Anda di halaman 1dari 20

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Teoritis

1. Anemia pada kehamilan.

a. Pengertian

Anemia atau yang sering disebut dengan kurang darah adalah kondisi

dimana berkurangnya sel darah merah (ertrosit ) dalam sirkulasi darah atau

masa hemoglobin (Hb) sehingga tidak mampu memenuhi fungsinya sebagai

pembawa oksigen keseluruh jaringan tubuh (Yuli reni & Ertina Dwi, 2018).

Anemia dalam kehamilan di definisikan sebagai Hb <11 g/dl. Jika Hb

<11,5 g/dl pada awal kehamilan mungkin perlu diberikan obat profilaktik

karena hemodilusi berikutnya biasanya mengurangi kadar Hb untuk <10

g/dl. Meskipun hemodilusi, kapasitas pembawa O2 tetap normal selama

kehamilan. Anemia terjadi pada 1/3 dari perempuan selama trimester ketiga

(Proverawati, 2011).

Anemia merupakan kondisi dimana sel darah merah tidak mencukupi

kebutuhan fisiologis tubuh. Kebutuhan fisiologis tersebut berbeda pada setiap

orang, dimana dapat dipengaruhi oleh jenis kelamin, tempat tinggal, perilaku

merokok, dan tahap kehamilan. Anemia dapat didefinisakan juga sebagai

kondisi dengan kadar Hb berada di bawah normal. Di Indonesia anemia

umumnya disebabkan oleh kekurangan zat besi, sehingga lebih dikenal

dengan istilah anemia gizi besi. Ibu hamil yang umumnya mengalami

deplesi besi sehingga hanya memberi sedikit besi kepada janin yang

dibutuhkan untuk metabolisme besi yang normal. Selanjutnya mereka akan

menjadi anemia pada saat kadar hemoglobin ibu turun sampai di bawah 11

gr/dl selama trimester III (Hernawati, 2012).

WHO mendefinisikan anemia dalam kehamilan sebagai kadar Hb


kurang dari 11 g/dl, walaupun definisi kadar Hb kurang dari 10,5 g/dl lebih
banyak digunakan secara luas pada trimeseter kedua saat hemodilusi
fisiologis mencapai nilai maksimal (Bothamley, 2012).
Secara garis besar anemia merupakan suatu kondisi dimana
menurunnya kadar Hb yaitu <11gr/dl, sehingga kapasitas pembawa
oksigen untuk kebutuhan organ-organ vital pada ibu dan janin menjadi
berkurang.

b. Etiologi
Penyebab umum dari anemia pada kehamilan adalah kekurangan zat
besi yang diperlukan untuk sintesis eritrosit antara lain Vitamin B12 dan
asam folat. Hal ini penting dilakukan pemeriksaan untuk anemia pada
kunjungan pertama kehamilan. Bahkan jika tidak mengalami anemia pada
saat kunjungan pertama, masih mungkin terjadi anemia pada kehamilan.
Adapun penyebab anemia antara lain:
1) Menurut Rustam (2013), penyebab anemia dalam kehamilan pada
umumnya :
1) Kurang asupan zat gizi (malnutrisi)
2) Kurang asupan zat besi dalam tubuh sehingga membantu
pertumbuhan dan perkembangan janin dalam tubuh.
3) Malabsorbsi.
4) Penyakit-penyakit kronik: TBC, Paru, Cacing usus, malaria, dan
lain-lain.
Anemia pada ibu hamil yang juga dapat disebabkan oleh penyakit
malaria/hemolitik serta cacing tambang, apabila hal ini terjadi pada
wanita hamil maka cacing yang berada di dalam usus selain menghisap
darah dan menyebabkan anemia juga keadaan anemia sendiri
menyebabkan kehilangan darah secara perlahan-lahan sehingga para
penderita yang mengalami kekurangan darah (anemia), keadaan
penyakit ini sering terlupakan oleh tenaga kesehatan karena masih
melihat penyebab lain. (Menkes RI, 2006).
2) Menurut Thomson et al., 2011 penyebab anemia antara lain.:
1) Kandungan zat besi dari makanan yang dikonsumsi tidak
mencukupi kebutuhan antara lain:
a) Makanan yang kaya akan kandungan zat besi adalah makanan yang
berasal dari hewani (seperti: ikan, daging, hati, dan ayam).
b) Makanan nabati (dari tumbuh-tumbuhan) misalnya sayuran hijau
tua, yang walaupun kaya akan zat besi, namun hanya sedikit yang
bisa diserap dengan baik oleh usus.

2) Meningkatnya kebutuhan tubuh akan zat besi antara lain:


a) Pada masa pertumbuhan kebutuhan tubuh akan zat besi semakin
meningkat.
b) Pada masa hamil kebutuhan zat besi meningkat karena zat besi
diperlukan untuk pertumbuhan janin, serta untuk kebutuhan ibu
sendiri.
c) Pada penderita penyakit menahun TBC.

c. Patofisiologi Anemia pada Kehamilan.


