Anda di halaman 1dari 25

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Anemia adalah keadaan tubuh memiliki jumlah sel darah merah
(eritrosit) yang terlalu sedikit, yang mana sel darah merah itu
mengandung hemoglobin yang berfungsi untuk membawa oksigen ke
seluruh jaringan tubuh (Proverawati, 2013). Menurut World Health
Organization (WHO) tahun 2017 anemia dalam kehamilan adalah
kondisi Ibu dengan kadar haemoglobin. Anemia didefinisikan sebagai
penurunan jumlah sel darah merah atau penurunan konsentrasi Hb di
dalam sirkulasi darah. Anemia adalah kadar turunnya haemoglobin
kurang dari 12 gr/dl untuk wanita tidak hamil dan kurang dari 10gr/dl
untuk wanita hamil (Varney, 2010).
Kebanyakan anemia dalam kehamilan disebabkan oleh defisiensi
besi dan pendarahan akut, bahkan jarak keduanya saling berinteraksi.
Anemia dalam kehamilan merupakan masalah kesehatan yang utama di
negara berkembang dengan tingkat morbiditas tinggi pada ibu hamil.
Rata-rata kehamilan yang disebabkan karena anemia di Asia
diperkirakan sebesar 72,6%. Tingginya prevalensi anemia pada ibu
hamil merupakan masalah yang tengah dihadapi pemerintah Indonesia
(Adawiyani, 2013).
Anemia terjadi karena kadar hemoglobin dalam sel darah merah
kurang. Normalnya, kadar hemoglobin dalam darah sekitar 12g/100 ml.
Kadar hemoglobin antara 9-11g/100ml (anemia ringan), kadar
hemoglobin 6-8g/100ml (anemia sedang), dan kadar hemoglobin kurang
dari 6 (anemia berat). Jumlah kadar hemoglobin dalam setiap sel darah
merah akan menentukan kemampuan darah mengangkut oksigen dari
paru – paru ke seluruh tubuh termasuk ke pembuluh darah yang
memberi asupan makanan dan oksigen pada janin. Oksigen diperlukan
demi kelancaran seluruh fungsi organ tubuh ibu dan proses tumbuh
kembang janin (Muliarini,2010).
Faktor-faktor penyebab utama anemia adalah gizi dan infeksi.
Faktor gizi yang berkontribusi terhadap anemia adalah kekurangan zat
besi. Hal ini karena konsumsi makanan yang monoton, dan kaya akan
zat yang dapat menghambat penyerapan zat besi sehingga zat besi tidak
dapat dimanfaatkan oleh tubuh dengan baik (Kementerian Kesehatan RI,
2016). Faktor yang mengakibatkan semakin meningkatnya angka
anemia pada ibu hamil antara lain yaitu umur ibu hamil, paritas,
tingkat pendidikan (Dafroyati, 2012). Beberapa faktor yang dapat
menyebabkan terjadinya anemia kehamilan diantaranya gravida, umur,
paritas, tingkat pendidikan, status ekonomi dan kepatuhan konsumsi
tablet Fe ( Yanti, dkk, 2015).
Keadaan anemia akan menyebabkan ibu mengalami banyak
gangguan seperti mudah pusing, pingsan, mudah keguguran atau
mengalami proses melahirkan yang berlangsung lama akibat kontraksi
yang tidak maksimal serta perdarahan setelah persalinan. Kondisi
anemia pada ibu hamil akan menyebabkan pertumbuhan janin
terhambat, lahir prematur dan lahir dengan cacat bawaan. Untuk
mencegah anemia dianjurkan memperbanyak konsumsi makanan yang
banyak mengandung zat besi, asam folat, juga vitamin B seperti hati,
daging, kuning telur, ikan teri, susu. Kacang-kacangan seperti kedelai,
kacang tanah, edamame, sayuran berwarna hijau seperti bayam serta
katuk. Selain itu baik mengkonsumsi makanan yang memudahkan
penyerapan zat besi, misalnya vitamin C dalam bahan alami.
Menghindari makanan/minuman yang menghambat penyerapan zat besi
seperti kopi serta teh (Muliarini, 2010).
Berdasarkan data WHO 2011 angka kejadian anemia tertinggi ibu
hamil secara global sebanyak 28-36 juta orang, sedangkan jumlah
anemia tertinggi di Asia yaitu sebanyak 12-22 juta orang, dan terendah
di Oceania atau kawasan di Samudera Pasifik sekitar 100-200 orang
(Ayu, 2017). WHO menyebutkan bahwa prevalensi anemia pada ibu
hamil secara global mencapai 41,8 % atau sekitar 56 juta ibu hamil
(Rukiyah, dkk, 2010). Data World Bank 2005 dalam Febriana (2012)
menyatakan bahwa 63% ibu hamil di Indonesia mengalami anemia.
Menurut hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun 2018
anemia pada ibu hamil meningkat, yaitu dari tahun 2013 sebanyak
37,1% dan pada tahun 2018 menjadi 48,9%. Ibu hamil yang anemia
didominasi pada rentang umur 15-24 tahun (Kementerian Kesehatan RI,
2017).

1.2 TUJUAN
1.2.1 TUJUAN UMUM
Untuk mengetahui karakteristik dan keluhan ibu hamil dengan anemia
1.2.2 TUJUAN KHUSUS
1. Untuk mengetahui kejadian ibu hamil dengan anemia di BPM
2. Untuk mengetahui keluhan dan permasalahan ibu hamil dengan
anemia di BPM
1.3 RUMUSAN MASALAH
1.4 MANFAAT
1. Manfaat Teoritis
Makalah diharapkan dapat menambah informasi pengetahuan
khususnya dalam ruang lingkup penelitian kebidanan sehingga dapat
menambah wawasan dan pengetahuan tentang karakteristik ibu hamil
yang mengalami anemia sehingga mengantisipasi yang mengalami
anemia.
2. Manfaat untuk fasilitas kesehatan
Makalah diharapkan dapat memberikan informasi tentang karakteristik
ibu hamil yang mengalami anemia berdasarkan umur, paritas, 7 tingkat
pendidikan, pekerjaan dan usia kehamilan sehingga dapat melakukan
upaya penanganan ibu hamil yang mengalami anemia

BAB II

TINJAUAN TEORI

2.1 Pengertian Kehamilan

Ibu hamil adalah seseorang wanita yang mengandung dimulai dari


konsepsi sampai lahirnya janin (Prawirohardjo, 2005). Kehamilan
merupakan suatu proses fisiologik yang hampir selalu terjadi pada
setiap wanita. Kehamilan terjadi setelah bertemunya sperma dan ovum,
tumbuh dan berkembang di dalam uterus selama 259 hari atau 37
minggu atau sampai 42 minggu (Nugroho dkk, 2014).

