Anda di halaman 1dari 22

TINJAUAN TEORI

1. Tinjauan Teori Medis

A. Anemia dalam Kehamilan


Anemia dalam kehamilan didefenisikan sebagai suatu kondisi ketika ibu
memilikikadar hemoglobin kurang dari 11,0 g/dl pada trimester I dan III,
ataukadar hemoglobin kurang dari 10,5 g/dl pada trimester II (Pratami, 2014).
Nilai normal yang akurat untuk ibu hamil sulit dipastikan karena
ketigaparameter laboratorium tersebut bervariasi selama periode
kehamilan.Umumnya ibu hamil dianggap anemia jika kadar
hemoglobinnyadibawah 11 g/dl atau hematokrit kurang dari 33%. Konsentrasi
Hbkurang dari 11 g/dl pada akhir trimester pertama dan <10 g/dl
padatrimester kedua dan ketiga menjadi batas bawah untuk menjadipenyebab
anemia dalam kehamilan. Nilai – nilai ini kurang lebih samanilai Hb terendah
pada ibu - ibu hamil yang mendapat suplementasibesi, yaitu 11,0 g/dl pada
trimester pertama dan 10,5 g/dl pada trimesterkedua dan ketiga
(Prawirohardjo, 2010).
B. Perubahan Fisiologis pada Ibu Hamil
Kehamilan merupakan kondisi alamiah tetapi seringkali
menyebabkankomplikasi akibat berbagai perubahan anatomik serta fisiologis
dalamtubuh ibu. Salah satu perubahan fisiologis yang terjadi adalahperubahan
hemodinamika, contohnya pada proses hemodilusi pada proses ini volume
darah akan meningkat secara progresifmulai minggu ke 6 – 8 kehamilan dan
mencapai puncaknya padaminggu ke 32 – 34 dengan perubahan kecil setelah
minggu tersebut.
Volume plasma akan meningkat kira-kira 40 – 45%. Hal ini dipengaruhi
oleh aksi progesteron dan estrogen pada ginjal yang dinisiasi oleh jalur renin -
angiotensin dan aldosteron. Penambahan volume darah ini sebagian besar
berupa plasma dan eritrosit(Prawirohardjo, 2010). Eritropoetin ginjal akan
meningkatkan jumlah sel darah merah sebanyak 20 - 30%, tetapi tidak
sebanding dengan peningkatan volume plasma sehingga akan mengakibatkan
hemodilusi dan penurunan konsentrasi hemoglobindari 15 g/dl menjadi 12,5
g/dl, dan pada 6% perempuan bisa mencapai dibawah 11 g/dl itu merupakan
suatu hal yang abnormal dan biasanya lebih berhubungan dengan defesiensi zat
besi yang diabsorbsi dari makanan dan cadangan dalam tubuh biasanya tidak
mencukupi kebutuhan ibu selama kehamilan sehingga penambahan asupan zat
besi dan asam folat dapat membantu mengembalikan kadar hemoglobin.
Kebutuhan zat besi selama kehamilan lebih kurang 1.000 mg atau rata-rata 6 –
7 mg/hari. Volume darah ini akan kembali seperti sediakala pada 2-6 minggu
setelah persalinan (Prawirohardjo, 2010).
Selama kehamilan jumlah leukosit juga akan meningkat yakni berkisar
antara 5.000 – 12.000 /ul dan mencapai puncakn ya pada saat persalinan dan
masa nifas berkisar 14.000 – 16.000 /ul. Penyebab peningkatan ini belum
diketahui. Respon yang sama juga diketahui terjadi selama dan setelah
melakukan latihan yang berat(Prawirohardjo, 2010).
C. Penyebab
Penyebab anemia dalam kehamilan adalah :
1. Peningkatan volume plasma sementara jumlah eritrosit tidaksebanding dengan
peningkatan volume plasma
2. Defesiensi zat besi mengakibatkan kekurangan hemoglobin (Hb),dimana zat
besi adalah salah satu pembentuk hemoglobin.
3. Ekonomi : tidak mampu memenuhi asupan gizi dan nutrisi danketidaktahuan
tentang pola makan yang benar
4. Mengalami dua kehamilan yang berdekatan
5. Mengalami menstruasi berat sebelum kehamilan
6. Hamil saat masih remaja
(Proverawati and Asfuah, 2010; Prawirohardjo, 2010; Pratami, 2014)
Huliana (2010) menyatakan bahwa penyebab anemia umumnya adalah kurang
gizi (malnutrisi), kurang zat besi dalam makanan yang konsumsi, penyerapan
yang kurang baik (malabsorpsi), kehilangan darah yang banyak, persalinan yang
lalu, haid dan lain-lain, penyakit-penyakit kronis : TBC, Paru, Cacing usus,
malaria, dan lain-lain (Huliana, 2010). Wibisono,dkk menyatakan bahwa
penyebab anemia pada ibu hamil adalah kurang zat besi, kurang konsumsi
makanan, yang mengandung zat besi, dan adanya gangguan penyerapan zat besi
dalam tubuh (Wibisono, 2010).
Di Indonesia umumnya disebabkan oleh kekurangan zat besi, sehingga biasa
disebut anemia gizi besi. Anemia defisiensi besi adalah salah satu keadaan yang
menyebabkan ketidaknyamanan selama kehamilan (Waryana., 2010).
D. Klasifikasi
1. Anemia Defisiensi Besi
Anemia defisiensi besi adalah anemia yang terjadi karena
kekurangan zat besi dalam darah. Pengobatannya dengan cara pemberian
tablet Fe atau tablet besi sesuai kebutuhan zat besi pada ibu hamil, tidak
hamil, dan dalam laktasi yang dianjurkan. Penyebab anemia defisiensi besi
ini disebabkan karena perdarahan, kurangnya asupan makanan yang
mengandung zat besi, dan gangguan penyerapan zat besi dalam tubuh.
Anemia defisiensi dalam kehamilan dapat menyebabkan berat bayi lahir
rendah (BBLR) dan resiko persalinan premature serta hemoglobin dalam
tubuh yang membawa oksigen keseluruh jaringan berkurang yang akan
menyebabkan ibu hamil lebih mudah merasa cepat lelah dan kurang energi
(Proverawati, 2011).
2. Anemia Megaloblastik
Anemia ini terjadi karena kekurangan asam folat (pteryglutamic acid) dan
defisiensi vitamin B12 (cyanocobalamin) dalam tubuh. Kejadian anemia
megaloblastik ini jarang terjadi dimasyarakat (Proverawati and Asfuah, 2010).