Perubahan hematologi sehubungan dengan kehamilan oleh karena
perubahan sirkulasi yang makin meningkat terhadap plasenta dari
pertumbuhan payudara. Volume plasma meningkat 45-65% dimulai pada
trimester ke II kehamilan dan maksimum terjadi pada bulan ke 9 dan
meningkatnya sekitar 1000 ml, menurun sedikit menjelang aterm serta
kembali normal 3 bulan setelah bersalin. Volume sel darah merah total dan
masa hemoglobin meningkat sekitar 20-30%, dimulai pada bulan ke 6 dan
mencapai puncak pada aterm. Peningkatan volume plasma menyebabkan
terjadinya hemodilusi yang menyebabkan terjadinya penurunan hematokrit
(20-30%), sehingga hemoglobin dari hematokrit lebih rendah secara nyata
dari pada keadaan tidak hamil. Pada kehamilan membutuhkan tambahan zat
besi sekitar 800-1000 mg untuk mencukupi kebutuhan dimana terjadinya
peningkatan sel darah merah membutuhkan 300-400 mg zat besi dan
mencapai puncak pada 32 minggu kehamilan, janin membutuhkan zat besi
100-200 mg serta pertumbuhan plasenta membutuhkan zat besi 100-200
mg. Sekitar 190 mg hilang selama melahirkan (Proverawati, 2011).

d. Klasifikasi Anemia
Pada wanita yang sedang tidak hamil nilai normal hemoglobin 11-
14gr/dl. Angka tersebut juga berlaku untuk wanita hamil, oleh karena itu
pemeriksaan hemoglobin harus menjadi pemeriksaan darah rutin selama
pengawasan antenatal. Anemia merupakan suatu keadaan dimana kadar Hb
yang kurang dari normal dan berbeda untuk setiap kelompok umur dan
jenis kelamin. Secara umum anemia dalam kehamilan diklasifikasikan
menjadi beberapa yaitu:
1) Anemia defisiensi besi

Anemia defisiensi besi adalah anemia yang terjadi akibat kekurangan

zat besi dalam darah. Untuk menegakkan diagnosis anemia defisiensi

besi dapat dilakukan dengan anamnesa. Hasil anamnesa didapatkan

keluhan cepat lelah, sering pusing, mata berkunang-kunang, dan

keluhan mual-muntah di kehamilan muda. Ada pemeriksaan

pengawasan Hbdapat dilakukan dengan menggunakan metode Sahli,

dilakukan minimal 2 kali selama kehamilan yaitu trimseter I dan III.

Pengobatannya adalah pemberian tablet zat besi yaitu keperluan zat

besi untuk wanita hamil, tidak hamil dan dalam laktasi yang

dianjurkan. Berdasarkan Penelitian (Ababiya& Gabriel, 2014)

klasifikasi anemia kehamilan berdasarkan kadar hemoglobin adalah :

Kadar Hb Normal : >11 gr/dl


Anemia Ringan : 9 – 11 gr/dl.
Anemia Sedang : 7 – 9 gr/dl.
Anemia Berat : 4 – 7 gr/dl.
Sangat Berat : < 4 gr/dl.

Sedangkan berdasarkan penelitian (Zubaida et al, 2015) klasifikasi


anemia dalam kehamilan berdasarkan tingkat hemoglobin dikategorikan
menjadi :
Anemia : <11 gr/dl
Tidak Anemia :>12 gr/dl
2) Anemia Megaloblastik.
Anemia ini disebabkan karena defisiensi asam folat dan defisiensi
vitamin B12 walaupun jarang.
3) Anemia Hipopalstik dan Aplastik.
Anemia disebabkan karena sumsum tulang belakang kurang maupun
membuat sel-sel darah baru Anemia Hemolitik Anemia disebabkan karena
penghancuran sel darah merah berlangsung lebih cepat daripada
pembuatannya.

e. Faktor Predisposisi kejadian Anemia Kehamilan.


Faktor lain yang sangat mempengaruhi kejadian anemia dalam kehamilan
antara lain :
1) Umur

Semakin muda ibu hamil, maka semakin tinggi risiko untuk terjadinya
anemia. Hal ini di dukung oleh peneliti Thomson et al. (2011) di USA
bahwa ibu remaja memiliki prevalensi anemia kehamilan lebih tinggi
dibandingkan dengan ibu yang berusia 20 sampai 35 tahun. Hal ini
dikarenakan pada remaja, Fe dibutuhkan lebih banyak karena pada masa
tersebut remaja membutuhkannnya untuk pertumbuhan, ditambah lagi jika
hamil maka kebutuhan akan Fe lebih besar. Sedangkan ibu hamil diatas 35
tahun cenderung mengalami anemia, hal ini disebabkan karena pengaruh
turunnya cadangan zat besi dalam tubuh akibat masa fertilisasi.

