Anda di halaman 1dari 32

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEBIDANAN KOLABORASI PADA KASUS PATOLOGI &


KOMPLIKASI KEHAMILAN DI PUSKESMAS KAJEN I KABUPATEN
PEKALONGAN

Dosen Pengampu : Suparmi, S.Pd, S.Si.T, M.Kes

Disusun Untuk Memenuhi Target Praktik Stage Kolaborasi pada Kasus


Patologi dan Komplikasi

Oleh :
ENDANG IRAWATI
NIM :P1337424820282

PROGRAM STUDI PROFESI BIDAN JURUSAN KEBIDANAN


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SEMARANG
2021
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan pendahuluan yang berjudul:


”Asuhan Kebidanan Kolaborasi pada kasus patologi dan Komplikasi
Kehamilan”
telah disetujui dan disahkan pada:
Hari :
Tanggal :

Pekalongan Oktober 2021

Pembimbing Klinik Pembimbing Institusi

Wiwit Puspita Dewi, S.ST Suparmi, S.Pd, S.SiT., M.Kes


NIP. 19791109 200501 2 013 NIP. 19640323 198603 2 004
TINJAUAN TEORI

A. Tinjauan Teori Medis


1. Anemia dalam Kehamilan
Anemia dalam kehamilan didefenisikan sebagai suatu kondisi ketika ibu
memiliki kadar hemoglobin kurang dari 11,0 g/dl pada trimester I dan III,
atau kadar hemoglobin kurang dari 10,5 g/dl pada trimester II (Pratami,
2014). Nilai normal yang akurat untuk ibu hamil sulit dipastikan karena
ketiga parameter laboratorium tersebut bervariasi selama periode kehamilan.
Umumnya ibu hamil dianggap anemia jika kadar hemoglobinnya dibawah 11
g/dl atau hematokrit kurang dari 33%. Konsentrasi Hb kurang dari 11 g/dl
pada akhir trimester pertama dan <10 g/dl pada trimester kedua dan ketiga
menjadi batas bawah untuk menjadi penyebab anemia dalam kehamilan.
Nilai – nilai ini kurang lebih sama nilai Hb terendah pada ibu - ibu hamil
yang mendapat suplementasibesi, yaitu 11,0 g/dl pada trimester pertama dan
10,5 g/dl pada trimester kedua dan ketiga (Prawirohardjo, 2010).
2. Perubahan Fisiologis pada Ibu Hamil
Kehamilan merupakan kondisi alamiah tetapi seringkali menyebabkan
komplikasi akibat berbagai perubahan anatomik serta fisiologis dalam tubuh
ibu. Salah satu perubahan fisiologis yang terjadi adalah perubahan
hemodinamika, contohnya pada proses hemodilusi pada proses ini volume
darah akan meningkat secara progresif mulai minggu ke 6 – 8 kehamilan dan
mencapai puncaknya pada minggu ke 32 – 34 dengan perubahan kecil
setelah minggu tersebut.
Volume plasma akan meningkat kira-kira 40 – 45%. Hal ini
dipengaruhi oleh aksi progesteron dan estrogen pada ginjal yang di inisiasi
oleh jalur renin - angiotensin dan aldosteron. Penambahan volume darah ini
sebagian besar berupa plasma dan eritrosit (Prawirohardjo, 2010).
Eritropoetin ginjal akan meningkatkan jumlah sel darah merah sebanyak 20 -
30%, tetapi tidak sebanding dengan peningkatan volume plasma sehingga
akan mengakibatkan hemodilusi dan penurunan konsentrasi hemoglobindari
15 g/dl menjadi 12,5 g/dl, dan pada 6% perempuan bisa mencapai dibawah
11 g/dl itu merupakan suatu hal yang abnormal dan biasanya lebih
berhubungan dengan defesiensi zat besi yang diabsorbsi dari makanan dan
cadangan dalam tubuh biasanya tidak mencukupi kebutuhan ibu selama
kehamilan sehingga penambahan asupan zat besi dan asam folat dapat
membantu mengembalikan kadar hemoglobin. Kebutuhan zat besi selama
kehamilan lebih kurang 1.000 mg atau rata-rata 6 – 7 mg/hari. Volume darah
ini akan kembali seperti sediakala pada 2-6 minggu setelah persalinan
(Prawirohardjo, 2010).
Selama kehamilan jumlah leukosit juga akan meningkat yakni berkisar
antara 5.000 – 12.000 /ul dan mencapai puncaknya pada saat persalinan dan
masa nifas berkisar 14.000 – 16.000 /ul. Penyebab peningkatan ini belum
diketahui. Respon yang sama juga diketahui terjadi selama dan setelah
melakukan latihan yang berat (Prawirohardjo, 2010).
3. Penyebab Anemia
Penyebab anemia dalam kehamilan adalah :
a. Peningkatan volume plasma sementara jumlah eritrosit tidak sebanding
dengan peningkatan volume plasma
b. Defesiensi zat besi mengakibatkan kekurangan hemoglobin (Hb),
dimana zat besi adalah salah satu pembentuk hemoglobin.
c. Ekonomi: tidak mampu memenuhi asupan gizi dan nutrisi dan
ketidaktahuan tentang pola makan yang benar
d. Mengalami dua kehamilan yang berdekatan
e. Mengalami menstruasi berat sebelum kehamilan
f. Hamil saat masih remaja
(Proverawati and Asfuah, 2010; Prawirohardjo, 2010; Pratami, 2014)
Huliana (2010) menyatakan bahwa penyebab anemia umumnya adalah
kurang gizi (malnutrisi), kurang zat besi dalam makanan yang konsumsi,
penyerapan yang kurang baik (malabsorpsi), kehilangan darah yang banyak,
persalinan yang lalu, haid dan lain-lain, penyakit-penyakit kronis : TBC,
Paru, Cacing usus, malaria, dan lain-lain (Huliana, 2010). Wibisono,dkk
menyatakan bahwa penyebab anemia pada ibu hamil adalah kurang zat besi,
kurang konsumsi makanan, yang mengandung zat besi, dan adanya
gangguan penyerapan zat besi dalam tubuh (Wibisono, 2010).
Di Indonesia umumnya disebabkan oleh kekurangan zat besi, sehingga
biasa disebut anemia gizi besi. Anemia defisiensi besi adalah salah satu
keadaan yang menyebabkan ketidaknyamanan selama kehamilan (Waryana.,
2010).
4. Klasifikasi Anemia
a. Anemia Defisiensi Besi
Anemia defisiensi besi adalah anemia yang terjadi karena
kekurangan zat besi dalam darah. Pengobatannya dengan cara
pemberian tablet Fe atau tablet besi sesuai kebutuhan zat besi pada ibu
hamil, tidak hamil, dan dalam laktasi yang dianjurkan. Penyebab anemia
defisiensi besi ini disebabkan karena perdarahan, kurangnya asupan
makanan yang mengandung zat besi, dan gangguan penyerapan zat besi
dalam tubuh. Anemia defisiensi dalam kehamilan dapat menyebabkan
berat bayi lahir rendah (BBLR) dan resiko persalinan premature serta
hemoglobin dalam tubuh yang membawa oksigen keseluruh jaringan
berkurang yang akan menyebabkan ibu hamil lebih mudah merasa cepat
lelah dan kurang energi (Proverawati, 2011).
b. Anemia Megaloblastik
Anemia ini terjadi karena kekurangan asam folat (pteryglutamic
acid) dan defisiensi vitamin B12 (cyanocobalamin) dalam tubuh.
Kejadian anemia megaloblastik ini jarang terjadi dimasyarakat
(Proverawati and Asfuah, 2010). Pengobatannya adalah sebagai berikut:
1) Asam folat 15-30 mg per hari
2) Vitamin B12 3x1 tablet per hari
3) Sulfas ferosus 3x1 tablet per hari
4) Pada kasus berat dan pengobatan per oral hasilnya lamban sehingga
dapat diberi transfusi darah.
c. Anemia Hemolitik
Anemia yang disebabkan penghancuran atau pemecahan sel darah
merah yang lebih cepat dari pembuatannya. Wanita dengan anemia
hemolitik sukar menjadi hamil, apabila hamil maka anemianya biasanya
menjadi lebih berat. Gejala utamanya adalah anemia dengan kelainan-
kelainan gambaran darah, kelelahan, kelemahan, serta gejala komplikasi
bila terjadi kelainan pada organ-organ vital.
d. Anemia Hipoplastik
Anemia hipoplastik ini disebabkan karena sumsum tulang kurang
mampu membuat sel-sel darah baru. Penyebabnya belum diketahui,
kecuali yang disebabkan oleh infeksi berat (sepsis), keracunan, dan
radiasi.
5. Diagnosa Kebidanan
Diagnosa pada kehamilan dapat dilakukan dengan anamnesa. Pada
anamnesa, akan didapatkan keluhan cepat lelah, sering pusing, mata
berkunang-kunang, dan keluhan mual muntah yang lebih hebat dari kehailan
muda. Pemeriksaan dan pengawasan hemoglobin (Hb) dapat dilakukan
dengan alat sahli atau digital. Kondisi Hb dapat digolongkan sebagai berikut:
a. Hb 11 gr% : tidak anemia
b. Hb 9-10 gr% : anemia ringan
c. Hb 7-8 gr% : anemia sedang
d. Hb <7 gr% : anemia berat
e. Pemeriksaan darah dilakukan minimal dua kali selama kehamilan, yaitu
pada trimester I dan trimester III (Proverawati and Asfuah, 2010).
6. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis anemia dalam kehamilan menurut Handayani Wiwik
dan Haribowo (2010) gejala klinis anemia dibagi menjadi 3 golongan besar
yaitu :
a. Gejala umum anemia
Gejala umum anemia disebut sebagai sindrom anemia atau anemic
syndrome.Gejala umum anemia adalah gejala yang timbul pada semua
jenis anemia pada kadar hemoglobin yang sudah menurun sedemikian
rupa dibawah titik tertentu. Gejala ini timbul karena anoxia organ target
dan mekanisme kompensasi tubuh terhadap penurunan hemoglobin.
Gejala tersebut bila diklasifikasikan menurut organ yang terkena.
1) Sistem kardiovaskuler lesu, cepat lelah, palpitasi takikardi, sesak
nafas saat beraktivitas, angina pektoris, dan gagal jantung.
2) Sistem saraf : sakit kepala, pusing, telinga mendenging, mata
berkunang-kunang, kelemahan otot, iritabilitas, lesu, serta perasaan
dingin pada ekstremitas.
3) Sistem urogenital gangguan haid dan libido menurun .
4) Epitel : warna pucat pada kulit dan mukosa, elastisitas kulit
menurun serta rambut tipis dan halus.
b. Gejala khas masing masing Anemia
1) Anemia defisiensi besi : disfagia atrofi papil lidah, stomatitis
angularis.
2) Anemia defisiensi asam folat : lidah merah (buffy tongue).
3) Anemia hemolitik : ikterus dan hepatosplenomegali.
4) Anemia aplastik : perdarahan kulit atau mukosa dan tanda-tanda
infeksi.
c. Gejala akibat penyakit dasar
Gejala ini timbul karena penyakit-penyakit yang mendasari anemia
tersebut. Misalnya anemia defisiensi besi yang disebabkan oleh infeksi
cacing tambang berat akan menimbulkan gejala sepeti pembesaran
parotis dean telapak tangan berwarna kuning seperti jerami.
7. Patofisiologi
Anemia dalam kehamilan dapat disebabkan oleh banyak faktor, antara
lain; kurang zat besi, kehilangan darah yang berlebihan, proses
penghancuran eritrosit dalam tubuh sebelum waktunya, peningkatan
kebutuhan zat besi (Pratami, 2014). Selama kehamilan, kebutuhan oksigen
lebih tinggi sehingga memicu peningkatan produksi eritropenin. Akibatnya,
volume plasma bertambah dan sel darah merah meningkat. Namun,
peningkatan volume plasma terjadi dalam proporsi yang lebih besar jika
dibandingkan dengan peningkatan eritrosit sehingga terjadi penurunan
konsentrasi Hb (Prawirohardjo, 2010). Sedangkan volume plasma yang
terekspansi menurunkan hematokrit (Ht), konsentrasi hemoglobin darah
(Hb) dan hitung eritrosit, tetapi tidak menurunkan jumlah Hb atau eritrosit
dalam sirkulasi.
Ekspansi volume plasma mulai pada minggu ke 6 kehamilan dan
mencapai maksimum pada minggu ke 24 kehamilan, tetapi dapat terus
meningkat sampai minggu ke 37. Pada titik puncaknya, volume plasma
sekitar 40% lebih tinggi pada ibu hamil. Penurunan hematokrit, konsentrasi
hemoglobin, dan hitung eritrosit biasanya tampak pada minggu ke 7 sampai
ke 8 kehamilan dan terus menurun sampai minggu ke 16 sampai 22 ketika
titik keseimbangan tercapai (Prawirohardjo, 2010). Jumlah eritrosit dalam
sirkulasi darah meningkat sebanyak 450 ml. Volume plasma meningkat 45-
65 %, yaitu sekitar 1.000 ml. Kondisi tersebut mengakibatkan terjadinya
pengenceran darah karena jumlah eritrosit tidak sebanding dengan
peningkatan plasma darah. Pada akhirnya, volume plasma akan sedikit
menurun menjelang usia kehamilan cukup bulan dan kembali normal tiga
bulan postpartum. Persentase peningkatan volume plasma yang terjadi
selama kehamilan, antara lain plasma darah 30%, sel darah 18%, dan
hemoglobin 19%. Pada awal kehamilan, volume plasma meningkat pesat
sejak usia gestasi 6 minggu dan selanjutnya laju peningkatan melambaat.
Jumlah eritrosit mulai meningkat pada trimester II dan memuncak pada
trimester III (Pratami, 2014).

