PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah 1 (LBM 1)
An. B usia 5 tahun datang ke UGD RSSM bersama orang tuanya , orang tua mengatakan
tulang pergelangan kaki anak saya mengarah kebelakang dan kebawah , posisi kaki yang
memutar ke dealam sehingga telapak kaki tidak bisa digunakan seperti orang yang normal
untuk berdiri, anak berjalan hanya menggunakan lutut
B. Tugas Mahasiswa
Membuat sebanyak mungkin pertanyaan yang timbul setelah menganalisis LBM tersebut di
atas.
C. Cara Belajar
1. Menerapkan metode SEVEN JUMP
2. Diskusi kelompok tanpa tutor untuk mengintifikasi pertanyaan teori, sumber belajar dan
pertanyaan praktik.
3. Diskusi kelompok dengan tutor untuk mengkonfirmasi sumber-sumber belajar dan
alternative jawaban
4. Konsultasi untuk memperdalam pemahaman.
5. Lecture dan atau hand-out
JUMP 1 : KEYWORD
JUMP 2 : ANALISIS DATA
1. An. B usia 5 tahun datang ke UGD RSSM bersama orang tuanya , orang tua
mengatakan tulang pergelangan kaki anak saya mengarah kebelakang dan
kebawah
2. posisi kaki yang memutar ke dalam
3. telapak kaki tidak bisa digunakan seperti orang yang normal untuk berdiri
4. anak berjalan hanya menggunakan lutut
Diagnosa Medis : CTEV (Congenital Talipe Equino Varus)
tingkat
kematangan
dari
sekelompok
otot
ini
menyebabkan club foot dan posisi dorsofleksi dari pergelangan.Serat serat yang lebih
matang memiliki tarikan yang lebih kuat sehingga deformitas mengarah pada otot yg
lebih mature.
9. Hal apa saja yang akan terjadi akan terjadi jika pergelangan kaki anak mengarah
kebelakang dan kebawah ?
Anak tidak bisa berjalan dengan menempatkan kedua telapak kaki nya dengan normal,
anak akan mengalami penurunan koping yang akan mengakibatkan kondisi anak stres
10. Apakah imunisasi yang tidak lengkap bisa menyebabkan?
Tidak ada imunisasi untuk CTEV, karena Congenital Talipes Equino Varus sampai saat
ini belum diketahui pasti tetapi diduga ada hubunganya dengan : Persistence of fetal
positioning, Genetic, Cairan amnion dalam ketuban yang terlalu sedikit pada waktu
hamil(oligohidramnion), Neuromuscular disorder (Kadang kala ditemukan bersamaan
dengan kelainan lain seperti Spina Bifida atau displasia dari rongga panggul)
11. Kenapa kelainan terjadi pada tulang pergelangan kaki ?
Hal ini berkaitan dengan mekanisme terjaidnya kelainan akibat kebocoran amnion pada
masa pertumbuhan ekstremitas, dimana posisi kepala berada di atas, dan ekstremitas
inferior berada di bawah.
(MC) dan tereksposnya kepala lateral talus/uncovering of the lateral head of the talus
(LHT).
Cara untuk menghitung Pirani Score adalah sebagai berikut :
A. Curvature of the Lateral Border of the foot (CLB)
Batasan lateral dari kaki normalnya lurus. Adanya batas kaki yang nampak
melengkung menandakan terdapatnya kontraktur medial.
Lihat pada bagian plantar pedis dan letakkan batangan/penggaris di bagian lateral
kaki. Normalnya, batas lateral kaki nampak lurus, mulai dari tumit sampai ke kepala
metatarsal kelima. Apabila didapatkan batas lateral kaki lurus, maka skor yang
diberikan adalah 0.
Pada kaki yang abnormal, batas lateral nampak menjauhi garis lurus tersebut.
Batas lateral yanng nampak melengkung ringan diberi nilai 0,5 (lengkungan terlihat
di bagian distal kaki pada area sekitar metatarsal).
Kelengkungan batas lateral kaki yang nampak jelas diberi nilai 1 (kelengkungan
tersebut nampak setinggi persendian kalkaneokuboid).
Lihatlah pada lengkung dari batas medial kaki. Normalnya akan terlihat adanya
garis-garis halus pada kulit telapak kaki yang tidak merubah kontur dari lengkung
medial tersebut. Pada keadaan seperti ini, maka nilai dari MC adalah 0.
