Anda di halaman 1dari 15

ASUHAN KEPERAWATAN ANEMIA PADA IBU HAMIL

DISUSUN OLEH:
KELOMPOK IV-2

Sanriwifa Sitinjak (032014062)


Sri Nasrani Gulo (032014066)
Sri Waty Devita Silalahi (032014067)
Stefani Priscilla Sipayung (032014069)
Sulistyowati Yuswadi Gulo (032014070)

Dosen Pembimbing: Erika Emnina Sembiring, S.Kep., Ns., M.Kep

PROGRAM STUDI NERS TAHAP AKADEMIK


STIKes SANTA ELISABETH MEDAN
2017
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang
Anemia pada kehamilan merupakan salah satu masalah nasional karena
mencerminkan nilai kesejahteraan sosial ekonomi masyarakat dan
pengaruhnya sangat besar terhadap kualitas sumber daya manusia. Anemia
pada ibu hamil disebut potensial danger to mother and child (potensial
membahayakan ibu dan anak). Oleh karena itulah anemia memerlukan
perhatian serius dari semua pihak yang terkait dalam pelayanan kesehatan
(Manuaba, 2007).
Data World Health Organization (WHO) 2010, 40% kematian ibu di
negara berkembang berkaitan dengan anemia dalam kehamilan. Kebanyakan
anemia dalam kehamilan di sebabkan oleh defisiensi besi dan pendarahan
akut, bahkan jarak keduanya saling berinteraksi. Anemia dalam kehamilan
merupakan masalah kesehatan yang utama di negara berkembang dengan
tingkat morbiditas tinggi pada ibu hamil. Rata-rata kehamilan yang disebabkan
karena anemia di Asia diperkirakan sebesar 72,6%.Tingginya pravalensinya
anemia pada ibu hamil merupakan masalah yang tengah dihadapi pemerintah
Indonesia (Adawiyani, 2013).
Data survei demografi dan kesehatan Indonesia (SDKI) pada tahun
2010 menyebutkan bahwa angka kematian ibu (AKI) di Indonesia sebesar 220
per 100.000 kelahiran hidup. Angka tersebut masih jauh dari target
Rancangan Pembangunan Jangka Menengah (RPJMN) tahun 2014 sebesar 118 per
100.000 kelahiran hidup dan target Milenium Develpomen Goals
(MDGs) sebesar 102 per 100.000 kelahiran hidup tahun 2015 (Kemenkes RI,
2011).
Pravalensi anemia ibu hamil di Indonesia adalah 70% atau 7 dari 10
wanita hamil menderita anemia. Anemia defisiensi besi dijumpai pada ibu
hamil 40%. Angka kejadian anemia kehamilan di Surakarta pada tahun 2009
adalah 9,39%. Tercatat bahwa dari 11.441 ibu hamil terdapat 1.074 ibu hamil
yang mengalami anemia kehamilan (Dinkes Surakarta, 2010).
Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah penderita
anemia kehamilan terbanyak. Program pemberian tablet Fe pada setiap ibu
hamil yang berkunjung ke pelayanan kesehatan nyatanya masih belum mampu
menurunkan jumlah penderita anemia kehamilan secara signifikan.
Ketidakberhasilan program ini dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya
cara mengkonsumsi tablet Fe yang sesuai, baik dari segi waktu maupun cara
mengkonsumsinya (Admin, 2012)
Suatu penelitian memperlihatkan perubahan konsentrasi Hb sesuai
dengan bertambahnya usia kehamilan. Pada trimester I, konsentrasi Hb
tampak menurun, kecuali pada perempuan yang telah memiliki kadar Hb
3 rendah (< 11,5 g/dl). Konsentrasi Hb paling rendah didapatkan pada trimester
II, yaitu pada usia kehamilan 30 minggu. Pada trimester III terjadi sedikit
peningkatan Hb, kecuali pada perempuan yang sudah mempunyai kadar Hb
yang tinggi (> 14,5 g/dl) pada pemeriksaan pertama (Prawirohadjo, 2009)

