H. Pathways
I. Komplikasi
1. Komplikasi Anemia Pada Ibu Hamil
Menurut Pratami kondisi anemia sanggat menggangukesehatan ibu hamil
sejak awal kehamilan hingga masa nifas.Anemia yang terjadi selama masa
kehamilan dapat menyebabkanabortus, persalinan prematur, hambatan
tumbuh kembang janindalam rahim, peningkatan resiko terjadinya infeksi,
ancamandekompensasi jantung jika Hb kurang dari 6,0 g/dl, mola
hidatidosa,hiperemis gravidarum, perdarahan antepartum, atau ketuban
pecahdini. Anemia juga dapat menyebabkan gangguan selama
persalinanseperti gangguan his, gangguan kekuatan mengejan, kala I lama,
kala kedua yang lama hingga dapatmelelahkan ibu dan sering kali
mengakibatkan tindakan operasi, retensio plasenta, serta perdarahan post
partum primer maupun sekunder akibat atoniauterus (Pratami, 2016).
2. Komplikasi Anemia pada Janin
Anemia yang terjadi pada ibu hamil juga membahayakan janin yang
dikandungnya. Karena asupan nutrisi berkurang, serta suplai oksigen dalam
plasenta menurun ke dalam tubuh janin sehingga menimbulkan beberapa
resiko pada janin seperti kematian intra-uteri, berat badan lahir rendah
(BBLR), resiko terjadinya cacat bawaan, peningkatan resiko infeksi pada
bayi hingga kematian perinatal, atau tingkat inteligensi bayi rendah (Pratami,
2016).
J. Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan Secara Medis
Beberapa penelitian menyatakan bahwa pemberian zat besi oral dapat
mengatasi kejadian anemia pada kehamilan karena defesiensi zat besi,
pemberian zat besi oral dimulai trimester II kehamilan dampaknya dapat
meningkatkan kadar Hb dan firitin serum dibandingkan dengan pemberian
plasebo. Penelitian lain juga membuktikan pemberian zat besi oral harian
selama empat minggu memiliki hasil yang lebih baik dalam meningkatkan
kadar Hb rata-rata 19,5 g/dl (Pratami, 2016) tetapi pemberian suplemen zat
besi oral sering kali menimbulkan efek samping mual dan sembelit. Sekitar
10-20% ibu yang mengkonsumsi zat besi oral pada dosis pengobatan
mengalami efek saamping seperti mual, muntah, konstipasi atau diare
(Pratami, 2016).
Terapi oral merupakan pemberian preparat besi : fero sulfat, fero glukonat
atau Na-fero bisirat. Pemberian preparat 60 mg per hari dapat meningkatkan
kadar hemoglobin (Hb) sebanyak 1 gr/dl per bulan. Kini program nasional
menganjurkan kombinasi 60 mg besi dan 50 µg asam folat untuk profilaksis
anemia. Pemberian preparat parenteral yaitu dengan ferum dextran sebanyak
1000 mg (20 ml) intravena atau 2 x 10 ml/im pada gluteus dapat
meningkatkan hemoglobin (Hb) lebih cepat yaitu 2 gr%. Pemberian
parenteral ini mempunyai indikasi intoleransi besi pada traktus
gastrointestinal, anemia yang berat, dan kepatuhan yang buruk. Efek
samping utama yaitu reaksi alergi, untuk mengetahuinya dapat diberikan
dosis 0,5 cc/ IM dan bila tidak ada reaksi dapat diberikan seluruh dosis
(Prawirohardjo, 2010).
Pemberian terapi oral tablet besi fero dengan penambahan vitamin C
dapat mempercepat penyerapan tablet tambah darah sehingga terjadi
kenaikan kadar hemoglobin darah. Hal ini sesuai dengan penelitian Sari,
Endang (2019) yang menyebutkan bahwa kadar hemoglobin memiliki
peningkatan signifikan pada ibu hamil yang mengonsumsi tablet besi fero
dengan vitamin c (Sari, Endang, 2019).
Selain pemberian tablet vitamin c untuk membantu mempercepat
penyerapan Fe, kandungan pada jus jeruk juga dapat mempercepat
penyerapan Fe di dalam darah. Hal ini sesuai dengan penelitian Sunarsih,
dkk (2019) bahwa konsumsi tablet Fe bersamaan dengan jus jeruk lebih
signifikan meningkatkan kadar Hb dibandingkan dengan pemberian tablet
vitamin C (Sunarsih, 2019).
