depan
(forefoot).
6. Pola persepsi dan konsep diri
Bagaimana persepsi Kx terhadap tindakan operasi yang akan dilakukan serta biasanya
Kx menarik diri karena malu dengan penyakitnya.
7. Pola sensori dan kognitif
Mengenai pengtahuan Kx dan keluarga terhadap penyakit yang diderita Kx.
8. Pola reproduksi seksual
Apakah selama sakit terdapat gangguan / tidak yang berhubungan dengan reproduksi
sosial.
9. Pola hubungan dan peran
Biasanya klien dengan CTEV menarik diri karena keadaan penyakitnya yang diderita.
10. Pola penanggulangan stress
Keluarga perlu memeberikan dukungan dan semangat hidup bagi klien.
11.Pola tata nilai dan kepercayaan
Keluaga dan Kx selalu optimis dan berdoa agar penyakitnya dapat sembuh.
Pemeriksaan Fisik
1. Sistem pernafasan
Tidak mengalami gangguan
2. Sistem kadiovaskuler
Tidak ditemukan adanya kelainan
3. Sistem neurologis
Tidak mengalami gangguan
4. Sistem gastrointestinal
Tidak mengalami gangguan
5. Sistem uronenital
Tidak mengalami kelainan / gangguan
6. Sistem muskuloskeletal

Adanya

keterbatasan

aktivitas

karena

bentuk

kaki

yang

abnormal,

adanya

keterlambayan berjalan.

II. DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNGKIN MUNCUL

1.
2.
3.
4.
5.

Gangguan Mobilitas Fisik


Kecemasan
Gangguan Body Image
Risiko Injury
Risiko Kerusakan Integritas Kulit

Diagnosa Keperawatan/
Masalah Kolaborasi

Gangguan mobilitas fisik


Berhubungan dengan :
Gangguan metabolisme sel
Keterlembatan perkembangan
Pengobatan
Kurang support lingkungan
Keterbatasan ketahan
kardiovaskuler
Kehilangan integritas struktur
tulang
Terapi pembatasan gerak
Kurang pengetahuan tentang
kegunaan pergerakan fisik
Indeks massa tubuh diatas 75 tahun
percentil sesuai dengan usia
Kerusakan persepsi sensori
Tidak nyaman, nyeri
Kerusakan muskuloskeletal dan
neuromuskuler
Intoleransi aktivitas/penurunan
kekuatan dan stamina
Depresi mood atau cemas
Kerusakan kognitif
Penurunan kekuatan otot, kontrol
dan atau masa
Keengganan untuk memulai gerak
Gaya hidup yang menetap, tidak
digunakan, deconditioning
Malnutrisi selektif atau umum
DO:
Penurunan waktu reaksi
Kesulitan merubah posisi
Perubahan gerakan (penurunan
untuk berjalan, kecepatan, kesulitan
memulai langkah pendek)
Keterbatasan motorik kasar dan
halus
Keterbatasan ROM

Rencana keperawatan
Tujuan dan Kriteria Hasil
NOC :
Joint Movement : Active
Mobility Level
Self care : ADLs
Transfer performance
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan
selama.gangguan
mobilitas fisik teratasi
dengan kriteria hasil:
Klien meningkat dalam
aktivitas fisik
Mengerti tujuan dari
peningkatan mobilitas
Memverbalisasikan
perasaan dalam
meningkatkan kekuatan
dan kemampuan
berpindah
Memperagakan
penggunaan alat Bantu
untuk mobilisasi
(walker)

Intervensi
NIC :
Exercise therapy : ambulation

Monitoring vital sign sebelm/sesudah


latihan dan lihat respon pasien saat
latihan

Konsultasikan dengan terapi fisik tentang


rencana
ambulasi
sesuai
dengan
kebutuhan

Bantu klien untuk menggunakan tongkat


saat berjalan dan cegah terhadap cedera

Ajarkan pasien atau tenaga kesehatan


lain tentang teknik ambulasi

Kaji kemampuan pasien dalam mobilisasi

Latih
pasien
dalam
pemenuhan
kebutuhan ADLs secara mandiri sesuai
kemampuan

Dampingi dan Bantu pasien saat


mobilisasi dan bantu penuhi kebutuhan
ADLs ps.

Berikan alat Bantu jika klien memerlukan.