Dengan demikian maka disarankan untuk menekankan kejadian


anemia dengan berbagai dampaknya maka pengaturan jarak kelahiran juga
sangat diperlukan perencanaan kelahiran melalui keluarga berencana,
begitupun umur ibu hamil sangat penting diperhatikan untuk melahirkan
pada usia antara 20-35 tahun. Risiko persalinan prematur pada kelompok
umur <18 tahun dan >40 tahun memiliki hubungan yang bermakna secara
statistik, tidak bermakna pada kelompok umur yang tidak beresiko umur
18-40 tahun (Ogundipe et al, 2012).

Berdasarkan penelian yang dilakukan oleh Zubaida et al (2015) di


Balochistan Plateau Pakistan menjelaskan bahwa umur merupakan salah
satu faktor yang menyebabkan anemia. Dari penelitian ini di dapatkan
bahwa usia wanita usia tua (>35 tahun) memiliki risiko terhadap anemia.
yaitu sebesar 52,38%, diikuti oleh usia muda (<25 tahun ) sebesar 27,27%
dan usia menengah ( 26-35 tahun )sebesar 6,90% dengan nilai p<0,002.

2) Usia Kehamilan

Umur kehamilan dihitung menggunakan Rumus Naegele, yaitu jangka waktu

dari Hari Pertama Haid Terakhir (HPHT) sampai hari dilakukan perhitungan umur

kehamilan. Menurut Bari S, (2009) Umur kehamilan dinyatakan dalam minggu,

kemudian dapat dikategorikan menjadi:

Trimester I : 0-12 minggu

Trimester II : 13-27 minggu

Trimester III : 28-40 minggu(38)

Ibu hamil pada trimester pertama dua kali lebih mungkin untuk mengalami

anemia dibandingkan pada trimester kedua. Demikian pula ibu hamil di trimester

ketiga hampir tiga kali lipat cenderung mengalami anemia dibandingkan pada

trimester kedua. Anemia pada trimester pertama bisa disebabkan karena kehilangan

nafsu makan, morning sickness, dan dimulainya hemodilusi pada kehamilan 8

minggu. Sementara di trimester ke-3 bisa disebabkan karena kebutuhan nutrisi tinggi

untuk pertumbuhan janin dan berbagi zat besi dalam darah ke janin yang akan

mengurangi cadangan zat besi ibu (Tadesse SE, at al, 2017)

3) Pendidikan
Tingkat pendidikan seseorang akan mempengaruhi kesadaran untuk
berperilaku hidup sehat. Pendidikan akan membentuk pola pikir yang baik
dimana ibu hamil akan lebih mudah menerima informasi sehingga dapat
terbentuk pengetahuan yang memadai. Pengetahuan tersebut dapat
digunakan ibu hamil sebagai dasar bagi ibu untuk berperilaku mencegah
dan mengatasi anemia. Pendidikan juga menigkatakan kesdaran ibu hamil
untuk memanfaatkan pelayanan kesehatan dalam rangka memantau
kesehatan kehamilannya. Seperti yang dijelaskan oleh Chrispinus et al
(2014) yang menjelaskan bahwa dengan pendidikan dapat membantu
sesorang/ibu hamil untuk dapat menerima masukan-masukan positif yang
berkaitan dengan kesehatan ibu hamil sehingga dapat berperilaku hidup
sehat.
Dalam penelitian ini juga dijelaskan pendidikan yang rendah dapat
mengakibatkan sesorang lebih mempercayai budaya atau mitos-mitos
sehingga menyebabkan pemilihan jenis makanan. Hal ini akan berdampak
kekurangan nutrisi seperti defisiensi zat besi maupun asam folat.
Menurut Undang-undang RI No.20 tahun 2013, jenjang pendidikan

formal terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan

tinggi. Pendidikan dasar berbentuk sekolah dasar (SD) dan madrasah

ibtidaiyah (MI) atau bentuk lain yang sederajat serta sekolah menengah

pertama (SMP) dan madrasah tsanawiya (MTs), atau bentuk lain yang

sederajat. Pendidikan menengah terdiri atas pendidikan menengah umum dan

pendidikan menengah kejuruan. Pendidikan menengah berbentuk sekolah

menengah atas (SMA), madrasah aliyah (MA), sekolah menengah kejuruan

(SMK), dan madrasah aliyah kejuruan (MAK), atau bentuk lain yang

sederajat. Pendidikan tinggi merupakan jenjang pendidikan setelah pendidikan

menengah yangmencakup program pendidikan diploma, sarjana, magister,

spesialis, dan doktor yang diselenggarakan oleh pendidikan tinggi. Pendidikan

tinggi dapat berbentuk akademi, politeknik, sekolah tinggi, institut, atau

universitas.

4) Paritas
Paritas ditandai dengan jumlah beberapa kali ibu melahirkan seorang anak

baik itu lahir hidup maupun lahir mati. Pada ibu yang multipara yaitu telah

melahirkan lebih dari 2 kali melahirkan seorang anak. Menurut Al-Farsi et

al (2011) menjelaskan bahwa ibu yang memiliki paritas tinggi memiliki

risiko mengalami anemia dibandingkan mereka yang melahirkan anak

sedikit yaitu dengan (Ratio Risk, RR = 2,92; 95% CI 2,02, 4,59).

