Anda di halaman 1dari 6

A.

Konsep Dasar Teori Anemia Ringan dalam kehamilan


1. Pengertian Anemia Ringan dalam Kehamilan
Menurut Manuaba ( 2012 ), anemia ringan adalah dimana kadar hemoglobin berkisar
antara 9 – 10,9 gr % / dl.
Anemia adalah suatu kondisi dimana kadar hemoglobin dalam darah
dibawah batas normal. Di Indonesia, kasus anemia umumnya terjadi karena kekurangan
zat besi dalam darah ( Saifuddin, 2011 ).

Definisi anemia adalah kondisi ibu dengan kadar Hemoglobin kurang dari 11 gr/dl
pada trimester pertama dan trimester 3, dan kadar hemoglobin < 10,5 gr/dl pada trimester
2. Nilai batas tersebut terjadi karena proses hemodilusi terutama pada trimester ke-2
(Prawirohardjo, 2007).

2. Penyebab Anemia Pada Ibu Hamil


Penyebab utama anemia pada wanita adalah kurang memadainya asupan makanan
sumber Fe, meningkatnya kebutuhan Fe saat hamil dan menyusui ( kebutuhan fisiologis ),
dan kehilangan banyak darah saat menstruasi ( Manuaba, 2012 ).

Anemia lebih sering ditemukan dalam kehamilan karena keperluan akan zat – zat
makanan makin bertambah dan terjadi pula perubahan – perubahan dalam darah dan
sumsum tulang. Volume darah bertambah banyak dalam kehamilan, yang lazim disebut
hidremia atau hipervolemia. Akan tetapi, bertambahnya sel- sel darah kurang
dibandingkan dengan plasma, sehingga terjadi pengenceran darah (hemodilusi).
Pertambahan tersebut berbanding sebagai berikut: plasma 30%, sel darah 18%, dan
hemoglobin 19%.

Hemodilusi dianggap sebagai penyesuaian diri secara fisiologi dalam kehamilan dan
bermanfaat bagi ibu yaitu dapat meringankan beban kerja jantung yang harus bekerja
lebih berat dalam masa hamil, yang disebabkan oleh peningkatan cardiac output akibat
hipervolemia. Kerja jantung lebih ringan apabila viskositas darah rendah. Resistensi
perifer berkurang pula, sehingga tekanan darah tidak naik. Kedua, pada perdarahan waktu
persalinan, banyaknya unsur besi yang hilang lebih sedikit dibandingkan dengan apabila
darah itu tetap kental. Bertambahnya darah dalam kehamilan sudah mulai sejak
kehamilan umur 10 minggu dan mencapai puncaknya dalam kehamilan antara 32 dan 36
minggu. (Wiknjosastro, 2006).

3. Macam – macam anemia

Menurut Prawirohardjo (2009), ada beberapa macam jenis anemia yang dapat
terjadi, yaitu :
1) Anemia Defisiensi Besi adalah anemia yang paling sering dijumpai yang disebabkan
karena kekurangan unsur zat besi dalam makanan, karena gangguan absorpsi,
kehilangan zat besi yang keluar dari badan yang menyebabkan perdarahan.
2) Anemia megaloblastik adalah anemia yang disebabkan oleh defisiensi asam folat,
defisiensi vitamin B12 (kobalamin).
3) Anemia Aplastik adalah anemia aplastik pada kehamilan biasanya terjadi eksaserbasi
anemia aplastik yang telah ada sebelumnya oleh kehmilan dan hanya membaik
setelah terminsi kehamilan.
4) Anemia Penyakit Sel Sabit adalah anemia penyakit sel sabit (sickle cell anemia) biasanya
disertai dengan peningkatan insidens pielonefritis, infark pulmonal, pneumonia, perdarahan
antepartum, prematuritas, dan kematian janin.

4. Klasifikasi Anemia Pada Kehamilan

Ibu hamil dikatakan anemia bila kadar hemoglobin kurang dari 11,0 gr%. Menurut
Manuaba (2010), Anemia pada ibu hamil di Indonesia sangat bervariasi, yaitu:
1) Tidak anemia : Hb >11 gr%
2) Anemia ringan : Hb 9-10 gr%
3) Anemia sedang : Hb 7-8 gr%
4) Anemia berat : Hb < 7 gr%

5. Tanda dan Gejala Anemia

Suplai oksigen ke jaringan tubuh menyebabkan kadar hemoglobin dalam darah


menjadi berkurang atau menurun sehingga menimbulkan gejala anemia secara umum,
sebagai berikut keletihan mengantuk, kelemahan, sakit kepala, malaise, pica, nafsu
makan kurang (perubahan dalam kesukan makanan), perubahan mood, perubahan
kebiasan tidur (Varney, 2011).