Ajarkan pasien bagaimana merubah


posisi
dan
berikan
bantuan
jika
diperlukan

Gerakan disertai nafas pendek atau


tremor
Ketidak stabilan posisi selama
melakukan ADL
Gerakan sangat lambat dan tidak
terkoordinasi

Kecemasan berhubungan dengan


Faktor keturunan, Krisis situasional,
Stress, perubahan status kesehatan,
ancaman kematian, perubahan konsep
diri, kurang pengetahuan dan
hospitalisasi
-

DO/DS:
Insomnia
Kontak mata kurang
Kurang istirahat
Berfokus pada diri sendiri
Iritabilitas
Takut
Nyeri perut
Penurunan TD dan denyut nadi
Diare, mual, kelelahan
Gangguan tidur
Gemetar
Anoreksia, mulut kering
Peningkatan TD, denyut nadi, RR
Kesulitan bernafas
Bingung
Bloking dalam pembicaraan
Sulit berkonsentrasi
Gangguan body image berhubungan
dengan:
Biofisika (penyakit kronis),
kognitif/persepsi (nyeri kronis),
kultural/spiritual, penyakit, krisis
situasional, trauma/injury, pengobatan
(pembedahan, kemoterapi, radiasi)
DS:
Depersonalisasi bagian tubuh
Perasaan negatif tentang tubuh
Secara verbal menyatakan
perubahan gaya hidup
DO :
Perubahan aktual struktur dan
fungsi tubuh
Kehilangan bagian tubuh
Bagian tubuh tidak berfungsi

NOC :
Kontrol kecemasan
Koping
Setelah dilakukan asuhan selama
klien kecemasan teratasi
dgn kriteria hasil:
Klien mampu mengidentifikasi
dan mengungkapkan gejala
cemas
Mengidentifikasi,
mengungkapkan
dan
menunjukkan tehnik untuk
mengontol cemas
Vital sign dalam batas normal
Postur tubuh, ekspresi wajah,
bahasa tubuh dan tingkat
aktivitas
menunjukkan
berkurangnya kecemasan

NIC :
Anxiety Reduction (penurunan kecemasan)

Gunakan pendekatan yang menenangkan

Nyatakan dengan jelas harapan terhadap pelaku


pasien

Jelaskan semua prosedur dan apa yang dirasakan


selama prosedur

Temani pasien untuk memberikan keamanan dan


mengurangi takut

Berikan informasi faktual mengenai diagnosis,


tindakan prognosis

Libatkan keluarga untuk mendampingi klien

Instruksikan pada pasien untuk menggunakan tehnik


relaksasi

Dengarkan dengan penuh perhatian

Identifikasi tingkat kecemasan

Bantu pasien mengenal situasi yang menimbulkan


kecemasan

Dorong pasien untuk mengungkapkan perasaan,


ketakutan, persepsi

Kelola pemberian obat anti cemas:........

NOC:
Body image
Self esteem
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama .
gangguan body image
pasien teratasi dengan
kriteria hasil:
Body image positif
Mampu mengidentifikasi
kekuatan personal
Mendiskripsikan secara
faktual perubahan fungsi
tubuh
Mempertahankan
interaksi sosial

NIC :
Body image enhancement
-

Kaji secara verbal dan nonverbal respon


klien terhadap tubuhnya
Monitor frekuensi mengkritik dirinya
Jelaskan
tentang
pengobatan,
perawatan, kemajuan dan prognosis
penyakit
Dorong
klien
mengungkapkan
perasaannya
Identifikasi arti pengurangan melalui
pemakaian alat bantu
Fasilitasi kontak dengan individu lain
dalam kelompok kecil

Risiko gangguan integritas kulit

NOC :
NIC : Pressure Management
Tissue Integrity : Skin and
Anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian
Mucous Membranes
yang longgar
Status Nutrisi

Hindari
kerutan padaa tempat tidur
Tissue Perfusion:perifer

Jaga
kebersihan
kulit agar tetap bersih dan
Dialiysis Access Integrity
kering
Mobilisasi pasien (ubah posisi pasien) setiap
Setelah dilakukan tindakan
dua jam sekali
keperawatan selama.
Monitor kulit akan adanya kemerahan
Gangguan integritas kulit
tidak terjadi dengan kriteria Oleskan lotion atau minyak/baby oil pada
hasil:
derah yang tertekan
Integritas kulit yang baik Monitor aktivitas dan mobilisasi pasien
bisa dipertahankan
Monitor status nutrisi pasien
Melaporkan
adanya Memandikan pasien dengan sabun dan air
gangguan sensasi atau
hangat
nyeri pada daerah kulit Gunakan pengkajian risiko untuk memonitor
yang
mengalami
faktor risiko pasien (Braden Scale, Skala
gangguan
Norton)
Menunjukkan
Inspeksi kulit terutama pada tulang-tulang
pemahaman
dalam
yang menonjol dan titik-titik tekanan ketika
proses perbaikan kulit
merubah posisi pasien.
dan mencegah terjadinya Jaga kebersihan alat tenun
sedera berulang
Kolaborasi dengan ahli gizi untuk pemberian
Mampu melindungi kulit
tinggi protein, mineral dan vitamin
dan
mempertahankan Monitor serum albumin dan transferin
kelembaban kulit dan
perawatan alami
Status nutrisi adekuat
Sensasi dan warna kulit
normal
-