Sehubungan dengan hal tersebut, maka ibu yang memiliki paritas tinggi

memiliki risiko kehilangan darah yang banyak akibat persalinan dan

berdampak pula pada kehilangan zat besi yang berlebihan. Dengan


demikian paritas tinggi sangat erat hubungannya dengan terjadinya

anemia, hal ini menunjukan bahwa semakin sering ibu itu melahirkan

maka risiko ibu untuk menderita anemia akan semakin besar.

5) Jarak kehamilan

Jarak kehamilan adalah suatu pertimbangan untuk menentukan kehamilan yang

pertama dengan kehamilan berikutnya (Depkes RI, 2010). World Health

Organization (WHO) menyarankan kepada ibu setelah melahirkan dengan

pervaginal atau normal untuk memberikan jarak setidaknya 24 bulan atau 2

tahun sebelum mencoba kehamilan berikutnya. Jarak kehamilan yang terlalu

dekat kurang dari 2 tahun dapat menimbulkan masalah dan komplikasi baik

untuk ibu maupun janin. Pada ibu hamil dengan jarak yang terlalu dekat

beresiko terjadi anemia dalam kehamilan, hal ini disebabkan cadangan zat besi

ibu hamil belum pulih akibat kehamilan sebelumnya akhirnya terkuras untuk

keperluan janin yang dikandung berikutnya.

Ibu disetiap kehamilan memerlukan tambahan zat besi untuk

meningkatkan jumlah sel darah merah dan membentuk sel darah merah janin

dan plasenta. Jika persediaan cadangan Fe minimal, maka setiap kehamilan

akan menguras persediaan Fe tubuh dan akhirnya menimbulkan anemia pada

kehamilan. Pengaruh anemia terhadap kehamilan adalah abortus, persalinan

prematuritas, berat badan lahir rendah, hiperemesis gravidarum, perdarahan

antepartum, bahkan dapat mengakibatkan kematian pada ibu dan janinya.

Jarak kelahiran yang terlalu dekat juga dapat memicu pengabaian pada anak

pertama secara fisik maupun psikis, yang dapat menimbulkan rasa cemburu

akibat ketidaksiapan berbagi kasih sayang dengan orang tuanya(Sulistyawati,

2011).
Ibu hamil dengan anemia zat besi tidak mampu memenuhi kebutuhan zat besi

pada janinya secara optimal sehingga janin sangat resiko terjadinya gangguan

kematangan atau kematuran organ- organ tubuh janin dan resiko terjadinya

prematur ( Tarwoto, 2007).

Dengan adanya resiko dalam menentukan jarak kehamilan diperlukan

perencanaan berkeluarga yang optimal melalui perencanaan kehamilan yang

aman, sehat, dan diinginkan merupakan salah satu faktor penting menurunkan

angka kematian maternal. Menjaga jarak kehamilan tidak hanya

menyelamatkan ibu dan bayi dari sisi kesehatan, namun juga memperbaiki

kualitas hubungan psikologi keluarga.

6) Pola Maka ibu hamil

Ibu hamil memiliki kebutuhan makanan yang berbeda dengan ibu yang tidak

hamil karena ada janin yang tumbuh dan berkembang di dalam rahimnya.

Kebutuhan makanan perlu dilihat bukan hanya dalam konteks porsi saja, melainkan

harus ditentukan pula berdasarkan mutu zat- zat gizi yang terkandung di dalam

makanan yang dikonsumsi, seperti karbohidrat, protein, lemak, vitamin, dan mineral,

serta kecukupan dalam asupan cairan. Salah satu masalah gizi masyarakat yaitu

kurangnya pengetahuan dan kesadaran akan pentingnya asupan gizi bagi tubuh

khususnya ibu hamil. Ibu hamil harus mendapatkan gizi yang cukup untuk dirinya

sendiri maupun janinnya. Bagi ibu hamil, kualitas maupun kuantitas makanan yang

biasanya cukup untuk kesehatannya harus ditambah dengan zat-zat gizi dan energi

agar janin bertumbuh dengan baik. Kualitas dan kuantitasnya perlu ditingkatkan

melalui pola makan dengan kebiasaan makan yang baik. Pola makan dan kebiasaan

makan yang baik adalah menu seimbang dengan jenis bervariasi, contohnya

kecukupan kalori (Ertiana et al., 2016). Asupan kalori selama kehamilan sebaiknya

ditambah pada kisaran 300-400 kkal perharinya. Sebanyak 55% kalori dapat

diperoleh dari seumber umbi-umbian serta nasi sebagi sumber karbohidrat, lemak

nabati maupun hewani dipenuhi sebanyak 35%, kebutuhan protein mencapai 10%,
serta dilengkapi dengan sayuran dan buahan. Sriwahyuni et all. (2013) menyatakan

bahwa bagi ibu hamil, kekurangan asam folat dapat menyebabkan meningkatnya

risiko anemia, sehingga ibu mudah lelah, letih, lesu dan pucat bahkan berpeluang

menyebabkan keguguran.