Transfusi darah juga digunakan dalam menangani anemia berat pada ibu
hamil, namun penanganan ini juga menimbulkan resiko seperti infeksi,
penularan virus atau bakteri yang dapat membahayakan ibu dan janin
(Pratami, 2016). Dalam menangani anemia, tenaga kesehatan harus
menerapkan strategi yang sesuai dengan kondisi yang dialami oleh ibu hamil
tersebut. Hal ini sesuai dengan penelitian Siska, Suci (2019) bahwa tindakan
tranfusi darah pada ibu hamil dengan anemia berat dapat meningkatkan
kadar Hb secara signifikan, dibuktikan dengan hemato analyzer sebagai gold
standar untuk menegakkan diagnosis anemia pada kehamilan (Siska, Suci,
2019).
2. Penatalaksanaan Dirumah
Selain pemberian zat besi dan asam folat, upaya yang perlu dilakukan
tenaga kesehatan terhadap ibu hamil yang mengalami anemia dengan
memberikan pendidikan kesehatan mengenai pentingnya zat besi, asam folat,
serta kebutuhan nutrisi selama kehamilan. Dengan diberikan pendidikan
kesehatan diharapkan ibu hamil dapat mengetahui kondisi apa saja yang
dapat terjadi selama kehamilanya sehingga lebih memperhatikan kesehatan
dirinya dan janin yang dikandungnya (Proverawati, 2011).
Menjelaskan kepada pasien mengenai kebutuhan nutrisi wanita usia subur
untuk memelihara kesuburan, memantau dan mengusahakan berat badan
ideal, kebutuhan (zat besi, protein, asam folat, vitamin E, dan vitamin B12)
tercukupi sehingga menciptakan kualitas generasi penerus yang lebih baik.
Menganjurkan pasien makan – makanan yang bergizi (nasi, lauk, sayur,
buah) serta mencukupi kebutuhan cairan dengan minimal 1,5 liter perhari.
Menganjurkan pasien untuk memperbanyak makan sayuran berwarna hijau
tua, kacang-kacangan, daging merah, hati ayam dan tidak pantang makanan.
Menurut penelitian Oktalia (2015) menyebutkan bahwa nutrisi yang baik
juga berperan dalam proses pembentukan sperma dan sel telur yang sehat.
Nutrisi yg baik berperan dalam mencegah anemia saat kehamilan,
perdarahan, pencegahan infeksi, dan pencegahan komplikasi kehamilan
seperti kelainan bawaan dan lain-lain (Oktalia & Herizasyam, 2015).
K. Pemeriksaan Diagnostik
1. Pemeriksaan laboratorium hematologis dilakukan secara bertahap sebagai
berikut
a. Test penyaring : test ini dikerjakan pada tahap awal pada setiap kasus
anemia. Dengan pemeriksaan ini, dapat dipastikan adanya anemia dan
bentuk morfologi anemia tersebut. Pemeriksaan ini meliputi pengkajian
pada komponen komponen berikut ini ;
1) Kadar hemoglobin
2) Indeks eritrosit (MCV,MCH, dan MCHC)
3) Apusan darah tepi
b. Pemeriksaan rutin merupakan pemeriksaan untuk mengetahui kelainan pada
sistem leukosit dan trombosit. Pemeriksaan yang dikerjakan meliputi laju
endap darah (LED) , hitung diferensial, dan hitung retikulosit.
c. Pemeriksaan sumsum tulang : pemeriksaan ini harus dikerjakan pada
sebagian besar kasus anemia untuk mendapatkan diagnosis definitif
meskipun ada beberapa kasus yang diagnosisnya tidak memerlukan
pemeriksaan sumsum tulang.
d. Pemeriksaan atas indikasi khusus : pemeriksaan ini akan dikerjakan jika
telah mempunyai dugaan diagnosis awal sehingga fungsinya adalah untuk
mengkonfirmasi dugaan diagnosis tersebut. Pemeriksaan tersebut meliputi
komponen berikut ini :
1) Anemia defisiensi besi : serum iron, TIBC, saturasi transferin, dan
feritin serum.