Faktor-faktor risiko:
Eksternal :
Hipertermia atau hipotermia
Substansi kimia
Kelembaban udara
Faktor mekanik (misalnya : alat
yang dapat menimbulkan luka,
tekanan, restraint)
Immobilitas fisik
Radiasi
Usia yang ekstrim
Kelembaban kulit
Obat-obatan
Ekskresi dan sekresi
Internal :
Perubahan status metabolik
Tulang menonjol
Defisit imunologi
Berhubungan dengan dengan
perkembangan
Perubahan sensasi
Perubahan status nutrisi
(obesitas, kekurusan)
Perubahan pigmentasi
Perubahan sirkulasi
Perubahan turgor (elastisitas
kulit)
Psikogenik

Risiko Injury

NOC :
Risk Kontrol
Faktor-faktor risiko :
Immune status
Eksternal
Safety Behavior
Fisik (contoh : rancangan struktur
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama. Klien
dan arahan masyarakat, bangunan
dan atau perlengkapan; mode
tidak mengalami injury
dengan kriterian hasil:
transpor atau cara perpindahan;
Manusia atau penyedia pelayanan) Klien terbebas dari cedera
Biologikal ( contoh : tingkat
Klien mampu menjelaskan
imunisasi dalam masyarakat,
cara/metode
mikroorganisme)
untukmencegah
Kimia (obat-obatan:agen farmasi,
injury/cedera
alkohol, kafein, nikotin, bahan
Klien mampu menjelaskan
pengawet, kosmetik; nutrien:
factor
risiko
dari
vitamin, jenis makanan; racun;
lingkungan/perilaku
polutan)
personal
Internal
Mampumemodifikasi gaya
Psikolgik (orientasi afektif)
hidup
untukmencegah
Mal nutrisi
injury
Bentuk darah abnormal, contoh :
Menggunakan
fasilitas
leukositosis/leukopenia
kesehatan yang ada
Perubahan faktor pembekuan,
Mampu
mengenali
Trombositopeni
perubahan
status
Sickle cell
kesehatan
Thalassemia,
Penurunan Hb,
Imun-autoimum tidak berfungsi.
Biokimia, fungsi regulasi (contoh :

NIC : Environment Management


(Manajemen lingkungan)

Sediakan lingkungan yang aman untuk


pasien
Identifikasi kebutuhan keamanan pasien,
sesuai dengan kondisi fisik dan fungsi
kognitif
pasien dan riwayat penyakit
terdahulu pasien
Menghindarkan lingkungan yang berbahaya
(misalnya memindahkan perabotan)
Memasang side rail tempat tidur
Menyediakan tempat tidur yang nyaman dan
bersih
Menempatkan saklar lampu ditempat yang
mudah dijangkau pasien.
Membatasi pengunjung
Memberikan penerangan yang cukup
Menganjurkan keluarga untuk menemani
pasien.
Mengontrol lingkungan dari kebisingan
Memindahkan barang-barang yang dapat
membahayakan
Berikan penjelasan pada pasien dan
keluarga
atau
pengunjung
adanya
perubahan status kesehatan dan penyebab
penyakit.

tidak berfungsinya sensoris)


Disfugsi gabungan
Disfungsi efektor
Hipoksia jaringan
Perkembangan usia (fisiologik,
psikososial)
Fisik (contoh : kerusakan kulit/tidak
utuh, berhubungan dengan
mobilitas)

JUMP 7 : DAFTAR REFERENSI


Anonym.

2006.

Brith

Defect

Risk

Factor

Series:

Talipes

Equinovarus

(clubfoot).

www.statehealth.com [2 juli 2008].


Anonym. 2005. Clubfoot Deformity. www.dubaibone.com [5 juli 2008].
Hussain, S. et al. 2007 Gomal Journal of Medical Sciences July Dec 2007, Vol. 5, No. 2.
Turcos Postero Medial Release for Congenital Talipes Equinovarus. www.gjm.com [5
juli 2008].
Soule, R. E. 2008. Treatment of Congenital Talipes Equinovarus in Infancy and Early
Chlidhood.www.jbjs.com [5 juli 2008].
Kler, J. et al. 2005 Treatment Methods of Congenital Talipes Equinovarus-three case
reports.www.jpn-online.com [7 juli 2008].
Yeung EHK. et al. 2005 Radiografic Assesment of Congenital Talipes Equinovarus: Strapping
versus Forced Dorsoflexion. www.jos.com [7 juli 2008].

Anda mungkin juga menyukai