1.2.Tujuan
1.2.1. Tujuan umum
Agar mahasiswa/i mampu memahami asuhan keperawatan pada anemia ibu hamil
1.2.2. Tujuan Khusus
- Agar mahasiswa/i mampu memahami konsep medis asuhan keperawatan pada
anemia ibu hamil
- Agar mahasiswa/i mampu memahami konsep keperawatan asuhan keperawatan
anemia ibu hamil
BAB 2

TINJAUAN TEORI

2.1. Konsep Medis


2.1.1. Defenisi
Anemia pada kehamilan adalah suatu keadaan dimana terjadi kekurangan darah
merah dan menurunnya hemoglobin kurang dari 11 gr/dl. Pada trimester I dan III kadar
Hemoglobin kurang dari 11 gr/dl, pada trimester II kadar hemoglobin kurang dari 10,5
gr/dl. Pada ibu hamil anemia yang sering terjadi yaitu anemia defisiensi besi, defisiensi
asam folat (Tarwoto, 2007).
Pada kehamilan, anemia akibat kekurangan produksi darah paling sering di dapakan dan
susunan hemopoietik dapat mengalami depresikatrena kekurangan zat besi dan asam folat atau
gangguan sintesis hemoglobin yang diwariskan. (Maulany, 2012)
Anemia pada kehamilan adalah kondisi ibu dengan kadar hemoglobin di bawah 11 gr/dl
pada trimester I dan III atau kadar <10,5 gr/dl pada trimester ke II. (Sofian, 2011)

2.1.2. Klasifikasi
Klasifikasi anemia menurut Sofian (2011):
1. Anemia defesiensi besi
Anemia jenis ini biasanya di bentuk normositik dan hipokromik serta paling banyak di
jumpai, yang di sebabkan oleh karena defesiensi vitamin B12 dan asam folat.
2. Anemia Megaloblastik
Anemia jenis ini biasanya berbentuk makrositik atau pernisiosa. Penyebabnya adalah
karena kekurangan asam folik, jarang sekali akibat karena kekurangan vitamin B12.
Biasanya karena malnutrisi dan infeksi yang kronik.
3. Anemia hipoplastik
Anemia ini disebabkan oleh hipofungsi sumsum tulang, membentuk se-sel darah merah
baru.
4. Anemia hemolitik
Anemia ini disebabkan penghancuran tau pemecahan sel darah merah yang lebih cepat
dari pembuatannya.
2.1.3. Etiologi
Penyebab anemia pada umumnya adalah (Sofian, 2011):
1. Kurangnya gizi ( malnutrisi)
2. Kurangnya zat besi dalam diet
3. Malabsorpsi
4. Penyerpan gizi tidak optimal
5. Kehilangan darah yg banyak: persalian yang lalu, haid, perdarahan akibat luka dan
lain-lain
6. Penyakit-penyakit kronik: TBC, paru malaria

2.1.4. Manifestasi Klinis


Manifestasi klinis menurut Ben-zion (2012) adalah:
1. Merasa lemah, lelah
2. Kulit pucat atau progresif
3. Dispne
4. Nyeri tulang dan sendi
5. Denyut jantung cepat
6. Konsentrassi terganggu

2.1.5. Patofisiologi
Perubahan hermatologi sehubungan dengan kehamilan adalah oleh karena
perubahan sirkulasi yang semakin meningkat terhadap plasenta dan pertumbuhan
payudara. Volume plasma meningkat 45-65% dimulai pada trimester II kehamilan dan
maksimum terjadi pada bulan ke-9 dan meningkat sekitar 1000 ml, menurun sedikit
menjelang atern serta kembali normal 3 bulan setelah partus. Stimulasi yang
meningkatkan volume plasma seperti laktogen plasma, yang menyebabkan peningkatan
sekresi aldesteron (Rukiah, 2010).
Selama kehamilan kebutuhan tubuh akan zat besi meningkat sekitar 800-1000
mg untuk mencukupi kebutuhan seperti terjadi peningkatan sel darah merah
membutuhkan 300-400 mg zat besi dan mencapai puncak pada usia kehamilan 32
minggu, janin membutuhkan zat besi sekitar 100-200 mg dan sekitar 190 mg terbuang
selama melahirkan. Dengan demikian jika cadangan zat besi sebelum kehamilan
berkurang maka pada saat hamil pasien dengan mudah mengalami kekurangan zat besi
(Riswan, 2003).
Gangguan pencernaan dan absorbs zat besi bisa menyebabkan seseorang
mengalami anemia defisiensi besi. Walaupun cadangan zat besi didalam tubuh
mencukupi dan asupan nutrisi dan zat besi yang adikuat tetapi bila pasien mengalami
gangguan pencernaan maka zat besi tersebut tidak bisa diabsorbsi dan dipergunakan
oleh tubuh (Riswan, 2003).
Anemia defisiensi besi merupakan manifestasi dari gangguan keseimbangan zat
besi yang negatif, jumlah zat besi yang diabsorbsi tidak mencukupi kebutuhan tubuh.
Pertama-tama untuk mengatasi keseimbanganyang negatif ini tubuh menggunakan cadangan
besi dalam jaringan cadangan. Pada saat cadangan besi itu habis barulah
terlihat tanda dan gejala anemia defisiensi besi (Riswan, 2003).
2.1.6. Pathway

