Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN GRAVIDA DENGAN ANEMIA

DI POLI OBGYN
RSUD Dr. SAIFUL ANWAR MALANG

Oleh :
MUHAMMAD AFGAN ROMADHONI
NIM. 201910461011039
KELOMPOK 6

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2020
1. Definisi

Anemia adalah jumlah hemoglobin dalam darah kurang dari 12gr/100 ml. Anemia
adalah penyakit yang terjadi karena konsumsi zat besi (Fe) pada tubuh tidak seimbang atau
kurang dari kebutuhan tubuh. Anemia dalam kehamilan adalah kondisi ibu dengan kadar
hemoglobin dibawah 11gr % pada trimester 1 dan 3 atau kadar < 10,5 gr % pada trimester 2,
nilai batas tersebut dan perbedaannya dengan kondisi wanita tidak hamil, terjadi karena
hemodilusi, terutama pada trimester 2. Darah bertambah banyak dalam kehamilan yang tidak
diimbangi dengan jumlah plasma menyebabkan pengenceran darah. Plasma 30%, sel darah
18%, dan hemoglobin 19%. Pengenceran darah dianggap sebagai penyesuaian diri secara
fisiologis dalam kehamilan dan bermanfaat bagi wanita. Pertama – tama pengenceran itu
meringankan beban jantung yang harus bekerja lebih berat dalam masa hamil, karena sebagai
akibat hidremia cardiac output meningkat (Sinsin, 2008)

2. Fisiologi
Anemia defisiensi Fe disebabkan oleh beberapa hal antara lain hipervolemia yang terjadi
saat kehamilan. Pada wanita hamil saat volume darah meningkat 1,5 liter. Peningkatan
volume tersebut terutama terjadi peningkatan plasma bukan peningkatan jumlah sel eritrosit.
Walaupun ada peningkatan jumlah eritrosit dalam sirkulasi yaitu 450 ml atau 33%, tetapi
tidak seimbang dengan peningkatan volume plasma sehingga terjadi hemodilusi. Pada
awalnya, volume plasma meningkat pesat dari usia gestasi 6 minggu, kemudian laju
peningkatan melambat. Sementara eritrosit mulai meningkat pada trimester kedua dan lajunya
memuncak pada trimester ketiga.
Hipervolemia yang diinduksi oleh kehamilan mempunyai beberapa fungsi penting
antara lain : mengisi ruang vaskular di uterus, jaringan pembuluh di payudara, otot, ginjal dan
kulit. Hipervolemia juga mengurangi efek pengeluaran hemogloblin pada persalinan.
Penurunan kekentalan darah memperkecil resistensi terhadap aliran sehingga kerja jantung
untuk mendorong darah menjadi lebih ringan. Faktor lain dari penyebab defisiensi Fe adalah
meningkatnya kebutuhan Fe ibu hamil. Kebutuhan ibu hamil akan zat besi sebesar 900 mgr
Fe, pada trimester dua (puncaknya usia kehamilan 32 sampai 34 minggu) akan terjadi
hemodilusi (pengenceran darah) pada ibu hamil sehingga hemoglobin akan mengalami
penurunan, mengakibatkan anemia kehamilan fisiologis (Wagiyo et.al, 2016).

3. Etiologi & Faktor Resiko


1. Zat besi yang masuk melalui makanan tidak mencukupi kebutuhan.
2. Meningkatnya kebutuhan tubuh akan zat besi, terutama ibu hamil, masa tumbuh
kembang pada remaja, penyakit kronis, seperti tuberculosis dan infeksi lainnya.
3. Perdarahan yang disebabkan oleh infeksi cacing tambang, malaria, haid yang berlebihan
dan melahirkan.

