Oleh :
ENDANG IRAWATI
NIM :P1337424820282
8. Pathway
Partus Lama
Perdarahan
Partus Lama Ibu Postpartum
Subinvolusi
Megaloblastik uteri
Anemia Infeksi
pueperium
Defisiensi zat
besi BBLR
Bayi
Hipoplastik Kognitif
Stunting rendah
Asfiksia
9. Komplikasi
a. Anemia terhadap Ibu
1) Partus Lama
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Rudiyanti dan
Metti (2014) tentang “Anemia Dan Kontraksi Rahim Dalam Proses
Persalinan” menyatakan bahwa ada hubungan antara anemia dengan
kontraksi rahim dalam proses persalinan. Ibu hamil dengan anemia
akan beresiko 4,615 kali mengalami kontraksi rahim yang tidak
adekuat pada saat persalinan.
Anemia disebabkan karena jumlah sel darah merah berkurang
sehingga jumlah oksigen (HbO2) yang diikat dalam darah sedikit
akibatnya jumlah pengiriman oksigen ke organorgan vital menurun.
Berkurangnya jumlah haemoglobin dapat menyebabkan jumlah
oksigen yang diikat dalam darah (HbO2) menurun sehingga tekanan
parsial oksigen (PAO2) yang menuju ke uterus juga menurun.
Jumlah oksigen dalam darah yang kurang menyebabkan otot-otot
miometrium tidak dapat berkontraksi dengan adekuat (Manuaba,
1998). Kontraksi rahim yang tidak adekuat akan memperlama
waktu kala I.
Pathway Partus Lama
Perdarahan
Multigravid
Primigravida
a
˃ 18 jam
˃ 24 jam
Atonia Uteri
Perdarahan Postpartum
Anemia
gravidarum
Penurunan kadar
Hemoglobin darah
Hipoksia janin
Asfiksia neonatorum
2) BBLR
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Sutriyani dan
Astutik (2018) tentang “Hubungan Anemia Dan Preeklamsi Pada
Kehamilan Dengan Kejadian Berat Badan Lahir Rendah Di Rumah
Sakit Baptis Batu” bahwa terdapat pengaruh yang signifikan antara
anemia dan preeklamsi dengan kejadian BBLR. Namun yang lebih
dominan terhadap kejadian BBLR yaitu preeklamsi.
Anemia menyebabkan sel darah merah (eritrosit) dalam
sirkulasi darah tidak mampu memenuhi fungsinya sebagai pembawa
oksigen keseluruh jaringan, sehingga sirkulasi darah ke janin
menjadi menurun nutrisi. Akibatnya janin akan kekurangan oksigen
dan nutrisi yang akan menyebabkan pertumbuhan janin terhambat
sehingga lebih mudah terjadi BBLR. Sedangkan preeklampsi
terjadiadanya tekanan darah yang meningkat dan edemaakibat
ketidakseimbangan vasodilator & vasokonstriksi. Penyebab
vasospasme dan aktivitas endotel menyebakan terjadinya perfusi
uteroplacenta mengalami penurunan. Hal tersebut dapat
menyebabkan sirkulasi darah ke janin menjadi menurun sehingga
janin akan kekurangan oksigen dan nutrisi yang akan menyebabkan
pertumbuhan janin terhambat yaitu BBLR.
Edema
e. Mekanisme Rujukan
1) Menentukan kegawadaruratan penderita
a) Pada tingkat kader atau dukun bayi terlatih
Ditemukan penderita yang tidak dapat ditangani sendiri oleh keluarga
atau kader/ dukun bayi, maka segera dirujuk ke fasilitas pelayanan
kesehatan yang terdekat, oleh karena itu mereka belum tentu dapat
menerapkan ke tingkat kegawatdaruratan.
b) Pada tingkat bidan desa, puskesmas pembantu dan puskesmas
Tenaga kesehatan yang ada pada fasilitas pelayanan kesehatan tersebut
harus dapat menentukan tingkat kegawatdaruratan kasus yang ditemui,
sesuai dengan wewenang dan tanggung jawabnya, mereka harus
menentukan kasus mana yang boleh ditangani sendiri dan kasus mana
yang harus dirujuk.