Malnutrisi, Kurangnya zat besi dalam diet, Malabsorpsi, Penyerapan gizi tidak optimal,
Kehilangan darah yg banyak, penyakit-penyakit kronik

kegagalan sumsum tulang belakang memproduksi eritrosit

konsentrasi sel darah merah

Kadar Hb menurun

Anemia

Perubahan sirkulasi selera makan

Volume plasma asupan nutrisi tdk terpenuhi

Sekresi aldosteron Ketidakseimbangan nutrisi


kurang dari kebutuhan tubuh
Peningkatan tekanan darah

Suplai O2 ke jaringan kelemahan beban kerja jantung

Hipoksia, pucat Intoleransi Aktivitas kerja jantung

Ketidakefektifan perfusi jaringan Risiko syok


perifer
2.1.7. Komplikasi
Pengaruh anemia kehamilan pada ibu dapat menyebabkan resiko dan komplikasi
antara lain: anemia, pendarahan, berat badan ibu tidak bertambah secara normal, dan
terkena penyakit infeksi (Lubis, 2003). Resiko meninggal dalam proses persalinan 3,6 kali
lebih besar disbanding ibu hamil yang tidak anemia (Chi et al, 1981 dalam Riswan,
2003) terutama karena pendarahan dan atau sepsis. Dari beberapa penelitian di Asia
disimpulkan bahwa anemia memberikan kontribusi minimal 23% dari total kematian ibu
di Asia (Ross & Thomas dalam Lubis, 2003).
Pada saat proses persalinan, masalah yang timbul adalah persalinan sebelum
waktunya (prematur), pendarahan setelah persalinan dengan operasi cenderung
meningkat (Lubis, 2003).
Anemia pada ibu hamil juga mempengaruhi proses pertumbuhan janin. Akibat
yang ditimbulkan seperti keguguran, abortus, bayi lahir mati, kematian neonatal, cacat
bawaan, anemia pada bayi asfiksia intrapartum (mati dalam kandungan), lahir dengan
berat badan rendah (BBLR) (Lubis, 2003).

2.1.8. Pemeriksaan Diagnostik


Pada pemeriksaan laboratorium ditemukan (Manuaba, 2007):
- Pemeriksaan Hb, kadar HB < 10 mg%
- Kadar Ht menurun (37-41%)
- Peningkatan bilirubin total (pada anemia hemolitik)
- Terlihat retikulositosis dan sferositosis pada apusan darah tepi
- Terdapat pnsitopenia, sumsum tulang kosong diganti lemak