2) Anemia megaloblastik : asam folat darah atau eritrosit, vitamin B12.
3) Anemia hemolitik : hitung retikulosit, test coombs, dan elektroforesis
Hb.
4) Anemia pada leukemia akut biasanya dilakukan pemeriksaan sito kimia.
2. Pemeriksaan laboratorium non hematologis meliputi |:
a. Faal ginjal
b. Faal endokrin
c. Asam urat
d. Faal hati
e. Biakan kuman
3. Pemeriksaan penunjang lain
a. Biopsi kelenjar yang dilanjutkan dengan pemeriksaan histopatologi.
b. Radiologi : toraks, bone survay, USG, atau limfangiografi.
c. Pemeriksaan sitogenetik
d. Pemeriksaan biologi molekuler (PCR = Polymerasechain reaction,
FISH = Fluorescence in situ hybrydization )
4. Penatalaksanaan Terapi
Pada setiap kasus anemia perlu diperhatikan prinsip sebagai berikut :
a. Terapi spesifik sebaiknya diberikan setelah diagnosis ditegakkan
b. Terapi diberikan atas indikasi yang jelas, rasional, dan efisien
Jenis-jenis terapi yang dapat diberikan adalah :
1) Terapi gawat darurat
Pada kasus anemia dengan payah jantung atau ancaman payah
jantung, maka harus segera diberikan terapi darurat dengan transfusi
darah merahyang dimampatkan (PRC) untuk mencegah perburukan
payah jantung tersebut.
2) Terapi khas untuk masing-masing anemia
Terapi ini berganbtung pada jenis anemia yang dijumpai, misalnya
preparat besi untuk anemia defisiensi besi.
3) Terapi kausal
Terapi kausal merupakan terapi untuk mengobarti penyakit dasar
yang menjadi penyebab anemia misalnya anemia defisiensi besi
yang disebabkan oleh infeksi cacaing tambang harus diberikan obat
anti cacing tambang.
4) Terapi ex-juvantivus (empiris)
Terapi yang terpaksa diberikan sebelum diagnosis dapat dipastikan,
jika terapi ini berhasil berarti diagnosis dapat dikuatkan. Terapi ini
hanya dilakukan jika tidak tersedia fasilitas diagnosis yang
mencukupi. Pada pemberian terapi jenis ini penderita harus diawasi
dengan ketat. Jika terdapat respon yang baik, terapi diteruskan,
tetapi jika tidak terdapat respon maka harus dilakukan evaluasi
kembali.
B. Tinjauan Teori Asuhan Kehamilan
1. Penatalaksanaan Asuhan Kebidanan pada Kehamilan
Antenatal care (ANC) adalah pengawasan selama masa kehamilan
untuk mengetahui kesehatan umum ibu, menegakkan secara dini
penyakit yang menyertai kehamilan, menegakkan secara dini
komplikasi kehamilan, dan menetapkan risiko kehamilan yang terjadi
(Manuaba, IBC, 2010; h. 25).
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Evayanti, Y (2014) dalam
Jurnal Ilmiah Kebidanan Program Studi Kebidanan Universitas
Malahayati B. Lampung (Vol. 1 No.2; 2015) dengan judul “Hubungan
Pengetahuan Ibu dan Dukungan Suami Pada Ibu Hamil Terhadap
Keteraturan Kunjungan Antenatal Care (ANC) di Puskesmas Wates
Lampung Tengah Tahun 2014 “. Keteraturan kunjungan antenatal
care selama kehamilan dipengaruhi yang pertama kurangnya
pengetahuan ibu tentang kunjungan antenatal, kedua ada kaitannya
dengan lebih banyak ibu yang kurang mendapat dukungan dari suami
sehingga ibu tidak mendapatkan dorongan dari luar untuk memotivasi
ibu agar melakukan kunjungan Antenatal Care secara teratur, ketiga
disebabkan karena rendahnya pendidikan responden, hasil wawancara
bebas sebagian besar ibu memiliki latar belakang pendidikan SMP,
keempat disebabkan kerena ibu lebih banyak bekerja diluar rumah, dan
kelima disebabkan karena ada kaitan ibu sulit mengatur waktu karena
habis untuk memberi perhatian dan mengurus anak-anaknya dirumah.