Pengobatannya adalah sebagai berikut:
a. Asam folat 15-30 mg per hari
b. Vitamin B12 3x1 tablet per hari
c. Sulfas ferosus 3x1 tablet per hari
d. Pada kasus berat dan pengobatan per oral hasilnya lamban sehingga dapat
diberi transfusi darah.
3. Anemia Hemolitik
Anemia yang disebabkan penghancuran atau pemecahan sel darah
merah yang lebih cepat dari pembuatannya. Wanita dengan anemia hemolitik
sukar menjadi hamil, apabila hamil maka anemianya biasanya menjadi lebih
berat. Gejala utamanya adalah anemia dengan kelainan-kelainan gambaran
darah, kelelahan, kelemahan, serta gejala komplikasi bila terjadi kelainan
pada organ-organ vital.
4. Anemia Hipoplastik
Anemia hipoplastik ini disebabkan karena sumsum tulang kurang
mampu membuat sel-sel darah baru. Penyebabnya belum diketahui, kecuali
yang disebabkan oleh infeksi berat (sepsis), keracunan, dan radiasi.
E. Diagnosa
Diagnosa pada kehamilan dapat dilakukan dengan anamnesa. Pada
anamnesa, akan didapatkan keluhan cepat lelah, sering pusing, mata
berkunang-kunang, dan keluhan mual muntah yang lebih hebat dari kehailan
muda. Pemeriksaan dan pengawasan hemoglobin (Hb) dapat dilakukan
dengan alat sahli atau digital. Kondisi Hb dapat digolongkan sebagai berikut:
1. Hb 11 gr% : tidak anemia
2. Hb 9-10 gr% : anemia ringan
3. Hb 7-8 gr% : anemia sedang
4. Hb <7 gr% : anemia berat
Pemeriksaan darah dilakukan minimal dua kali selama kehamilan, yaitu pada
trimester I dan trimester III (Proverawati and Asfuah, 2010).
F. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis anemia dalam kehamilan menurut Handayani Wiwik dan
Haribowo (2010) gejala klinis anemia dibagi menjadi 3 golongan besar yaitu :
1. Gejala umum anemia
Gejala umum anemia disebut sebagai sindrom anemia atau anemic
syndrome.Gejala umum anemia adalah gejala yang timbul pada semua jenis
anemia pada kadar hemoglobin yang sudah menurun sedemikian rupa
dibawah titik tertentu. Gejala ini timbul karena anoxia organ target dan
mekanisme kompensasi tubuh terhadap penurunan hemoglobin. Gejala
tersebut bila diklasifikasikan menurut organ yang terkena.
a. Sistem kardiovaskuler lesu, cepat lelah, palpitasi takikardi, sesak nafas
saat beraktivitas, angina pektoris, dan gagal jantung.
b. Sistem saraf : sakit kepala, pusing, telinga mendenging, mata berkunang-
kunang, kelemahan otot, iritabilitas, lesu, serta perasaan dingin pada
ekstremitas.
c. Sistem urogenital gangguan haid dan libido menurun .
d. Epitel : warna p;ucat pada kulit dan mukosa, elastisitas kulit menurun
serta rambut tipis dan halus.
2. Gejala khas masing masing Anemia
a. Anemia defisiensi besi : disfagia atrofi papil lidah, stomatitis angularis.
b. Anemia defisiensi asam folat : lidah merah (buffy tongue).
c. Anemia hemolitik : ikterus dan hepatosplenomegali.
d. Anemia aplastik : perdarahan kulit atau mukosa dan tanda-tanda infeksi.
3. Gejala akibat penyakit dasar
Gejala ini timbul karena penyakit-penyakit yang mendasari anemia tersebut.
Misalnya anemia defisiensi besi yang disebabkan oleh infeksi cacing tambang
berat akan menimbulkan gejala sepeti pembesaran parotis dean telapak tangan
berwarna kuning seperti jerami.
G. Patofisiologi
Anemia dalam kehamilan dapat disebabkan oleh banyak faktor, antara lain;
kurang zat besi, kehilangan darah yang berlebihan, proses penghancuran eritrosit
dalam tubuh sebelum waktunya, peningkatan kebutuhan zat besi (Pratami, 2014).
Selama kehamilan, kebutuhan oksigen lebih tinggi sehingga memicu peningkatan
produksi eritropenin. Akibatnya, volume plasma bertambah dan sel darah merah
meningkat. Namun, peningkatan volume plasma terjadi dalam proporsi yang lebih
besar jika dibandingkan dengan peningkatan eritrosit sehingga terjadi penurunan
konsentrasi Hb (Prawirohardjo, 2010). Sedangkan volume plasma yang
terekspansi menurunkan hematokrit (Ht), konsentrasi hemoglobin darah (Hb) dan
hitung eritrosit, tetapi tidak menurunkan jumlah Hb atau eritrosit dalam sirkulasi.
Ekspansi volume plasma mulai pada minggu ke 6 kehamilan dan mencapai
maksimum pada minggu ke 24 kehamilan, tetapi dapat terus meningkat sampai
minggu ke 37. Pada titik puncaknya, volume plasma sekitar 40% lebih tinggi pada
ibu hamil. Penurunan hematokrit, konsentrasi hemoglobin, dan hitung eritrosit
biasanya tampak pada minggu ke 7 sampai ke 8 kehamilan dan terus menurun
sampai minggu ke 16 sampai 22 ketika titik keseimbangan tercapai
(Prawirohardjo, 2010). Jumlah eritrosit dalam sirkulasi darah meningkat sebanyak
450 ml. Volume plasma meningkat 45-65 %, yaitu sekitar 1.000 ml. Kondisi
tersebut mengakibatkan terjadinya pengenceran darah karena jumlah eritrosit
tidak sebanding dengan peningkatan plasma darah. Pada akhirnya, volume plasma
akan sedikit menurun menjelang usia kehamilan cukup bulan dan kembali normal
tiga bulan postpartum. Persentase peningkatan volume plasma yang terjadi selama
kehamilan, antara lain plasma darah 30%, sel darah 18%, dan hemoglobin 19%.
Pada awal kehamilan, volume plasma meningkat pesat sejak usia gestasi 6
minggu dan selanjutnya laju peningkatan melambaat. Jumlah eritrosit mulai
meningkat pada trimester II dan memuncak pada trimester III (Pratami, 2014).

