Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH

CONGENITAL HIP JOINT


Disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Keperawatan Anak yang
diampu oleh:
Susi TRT, S.Kep.,Ns., M.Kes.

Disusun oleh:

1. LINDA SEPTIANA (P1337420518056)


2. NADA ‘ADILLAH (P1337420518069)
3. RISA INDRIYANI (P1337420518081)
4. FAJAR NURHAYATI L (P1337420518084)

PRODI DIII KEPERAWATAN MAGELANG


JURUSAN KEPERAWATAN
POLTEKKES KEMENKES SEMARANG
2019
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Berbagai perubahan terjadi pada system musculoskeletal, meliputi tulang


keropos (osteoporosis), pembesaran sendi, pengerasan tendon, keterbatasan gerak,
penipisan discus intervertebralis, dan kelemahan otot, terjadi pada proses penuaan.
Pada lansia, struktur kolagen kurang mampu menyerap energi. Kartilago sendi
mengalami degenerasi didaerah yang menyangga tubuh dan menyembuh lebih
lama. Hal tersebut mengakibatkan terjadinya osteoarthritis. Begitu juga masa otot
dan kekuatannya juga berkurang.
Gangguaan pada sistem musculoskeletal bisa terjadi bukan hanya ada orang
dewasa atau pada lansia namun bisa juga terjadi pada anak – anak bahkan pada
bayi yang baru lahir misalnya CDH (Congenital Dislocation Of the Hip), selain
itu gangguan pada tulang belakang seperti Scoliosis juga bisa diderita pada anak
dan jika kondisi ini terus berlanjut maka akan mengakibatkan immobilisasi pada
penderita Penanganan pada pasien anak- anak dengan gangguan sistem
muskoluskeletal harus ditangani secara komprehensip, berdasarkan alasan tersebut
maka penulis tertarik untuk melihat lebih dalam terkait penanganan dengan
pendekatan pada asuhan keperawatan secara komprehensif.

B. Tujuan Penulisan
1.      Untuk mendapatkan gambaran secara umum tentang penyakit pada sistem
musculoskeletal
2.      Untuk mendapatkan informasi tentang asuhan keperawatan pada gangguan
sistem musculoskeletal khususnya pada kasus CDH.
3.      Sebagai penugasan pada mata kuliah Keperawatan anak
BAB II
TINJAUAN KONSEP

A.    DEFINISI

Congenital Dislocation Of The Hip (CDH) adalah deformitas ortopedik yang


didapat segera sebelum atau pada saat kelahiran, Kondisi ini mengacu pada
malformasi sendi pinggul selama perkembangan janin.
Congenital dislocatoin of hip atau biasa disebut pergeseran sendi atau tulang
semenjak lahir. Suatu bentuk kelainan pada persendian yang ditemukan pada bayi
baru lahir.Congenital dislocatoin of hip terjadi dengan kejadian 1,5 per 1.000
kelahiran dan lebih umum terjadi pada anak perempuan dibanding anak laki-
laki.penyebab hal ini belum diketahui tapi diduga melibatkan faktor genetik.

B.     ETIOLOGI

Kebanyakan bayi yang lahir dengan Congenital dislocatoin of hip memiliki


orang tua yang jelas-jelas tidak memiliki gangguan kesehatan maupun faktor
resiko. Seorang wanita hamil yang telah mengikuti semua nasihat dokternya agar
kelak melahirkan bayi yang sehat, mungkin saja nanti melahirkan bayi yang
memiliki kelainan bawaan. 60% kasus kelainan bawaan penyebabnya tidak
diketahui; sisanya disebabkan oleh faktor lingkungan atau genetik atau kombinasi
dari keduanya.