8. Pathway
Partus Lama

Perdarahan
Partus Lama Ibu Postpartum

Subinvolusi
Megaloblastik uteri
Anemia Infeksi
pueperium
Defisiensi zat
besi BBLR
Bayi

Hipoplastik Kognitif
Stunting rendah

Asfiksia

Sumber : Rudiyanti dan Metti (2014), Handini (2019), Saptarini (2018),


Dewi dan Nindya (2017), Susilowati (2011).

9. Komplikasi
a. Anemia terhadap Ibu
1) Partus Lama
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Rudiyanti dan
Metti (2014) tentang “Anemia Dan Kontraksi Rahim Dalam Proses
Persalinan” menyatakan bahwa ada hubungan antara anemia dengan
kontraksi rahim dalam proses persalinan. Ibu hamil dengan anemia
akan beresiko 4,615 kali mengalami kontraksi rahim yang tidak
adekuat pada saat persalinan.
Anemia disebabkan karena jumlah sel darah merah berkurang
sehingga jumlah oksigen (HbO2) yang diikat dalam darah sedikit
akibatnya jumlah pengiriman oksigen ke organorgan vital menurun.
Berkurangnya jumlah haemoglobin dapat menyebabkan jumlah
oksigen yang diikat dalam darah (HbO2) menurun sehingga tekanan
parsial oksigen (PAO2) yang menuju ke uterus juga menurun.
Jumlah oksigen dalam darah yang kurang menyebabkan otot-otot
miometrium tidak dapat berkontraksi dengan adekuat (Manuaba,
1998). Kontraksi rahim yang tidak adekuat akan memperlama
waktu kala I.
Pathway Partus Lama