H. Pathways
I. Komplikasi
1. Komplikasi Anemia Pada Ibu Hamil
Menurut Pratami kondisi anemia sanggat menggangukesehatan ibu hamil
sejak awal kehamilan hingga masa nifas.Anemia yang terjadi selama masa
kehamilan dapat menyebabkanabortus, persalinan prematur, hambatan
tumbuh kembang janindalam rahim, peningkatan resiko terjadinya infeksi,
ancamandekompensasi jantung jika Hb kurang dari 6,0 g/dl, mola
hidatidosa,hiperemis gravidarum, perdarahan antepartum, atau ketuban
pecahdini. Anemia juga dapat menyebabkan gangguan selama
persalinanseperti gangguan his, gangguan kekuatan mengejan, kala I lama,
kala kedua yang lama hingga dapatmelelahkan ibu dan sering kali
mengakibatkan tindakan operasi, retensio plasenta, serta perdarahan post
partum primer maupun sekunder akibat atoniauterus (Pratami, 2016).
2. Komplikasi Anemia pada Janin
Anemia yang terjadi pada ibu hamil juga membahayakan janin yang
dikandungnya. Karena asupan nutrisi berkurang, serta suplai oksigen dalam
plasenta menurun ke dalam tubuh janin sehingga menimbulkan beberapa
resiko pada janin seperti kematian intra-uteri, berat badan lahir rendah
(BBLR), resiko terjadinya cacat bawaan, peningkatan resiko infeksi pada
bayi hingga kematian perinatal, atau tingkat inteligensi bayi rendah (Pratami,
2016).

J. Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan Secara Medis
Beberapa penelitian menyatakan bahwa pemberian zat besi oral dapat
mengatasi kejadian anemia pada kehamilan karena defesiensi zat besi,
pemberian zat besi oral dimulai trimester II kehamilan dampaknya dapat
meningkatkan kadar Hb dan firitin serum dibandingkan dengan pemberian
plasebo. Penelitian lain juga membuktikan pemberian zat besi oral harian
selama empat minggu memiliki hasil yang lebih baik dalam meningkatkan
kadar Hb rata-rata 19,5 g/dl (Pratami, 2016) tetapi pemberian suplemen zat
besi oral sering kali menimbulkan efek samping mual dan sembelit. Sekitar
10-20% ibu yang mengkonsumsi zat besi oral pada dosis pengobatan
mengalami efek saamping seperti mual, muntah, konstipasi atau diare
(Pratami, 2016).
Terapi oral merupakan pemberian preparat besi : fero sulfat, fero glukonat
atau Na-fero bisirat. Pemberian preparat 60 mg per hari dapat meningkatkan
kadar hemoglobin (Hb) sebanyak 1 gr/dl per bulan. Kini program nasional
menganjurkan kombinasi 60 mg besi dan 50 µg asam folat untuk profilaksis
anemia. Pemberian preparat parenteral yaitu dengan ferum dextran sebanyak
1000 mg (20 ml) intravena atau 2 x 10 ml/im pada gluteus dapat
meningkatkan hemoglobin (Hb) lebih cepat yaitu 2 gr%. Pemberian
parenteral ini mempunyai indikasi intoleransi besi pada traktus
gastrointestinal, anemia yang berat, dan kepatuhan yang buruk. Efek
samping utama yaitu reaksi alergi, untuk mengetahuinya dapat diberikan
dosis 0,5 cc/ IM dan bila tidak ada reaksi dapat diberikan seluruh dosis
(Prawirohardjo, 2010).
Pemberian terapi oral tablet besi fero dengan penambahan vitamin C
dapat mempercepat penyerapan tablet tambah darah sehingga terjadi
kenaikan kadar hemoglobin darah. Hal ini sesuai dengan penelitian Sari,
Endang (2019) yang menyebutkan bahwa kadar hemoglobin memiliki
peningkatan signifikan pada ibu hamil yang mengonsumsi tablet besi fero
dengan vitamin c (Sari, Endang, 2019).
Selain pemberian tablet vitamin c untuk membantu mempercepat
penyerapan Fe, kandungan pada jus jeruk juga dapat mempercepat
penyerapan Fe di dalam darah. Hal ini sesuai dengan penelitian Sunarsih,
dkk (2019) bahwa konsumsi tablet Fe bersamaan dengan jus jeruk lebih
signifikan meningkatkan kadar Hb dibandingkan dengan pemberian tablet
vitamin C (Sunarsih, 2019).
Transfusi darah juga digunakan dalam menangani anemia berat pada ibu
hamil, namun penanganan ini juga menimbulkan resiko seperti infeksi,
penularan virus atau bakteri yang dapat membahayakan ibu dan janin
(Pratami, 2016). Dalam menangani anemia, tenaga kesehatan harus
menerapkan strategi yang sesuai dengan kondisi yang dialami oleh ibu hamil
tersebut. Hal ini sesuai dengan penelitian Siska, Suci (2019) bahwa tindakan
tranfusi darah pada ibu hamil dengan anemia berat dapat meningkatkan
kadar Hb secara signifikan, dibuktikan dengan hemato analyzer sebagai gold
standar untuk menegakkan diagnosis anemia pada kehamilan (Siska, Suci,
2019).
2. Penatalaksanaan Dirumah
Selain pemberian zat besi dan asam folat, upaya yang perlu dilakukan
tenaga kesehatan terhadap ibu hamil yang mengalami anemia dengan
memberikan pendidikan kesehatan mengenai pentingnya zat besi, asam folat,
serta kebutuhan nutrisi selama kehamilan. Dengan diberikan pendidikan
kesehatan diharapkan ibu hamil dapat mengetahui kondisi apa saja yang
dapat terjadi selama kehamilanya sehingga lebih memperhatikan kesehatan
dirinya dan janin yang dikandungnya (Proverawati, 2011).
Menjelaskan kepada pasien mengenai kebutuhan nutrisi wanita usia subur
untuk memelihara kesuburan, memantau dan mengusahakan berat badan
ideal, kebutuhan (zat besi, protein, asam folat, vitamin E, dan vitamin B12)
tercukupi sehingga menciptakan kualitas generasi penerus yang lebih baik.
Menganjurkan pasien makan – makanan yang bergizi (nasi, lauk, sayur,
buah) serta mencukupi kebutuhan cairan dengan minimal 1,5 liter perhari.
Menganjurkan pasien untuk memperbanyak makan sayuran berwarna hijau
tua, kacang-kacangan, daging merah, hati ayam dan tidak pantang makanan.
Menurut penelitian Oktalia (2015) menyebutkan bahwa nutrisi yang baik
juga berperan dalam proses pembentukan sperma dan sel telur yang sehat.
Nutrisi yg baik berperan dalam mencegah anemia saat kehamilan,
perdarahan, pencegahan infeksi, dan pencegahan komplikasi kehamilan
seperti kelainan bawaan dan lain-lain (Oktalia & Herizasyam, 2015).