Dalam melaksanakan pelayanan antenatal care (ANC), menurut
Kemenkes RI (2012; h. 08-12) asuhan standar minimal “10 T” yang
meliputi :
a. Timbang berat badan dan Tinggi badan
Penambahan berat badan normal pada ibu hamil adalah 11,5-
16 kg dan apabila kurang dari 9 kilogram selama kehamilan
menunjukkan adanya gangguan pertumbuhan janin.
b. Periksa Tekanan darah
c. Pengukuran lingkar lengan atas (LILA)
Pengukuran LILA dilakukan pada saat kunjungan ANC
pertama dengan standar minimal ukuran LiLA bagi wanita dewasa
yaitu minimal 23,5 cm.
d. Pengukuran Tinggi fundus uteri
Pengukuran TFU pada setiap kali kunjungan antenatal
dilakukan untuk mendeteksi pertumbuhan janin. Jika TFU tidak
sesuai dengan umur kehamilan, kemungkinan ada gangguan pada
pertumbuhan janin.
e. Penentuan presentasi janin dan denyut jantung janin (DJJ)
Dalam menentukan presentasi janin dilakukan dengan cara
Leopold yang terdiri dari 4 leopold. Penilaian DJJ dilakukan pada
akhir trimester I dan selanjutnya setiap kali kunjungan antenatal.
DJJ lambat kurang dari 120x/menit atau DJJ cepat lebih dari
160x/menit menunjukkan adanya gawat janin.
f. Skrining imunisasi tetanus dan beri imunisasi Tetanus Toxoid
g. Beri Tablet Fe minimal 90 tablet selama kemamilan
h. Temu wicara
KIE efektif dilakukan pada setiap kunjungan antenatal
meliputi kesehatan ibu, perilaku hidup bersih dan sehat, peran
suami dalam kehamilan, tanda bahaya kehamilan, persalinan dan
nifas, asupan gizi seimbang, penyakit menular dan tidak menular,
inisiasi menyusu dini dan pemberian ASI eksklusif, KB paska
persalinan, imunisasi.
i. Pelayanan tes laboratorium
Pemeriksaan laboratorium pertama adalah pemeriksaan
golongan darah. Pemeriksaan laboratorium rutin yaitu
pemeriksaan kadar hemoglobin darah (Hb). Pemeriksaan
laboratorium khusus dilakukan bila ibu hamil memiliki indikasi
tanda bahaya kehamilan. Pemeriksaan laboratorium khusus
meliputi: golongan darah, protein urin, kadar gula darah, darah
malaria, tes sifilis, HIV (Human Immuno Deficiency Virus),
Bakteri Tahan Asam (BTA).
j. Tatalaksana kasus
Berdasarkan hasil pemeriksaan antenatal dan hasil
pemeriksaan laboratorium, setiap kelainan yang ditemukan harus
ditangani sesuai dengan standar dan kewenangan tenaga
kesehatan. Kasus yang tidak dapat ditangani dirujuk sesuai dengan
sistem rujukan.
2. Manajemen Kebidanan
Kebidanan adalah bagian ilmu kedokteran yang khusus
mempelajari segala soal yang bersangkutan dengan lahirnya bayi.
Dengan demikian yang dimaksud objek ilmu ini adalah kehamilan,
persalinan, nifas dan bayi baru lahir (Prawirohardjo, S, 2010).
Asuhan kebidanan adalah pelaksanaan fungsi bidan dalam
kegiatan yang menjadi tanggungjawabnya dalam memberikan
pelayanan kebidanan kepada klien yang mempunyai kebutuhan atau
masalah dalam bidang kesehatan ibu masa hamil, persalinan, bayi baru
lahir, nifas serta keluarga berencana (Estiwidanti, D, 2010; h.12).