Periode kehamilan Menurut Atikah Proverawati (2009), Periode


kehamilan dibedakan menjadi III trismester yaitu :

a. Masa kehamilan trimester I Masa kehamilan trimester I yaitu 0-12


minggu, pada awal kehamilan ( trimester I) sering terjadinya mual
dan muntah yang dialami oleh wanita atau sering disebut morning
sickness. Mual dan muntah pada awal kehamilan berhubungan
dengan perubahan kadar hormonal pada tubuh wanita hamil. Pada
kehamilan trimester I biasanya terjadi peningkatan berat badan yang
tidak berarti yaitu sekitar 1-2 kg.

b. Masa kehamilan trimester II dan III Masa kehamilan trimester II yaitu


13-27 minggu dan trimester III yaitu 28-40 minggu, pada masa
trimester II dan III terjadi penambahan berat badan yang ideal selama
kehamilan. Ibu hamil harus memiliki berat badan yang normal karena
akan berpengaruhi tehadap pertumbuhan dan perkembangan janin.
Ibu hamil yang mengalami kekurangan gizi akan menyebabkan
keguguran, anak lahir prematur, berat badan bayi rendah, gangguan
rahim pada waktu persalinan, dan pendarahan setelah persalinan.

2.2 Hubungan ibu hamil dengan Kadar Hb Ibu hamil

Umumnya dengan kadar hemoglobin (Hb) yang kurang disebabkan


oleh kekurangan zat besi. Kekurangan zat besi dapat menimbulkan
gangguan atau hambatan pada pertumbuhan janin baik sel maupun
tubuh maupun sel otak. Kadar Hb yang tidak normal dapat
mengakibatkan kematian janin dalam kandungan, abortus, cacat
bawaan, Berat Badan Lahir Rendah, kadar Hb tidak normal pada bayi
yang dilahirkan, hal ini menyebabkan morbiditas dan mortalitas ibu dan
kematian perinatal secara bermakna lebih tinggi. Ibu hamil yang kadar
hemoglobinnya tidak normal dapat meningkatkan resiko morbiditas
maupun mortalitas ibu dan bayi dilahirkan dengan Berat Badan Lahir
Rendah dan premature juga lebih besar (Kristyanasari, 2010)

2.3 Anemia pada Ibu Hamil

2.3.1 Pengertian Anemia

Anemia adalah suatu kondisi tubuh dimana jumlah dan ukuran


sel darah merah atau kadar hemoglobin (Hb) lebih rendah dari normal,
yang akan mengakibatkan terganggunya distribusi oksigen oleh darah
ke seluruh tubuh (Kemenkes, 2018).

Anemia pada kehamilan dapat meningkatkan resiko komplikasi


persalinan, seperti kelahiran prematur, berat badan lahir rendah (BBLR),
kelainan janin, abortus, intelegensi rendah, mudah terjadi pendarahan
dan syok akibat lemahnya kontraksi rahim (Rahmawati, 2012).

2.3.2 Klasifikasi anemia


Pemeriksaan hemoglobin secara rutin selama kehamilan merupakan
kegiatan yang umumnya dilakukan untuk mendeteksi anemia
Ada beberapa tingkatan anemia ibu hamil yang dialami ibu hamil
menurut WHO (2011), yaitu:
a. Anemia ringan: anemia pada ibu hamil disebut ringan apabila kadar
hemoglobin ibu 10,9 g/dl sampai 10g/dl.
b. Anemia sedang: anemia pada ibu hamil disebut sedang apabila kadar
hemoglobin ibu 9,9g/dl sampai 7,0g/dl.
c. Anemia berat: anemia pada ibu hamil disebut berat apabila kadar
hemoglobin ibu berada dibawah 7,0g/dl.

2.3.3 Tipe-Tipe Anemia


Tipe-tipe anemia Menurut Waryana (2010) dapat anemia digolongkan
menjadi beberapa golongan, yaitu :
a. Anemia defisiensi gizi besi
Anemia jenis ini biasanya berbentuk normositik dan hipokromik.
Keadaan ini paling banyak dijumpai pada kehamilan.
b. Anemia megaloblastik
Anemia ini biasanya berbentuk makrosistik, penyebabnya adalah
karena kekurangan asam folat, namun jenis anemia ini jarang terjadi.
c. Anemia hipoplastik
Anemia hipoplastik disebabkan oleh hipofungsi sumsum tulang
dalam membentuk sel-sel darah merah baru.
d. Anemia hemolitik
Anemia hemolitik disebabkan oleh penghancuran atau pemecahan sel
darah merah yang lebih cepat dari pembuatannya.

2.3.4 Tanda dan gejala anemia

Tanda dan gejala ibu hamil dengan anemia adalah keluhan lemah,
pucat, mudah pingsan, sementara tensi masih dalam batas normal
(perlu dicurigai anemia defisiensi). Ibu hamil yang Mengalami malnutrisi
akan cepat lelah, sering pusing, mata berkunang-kunang, malaise, lidah
luka, nafsu makan turun (anoreksia), konsentrasi hilang, nafas pendek
yaitu anemia sudah parah dan keluhan mual, muntah lebih hebat pada
hamil muda (Proverawati, 2009).