Pada pemerikasaan tanda-tanda anemia dapat meliputi pucat, ikterus, hipotensi


ortostatik, edema perifer, membran mukosa dan bantalan kuku pucat, lidah halus (papilla
tidak menonjol), lidah mengalami lecet, splenomegali, takikardia atau aliran murmur,
takipnea, serta dispnea saat beraktivitas (Varney, 2011).

6. Pengaruh Anemia pada Kehamilan, Persalinan, Nifas dan Janin

Anemia sangat berpengaruh terhadap kehamilan, persalinan, nifas, dan janin. Menurut
Manuaba (2009), pengaruh anemia tersebut, yaitu :

a) Bahaya anemia dalam kehamilan seperti : Resiko terjadi abortus, Persalinan


permaturus, Hambatan tumbuh kembang janin dalam Rahim, Mudah menjadi infeksi,
Ancaman dekompensasi kordis (Hb <6 gr %), Mengancam jiwa dan kehidupan ibu,
Mola hidatidosa, Hiperemesis gravidarum, Perdarahan anterpartum, Ketuban pecah
dini (KPD).

b) Bahaya Anemia Dalam Persalinan seperti : Gangguan kekuatan his, Kala pertama
dapat berlangsung lama, dan terjadi partus terlantar, Kala dua berlangsung lama
sehingga dapat melelahkan dan sering memerlukan tindakan operasi kebidanan. Kala
tiga dapat diikuti retensio placenta dan perdarahan post partum karena atonia uteri.
Kala empat dapat terjadi perdarahan post partum sekunder dan atonia uteri.

c) Bahaya Anemia Dalam Masa Nifas seperti : Perdarahan post partum karena Atonia
uteri dan Involusio uteri memudahkan infeksi puerperium, Pengeluaran ASI
berkurang, Terjadi dekompensasi kordis mendadak setelah persalinan, Mudah terjadi
infeksi mammae, Bahaya anemia terhadap janin.

d) Bahaya Anemia Pada Janin

Sekalipun tampaknya janin mampu menyerap berbagai keutuhan dari ibunya, tetapi
dengan anemia akan mengurangi kemampuan metabolisme tubuh sehingga menggangu
pertumbuhan dan perkembangan janin dalam rahim. Akibat anemia dapat terjadi gangguan
dan bentuk : Abortus, Terjadi kematian intra uteri, Persalinan prematuritas tinggi, Berat Badan
Lahir Rendah (BBLR), Kelahiran dengan anemia, Dapat terjadi cacat bawaan, Bayi mudah
mendapat infeksi sampai kematian perinatal, Intelengensi rendah, oleh karena kekurangan
oksigen dan nutrisi yang menghambat pertumbuhan janin

7. Pencegahan Dan Penanganan Anemia


Pencegahan Anemia Untuk menghindari terjadinya anemia sebaiknya ibu hamil
melakukan pemeriksaan sebelum hamil sehingga dapat diketahui data dasar kesehatan ibu
tersebut, dalam pemeriksaan kesehatan di sertai pemeriksaan laboratorium termasuk
pemeriksaan tinja sehingga di ketahui adanya infeksi parasit (Manuaba, 2009).

Penanganan pada Anemia sebagai berikut :


a) Memberikan pendidikan kesehatan tentang gizi ibu hamil. Menganjurkan ibu untuk
makan makanan dengan menu seimbang untuk pertumbuhan janin dan penambahan
berat badan ibu.

b) Menganjurkan ibu untuk istirahat yang cukup agar tidak mudah lelah, yakni dengan
pola istirahat 2 jam pada siang hari dan 8 jam pada malam hari. Ibu sebaiknya tidak
melakukan banyak pekerjaan dan menghindari mengangkat beban yang berat.

c) Memberikan terapi sederhana yaitu sulfa ferous 2x1 dan vitamin B com 1x1. Obat
sebaiknya diminum dengan air putih, bukan dengan susu, teh atau kopi.

d) Menganjurkan ibu untuk melakukan kunjungan ulang (Betty dkk, 2014)

8. Faktor yang Berhubungan dengan Anemia


Besarnya angka kejadian anemia pada trimester I kehamilan adalah 20%, trimester II
sebesar 70%, dan trimester III sebesar 70%. Perbedaan ini terjadi karena zat besi yang
dibutuhkan pada trimester pertama kehamilan masih sedikit karena ibu tidak mengalami
menstruasi dan pertumbuhan janin masih lambat.