Pada kaki yang abnormal, maka akan nampak adanya satu atau dua lipatan kulit
yang dalam. Apabila hal ini tidak terlalu banyak mempengaruhi kontur lengkung
medial, maka nilai MC adalah sebesar 0,5.
Apabila lipatan ini tampak dalam dan dengan jelas mempengaruhi kontur batas
medial kaki, maka nilai MC adalah sebesar 1.
Pada kaki yang abnormal, maka akan didapatkan satu atau dua lipatan kulit yang
dalam. Apabila lipatan ini tidaak terlalu mempengaruhi kontur dari tumit, maka
nilai dari PC adalah sebesar 0,5.
Apabila pada pemeriksaan ditemukan lipatan kulit yang dalam di daerah tumit
dan hal tersebut merubah kontur tumit, maka nilai dari PC adalah sebesar 1.
c.
Nekrosis avaskular talus : sekitar 40% kejadian nekrosis avaskular talus muncul
pada tehnik kombinasi pelepasan medial dan lateralis.
20. Bagaimana posisi kaki yang normal sehingga bisa membedakan dengan yang
abnormal seperti kaki si anak B ?
3. Gangguan saraf dan jaringan ikat yang mengakibatkan kekakuan pada sendi-sendi
anggota gerak (arthrogryposis).
4. Kurang sempurna atau tidak terbentuknya tulang tibia (tulang kering).
26. Apakah jenis kelamin dapat mempengaruhi penyakit tersebut ?
Insiden dari CTEV bervariasi, bergantung dari ras dan jenis kelamin.Insiden
CTEV di Amerika Serikat sebesar 1-2 kasus dalam 1000 kelahiran hidup.Perbandingan
kasus laki-laki dan perempuan adalah 2:1.Keterlibatan bilateral didapatkan pada 30-50%
kasus.Perbedaan jenis kelamin untuk kelainan ini yaitu 2 kali lebih sering ditemukan
pada bayi laki-laki dibanding perempuan.
27. Apakah penyakit ini permanen ?
Talus menunjuk ke bawah (equinus), bagian leher berdeviasi ketengah dan bagian tubuh
berotasi sedikit keluar dalam hubungannya dengan kalkaneus: navukularis dan seluruh
kaki depan tergeser ke tengah dan berotasi menjadi supinasi (deformitas varus
gabungan). Kulit dan jaringan lunak dari betis dan sisi medial kaki akan pendek dan
tidak berkembang sepenuhnya. Kalau keadaan itu tidak diperbaiki secara dini, terjadi
perubahan pertumbuhan sekunder pada tulang, perubahan ini permanen.Sekalipun
diberi terapi, kaki cenderung pendek, dan betis tetap kurus.
28. Jika Ekonomi keluarga An B tidak memungkinkan , adakah penanganan CTEV
tanpa operasi ?
Tehnik penanganan non-operatif CTEV adalah:
a. Manipulasi peregangan kaki secara gantle
Manipulasi dilakukan dengan peregangan kaki CTEV ke posisi yang benar, tahap ini
sangat penting dalam menentukan keberhasilan tahap selanjutnya.Tujuan dari
manipulasi ini adalah peregangan jaringan lunak untuk koreksi deformitas sampai full
correction secara bertahap. Sasaran manipulasi adalah mengembalikan (relocate)
tulang naviculare di depan tulang talus, mengeversikan dan mendorsifleksikan tulang
calcaneus.
b. Mempertahankan hasil manipulasi dengan: plaster atau casting, adhesive
strapping,dan splinting dengan Denis Browne bar.
Tehnik koreksi CTEV dengan peregangan yang diikuti adhesive strapping meliputi:
1. Peregangan dan latihan secara gentle untuk mendapatkan keseimbangan otot,
peregangan jaringan lunak yang memendek dan memposisikan kaki serta
tulangnya secara lembut
2. Stimulasi kulit serta mobilisasi pasif sendi kaki.
3. Setelah tahap 1 dan 2 diikuti dengan immobilisasi berkala dengan elastic atau
non elastic adhesive strapping.
Selama kaki di-strapping perlu dilakukan latihan peregangan paling tidak 8 kali perhari.
DB splint terdiri dari 2 foot plate yang dihubungkan dengan suatu cross bar. Setiap kaki
diposisikan dalam setiap foot plate.