Faktor Resiko :
1. Umur Ibu
Ibu hamil yang berumur kurang dari 20 tahun dan lebih dari 35 tahun yaitu 74,1%
menderita anemia dan ibu 9 hamil yang berumur 20 – 35 tahun yaitu 50,5% menderita
anemia. Wanita yang berumur kurang dari 20 tahun atau lebihdari 35 tahun, mempunyai
risiko yang tinggi untuk hamil, karena akan membahayakan kesehatan dan keselamatan
ibu hamil maupun janinnya, beresiko mengalami pendarahan dan dapat menyebabkan ibu
mengalami anemia.
2. Paritas
Ibu hamil dengan paritas tinggi mempunyai resiko 1.454 kali lebih besar untuk
mengalami anemia di banding dengan paritas rendah. Adanya kecenderungan bahwa
semakin banyak jumlah kelahiran (paritas), maka akan semakin tinggi angka kejadian
anemia.
3. Kurang Energi Kronis (KEK)
Timbulnya masalah gizi pada ibu hamil, seperti kejadian KEK, tidak terlepas dari
keadaan sosial, ekonomi, dan bio sosial dari ibu hamil dan keluarganya seperti tingkat
pendidikan, tingkat pendapatan, konsums pangan, umur, paritas, dan sebagainya.
4. Infeksi dan Penyakit
Zat besi merupakan unsur penting dalam mempertahankan daya tahan tubuh agar tidak
mudah terserang penyakit. Menurut penelitian, orang dengan kadar Hb <10 g/dl memiliki
kadar sel darah putih (untuk melawan bakteri) yang rendah pula. Seseorang dapat terkena
anemia karena meningkatnya kebutuhan tubuh akibat kondidi fisiologis (hamil,
kehilangan darah karena kecelakaan, pascabedah atau menstruasi),adanya penyakit kronis
atau infeksi (infeksi cacing tambang, malaria, TBC)
5. Jarak kehamilan
Proporsi kematian terbanyak terjadi pada ibu dengan prioritas 1 – 3 anak dan jika dilihat
menurut jarak kehamilan ternyata jarak kurang dari 2 tahun menunjukan proporsi
kematian maternal lebih banyak. Pada ibu hamil dengan jarak yang terlalu dekat beresiko
terjadi anemia dalam kehamilan. Karena cadangan zat besi ibu hamil pulih. Akhirnya
berkurang untuk keperluan janin yang dikandungnya.
6. Pendidikan
Pada beberapa pengamatan menunjukkan bahwa kebanyakan anemia yang di derita
masyarakat adalah karena kekurangan gizi banyak di jumpai di daerah pedesaan dengan
malnutrisi atau kekurangan gizi. Kehamilan dan persalinan dengan jarak yang berdekatan,
dan ibu hamil dengan pendidikan dan tingkat social ekonomi rendah
(Sinsin, 2008)

4. Manifestasi Klinis & Bahaya

a. Hasil anamnesa didapatkan keluhan cepat lelah, sering pusing, mata berkunang-kunang
dan keluhan mual muntah pada hamil muda.
b. Berat badan kurang, plasenta previa, eklamsia, ketuban pecah dini, anemia pada masa
intranatal dapat terjadi tenaga untuk mengedan lemah, perdarahan intranatal, shock, dan
masa pascanatal dapat terjadi subinvolusi.
c. Bahaya pada Trimester II dan trimester III, anemia dapat menyebabkan terjadinya partus
premature, perdarahan ante partum, gangguan pertumbuhan janin dalam rahim, asfiksia
intrapartum sampai kematian, gestosis dan mudah terkena infeksi, dan dekompensasi kordis
hingga kematian ibu
d. Bahaya anemia pada ibu hamil saat persalinan, dapat menyebabkan gangguan his primer,
sekunder, janin lahir dengan anemia, persalinan dengan tindakan-tindakan tinggi karena
ibu cepat lelah dan gangguan perjalanan persalinan perlu tindakan operatif
e. Bahaya anemia pada ibu hamil saat persalinan : gangguan his- kekuatan mengejan, Kala I
dapat berlangsung lama dan terjadi partus terlantar, Kala II berlangsung lama sehingga
dapat melelahkan dan sering memerlukan tindakan operasi kebidanan, Kala III dapat diikuti
retensio plasenta, dan perdarahan postpartum akibat atonia uteri, Kala IV dapat 16 terjadi
perdarahan post partum sekunder dan atonia uteri.
f. Pada kala nifas : terjadi subinvolusi uteri yang menimbulkan perdarahan post partum,
memudahkan infeksi puerperium, pengeluaran ASI berkurang, dekompensasi kordis
mendadak setelah persalinan, anemia kala nifas, mudah terjadi infeksi mammae.
(Wagiyo et.al, 2016).
5. Klasifikasi
a. Anemia defisiensi besi sebanyak 62,3%
Anemia defisiensi besi adalah anemia yang terjadi akibat kekurangan zat besi dalam darah.
Pengobatannya adalah pemberian tablet besi yaitu keperluan zat besi untuk wanita hamil,
tidak hamil dan dalam 14 laktasi yang dianjurkan.

b. Anemia Megaloblastik sebanyak 29%.


