DI POLI OBGYN
RSUD Dr. SAIFUL ANWAR MALANG
Oleh :
MUHAMMAD AFGAN ROMADHONI
NIM. 201910461011039
KELOMPOK 6
Anemia adalah jumlah hemoglobin dalam darah kurang dari 12gr/100 ml. Anemia
adalah penyakit yang terjadi karena konsumsi zat besi (Fe) pada tubuh tidak seimbang atau
kurang dari kebutuhan tubuh. Anemia dalam kehamilan adalah kondisi ibu dengan kadar
hemoglobin dibawah 11gr % pada trimester 1 dan 3 atau kadar < 10,5 gr % pada trimester 2,
nilai batas tersebut dan perbedaannya dengan kondisi wanita tidak hamil, terjadi karena
hemodilusi, terutama pada trimester 2. Darah bertambah banyak dalam kehamilan yang tidak
diimbangi dengan jumlah plasma menyebabkan pengenceran darah. Plasma 30%, sel darah
18%, dan hemoglobin 19%. Pengenceran darah dianggap sebagai penyesuaian diri secara
fisiologis dalam kehamilan dan bermanfaat bagi wanita. Pertama – tama pengenceran itu
meringankan beban jantung yang harus bekerja lebih berat dalam masa hamil, karena sebagai
akibat hidremia cardiac output meningkat (Sinsin, 2008)
2. Fisiologi
Anemia defisiensi Fe disebabkan oleh beberapa hal antara lain hipervolemia yang terjadi
saat kehamilan. Pada wanita hamil saat volume darah meningkat 1,5 liter. Peningkatan
volume tersebut terutama terjadi peningkatan plasma bukan peningkatan jumlah sel eritrosit.
Walaupun ada peningkatan jumlah eritrosit dalam sirkulasi yaitu 450 ml atau 33%, tetapi
tidak seimbang dengan peningkatan volume plasma sehingga terjadi hemodilusi. Pada
awalnya, volume plasma meningkat pesat dari usia gestasi 6 minggu, kemudian laju
peningkatan melambat. Sementara eritrosit mulai meningkat pada trimester kedua dan lajunya
memuncak pada trimester ketiga.
Hipervolemia yang diinduksi oleh kehamilan mempunyai beberapa fungsi penting
antara lain : mengisi ruang vaskular di uterus, jaringan pembuluh di payudara, otot, ginjal dan
kulit. Hipervolemia juga mengurangi efek pengeluaran hemogloblin pada persalinan.
Penurunan kekentalan darah memperkecil resistensi terhadap aliran sehingga kerja jantung
untuk mendorong darah menjadi lebih ringan. Faktor lain dari penyebab defisiensi Fe adalah
meningkatnya kebutuhan Fe ibu hamil. Kebutuhan ibu hamil akan zat besi sebesar 900 mgr
Fe, pada trimester dua (puncaknya usia kehamilan 32 sampai 34 minggu) akan terjadi
hemodilusi (pengenceran darah) pada ibu hamil sehingga hemoglobin akan mengalami
penurunan, mengakibatkan anemia kehamilan fisiologis (Wagiyo et.al, 2016).
Faktor Resiko :
1. Umur Ibu
Ibu hamil yang berumur kurang dari 20 tahun dan lebih dari 35 tahun yaitu 74,1%
menderita anemia dan ibu 9 hamil yang berumur 20 – 35 tahun yaitu 50,5% menderita
anemia. Wanita yang berumur kurang dari 20 tahun atau lebihdari 35 tahun, mempunyai
risiko yang tinggi untuk hamil, karena akan membahayakan kesehatan dan keselamatan
ibu hamil maupun janinnya, beresiko mengalami pendarahan dan dapat menyebabkan ibu
mengalami anemia.
2. Paritas
Ibu hamil dengan paritas tinggi mempunyai resiko 1.454 kali lebih besar untuk
mengalami anemia di banding dengan paritas rendah. Adanya kecenderungan bahwa
semakin banyak jumlah kelahiran (paritas), maka akan semakin tinggi angka kejadian
anemia.
3. Kurang Energi Kronis (KEK)
Timbulnya masalah gizi pada ibu hamil, seperti kejadian KEK, tidak terlepas dari
keadaan sosial, ekonomi, dan bio sosial dari ibu hamil dan keluarganya seperti tingkat
pendidikan, tingkat pendapatan, konsums pangan, umur, paritas, dan sebagainya.