K. Pemeriksaan Diagnostik
1. Pemeriksaan laboratorium hematologis dilakukan secara bertahap sebagai
berikut
a. Test penyaring : test ini dikerjakan pada tahap awal pada setiap kasus
anemia. Dengan pemeriksaan ini, dapat dipastikan adanya anemia dan
bentuk morfologi anemia tersebut. Pemeriksaan ini meliputi pengkajian
pada komponen komponen berikut ini ;
1) Kadar hemoglobin
2) Indeks eritrosit (MCV,MCH, dan MCHC)
3) Apusan darah tepi
b. Pemeriksaan rutin merupakan pemeriksaan untuk mengetahui kelainan pada
sistem leukosit dan trombosit. Pemeriksaan yang dikerjakan meliputi laju
endap darah (LED) , hitung diferensial, dan hitung retikulosit.
c. Pemeriksaan sumsum tulang : pemeriksaan ini harus dikerjakan pada
sebagian besar kasus anemia untuk mendapatkan diagnosis definitif
meskipun ada beberapa kasus yang diagnosisnya tidak memerlukan
pemeriksaan sumsum tulang.
d. Pemeriksaan atas indikasi khusus : pemeriksaan ini akan dikerjakan jika
telah mempunyai dugaan diagnosis awal sehingga fungsinya adalah untuk
mengkonfirmasi dugaan diagnosis tersebut. Pemeriksaan tersebut meliputi
komponen berikut ini :
1) Anemia defisiensi besi : serum iron, TIBC, saturasi transferin, dan
feritin serum.
2) Anemia megaloblastik : asam folat darah atau eritrosit, vitamin B12.
3) Anemia hemolitik : hitung retikulosit, test coombs, dan elektroforesis
Hb.
4) Anemia pada leukemia akut biasanya dilakukan pemeriksaan sito kimia.
2. Pemeriksaan laboratorium non hematologis meliputi |:
a. Faal ginjal
b. Faal endokrin
c. Asam urat
d. Faal hati
e. Biakan kuman
3. Pemeriksaan penunjang lain
a. Biopsi kelenjar yang dilanjutkan dengan pemeriksaan histopatologi.
b. Radiologi : toraks, bone survay, USG, atau limfangiografi.
c. Pemeriksaan sitogenetik
d. Pemeriksaan biologi molekuler (PCR = Polymerasechain reaction,
FISH = Fluorescence in situ hybrydization )
4. Penatalaksanaan Terapi
Pada setiap kasus anemia perlu diperhatikan prinsip sebagai berikut :
a. Terapi spesifik sebaiknya diberikan setelah diagnosis ditegakkan
b. Terapi diberikan atas indikasi yang jelas, rasional, dan efisien
Jenis-jenis terapi yang dapat diberikan adalah :
1) Terapi gawat darurat
Pada kasus anemia dengan payah jantung atau ancaman payah
jantung, maka harus segera diberikan terapi darurat dengan transfusi
darah merahyang dimampatkan (PRC) untuk mencegah perburukan
payah jantung tersebut.
2) Terapi khas untuk masing-masing anemia
Terapi ini berganbtung pada jenis anemia yang dijumpai, misalnya
preparat besi untuk anemia defisiensi besi.
3) Terapi kausal
Terapi kausal merupakan terapi untuk mengobarti penyakit dasar
yang menjadi penyebab anemia misalnya anemia defisiensi besi
yang disebabkan oleh infeksi cacaing tambang harus diberikan obat
anti cacing tambang.
4) Terapi ex-juvantivus (empiris)
Terapi yang terpaksa diberikan sebelum diagnosis dapat dipastikan,
jika terapi ini berhasil berarti diagnosis dapat dikuatkan. Terapi ini
hanya dilakukan jika tidak tersedia fasilitas diagnosis yang
mencukupi. Pada pemberian terapi jenis ini penderita harus diawasi
dengan ketat. Jika terdapat respon yang baik, terapi diteruskan,
tetapi jika tidak terdapat respon maka harus dilakukan evaluasi
kembali.
B. Tinjauan Teori Asuhan Kehamilan
1. Penatalaksanaan Asuhan Kebidanan pada Kehamilan
Antenatal care (ANC) adalah pengawasan selama masa kehamilan
untuk mengetahui kesehatan umum ibu, menegakkan secara dini
penyakit yang menyertai kehamilan, menegakkan secara dini
komplikasi kehamilan, dan menetapkan risiko kehamilan yang terjadi
(Manuaba, IBC, 2010; h. 25).
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Evayanti, Y (2014) dalam
Jurnal Ilmiah Kebidanan Program Studi Kebidanan Universitas
Malahayati B. Lampung (Vol. 1 No.2; 2015) dengan judul “Hubungan
Pengetahuan Ibu dan Dukungan Suami Pada Ibu Hamil Terhadap
Keteraturan Kunjungan Antenatal Care (ANC) di Puskesmas Wates
Lampung Tengah Tahun 2014 “. Keteraturan kunjungan antenatal
care selama kehamilan dipengaruhi yang pertama kurangnya
pengetahuan ibu tentang kunjungan antenatal, kedua ada kaitannya
dengan lebih banyak ibu yang kurang mendapat dukungan dari suami
sehingga ibu tidak mendapatkan dorongan dari luar untuk memotivasi
ibu agar melakukan kunjungan Antenatal Care secara teratur, ketiga
disebabkan karena rendahnya pendidikan responden, hasil wawancara
bebas sebagian besar ibu memiliki latar belakang pendidikan SMP,
keempat disebabkan kerena ibu lebih banyak bekerja diluar rumah, dan
kelima disebabkan karena ada kaitan ibu sulit mengatur waktu karena
habis untuk memberi perhatian dan mengurus anak-anaknya dirumah.
Dalam melaksanakan pelayanan antenatal care (ANC), menurut
Kemenkes RI (2012; h. 08-12) asuhan standar minimal “10 T” yang
meliputi :
a. Timbang berat badan dan Tinggi badan
Penambahan berat badan normal pada ibu hamil adalah 11,5-
16 kg dan apabila kurang dari 9 kilogram selama kehamilan
menunjukkan adanya gangguan pertumbuhan janin.
b. Periksa Tekanan darah
c. Pengukuran lingkar lengan atas (LILA)
Pengukuran LILA dilakukan pada saat kunjungan ANC
pertama dengan standar minimal ukuran LiLA bagi wanita dewasa
yaitu minimal 23,5 cm.
d. Pengukuran Tinggi fundus uteri
Pengukuran TFU pada setiap kali kunjungan antenatal
dilakukan untuk mendeteksi pertumbuhan janin. Jika TFU tidak
sesuai dengan umur kehamilan, kemungkinan ada gangguan pada
pertumbuhan janin.
e. Penentuan presentasi janin dan denyut jantung janin (DJJ)
Dalam menentukan presentasi janin dilakukan dengan cara
Leopold yang terdiri dari 4 leopold. Penilaian DJJ dilakukan pada
akhir trimester I dan selanjutnya setiap kali kunjungan antenatal.
DJJ lambat kurang dari 120x/menit atau DJJ cepat lebih dari
160x/menit menunjukkan adanya gawat janin.
f. Skrining imunisasi tetanus dan beri imunisasi Tetanus Toxoid
g. Beri Tablet Fe minimal 90 tablet selama kemamilan
h. Temu wicara