7) Status KEK ( Kekuragan Energi Kalori )

Anemia lebih tinggi terjadi pada ibu hamil dengan Kurang Energi Kronis

(LLA< 23,5 cm) dibandingkan dengan ibu hamil yang bergizi baik. Hal

tersebut mungkin terkait dengan efek negatif kekurangan energi protein dan

kekurangan nutrisi mikronutrien lainnya dalam gangguan bioavailabilitas dan

penyimpanan zat besi dan nutrisi hematopoietik lainnya (asam folat dan

vitamin B12), (Reni&Dwi,2018)

Ibu hamil dengan KEK pada umumnya akan mengalami anemia lebih

banyak dibandingkan ibu hamil tidak mengalami anemia. Hal ini karena

pemanfaatan dan penyerapan makanan yang tidak disesuaikan selama

kehamilan. Nutrisi mempengaruhi keadaan gizi seseorang. Jika ibu hamil

selama kehamilan tidak mengkonsumsi makanan yang disesuaikan atau

seimbang, baik makronutrien maupun mikronutrien, maka ibu hamil berisiko

mengalami masalah kesehatan atau KEK yang dapat menyebabkan anemia

(Aminin dkk., 2014)

8) Pemberian Tablet Tambah Darah (TTD)

Upaya Pemerintah dalam mengatasi masalah Anemia Pada Ibu Hamil

dalam hal ini Kemnkes RI adalah dengan program pemberian Tablet Tambah

Darah (TTD) minimal 90 Tablet selama kehamilan. TTD yang diberikan

mengandung FeSO4 320 mg (zat besi 60 mg) dan asam folat 0,25 mg.

Program tersebut bertujuan untuk mencegah dan menangani anemia pada ibu

hamil, tetapi masih banyak ibu yang menderita anemia, hal itu mungkin

disebabkan kurangnya pengetahuan atau kurang paham ibu hamil tentang


penting nya tablet Fe dan kesalahan ibu hamil dalam cara mengkonsumsi

tablet Fe yang benar.(Kemenkes, 2022)

Selama kehamilan ibu harus menerima TTD minimal 90 hamil, dan ke

efektifan tablet Fe sangat tergantung dari ketaatan dan keteraturan ibu hamil

dalam mengkonsumsi tablet Fe. Hal ini tentu sangat dipengaruhi oleh peran

keluarga, petugas pelayanan kesehatan agar dapat memotifasi ibu dan

meningkatkan pengetahuan ibu hamil akan pentingnya tablet Fe bagi ibu

selama kehamilan.

9) Pekerjaan

Pekerjaan merupakan aktivitas sehari-hari yang dimiliki seseorang untuk

memperoleh penghasilan. Aktivitas dari pekerjaan yang terus menerus

dapat mempengaruhi seseorang khususnya ibu hamil untuk merasa lelah,

hal ini yang menjadi dasar seseorang mudah mengalami keluhan dan

pusing. Dengan aktivitas yang terlalu tinggi juga mempengaruhi

peningkatan kerja jantung yang berhubungan langsung dengan sirkulasi

peredaran darah tubuh yang dapat meningkatkan resiko kekurangan kadar

hemoglobn dalam tubuh sehingga dapat menyebabkan anemia.

10)Sumber Informasi

Sumber Informasi adalah sarana penunjang yang diperoleh sesorang untuk

menambah pengetahuan yang dimilikinya. Sumber infirmasi ditulis yang

diperoleh dari kepustakaan atau dokumen lainnya, bisa juga diproleh dari

lapangan ( Notoadmodjo, 2010 ).

Informasi yang diperoleh dari tenaga kesehatan sangat bergantung terhadap

kemampuan dari masing-masing individunya yaitu tenaga kesehatan dan

didukung oleh kemampuan ibu hamil dalam menyerap informasi, sehingga

jika informasi yang diberikan terbatas dan tidak ada kerjasama yang baik
dengan ibu hamil maka ibu hamil tersebut memperoleh informasi yang

terbatas, sehingga mengakibatkan pengetahuan yang dimilikinya kurang

tentang tablet Fe. Jika ibu hamil tersebut memiliki informasi kurang maka

kemampuan untuk menciptakan pemikiran, hal yang baru, ide, kreatifitas, dan

isu yang terbaru akan sulit diaplikasikan dengan baik. Oleh sebab itu peran

tenaga kesehatan penting dalam hal pemberian informasi. Informasi yang

diperoleh baik dari pendidikan formal maupun non formal dapat memberikan

pengaruh sehingga menghasilkan perubahan atau peningkatan pengetahuan.