Anemia ini disebabkan karena defisiensi asam folat (pteryglutamic acid) dan defisiensi
vitamin B12 (cyanocobalamin) walaupun jarang. Menurut Hudono (2007) tablet asam folat
diberikan dalam dosis 15-30 mg, apabila disebabkan oleh defisiensi vitamin B12 dengan
dosis 100-1000 mikrogram sehari, baik per os maupun parenteral.

c. Anemia Hipoplastik dan Aplastik sebanyak 29%


Anemia disebabkan karena sum-sum tulang belakang kurang mampu membuat sel-sel darah
baru. Anemia disebabkan karena sum-sum tulang belakang kurang mampu membuat sel-sel
darah baru.

d. Anemia Hemolitik sebanyak 0,7%


Anemia disebabkan karena penghancuran sel darah merah berlangsung lebih cepat daripada
pembuatannya. Menurut penelitian, ibu hamil dengan anemia paling banyak disebabkan oleh
kekurangan zat besi (Fe) serta asam folat dan viamin B12.
 Klasifikasi menurut WHO dan DEPKES RI
1) Normal : Kadar Hb dalam darah ≥ 11 gr%
2) Anemia Ringan : Kadar Hb dalam darah 8 - 10 gr%
3) Anema berat : Kadar Hb dalam darah < 8 gr%
(Sinsin, 2008)

6. Patofisiologi
Timbulnya anemia mencerminkan adanya kegagalan sumsum atau kehilangan sel
darah merah secara berlebihan atau keduanya. Kegagalan sumsum dapat terjadi akibat
kekurangan nutrisi, pajanan toksik, invasi tumor atau kebanyakan akibat penyebab yang tidak
diketahui. Sel darah merah dapat hilang melalui perdarahan atau hemplisis (destruksi), hal ini
dapat akibat defek sel darah merah yang tidak sesuai dengan ketahanan sel darah merah yang
menyebabkan destruksi sel darah merah. Lisis sel darah merah (disolusi) terjadi terutama
dalam sel fagositik atau dalam system retikuloendotelial, terutama dalam hati dan limpa.
Hasil samping proses ini adalah bilirubin yang akan memasuki aliran darah.
Setiap kenaikan destruksi sel darah merah (hemolisis) segera direfleksikan dengan
peningkatan bilirubin plasma (konsentrasi normal ≤ 1 mg/dl, kadar diatas 1,5 mg/dl
mengakibatkan ikterik pada sklera). Apabila sel darah merah mengalami penghancuran dalam
sirkulasi, (pada kelainan hemolitik) maka hemoglobin akan muncul dalam plasma
(hemoglobinemia). Apabila konsentrasi plasmanya melebihi kapasitas haptoglobin plasma
(protein pengikat untuk hemoglobin bebas) untuk mengikat semuanya, hemoglobin akan
berdifusi dalam glomerulus ginjal dan kedalam urin (hemoglobinuria) (Handayani &
Haribowo, 2008).

Anemia adalah suatu kondisi yang mengakibatkan kekurangan zat besi dan biasanya
terjadi secara bertahap.
Stadium 1  Kehilangan zat besi melebihi ukuran, menghabiskan cadangan dalam tubuh
terutama disumsum tulang.
Stadium 2  Cadangan zat besi yang berkurang tidak dapat memenuhi kebutuhan membentuk
sel darah merah yang memproduksi lebih sedikit.
Stadium 3 Mulai terjadi anemia kadar hemoglobin dan haemotokrit menurun.
Stadium 4  Sumsum tulang berusaha untuk menggantikan kekurangan zat besi dengan
mempercepat pembelahan sel dan menghasilkan sel darah merah baru yang sangat kecil
(Mikrositik).
Stadium 5 Semakin memburuknya kekurangan zat besi dan anemia maka timbul gejala - gejala
karena anemia semakin memburuk. Ibu hamil memerlukan tambahan zat besi untuk
meningkatkan jumlah sel darah merah dan membentuk sel darah merah, janin dan plasenta.
Kenaikan volume darah selama kehamilan akan meningkatkan kebutuhan Fe dan zat besi.
Faktor – Faktor penyebab : Penyakit Kronis, Faktor Keturunan, Kurang Nutrisi, Kehilangan
Darah