2.1.9. Penatalaksanaan
Ada sejumlah kasus anemia dapat memperburuk kehamiln, apabila hasil
pengkajian riwayat atau uji laboratorium menunjukkan kelainan maka perlu
mengevaluasi wanita tersebut untuk menentukan etiologi anemian dan kemudian
menyusun rencana penatalaksanaan (Varney, 2006). Oleh karena itu perlu segera
dilakukan terapi anemia dengan tujuan untuk mengoreksi kurangnya massa hemoglobin
dan mengembalikan simpanan besi.
Pada saat hamil kebutuhan tubuh ibu terhadap besi meningkat untuk memenuhi
kebutuhan fetal, plasenta dan pertambahan massa eritrosit. Bila cadangan besi ibu tidak
mencukupi pada waktu belum dan sesudah kehamilan serta asupan gizi yang tidak
adikuat selama kehamilan maka mengakibatkan ibu mengalami anemia defesiensi besi.
Oleh karena itu perlu segera dilakukan terapi anemia dengan tujuan untuk mengoreksi
kurangnya massa hemoglobin dan mengembalikan simpanan besi. Terapi yang
dilakukan yaitu (Riswan, 2003):
- Diet kaya zat besi dan Nutrisi yang adekuat.
Diet yang dianjurkan pada pasien yang anemia adalah diet kaya zat besi. Pada
dasarnya zat besi dari makanan didapat dalam dua bentuk yaitu zat besi heme (yang
didapati pada hati, daging, ikan) zat besi non heme (yang didapati pada padi-padian,
buncis, kacang polong yang dikeringkan, buah-buahan dan sayuran berwarna hijau
seperti bayam, daun ubi dan kangkung). Zat besi heme menyumbangkan sejumlah kecil
zat besi (hanya sekitar 10-15%). Namun demikian zat besi heme diserap dengan baik
dimana 10-35% yang di makan akan masuk kedalam peredaran darah. Zat besi non
heme atau zat besi yang berasal dari tumbuh-tumbuhan merupakan bagian terbesar yang
dikonsumsi sehari-hari, namun diserap dengan buruk (hanya sekitar 2-8%) (Tan, 1996).
Makanan yang dapat mengganggu penyerapan zat besi seperti the dan kopi
sebaiknya dihindari. Sedangkan makanan yang mengandung vitamin C seperti
buahbuahan sebaiknya diberikan untuk membantu peningkatan penyerapan zat besi.
- Pemberian zat besi oral
Preparat zat besi oral yang biasa diberikan pada ibu hamil adalah : Ferrous
sulfonat, glukonat dan fumarat. Prinsip pemberian terapi zat besi oral ini tidak hanya
untuk mencapai nilai hemoglobin yang normal tetapi juga memperbaiki cadangan besi
didalam tubuh. Cara pemberian zat besi oral ini berbeda-beda pendapat. Maurer
menganjurkan pemberian zat besi selama 2-3 bulan setelah hemoglobin menjadi normal.
Beutler mengemukakan bahwa yang penting dalam pengobatan dengan zat besi adalah
agar pemberiannya terus dilakukan sampai morfologi darah tepi menjadi normal dan
cadangan besi dalam tubuh terpenuhi. Pendapat yang lain mengatakan biasanya dalam
4-6 minggu perawatan hematokrit meningkat sampai nilai yang diharapkan, peningkatan
biasanya dimulai minggu kedua. Peningkatan retikulosit 5-10 hari setelah pemberian
terapi besi bisa memberikan bukti awal untuk peningkatan produksi sel darah merah.
Sebelum dilakukan pengobatan harus dikalkulasikan terlebih dahulu jumlah zat
besi yang dibutuhkan. Misalnya hemoglobin sebelumnya adalah 6 gr/dl, maka
kekurangan hemoglobin adalah 12 6 = 6gr/dl, sehingga kebutuhan zat besi adalah : 6 x
200 mg. kebutuhan besi untuk mengisi cadangan adalah 500 mg, maka dosis Fe secara
keseluruhan adalah 1200 + 500 = 1700 mg. maka pemberian dapat berupa Fero sulfat : 3
tablet / hari, @ 300 mg mengandung 600 mg Fe atau Fero glukonat: 5 tablet/hari, @ 300
mg mengandung 37 mg Fe atau bisa juga Fero Fumarat : 3 tablet / hari, @ 200 mg
mengandung 67 mg Fe. Maka respon hasil yang tercapai adalah Hb meningkat 0,3-1 gr
perminggu. Pemberian zat besi oral ini juga member efek samping berupa konstipasi,
berak hitam, mual dan muntah
- Pemberian zat besi par-enteral
Metode sederahana 250 mg besi elemental sebanding dengan 1 gram Hb.
pemberian zat besi secara parenteral jarang dilakukan karena mempunyai efek samping
yang banyak seperti; nyeri, inflamasi, phlebitis ,demam,atralgia, hipotensi,dan reaksi
analfilaktik. Indikasi dari pemberian parenteral yaitu anemia devfisiensi berat
,mempunyai efek samping pada pemberian oral ,gangguan absorbs.mempunyai efek
samping pada pemberian oral ,gangguan adsorbsi .pemberiannya dapat diberikan secara
intramuscular maupun intravena.