KIE efektif dilakukan pada setiap kunjungan antenatal
meliputi kesehatan ibu, perilaku hidup bersih dan sehat, peran
suami dalam kehamilan, tanda bahaya kehamilan, persalinan dan
nifas, asupan gizi seimbang, penyakit menular dan tidak menular,
inisiasi menyusu dini dan pemberian ASI eksklusif, KB paska
persalinan, imunisasi.
i. Pelayanan tes laboratorium
Pemeriksaan laboratorium pertama adalah pemeriksaan
golongan darah. Pemeriksaan laboratorium rutin yaitu
pemeriksaan kadar hemoglobin darah (Hb). Pemeriksaan
laboratorium khusus dilakukan bila ibu hamil memiliki indikasi
tanda bahaya kehamilan. Pemeriksaan laboratorium khusus
meliputi: golongan darah, protein urin, kadar gula darah, darah
malaria, tes sifilis, HIV (Human Immuno Deficiency Virus),
Bakteri Tahan Asam (BTA).
j. Tatalaksana kasus
Berdasarkan hasil pemeriksaan antenatal dan hasil
pemeriksaan laboratorium, setiap kelainan yang ditemukan harus
ditangani sesuai dengan standar dan kewenangan tenaga
kesehatan. Kasus yang tidak dapat ditangani dirujuk sesuai dengan
sistem rujukan.
2. Manajemen Kebidanan
Kebidanan adalah bagian ilmu kedokteran yang khusus
mempelajari segala soal yang bersangkutan dengan lahirnya bayi.
Dengan demikian yang dimaksud objek ilmu ini adalah kehamilan,
persalinan, nifas dan bayi baru lahir (Prawirohardjo, S, 2010).
Asuhan kebidanan adalah pelaksanaan fungsi bidan dalam
kegiatan yang menjadi tanggungjawabnya dalam memberikan
pelayanan kebidanan kepada klien yang mempunyai kebutuhan atau
masalah dalam bidang kesehatan ibu masa hamil, persalinan, bayi baru
lahir, nifas serta keluarga berencana (Estiwidanti, D, 2010; h.12).
Manajemen kebidanan adalah suatu metode proses berfikir logis
sistematis. Oleh karena itu manajemen kebidanan merupakan alur fikir
bagi seorang bidan dalam memberikan arah/kerangka dalam
menangani kasus yang menjadi tanggung jawabnya (Estiwidani, D,
2010; h. 124). Proses manajemen kebidanan menurut Varney terdiri
dari beberapa langkah yaitu :
a. Langkah I (Pengumpulan Data Dasar), pada langkah pertama
dilakukan pengkajian melalui pengumpulan semua data dasar
yaitu riwayat kesehatan, pemeriksaan fisik sesuai kebutuhan,
peninjauan catatan terbaru atau catatan sebelumnya dan data
laboratorium.
b. Langkah II (Interpretasi Data Dasar), pada langkah ini dilakukan
identifikasi yang benar terhadap diagnosis atau masalah dan
kebutuhan klien berdasarkan interpretasi yang benar atas data
yang telah dikumpulkan.
c. Langkah III (Identifikasi Diagnosis atau Masalah Potensial), pada
langkah ini dilakukan identifikasi masalah atau diagnosis potensial
lain berdasarkan rangkaian masalah dan diagnosis yang sudah
diidentifikasi.
d. Langkah IV (Identifikasi Perlunya Penanganan Segera), bidan atau
dokter mengidentifikasi perlunya tindakan segera dan konsultasi
atau penanganan bersama dengan anggota tim kesehatan yang lain
sesuai dengan kondisi klien.
e. Langkah V (Perencanaan Asuhan Menyeluruh), pada langkah ini,
direncanakan asuhan menyeluruh yang ditentukan oleh langkah
sebelumnya. Langkah ini merupakan kelanjutan manajemen
terhadap diagnosis atau masalah yang telah diidentifikasi atau
diantisipasi.
f. Langkah VI (Pelaksanaan Rencana), perencanaan ini dapat
dilakukan seluruhnya oleh bidan atau sebagian dilakukan oleh
bidan, dan sebagian lagi oleh klien atau anggota tim kesehatan
lainnya. Dalam situasi ketika bidan berkolaborasi dengan dokter
untuk menangani klien yang mengalami komplikasi, keterlibatan
bidan dalam manajemen asuhan bagi klien adalah
bertanggungjawab terhadap terlaksananya rencana asuhan
bersama yang menyeluruh tersebut.
g. Langkah VII (Evaluasi), dilakukan evaluasi keefektifan asuhan
yang sudah diberikan meliputi pemenuhan kebutuhan bantuan
yang diidentifikasi dalam masalah dan diagnosis. Rencana dapat
dianggap efektif jika pelaksanaannya efektif (Saminem, 2010).
Menurut Kepmenkes RI No. 938/Menkes/SK/VIII/2010
pencatatan dilakukan segera setelah melaksanakan asuhan pada
formulir yang tersedia. Pencatatan tersebut ditulis dalam catatan
perkembangan SOAP dan partograf. Menurut Muslihatun WN,
Mufdlilah, Setyawati N (2010) pendokumentasian atau catatan
manajemen kebidanan diterapkan dengan metode SOAP.
S (Subjektif) : mancatat hasil anamnesa yang dilakukan
O (Objektif) : mencatat hasil pemeriksaan
A (Assessment) :kesimpulan dari data-data subjektif/objektif dan
mencatat diagnosa
P (Plan) :apa yang akan dilakukan berdasarkan hasil
pengevaluasian.
Pendokumentasian SOAP ibu hamil, bersalin, nifas dan bayi ditulis :
SOAP Hamil
1) Subjektif
Menurut Saifuddin AB (2011) data sujektif yang
dikumpulkan yaitu biodata ibu dan suami, keluhan utama yang
dirasakan ibu, riwayat haid, riwayat kehamilan sekarang, riwayat
kehamilan lalu, riwayat KB, pola pemenuhan kebutuhan sehari-
hari, kebiasaan yang merugikan kesehatan, riwayat psikososial
2) Objektif
Menurut Saifuddin AB (2011) data objektif yang
dikumpulkan yaitu pemeriksaan keadaan umum, pemeriksaan
abdomen, pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan USG.
3) Analisa
Diagnosa wanita hamil normal meliputi nama, umur, gestasi
(G) paritas (P) abortus (A), umur kehamilan, tunggal, hidup,
intra-uteri, letak kepala, keadaan umum baik. Masalah,
berhubungan dengan diagnosis.Kebutuhan pasien, ditentukan
berdasarkan keadaan dan masalahnya (Saminem, 2010).
4) Penatalaksanaan
Menurut Sulistyawati, A (2010), pelaksanaan asuhan pada
kunjungan ulang disesuaikan dengan kebutuhan dan
perkembangan kehamilan, misalnya: menjelaskan pada klien
mengenai ketidaknyamanan normal yang dialami; mengajarkan
ibu tentang materi pendidikan kesehatan pada ibu hamil sesuai
dengan usia kehamilan; mendiskusikan mengenai rencana
persiapan kelahiran dan jika terjadi kegawatdaruratan; mengajari
ibu mengenal tanda-tanda bahaya dan memastikan ibu untuk
memahami apa yang dilakukan jika menemukan tanda bahaya;
membuat kesepakatan untuk kunjungan berikutnya.