Kadar Hb, Eritrosit, Hct menurun

Anemia

Gangguan
Kerusakan Metabolisme Protein atau Hipoksia
Transport Lemak Jaringan
O2

Metabolisme Gangguan Resitensi Tubuh


Menurun Metabolisme Protein atau Menurun
Lemak

ATP yang Sensasi selera makan


dihasilkan menurun (anoreksia)
menurun Resiko
Infeksi

Energi Menurun Ketidakseimbangan


nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh

Kelemahan,
Kelelahan
Intoleransi Resiko
Aktivitas Cedera
(Handayani & Haribowo, 2008).

7. Pengaruh Anemia terhadap Kehamilan


a) Abortus
b) Persalinan prematuritas
c) Hambatan tumbuh kembang janin
d) Mudah infeksi
e) Ancaman dekompensasi kordis (Hb < 6 gr %)
f) Heperemesis gravidarum
g) Perdarahan antepartum
h) Ketuban pecah dini
(Wagiyo et.al, 2016).
8. Akibat Anemia terhadap Kehamilan
a) Abortus
b) Kematian intra uterine
c) Persalinan prematuritas tinggi
d) Berat badan lahir rendah
e) Kelahiran dengan anemia
f) Cacat bawaan
g) Bayi mudah infeksi sampai kematian perinatal
h) Intelegiensia rendah (Manuaba, 2010)
(Wagiyo et.al, 2016).
9. Upaya Preventif
Pencegahan anemia pada ibu hamil antara lain :
a. Mengkonsumsi pangan lebih banyak dan beragam, contoh sayuran warna hijau, kacang –
kacangan, protein hewani, terutama hati.
b. Mengkonsumsi makanan yang kaya akan vitamin C seperti jeruk, tomat, mangga dan lain–
lain yang dapat meningkatkan penyerapan zat besi.
Suplemen zat besi memang diperlukan untuk kondisi tertentu, wanita hamil dan
anemia berat misalnya. Manfaat zat besi selama kehamilan bukan untuk meningkatkan atau
menjaga konsentrasi hemoglobin ibu, atau untuk mencegah kekurangan zat besi pada ibu. Ibu
yang mengalami kekurangan zat besi pada awal kehamilan dan tidak mendapatkan suplemen
memerlukan sekitar 2 tahun untuk mengisi kembali simpanan zat besi dari sumber-sumber
makanan sehingga suplemen zat besi direkomendasikan sebagai dasar yang rutin (Depkes,
2008). Penderita anemia ringan sebaliknya tidak menggunakan suplemen zat besi. Lebih cepat
bila mengupayakan perbaikan menu makanan. Misalnya dengan konsumsi makanan yang
banyak mengandung zat besi seperti telur, susu, hati, ikan, daging, kacang-kacangan (tahu,
oncom, kedelai, kacang hijau, sayuran berwarna hijau, sayuran berwarna hijau tua (kangkung,
bayam) dan buah-buahan (jeruk, jambu biji dan pisang). Selain itu tambahkan substansi yang
memudahkan penyerapan zat besi seperti vitamin C, air jeruk, daging ayam dan ikan.
Sebaliknya substansi penghambat penyerapan zat besi seperti teh dan kopi patut dihindari
(Wagiyo et.al, 2016).