2.2. Konsep Keperawatan

2.2.1. Pengkajian

a. Gejala saat ini


Kelelahan dan kelemahan umum dapat merupakan satu-satunya gejala penurunan
kapasitas penganggkutan oksigen. Banyak pasien asimtomatik, bahkan dengan anemia
derajat sedang. Palpasi dispne saat istrahat ataau keduanya jarang terlihat, kecuali
hemoglobin 5 gr atau kurang. Bahkan yang lebih jarang, nyerii tulang, sendi atau
abdomen biasa disebabkan oleh krisis trombosit yang menyertai anemia seel sabit atau
penyakit penyakit hemoglobin.
b. Riwayat penyakit dahulu
Pemeriksaan umum:takkikardi,takipneaa dan tekanan ndi yang melebaar merupakan
mekanisme kompensasi untuk meningkatkan aliran darah dan pengangkutan oksigen
ke organ utama.kulit dan konjungtiva tampak pucat.ikteus dapat dilahat pada anemia
hemolitik.gambaran fisik lain menyertai anemia berat meliputi kardiomegali,bising
hemik,hepatomegali,dan skpenomegali.(ben-zion,2012)
2.2.2. Diagnosa

1. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d. kurang asupan makanan
2. Ketidakefektifan perfusi jaringan b.d. suplai oksigen menurun
3. Intoleransi aktivitas b.d. ketidakseimbangan antar suplai dan kebutuhan oksigen
4. Risiko syok b.d. hipoksemia

2.2.3. Intervensi

NO Tujuan Intervensi
1 NOC: Nutritional Status (1004) NIC: Nutrition Management (1100)
Setelah dilakukan tindakan 1. Tentukan motivasi pasien untuk
keperawatan 3 x 24 jam, nutrisi dapat mengubah kebiasaan makan
terpenuhi dengan kriteria hasil: 2. Pantau nilai laboratotium,
- Asupan gizi (5) khususnya transferin, albumin, dan
- Asupan makanan (5) elektrolit
- Asupan cairan (5) 3. Ketahui makanan kesukaan pasien
- Energi (5) 4. Tentukan kemampuan pasien
untuk memenuhi kebutuhan nutrisi
5. Pantau kandungan nutrisi dan
kalori pada catatan asupan
6. Ajarkan metode untuk perencanaan
makan
7. Ajarkan pasien dan keluarga
tentang makanan yang berizi dan
tidak mahal
8. berikan pasien minuman dan
kudapan bergizi tinggi protein, zat
besi, tinggi kaori yang siap
dikonsumsi dan ajarkan pasien
tentang cara membuat jadwal
makan jika perlu
9. Diskusikan dengan ahli gizi dalam
menentukan kebutuhan protein
pasien yang mengalami
ketidakadekuatak asupan protein
10. Diskusikan dengan dokter
kebutuhan stimulasi nafsu makan,
makanan lengkap, pemberian
makanan melaui selang, atau
nutrisi parenteral total agar asupan
kalori yang adekuat dapat
dipertahankan
11. Rujuk ke program gizi
dikomunitas yang tepat jika pasien
tidak dapat memenuhi asupan
nutrisiyang adekuat
2 NOC: Tissue Perfusion (0422) 1. Pantau frekuensi dan irama jantung
Setelah dilakukan tindakan 2. Auskultasi bunyi janrung dan paru
keperawatan 3 x 24 jam, perfusi 3. Pantau hasil pemeriksaan koagulasi
jaringan efektif dengan kriteria hasil: 4. Timbang berat badan pasien setiap
- Aliran darah melalui pembuluh hari
darah jantung (5) 5. Pantau nilai elektrolit yang
- Aliran darah melalui pembuluh berhubungan dengan disritmia
darah perifer (5) 6. Lakukan pengkajian komprehensif
- Aliran darah melalui pembuluh terhadap sirkulasi perifer
darah ginjal (5) 7. Pantau asupan dan haluaran
- Aliran darah melalui pembuluh 8. Tingkatkan istirahat
darah cerebral (5) 9. Pantau nadi perifer dan edema
10. Pantau peningkatan ansietas,
gelisah,
11. Jelaskan pembatasan asupan kafein,
natrium kolesterol dan lemak
12. Jelaskan alas an untuk makan posri
sedikit, tapi sering
13. Berikan obat berdasarkan program
atau protocol