2.3.5 Dampak anemia


a. Abortus
Penelitian yang dilakukan oleh Aryanti (2016) menyebutkan
bawah terdapat hubungan antara anemia dengan abortus. Hal ini
disebabkan oleh metabolisme ibu yang terganggu karena
kekurangan kadar hemoglobin untuk mengikat oksigen. Efek tidak
langsung yang dapat diakibatkan oleh ibu dan janin antara lain
terjadinya abortus, selain itu ibu lebih rentan terhadap infeksi dan
kemungkinan bayi lahir prematur.
b. Ketuban pecah dini
Ketuban pecah dini dapat disebabkan oleh anemia karena karena
sel-sel tubuh tidak cukup mendapat pasokan oksigen sehingga
kemampuan jasmani menjadi menurun. Anemia pada wanita
hamil dapat meningkatkan frekuensi komplikasi pada kehamilan
dan persalinan. Risiko kematian maternal, angka prematuritas,
berat badan bayi lahir rendah, dan angka kematian perinatal
dapat meningkat oleh hal tersebut (Usman, 2017).
c. Perdarahan postpartum
Penelitian Frass (2015) dalam Rizky, dkk. (2017) yang melaporkan
bahwa terdapat hubungan antara anemia dengan risiko
perdarahan postpartum. Anemia pada kehamilan menyebabkan
oksigen yang diikat dalam darah kurang sehingga jumlah oksigen
berkurang dalam uterus dan menyebabkan otot-otot uterus tidak
berkontraksi dengan adekuat sehingga menimbulkan perdarahan
postpartum, sehingga ibu hamil yang mengalami anemia memiliki
kemungkinan 12 terjadi perdarahan postpartum 15,62 kali lebih
besar dibandingkan ibu hamil yang tidak mengalami anemia.
d. Kala I lama
Ibu bersalin dengan anemia akan lebih mudah mengalami
keletihan otot uterus yang mengakibatkan his menjadi terganggu.
Apabila his yang ditimbulkan sifatnya lemah, pendek, dan jarang
maka akan mempengaruhi turunnya kepala dan pembukaan
serviks atau yang disebut inkoordinasi kontraksi otot rahim, yang
akhirnya akan mengganggu proses persalinan. His yang
ditimbulkannya sifatnya lemah, pendek, dan jarang hal ini di
sebabkan oleh proses terganggunya pembentukan Adenosin
Trifosfat (ATP). Salah satu senyawa terpenting dalam
pembentukan ATP adalah oksigen. Energi yang di hasilkan oleh
ATP merupakan salah satu faktor yang berperan dalam terjadinya
suatu kontraksi otot. Anemia dapat menyebabkan jumlah sel
darah merah berkurang sehingga oksigen yang diikat dalam darah
sedikit kemudian menghambat aliran darah menuju otot yang
sedang berkontraksi, sehingga mengakibatkan kinerja otot uterus
tidak maksimal (Ulfatul, dkk., 2014).
e. Berat badan lahir rendah (BBLR)
Penelitian yang dilakukan oleh Siti dan Siti (2018) menyebutkan
bahwa terdapat hubungan antara anemia dan kejadian berat
badan lahir rendah (BBLR). Anemia pada kehamilan akan
menyebabkan terganggunya oksigenasi maupun suplai nutrisi dari
ibu terhadap janin, akibatnya janin akan mengalami gangguan
penambahan berat badan sehingga terjadi BBLR. Ibu hamil yang
mengalami anemia pada trimester pertama berisiko 10,29 kali
melahirkan BBLR dibandingkan dengan ibu yang tidak anemia
dan ibu yang 13 mengalami anemia pada trimester kedua
kehamilan berisiko sebesar 16 kali lebih banyak melahirkan bayi
berat badan lahir rendah (BBLR) daripada ibu yang tidak anemia
(Labir, dkk., 2013).

Anemia pada ibu hamil bukan tanpa risiko, melainkan tingginya


angka kematian ibu berkaitan erat dengan anemia. Anemia juga
menyebabkan rendahnya kemampuan jasmani karena sel - sel tubuh
tidak cukup mendapatkan pasokan oksigen. Pada wanita hamil, anemia
meningkatkan frekuensi komplikasi pada kehamilan dan persalinan.
Resiko kematian maternal, angka prematuritas, berat badan bayi lahir
rendah, dan angka kematian perinatal meningkat. Pendarahan
antepartum dan postpartum lebih sering dijumpai pada wanita yang
anemia dan lebih sering berakibat fatal, sebab wanita yang anemia tidak
dapat terhindar dari kehilangan darah (Rukiyah, 2010).

Menurut Arisman 2004, anemia dalam kehamilan dapat dicegah


dengan mengonsumsi makanan bergizi seimbang dengan asupan zat
besi yang cukup untuk memenuhi kebutuhan tubuh. Ada beberapa
pendekatan dasar untuk mencegah anemia antara lain:

a. Pemberian tablet Fe
b. Pendidikan dan upaya yang ada kaitannya dengan peningkatan
asupan zat besi melalui makanan
c. Pengawasan penyakit infeksi
d. Modifikasi makanan pokok dengan zat besi Penanggulangan anemia
pada ibu hamil dapat dilakukan dengan cara pemberian tablet Fe
serta peningkatan kualitas makanan sehari-hari. Ibu hamil biasanya
tidak hanya mendapatkan preparat besi tetapi juga asam folat
(Sulistyoningsih, 2011).

2.3.6 Penyebab anemia

a. Penyakit infeksi
Perdarahan patologis akibat penyakit atau infeksi parasit seperti cacingan dan
saluran pencernaan juga berhubungan positif terhadap anemia. Darah yang
hilang akibat infestasi cacing bervariasi antara 2-100cc/hari, 8 tergantung
beratnya infestasi. Anemia yang disebabkan karena penyakit infeksi, seperti
seperti malaria, infeksi saluran pernapasan atas (ISPA) dan cacingan terjadi
secara cepat saat cadangan zat besi tidak mencukupi peningkatan kebutuhan
zat besi (Listiana, 2016).