4. Infeksi dan Penyakit
Zat besi merupakan unsur penting dalam mempertahankan daya tahan tubuh agar tidak
mudah terserang penyakit. Menurut penelitian, orang dengan kadar Hb <10 g/dl memiliki
kadar sel darah putih (untuk melawan bakteri) yang rendah pula. Seseorang dapat terkena
anemia karena meningkatnya kebutuhan tubuh akibat kondidi fisiologis (hamil,
kehilangan darah karena kecelakaan, pascabedah atau menstruasi),adanya penyakit kronis
atau infeksi (infeksi cacing tambang, malaria, TBC)
5. Jarak kehamilan
Proporsi kematian terbanyak terjadi pada ibu dengan prioritas 1 – 3 anak dan jika dilihat
menurut jarak kehamilan ternyata jarak kurang dari 2 tahun menunjukan proporsi
kematian maternal lebih banyak. Pada ibu hamil dengan jarak yang terlalu dekat beresiko
terjadi anemia dalam kehamilan. Karena cadangan zat besi ibu hamil pulih. Akhirnya
berkurang untuk keperluan janin yang dikandungnya.
6. Pendidikan
Pada beberapa pengamatan menunjukkan bahwa kebanyakan anemia yang di derita
masyarakat adalah karena kekurangan gizi banyak di jumpai di daerah pedesaan dengan
malnutrisi atau kekurangan gizi. Kehamilan dan persalinan dengan jarak yang berdekatan,
dan ibu hamil dengan pendidikan dan tingkat social ekonomi rendah
(Sinsin, 2008)
a. Hasil anamnesa didapatkan keluhan cepat lelah, sering pusing, mata berkunang-kunang
dan keluhan mual muntah pada hamil muda.
b. Berat badan kurang, plasenta previa, eklamsia, ketuban pecah dini, anemia pada masa
intranatal dapat terjadi tenaga untuk mengedan lemah, perdarahan intranatal, shock, dan
masa pascanatal dapat terjadi subinvolusi.
c. Bahaya pada Trimester II dan trimester III, anemia dapat menyebabkan terjadinya partus
premature, perdarahan ante partum, gangguan pertumbuhan janin dalam rahim, asfiksia
intrapartum sampai kematian, gestosis dan mudah terkena infeksi, dan dekompensasi kordis
hingga kematian ibu
d. Bahaya anemia pada ibu hamil saat persalinan, dapat menyebabkan gangguan his primer,
sekunder, janin lahir dengan anemia, persalinan dengan tindakan-tindakan tinggi karena
ibu cepat lelah dan gangguan perjalanan persalinan perlu tindakan operatif
e. Bahaya anemia pada ibu hamil saat persalinan : gangguan his- kekuatan mengejan, Kala I
dapat berlangsung lama dan terjadi partus terlantar, Kala II berlangsung lama sehingga
dapat melelahkan dan sering memerlukan tindakan operasi kebidanan, Kala III dapat diikuti
retensio plasenta, dan perdarahan postpartum akibat atonia uteri, Kala IV dapat 16 terjadi
perdarahan post partum sekunder dan atonia uteri.
f. Pada kala nifas : terjadi subinvolusi uteri yang menimbulkan perdarahan post partum,
memudahkan infeksi puerperium, pengeluaran ASI berkurang, dekompensasi kordis
mendadak setelah persalinan, anemia kala nifas, mudah terjadi infeksi mammae.
(Wagiyo et.al, 2016).
5. Klasifikasi
a. Anemia defisiensi besi sebanyak 62,3%
Anemia defisiensi besi adalah anemia yang terjadi akibat kekurangan zat besi dalam darah.
Pengobatannya adalah pemberian tablet besi yaitu keperluan zat besi untuk wanita hamil,
tidak hamil dan dalam 14 laktasi yang dianjurkan.
6. Patofisiologi
Timbulnya anemia mencerminkan adanya kegagalan sumsum atau kehilangan sel
darah merah secara berlebihan atau keduanya. Kegagalan sumsum dapat terjadi akibat
kekurangan nutrisi, pajanan toksik, invasi tumor atau kebanyakan akibat penyebab yang tidak
diketahui. Sel darah merah dapat hilang melalui perdarahan atau hemplisis (destruksi), hal ini
dapat akibat defek sel darah merah yang tidak sesuai dengan ketahanan sel darah merah yang
menyebabkan destruksi sel darah merah. Lisis sel darah merah (disolusi) terjadi terutama
dalam sel fagositik atau dalam system retikuloendotelial, terutama dalam hati dan limpa.
Hasil samping proses ini adalah bilirubin yang akan memasuki aliran darah.
Setiap kenaikan destruksi sel darah merah (hemolisis) segera direfleksikan dengan
peningkatan bilirubin plasma (konsentrasi normal ≤ 1 mg/dl, kadar diatas 1,5 mg/dl
mengakibatkan ikterik pada sklera). Apabila sel darah merah mengalami penghancuran dalam
sirkulasi, (pada kelainan hemolitik) maka hemoglobin akan muncul dalam plasma
(hemoglobinemia). Apabila konsentrasi plasmanya melebihi kapasitas haptoglobin plasma
(protein pengikat untuk hemoglobin bebas) untuk mengikat semuanya, hemoglobin akan
berdifusi dalam glomerulus ginjal dan kedalam urin (hemoglobinuria) (Handayani &
Haribowo, 2008).