C. Teori Sistem Rujukan


1) Kolaborasi
a) Pengertian
Kolaborasi adalah hubungan saling berbagi tanggung jawab
(kerjasama) dengan rekan sejawat atau tenaga kesehatan lainnya dalam
memberi asuhan pada pasien dalam praktiknya,kolaborasi dilakukan
dengan mendiskusikan diagnosis pasien serta bekerjasama dalam
penatalaksanaaan dan pemberian asuhan tenaga kesehatan dapat saling
berkonsultasi dengan tatap muka langsung atau melalui alat
komunikasi lainnya dan tidak perlu hadir ketika tindakan dilakukan.
Petugas kesehatan yang ditugaskan menangani pasien bertanggung
jawab terhadap keseluruhan penatalaksanaan asuhan.
Pelayanan kebidanan kolaborasi adalah pelayanan yang dilakukan
bidan sebagai anggota tim yang dilakukan secara bersamaan atau
sebagai salah satu urutan dari sebuah proses kegiatan pelayanan
kesehatan. Tujuan pelayanan adalah berbagi otoritas dalam pemberian
pelayanan berkualitas sesuai ruang lingkup (Uswatun, 2015).
b) Kolaborasi dalam Pelayanan Kebidanan
Dalam praktik playanan kebidanan, layanan kolaborasi adalah
asuhan kebidanan yang di berikan kepada klien dengan tanggung
jawab bersama semua pemberi pelayanan yang terlibat. Misalnya:
bidan, dokter, atau tenaga kesehatan profesional lainya.
Bidan merupakan anggota tim. Bidan menyakini bahwa dalam
memberi asuhan harus tetap menjaga, mendukung, dan menghargai
proses fisiologis manusia. Rujukan yang efektif di lakukan untuk
menjamin kesejahteraan ibu dan bayinya .bidan adalah praktisi yang
mandiri. Bidan juga bekerjasama dalam mengembangkan kemitraan
dengan anggota kesehatan lainya. Dalam melaksanakan tugasnya,
bidan melakukan kolaborasi,konsultasi, dan perujukan sesuai dengan
kondisi pasien, kewenangan dan kemampuanya.
c) Pelayanan Kolaborasi Bidan Menurut (Wahyuni, 2018)
1) Menerapkan manajemen kebidanan pada setiap asuhan kebidanan
sesuai fungsi kolaborasi dengan melibatkan klien dan keluarga.
2) Memberi asuhan kebidanan pada ibu hamil dengan risiko tinggi
dan pertolongan pertama pada kegawatdaruratan yang
memerlukan tindakan kolaborasi.
3) Mengkaji kebutuhan asuhan pada kasus risiko tinggi dan keadaan
kegawatdaruratan yang memerlukan tindakan kolaborasi.
4) Memberi asuhan kebidanan pada ibu dalam masa persalinan
dengan risiko tinggi serta keadaan kegawatdaruratan yang
memerlukan pertolongan pertama dengan tindakan kolaborasi
dengan melibatkan klien dan keluarga.
5) Memberi asuhan kebidanan pada ibu dalam masa nifas dengan
risiko tinggi serta pertolongan pertama dalam keadaan
kegawatdaruratan yang memerlukan tindakan kolaborasi bersama
klien dan keluarga.
6) Memberi asuhan kebidanan pada bayi baru lahir dengan risiko
tinggi dan pertolongan pertama dalam keadaan kegawatdaruratan
yang memerlukan tindakan kolaborasi bersama klien dan keluarga.
2) Rujukan
a) Pengertian
Rujukan adalah suatu kondisi yang optimal dan tepat waktu ke
fasilitas rujukan atau fasilitas yang memiliki sarana lebih lengkap
yang diharapkan mampu menyelamatkan jiwa para ibu dan bayi baru
lahir (JNPK-KR, 2012).
Sistem rujukan adalah suatu sistem jaringan fasilitas pelayanan
kesehatan yang memungkinkan terjadinya penyerahan tanggung
jawab secara timbal balik atas masalah yang timbul, baik secara
vertikal maupun horizontal ke fasilitas pelayanan yang lebih
berkompeten, terjangkau, rasional, dan tidak dibatasi oleh wilayah
administrasi (Syafrudin, 2010).
b) Tujuan Rujukan
Tujuan rujukan, yaitu (Syafrudin,2010) :
1) Setiap penderita mendapat perawatan dan pertolongan yang
sebaik-baiknya.
2) Menjalin kerjasama dengan cara pengiriman penderita atau
bahan laboratorium dari unit yang kurang lengkap ke unit yang
lengkap fasilitasnya.
3) Menjalin pelimpahan pengetahuan dan keterampilan (Transfer
knowledge and skill) melalui pendidikan dan latihan antara pusat
pendidikan dan daerah.
c) Jenis Rujukan
Sistem Kesehatan Nasional membedakannya menjadi dua macam :
1) Rujukan Kesehatan
Rujukan ini terutama dikaitkan dengan upaya pencegahan