Bracing perlu dipakai segera setelah seri casting terakhir atau 3 minggu setelah
tindakan tenotomy (pemanjangan tendon), tujuannya untuk memelihara koreksi dan
mencegah kambuh. Brace ini dipakai setiap saat full time selama 3 bulan, selanjutnya
12 jam selama malam hari dan 2-4 jam pada tengah hari sehingga total 14-16 jam
selama 24 jam, protokol ini dilanjutkan sampai usia anak mencapai 3-4 tahun.
Jadwal kunjungan klinik untuk kontrol selama bracing adalah setiap 3-4 bulan selama 2
tahun pertama.Pemeriksaan tahunan perlu dilakukan untuk memeriksa kemungkinan
kambuh dalam jangka panjang.
29. Seberapa besar kemungkinan keberhasilan penanganan non operatif pada CTEV ?
Angka keberhasilan koreksi CTEV non-operatif dengan cara tunggal atau kombinasi
rata-rata adalah 50% (range 19-90 %). Beberapa peneliti memperoleh angka
keberhasilan koreksi CTEV idiopatik mencapai 85%-90%, sedangkan Colburn dkk
tahun 2003 melaporkan keberhasilan koreksi 94% dengan kekambuhan 0,1%.
Morcuende tahun 2004 mendapatkan keberhasilan 98%, namun 2,5% akhirnya perlu
tindakan operatif.
30. Apa yang terjadi apa bila penanganan non operatif CTEV mengalami kegagalan?
Kegagalan
koreksi
non-operatif
CTEV
mengindikasikan
perlunya
koreksi
Kelainan bentuk rocker bottom adalah kelainan bentuk yang terjadi setelah
manipulasi berulang pada CTEV rigid, secara klinis tampak permukaan telapak kaki
cembung seperti kursi goyang.
2.
Kelainan bentuk a bean shape foot adalah kelainan bentuk yang ditandai dengan
bentuk kaki seperti biji kacang.
Kambuh. Kekambuhan paling banyak terjadi karena tidak mematuhi jadwal pemakaian
night brace secara full time selama 3 bulan pertama setelah akhir casting serial atau
pada saat malam hari saja selama 2 sampai 4 tahun. Bila kambuh terjadi dalam 2-3
tahun pertama, maka manipulasi dan casting mingguan diulang, bila kelainan bentuk
menetap maka akan dilakukan operasi.
DEFINISI
ETIOLOGI
KLASIFIKASI
MANIFESTASI KLINIS
CTEV
FARMOKOLOGIS
dan implikasi keperawatannya.
ASKEP,
NIC, NOC
10. Merumuskan berbagai
pendidikan
kesehatan klien dalam kerangka persiapan klien
pulang.
NON FARMAKOLOGIS
Congenital Talipes Equino Varus adalah fiksasi dari kaki pada posisi adduksi, supinasi
dan varus. Tulang calcaneus, navicular dan cuboid terrotasi ke arah medial terhadap talus,
dan tertahan dalam posisi adduksi serta inversi oleh ligamen dan tendon. Sebagai
tambahan, tulang metatarsal pertama lebih fleksi terhadap daerah plantar
EPIDEMIOLOGI?
Insiden dari CTEV bervariasi, bergantung dari ras dan jenis kelamin.Insiden CTEV di
Amerika Serikat sebesar 1-2 kasus dalam 1000 kelahiran hidup.Perbandingan kasus lakilaki dan perempuan adalah 2:1.Keterlibatan bilateral didapatkan pada 30-50% kasus.
KLASIFIKASI?
Terdapat
klasifikasi yang digunakan secara universal. Pembagian yang sering digunakan adalah
postural atau posisional, serta
fixed
digolongkan menjadi jenis yang fleksibel (dapat dikoreksi tanpa operasi) dan resisten
(membutuhkan terapi operatif, walaupun hal ini tidak sepenuhnya benar menurut
pengalaman dr. Ponseti).
Beberapa jenis klasifikasi lain yang dapat ditemukan, antara lain :
a.
b.
c.
d.
e.
Pirani
Goldner
Di Miglio
Hospital for Joint Diseases (HJD)
Walker
ETIOLOGI?