Sel darah merah ↓

Jumlah O2 (HbO2) Tekanan parsial O2 ↓


Pengiriman O2 ke Otot miometrium Atonia Uteri


organ sedikit tidak adekuat

Perdarahan
Multigravid
Primigravida
a

˃ 18 jam
˃ 24 jam

2) Perdarahan post partum


Pada anemia jumlah efektif sel darah merah berkurang. Hal ini
mempengaruhi jumlah haemoglobin dalam darah. Berkurangnya
jumlah haemoglobin menyebabkan jumlah oksigen yang diikat
dalam darah juga sedikit, sehingga mengurangi jumlah pengiriman
oksigen ke organ-organ vital (Manoe, 2010).
Prevalensi anemia yang tinggi berakibat negatif seperti
gangguan dan hambatan pada pertumbuhan, baik sel tubuh maupun
sel otak serta Kekurangan Hb dalam darah mengakibatkan
kurangnya oksigen yang dibawa/ditransfer ke sel tubuh maupun ke
otak. Sehingga dapat memberikan efek buruk pada ibu itu sendiri
maupun pada bayi yang dilahirkan (Manuaba, 2010).
Pada saat hamil, bila terjadi anemia dan tidak tertangani hingga
akhir kehamilan maka akan berpengaruh pada saat postpartum.
Pada ibu dengan anemia, saat postpartum akan mengalami atonia
uteri. Hal ini disebabkan karena oksigen yang dikirim ke uterus
kurang. Jumlah oksigen dalam darah yang kurang menyebabkan
otot-otot uterus tidak berkontraksi dengan adekuat sehingga timbul
atonia uteri yang mengakibatkan perdarahan banyak (Manuaba,
2010).
Anemia dalam Kehamilan

Hb berkurang, sehingga oksigen yang


diikat dalam darah

Vaskularisasi ke miometrium berkurang

Kontraksi tidak adekuat

Atonia Uteri

Perdarahan Postpartum

3) Sub involusi uterus


Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Susilawati
dkk pada tahun 2011 diperoleh hasil bahwa ada hubungan yang
signifikan antara kadar hemoglobin dengan subinvolusio. Semakin
rendah/ anemi maka risiko mengalami sub involusi lebih tinggi. Ibu
dengan anemia 5,677 kali lebih berisiko mengalami anemi dari
pada yang tidak anemi. Haemoglobin membawa oksigen dari paru
paru ke seluruh jaringan tubuh dan membawa kembali
karbondioksida dari seluruh sel ke paru paru untuk dikeluarkan dari
tubuh. Oksigen sangat dibutuhkan tubuh untuk proses fisiologis dan
biokimia pada seluruh jaringan tubuh. Jika asupan oksigen
terganggu ini dapat menghambat kerja enzim preteolitik dalam
melakukan tugasnya dalam proses autolysis untuk memendekkan
jaringan otot otot uterus kembali ke keadaan sebelum hamil.
Penelitian ini sejalan dengan penelitian oleh Rofiah dkk dalam
jurnal riset kebidanan bahwa ada hubungan antara kadar
haemoglobin dan penurunan tinggi uterus.
4) Infeksi purperium
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Saptarini,
dkk (2018) Disimpulkan ada hubungan antara kadar hemoglobin
dengan waktu penyembuhan luka perineum pada ibu nifas. Odds
Ratio (OR) sebesar 51,3 menunjukkan bahwa kadar hemoglobin
dengan kategori normal memiliki waktu penyembuhan luka perineum
sebesar 51,3 kali lebih cepat dibanding dengan kadar hemoglobin
dengan kategori anemia. Kadar hemoglobin yang rendah terdapat
penurunan kapasitas darah yang mengangkut oksigen. Hemoglobin
merupakan molekul protein di dalam sel darah merah yang
bergabung dengan oksigen dan karbondioksida untuk diangkut
melalui sistem peredaran darah ke sel-sel dalam tubuh Pada kasus
tersebut sering terjadi hipoksia pada jaringan, padahal oksigen
memainkan peranan penting di dalam pembentukan kolagen dan
perbaikan epitel, serta pengendalian infeksi.
Sama hal nya dengan penelitian yang dilakukan oleh Hapsa &
Pujiastuti (2014) Hasil uji statistik menunjukkan nilai RR sebesar
4,737 (>1) sehingga “Ada pengaruh kadar hemoglobin ibu
postpartum terhadap waktu penyembuhan luka perineum, dan ibu
postpartum dengan kadar hemoglobin kategori anemia ringan sekali
dan anemia ringan memiliki risiko penyembuhan luka perineum tidak
normal sebesar 4,737 kali lipat lebih besar dibandingkan ibu
postpartum dengan kadar hemoglobin kategori tidak anemia di
Wilayah Kerja Puskesmas Mungkid, Kabupaten Magelang tahun
2014”. Kesembuhan luka sangat dipengaruhi oleh suplai oksigen dan
nutrisi kedalam jaringan. Oksigen yang berikatan dengan molekul
protein hemoglobin diedarkan kejaringan dan sel-sel tubuh melalui
sistem peredaran darah. Apabila oksigen dalam hemoglobin
jumlahnya tidak normal, maka akan memperlambat proses
penyembuhan luka. Kesembuhan luka sangat dipengaruhi oleh suplai
oksigen dan nutrisi ke dalam jaringan. Oksigen yang berikatan
dengan molekul protein hemoglobin diedarkan ke jaringan dan sel-sel
tubuh melalui sistem peredaran darah. Oksigen ini berfungsi selain
untuk oksidasi biologi juga oksigenasi jaringan.
b. Anemia terhadap Bayi
1) Asfiksia
Menurut penelitian (Handini, 2019) dengan judul “Hubungan
Anemia Gravidarum pada Kehamilan Aterm dengan Asfiksia
Neonatorum di RSUD DR MOEWARDI Surakarta” bahwa ada
hubungan anemia pada ibu hamil terhadap kejadian asfiksia.
Hipoksia janin yang menyebabkan asfiksia neonatorum terjadi
Karena gangguan pertukaran gas serta transport O2 dari ibu ke janin
sehingga terdapat gangguan dalam persediaan O2 dan dalam
mengeliminasi CO2. Gangguan ini dapat berlangsung secara
menahun akibat kondisi atau kelainan pada ibu selama kehamilan,
atau secara mendadak karena hal-hal yang diderita ibu dalam
persalinan. Pengaruh terhadap janin disebabkan oleh gangguan
oksigenasi serta kekurangan pemberian zat-zat makanan
berhubungan dengan gangguan fungsi plasenta. Hal ini dapat
dicegah dengan pemeriksaan antenatal yang terpadu dan terintegrasi,
sehingga dapat dilakukan deteksi dini dan perbaikan sedini mungkin.

Anemia
gravidarum

Penurunan kadar
Hemoglobin darah

 Penurunan pengikatan oksigen (oksihemoglobin)


 Gangguan transportasi dan distribusi oksigen
uteroplasenta

Suplai oksigen ke janin menurun

Hipoksia janin

Asfiksia neonatorum

APGAR Score rendah

2) BBLR
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Sutriyani dan
Astutik (2018) tentang “Hubungan Anemia Dan Preeklamsi Pada
Kehamilan Dengan Kejadian Berat Badan Lahir Rendah Di Rumah
Sakit Baptis Batu” bahwa terdapat pengaruh yang signifikan antara
anemia dan preeklamsi dengan kejadian BBLR. Namun yang lebih
dominan terhadap kejadian BBLR yaitu preeklamsi.
Anemia menyebabkan sel darah merah (eritrosit) dalam
sirkulasi darah tidak mampu memenuhi fungsinya sebagai pembawa
oksigen keseluruh jaringan, sehingga sirkulasi darah ke janin
menjadi menurun nutrisi. Akibatnya janin akan kekurangan oksigen
dan nutrisi yang akan menyebabkan pertumbuhan janin terhambat
sehingga lebih mudah terjadi BBLR. Sedangkan preeklampsi
terjadiadanya tekanan darah yang meningkat dan edemaakibat
ketidakseimbangan vasodilator & vasokonstriksi. Penyebab
vasospasme dan aktivitas endotel menyebakan terjadinya perfusi
uteroplacenta mengalami penurunan. Hal tersebut dapat
menyebabkan sirkulasi darah ke janin menjadi menurun sehingga
janin akan kekurangan oksigen dan nutrisi yang akan menyebabkan
pertumbuhan janin terhambat yaitu BBLR.