1.      Teratogenik
Teratogen adalah setiap faktor atau bahan yang bisa menyebabkan atau
meningkatkan resiko suatu kelainan bawaan. Radiasi, obat tertentu dan racun
merupakan teratogen.
2.      Gizi
Menjaga kesehatan janin tidak hanya dilakukan dengan menghindari teratogen,
tetapi juga dengan mengkonsumsi gizi yang baik.
Salah satu zat yang penting untuk pertumbuhan janin adalah asam folat.
Kekurangan asam folat bisa meningkatkan resiko terjadinya spina bifida atau
kelainan tabung saraf lainnya. Karena spina bifida bisa terjadi sebelum seorang
wanita menyadari bahwa dia hamil, maka setiap wanita usia subur sebaiknya
mengkonsumsi asam folat minimal sebanyak 400 mikrogram/hari.
3.      Faktor fisik pada rahim
Di dalam rahim, bayi terendam oleh cairan ketuban yang juga merupakan
pelindung terhadap cedera. Jumlah cairan ketuban yang abnormal bisa
menyebabkan atau menunjukkan adanya kelainan bawaan.

Cairan ketuban yang terlalu sedikit bisa mempengaruhi pertumbuhan paru-paru


dan anggota gerak tubuh atau bisa menunjukkan adanya kelainan ginjal yang
memperlambat proses pembentukan air kemih.
Penimbunan cairan ketuban terjadi jika janin mengalami gangguan menelan, yang
bisa disebabkan oleh kelainan otak yang berat (misalnya anensefalus atau atresia
esofagus).
4.       Faktor genetik dan kromosom
Genetik memegang peran penting dalam beberapa kelainan bawaan. Beberapa
kelainan bawaan merupakan penyakit keturunan yang diwariskan melalui gen
yang abnormal dari salah satu atau kedua orang tua.
Gen adalah pembawa sifat individu yang terdapat di dalam kromosom setiap sel di
dalam tubuh manusia. Jika 1 gen hilang atau cacat, bisa terjadi kelainan bawaan.

Informasi yang diperoleh dari ortopedi Radiologi oleh Adam Greenspan


tentang Congenital dislocatoin of hip tentang pergeseran pada panggul adalah:
a. Y-line adalah garis yang ditarik melalui bagian superior dari tulang rawan
triradiate. Pada bayi normal, jarak yang diwakili oleh baris (ab) tegak lurus garis-
Y pada titik paling proksimal leher femoralis harus sama di kedua sisi panggul,
sebagaimana seharusnya jarak diwakili oleh garis (bc) ditarik bertepatan dengan
garis-Y medial ke lantai acetabular. Pada bayi usia enam sampai tujuh bulan, nilai
rata-rata untuk jarak (ab) menjadi 19,3 mm + / - 1,5 mm; untuk jarak (bc), 18,2
mm + / - 1,4 mm. Indeks acetabular adalah sudut yang dibentuk oleh garis
singgung ditarik ke atap acetabular dari titik (c) di lantai acetabular pada garis-Y.
Nilai normal dari sudut ini berkisar antara 25 derajat hingga 29 derajat. Garis
Shenton-Menard adalah busur berjalan melalui aspek medial leher femoralis di
perbatasan unggul foramen obturatorius.. Harus halus dan tak terputus.
b.Garis Perkins-Ombredanne ditarik tegak lurus dengan garis-Y, melalui tepi paling
lateral acetabular tulang rawan kaku, yang benar-benar sesuai dengan spina iliaka
anteroinferior pada bayi baru lahir normal dan bayi, aspek medial femur atau leher
kaku modal femoral epiphysis jatuh di dalam kuadran yang lebih rendah.
Munculnya salah satu dari struktur di kuadran luar atau lebih rendah menunjukkan
subluksasi atau dislokasi pinggul.
c. The Rosen von Andren-line,, yang diperoleh dengan setidaknya 45 derajat dari
pinggul dan rotasi internal, digambarkan sepanjang sumbu longitudinal batang
femoralis. Dalam pinggul normal, memotong panggul di tepi atas acetabulum
tersebut.
d. Dalam subluksasi atau dislokasi pinggul, baris membagi-dua atau jatuh di atas
tulang belakang anteorsuperior iliaka.

C.   MANIFESTASI KLINIK

1. Bayi
a.       Kemungkinan tidak ada bukti gejala karena bayi dapat mengalami kesalahan
tempat femur minimal
b.      Lipatan gluteal yang tidak sejajar (posisi pronasi)
c.       Pemendekan ekstremitas pada tempat yang terkena
d.      Abduksi terbatas pada pinggul sisi yang terkena
e.       Adanya tanda-tanda Galeazzi
f.       Temuan positif saat dilakukan Manuver Barlow
g.      Temuan positif saat dilakukan maneuver ortolani

2. Toddler dan anak yang lebih tua


a.       Gaya berjalan seperti bebek (dislokasi pinggul bilateral)
b.      Peningkatan lordosis lumbal (punggung cekung) saat berdiri (dislokasi pinggul
bilateral)
c.       Tungkai yang terkena lebih pendek dari yang lain
d.      Temuan positif pada uji trendeelenburg
e.       Pincang.

D.  PATOFISIOLOGI

Dysplasia perkembangan pinggul (developmental dysplasia of the hip,


DDH),atau congenital dislocation of the hip, merupakan ketidaknormalan
perkembangan antara kaput femur dan asetabulum. Pinggul merupakan suatu
bonggol (kaput femur) dan mangkuk (asetabulum) sendi yang memberikan
gerakan dan stabilitas pinggul. Terdapat tiga pola dalam CDH :
1.      Dysplasia asetabular (perkembangan tidak normal )- keterlambatan dalam
perkembangan asetabulum sehingga lebih dangkal dari normal, kaput femur tetap
dalam asetabulum ;
2.      Subluksasi – dislokasi pinggul yang tidak normal ; kaput femur tidak
sepenuhnya keluar dari asetabulum dan dapat berdislokasi secara parsial ; dan
3.      Dislokasi – pinggul berada pada posisi dislokasi, dan kaput femur tidak
bersentuhan dengan asetabulum. DDH pada akhirnya dapat berkembang menjadi
reduksi permanen, dislokasi lengkap, atau dysplasia akibat perubahan adaptif yang
terjadi pada jaringan dan tulang yang berdekatan.

E.   PENATALAKSANAAN

Penanganan bervariasi sesuai keparahan manifestasi klinis, usia anak, dan


tingkat dysplasia. Jika dislokasi terkoreksi pada pada beberapa hari pertama
sampai beberapa minggu kehidupan, kesempatan untuk berkembangnya pinggul
normal akan lebih besar. Selama periode neonatal, pengaturan posisi dan
mempertahankan pinggul tetap fleksi dan abduksi dapat dicapai dengan
menggunakan alat bantu pengoreksi. Antara usia 6 dan 18 bulan, traksi digunakan
diikuti dengan imobilisasi gips. Jika jaringan lunak menghalangi dan menyulitkan
penurunan dan perkembangan sendi, dilakukan reduksi tertutup maupun terbuka
(bergantung pada apakah ada atau tidak kontraktur otot-otot adductor dan
kesalahan letak kaput femur yang terjadi) dan gips spika pinggul di pasang

F.    KOMPLIKASI

1.      Displasia asetabular persisten


2.      Dislokasi berulang
3.      Nekrosis avaskular iatrogenic pada kaput femur

G.  INSIDEN

1.      CDH terjadi pada 1 atau 1,2 dari 100 kelahiran hidup
2.      Di Amerika serikat, sekitar 38.900 sampai 46.000 bayi terkena setiap tahun.
3.      Rasio wanita/pria adalah 6 : 1
4.      Insidens meningkat dengan adanya presentasi bokong.
5.      Peningkatan insidens terbukti  diantara saudara kandung anak yang terinfeksi
6.      Bila hanya 1 pinggul yang terkena, pinggul kiri lebih sering terkena dari pada
pinggul kanan
7.      Sering ada hubungannya  dengan ketidaknormalan muskuluskeletal dan renal
congenital lain.
8.      Peningkatan insidens terlihat diantara kultur  yang membedung  bayi terlalu
rapat dan mengikat bayi pada papan ayunan selama bulan-bulan awal kehidupan.
9.      Ada hubungan antara CDH dan perkembangan arthritis pinggul sekunder pada
awal masa dewasa.

H.  PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

Pemeriksaan yang paling penting adalah pemeriksaan USG,pada bayi yang


agak besar atau anak-anak dapat dilakukan rontgen.
1) Rontgen
Menunjukkan lokasi / luasnya fraktur / trauma
2) Scan tulang, tonogram, CT scan / MRI
Memperlihatkan fraktur, juga dapat digunakan untuk mengidentifikasikan
kerusakan jaringan lunak.
3) Pemeriksaan radiografi pelvis anteroposterior dan lauenstein lateral didapatkan
(kaji tingkat kesalahan letak atau dislokasi femur ; tidak berguna pada bayi yang
berusia kurang dari 1 bulan).
BAB III
ASKEP TEORITIS

A.      PENGKAJIAN

1.      Pengkajian muskuloskeletal


a. Fungsi motorik kasar
1)      Ukuran otot : adanya atrofi atau hipertrofi otot ; kesimetrisan
massa otot
2)      Tonus otot : spastisitas, kelemahan, rentang gerak terbatas
3)      Kekuatan
4)      Gerakan abnormal : tremor, distonia, atetosis
b. Fungsi motorik halus
1)      Manipulasi mainan
2)      Menggambar
c. Gaya berjalan : ayunan lengan dan kaki, gaya tumit – jari
d. Pengendalian postur
1)      Mempertahankan posisi tegak
2)      Adanya ataksia
3)      Bergoyang-goyang
e. Persendian
1)      Rentang gerak
2)      Kontraktur
3)      Kemerahan, edema, nyeri
4)      Tonjolan abnormal
f. Tulang belakang
1)      Lengkung tulang belakang : skoliosis, kifosis
2)      Adanya lesung pilonidal
g. Pinggul
1)      Abduksi
2)      Adduksi
2.      Criteria pengkajian
a. Maneuver ortolani
b. Maneuver barlow
c. Tanda galeazzi
d. Uji trendelenburg
3.      Kaji tanda – tanda iritasi kulit
4.      Kaji respon anak terhadap traksi dan imobilisasi dengan adanya gips spika.
5.      Kaji tingkat perkembangan anak
6.      Kaji kemampuan pasien untuk mengelola perawatan gips spika di rumah.

Pemeriksaan head to toe

a. Status Keadaan Umum


Keadaan Umum : Baik
Kesadaran : Composmentis
BB sebelum sakit : 11 kg
BB saat ini : 10 kg
Tanda Tanda Vital :
TD : 120/80 mmHg
N : 78x/menit
Suhu : 36o C
RR : 24x/menit
b. Kepala : Mesochepal

c. Rambut : Lurus, hitam

d. Mata : Simetris, kontungtiva tidak anemis, tidak


mempunyai gangguan penglihatan

e. Telinga : Ada sedikit serumen, tidak punya gangguan


pendengaran

f. Hidung : Simetris, Tidak terdapat secret

g. Mulut : Mukosa kering, tidak terdapat lesi

h. Leher : Tidak terdapat benjolan

i. Dada
Paru
Inspeksi : Pengembangan dada kanan dan kiri sama
Palpasi : Vokal fremitus terdengar sama
Perkusi : Sonor
Auskultasi : Vesikuler

Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak nampak
Palpasi : Denyut teraba, tidak ada nyeri tekan
Perkusi : Pekak
Auskultasi : Suara jantung normal

Abdomen
Inspeksi : Permukaan perut datar
Auskultasi : Peristaltik usus 10x/menit
Palpasi : Tidak terdapat nyeri
Perkusi : Bunyi timpani

j. Extremitas : Tangan kanan terpasang infus RL 20tpm, tidak


ada tanda-tanda plebitis/bengkak, maupun merah, panggul terlihat tidak normal
k. Genetalia : Tidak terpasang kateter, urine lancar, warna
kuning jernih
l. Integumen/kulit : Tidak ada oedem

B. DIAGNOSA PRIORITAS

1. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan dislokasi


DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri saat mobilisasi
2. Gangguan bodi image berhubungan dengan perubahan bentuk tubuh

C.       RENCANA TINDAKAN

1.      Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan dislokasi


Tujuan :Nyeri dapat berkurang atau hilang
Criteria hasil : Nyeri berkurang, Klien tampak tenang
a.       Kaji tingkat nyeri
Rasional : Untuk mengetahui skala Nyeri
b.      Atur posisi senyaman mungkin
Rasional : Menurunkan tingkat ketegangan pada daerah nyeri
c.       Ajarkan tekhnik relaksasi
Rasional : Merelaksasi otot-otot tubuh
d.      Kolaborasi pemberian analgetik
Rasional : Menghiangkan rasa nyeri

2.      Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri saat mobilisasi


Tujuan :  Klien dapat bergerak bebas
Criteria hasil : Klien dapat bergerak bebas
a.       Kaji tingkat mobilisasi klien
Rasional : Mengidentifikasi lingkup masalah secara dini, sebagai pedoman
tindakan selanjutnya
b.      Beri latihan ROM
Rasional : Memulihkan atau meningkatkan fungsi sendi dan kekuatan otot yang
berkurang karena proses penyakit atau kecelakaan
c.       Anjurkan alat bantu jika dibutuhkan
Rasional : membantu dalam melakukan suatu hal

3.      Gangguan body image berhubungan dengan perubahan bentuk tubuh


Tujuan : Masalah klien teratasi
Criteria hasil : Klien dapat menungkapkan masalahnya
a.       Kaji konsep diri
Rasional : Mengidentifikasi lingkup masalah secara dini, sebagai pedoman
tindakan selanjutnya
b.      Bantu klien mengungkapkan masalahnya
Rasional : Memberikan minat dan perhatian serta memperbaiki kesalahan konsep
c.       Berikan dukungan spiritual kepada klien
Rasional : Agar klien tetap bersemangat dan tidak berputus asa terhadap
perubahan status kesehatannya
D.      EVALUASI
Hasil yang diharapkan:
1.      Pinggul bayi atau anak akan tetap pada posisi yang diharapkan
2.      Kulit bayi atau anak akan tetap utuh tanpa kemerahan atau kerusakan
Orang tua akan mendemonstrasikan aktivitas perawatan untuk mengakomodasi
alat bantu pengoreksi bayi / anak atau gips spika pinggul.
BAB IV
PENUTUP

A.    Kesimpulan
1.      CDH adalah deformitas ortopedik yang didapat sebelum atau saat kelahiran,
kondisi ini mengacu pada malformasi sendi panggul selama perkembangan janin.
2.      Etiologi dari CDH yaitu 1.teratogenik; 2.gizi; 3.faktor fisik pada rahim; 4.faktor
genetic dan kromosom.
3.      Pemeriksaan yang paling penting adalah pemeriksaan USG, pada bayi yang
agak besar atau anak-anak dapat dilakukan rontgen,scan tulang, tomogram, CT
scan/MRI.
4.      CDH  terjadi dengan kejadian 1,5 per 1000 kelahiran dan lebih umum terjadi
pada anak perempuan disbanding anak laki-laki.kelainan yang sering dijumpai
pada 1.anak pertama; 2.anak perempuan; 3.riwayat dislokasi pada keluarga; 4.bayi
dalam letak bokong.
B.     Saran
Agar para ibu menjaga gizi pada saat masa kehamilan .Salah satu yang
paling penting untuk pertumbuhan janin adalah asam folat. Hindari factor-faktor
yang dapat menyebabkan CDH misalnya sinar rontgen, radiasi, dan penggunaan
obat-obatan.
DAFTAR PUSTAKA

Betz, Cecily Lynn dan Linda A.Sowden. 2009 . Buku Saku Keperawatan
Pediatrik. Edisi 5.Jakarta : EGC

Doenges, Marilynn E, dkk. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan ; Pedoman


Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi 3. Jakarta
EGC.