penyakit dan peningkatan derajat kesehatan. Rujukan kesehatan
pada dasarnya berlaku untuk pelayanan kesehatan masyarakat
(public health service). Rujukan kesehatan dibedakan atas tiga
macam yakni rujukan teknologi, sarana, dan
operasional.Rujukan kesehatan yaitu hubungan dalam
pengiriman, pemeriksaan bahan atau specimen ke fasilitas yang
lebih mampu dan lengkap. Rujukan uang menyangkut masalah
kesehatan yang sifatnya pencegahan penyakit (preventif) dan
peningkatan kesehatan (promotif). Rujukan mencakup rujukan
teknologi, sarana dan opersional.
2) Rujukan Medik
Rujukan ini terutama dikaitkan dengan upaya
penyembuhan penyakit serta pemulihan kesehatan. Rujukan
medik pada dasarnya berlaku untuk pelayanan kedokteran
(medical service). Rujukan kesehatan, rujukan medik ini
dibedakan atas tiga macam yakni rujukan penderita, pengetahuan
dan bahan bahan pemeriksaan. Menurut Syafrudin (2010),
Rujukan medik yaitu pelimpahan tanggung jawab secara timbal
balik atas satu kasus yang timbul baik secara vertikal maupun
horizontal kepada yang lebih berwenang dan mampu menangani
secara rasional. Jenis rujukan medik :
a) Transfer of patient
Konsultasi penderita untuk keperluan diagnosis, pengobatan,
tindakan operatif dan lain-lain.
b) Transfer of specimen
Pengiriman bahan (spesimen) untuk pemeriksaan
laboratorium yang lebih lengkap.
c) Transfer of knowledge / personal.
Pengiriman tenaga yang lebih kompeten atau ahli untuk
meningkatkan mutu layanan setempat.
d) Manfaat rujukan
Berdasarkan penelitian Lestari (2013), Menurut Azwar (1996),
beberapa manfaat yang akan diperoleh ditinjau dari unsur pembentuk
pelayanan kesehatan terlihat sebagai berikut:
1) Sudut pandang pemerintah sebagai penentu kebijakan
Jika ditinjau dari sudut pemerintah sebagai penentu kebijakan
kesehatan (policy maker), manfaat yang akan diperoleh antara lain
membantu penghematan dana, karena tidak perlu menyediakan
berbagai macam peralatan kedokteran pada setiap sarana
kesehatan; memperjelas sistem pelayanan kesehatan, karena
terdapat hubungan kerja antara berbagai sarana kesehatan yang
tersedia; dan memudahkan pekerjaan administrasi, terutama pada
aspek perencanaan.
2) Sudut pandang masyarakat sebagai pemakai jasa pelayanan
Jika ditinjau dari sudut masyarakat sebagai pemakai jasa
pelayanan (health consumer), manfaat yang akan diperoleh antara
lain meringankan biaya pengobatan, karena dapat dihindari
pemeriksaan yang sama secara berulang-ulang dan mempermudah
masyarakat dalam mendapatkan pelayanan, karena diketahui
dengan jelas fungsi dan wewenang sarana pelayanan kesehatan.
3) Sudut pandang kalangan kesehatan sebagai penyelenggara
pelayanan kesehatan.
Jika ditinjau dari sudut kalangan kesehatan sebagai
penyelenggara pelayanan kesehatan (health provider), manfaat
yang diperoleh antara lain memperjelas jenjang karir tenaga
kesehatan dengan berbagai akibat positif lainnya seperti semangat
kerja, ketekunan, dan dedikasi; membantu peningkatan
pengetahuan dan keterampilan yakni melalui kerjasama yang
terjalin; memudahkan dan atau meringankan beban tugas, karena
setiap sarana kesehatan mempunyai tugas dan kewajiban tertentu.
DAFTAR PUSTAKA

Alifah, Nur Rizqi. 2013. Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Kepatuhan Ibu Hamil
Mengkonsumsi Tablet Fe di Puskesmas Gamping II.
http://repository.umy.ac.id/bitstream/handle/123456789/14541/NASKAH%2
0PUBLIKASI_Penelitian.pdf?sequence=1&isAllowed=y. Diakses 11 Januari
2020.

Almatsier, S. 2010. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.

Arikunto, S. 2013. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka


Cipta.

Arisman. 2010. Buku Ajar Ilmu Gizi, Gizi dalam Daur Kehidupan. Jakarta: EGC.

Bastable, SB. 2002. Perawat Sebagai Pendidik: Prinsip-Prinsip Pengajaran dan


Pembelajaran. Jakarta: EGC.

Budiarni, W, dkk. 2012. Hubungan Pengetahuan, Sikap, dan Motivasi dengan


Kepatuhan Konsumsi Tablet Besi Folat pada Ibu Hamil. Journal of Nutrition
Collage, Volume 1, Nomer 1tahun 2012.