Sel darah merah ↓

Jumlah O2 dalam darah ↓

Sirkulasi darah ke janin ↓ Perfusi uteroplasenter ↓

Kekurangan O2 dan nutrisi


Vasospasme dan aktivitas endotel

BBLR Ketidakseimbangan vasodilator


dan vasokonstriksi

Edema

Preeklamsi pada ibu hamil


3) Stunting
Hal ini sejalan dengan penelitian Dewi dan Nindya pada tahun
2017 yang menyebutkan terdapat hubungan yang signifikan antara
tingkat kecukupan zat besi dengan stunting. Asupan zat besi
disimpan dalam otot dan sumsum tulang belakang. Jika kecukupan
zat besi inadekuat, maka simpanan zat besi pada sumsum tulang
belakang yang digunakan untuk memproduksi Hemoglobin (Hb)
menurun.Hb berfungsi sebagai pembawa oksigen dari paru-paru
keseluruh tubuh. Saat Hb menurun, eritrosit protoporfirin bebas
akan meningkat yang akan mengakibatkan sintesis heme berkurang
dan ukuran eritrosit akan mengecil (eritrosit mikrositik). Kondisi
yang seperti ini akan mengakibatkan anemia besi. Selain dapat
menyebabkan anemia besi, defisiensi besi dapat menurunkan
kemampuan imunitas tubuh, sehingga penyakit infeksi mudah
masuk kedalam tubuh. Anemia besi dan penyakit infeksi yang
berkepanjangan akan berdampak pada pertumbuhan linier anak.
10. Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan Secara Medis
Beberapa penelitian menyatakan bahwapemberian zat besi oral
dapat mengatasi kejadian anemia pada kehamilan karena defesiensizat
besi, pemberian zat besi oral dimulai trimester II kehamilan dampaknya
dapat meningkatkan kadarHb dan firitin serum dibandingkan dengan
pemberian plasebo. Penelitian lain juga membuktikan pemberian zat
besi oralharian selama empat minggu memiliki hasil yang lebih
baikdalam meningkatkan kadar Hb rata-rata 19,5 g/dl (Pratami, 2016)
tetapi pemberian suplemen zat besi oral sering kali menimbulkan efek
samping mual dan sembelit. Sekitar 10-20% ibu yang mengkonsumsi
zat besi oral pada dosis pengobatan mengalami efek saamping seperti
mual, muntah, konstipasi atau diare(Pratami, 2016).
Terapi oral merupakan pemberian preparat besi : fero sulfat, fero
glukonat atau Na-fero bisirat. Pemberian preparat 60 mg per hari dapat
meningkatkan kadar hemoglobin (Hb) sebanyak 1 gr/dl per bulan. Kini
program nasional menganjurkan kombinasi 60 mg besi dan 50 µg asam
folat untuk profilaksis anemia. Pemberian preparat parenteral yaitu
dengan ferum dextran sebanyak 1000 mg (20 ml) intravena atau 2 x 10
ml/im pada gluteus dapat meningkatkan hemoglobin (Hb) lebih cepat
yaitu 2 gr%. Pemberian parenteral ini mempunyai indikasi intoleransi
besi pada traktus gastrointestinal, anemia yang berat, dan kepatuhan
yang buruk. Efek samping utama yaitu reaksi alergi, untuk
mengetahuinya dapat diberikan dosis 0,5 cc/ IM dan bila tidak ada
reaksi dapat diberikan seluruh dosis (Prawirohardjo, 2010).
Pemberian terapi oral tablet besi fero dengan penambahan vitamin
C dapat mempercepat penyerapan tablet tambah darah sehingga terjadi
kenaikan kadar hemoglobin darah. Hal ini sesuai dengan penelitian Sari,
Endang (2019) yang menyebutkan bahwa kadar hemoglobin memiliki
peningkatan signifikan pada ibu hamil yang mengonsumsi tablet besi
fero dengan vitamin c (Sari, Endang, 2019).
Selain pemberian tablet vitamin c untuk membantu mempercepat
penyerapan Fe, kandungan pada jus jeruk juga dapat mempercepat
penyerapan Fe di dalam darah. Hal ini sesuai dengan penelitian
Sunarsih, dkk (2019) bahwa konsumsi tablet Fe bersamaan dengan jus
jeruk lebih signifikan meningkatkan kadar Hb dibandingkan dengan
pemberian tablet vitamin C (Sunarsih, 2019).
Transfusi darah juga digunakan dalam menangani anemia berat
padaibu hamil, namun penanganan ini juga menimbulkan resiko seperti
infeksi, penularan virus atau bakteri yang dapat membahayakan ibu dan
janin (Pratami, 2016).Dalam menangani anemia, tenaga kesehatan harus
menerapkan strategi yang sesuai dengan kondisi yang dialami oleh ibu
hamil tersebut.
b. Penatalaksanaan Dirumah
Selain pemberian zat besi dan asam folat, upaya yang perlu
dilakukan tenaga kesehatan terhadap ibu hamil yang mengalami anemia
dengan memberikan pendidikan kesehatan mengenai pentingnya zat
besi, asam folat, serta kebutuhan nutrisi selama kehamilan. Dengan
diberikan pendidikan kesehatan diharapkan ibu hamil dapat mengetahui
kondisi apa saja yang dapat terjadi selama kehamilanya sehingga lebih
memperhatikan kesehatan dirinya dan janin yang dikandungnya
(Proverawati, 2011).
Menjelaskan kepada pasien mengenai kebutuhan nutrisi wanita usia
subur untuk memelihara kesuburan, memantau dan mengusahakan berat
badan ideal, kebutuhan (zat besi, protein, asam folat, vitamin E, dan
vitamin B12) tercukupi sehingga menciptakan kualitas generasi penerus
yang lebih baik. Menganjurkan pasien makan – makanan yang bergizi
(nasi, lauk, sayur, buah) serta mencukupi kebutuhan cairan dengan
minimal 1,5 liter perhari. Menganjurkan pasien untuk memperbanyak
makan sayuran berwarna hijau tua, kacang-kacangan, daging merah, hati
ayam dan tidak pantang makanan. Menurut penelitian Oktalia (2015)
menyebutkan bahwa nutrisi yang baik juga berperan dalam proses
pembentukan sperma dan sel telur yang sehat. Nutrisi yg baik berperan
dalam mencegah anemia saat kehamilan, perdarahan, pencegahan
infeksi, dan pencegahan komplikasi kehamilan seperti kelainan bawaan
dan lain-lain (Oktalia & Herizasyam, 2015).
Menganjurkan ibu mengonsumsi sari kurma dengan dosis 1.6 mg/
kg BB atau 3 x 2 sendok makan/ hari. Pemberian sari kurma terbukti
efektif untuk meningkatkan kadar hemoglobin darah. Hal ini sesuai
dengan penelitian (Zen Ady, 2018) dengan judul “Pengaruh pemberian
sari kurma (phoenix dachylifera) terhadap kadar hemoglobin” bahwa
ada hubungan pemberian sari kurma dengan peningkatan Hb. Pemberian
sari kurma berpengaruh terhadap kadar hemoglobin pada tikus anemia.
Hasil ini menunjukkan bahwa sari kurma yang kaya akan zatbesi dapat
meningkatkan kadar hemoglobin. Guytondan Hall (1997) melaporkan
bahwa sintesis hemoglobin dimulai di dalam proeritroblas dan
dilanjutkan sedikit dalam stadium retikulosit. Saat retikulosit
meninggalkan sumsum tulang dan masuk ke dalamaliran darah,
retikulosit tetap membentuk sedikit hemoglobin. Kandungan zat besi
dapat mensintesis pembentukan heme yang dapat memacu kadar
Hemoglobin.
Kandungan protein, karbohidrat dan lemak pada sari kurma
mendukung proses sintesis hemoglobin (Sotolu et al., 2011).
Karbohidrat dan lemak membentuk suksinil CoA yang selanjutnya
bersama glisin akan membentuk protoporfirin melalui serangkaian
prosesporfirinogen. Protoporfirin yang terbentuk selanjutnyabersama
molekul heme dan protein globin membentuk hemoglobin (Zen, Ady.
2018).
11. Pemeriksaan Diagnostik
a. Pemeriksaan laboratorium hematologis dilakukan secara bertahap
sebagai berikut
1) Test penyaring : test ini dikerjakan pada tahap awal pada setiap
kasus anemia. Dengan pemeriksaan ini, dapat dipastikan adanya
anemia dan bentuk morfologi anemia tersebut. Pemeriksaan ini
meliputi pengkajian pada komponen komponen berikut ini:
a) Kadar hemoglobin
b) Indeks eritrosit (MCV,MCH, dan MCHC)
c) Apusan darah tepi
2) Pemeriksaan rutin merupakan pemeriksaan untuk mengetahui
kelainan pada sistem leukosit dan trombosit. Pemeriksaan yang
dikerjakan meliputi laju endap darah (LED) , hitung diferensial, dan
hitung retikulosit.
3) Pemeriksaan sumsum tulang : pemeriksaan ini harus dikerjakan
pada sebagian besar kasus anemia untuk mendapatkan diagnosis
definitif meskipun ada beberapa kasus yang diagnosisnya tidak
memerlukan pemeriksaan sumsum tulang.
4) Pemeriksaan atas indikasi khusus : pemeriksaan ini akan dikerjakan
jika telah mempunyai dugaan diagnosis awal sehingga fungsinya
adalah untuk mengkonfirmasi dugaan diagnosis tersebut.
Pemeriksaan tersebut meliputi komponen berikut ini :
a) Anemia defisiensi besi : serum iron, TIBC, saturasi transferin,
dan feritin serum.
b) Anemia megaloblastik : asam folat darah atau eritrosit, vitamin
B12.
c) Anemia hemolitik : hitung retikulosit, test coombs, dan