Etiologi yang sebenarnya dari CTEV tidak diketahui dengan pasti.akan tetapi banyak
teori mengenai etiologi CTEV, antara lain :
a. faktor mekanik intra uteri
adalah teori tertua dan diajukan pertama kali oleh Hipokrates. Dikatakan bahwa kaki
bayi ditahan pada posisi equinovarus karena kompresi eksterna uterus.Parker
(1824)
dan
Browne
(1939)
mengatakn
bahwa
adanya
oligohidramnion
PATOFISIOLOGI?
Beberapa teori yang mendukung patogenesis terjadinya CTEV, antara lain:
a. terhambatnya perkembangan fetus pada fase fibular
b. kurangnya jaringan kartilagenosa talus
c. faktor neurogenik
telah ditemukan adanya abnormalitas histokimia pada kelompok otot peroneus pada
pasien CTEV. Hal ini diperkirakan karena adanya perubahan inervasi intrauterine
karena penyakit neurologis, seperti stroke.Teori ini didukung dengan adanya insiden
CTEV pada 35% bayi dengan spina bifida.
d. Retraksi fibrosis sekunder karena peningkatan jaringan fibrosa di otot dan ligamen.
Pada penelitian postmortem, Ponsetti menemukan adanya jaringan kolagen yang
sangat longgar dan dapat teregang pada semua ligamen dan struktur tendon
(kecuali Achilees). Sebaliknya, tendon achilles terbuat dari jaringan kolagen yang
sangat padat dan tidak dapat teregang. Zimny dkk, menemukan adanya mioblast
pada fasia medialis menggunakan mikroskop elektron.Mereka menegemukakan
hipotesa bahwa hal inilah yang menyebaban kontraktur medial.
e. Anomali pada insersi tendon
Inclan mengajukan hipotesa bahwa CTEV dikarenakan adanya anomali pada insersi
tendon. Tetapi hal ini tidak didukung oleh penelitian lain. Hal ini dikarenakan adanya
distorsi pada posisi anatomis CTEV yang membuat tampak terlihat adanya kelainan
f.
PATHWAY
Abnormalitas
pertumbuhan kaki
CTEV
Gangguan
Mobilitas fisik
Pengunaan anggota
ekstrimitas lain
sebagai penyangga
tubuh
Resiko Injury
Resiko Kerusakan
Integritas kulit
Kurangnya
pengetahuan
orang tua
Kecemasan
MANIFESTASI KLINIK?
Cari riwayat adanya CTEV atau penyakit neuromuskuler dalam keluarga. Lakukan
pemeriksaan keseluruhan agar dapat mengidentifikasi ada tidaknya kelainan lain. Periksa
kaki dengan bayi dalam keadaan tengkurap, sehingga dapat terlihat bagian plantar. Periksa
juga dengan posisi bayi supine untuk mengevaluasi adanya rotasi internal dan varus.
Deformitas yang serupa dapat ditemui pada myelomeningocele dan arthrogryposis.
Pergelangan kaki berada dalam posisi equinus dan kaki berada dalam posisi supinasi
(varus) serta adduksi.
Tulang navicular dan kuboid bergeser ke arah lebih medial. Terjadi kontraktur pada
jaringan lunak plantar pedis bagian medial. Tulang kalkaneus tidak hanya berada dalam
posisi equinus, tetapi bagian anteriornya mengalami rotasi ke arah medial disertai rotasi ke
arah lateral pada bagian posteriornya.
Tumit tampak kecil dan kosong. Pada perabaan tumit akan terasa lembut (seperti pipi).
Sejalan dengan terapi yang diberikan, maka tumit akan terisi kembali dan pada perabaan
akan terasa lebih keras (seperti meraba hidung atau dagu).
Karena bagian lateralnya tidak tertutup, maka leher talus dapat dengan mudah teraba
pada sinus tarsalis. Normalnya leher talus tertutup oleh navikular dan badan talus. Maleolus
medial menjadi susah diraba dan pada umumnya menempel pada navikular. Jarak yang
normal terdapat antara navikular dan maleolus menghilang. Tulang tibia sering mengalami
rotasi internal.
KOMPLIKASI?
d. Infeksi (jarang)
e. Kekakuan dan keterbatasan gerak : adanya kekakuan yang muncul di awal
Nekrosis avaskular talus : sekitar 40% kejadian nekrosis avaskular talus muncul pada
tehnik kombinasi pelepasan medial dan lateralis.