Menginjak trimester II hingga III, volume darah dalam tubuh wanita akan meningkat
sampai 35%. Angka ini setara dengan 450 mg zat besi untuk memproduksi sel-sel darah
merah . sel-sel tersebut harus mengangkut oksigen lebih banyak untuk memenuhi
kebutuhan janin. Pada saat melahirkan, wanita memerlukan tambahan zat besi 300-350
mg untuk mengimbangi jumlah darah yang hilang. Sampai saat melahirkan, wanita hamil
butuh zat besi sekitar 40 mg per hari atau 2x lipat kebutuhan pada saat tidak hamil. Faktor
resiko anemia pada ibu hamil lainnya, yaitu :

a) Umur
Umur ibu adalah lama waktu hidup atau sejak dilahirkan sampai ibu tersebut
hamil. Ada banyak hal yang menyebabkan terjadinya berbagai komplikasi pada masa
kehamilan diantaranya adalah umur ibu pada saat hamil. Jika umur ibu terlalu
muda yaitu usia kurang dari 20 tahun, secara fisik dan panggul belum berkembang
optimal sehingga dapat mengakibatkan resiko kesakitan dan kematian pada masa
kehamilan, dimana pada usia kurang dari 20 tahun ibu takut terjadi perubahan pada
postur tubuhnya atau takut gemuk. Ibu cenderung mengurangi makan sehingga asupan
gizi termasuk asupan zat besi kurang yang berakibat bisa terjadi anemia. Sedangkan
pada usia di atas 35 tahun, kondisi kesehatan ibu mulai menurun, fungsi rahim mulai
menurun, serta meningkatkan komplikasi medis pada kehamilan sampai persalinan
(Varney, 2006).
b) Paritas
Paritas adalah jumlah persalinan yang pernah di alami oleh ibu baik lahir hidup
maupun lahir mati. Paritas 1-3 merupakan paritas I paling aman ditinjau dari sudut
kematian maternal paritas I dan paritas tinggi (lebih dari 3) mempunyai angka
kematian lebih tinggi. Resiko pada paritas 1 dapat dikurangi atau dicegah dengan
keluarga berencana. Sebagian kehamilan pada paritas tinggi adalah tidak
direncanakan (Prawirohardjo, 2009).

Setelah kehamilan yang ketiga resiko Anemia (kurang darah) meningkat. Hal
disebabkan karena pada kehamilan yang berulang menimbulkan kerusakan pada
pembuluh darah dan dinding uterus yang biasanya mempengaruhi sirkulasi nutrisi ke
janin (Prawirohardjo, 2009).

c) Status Gizi Ibu Hamil.

Anemia merupakan salah satu masalah utama penyebab angka kematian ibu di
Indonesia dan sering terjadi pada ibu hamil. Biasanya Anemia ditemukan pada wanita
hamil yang jarang mengkonsumsi sayuran segar, khususnya jenis daun- daunan hijau
yang mentah ataupun makanan yang kandungan protein hewani.
Status gizi dinilai berdasarkan perhitungan Antropometri WHO NCHS
(National Center Of Health Statistic), yaitu pengukuran dan berbagai dimensi fisik
tubuh seperti berat badan terhadap umur (BB/U), tinggi badan terhadap umur (TB/U)
dan berat badan terhadap tinggi badan (BB/TB) dan dikelompokkan. Menurut
klasifikasi Departemen Kesehatan Indonesia menjadi gizi buruk (BB/U < 60 %), gizi
kurang (BB/U 60-80%) dan gizi lebih (BB/U > 110%).
Ibu hamil memerlukan jumlah zat gizi yang relatif besar. Hal ini berkaitan
dengan pertumbuhan janin di dalam kandungan. Peningkatan kebutuhan zat gizi ini
terutama berupa vitamin B1, (Thiamin), Vitamin E2 (Riboflapin), Vitamin A, D dan
Mineral, dan Fe (Prawirohardjo, 2009).

Anda mungkin juga menyukai