elektroforesis Hb.
d) Anemia pada leukemia akut biasanya dilakukan pemeriksaan
sito kimia.
b. Pemeriksaan laboratorium non hematologis meliputi |:
1) Faal ginjal
2) Faal endokrin
3) Asam urat
4) Faal hati
5) Biakan kuman
c. Pemeriksaan penunjang lain
1) Biopsi kelenjar yang dilanjutkan dengan pemeriksaan histopatologi.
2) Radiologi : toraks, bone survay, USG, atau limfangiografi.
3) Pemeriksaan sitogenetik
4) Pemeriksaan biologi molekuler (PCR = Polymerasechain reaction,
FISH = Fluorescence in situ hybrydization )
d. Penatalaksanaan Terapi
Pada setiap kasus anemia perlu diperhatikan prinsip sebagai berikut :
1) Terapi spesifik sebaiknya diberikan setelah diagnosis ditegakkan
2) Terapi diberikan atas indikasi yang jelas, rasional, dan efisien
Jenis-jenis terapi yang dapat diberikan adalah :
a) Terapi gawat darurat
Pada kasus anemia dengan payah jantung atau ancaman payah
jantung, maka harus segera diberikan terapi darurat dengan
transfusi darah merahyang dimampatkan (PRC) untuk
mencegah perburukan payah jantung tersebut.
b) Terapi khas untuk masing-masing anemia
Terapi ini berganbtung pada jenis anemia yang dijumpai,
misalnya preparat besi untuk anemia defisiensi besi.
c) Terapi kausal
Terapi kausal merupakan terapi untuk mengobarti penyakit
dasar yang menjadi penyebab anemia misalnya anemia
defisiensi besi yang disebabkan oleh infeksi cacaing tambang
harus diberikan obat anti cacing tambang.
d) Terapi ex-juvantivus (empiris)
Terapi yang terpaksa diberikan sebelum diagnosis dapat
dipastikan, jika terapi ini berhasil berarti diagnosis dapat
dikuatkan. Terapi ini hanya dilakukan jika tidak tersedia
fasilitas diagnosis yang mencukupi. Pada pemberian terapi
jenis ini penderita harus diawasi dengan ketat. Jika terdapat
respon yang baik, terapi diteruskan, tetapi jika tidak terdapat
respon maka harus dilakukan evaluasi kembali.
B. Tinjauan Teori Asuhan Kebidanan
1. Teori Manajemen 7 Langkah Varney
Tujuan dokumentasi Asuhan kebidanan adalah sebagai sarana komunikasi
antara bidan dalam memberikan asuhan kebidanan pada pasien, sebagai sarana
tanggungjawab dan tanggung gugat sebagai sarana informasi statistic sebagai
sarana pendidikan. Sebagai sumber data penelitian, sebagai jaminan kualitas
pelayanan kesehatan, dan sebagai sumber data perencanaan asuhan kebidanan
berkelanjutan (Marmi, 2016). Pendokumentasian Manajemen Kebidanan pada
ibu bersalin :
a. Langkah I : Pengkajian data
Data subjektif pasien ibu bersalin atau data yang diperoleh dari
anamnesis, antara lain:
1) Biodata, data demografi
2) Riwayat kesehatan, termasuk faktor herediter dan kecelakaan
3) Riwayat menstruasi
4) Riwayat obstetric dan ginekologi termasuk nifas dan laktasi
5) Biopsikospiritual
6) Pengetahuan klien
Data objektif pasien ibu bersalin atau data yang diperoleh dari hasil
observasi dan pemeriksaan, antara lain:
1) Pemeriksaan fisik, sesuai kebutuhan dan tanda-tanda vital
2) Pemeriksaan khusus: Inspeksi, palpasi, auskultasi, perkusi
3) Pemeriksaan penunjang: Laboratorium, diagnosis lain: USG, ragiologi
serta catatan terbaru dan sebelumnya
Data yang terkumpul ini sebagai data dasar untuk interpretasi kondisi
klien dan untuk menentukan langkah berikutnya.
b. Langkah 2. Interpretasi Data Dasar
Pada Langkah ini dilakukan identifikasi terhadap, masalah atau
diagnosa berdasarkan interpretasi yang benar atas data-data yang telah
dikumpulkan. Diagnosa kebidanan adalah ditegakkan bidan dalam lingkup
praktek kebidanan dan memenuhi standar nomenklatur (tat nama) diagnosa
kebidanan dirumuskan secara spesifik. Masalah psikologi berkaitan dengan
hal-hal yang sedang dialami wanita tersebut.
c. Langkah 3. Mengidentifikasi Diagnosis Atau Masalah Potensial
Pada langkah ini bidan mengidentifikasi masalah atau diagnosis
masalah yang sudah teridentifikasi. Langkah ini membutuhkan antisipasi,
bila mungkin dilakukan pencegahan. Bidan diharapkan waspada dan bersiap-
siap menghadapinya bila diagnosis ata masalah potensial ini benar-benar
terjadi.
d. Langkah 4. Indentifikasi kebutuhan yang memerlukan penanganan segera
Dari data yang ada mnegidentifikasi keadaan yang ada perlu atau tidak
tindakan segera ditangani sendiri/dikonsultasikan (dokter, tim kesehatan,
pekerja sosial, ahli gizi)/kolaborasi
e. Langkah 5. Merencanakan Asuhan Yang Menyeluruh
Langkah ini direncanakan asuhan menyeluruh yang ditentukan oleh
hasil kajian pada langkah sebelumnya. Langkah ini merupakan kelanjutan
manajemen terhadap diagnosis atau masalah yang telah teridentifikasi atau
diantisipasi. Pada langkah ini informasi atau data yang kurang lengkap dapat
dilengkapi.
f. Langkah 6. Melaksanakan Perencanaan
Melaksanakan asuhan menyeluruh yang telah direncanakan secara
efektif dan aman. Bila perlu berkolaborasi dengan dokter misalnya karena
adanya komplikasi.
g. Langkah 7. Evaluasi
Pada langkah ini dievaluasi keefektifan asuhan yang telah diberikan.
Apakah telah memenuhi kebutuhan asuhan yang telah teridentifikasi dalam
diagnosis maupun masalah. Manajemen kebidanan yang terdiri dari tujuh
langkah ini merupakan proses berfikir dalam pengambilan keputusan klinis
dalam memberikan asuhan kebidanan yang dapat diaplikasikan atau
diterapkan dalam setiap situasi (Marmi, 2016).
2. Pendokumentasian Asuhan Kebidanan dengan SOAP
Menurut Yusari, dkk (2016 h:58-59) pendokumentasian asuhan
kebidanan dengan SOAP, yaitu:
a. Subyektif
Pengkajian yang diperoleh dengan anamnesis, berhubungan dengan masalah
dari sudut pandang pasien. Ekspresi pasien mengenai kekhawatiran dan
keluhannya yang dicatat sebagai kutipan langsung dengan diagnosis.
b. Obyektif
Data berasal dari observasi yang jujur dari pemeriksaan fisik pasien,
pemeriksaan laboratorium, dan pemeriksaan diagnosis lainnya.
c. Assessment
Pendokumentasian hasil analisis dan interpretasi (kesimpulan dari data
sunyektif dan obyektif.
d. Planning
Perencanaan dibuat aat ini dan yang akan datang. Rencana asuhan akan
disusun berdasarkan hasil analisis dan interpretasi data yang bertujuan untuk
mengusahakan tercapainya kondisi pasien seoptimal mungkin dan
mempertahankan kesejahterann pasien.
C. Tinjauan Sistem Kolaborasi dan Rujukan
1. Kolaborasi
a. Pelayanan Kolaborasi
Kolaborasi adalah hubungan saling berbagi tanggung jawab
(kerjasama) dengan rekan sejawat atau tenaga kesehatan lainnya dalam
memberi asuhan pada pasien. Dalam praktiknya, kolaborasi dilakukan
dengan mendiskusikan diagnosis pasien serta bekerjasama dalam
penatalaksanaan dan pemberian asuhan. Masing-masing tenaga kesehatan
dapat saling berkonsultasi dengan tatap muka langsung atau melalui alat
komunikasi lainnya dan tidak perlu hadir ketika tindakan dilakukan. Petugas
kesehatan yang ditugaskan menangani pasien bertanggung jawab terhadap
keseluruhan penatalaksanaan asuhan. Pelayanan kebidanan kolaborasi adalah
pelayanan yang dilakukan oleh bidan sebagai anggota tim yang kegiatannya
di lakukan secara bersamaan atau sebagai salah satu urutan dari sebuah
proses kegiatan pelayanan kesehatan. Tujuan pelayanan ini adalah berbagi
otoritas dalam pemberian pelayanan berkualitas sesuai ruang lingkup
masing-masing. Elemen kolaborasi mencakup:
1) Harus melibatkan tenaga ahli dengan keahlian yang berbeda, yang dapat
bekerjasama secara timbal balik dengan baik.
2) Anggota kelompok harus bersikap tegas dan mau bekerjasama.
3) Kelompok harus memberi pelayanan yang keunikannya dihasilkan dari
kombinasi pandangan dan keahlian yang di berikan oleh setiap anggota
tim tersebut.
Pelayanan Kolaborasi /kerjasama terdiri dari:
1) Menerapkan manajemen kebidanan pada setiap asuhan kebidanan sesuai
fungsi kolaborasi dengan melibatkan klien dan keluarga.
2) Memberikan asuhan kebidanan pada ibu hamil resiko tinggi dan
pertolongan pertama pada kegawatan yang memerlukan tindakan
kolaborasi.
3) Memberikan asuhan kebidanan pada ibu dalam masa persalinan dan
pertolongan pertama pada kegawatan yang memerlukan tindakan
kolaborasi.
4) Memberikan asuhan kebidanan pada ibu dalam masa nifas dan