DIAGNOSA BANDING?
a. Postural clubfoot disebabkan karena posisi fetus dalam uterus. Jenis abnormalitas
kaki seperti ini dapat dikoreksi secara manual oleh pemeriksa. Postural clubfoot
memberi respon baik dengan pemasangan gips serial dan jarang relaps.
b. Metatarsus adductus (atau varus) adalah suatu deformitas dari tulang metatarsal
saja. Forefoot mengarah pada garis tengah tubuh, atau berada pad aposisi addkutus.
Abnormalitas ini dapat dikoreksi dengan manipulasi dan pemasangan gips serial.
PROGNOSIS?
Kurang lebih 50% dari kasus CTEV pada bayi baru lahir dapat dikoreksi tanpa tindakan
operatif. dr Ponseti melaporkan tingkat kesuksesan sebesar 89% dengan menggunakan
tehniknya (termasuk dengan tenotomi tendon Achilles). Peneliti lain melaporkan rerata
tingkat kesuksesan sebesar 10-35%. Sebagian besar kasus melaporkan tingkat kepuasan
setinggi 75-90%, baik dari segi penampilan maupun fungsi kaki.
Hasil yang memuaskan didapatkan pada kurang lebih 81% kasus. Faktor utama yang
mempengaruhi hasil fungsional adalah rentang gerakan pergerakan kaki, dimana hal
tersebut dipengaruhi oleh derajat pendataran kubah dari tulang talus. Tiga puluh delapan
persen dari pasien dengan kasus CTEV membutuhkan tindakan operatif lebih lanjut
(hampir 2/3 nya adalah prosedur pembentukan ulang tulang).
Rerata tingkat kekambuhan deformitas mencapai 25%, dengan rentang antara 10-50%.
Hasil terbaik didapatkan pada anak-anak yang dioperasi pada usia lebih dari 3 bulan
(biasanya dengan ukuran lebih dari 8 cm)
PEMERIKSAAN PENUNJANG?
a. Radiographi
Gambaran radiologis dari CTEV adalah adanya kesejajaran antara tulang talus dan
kalkaneus.Posisi kaki selama pengambilan foto radiologis memiliki arti yang sangat
penting. Posisi anteroposterior (AP) diambil dengan kaki fleksi terhadap plantar sebesar
30 dan posisi tabung 30 dari keadaan vertikal. Posisi lateral diambil dengan kaki
fleksi terhadap plantar sebesar 30.
Gambaran AP dan lateral juga dapat diambil pada posisi kaki dorsofleksi dan plantar
fleksi penuh. Posisi ini penting untuk mengetahui posisi relatif talus dan kalkaneus.
Mengukur sudut talokalkaneal dari posisi AP dan lateral.Garis AP digambar melalui
pusat dari aksis tulang talus (sejajar dengan batas medial) serta melalui pusat aksis
tulang kalkaneus (sejajar dengan batas lateral).Nilai normalnya adalah antara 2540.Bila ditemukan adanya sudut kurang dari 20 maka dikatakan abnormal.
Garis anteroposterior talokalkaneus hampir sejajar pada kasus CTEV. Seiring
dengan terapi yang diberikan, baik dengan casting maupun operasi, maka tulang
kalkaneus akan berotasi ke arah eksternal, diikuti dengan talus yang juga mengalami
derotasi. Dengan begitu maka akan terbentuk sudut talokalkaneus yang adekuat.
Garis lateral digambar melalui titik tengah antara kepala dan badan tulang talus
serta sepanjang dasar tulang kalkaneus. Nilai normalnya antara 35-50, sedang pada
CTEV nialinya berkisar antara 35 dan negatif 10.
Sudut dari dua sisi ini (AP and lateral) ditambahkan untuk mengetahui indeks
talokalkaneus, dimana pada kaki yang sudah terkoreksi akan memiliki nilai lebih dari
40.
Garis AP dan lateral talus normalnya melalui pertengahan tulang navikular dan
metatarsal pertama.
Pengambilan foto radiologis lateral dengan kaki yang ditahan pada posisi maksimal
dorsofleksi adalah metode yang paling dapat diandalkan untuk mendiagnosa CTEV
yang tidak dikoreksi.