Majunya teknologi menyediakan bermacam-macam media massa yang dapat

mempengaruhi pengetahuan masyarakat tentang inovasi baru. Sebagai sarana

komunikasi, berbagai bentuk media massa seperti internet, televisi, radio,

surat kabar, majalah, dan lain-lain mempunyai pengaruh besar terhadap

pembentukan opini dan kepercayan yang berisi sugesti yang dapat

mengarahkan opini seseorang, sehingga memberikan landasan kognitif baru

bagi terbentuknya pengetahuan terhadap hal tersebut yaitu pengetahuan

tentang tablet Fe.

f. Hal-hal yang perlu dilakukan dan dihindari untuk mencegah anemia, Antara

lain:

1) Makan makanan yang bernutrisi dan bergizi tinggi, khususnya yang kaya zat besi

dan asam folat setiap hari. Adapun contoh makanan yang mengandung zat besi

misalnya daging (sapi atau unggas) rendah lemak yang dimasak matang,

makanan laut seperti ikan, cumi, kerang dan udang yang dimasak matang,

sayuran hijau, misalnya bayam dan kangkung, kacang polong, produk susu yang

telah dipasteurisasi, kentang, gandum. Sementara untuk makanan yang

mengandung tinggi folat contohnya sayuran hijau (bayam, brokoli, seledri,

buncis, lobak hijau atau selada), keluarga jeruk, alpukat, pepaya, pisang, kacang-
kacangan (kacang polong, kacang merah, kacang kedelai, kacang hijau), biji

bunga matahari, gandum dan kuning telur.

2) Mengkonsumsi vitamin C lebih banyak, vitamin c membantu tubuh menyerap

zat besi dari makanan secara lebih efisien.

3) Minum suplemen, suplemen yang dianjurkan untuk dikonsumsi adalah suplemen

zat besi, vitamin B12 dan asam folat. Suplemen bisa diminum di pagi hari atau

malam hari sebelum tidur untuk mengurangi mual setelahnya.

4) Teratur melakukan pemeriksaan selama kehamilan untuk memantau keadaan

selama kehamilan agar dapat selalu terkontol kadar HB dan Deteksi dini penyulit

dalam kehamilan sehingga dapat di atasi.

g. Kebutuhan zat besi pada wanita hamil.


Wanita memrlukan zat besi lebih tinggi dari pada laki-laki
karena terjadi menstruasi dengan perdarahan sebanyak 50 sampai 80
cc setiap bulannya dan kehilangan zat besi sebanyak 30-40 mg.
Disamping itu kehamilan membutuhkan tambahan zat besi untuk
meningkatkan jumlah sel darah merah janin dan plasenta. Makin
sering seorang wanita mengalami kehamilan dan melahirkan akan
semakin banyak kehilangan zat besi dan akan menjadi anemia.
Setiap kehamilan kebutuhan zat besi yang diperlukan sebanyak
900 mg Fe yaitu meningkatnya sel darah ibu 500 mg Fe, terdapat
dalam plasenta 300 mg Fe dan untuk darah janin sebesar 100
mg Fe. Jika persediaan cadangan Fe minimal maka setiap
kehamilan menguras persediaan Fe tubuh dan akhirnya akan
menimbulkan anemia pada kehamilan (Proverawati, 2011).
Kebutuhan zat besi selama triwulan pertama relatif kecil
yaitu 0,8 mg/hari namun meningkat dengan pesat selama triwulan
kedua dan ketiga hingga 6,3 mg/hari. sebagian dari peningkatan
dapat terpenuhi oleh simpanan zat beso dan peningkatan aitif
persentase Fe yang diserap, tetapi bila zat besi rentah atau tidak
sama sekali dan zat besi diserap dari makanan sangat sedikit,
maka suplemen zat besi sangat dibutuhkan pada masa kehamilan
(Soemantri, 2005).

Angka kecukupan zat besi dihitung berdasarkan ketersediaan


hayati (bioavailability) sebesar 15%.
Zat besi dalam makanan dapat berasal dari sumber nabati
dengan ketersediaan hayati 2-3% dan sumber hewani dengan
ketersediaan hayati 20-23%. Untuk meningkatkan ketersediaan
hayati, zat besi yang berasal dari tumbuh-tumbuhan dapat
ditambahkan dengan vitamin C dn asam organik lainnya.
Kebutuhan zat besi digolongkan menurut beberapa sumber antara lain:

1). Menurut Departemen Kesehatan Angka Kecukupan Gizi


(AKG) Tahun 2013 pada wanita berdasarkan golongan umur,
kehamilan dan menyusui dapat disajikan pada tabel sebagai
berikut:
Tabel 2.1. Angka Kecukupan Zat Besi Bagi Wanita yang dianjurkan
(per orang per hari).
Golongan Angka Kecukupan Keadaan Penambahan
Umur Besi Tertentu AKB
10 - 12 th 20 mg Hamil :
13 – 15 th 26 mg Trimesetr I +0
16 – 18 th 26 mg Trimester II +9
19 – 29 th 26 mg Trimester III + 13
30 – 49 th 26 mg Menyusui :
50 – 64 th 12 mg 0-6 bl +6
≥65 th 12 mg 7-12 bl +8