pertolongan pertama pada kegawatan yang memerlukan tindakan
kolaborasi.
5) Memberikan asuhan kebidanan pada bayi baru lahir dan pertolongan
pertama pada kegawatan yang memerlukan tindakan kolaborasi.
6) Memberikan asuhan kebidanan pada balita resiko tinggi dan pertolongan
pertama pada kegawatan yang memerlukan tindakan kolaborasi (Asrinah,
2013).
b. Kolaborasi Dalam Praktik Kebidanan
Dalam praktik pelayanan kebidanan, layanan kolaborasi adalah asuhan
kebidanan yang diberikan kepada klien dengan tanggung jawab bersama
semua pemberi pelayanan yang terlibat. Misalnya: bidan, dokter, dan atau
tenaga kesehatan profesional lainnya. Bidan merupakan anggota tim. Bidan
meyakini bahwa dalam memberi asuhan harus tetap menjaga, mendukung,
dan menghargai proses fisiologis manusia. Intervensi dan penggunaan
teknologi dalam asuhan hanya atas indikasi. Rujukan yang efektif dilakukan
untuk menjamin kesejahteraan ibu dan bayinya. Bidan adalah praktisi yang
mandiri. Bidan bekerja sama mengembangkan kemitraan dengan anggota
dan kesehatan lainnya. Dalam melaksanakan tugasnya, bidan melakukan
kolaborasi, konsultasi, dan perujukan sesuai dengan kondisi pasien,
kewenangan, dan kemampuannya (Asrinah, 2013).
2. Pengertian Sistim Rujukan
a. Definisi
Sistem Rujukan pelayanan kesehatan adalah penyelenggaraan
pelayanan kesehatan yang mengatur pelimpahan tugas dan tanggung jawab
pelayanan kesehatan secara timbal balik baik vertikal maupun horizontal
yang wajib dilaksanakan oleh peserta jaminan kesehatan atau asuransi
kesehatan sosial, dan seluruh fasilitas kesehatan (BPJS Kesehatan).
Rujukan Pelayanan Kebidanan adalah pelayanan yang dilakukan oleh
bidan dalam rangka rujukan ke sistem pelayanan yang lebih tinggi atau
sebaliknya yaitu pelayanan yang dilakukan oleh bidan sewaktu menerima
rujukan dari dukun yang menolong persalinan, juga layanan yang dilakukan
oleh bidan ke tempat atau fasilitas pelayanan kesehatan atau fasilitas
kesehatan lain secara horizontal maupun vertical. Sistem rujukan upaya
keselamatan adalah suatu sistem jaringan fasilitas pelayanan kesehatan yang
memungkinkan terjadinya penyerahan tanggung jawab secara timbal-balik
atas masalah yang timbul baik secara vertikal (komunikasi antara unit yang
sederajat) maupun horizontal (komunikasi inti yang lebih tinggi ke unit yang
lebih rendah) ke fasilitas pelayanan yang lebih kompeten, terjangkau,
rasional dan tidak dibatasi oleh wilayah administrasi.
Sistem rujukan upaya kesehatan adalah suati sistem jaringan fasilotas
pelayanan kesehatan yang memungkinkan terjadinya penyerahan tanggung
jawab secara timbal balik atas masalah yang timbul baik secara vertical
(komunikasi antara unit yang sederajat) maupun horizontal (komunikasi
antara unit yang lebih tinggi ke unit yang lebih rendah) ke fasilitas pelayanan
yang lebih kompeten, terjangkau rasional dan tidak dibatasi oleh wilaya
administrasi.
b. Tujuan Sistim Rujukan
Tujuan umum sistem rujukan adalah untuk meningkatkan mutu,
cakupan dan efisiensi pelayanan kesehatan secara terpadu (Kebidanan
Komunitas). Tujuan umum rujukan untuk memberikan petunjuk kepada
petugas puskesmas tentang pelaksanaan rujukan medis dalam rangka
menurunkan IMR dan AMR.
Tujuan khusus sistem rujukan adalah:
1) Meningkatkan kemampuan puskesmas dan peningkatannya dalam rangka
menangani rujukan kasus “resiko tinggi” dan gawat darurat yang terkait
dengan kematian ibu maternal dan bayi.
2) Menyeragamkan dan menyederhanakan prosedur rujukan di wilayah kerja
puskesmas.
c. Jenis Rujukan
Menurut tata hubungannya, sistem rujukan terdiri dari :
1) Rujukan Internal
Yaitu rujukan horizontal yang terjadi antar unit pelayanan di dalam
institusi tersebut. Misalnya dari jejaring puskesmas (puskesmas
pembantu) ke puskesmas induk.
2) Rujukan Eksternal
Yaitu rujukan yang terjadi antar unit-unit dalam jenjang pelayanan
kesehatan, baik horizontal (dari puskesmas rawat jalan ke puskesmas
rawat inap) maupun vertikal (dari puskesmas ke rumah sakit umum
daerah).
Menurut lingkup pelayanannya, sistem rujukan terdiri dari:
1) Rujukan Medik
Yaitu rujukan pelayanan yang terutama meliputi upaya penyembuhan
(kuratif) dan pemulihan (rehabilitatif). Misalnya, merujuk pasien
puskesmas dengan penyakit kronis (jantung koroner, hipertensi, diabetes
mellitus) ke rumah sakit umum daerah. Jenis rujukan medik:
a) Transfer of patient.
b) Konsultasi penderita untuk keperluan diagnostik, pengobatan, tindakan
operatif dan lain-lain.
c) Transfer of specimen.
d) Pengiriman bahan untuk pemeriksaan laboratorium yang lebih
lengkap.
e) Transfer of knowledge/personel.
f) Pengiriman tenaga yang lebih kompeten atau ahli untuk meningkatkan
mutu layanan pengobatan setempat. Pengiriman tenaga-tenaga ahli ke
daerah untuk memberikan pengetahuan dan keterampilan melalui
ceramah, konsultasi penderita, diskusi kasus dan demonstrasi operasi
(transfer of knowledge). Pengiriman petugas pelayanan kesehatan
daerah untuk menambah pengetahuan dan keterampilan mereka ke
rumah sakit yang lebih lengkap atau rumah sakit pendidikan, juga
dengan mengundang tenaga medis dalam kegiatan ilmiah yang
diselenggarakan tingkat provinsi atau institusi pendidikan (transfer of
personel).
2) Rujukan Kesehatan
Yaitu hubungan dalam pengiriman dan pemeriksaan bahan ke fasilitas
yang lebih mampu dan lengkap. Rujukan ini umumnya berkaitan dengan
upaya peningkatan promosi kesehatan (promotif) dan pencegahan
(preventif). Contohnya, merujuk pasien dengan masalah gizi ke klinik
konsultasi gizi (pojok gizi puskesmas), atau pasien dengan masalah
kesehatan kerja ke klinik sanitasi puskesmas (pos Unit Kesehatan Kerja).
d. Tata Cara Pelaksanaan Sistem Rujukan Berjenjang
1) Sistem rujukan pelayanan kesehatan dilaksanakan secara berjenjang
sesuai kebutuhan medis, yaitu:
a) Dimulai dari pelayanan kesehatan tingkat pertama oleh fasilitas
kesehatan tingkat pertama
b) Jika diperlukan pelayanan lanjutan oleh spesialis, maka pasien
dapat dirujuk ke fasilitas kesehatan tingkat kedua
c) Pelayanan kesehatan tingkat kedua di faskes sekunder hanya dapat
diberikan atas rujukan dari faskes primer.
2) Pelayanan kesehatan tingkat ketiga di faskes tersier hanya dapat
diberikan atas rujukan dari faskes sekunder dan faskes primer. 2.
Pelayanan kesehatan di faskes primer yang dapat dirujuk langsung ke
faskes tersier hanya untuk kasus yang sudah ditegakkan diagnosis dan
rencana terapinya, merupakan pelayanan berulang dan hanya tersedia di
faskes tersier.
3) Ketentuan pelayanan rujukan berjenjang dapat dikecualikan dalam
kondisi:
a) Terjadi keadaan gawat darurat; Kondisi kegawatdaruratan
mengikuti ketentuan yang berlaku
b) Bencana; Kriteria bencana ditetapkan oleh Pemerintah Pusat dan
atau Pemerintah Daerah
c) Kekhususan permasalahan kesehatan pasien; untuk kasus yang
sudah ditegakkan rencana terapinya dan terapi tersebut hanya dapat
dilakukan di fasilitas kesehatan lanjutan
d) Pertimbangan geografis; dan
e) Pertimbangan ketersediaan fasilitas
4) Pelayanan oleh bidan dan perawat
a) Dalam keadaan tertentu, bidan atau perawat dapat memberikan
pelayanan kesehatan tingkat pertama sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan.
b) Bidan dan perawat hanya dapat melakukan rujukan ke dokter
dan/atau dokter gigi pemberi pelayanan kesehatan tingkat pertama
kecuali dalam kondisi gawat darurat dan kekhususan permasalahan
kesehatan pasien, yaitu kondisi di luar kompetensi dokter dan/atau
dokter gigi pemberipelayanan kesehatan tingkat pertama
5) Rujukan Parsial
a) Rujukan parsial adalah pengiriman pasien atau spesimen ke
pemberi pelayanan kesehatan lain dalam rangka menegakkan
diagnosis atau pemberian terapi, yang merupakan satu rangkaian
perawatan pasien di Faskes tersebut.
b) Rujukan parsial dapat berupa:
(1) pengiriman pasien untuk dilakukan pemeriksaan penunjang
atau tindakan
(2) pengiriman spesimen untuk pemeriksaan penunjang
c) Apabila pasien tersebut adalah pasien rujukan parsial, maka
penjaminan pasien dilakukan oleh fasilitas kesehatan perujuk.