Kehilangan besi dapat pula diakibatkan oleh infestasi parasit seperti cacing
tambang, Schistoma, dan mungkin pula Trichuris trichura. Hal ini lazim
terjadi di negara tropis, lembab serta keadaan sanitasi yang buruk. Penyakit
kronis seperti ISPA, malaria dan cacingan akan memperberat anemia. Penyakit
infeksi akan menyebabkan gangguan gizi melalui beberapa cara yaitu
menghilangkan bahan makanan melalui muntah-muntah dan diare serta
dapat menurunkan nafsu makan. Infeksi juga dapat menyebabkan
pembentukan hemoglobin (hb) terlalu lambat. Penyakit diare dan ISPA dapat
menganggu nafsu makan yang akhirnya dapat menurunkan tingkat konsumsi
gizi (Listiana, 2016).

b. Umur

Ibu yang berumur dibawah 20 tahun dan lebih dari 35 tahun lebih rentan
menderita anemia hal ini disebabkan oleh faktor fisik dan psikis. Wanita yang
hamil di usia kurang dari 20 tahun beresiko terhadap anemia karena pada
usia ini sering terjadi kekurangan gizi. Hal ini muncul biasanya karena usia
remaja menginginkan tubuh yang ideal sehingga mendorong untuk melakukan
diet yang ketat tanpa memperhatikan keseimbangan gizi sehingga pada saat
memasuki kehamilan dengan status gizi kurang. Sedangkan, ibu yang berusia
di atas 35 tahun usia ini rentan terhadap penurunan daya tahan tubuh
sehingga mengakibatkan ibu hamil mudah terkena infeksi dan terserang
penyakit (Herawati dan Astuti, 2010).
Ibu hamil pada umur muda atau di bawah 20 tahun perlu tambahan gizi yang
banyak, karena selain digunakan untuk pertumbuhan dan perkembangan
dirinya sendiri juga harus berbagi dengan janin yang sedang dikandung. Ibu
hamil dengan umur yang tua di atas 35 tahun perlu energi yang besar juga
karena fungsi organ yang makin melemah dan diharuskan untuk bekerja
maksimal maka memerlukan tambahan energi yang cukup guna mendukung
kehamilan yang sedang berlangsung (Kristiyanasari, 2010). Penelitian yang
dilakukan oleh Dwi (2016), usia ibu hamil dapat mempengaruhi anemia jika
usia ibu hamil relatif muda di bawah 20 tahun, karena pada umur tersebut
masih terjadi pertumbuhan yang membutuhkan zat gizi lebih banyak. Jika zat
gizi yang dibutuhkan tidak terpenuhi, akan terjadi kompetisi zat gizi antara
ibu dan bayinya.

c. Status gizi

Melorys dan Nita (2017) menyebutkan dalam penelitiannya bahwa terdapat


hubungan antara status gizi dengan kejadian anemia pada ibu hamil.
Kekurangan gizi tentu saja akan menyebabkan akibat yang buruk bagi ibu dan
janin. Kekurangan gizi dapat menyebabkan ibu menderita anemia, suplai
darah yang mengantarkan oksigen dan makanan pada janin akan terhambat,
sehingga janin akan mengalami gangguan pertumbuhan dan perkembangan.
Oleh karena itu, pemantauan gizi ibu hamil sangat penting dilakukan.

Menurut Muliawati (2013) penilaian status gizi dapat dilakukan dengan


menggunakan penilaian antropometri yang terdiri dari:

1) Tinggi badan Tinggi badan dapat dijadikan sebagai salah satu syarat
status gizi ibu hamil disebut baik. Tinggi badan ibu hamil dianggap
memenuhi syarat, apabila memiliki tinggi minimal 145 cm.

2) Berat badan Pertambahan berat badan secara teratur selama


kehamilan yang tercatat dan membandingkan hal tersebut dengan
berat badan sebelum hamil adalah salah satu metode untuk
mengetahui atau memantau status gizi seorang ibu hamil. Kenaikan
berat badan yang ideal selama kehamilan adalah 10kg hingga 12kg
dengan perhitungan pada trimester pertama kenaikan kurang lebih
satu kilogram, trimester kedua kurang lebih tiga kilogram dan trimester
tiga kurang lebih enam kilogram. Ibu hamil yang dapat mencapai
kenaikan berat badan tersebut ibu dapat dikatakan memiliki status gizi
yang baik.

3) Lingkar lengan atas (LILA) Pengukuran lingkar lengan atas (LILA)


adalah suatu cara untuk mengetahui risiko kekurangan energi kronis
wanita usia subur. Wanita usia subur adalah wanita dengan usia 15
sampai dengan 45 tahun yang meliputi remaja, ibu hamil, ibu
menyusui dan pasangan usia subur (PUS). Ambang batas LILA wanita
usia subur (WUS) dengan resiko kekurangan energi kronis (KEK)
adalah 23,5cm, yang diukur dengan menggunakan pita ukur.

4) Gizi atau nutrisi ibu hamil Gizi pada masa kehamilan sangat penting,
bukan saja karena makanan yang diperoleh mempengaruhi kesehatan
ibu dan bayi, tetapi juga berpengaruh 11 saat menyusui nanti.
Kebutuhan energi untuk kehamilan yang normal memerlukan kira-kira
80.000 kalori selama kurang lebih 280 hari

C. Tablet Fe

1) Pengertian tablet Fe

Tablet zat besi (Fe) merupakan tablet mineral yang diperlukan oleh
tubuh untuk pembentukan sel darah merah atau hemoglobin. Unsur Fe
merupakan unsur paling penting untuk pembentukan sel darah merah.
Zat besi secara alamiah didapatkan dari makanan. Jika ibu hamil
kekurangan zat besi pada menu makanan yang dikonsumsinya sehari-
hari, dapat menyebabkan gangguan anemia gizi (kurang darah). Tablet
zat besi (Fe) sangat dibutuhkan oleh ibu hamil, sehingga ibu hamil
diharuskan untuk mengonsumsi tablet Fe minimal sebanyak 90 tablet
selama kehamilannya (Kemenkes, 2018).