Erika, Kadek Ayu, dkk. 2008. Keperawatan Anak. Makasar : SIK UNHAS

Wong, Donna L. 2004. Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik. Edisi 4. Jakarta :


EGC
A. PENGKAJIAN
1. Pengkajian muskuloskeletal
a. Fungsi motorik kasar
1) Ukuran otot : adanya atrofi atau hipertrofi otot ; kesimetrisan massa otot
2) Tonus otot : spastisitas, kelemahan, rentang gerak terbatas
3) Kekuatan
4) Gerakan abnormal : tremor, distonia, atetosis
b. Fungsi motorik halus
1) Manipulasi mainan
2) Menggambar
c. Gaya berjalan : ayunan lengan dan kaki, gaya tumit – jari
d. Pengendalian postur
1) Mempertahankan posisi tegak
2) Adanya ataksia
3) Bergoyang-goyang
e. Persendian
1) Rentang gerak
2) Kontraktur
3) Kemerahan, edema, nyeri
4) Tonjolan abnormal
f. Tulang belakang
1) Lengkung tulang belakang : skoliosis, kifosis
2) Adanya lesung pilonidal
g. Pinggul
1) Abduksi
2) Adduksi
2. Criteria pengkajian

a. Maneuver ortolani

b. Maneuver barlow

c. Tanda galeazzi

d. Uji trendelenburg

3. Kaji tanda – tanda iritasi kulit

4. Kaji respon anak terhadap traksi dan imobilisasi dengan adanya gips spika.

5. Kaji tingkat perkembangan anak

6. Kaji kemampuan pasien untuk mengelola perawatan gips spika di rumah.

B. DIAGNOSA

1. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan dislokasi

2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri saat mobilisasi

3. Gangguan bodi image berhubungan dengan perubahan bentuk tubuh

C. RENCANA TINDAKAN

1. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan dislokasi


Tujuan :Nyeri dapat berkurang atau hilang
Criteria hasil : Nyeri berkurang, Klien tampak tenang
a. Kaji tingkat nyeri
Rasional : Untuk mengetahui skala Nyeri
b. Atur posisi senyaman mungkin
Rasional : Menurunkan tingkat ketegangan pada daerah nyeri
c. Ajarkan tekhnik relaksasi
Rasional : Merelaksasi otot-otot tubuh
d. Kolaborasi pemberian analgetik
Rasional : Menghiangkan rasa nyeri

2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri saat mobilisasi


Tujuan : Klien dapat bergerak bebas
Criteria hasil : Klien dapat bergerak bebas
a. Kaji tingkat mobilisasi klien
Rasional : Mengidentifikasi lingkup masalah secara dini, sebagai pedoman
tindakan selanjutnya
b. Beri latihan ROM
Rasional : Memulihkan atau meningkatkan fungsi sendi dan kekuatan otot yang
berkurang karena proses penyakit atau kecelakaan
c. Anjurkan alat bantu jika dibutuhkan
Rasional : membantu dalam melakukan suatu hal

3. Gangguan body image berhubungan dengan perubahan bentuk tubuh


Tujuan : Masalah klien teratasi
Criteria hasil : Klien dapat menungkapkan masalahnya
a. Kaji konsep diri
Rasional : Mengidentifikasi lingkup masalah secara dini, sebagai pedoman
tindakan selanjutnya
b. Bantu klien mengungkapkan masalahnya
Rasional : Memberikan minat dan perhatian serta memperbaiki kesalahan konsep
c. Berikan dukungan spiritual kepada klien
Rasional : Agar klien tetap bersemangat dan tidak berputus asa terhadap
perubahan status kesehatannya

D. EVALUASI

Hasil yang diharapkan:

1. Pinggul bayi atau anak akan tetap pada posisi yang diharapkan

2. Kulit bayi atau anak akan tetap utuh tanpa kemerahan atau kerusakan

Orang tua akan mendemonstrasikan aktivitas perawatan untuk mengakomodasi


alat bantu pengoreksi bayi / anak atau gips spika pinggul.

Anda mungkin juga menyukai