10. Komplikasi
a. Gagal jantung
b. Kejang dan parestesia (perasaan yang menyimpang seperti rasa terbakar , Kesemutan)
c. Gagal ginjal
(Handayani & Haribowo, 2008).
11. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan anemia ditujukan untuk mencari penyebab dan mengganti darah yang hilang.
Penatalaksanaan anemia berdasarkan penyebabnya, yaitu :
1. Anemia aplastik:
Dengan transplantasi sumsum tulang dan terapi immunosupresif dengan antithimocyte
globulin ( ATG ) yang diperlukan melalui jalur sentral selama 7-10 hari. Prognosis buruk
jika transplantasi sumsum tulang tidak berhasil. Bila diperlukan dapat diberikan transfusi
RBC rendah leukosit dan platelet
2. Anemia pada penyakit ginjal
 Pada pasien dialisis harus ditangani dengan pemberian besi dan asam folat
 Ketersediaan eritropoetin rekombinan
3. Anemia pada penyakit kronis
Kebanyakan pasien tidak menunjukkan gejala dan tidak memerlukan penanganan untuk
aneminya, dengan keberhasilan penanganan kelainan yang mendasarinya, besi sumsum
tulang dipergunakan untuk membuat darah sehingga Hb meningkat.
4. Anemia pada defisiensi besi
Dengan pemberian makanan yang adekuat.Pada defisiensi besi diberikan sulfas ferosus 3
x 10 mg/hari. Transfusi darah diberikan bila kadar Hb kurang dari 5 gr %. Pada
defisiensi asam folat diberikan asam folat 3 x 5 mg/hari.
5. Anemia megaloblastik
 Defisiensi vitamin B12 ditangani dengan pemberian vitamin B12, bila difisiensi
disebabkan oleh defekabsorbsi atau tidak tersedianya faktor intrinsik dapat diberikan
vitamin B12 dengan injeksi IM.
 Untuk mencegah kekambuhan anemia terapi vitamin B12 harus diteruskan selama
hidup pasien yang menderita anemia pernisiosa atau malabsorbsi yang tidak dapat
dikoreksi.
 Anemia defisiensi asam folat penanganannya dengan diet dan penambahan asam
folat 1 mg/hari, secara IM pada pasien dengan gangguan absorbsi.
6. Anemia pasca perdarahan :
Dengan memberikan transfusi darah dan plasma. Dalam keadaan darurat diberikan
cairan intravena dengan cairan infus apa saja yang tersedia.

7. Anemia hemolitik ;
Dengan penberian transfusi darah menggantikan darah yang hemolisis.
(Handayani & Haribowo, 2008).

12. Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan diagnostik pada anemia adalah:
1. Jumlah darah lengkap (JDL) di bawah normal (hemoglobin, hematokrit
dan SDM).
2. Feritin dan kadar besi serum rendah pada anemia defisiensi besi.
3. Kadar B12 serum rendah pada anemia pernisiosa.
4. Tes Comb direk positif menandakan anemia hemolitik autoimun.
5. Hemoglobin elektroforesis mengidentifikasi tipe hemoglobin abnormal pada penyakit sel
sabit.
6. Tes schilling digunakan untuk mendiagnosa defisiensi vitamin B12
(Handayani & Haribowo, 2008).