2) Kandungan tablet Fe

Kandungan Tablet Fe yaitu zat besi (ferrous fumarate yang setara


dengan 60 mg besi elemental), asam folat 0,400 mg (Kemenkes, 2018)

3) Fungsi tablet Fe bagi ibu hamil


Menurut Kemenkes 2018, Zat besi (Fe) berfungsi sebagai sebuah
komponen yang membentuk mioglobin, yakni protein yang
mendistribusikan oksigen menuju otot, membentuk enzim, kolagen dan
ketahana tubuh. Tablet zat besi (Fe) penting untuk ibu hamil karena
memiliki beberapa fungsi berikut ini:
a. Menambah asupan nutrisi pada janin
b. Mencegah anemia defisiensi zat besi
c. Mencegah pendarahan saat masa persalinan
d. Menurunkan risiko kematian pada ibu karena pendarahan pada saat
persalinan
4) Kebutuhan tablet Fe pada kehamilan
Kebutuhan zat besi akan meningkat pada trimester II dan III yaitu
sekitar 6,3 mg perhari. Untuk memenuhi kebutuhan zat besi ini dapat
diambil dari cadangan zat besi dan peningkatan adaptif serapan zat besi
melalui saluran cerna. Apabila cadangan zat besi sangat sedikit atau
tidak ada sama sekali sedangkan kandungan dan penyerapan zat besi
dari makanan sedikit, maka pemberian suplemen sangat diperlukan
untuk memenuhi kebutuhan zat besi ibu hamil (Arisman, 2007).
Kebutuhan zat besi menurut Waryana,(2010) adalah sebagai berikut:
a. Trimester I : Kebutuhan zat besi ± 1 mg/hari, (kehilangan basal 0,8
mg/hari) ditambah 30-40 mg untuk kebutuhan janin dan sel darah
merah
b. Trimester II : Kebutuhan zat besi ± 5 mg/hari, (kehilangan basal 0,8
mg/hari) ditambah kebutuhan sel darah merah 300 mg dan
conceptus 115 mg
c. Trimester III : Kebutuhan zat besi ± 5 mg/hari, (kehilangan basal 0,8
mg/hari) ditamabah kebutuhan sel darah merah 150 mg dan
conceptus 223 mg

Penyerapan besi dipengaruhi oleh faktor protein hewani dan


vitamin C untuk meningkatkan penyerapan. Kopi, teh, garam kalsium,
magnesium dapat mengikat Fe sehingga mengurangi jumlah serapan.
Karena itu sebaiknya tablet Fe ditelan bersamaan dengan makanan yang
dapat memperbanyak jumlah serapan, sementara makanan yang
mengikat Fe sebaiknya dihindarkan, atau tidak dimakan dalam waktu
bersamaan. Disamping itu, penting pula diingat, tambahan besi
sebaiknya diperoleh dari makanan.

5) Metabolisme Zat Besi

Metabolisme zat besi yaitu Fe3+ dan Fe2+ masuk ke lambung,


lambung merubah Fe3+ menjadi Fe2+ dan kelebihan disimpan dalam
bentuk ferritin. Besi akan dibawa ke dalam darah (alat transport
transferin) dan beberapa zat besi disimpan di jaringan otot dalam bentuk
mioglobin. Pembentukan sel darah merah dan hemoglobin terjadi di
sumsum tulang, kelebihan zat besi disimpan dalam bentuk feritin dan
hemosidorin. Hati akan memecah sel darah merah dan transferin akan
mengangkut zat besi dalam darah (Whitney dkk, 2008).

Besi dalam makanan yang dikonsumsi berada dalam bentuk


ikatan ferro (umumnya dalam pangan hewani). Di dalam sel mukosa,
ferro dioksidasi menjadi ferri, kemudian bergabung dengan apoferitin
membentuk protein yang mengandung besi yaitu feritin. Selanjutnya
untuk masuk ke plasma darah, besi dilepaskan dari feritin dalam
bentuk ferro, sedangkan apoferitin yang terbentuk kembali akan
bergabung lagi dengan ferri hasil oksidasi di dalam sel mukosa. Setelah
masuk ke dalam plasma, maka besi ferro segera dioksidasi menjadi ferri
untuk digabungkan dengan protein spesifik yang mengikat besi yaitu
transferin (Suhardjo, 2002).

Plasma darah disamping menerima besi berasal dari penyerapan


makanan, juga menerima besi dari simpanan, pemecahan hemoglobin
dan sel-sel yang telah mati. Sebaliknya plasma harus mengirim besi ke
sumsum tulang untuk pembentukan hemoglobin, juga ke sel endotelial
untuk disimpan, dan ke semua sel untuk fungsi enzim yang
mengandung besi. Jumlah besi yang setiap hari diganti (turnover)
sebanyak 30-40 mg. Dari jumlah ini hanya sekitar 1 mg yang berasal
dari makanan (Suhardjo, 2002).

Banyaknya besi yang dimanfaatkan untuk pembentukan


hemoglobin umumnya sebesar 20-25 mg per hari. Pada kondisi saat
sumsum tulang berfungsi baik, dapat memproduksikan sel darah merah
dan hemoglobin sebesar enam kali (Suhardjo, 2002). Besi yang
berlebihan disimpan sebagai cadangan dalam bentuk feritin dan
hemosiderin di dalam sel parenkhim hepatik sel retikuloendotelial
sumsum tulang hati dan limfa. (Suhardjo, 2002).