Manajemen kebidanan adalah suatu metode proses berfikir logis
sistematis. Oleh karena itu manajemen kebidanan merupakan alur fikir
bagi seorang bidan dalam memberikan arah/kerangka dalam
menangani kasus yang menjadi tanggung jawabnya (Estiwidani, D,
2010; h. 124). Proses manajemen kebidanan menurut Varney terdiri
dari beberapa langkah yaitu :
a. Langkah I (Pengumpulan Data Dasar), pada langkah pertama
dilakukan pengkajian melalui pengumpulan semua data dasar
yaitu riwayat kesehatan, pemeriksaan fisik sesuai kebutuhan,
peninjauan catatan terbaru atau catatan sebelumnya dan data
laboratorium.
b. Langkah II (Interpretasi Data Dasar), pada langkah ini dilakukan
identifikasi yang benar terhadap diagnosis atau masalah dan
kebutuhan klien berdasarkan interpretasi yang benar atas data
yang telah dikumpulkan.
c. Langkah III (Identifikasi Diagnosis atau Masalah Potensial), pada
langkah ini dilakukan identifikasi masalah atau diagnosis potensial
lain berdasarkan rangkaian masalah dan diagnosis yang sudah
diidentifikasi.
d. Langkah IV (Identifikasi Perlunya Penanganan Segera), bidan atau
dokter mengidentifikasi perlunya tindakan segera dan konsultasi
atau penanganan bersama dengan anggota tim kesehatan yang lain
sesuai dengan kondisi klien.
e. Langkah V (Perencanaan Asuhan Menyeluruh), pada langkah ini,
direncanakan asuhan menyeluruh yang ditentukan oleh langkah
sebelumnya. Langkah ini merupakan kelanjutan manajemen
terhadap diagnosis atau masalah yang telah diidentifikasi atau
diantisipasi.
f. Langkah VI (Pelaksanaan Rencana), perencanaan ini dapat
dilakukan seluruhnya oleh bidan atau sebagian dilakukan oleh
bidan, dan sebagian lagi oleh klien atau anggota tim kesehatan
lainnya. Dalam situasi ketika bidan berkolaborasi dengan dokter
untuk menangani klien yang mengalami komplikasi, keterlibatan
bidan dalam manajemen asuhan bagi klien adalah
bertanggungjawab terhadap terlaksananya rencana asuhan
bersama yang menyeluruh tersebut.
g. Langkah VII (Evaluasi), dilakukan evaluasi keefektifan asuhan
yang sudah diberikan meliputi pemenuhan kebutuhan bantuan
yang diidentifikasi dalam masalah dan diagnosis. Rencana dapat
dianggap efektif jika pelaksanaannya efektif (Saminem, 2010).
Menurut Kepmenkes RI No. 938/Menkes/SK/VIII/2010
pencatatan dilakukan segera setelah melaksanakan asuhan pada
formulir yang tersedia. Pencatatan tersebut ditulis dalam catatan
perkembangan SOAP dan partograf. Menurut Muslihatun WN,
Mufdlilah, Setyawati N (2010) pendokumentasian atau catatan
manajemen kebidanan diterapkan dengan metode SOAP.
S (Subjektif) : mancatat hasil anamnesa yang dilakukan
O (Objektif) : mencatat hasil pemeriksaan
A (Assessment) :kesimpulan dari data-data subjektif/objektif dan
mencatat diagnosa
P (Plan) :apa yang akan dilakukan berdasarkan hasil
pengevaluasian.
Pendokumentasian SOAP ibu hamil, bersalin, nifas dan bayi ditulis :
SOAP Hamil
1) Subjektif
Menurut Saifuddin AB (2011) data sujektif yang
dikumpulkan yaitu biodata ibu dan suami, keluhan utama yang
dirasakan ibu, riwayat haid, riwayat kehamilan sekarang, riwayat
kehamilan lalu, riwayat KB, pola pemenuhan kebutuhan sehari-
hari, kebiasaan yang merugikan kesehatan, riwayat psikososial
2) Objektif
Menurut Saifuddin AB (2011) data objektif yang
dikumpulkan yaitu pemeriksaan keadaan umum, pemeriksaan
abdomen, pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan USG.
3) Analisa
Diagnosa wanita hamil normal meliputi nama, umur, gestasi
(G) paritas (P) abortus (A), umur kehamilan, tunggal, hidup,
intra-uteri, letak kepala, keadaan umum baik. Masalah,
berhubungan dengan diagnosis.Kebutuhan pasien, ditentukan
berdasarkan keadaan dan masalahnya (Saminem, 2010).
4) Penatalaksanaan
Menurut Sulistyawati, A (2010), pelaksanaan asuhan pada
kunjungan ulang disesuaikan dengan kebutuhan dan
perkembangan kehamilan, misalnya: menjelaskan pada klien
mengenai ketidaknyamanan normal yang dialami; mengajarkan
ibu tentang materi pendidikan kesehatan pada ibu hamil sesuai
dengan usia kehamilan; mendiskusikan mengenai rencana
persiapan kelahiran dan jika terjadi kegawatdaruratan; mengajari
ibu mengenal tanda-tanda bahaya dan memastikan ibu untuk
memahami apa yang dilakukan jika menemukan tanda bahaya;
membuat kesepakatan untuk kunjungan berikutnya.
Alifah, Nur Rizqi. 2013. Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Kepatuhan Ibu Hamil
Mengkonsumsi Tablet Fe di Puskesmas Gamping II.
http://repository.umy.ac.id/bitstream/handle/123456789/14541/NASKAH%2
0PUBLIKASI_Penelitian.pdf?sequence=1&isAllowed=y. Diakses 11 Januari
2020.
Almatsier, S. 2010. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
Arisman. 2010. Buku Ajar Ilmu Gizi, Gizi dalam Daur Kehidupan. Jakarta: EGC.
Davies Teifion. 2010. ABC Kesehatan Mental; alih bahasa, Alifa Dimanti. Jakarta:
EGC.
Fatmah. 2011. Gizi dan Kesehatan Masyarakat/ Departemen Gizi dan Kesehatan
Masyarakat. Jakarta: Rajawali Pers.
Hani, Ummi, dkk. 2010. Asuhan Kebidanan Pada Kehamilan Fisiologis. Jakarta:
Salemeba Medika.
Heltty. 2010. Pengaruh Jus Kacang Hijau Terhadap Kadar Hemoglobin dan Jumlah
Sel Darah dalam Konteks Asuhan Keperawatan Pasien Kanker dengan
Kemoterapi di RSUP Fatmawati Jakarta. Tesis. Jakarta: UI
Hidayat, A.A. 2014. Metodologi Penelitian Kebidanan dan Tehnik Analisa Data.
Jakarta: Salemba Medika.
Kementerian Kesehatan RI. 2015. Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan
RI Situasi dan Analisis Gizi. Jakarta
Oktalia, J., & Herizasyam. 2015. Kesiapan Ibu Menghadapi Kehamilan Dan Faktor-
Faktor yang Mempengaruhinya. Jurnal Kebidanan Poltekkes Jakarta III, 147–
159.
Proverawati & Asfuah. 2010. Buku Ajar Gizi untuk Kebidanan. Yogyakarta: Nuha
Medika
Ramawati. 2010. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kepatuhan Ibu Hamil dalam
Mengkonsumsi Tablet Besi di Desa Sokaraja Tengah, Kecamatan Sokaraja,
Kabupaten Banyumas. Jurnal Keperawatan Soedirman, Volume 3. No.15
Nopember 2010.
Rukiyah, dkk. 2010. Asuhan Kebidan 1 Kehamilan. Jakarta: CV. Trns Info Media.
Sari, Endang. 2019. Pengaruh Pemberian Fero Sulfa, Fero Sulfat Plus Vitamin C dan
Besi Fero Terhadap Kadar Glukosa Dan Hemoglobin Darah pada Ibu
Hamil. Tesis Kedokteran. Sumatera Barat: Universitas Andalas.
Siska, Suci. 2019. Gambaran Kadar Hemoglobin Sebelum Dan Sesudah Transfusi
Darah Pada Pasien Anemia di RSUD Dr. M. Zein. Painan. KTI. Sumatera:
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Perintis, Padang.
Sunarsih, dkk. 2019. Perbedaan Pemberian Tablet Fe dengan Jus Jeruk Dan Tablet
Fe dengan Vitamin C Terhadap Kenaikan Kadar Hemoglobin pada Ibu
Hamil. Jurnal Kebidanan Vol. 05. Lampung: Universitas Malahayati.
Tarwoto & Wasnidar. 2013. Buku Saku Anemia Pada Ibu Hamil, Konsep dan
penatalaksanaan. Jakarta: Trans Info Media.
Tjay & Rahardja. 2013. Obat-Obat Penting Kasiat, Penggunaan dan Efek-Efek
Sampingnya. Jakarta: PT. Gramedia.
Varney, H., Kriebs, JM.,Gegor, CL. 2010. Buku Ajar Asuhan Kebidanan Volume 1.
Penerjemah Ana Lusiyana. Jakarta: EGC.