PENATALAKSANAAN?
c. Terapi Medis
1) Penatalaksanaan non operatif
Dengan penatalaksanaan tradisional non operatif, maka pemasangan splint
dimulai pada bayi berusia 2-3 hari. Urutan dari koreksi yang akan dilakukan adalah
sebagai berikut :
a) Adduksi dari forefoot
b) Supinasi forefoot
c) Equinus
Usaha-usaha untuk memperbaiki posisi equinus di awal masa koreksi dapat
mematahkan kaki pasien, dan mengakibatkan terjadinya rockerbottom foot. Tidak
boleh dilakukan pemaksaan saat melakukan koreksi. Tempatkan kaki pada posisi
terbaik yang bisa didapatkan, kemudian pertahankan posisi ini dengan cara
menggunakan strapping yang diganti tiap beberapa hari sekali, atau dipertahankan
menggunakan gips yang diganti beberapa minggu sekali. Hal ini dilanjutkan hingga
dapat diperoleh koreksi penuh atau sampai tidak dapat lagi dilakukan koreksi
selanjutnya.
Posisi kaki yang sudah terkoreksi ini kemudian dipertahankan selama beberapa
bulan. Tindakan operatif harus dilakukan sesegera mungkin saat nampak adanya
kegagalan terapi konservatif, yang antara lain ditandai dengan deformitas yang
menetap, deformitas berupa rockerbottomfoot atau kembalinya deformitas segera
setelah koreksi dihentikan.
Setelah pengawasan selama 6 minggu biasanya dapat diketahui jenis deformitas
CTEV, apakah termasuk yang mudah dikoreksi atau tipe yang resisten. Hal ini
dikonfirmasi dengan menggunakan X-ray dan dilakukan perbandingan penghitungan
orientasi tulang. Dari laporan didapatkan bahwa tingkat kesuksesan dengan
menggunakan metode ini adalah sebesar 11-58%.
2) Metode Ponseti
Metode ini dikembangkan oleh dr. Ignacio Ponseti dari Universitas Iowa. Metode
ini dikembangkan dari penelitian kadaver dan observasi klinik yang dilakukan
oleh dr. Ponseti. langkah-langkah yang harus diambil adalah sebagai berikut :
1. Deformitas utama yang terjadi pada kasus CTEV adalah adanya rotasi tulang
kalkaneus ke arah intenal (adduksi) dan fleksi plantar pedis. Kaki berada
dalam posisi adduksi dan plantar pedis mengalami fleksi pada sendi subtalar.
Tujuan pertama adalah membuat kaki dalam posisi abduksi dan dorsofleksi.
Untuk mendapatkan koreksi kaki yang optimal pada kasus CTEV, maka
tulang kalkaneus harus bisa dengan bebas dirotasikan kebawah talus.
Koreksi dilakukan melalui lengkung normal dari persendian subtalus. Hal ini
dapat dilakukan dengan cara meletakkan jari telunjuk operator di maleolus
medialis untuk menstabilkan kaki dan kemudian mengangkat ibu jari dan
diletakkan di bagian lateral dari kepala talus, sementara kita melakukan
gerakan abduksi pada forefoot dengan arah supinasi.
Apabila ditemukan adany cavus, maka langkah pertama dalam koreksi kaki
adalah dengan cara mengangkat metatarsal pertama dengan lembut, untuk
mengoreksi cavusnya. Setelah cavus terkoreksi, maka forefoot dapat
diposisikan abduksi seperti yang tertulis dalam langkah pertama.
3. Saat kaki diletakkan dalam posisi pronasi, hal tersebut dapat menyebabkan
tulang kalkaneus berada di bawah talus. Apabila hal ini terjadi, maka tulang
kalkaneus
tidak
dapat
berotasi
dan
menetap
pada
posisi
varus.
Sepertitertulis pada langkah kedua, cavus akan meningkat. Hal ini dapat
menyebabkan tejadinya bean-shaped foot. Pada akhir langkah
pertama,
maka kaki akan berada pada posisi abduksi maksimal tetapi tidak pernah
pronasi.