e. Mekanisme Rujukan
1) Menentukan kegawadaruratan penderita
a) Pada tingkat kader atau dukun bayi terlatih
Ditemukan penderita yang tidak dapat ditangani sendiri oleh keluarga
atau kader/ dukun bayi, maka segera dirujuk ke fasilitas pelayanan
kesehatan yang terdekat, oleh karena itu mereka belum tentu dapat
menerapkan ke tingkat kegawatdaruratan.
b) Pada tingkat bidan desa, puskesmas pembantu dan puskesmas
Tenaga kesehatan yang ada pada fasilitas pelayanan kesehatan tersebut
harus dapat menentukan tingkat kegawatdaruratan kasus yang ditemui,
sesuai dengan wewenang dan tanggung jawabnya, mereka harus
menentukan kasus mana yang boleh ditangani sendiri dan kasus mana
yang harus dirujuk.
2) Memberikan informasi kepada penderita dan keluarga
Sebaiknya bayi yang akan dirujuk harus sepengathuan ibu atau keluarga
bayi yang bersangkutan dengan cara petugas kesehatan menjelaskan
kondisi atau masalah bayi yang akan dirujuk dengan cara yang baik.
3) Mengirimkan informasi pada tempat rujukan yang dituju
a) Memberitahukan bahwa akan ada penderita yang dirujuk
b) Meminta petunjuk apa yan perlu dilakukan dalam rangka persiapan
dan selama dalam perjalanan ke tempat rujukan
c) Meminta petunjuk dan cara penanganan untuk menolong penderita
bila penderita tidak mungkin dikirim.
4) Persiapan penderita (BAKSOKUDA)
Persiapan yang harus diperhatikan dalam melakukan rujukan disingkat
“BAKSOKUDA” yang diartikan sebagi berikut :
B (Bidan) : Pastikan ibu/ bayi/ klien didampingi oleh tenaga kesehatan
yang kompeten dan memiliki kemampuan untuk
melaksanakan kegawatdaruratan
A (Alat) : Bawa perlengkapan dan bahan-bahan yang diperlukan seperti
spuit, infus set, tensimeter dan stetoskop
K (keluarga) : Beritahu keluarga tentang kondisi terakhir ibu (klien) dan
alasan mengapa ia dirujuk. Suami dan anggota keluarga yang
lain harus menerima ibu (klien) ke tempat rujukan.
S (Surat) : Beri sura ke tempat rujukan yang berisi identifikasi ibu (klien),
alasan rujukan, uraian hasil rujuka, asuhan atau obat-obat
yang telah diterima ibu
O (Obat) : Bawa obat-obat esensial yang diperlukan selama perjalanan
merujuk
K (Kendaraan) : Siapkan kendaraan yang cukup baik untuk
memungkinkan ibu (klien) dalam kondisi yang nyaman dan
dapat mencapai tempat rujukan dalam waktu cepat.
U (Uang) : Ingatkan keluarga untuk membawa uang dalam jumlah yang
cukup untuk membeli obat dan bahan kesehatan yang
diperlukan di tempar rujukan
DA (Darah) : Siapkan darah untuk sewaktu-waktu membutuhkan
transfusi darah apabila terjadi perdarahan
5) Pengiriman Penderita
Untuk mempercepat sampai ke tujuan, perlu diupayakan kendaraan/
sarana transportasi yang tersedia untuk mengangkut penderita
6) Tindak lanjut penderita
a) Untuk penderita yang telah dikemalikan
b) Harus kunjungan rumah bila penderita yang memerlukan tindakan
lanjut tapi tidak melapor.
f. Tata Cara Pelaksanaan Sistem Rujukan Berjenjang
1) Sistem rujukan pelayanan kesehatan dilaksanakan secara berjenjang
sesuai kebutuhan medis, yaitu:
a) Dimulai dari pelayanan kesehatan tingkat pertama oleh fasilitas
kesehatan tingkat pertama
b) Jika diperlukan pelayanan lanjutan oleh spesialis, maka pasien
dapat dirujuk ke fasilitas kesehatan tingkat kedua
c) Pelayanan kesehatan tingkat kedua di faskes sekunder hanya dapat
diberikan atas rujukan dari faskes primer.
d) Pelayanan kesehatan tingkat ketiga di faskes tersier hanya dapat
diberikan atas rujukan dari faskes sekunder dan faskes primer.
2) Pelayanan kesehatan di faskes primer yang dapat dirujuk langsung ke
faskes tersier hanya untuk kasus yang sudah ditegakkan diagnosis dan
rencana terapinya, merupakan pelayanan berulang dan hanya tersedia di
faskes tersier.
3) Ketentuan pelayanan rujukan berjenjang dapat dikecualikan dalam
kondisi:
a) terjadi keadaan gawat darurat; Kondisi kegawatdaruratan mengikuti
ketentuan yang berlaku
b) bencana; Kriteria bencana ditetapkan oleh Pemerintah Pusat dan
atau Pemerintah Daerah
c) kekhususan permasalahan kesehatan pasien; untuk kasus yang
sudah ditegakkan rencana terapinya dan terapi tersebut hanya dapat
dilakukan di fasilitas kesehatan lanjutan
d) pertimbangan geografis; dan
e) pertimbangan ketersediaan fasilitas
4) Pelayanan oleh bidan dan perawat
a) Dalam keadaan tertentu, bidan atau perawat dapat memberikan
pelayanan kesehatan tingkat pertama sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan.
b) Bidan dan perawat hanya dapat melakukan rujukan ke dokter
dan/atau dokter gigi pemberi pelayanan kesehatan tingkat pertama
kecuali dalam kondisi gawat darurat dan kekhususan permasalahan
kesehatan pasien, yaitu kondisi di luar kompetensi dokter dan/atau
dokter gigi pemberipelayanan kesehatan tingkat pertama
5) Rujukan Parsia
a) Rujukan parsial adalah pengiriman pasien atau spesimen ke
pemberi pelayanan kesehatan lain dalam rangka menegakkan
diagnosis atau pemberian terapi, yang merupakan satu rangkaian
perawatan pasien di Faskes tersebut.
b) Rujukan parsial dapat berupa:
(1) Pengiriman pasien untuk dilakukan pemeriksaan penunjang
atau tindakan
(2) Pengiriman spesimen untuk pemeriksaan penunjang
c) Apabila pasien tersebut adalah pasien rujukan parsial, maka
penjaminan pasien dilakukan oleh fasilitas kesehatan perujuk
g. Forum Komunikasi Antar Fasilitas Kesehatan
1) Untuk dapat mengoptimalisasikan sistem rujukan berjenjang, maka perlu
dibentuk forum komunikasi antar Fasilitas Kesehatan baik faskes yang
setingkat maupun antar tingkatan faskes, hal ini bertujuan agar fasilitas
kesehatan tersebut dapat melakukan koordinasi rujukan antar fasilitas
kesehatan menggunakan sarana komunikasi yang tersedia agar:
a) Faskes perujuk mendapatkan informasi mengenai ketersediaan sarana
dan prasarana serta kompetensi dan ketersediaan tenaga kesehatan
serta dapat memastikan bahwa penerima rujukan dapat menerima
pasien sesuai dengan kebutuhan medis.
b) Faskes tujuan rujukan mendapatkan informasi secara dini terhadap
kondisi pasien sehingga dapat mempersiapkan dan menyediakan
perawatan sesuai dengan kebutuhan medis.
2) Forum Komunikasi antar Faskes dibentuk oleh masing-masing Kantor
Cabang BPJS Kesehatan sesuai dengan wilayah kerjanya dengan
menunjuk Person In charge (PIC) dari masing-masing Faskes. Tugas PIC
Faskes adalah menyediakan informasi yang dibutuhkan dalam rangka
pelayanan rujukan.
DAFTAR PUSTAKA