2) Memberikan informasi kepada penderita dan keluarga
Sebaiknya bayi yang akan dirujuk harus sepengathuan ibu atau keluarga
bayi yang bersangkutan dengan cara petugas kesehatan menjelaskan
kondisi atau masalah bayi yang akan dirujuk dengan cara yang baik.
3) Mengirimkan informasi pada tempat rujukan yang dituju
a) Memberitahukan bahwa akan ada penderita yang dirujuk
b) Meminta petunjuk apa yan perlu dilakukan dalam rangka persiapan
dan selama dalam perjalanan ke tempat rujukan
c) Meminta petunjuk dan cara penanganan untuk menolong penderita
bila penderita tidak mungkin dikirim.
4) Persiapan penderita (BAKSOKUDA)
Persiapan yang harus diperhatikan dalam melakukan rujukan disingkat
“BAKSOKUDA” yang diartikan sebagi berikut :
B (Bidan) : Pastikan ibu/ bayi/ klien didampingi oleh tenaga kesehatan
yang kompeten dan memiliki kemampuan untuk
melaksanakan kegawatdaruratan
A (Alat) : Bawa perlengkapan dan bahan-bahan yang diperlukan seperti
spuit, infus set, tensimeter dan stetoskop
K (keluarga) : Beritahu keluarga tentang kondisi terakhir ibu (klien) dan
alasan mengapa ia dirujuk. Suami dan anggota keluarga yang
lain harus menerima ibu (klien) ke tempat rujukan.
S (Surat) : Beri sura ke tempat rujukan yang berisi identifikasi ibu (klien),
alasan rujukan, uraian hasil rujuka, asuhan atau obat-obat
yang telah diterima ibu
O (Obat) : Bawa obat-obat esensial yang diperlukan selama perjalanan
merujuk
K (Kendaraan) : Siapkan kendaraan yang cukup baik untuk
memungkinkan ibu (klien) dalam kondisi yang nyaman dan
dapat mencapai tempat rujukan dalam waktu cepat.
U (Uang) : Ingatkan keluarga untuk membawa uang dalam jumlah yang
cukup untuk membeli obat dan bahan kesehatan yang
diperlukan di tempar rujukan
DA (Darah) : Siapkan darah untuk sewaktu-waktu membutuhkan
transfusi darah apabila terjadi perdarahan
5) Pengiriman Penderita
Untuk mempercepat sampai ke tujuan, perlu diupayakan kendaraan/
sarana transportasi yang tersedia untuk mengangkut penderita
6) Tindak lanjut penderita
a) Untuk penderita yang telah dikemalikan
b) Harus kunjungan rumah bila penderita yang memerlukan tindakan
lanjut tapi tidak melapor.
f. Tata Cara Pelaksanaan Sistem Rujukan Berjenjang
1) Sistem rujukan pelayanan kesehatan dilaksanakan secara berjenjang
sesuai kebutuhan medis, yaitu:
a) Dimulai dari pelayanan kesehatan tingkat pertama oleh fasilitas
kesehatan tingkat pertama
b) Jika diperlukan pelayanan lanjutan oleh spesialis, maka pasien
dapat dirujuk ke fasilitas kesehatan tingkat kedua
c) Pelayanan kesehatan tingkat kedua di faskes sekunder hanya dapat
diberikan atas rujukan dari faskes primer.
d) Pelayanan kesehatan tingkat ketiga di faskes tersier hanya dapat
diberikan atas rujukan dari faskes sekunder dan faskes primer.
2) Pelayanan kesehatan di faskes primer yang dapat dirujuk langsung ke
faskes tersier hanya untuk kasus yang sudah ditegakkan diagnosis dan
rencana terapinya, merupakan pelayanan berulang dan hanya tersedia di
faskes tersier.