Cunningham, et.al. 2013. Obstetri Williams. Terjemahan Andry Hartono. Jakarta:


EGC.

Dahlan, Sopiyudin. 2011. Statistik Untuk Kedokteran dan Kesehatan. Jakarta:


Salemba Medika.

Davies Teifion. 2010. ABC Kesehatan Mental; alih bahasa, Alifa Dimanti. Jakarta:
EGC.

Fatmah. 2011. Gizi dan Kesehatan Masyarakat/ Departemen Gizi dan Kesehatan
Masyarakat. Jakarta: Rajawali Pers.

Fitrianingsih. 2010. Farmakologi: Obat-Obat Dalam Praktek Kebidanan.


Yogyakarta: Nuha Medika.

Guyton AC. 2010. Fisiologi Manusia dan Mekanisme Penyakit. Jakarta:


PenerbitBuku Kedokteran EGC. Alih bahasa oleh Dr. Petrus Andrianto.

Hani, Ummi, dkk. 2010. Asuhan Kebidanan Pada Kehamilan Fisiologis. Jakarta:
Salemeba Medika.

Heltty. 2010. Pengaruh Jus Kacang Hijau Terhadap Kadar Hemoglobin dan Jumlah
Sel Darah dalam Konteks Asuhan Keperawatan Pasien Kanker dengan
Kemoterapi di RSUP Fatmawati Jakarta. Tesis. Jakarta: UI

Hidayat, A.A. 2014. Metodologi Penelitian Kebidanan dan Tehnik Analisa Data.
Jakarta: Salemba Medika.

Jordan, S. 2004. Farmakologi Kebidanan. Penerjemah: Andry Hartono. Jakarta:


EGC.
Kadir,A. 2014. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kepatuhan Ibu Hamil
Minum Tablet Fe di Wilayah Kerja Puskesmas Tamalanrea Kota Makassar
Tahun 2013. Journal from e-library STIKES Nani Hasanuddin.08-05-2014.

Kementerian Kesehatan RI. 2015. Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan
RI Situasi dan Analisis Gizi. Jakarta

Kementerian Kesehatan RI. 2015. Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2014.

Kristiyanasari, W. 2010. Gizi Ibu Hamil. Yogyakarta: Nuha Medika.

Manuaba. 2015. Pengantar Kuliah Obstetri. Jakarta : ECG

Niven, N. 2002. Psikologi Kesehatan: Pengantar untuk Perawat dan Profesional


Kesehatan Lain. Penerjemah Agung Waluyo. Jakarta: EGC.

Notoatmodjo, S. 2012. Metode Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta

Oktalia, J., & Herizasyam. 2015. Kesiapan Ibu Menghadapi Kehamilan Dan Faktor-
Faktor yang Mempengaruhinya. Jurnal Kebidanan Poltekkes Jakarta III, 147–
159.
Proverawati & Asfuah. 2010. Buku Ajar Gizi untuk Kebidanan. Yogyakarta: Nuha
Medika
Ramawati. 2010. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kepatuhan Ibu Hamil dalam
Mengkonsumsi Tablet Besi di Desa Sokaraja Tengah, Kecamatan Sokaraja,
Kabupaten Banyumas. Jurnal Keperawatan Soedirman, Volume 3. No.15
Nopember 2010.

Riset Kesehatan Dasar. 2013. Jakarta: Kemenkes.

Rukiyah, dkk. 2010. Asuhan Kebidan 1 Kehamilan. Jakarta: CV. Trns Info Media.

Saifuddin. 2010. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan


Neonatal.Jakarta : YBP-SP

Sari, Endang. 2019. Pengaruh Pemberian Fero Sulfa, Fero Sulfat Plus Vitamin C dan
Besi Fero Terhadap Kadar Glukosa Dan Hemoglobin Darah pada Ibu
Hamil. Tesis Kedokteran. Sumatera Barat: Universitas Andalas.

Saryono. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan Penuntun Praktis Bagi Pemula.


Jogjakarta: Mitra Cendikia.

Siska, Suci. 2019. Gambaran Kadar Hemoglobin Sebelum Dan Sesudah Transfusi
Darah Pada Pasien Anemia di RSUD Dr. M. Zein. Painan. KTI. Sumatera:
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Perintis, Padang.

Sugiyono. 2016. Statistika untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta.

Sulistyaningsih, D. 2015. Gambaran Kebiasaan Cara Minum Tablet Fe dan Kejadian


Kecacingan Pada Ibu Hamil Yang Anemia.
Http://Eprints.Ums.Ac.Id/38162/4/Halaman%20depan.Pdf. Diakses 15
Januari 2020.
Sulistyawati. 2010. Asuhan Kebidanan pada Masa Kehamilan. Jakarta: Salemba
Medika.

Sunarsih, dkk. 2019. Perbedaan Pemberian Tablet Fe dengan Jus Jeruk Dan Tablet
Fe dengan Vitamin C Terhadap Kenaikan Kadar Hemoglobin pada Ibu
Hamil. Jurnal Kebidanan Vol. 05. Lampung: Universitas Malahayati.

Supariasa. 2012. Penilaian Status Gizi. Jakarta: EGC.

Tarwoto & Wasnidar. 2013. Buku Saku Anemia Pada Ibu Hamil, Konsep dan
penatalaksanaan. Jakarta: Trans Info Media.

Tjay & Rahardja. 2013. Obat-Obat Penting Kasiat, Penggunaan dan Efek-Efek
Sampingnya. Jakarta: PT. Gramedia.

Varney, H., Kriebs, JM.,Gegor, CL. 2010. Buku Ajar Asuhan Kebidanan Volume 1.
Penerjemah Ana Lusiyana. Jakarta: EGC.

Widya Budiarni. 2012. Hubungan pengerathuan, sikap dan motivasi dengan


kepatuhan konsumsi tablet besi fotal pada ibu hamil. Jurnal Gizi Fakultas
Kedokteran Universitas Diponegoro Semarang

Wijayakusuma, H. 2010. Ramuan Lengkap Herbal Taklukkan Penyakit. Jakarta:


Pustaka Bunda.

Wiradyani, LAA, Khusnun H, Achadi EL. 2011. Faktor-Faktor Yang Berhubungan


dengan Kepatuhan Ibu Mengkonsumsi Tablet Besi Folat Selama Kehamilan.
Jurnal Gizi dan Pangan vol 3.

Anda mungkin juga menyukai