4. Manipulasi dikerjakan di ruang khusus setelah bayi disusui. Setelah kaki
dimanipulasi, maka langkah selanjutnya adalah
kasus
1) Cincinnati : jenis ini berupa insisi transversal, mulai dari sisi anteromedial
struktur-struktur
medial,
selubung
tendon,
pelepasan
struktur-struktur
lateral,
selubung
peroneal,
pesendian
Aksis longitudinal dari talus dan kalkaneus harus dipisahkan sekitar 20 dari
proyeksi lateral.Koreksi yang dilakukan kemudian dipertahankan dengan
pemasangan kawat di persendian talokalkaneus, atau talonavikular atau
keduanya. Hal ini juga dapat dilakukan menggunakan gips. Luka paska
operasi yang terjadi tidak boleh ditutup dengan paksa.Luka tersebut dapat
dibiarkan terbuka agar membentuk jaringan granulasi atau bahkan nantinya
dapat dilakukan cangkok kulit.
Penatalaksanaan dengan operasi harus mempertimbangkan usia dari
pasien :
1. Pada anak kurang dari 5 tahun, maka koreksi dapat dilakukan hanya
kulit untuk menutupi defek luka paska operasi. Perban hanya boleh dipasang
longgar dan harus diperiksa secara reguler.
ASUHAN KEPERAWATAN
I.
PENGKAJIAN
a.
Pengumpulan Data
Identitas : Nama, jenis kelamin, umur, alamat, pekerjaan, Tgl. MRS, diagnosa
medis.
b.
Keluhan Utama
Merupakan keluhan yang paling mengganggu ketidaknyamanan dalam aktivitas
atau yang mengganggu saat ini.
c.
d.
e.
f.
Riwayat Psikososial
Siapa yang mengasuh Kx, bagaimana hubungan dengan keluarga, teman sebaya.
g.
Riwayat Kehamilan
Meliputi prenatal, natal dan post natal.
h.
Riwayat Imunisasi
Meliputi imunisasi : BCG, DPT, Hepatitis dan Polio.
i.
Adanya
keterbatasan
aktivitas
karena
bentuk
kaki
yang
abnormal,
adanya
keterlambayan berjalan.
1.
2.
3.
4.
5.
Diagnosa Keperawatan/
Masalah Kolaborasi
Rencana keperawatan
Tujuan dan Kriteria Hasil
NOC :
Joint Movement : Active
Mobility Level
Self care : ADLs
Transfer performance
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan
selama.gangguan
mobilitas fisik teratasi
dengan kriteria hasil:
Klien meningkat dalam
aktivitas fisik
Mengerti tujuan dari
peningkatan mobilitas
Memverbalisasikan
perasaan dalam
meningkatkan kekuatan
dan kemampuan
berpindah
Memperagakan
penggunaan alat Bantu
untuk mobilisasi
(walker)
Intervensi
NIC :
Exercise therapy : ambulation
Latih
pasien
dalam
pemenuhan
kebutuhan ADLs secara mandiri sesuai
kemampuan
DO/DS:
Insomnia
Kontak mata kurang
Kurang istirahat
Berfokus pada diri sendiri
Iritabilitas
Takut
Nyeri perut
Penurunan TD dan denyut nadi
Diare, mual, kelelahan
Gangguan tidur
Gemetar
Anoreksia, mulut kering
Peningkatan TD, denyut nadi, RR
Kesulitan bernafas
Bingung
Bloking dalam pembicaraan
Sulit berkonsentrasi
Gangguan body image berhubungan
dengan:
Biofisika (penyakit kronis),
kognitif/persepsi (nyeri kronis),
kultural/spiritual, penyakit, krisis
situasional, trauma/injury, pengobatan
(pembedahan, kemoterapi, radiasi)
DS:
Depersonalisasi bagian tubuh
Perasaan negatif tentang tubuh
Secara verbal menyatakan
perubahan gaya hidup
DO :
Perubahan aktual struktur dan
fungsi tubuh
Kehilangan bagian tubuh
Bagian tubuh tidak berfungsi
NOC :
Kontrol kecemasan
Koping
Setelah dilakukan asuhan selama
klien kecemasan teratasi
dgn kriteria hasil:
Klien mampu mengidentifikasi
dan mengungkapkan gejala
cemas
Mengidentifikasi,
mengungkapkan
dan
menunjukkan tehnik untuk
mengontol cemas
Vital sign dalam batas normal
Postur tubuh, ekspresi wajah,
bahasa tubuh dan tingkat
aktivitas
menunjukkan
berkurangnya kecemasan
NIC :
Anxiety Reduction (penurunan kecemasan)
NOC:
Body image
Self esteem
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama .
gangguan body image
pasien teratasi dengan
kriteria hasil:
Body image positif
Mampu mengidentifikasi
kekuatan personal
Mendiskripsikan secara
faktual perubahan fungsi
tubuh
Mempertahankan
interaksi sosial
NIC :
Body image enhancement
-
NOC :
NIC : Pressure Management
Tissue Integrity : Skin and
Anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian
Mucous Membranes
yang longgar
Status Nutrisi
Hindari
kerutan padaa tempat tidur
Tissue Perfusion:perifer
Jaga
kebersihan
kulit agar tetap bersih dan
Dialiysis Access Integrity
kering
Mobilisasi pasien (ubah posisi pasien) setiap
Setelah dilakukan tindakan
dua jam sekali
keperawatan selama.
Monitor kulit akan adanya kemerahan
Gangguan integritas kulit
tidak terjadi dengan kriteria Oleskan lotion atau minyak/baby oil pada
hasil:
derah yang tertekan
Integritas kulit yang baik Monitor aktivitas dan mobilisasi pasien
bisa dipertahankan
Monitor status nutrisi pasien
Melaporkan
adanya Memandikan pasien dengan sabun dan air
gangguan sensasi atau
hangat
nyeri pada daerah kulit Gunakan pengkajian risiko untuk memonitor
yang
mengalami
faktor risiko pasien (Braden Scale, Skala
gangguan
Norton)
Menunjukkan
Inspeksi kulit terutama pada tulang-tulang
pemahaman
dalam
yang menonjol dan titik-titik tekanan ketika
proses perbaikan kulit
merubah posisi pasien.
dan mencegah terjadinya Jaga kebersihan alat tenun
sedera berulang
Kolaborasi dengan ahli gizi untuk pemberian
Mampu melindungi kulit
tinggi protein, mineral dan vitamin
dan
mempertahankan Monitor serum albumin dan transferin
kelembaban kulit dan
perawatan alami
Status nutrisi adekuat
Sensasi dan warna kulit
normal
-
Faktor-faktor risiko:
Eksternal :
Hipertermia atau hipotermia
Substansi kimia
Kelembaban udara
Faktor mekanik (misalnya : alat
yang dapat menimbulkan luka,
tekanan, restraint)
Immobilitas fisik
Radiasi
Usia yang ekstrim
Kelembaban kulit
Obat-obatan
Ekskresi dan sekresi
Internal :
Perubahan status metabolik
Tulang menonjol
Defisit imunologi
Berhubungan dengan dengan
perkembangan
Perubahan sensasi
Perubahan status nutrisi
(obesitas, kekurusan)
Perubahan pigmentasi
Perubahan sirkulasi
Perubahan turgor (elastisitas
kulit)
Psikogenik
Risiko Injury
NOC :
Risk Kontrol
Faktor-faktor risiko :
Immune status
Eksternal
Safety Behavior
Fisik (contoh : rancangan struktur
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama. Klien
dan arahan masyarakat, bangunan
dan atau perlengkapan; mode
tidak mengalami injury
dengan kriterian hasil:
transpor atau cara perpindahan;
Manusia atau penyedia pelayanan) Klien terbebas dari cedera
Biologikal ( contoh : tingkat
Klien mampu menjelaskan
imunisasi dalam masyarakat,
cara/metode
mikroorganisme)
untukmencegah
Kimia (obat-obatan:agen farmasi,
injury/cedera
alkohol, kafein, nikotin, bahan
Klien mampu menjelaskan
pengawet, kosmetik; nutrien:
factor
risiko
dari
vitamin, jenis makanan; racun;
lingkungan/perilaku
polutan)
personal
Internal
Mampumemodifikasi gaya
Psikolgik (orientasi afektif)
hidup
untukmencegah
Mal nutrisi
injury
Bentuk darah abnormal, contoh :
Menggunakan
fasilitas
leukositosis/leukopenia
kesehatan yang ada
Perubahan faktor pembekuan,
Mampu
mengenali
Trombositopeni
perubahan
status
Sickle cell
kesehatan
Thalassemia,
Penurunan Hb,
Imun-autoimum tidak berfungsi.
Biokimia, fungsi regulasi (contoh :
2006.
Brith
Defect
Risk
Factor
Series:
Talipes
Equinovarus
(clubfoot).