3 NOC: Activity Tolerance (0005) 1. Kaji tingkat kemampuan pasien


Setelah dilakukan tindakan untuk berpindah dari tempat tidur,
keperawatan 3 x 24 jam, aktivitas berdiri, ambulasi, dan melakukan
toleransi dengan kriteria hasil: ADL
- Saturasi oksigen ketika 2. Tentukan penyebab keletihan
beraktivitas (5) 3. Pantau respon kardiorespiratori
- Frekuensi nadi ketika terhadap aktivitas
beraktivitas (5) 4. Pantau respon oksigen pasien
- Tekanan darah ketika terhadap aktivitas
beraktivitas (5) 5. Pantau respon nutrisi untuk
- Warna kulit (5) memastikan sumber-sumber energy
yang adekuat
6. Pantau dan dokumentasikan pola
tidur pasien dan lamanya waktu
tidur dalam jam
7. Penggunaan teknik napas terkontrol
selama aktivitas, jika perlu
8. Mengenali tanda dan gejala
intoleransi aktivitas, termasuk
kondisi yang perlu dilaporkan ke
dokter
9. Penggunaan tehnik relaksasi
selama aktivitas
10. Ajarkan tentang pengaturan
aktivitas dan teknik manajemen
waktu untuk mencegah kelelahan

4 NOC: Shock Severity: Hypovolemic 1. Catat adanya memar, petekia dan


Setelah dilakukan tindakan kondisi membrane mukosa
keperawatan 3 x 24 jam, risiko syok 2. Catat warna, jumlah, dan frekuensi
teratasi dengan kriteria hasil: bab, muntah dan residu lambung
- Penurunan tekanan nadi perifer 3. Tes urine untuk menentukan
(5) adanya glukosa, darah atau protein
- Penurunan tekanan darah (5) 4. Monitor adanya nyeri abdomen
- Pucat (5) 5. Monitor tanda dan gejala asites
- Akral dingin (5) 6. Monitor response awal kehilangan
cairan: peningkatan HR,
penurunan TD, hipotensi
ortostatik, penurunan urine output,
tekanan nadi yang sempit,
penurunan capillary refill, kulit
pucat dan dingin dan diaphoresis
7. Monitor tanda awal dari shock
cardiogenik: jumlah urine output
dan cardiac output yang semakin
berkurang, peningkatan SVR dan
PCWP, crackles di paru, suara
jantung S3 dan S4, takikardia
8. Monitor tanda awal reaksi alergi:
wheezing, hoarseness (suara nafas
kasar dan terengah-engah),
dyspnea, gatal, angiodema, merasa
tidak enak pada saluran
pencernaan, kecemasan dan
gelisah
9. Monitor tanda awal shock septic:
kulit hangat, kering, mengkilat,
peningkatan kardiak output dan
suhu
DAFTAR PUSTAKA

Bulechek, Gloria M. 2013. Nursing Intervention Classification (NIC). United States of


America: Elsevier

Herdman, T. Heather. 2015. Nursing Diagnoses: Definitions & Classification 2012-2014.


Jakarta: EGC

Manuaba, Ida Bagus Gde. 2007. Kuliah Obstetri. Jakarta: EGC

Moorhead, Sue. 2013. Nursing Outcomes Classification (NOC). United States of America:
Elsevier

Prawirohardjo, Sarwono. 2010. Ilmu kebidanan, Jakarta: Yayasan Bina Pustaka.

Riswan, Muhammad, 2003. Patofisiologi Anemia pada Kehamilan. Digitized by USU digital
library.

Sofian, Amru. 2011. Sinopsis Obstetri. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai