A. Definisi
Seseorang tidak hamil dikatakan menderita anemia jika kadar hemoglobin dalam
darahnya kurang dari 12 g/100 ml (Wiknjosastro, 2002, Ilmu Kebidanan dalam Penyakit
Darah). Sedangkan anemia dalam kehamilan adalah kondisi ibu dengan kadar
hemoglobin dibawah 11gr % pada trimester 1 dan 3 atau kadar < 10,5 gr % pada
trimester 2, nilai batas tersebut dan perbedaannya dengan kondisi wanita tidak hamil
terjadi karena hemodilusi, terutama pada trimester 2 (Sarwono, 2002).
B. Etiologi Anemia
Menurut Mochtar (1998), disebutkan bahwa penyebab terjadinya anemia adalah :
1. Kurang Gizi (Mal Nutrisi)
Disebabkan karena kurang nutrisi kemungkinan menderita anemia.
2. Kurang Zat Besi Dalam Diet
Diet berpantang telur, daging, hati atau ikan dapat membuka kemungkinan
menderita anemia karena diet.
3. Mal Absorbsi
Penderita gangguan penyerapan zat besi dalam usus dapat menderita anemia. Bisa
terjadi karena gangguan pencernaan atau dikonsumsinya substansi penghambat
seperti kopi, teh atau serat makanan tertentu tanpa asupan zat besi yang cukup.
4. Kehilangan banyak darah
Terjadi karena persalinan yang lalu, dan lain-lain. Semakin sering seorang anemia
mengalami kehamilan dan melahirkan akan semakin banyak kehilangan zat besi dan
akan menjadi anemia. Jika cadangan zat besi minimal, maka setiap kehamian akan
menguras persediaan zat besi tubuh dan akan menimbulkan anemia pada kehamilan
berikutnya.
5. Penyakit-Penyakit Kronis
Penyakit-penyakit kronis seperti : TBC Paru, Cacing usus, dan Malaria dapat
menyebabkan anemia.
C. Gejala Anemia
1. Gejala Yang Sering Terjadi
Badan lemah, lesu, mudah lelah, Mata berkunang-kunang, tampak pucat, Telinga
mendenging, dan kadang terdapat pica atau keinginan untuk memakan bahan-bahan
yang tidak lazim.
2. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan umum : konjungtiva anemis, takikardi, takipnea, dan tekanan nadi yang
melebar merupakan mekanisme kompensasi untuk meningkatkan aliran darah dan
pengangkutan oksigen ke organ utama. Ikterus dapat dilihat pada anemia hemolitik.
Gambaran fisik lain yang menyertai anemia berat meliputi atrofi papil lidah,
Stomatitis angularis (cheilosis), koilonichia atau kuku sendok (spoon nail),
kardiomegali, bising, hepatomegali dan splenomegali.
3. Tes Laboratorium
Hitung sel darah merah dan asupan darah : untuk tujuan praktis maka anemia selama
kehamilan dapat didefinisikan sebagai Hb < 10,00 atau 11,00 gr% dan hemotokrit <
30,00-33,00%. Asupan darah tepi memberikan evaluasi morfologi, eritrosit, hitung
jenis leukosit dan perkiraan kekuatan trombosit
E. Klasifikasi
1. Anemia Defisiensi Besi
Dua penyebab anemia paling sering selama kehamilan dan masa nifas adalah
defisiensi zat besi dan kehilangan darah akut. Kebutuhan zat besi dalam kehamilan
cukup besar, dalam kehamilan dengan janin tunggal, kebutuhan maternal akan zat
besi yang ditimbulkan oleh kehamilan tersebut rata-rata mendekati 800 mg, sekitar
300 mg lagi diperlukan untuk janin dan plasenta sekitar 500 mg lagi, jika tersedia
digunakan untuk meningkatkan massa hemoglobin maternal. Kurang lebih 200 mg
akan diekskresikan lewat usus, urin dan kulit. Anemia defisiensi besi akan terjadi
bila perbedaan antara jumlah zat besi yang diapakai dalam metabolism kehamilan
tidak diimbangi oleh penyerapan zat besi dari traktus gastrointestinal.
Dengan penambahan volume darah selama trimester kedua, kekurangan zat
besi sering mewujudkan keadaan penurunan konsentrasi hemoglobin maternal.
Meskipun kecepatan penambahan volume darah tidak begitu besar dalam trimester
ketiga, kebutuhan zat besi akan tetap tinggi karena peningkatan massa hemoglobin
maternal terus berlangsung dan zat besi dalam jumlah yang besar ini dibawa
melintasi plasenta dari ibu ke dalam janin. Karena jumlah zat besi yang dialihkan
kepada janin dari ibu yang menderita defisiensi besi tidak banyak berbeda dengan
jumlah yang dipindahkan dalam keadaan normal, maka bayi baru lahir dari ibu
dengan anemia berat tidak akan menderita anemia defisiensi besi. Simpanan zat besi
dalam janin jauh lebih banyak dipengaruhi oleh kapan dan bagaimana tali pusat
diklem daripada oleh simpanan zat besi dalam tubuh (Williams, 1995, EGC
Jakarta).