3) Ketentuan pelayanan rujukan berjenjang dapat dikecualikan dalam
kondisi:
a) terjadi keadaan gawat darurat; Kondisi kegawatdaruratan mengikuti
ketentuan yang berlaku
b) bencana; Kriteria bencana ditetapkan oleh Pemerintah Pusat dan
atau Pemerintah Daerah
c) kekhususan permasalahan kesehatan pasien; untuk kasus yang
sudah ditegakkan rencana terapinya dan terapi tersebut hanya dapat
dilakukan di fasilitas kesehatan lanjutan
d) pertimbangan geografis; dan
e) pertimbangan ketersediaan fasilitas
4) Pelayanan oleh bidan dan perawat
a) Dalam keadaan tertentu, bidan atau perawat dapat memberikan
pelayanan kesehatan tingkat pertama sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan.
b) Bidan dan perawat hanya dapat melakukan rujukan ke dokter
dan/atau dokter gigi pemberi pelayanan kesehatan tingkat pertama
kecuali dalam kondisi gawat darurat dan kekhususan permasalahan
kesehatan pasien, yaitu kondisi di luar kompetensi dokter dan/atau
dokter gigi pemberipelayanan kesehatan tingkat pertama
5) Rujukan Parsia
a) Rujukan parsial adalah pengiriman pasien atau spesimen ke
pemberi pelayanan kesehatan lain dalam rangka menegakkan
diagnosis atau pemberian terapi, yang merupakan satu rangkaian
perawatan pasien di Faskes tersebut.
b) Rujukan parsial dapat berupa:
(1) Pengiriman pasien untuk dilakukan pemeriksaan penunjang
atau tindakan
(2) Pengiriman spesimen untuk pemeriksaan penunjang
c) Apabila pasien tersebut adalah pasien rujukan parsial, maka
penjaminan pasien dilakukan oleh fasilitas kesehatan perujuk
g. Forum Komunikasi Antar Fasilitas Kesehatan
1) Untuk dapat mengoptimalisasikan sistem rujukan berjenjang, maka perlu
dibentuk forum komunikasi antar Fasilitas Kesehatan baik faskes yang
setingkat maupun antar tingkatan faskes, hal ini bertujuan agar fasilitas
kesehatan tersebut dapat melakukan koordinasi rujukan antar fasilitas
kesehatan menggunakan sarana komunikasi yang tersedia agar:
a) Faskes perujuk mendapatkan informasi mengenai ketersediaan sarana
dan prasarana serta kompetensi dan ketersediaan tenaga kesehatan
serta dapat memastikan bahwa penerima rujukan dapat menerima
pasien sesuai dengan kebutuhan medis.
b) Faskes tujuan rujukan mendapatkan informasi secara dini terhadap
kondisi pasien sehingga dapat mempersiapkan dan menyediakan
perawatan sesuai dengan kebutuhan medis.
2) Forum Komunikasi antar Faskes dibentuk oleh masing-masing Kantor
Cabang BPJS Kesehatan sesuai dengan wilayah kerjanya dengan
menunjuk Person In charge (PIC) dari masing-masing Faskes. Tugas PIC
Faskes adalah menyediakan informasi yang dibutuhkan dalam rangka
pelayanan rujukan.
DAFTAR PUSTAKA
Nurul Isnaini. 2015. Karakteristik Penyebab Terjadinya Ketuban Pecah Dini Di Rsud
Dr. H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung. Jurnal Kesehatan Holistik Vol 9, No
4, Oktober 2015: 193-196.
Manuaba, I, B, G. dkk. 2010. Ilmu Kebidanan Penyakit Kandungan Dan KB. EGC.
Jakarta.
Marmi. 2016. Intranatal Care Asuhan Kebidanan Pada Persalinan. Pustaka Pelajar.
Yogyakarta.
Oxorn H, Wiliam R, Forte. 2010. Ilmu kebidanan Patologi & Fisiologi Persalinan.
Yayasan Essentia Medika. Yogyakarta:
Tahir, S. 2012. Faktor Determinan Ketuban Pecah Dini Di RSUD Syekh Yusuf
Kabupaten Gowa.Internet available from http://pasca.unhas.ac.idjurnalfile.
diakses tanggal 24-1-2020.