D. Kadar Hb

1) Pengertian
Kadar Hb adalah parameter yang digunakan secara luas untuk
menetapkan prevalensi anemia. Hemoglobin merupakan senyawa
pembawa oksigen pada sel darah merah. Hemoglobin dapat diukur
secara kimia dan jumlah Hb/ 100 ml darah dapat digunakan sebagai
indeks kapasitas pembawa oksigen pada darah. Kandungan Hb yang
rendah dengan demikian mengindikasikan anemia. Bergantung pada
metode yang digunakan, nilai Hb menjadi akurat sampai 2-3%
(Supariasa, dkk, 2001).
2) Pemeriksaan kadar Hb Hematology analyzer adalah alat untuk
mengukur sampel berupa darah. Alat ini biasa digunakan dalam bidang
kesehatan. Fungsi dari alat Hematologi analyzer untuk memeriksa darah
lengkap dengan cara menghitung dan mengukur sel darah secara
otomatis berdasarkan impedansi aliran listrik atau berkas cahaya
terhadap sel-sel yang dilewatkan. Hematology Analyzer lebih cepat dalam
pemeriksaan hanya membutuhkan waktu sekitar 2-3 menit
dibandingkan dilakukan secara manual (Gandasoebrata, R . 2008).
3) Faktor-faktor yang mempengaruhi kadar Hb pada ibu hamil
a. Faktor dasar
Menurut Notoatmodjo (2010), faktor dasar yang mempengaruhi
anemia pada ibu hamil yaitu:
1) Pengetahuan ibu hamil Pengetahuan merupakan salah satu faktor
yang menstimulus terhadap terwujudnya sebuah perilaku
kesehatan. Apabila ibu hamil mengetahui dan memahami akibat
anemia dan cara mencegah anemia maka akan mempunyai
perilaku kesehatan yang baik dengan harapan akan terhindar dari
resiko anemia dalam kehamilan. Sebagai besar pengetahuan
manusia diperoleh melalui pendidikan, pengelaman orang lain,
media massa, dan lingkungan (Notoatmodjo, 2010).
2) Pendidikan
Pendidikan dapat mempengaruhi perilaku seseorang, terutama
dalam memotivasi sikap berperan serta dalam perkembangan
kesehatan. Semakin tinggi pendidikan seseorang maka akan
semakin mudah menerima atau menyesuaikan dengan hal yang
baru. Pendidikan mempengaruhi proses belajar sehingga dengan
memiliki pengetahuan yang lebih tinggi akan cenderung
memperoleh lebih banyak informasi baik dari orang lain maupun
dari media masa. Semakin banyak informasi yang didapatkan
maka semakin banyak pula pengetahuan yang didapatkan tentang
kesehatan. Pendidikan bukan hanya bisa didapat dari pendidikan
formal tetapi juga non formal ( Notoatmodjo, 2010).
Tingkat pendidikan berpengaruh terhadap pengetahuan yang
dimiliki ibu. Pendidikan dapat mengubah pola pikir manusia
dalam memilih bahan makanan yang dikonsumsi. Ibu dengan
tingkat pendidikan yang memadai dapat memilih makanan sumber
zat besi untuk mencegah terjadinya anemia (Budiono, 2009)
Faktor sosial – ekonomi Lingkungan sosial akan mendukung
tingginya pengetahuan seseorang, sedangkan ekonomi dikaitkan
dengan pendidikan, ekonomi baik maka tingkat pendidikan akan
tinggi. (Notoatmodjo, 2010). Faktor sosial ekonomi juga
berpengaruh terjadinya anemia. Ibu hamil yang masih
mempercayai terhadap pantang-patangan makan yang bisa
menghambat terciptanya pola makan sehat bagi ibu hamil. Asupan
ibu hamil kurang dikarenakan ada pantangan pada suatu makan
akan berdampak pada terjadinya anemia dikarenakan asupan
tidak tercukupi dengan baik (Sulistyoningsih, 2011).
b. Faktor langsung
Menurut Arisman (2007), faktor langsung yang mempengaruhi kadar
Hb pada ibu hamil yaitu:
1) Kepatuhan konsumsi tablet Fe
Ibu hamil diajurkan untuk mengkonsumsi paling sedikit 90 tablet
besi selama masa kehamilan. Zat besi yang berasal dari makanan
belum bisa mencukupi kebutuhan selama hamil, karena zat besi
tidak hanya dibutuhkan oleh ibu saja tetapi juga untuk janin yang
ada di dalam kandungannya. Apabila ibu hamil selama masa
kehamilan patuh mengkonsumsi tablet Fe maka resiko terkena
anemia semakin kecil (WHO, 2002). Kepatuhan ibu sangat
berperan dalam meningkatkan kadar Hb. Kepatuhan tersebut
meliputi ketepatan jumlah tablet yang dikonsumsi, ketepatan cara
mengkonsumsi dan keteraturan frekuensi mengonsumsi tablet Fe
(Hidayah dan Anasari, 2012).
2) Status gizi ibu hamil
Status gizi adalah suatu keadaan keseimbangan dalam tubuh
sebagai akibat pemasukan konsumsi makanan dan penggunaan
zat-zat gizi yang digunakan oleh tubuh untuk kelangsungan hidup
dalam mempertahankan fungsi-fungsi organ tubuh (Supariasa,
dkk, 2001).
Status gizi ibu hamil yang buruk akan berdampak bagi ibu dan
janin. Ibu hamil yang menderita anemia, sehingga suplai darah
yang mengantarkan oksigen dan makanan pada janin akan
terhambat, sehingga janin akan mengalami gangguan
pertumbuhan dan perkembangan. Oleh karena itu pemantauan
gizi ibu hamil sangat penting dilakukan (Maulana, 2010).
3) Penyakit infeksi Beberapa infeksi penyakit yang beresiko
terjadinya anemia antara lain TBC, cacingan dan malaria, karena
menyebabkan terjadinya penghancuran sel darah merah dan
terganggunya eritrosit. Cacingan dapat menyebabkan malnutrisi
dan mengakibatkan anemia. infeksi malaria juga dapat
menyebabkan anemia (Nurhidayat, 2013).
4) Perdarahan Perdarahan merupakan penyebab anemia yang
dikarenakan terlampau banyaknya besi yang keluar dari
tubuhnya. pada ibu hamil yang terjadi anemia akan beresiko
terjadi pendarahan pada saat persalinan dikarenakan asupan
makan dan zat besi selama kehamilan tidak optimal (Arisman,
2007)

c. Faktor tidak langsung


Menurut Arisman (2007), faktor tidak langsung yang mempengaruhi
kadar Hb pada ibu hamil yaitu:

1) Frekuensi ANC Antenatal Care (ANC) adalah pengawasan sebelum


persalinan terutama pada pertumbuhan dan perkembangan janin
dalam rahim. Pemeriksaan ANC secara rutin akan mendeteksi
keadaan anemia ibu akan lebih dini, sebab pada tahap awal anemia
pada ibu hamil jarang sekali menimbulkan keluhan bermakna.
Keluhan timbul setelah anemia sudah ketahap yang lanjut ( Arisman,
2007).

2) Paritas Paritas adalah jumlah kehamilan yang menghasilkan janin


yang mampu hidup diluar rahim. Paritas >3 merupakan faktor
terjadinya anemia. Hal ini disebabkan karena terlalu sering hamil
dapat menguras cadangan zat gizi tubuh ibu ( Arisman, 2007). Ibu
hamil dengan paritas tinggi berhubungan dengan kondisi organ
reproduksi yang belum pulih ditambah dengan menyusui. Pemulihan
organ tubuh memerlukan konsumsi zat besi yang cukup bagi ibu
hamil. Apabila ibu hamil belum bisa mengembalikan cadangan zat
besi dalam tubuhnya tetapi sudah hamil lagi akan berdampak pada
kondisi anemia. Kondisi inilah yang menyebabkan anemia kehamilan
pada ibu yang paritas tinggi (Yanti, 2016).

3) Umur Ibu Umur adalah lama waktu hidup atau sejak dilahirkan.
Umur sangat menentukan suatu kesehatan ibu, ibu dikatakan
beresiko tinggi apabila ibu hamil berusia di bawah 20 tahun dan di
atas 35 tahun. (Walyani, 2018). Ibu hamil pada umur terlalu muda
(diperlukan untuk pertumbuhan janin. Terjadi kompetisi makanan
antar janin dan ibunya sendiri yang masih dalam pertumbuhan dan
adanya pertumbuhan hormonal yang terjadi selama kehamilan.
Umur ibu hamil di atas 35 tahun lebih cenderung mengalami
anemia, hal ini disebabkan karena pengaruh turunnya cadangan zat
besi dalam tubuh akibat masa fertilisasi ( Arisman, 2007).

4) Jarak kehamilan Jarak kehamilan yang terlalu dekat juga dapat


mempengaruhi kadar Hb ibu hamil karena belum kembali
sempurnanya organ reproduksi ibu untuk menerima janin kembali
sehingga dapat mempengaruhi penyerapan nutrisi baik untuk ibu
dan untuk janin (Romdhona, 2015).

E. Kepatuhan Mengkonsumsi Tablet Fe


1. Pengertian kepatuhan
Kepatuhan merupakan hasil akhir dari perubahan perilaku yang
dimulai dari peningkatan pengetahuan, setelah memiliki 24
pengetahuan yang baik tentang sesuatu maka akan merubah sikap
orang tersebut terhadap pengetahuan yang baru dimilikinya dan
selanjutnya seseorang akan merubah perilakunya, dan dalam
merubah perilakunya seseorang terlebih dahulu menilai manfaat
yang akan didapat (Notoatmodjo, 2003). Menurut Arisman (2007)
mengartikan kepatuhan adalah sebagai tingkat ketaatan pasien
untuk melaksanakan cara pengobatan dan perilaku yang disarankan
oleh dokternya atau oleh orang lain. Kepatuhan dalam penelitian ini
ketaatan ibu hamil dalam melaksanakan anjuran petugas kesehatan
untuk mengkonsumsi tablet zat besi sesuai dosis dan jadwal minum).
2. Faktor yang mempengaruhi kepatuhan ibu hamil mengkonsumsi
tablet Fe
a. Pengetahuan
Pengetahuan ibu hamil tentang kehamilan maupun tablet Fe akan
berpengaruhi terhadap konsumsi tablet Fe. Semakin baik
pengetahuan ibu hamil, maka dalam menyerap informasi semakin
baik khususnya tentang tablet Fe. Hal ini berdampak pada
kepatuhan ibu hamil dalam meminum tablet Fe karena ibu hamil
dapat mengetahui manfaat tablet Fe (Arisman, 2007).
Ibu hamil dengan pengetahuan tentang zat besi (Fe) yang rendah
akan berperilaku kurang patuh dalam mengkonsumsi tablet zat
besi (Fe) serta dalam pemilihan makanan sumber zat besi (Fe) juga
rendah. Sebaliknya ibu hamil yang memiliki pengetahuan tentang
zat besi (Fe) yang baik, maka cenderung ebih banyak
menggunakan pertimbangan rasional dan semakin patuh dalam
mengkonsumsi tablet zat besi (Fe) (Notoatmodjo, 2010).
b. Tingkat pendidikan
Latar belakang pendidikan ibu hamil juga sangat berpengaruh
terhadap kepatuhan ibu hamil meminum tablet zat besi. Apabila
pendidikan ibu hamil rendah maka akan sulit dalam menerima
informasi dan sebaliknya ibu hamil yang memiliki pendidikan baik
maka semakin baik menerima informasi tentang tablet Fe dan
akan berdampak pada kepatuhan dalam mengkonsumsi tablet Fe
(Arisman, 2007).
Pendidikan ibu sangat mempengaruhi bagaimana seseorang untuk
bertindak mencari penyebab dan solusi. Ibu hamil yang memiliki
pendidikan yang tinggi biasanya akan bertindak lebih rasional. Ibu
hamil yang berpendidikan akan lebih mudah menerima gagasan
baru. Ibu hamil yang berpendidikan tinggi akan memeriksakan
kehamilannya secara teratur demi menjaga keadaan kesehatan
dirinya dan anak dalam kandungnyannya (Walyani, 2015).
c. Pemeriksaan ANC
Pemeriksaan ANC mempengaruhi tingkat kepatuhan ibu hamil
dalam mengkonsumsi tablet Fe, karena dengan melakukan
pemeriksaan kehamilan secara rutin ibu hamil akan mendapat
informasi tentang pentingnya tablet Fe bagi kehamilannya. Selama
hamil diwajibkan untuk memeriksa kehamilan sebanyak 4 26 kali,
trimester I sebanyak 1 kali, trimester II sebanyak 1 kali, dan
trimester III sebanyak 2 kali (Arisman, 2007).
3. Pengukuran kepatuhan
Pengukuran kepatuhan dapat diukur dengan melihat jumlah tablet
Fe yang diminum oleh responden, wawancara dengan pasien dan
melihat form kepatuhan yang diberikan oleh petugas kesehatan
(Riskesdas, 2018).
Kriteria kepatuhan, Apabila ibu hamil mengkonsumsi tablet Fe < 90
butir selama kehamilan artinya tidak patuh, dan apabila ibu hamil
mengkonsumsi tablet Fe ≥ 90 butir selama kehamilan berarti patuh
(Riskesdas, 2018).