Andika, L & dkk. 2017. Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Terjadinya


Ketuban Pecah Dini Di Rumah Sakit Aura Syifa Kabupaten Kedir. Jurnal
Kesehatan Ibu Dan Anak Vol. 3 No. 1, Agustus 2017: 45 -55.

BPJS. Panduan Praktis Sistem Rujikan Berjenjang file:///E:/KULIAH


%20PROFESI/KOLABORASI_PKM%20NGESREP/PANDUAN
%20PRAKTIS%20SISTEM%20BERJENJANG%20BPJS.pdf. Di akses
tanggal 24 Januari 2020.

Fadlun, A, F. 2011. Asuhan Kebidanan Patologis. Salemba Medika. Jakarta.

Nurul Isnaini. 2015. Karakteristik Penyebab Terjadinya Ketuban Pecah Dini Di Rsud
Dr. H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung. Jurnal Kesehatan Holistik Vol 9, No
4, Oktober 2015: 193-196.

Manuaba, I, B, G. dkk. 2010. Ilmu Kebidanan Penyakit Kandungan Dan KB. EGC.
Jakarta.

Marmi. 2016. Intranatal Care Asuhan Kebidanan Pada Persalinan. Pustaka Pelajar.
Yogyakarta.

Nugroho, T. 2017. Patologi Kebidanan. Nuha Medika. Yogyakarta.

Prawirohardjo, S. 2014. Ilmu Kandungan. PT Bina Pustaka. Jakarta.

Oxorn H, Wiliam R, Forte. 2010. Ilmu kebidanan Patologi & Fisiologi Persalinan.
Yayasan Essentia Medika. Yogyakarta:

Krisnadi, dkk. 2009. Prematuritas. Bandung: Refika Aditama.

Redowati, E, T. 2018. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Ketuban


Pecah Dini Pada Ibu Bersalin Di Rsud Jendral Ahmad Yani Kota Metro Tahun
2016. Jurnal Kesehatan “Akbid Wira Buana” Volume 3 No 2, April 2018.
Issn : 2541 -5387.

Rukiyah, Y, A & Yilianti, L. 2014. Asuhan Kebidanan Patologi Kebidanan.


Perpustakaan Nasional. Jakarta

Sujiyatini, dkk. 2009. Asuhan Patologi Kebidanan. Nuha Medika. Yogyakarta


Sudarto & Tunut . 2016. Risiko Terjadinya Ketuban Pecah Dini Pada Ibu Hamil
Dengan Infeksi Menular Seksual. Jurnal Vokasi Kesehatan, Volume Ii Nomor 2
Juli 2016, Hlm. 126-131

Tahir, S. 2012. Faktor Determinan Ketuban Pecah Dini Di RSUD Syekh Yusuf
Kabupaten Gowa.Internet available from http://pasca.unhas.ac.idjurnalfile.
diakses tanggal 24-1-2020.

Varney. 2010. Buku Saku Asuhan Kebidanan. EGC. Jakarta.


Yusari, A, dkk. 2016. Buku Ajar Asuhan Kebidanan Nifas dan Menyusui. Jakarta.
CV. Trans Info Media.

Anda mungkin juga menyukai