2). Kebutuhan zat besi berdasarkan kebutuhan tiap semester tiap


semester menurut (Kasdu D, 2005), sebagai berikut :

1) Trimester I: ± 1 mg/hr (kehilangan basal 0,8 mg/hr),


ditanbah 30- 40 mg untuk kebutuhan janin dan sel darah
merah.
2) Trimester II: ± 5mg/hr ( kehilangan basal 0,8 mg/hr)
ditambah kebutuhan sel darah merah 300 mg dan
conceptus 115 mg.
3) Trimester III: ± 5 mg/hr ( kehilangan basal 0,8 mg/hr),
ditambah kebutuhan sel darah merah 150 mg dan
conceptus 223 mg.
h. Dosis tablet zat besi pada ibu hamil.

Menurut Menkes RI (2012) tablet zat besi diberikan kepada ibu hamil sesuai
dengan dosis dan cara yang ditentukan yaitu:
1) Dosis pencegahan
Diberikan pada kelompok sasaran tanpa pemeriksaan Hb. Dosisnya
yaitu 1 tablet (60 mg besi elemental dan 0,25 mg asam folat)
berturut-turut selama minimal 90 hari masa kehamilan mulai
pemberian pada waktu pertama kali ibu memeriksakan kehamilannya
(K1).

2) Dosis pengobatan
Diberikan pada sasaran (Hb 11 gr/dl) dengan pemberian
menjadi 2 tablet sehari selama 90 hari kehamilannya.
3) Cara Mengkonsumsi Tablet Zat Besi
Setiap tablet setara 200 mg ferrosulfat. Selama kehamilan
minimal diberikan 90 tablet sampai 42 minggu setelah melahirkan
diberikan sejak pemeriksaan ibu hamil pertama. Cara
mengkonsumsi tablet fe yaitu:
a) Pemberian tablet tambah darah lebih bisa ditoleransi jika
dilakukan pada saat sebelum tidur malam.
b) Pemberian tablet tambah darah harus dibagi serta
dilakukan dengan interval sedikitnya 6-8 jam, dan
kemudian interval ini ditingkatkan hingga 12 atau 24 jam
jika timbul efek samping.
c) Muntah dan kram perut merupakan efek samping dan
sekaligus tanda dini toksitasi zat besi, keduanya ini
menunjukan perlu mengubah (menurunkan dosis) zat besi
dengan segera.
d) Minum tablet zat besi setelah makan atau pada saat
makan selain dapat mengurangi gejala mual yang
menyertainya tetapi juga akan menurunkan jumlah zat
besi yang di absorpsi ( Dinkinson, 2014).
i. Faktor Lain yang mempengaruhi Kejadian Anemia

Meskipun penyebab utama kejadian Anemia adalah nutrisi yang tidak adekuat ,

Penyebab lain yang mungkin berhubungan dengan anemia secara tidak langsung adalah

politik, ekonomi, ekologi, iklim, dan geografi yang mempengaruhi pendidikan, kesejahteraan

(pekerjaan dan kondisi ekonomi), dan norma budaya dan perilaku. Selain itu faktor laen

yang juga memicu terjadinya anemia selama kehamilan adalah kualitas pelayanan Antenatal

Care (ANC). Pengetahuan dan persepsi ibu hamil ini merupakan salah satu faktor

penghambat keberhasilan intervensi antenatal care. Mereka tidak cukup termotivasi

untuk mengatasi gejala anemia. Pada dasarnya pengetahuan ibu hamil penting karena

berkontribusi dalam meningkatkan motivasi ibu hamil untuk melakukan tindakan

pencegahan. Menurut penelitian sebelumnya, tingkat kesadaran yang rendah dan

miskin meningkatkan risiko anemia hingga 5 kali lipat dan 6 kali lipat.

Selain itu, kepercayaan budaya juga mempengaruhi ibu hamil yang menderita

anemia, karena partisipan mengungkapkan bahwa proses kehamilan banyak

dipengaruhi oleh tradisi yang selama ini dipercaya. Selain itu, banyak makanan seperti

daging, nanas, pepaya, sate, dan kepiting yang tidak dikonsumsi ibu hamil Indonesia

karena dianggap membahayakan kehamilan. Wanita hamil percaya bahwa mereka

harus membatasi konsumsi sayuran berdaun hijau, yogurt, keju, dan tebu selama

kehamilan; masyarakat percaya bahwa ibu hamil harus membatasi konsumsi buah,

sayuran, daging, dan telur, Jika pantangan dilanggar, para wanita percaya bahwa

bayinya akan terpengaruh. Tenaga Kesehatan dalam hal ini perawat-bidan sebagai

tenaga kesehatan yang paling sering berinteraksi dengan ibu hamil memiliki peran

penting dalam mengubah persepsi mereka terkait pantangan makanan yang diyakini.
Perawat-bidan dapat memberikan informasi kepada ibu hamil tentang manfaat

mengkonsumsi makanan bergizi bagi dirinya dan bayi yang dikandungnya. Perawat-

bidan juga dapat memasukkan unsur budaya seperti anjuran adat yang menganjurkan

ibu hamil untuk mengkonsumsi makanan yang baik, bergizi, dan dalam porsi yang

cukup. Jika dilaksanakan secara efektif, tindakan ini dapat mengubah persepsi ibu hamil

dan mencegah terjadinya anemia selama kehamilan.