F. Hubungan antara Kepatuhan Mengkonsumsi Tablet Fe dengan Kadar Hb


Kepatuhan merupakan hasil akhir dari perubahan perilaku yang dimulai
dari peningkatan pengetahuan, setelah memiliki pengetahuan yang baik
tentang sesuatu maka akan merubah sikap orang tersebut terhadap
pengetahuan yang baru dimilikinya dan selanjutnya seseorang akan
merubah perilakunya, dan dalam merubah perilakunya seseorang
terlebih dahulu menilai manfaat yang akan didapat (Notoatmodjo, 2003).
Tingkat kepatuhan mengkonsumsi tablet Fe yang diikuti dengan
normalnya kadar Hb pada ibu hamil bisa dipengaruhi berbagai faktor
salah satunya faktor pendidikan, bahwa semakin tinggi tingkat
pendidikan ibu maka semakin baik kepatuhan mengkonsumsi tablet Fe.
Kepatuhan 28 dalam mengkonsumsi tablet Fe selama kehamilan juga
dapat berpengaruh dengan peningkatan kadar Hb serta peran tenaga
kesehatan untuk selalu mengingatkan setiap melakukan kunjungan
juga dapat mempengaruhi ibu hamil dalam kepatuhan mengkonsumsi
tablet Fe (Romdhona, 2015).
Menurut hasil penelitian Hidayat dan Anasari (2012) bahwa
pengetahuan ibu yang baik meningkatkan kepatuhan ibu untuk
mengkonsumsi tablet Fe secara teratur dibandingkan dengan ibu yang
yang berpengetahuan kurang. ibu hamil yang patuh mengkonsumsi
tablet Fe memiliki resiko kejadian anemia lebih rendah dibandingkan
ibu hamil yang tidak patuh dalam mengkonsumsi tablet Fe, hal ini
dikarenakan semakin baik kecukupan konsumsi tablet Fe maka tingkat
kejadian anemia semakin rendah. Ibu hamil sangat memerlukan
konsumsi tablet Fe, karena tablet Fe adalah tablet tambah darah untuk
menanggulangi anemia gizi besi yang diberikan kepada ibu hamil
(Manuaba, 2007).

BAB III

KESIMPULAN DAN SARAN

3.1 KESIMPULAN

Anemia adalah suatu penyakit kekurangan sel darah merah (WHO, 2011). Ibu
hamil dikatakan mengalami anemia apabila kadar hemoglobin ibu kurang dari
11g/dl pada trimester satu dan tiga, serta kurang dari 10,5 g/dl pada
trimester kedua (Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2013)

Tanda ibu hamil mengalami anemia adalah pucat, glossitis, stomatitis, eodema
pada kaki karena hypoproteinemia. Gejala ibu hamil yang mengalami anemia
adalah lesu dan perasaan kelelahan atau merasa lemah, gangguan pencernaan
dan kehilangan nafsu makan (Tewary, 2011).

Kadar Hb adalah parameter yang digunakan secara luas untuk menetapkan


prevalensi anemia. Hemoglobin merupakan senyawa pembawa oksigen pada
sel darah merah. Umumnya dengan kadar hemoglobin (Hb) yang kurang
disebabkan oleh kekurangan zat besi. Kekurangan zat besi dapat
menimbulkan gangguan atau hambatan pada pertumbuhan janin baik sel
maupun tubuh maupun sel otak. Kadar Hb yang tidak normal dapat
mengakibatkan kematian janin dalam kandungan, abortus, cacat bawaan,
Berat Badan Lahir Rendah, kadar Hb tidak normal pada bayi yang dilahirkan,
hal ini menyebabkan morbiditas dan mortalitas ibu dan kematian perinatal
secara bermakna lebih tinggi.

3.2 SARAN

1. Bagi Ibu Hamil

Diharapkan kepada ibu hamil untuk membaca buku KIA yang


diberikan oleh tenaga kesehatan pada saat pemeriksaan kehamilan,
karena pada buku KIA tersebut terdapat informasi tentang bagaimana
cara memelihara dan merawat kesehatan, mendeteksi dini masalah
selama kehamilan ,persalinan, nifas dan berisi tentang komponen
kesehatan anak. Diharapkan agar ibu hamil lebih proaktif mencari
informasi tentang manfaat tablet Fe, pengertian anemia, penyebab
anemia, dampaknya bagi ibu dan janin, serta cara pencegahannya.
Yang mana informasi tersebut bisa didapatkan melalui tenaga
kesehatan, media masa seperti, televisi, sosial media elektronik
sehingga ibu termotifasi untuk mencegah anemia dengan memakan
makanan yang mengandung zat besi seperti ikan, telur, daging,
bayam, tomat, tahu/tempe, kacang merah, dan lainya serta
mengkonsumsi tablet Fe 90 tablet selama kehamilan.

2. Bagi Tenaga Kesehatan


Di harapkan untuk tenaga kesehatan dokter maupun bidan dapat
memberikan pelayanan kesehatan yang baik kepada ibu hamil
khususnya ibu hamil dengan anemia. Memberikan penyuluhan
terkait bahaya anemia pada ibu hamil dan memberikan tablet FE
rutin kepada ibu hamil

Anda mungkin juga menyukai