13. Diagnosa Keperawatan


NO. Masalah Keperawatan NOC NIC
1. Intoleransi NOC : NIC :
aktivitas Self Care : Observasi adanya
Berhubungan ADLs pembatasan
dengan : Toleransi klien dalam melakukan
Tirah Baring aktivitas aktivitas
atau imobilisasi Konservasi Kaji adanya faktor yang
Kelemahan eneergi menyebabkan kelelahan
menyeluruh Setelah dilakukan tindakan Monitor nutrisi dan
Ketidakseimbangan keperawatan selama …. sumber
antara suplai oksigen Pasien bertoleransi energi yang adekuat
dengan terhadap Monitor pasien akan
kebutuhan aktivitas dengan Kriteria adanya
Gaya hidup yang Hasil : kelelahan fisik dan emosi
dipertahankan. Berpartisipa secara
DS: si dalam aktivitas fisik berlebihan
Melaporkan secara tanpa disertai Monitor respon
verbal adanya peningkatan tekanan kardivaskuler
kelelahan darah, nadi dan RR terhadap aktivitas
atau kelemahan. Mampu (takikardi, disritmia,
Adanya dyspneu melakukan aktivitas sesak nafas, diaporesis,
atau sehari hari (ADLs) pucat,
ketidaknyamanan secaramandiri perubahan hemodinamik)
saat beraktivitas. Keseimbang Monitor pola tidur dan
DO : an aktivitas dan istirahat lamanya
Respon abnormal tidur/istirahat pasien
dari tekanan darah Kolaborasikan dengan
atau Tenaga
nadi terhadap Rehabilitasi Medik dalam
aktifitas merencanakan progran
Perubahan ECG : terapi yang
aritmia, iskemia tepat.
Bantu klien untuk
mengidentifikasi aktivitas
yang mampu
dilakukan
Bantu untuk memilih
aktivitas
konsisten yang sesuai
dengan
kemampuan fisik,
psikologi dan sosial
Bantu untuk
mengidentifikasi dan
mendapatkan sumber
yang diperlukan
untuk aktivitas yang
diinginkan
Bantu untuk
mendpatkan alat
bantuan aktivitas seperti
kursi roda,
krek
Bantu untuk
mengidentifikasi
aktivitas yang disukai
Bantu klien untuk
membuat
jadwal latihan diwaktu
luang
Bantu pasien/keluarga
untuk
mengidentifikasi
kekurangan dalam
beraktivitas
Sediakan penguatan
positif bagi
yang aktif beraktivitas
Bantu pasien untuk
mengembangkan
motivasi diri dan
penguatan
Monitor respon fisik,
emosi, sosial
dan spiritual
2. Ketidakseimbangan nutrisi NOC : NIC :
kurang dari kebutuhan Nutritional Status : food Nutrition Management
tubuh and Fluid Intake  Kaji adanya alergi
Kriteria Hasil : makanan
Definisi : Intake nutrisi  Adanya peningkatan berat  Kolaborasi dengan ahli
tidak cukup untuk badan sesuai dengan gizi untuk menentukan
keperluan metabolisme tujuan jumlah kalori dan nutrisi
tubuh.  Berat badan ideal sesuai yang dibutuhkan pasien.
dengan tinggi badan  Anjurkan pasien untuk
Batasan karakteristik :  Mampu mengidentifikasi meningkatkan intake Fe
- Berat badan 20 % atau kebutuhan nutrisi  Anjurkan pasien untuk
lebih di bawah ideal  Tidak ada tanda tanda meningkatkan protein
- Dilaporkan adanya malnutrisi dan vitamin C
intake makanan yang  Tidak terjadi penurunan  Berikan substansi gula
kurang dari RDA berat badan yang berarti  Yakinkan diet yang
(Recomended Daily dimakan mengandung
Allowance) tinggi serat untuk
- Membran mukosa dan mencegah konstipasi
konjungtiva pucat
 Berikan makanan yang
- Kelemahan otot yang
terpilih ( sudah
digunakan untuk
dikonsultasikan dengan
menelan/mengunyah
ahli gizi)
- Luka, inflamasi pada
 Ajarkan pasien
rongga mulut
bagaimana membuat
- Mudah merasa kenyang,
catatan makanan harian.
sesaat setelah mengunyah
makanan  Monitor jumlah nutrisi
- Dilaporkan atau fakta dan kandungan kalori
adanya kekurangan  Berikan informasi
makanan tentang kebutuhan nutrisi
- Dilaporkan adanya  Kaji kemampuan pasien
perubahan sensasi rasa untuk mendapatkan
- Perasaan nutrisi yang dibutuhkan
ketidakmampuan untuk
mengunyah makanan Nutrition Monitoring
- Miskonsepsi  BB pasien dalam batas
- Kehilangan BB dengan normal
makanan cukup  Monitor adanya
- Keengganan untuk penurunan berat badan
makan  Monitor tipe dan jumlah
- Kram pada abdomen aktivitas yang biasa
- Tonus otot jelek dilakukan
- Nyeri abdominal  Monitor interaksi anak