Anemia adalah suatu kondisi yang mengakibatkan kekurangan zat besi dan biasanya
terjadi secara bertahap.
Stadium 1 Kehilangan zat besi melebihi ukuran, menghabiskan cadangan dalam tubuh
terutama disumsum tulang.
Stadium 2 Cadangan zat besi yang berkurang tidak dapat memenuhi kebutuhan membentuk
sel darah merah yang memproduksi lebih sedikit.
Stadium 3 Mulai terjadi anemia kadar hemoglobin dan haemotokrit menurun.
Stadium 4 Sumsum tulang berusaha untuk menggantikan kekurangan zat besi dengan
mempercepat pembelahan sel dan menghasilkan sel darah merah baru yang sangat kecil
(Mikrositik).
Stadium 5 Semakin memburuknya kekurangan zat besi dan anemia maka timbul gejala - gejala
karena anemia semakin memburuk. Ibu hamil memerlukan tambahan zat besi untuk
meningkatkan jumlah sel darah merah dan membentuk sel darah merah, janin dan plasenta.
Kenaikan volume darah selama kehamilan akan meningkatkan kebutuhan Fe dan zat besi.
Faktor – Faktor penyebab : Penyakit Kronis, Faktor Keturunan, Kurang Nutrisi, Kehilangan
Darah
Anemia
Gangguan
Kerusakan Metabolisme Protein atau Hipoksia
Transport Lemak Jaringan
O2
Kelemahan,
Kelelahan
Intoleransi Resiko
Aktivitas Cedera
(Handayani & Haribowo, 2008).
10. Komplikasi
a. Gagal jantung
b. Kejang dan parestesia (perasaan yang menyimpang seperti rasa terbakar , Kesemutan)
c. Gagal ginjal
(Handayani & Haribowo, 2008).
11. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan anemia ditujukan untuk mencari penyebab dan mengganti darah yang hilang.
Penatalaksanaan anemia berdasarkan penyebabnya, yaitu :
1. Anemia aplastik:
Dengan transplantasi sumsum tulang dan terapi immunosupresif dengan antithimocyte
globulin ( ATG ) yang diperlukan melalui jalur sentral selama 7-10 hari. Prognosis buruk
jika transplantasi sumsum tulang tidak berhasil. Bila diperlukan dapat diberikan transfusi
RBC rendah leukosit dan platelet
2. Anemia pada penyakit ginjal
Pada pasien dialisis harus ditangani dengan pemberian besi dan asam folat
Ketersediaan eritropoetin rekombinan
3. Anemia pada penyakit kronis
Kebanyakan pasien tidak menunjukkan gejala dan tidak memerlukan penanganan untuk
aneminya, dengan keberhasilan penanganan kelainan yang mendasarinya, besi sumsum
tulang dipergunakan untuk membuat darah sehingga Hb meningkat.
4. Anemia pada defisiensi besi
Dengan pemberian makanan yang adekuat.Pada defisiensi besi diberikan sulfas ferosus 3
x 10 mg/hari. Transfusi darah diberikan bila kadar Hb kurang dari 5 gr %. Pada
defisiensi asam folat diberikan asam folat 3 x 5 mg/hari.
5. Anemia megaloblastik
Defisiensi vitamin B12 ditangani dengan pemberian vitamin B12, bila difisiensi
disebabkan oleh defekabsorbsi atau tidak tersedianya faktor intrinsik dapat diberikan
vitamin B12 dengan injeksi IM.
Untuk mencegah kekambuhan anemia terapi vitamin B12 harus diteruskan selama
hidup pasien yang menderita anemia pernisiosa atau malabsorbsi yang tidak dapat
dikoreksi.
Anemia defisiensi asam folat penanganannya dengan diet dan penambahan asam
folat 1 mg/hari, secara IM pada pasien dengan gangguan absorbsi.
6. Anemia pasca perdarahan :
Dengan memberikan transfusi darah dan plasma. Dalam keadaan darurat diberikan
cairan intravena dengan cairan infus apa saja yang tersedia.
7. Anemia hemolitik ;
Dengan penberian transfusi darah menggantikan darah yang hemolisis.
(Handayani & Haribowo, 2008).
Handayani, W & Haribowo, A.S. (2008).Buku Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan
Sistem Hematologi.Jakarta : Salemba Medika
Sinsin, I. (2008). Seri Kesehatan Ibu dan Anak : Masa Kehamilan dan Persalinan. Jakarta : Elex
Media Komputindo
Wagiyo & Putrrono. (2016). Asuhan Keperawatan Antenatal, Intranatal dan Bayi Baru Lahir
Fisiologis dan Patologis. Yogyakarta : ANDI Offset