Suami dan keluarga pun memainkan peran penting dalam mendukung ibu hamil

dalam mematuhi langkah-langkah yang dirancang untuk mencegah anemia. Suami

merupakan individu yang memiliki peran penting sebagai penentu perilaku ibu hamil

dalam mencegah anemia.Banyak ibu hamil yang cenderung berhenti mengkonsumsi

zat besi di tengah masa kehamilannya, sehingga mereka membutuhkan key person

yang memberikan motivasi atau dukungan untuk melanjutkan jenis perawatan

tersebut, untuk memastikan kepatuhan konsumsi tablet besi (D.Damayanti, dkk, 2020)

Selain itu, penyakit infeksi juga dapat memengaruhi terjadinya anemia. Penyakit

infeksi tersebut antara lain kecacingan, malaria, tuberkulosis, AIDS, infeksi yang

menyebabkan gangguan penyerapan usus halus, dan sebagainya. Penyakit infeksi tersebut

dapat menyebabkan penurunan produksi sel darah merah dan beberapa diantaranya

mengakibatkan kehilangan darah yang pada akhirnya menjadi anemia. Kehilangan darah

juga disebabkan oleh kelainan hemoglobin genetik seperti talasemia dan anemia sel sabit

dimana sel darah merah pecah sebelum waktunya sehingga menimbulkan anemia.
10

A. Kerangka Teori

Berdasarkan uraian kajian pustakan tersebut di atas, maka dapat digambarkan kerangka

teori dalam penelitian ini sebagai berikut :

faktor predisposisi
a. Usia Ibu Hamil
b. Usia Kehamilan
c. Paritas
d. Pekerjaan
e. Jarak Kehamilan
f. Status KEK
g. Pemberian Tablet Tambah Darah
h. Asupan Nutris / Pola Makan Sehari hari
ANEMIA

faktor Enabling
a. Pendidikan
b. Pengetahuan
c. Sumber Informasi (Sarana dan Prasarana)
d. Sikap/Persepsi
e. kepercayaan/Keyakinan
f. Nilai dan Tradisi
Sumber: Morgan, et, al (2009)
g. Kelainan Genetik Hemoglobim

Gambar 2.1
Kerangka Teori
B. Kerangka Konsep

Dalam penelitian ini penulis mengangkat beberapa variabel yang menjadi

variabel yang akan diteliti diantaranya : Usia, Paritas, Pendidikan, Pekerjaan,

Jarak Kehamilan, Status KEK, Status Pemberian Tablet Tambah Darah. Variabel-

variabel tersebut merupakan variabel independen dalam penelitian ini, variabel

tersebut diduga mempengaruhi kejadian KPD dan dapat diukur penilaiannya pada

ibu yang mengalami KPD dan dijadikan sebagai sampel penelitian ini.

Berikut ini adalah bagan kerangka konsep yang disajikan oleh penulis

dalam penelitian ini :

a. Usia
b. Paritas
c. Pendidikan
KPD
d. Pekerjaan
e. Jarak Kehamilan
f. Status KEK
g. Satatus Pemabrian TTD

Gambar 2.2
Kerangka Konsep Penelitian

C. Hipotesis

Menurut Arikunto (2012) Hipotesis adalah suatu jawaban yang brsifat

sementara terhadap permasalahan penelitian sampai terbukti melalui data yang

terkumpul. Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah :

1. Ada hubungan antara Usia Ibu hamil dengan kejadian Anemia di wilayah

kerja Puskesmas Margerejo, Metro, Lampung tahun 2023


10

2. Ada hubungan antara Paritas Ibu hamil dengan kejadian Anemia di wilayah

kerja Puskesmas Margerejo, Metro, Lampung tahun 2023

3. Ada hubungan antara Pekerjaan Ibu hamil dengan kejadian Anemia di wilayah

kerja Puskesmas Margerejo, Metro, Lampung tahun 2023

4. Ada hubungan antara Pendidikan Ibu hamil dengan kejadian Anemia di

wilayah kerja Puskesmas Margerejo, Metro, Lampung tahun 2023

5. Ada hubungan antara Jarak kehamilan dengan kejadian Anemia di wilayah

kerja Puskesmas Margerejo, Metro, Lampung tahun 2023

6. Ada hubungan antara Status KEK dengan kejadian Anemia di wilayah kerja

Puskesmas Margerejo, Metro, Lampung tahun 2023

7. Ada hubungan antara Status Pemeberian TTD dengan kejadian Anemia di

wilayah kerja Puskesmas Margerejo, Metro, Lampung tahun 2023

Anda mungkin juga menyukai