dengan atau tanpa patologi atau orangtua selama
- Kurang berminat makan
terhadap makanan  Monitor lingkungan
- Pembuluh darah kapiler selama makan
mulai rapuh  Jadwalkan pengobatan
- Diare dan atau dan tindakan tidak
steatorrhea selama jam makan
- Kehilangan rambut  Monitor kulit kering dan
yang cukup banyak perubahan pigmentasi
(rontok)  Monitor turgor kulit
- Suara usus hiperaktif  Monitor kekeringan,
- Kurangnya informasi, rambut kusam, dan
misinformasi mudah patah
 Monitor mual dan
Faktor-faktor yang muntah
berhubungan :  Monitor kadar albumin,
Ketidakmampuan total protein, Hb, dan
pemasukan atau mencerna kadar Ht
makanan atau
 Monitor makanan
mengabsorpsi zat-zat gizi
kesukaan
berhubungan dengan faktor
 Monitor pertumbuhan
biologis, psikologis atau
dan perkembangan
ekonomi.
 Monitor pucat,
kemerahan, dan
kekeringan jaringan
konjungtiva
 Monitor kalori dan
intake nuntrisi
 Catat adanya edema,
hiperemik, hipertonik
papila lidah dan cavitas
oral.
 Catat jika lidah berwarna
magenta, scarlet
3. Resiko infeksi NOC : NIC :
 Immune Status Infection Control (Kontrol
Definisi : Peningkatan  Knowledge : Infection control infeksi)
resiko masuknya organisme  Risk control  Bersihkan lingkungan
patogen Kriteria Hasil : setelah dipakai pasien lain
 Klien bebas dari tanda dan  Pertahankan teknik isolasi
Faktor-faktor resiko : gejala infeksi  Batasi pengunjung bila
- Prosedur Infasif  Mendeskripsikan proses perlu
- Ketidakcukupan penularan penyakit, factor yang  Instruksikan pada
pengetahuan untuk mempengaruhi penularan serta pengunjung untuk mencuci
menghindari paparan penatalaksanaannya, tangan saat berkunjung dan
patogen  Menunjukkan kemampuan setelah berkunjung
- Trauma untuk mencegah timbulnya infeksi meninggalkan pasien
- Kerusakan jaringan  Jumlah leukosit dalam batas  Gunakan sabun
dan peningkatan paparan normal antimikrobia untuk cuci tangan
lingkungan  Menunjukkan perilaku hidup  Cuci tangan setiap sebelum
- Ruptur membran sehat dan sesudah tindakan kperawtan
amnion  Gunakan baju, sarung
- Agen farmasi tangan sebagai alat pelindung
(imunosupresan)  Pertahankan lingkungan
- Malnutrisi aseptik selama pemasangan alat
- Peningkatan paparan  Ganti letak IV perifer dan
lingkungan patogen line central dan dressing sesuai
- Imonusupresi dengan petunjuk umum
- Ketidakadekuatan  Gunakan kateter intermiten
imum buatan untuk menurunkan infeksi
- Tidak adekuat kandung kencing
pertahanan sekunder  Tingktkan intake nutrisi
(penurunan Hb,  Berikan terapi antibiotik
Leukopenia, penekanan bila perlu
respon inflamasi)
- Tidak adekuat Infection Protection (proteksi
pertahanan tubuh primer terhadap infeksi)
(kulit tidak utuh, trauma  Monitor tanda dan gejala
jaringan, penurunan kerja infeksi sistemik dan lokal
silia, cairan tubuh statis,  Monitor hitung granulosit,
perubahan sekresi pH, WBC
perubahan peristaltik)  Monitor kerentanan
- Penyakit kronik terhadap infeksi
 Batasi pengunjung
 Saring pengunjung
terhadap penyakit menular
 Partahankan teknik aspesis
pada pasien yang beresiko
 Pertahankan teknik isolasi
k/p
 Berikan perawatan kuliat
pada area epidema
 Inspeksi kulit dan membran
mukosa terhadap kemerahan,
panas, drainase
 Ispeksi kondisi luka / insisi
bedah
 Dorong masukkan nutrisi
yang cukup
 Dorong masukan cairan
 Dorong istirahat
 Instruksikan pasien untuk
minum antibiotik sesuai resep
 Ajarkan pasien dan
keluarga tanda dan gejala infeksi
 Ajarkan cara menghindari
infeksi
 Laporkan kecurigaan
infeksi
 Laporkan kultur positif
DAFTAR PUSTAKA

Handayani, W & Haribowo, A.S. (2008).Buku Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan
Sistem Hematologi.Jakarta : Salemba Medika
Sinsin, I. (2008). Seri Kesehatan Ibu dan Anak : Masa Kehamilan dan Persalinan. Jakarta : Elex
Media Komputindo
Wagiyo & Putrrono. (2016). Asuhan Keperawatan Antenatal, Intranatal dan Bayi Baru Lahir
Fisiologis dan Patologis. Yogyakarta : ANDI Offset

Anda mungkin juga menyukai