2. Anemia Megaloblastik
Anemia Megaloblastik dalam kehamilan disebabkan karena defisiensi asam
folat (pteroylglutamic acid), jarang sekali karena defisiensi vitamin B12
(cyanocobalamin). Anemia ini sangat tinggi di Asia, hal itu erat hubungannya
dengan defisiensi makanan. Diagnosis ditegakkan jika ditemukan megaloblast atau
promegaloblast dalam darah atau sumsum tulang. Seringkali anemianya bersifat
noomositer dan normokrom, hal itu disebabkan karena defisiensi asam folik sering
berdampingan dengan defisiensi besi dalam kehamilan.
3. Anemia Hipoplastik
Anemia pada wanita hamil yang disebabkan karena sumsum tulang kurang
mampu membuat sel-sel darah baru dinamakan anemia hipoplastik dalam
kehamilan. Etiologi anemia ini belum diketahui jelas, kecuali yang disebabkan oleh
sepsis, sinar Roentgent, racun atau obat-obatan, dan dalam hal ini dianggap sebagai
komplikasi kehamilan. satu-satunya cara untuk memperbaiki keadaan ialah dengan
transfusi darah. Biasanya, jika wanita selamat sampai dengan masa nifas, akan
sembuh dengan sendirinya. Pemberian obat bagi wanita dengan anemia hipoplastik
harus difikirkan efek sampingnya, terutama obat dengan pengaruh hemotoksis
(Wiknjosastro, 2002, Ilmu Kebidanan).
4. Anemia Hemolitik
Anemia hemolitik disebabkan karena penghancuran sel darah merah
berlangsung lebih cepat dari pembuatannya. Wanita dengan anemia jenis ini sukar
menjadi hamil, apabila ia hamil, maka anemianya dapat menjadi lebih berat.
Sebaliknya, bahwa kehamilan dapat menyebabkan krisis hemolotik pada wanita
yang sebelumnya tidak menderita anemia.
F. Pengaruh Anemia
1. Dalam Kehamilan
a. Abortus
Istilah abortus digunakan untuk menunjukkan pengeluaran hasil
konsepsi sebelum janin dapat hidup di luar kandungan. Abortus ditentukan
sebagai pengakhiran kehamilan sebelum janin mencapai berat 500 gram atau
kurang dari 20 minggu. Abortus yang berlangsung tanpa tindakan disebut
abortus spontan, dan abortus buatan ialah pengakhiran kehamilan sebelum 20
minggu akibat tindakan, dan abortus terapeutik adalah pengakhiran kehamilan
sebelum 20 minggu secara buatan yang dilakukan atas indikasi medik
(Williams, 1995, dalam Kelainan Medis dan Bedah Yang Mempersulit
Kehamilan).
b. Partus Prematurus
Partus adalah suatu proses kontraksi uterus yang terkoordinasi yang memicu
pendataran dan dilatasi serviks secara progresif dan memnyebabkan pengeluaran
janin dan plasenta. Partus prematurus didefinisikan sebagai partus yang terjadi
sebelum usia kehamilan 36 minggu. Kontraksi uterus yang reguler dan nyeri,
sekurang-kurangnya 2 kali tiap 10 menit selama minimal 30 menit, dilatasi atau
pendataran serviks, dan selaput ketuban yang utuh harus ditemukan. Kasus
persalinan prematur dengan selaput ketuban pecah dikategorikan sebagai
ketuban pecah prematur.
Inersia uteri, biasanya bersifat biasa, dalam arti bahwa fundus berkontraksi
lebih kuat dan lebih dulu daripada bagian lain, peranan fundus tetap menonjol.
Kelainan terletak dalam hal bahwa kontraksi uterus lebih aman, singkat dan
jarang daripada biasanya. Keadaan umum penderita biasanya baik, dan rasa
nyeri tidak seberapa. Selam ketuban masih utuh, umumnya tidfak banyak
bahaya, baik bagi ibu maupun bagi janin, kecuali jika persalina berlangsug
terlalu lama, dalam hal ini morbiditas ibu dan mortalitas janin baik, keadaan ini
dinamakan inersia uteri primer, atau hypotonic uterine reaction. Apabila
timbulnya setelah berlangsungnya his kuat untuk waktu yang lama, dinamakan
inersia uteri sekunder. Karena persalinan tidak pernah dibiarkan berlangsung
lama, sehingga dapat menimbulkan kelelahan otot uterus, maka inersia uteri
sekunder jarang ditemukan (Wiknjosastro, 2002, Ilmu Kebidanan, dalam
Distosia Karena Kelainan Tenaga).
e. Syok
Syok adalah berkurangnya darah dalam peredaran darah umum dengan
disertai gangguan perfusi darah dalam jaringan pada tingkat pembuluh darah
kapiler jaringan tubuh, dikarenakan berkurangnya darah pada perdarahan, atau
plasma pada luka bakar, peritonitis, dehidrasi dalam peredaran darah (surgical
shock), karena timbulnya vasodilatasi, sehingga pengumpulan darah dalam vena
di daerah tertentu, yang kadang didahului oleh vasokonstriksi. Syok neurogenik
karena kaget, syok septik karena infeksi berat, sepsis, syok anafilaksis karena
reaksi anafilaksis, syok kardiak karena gangguan fungsi jantung, kombinasi
syok surgikal dan neurogenik. Sedangkan berdasarkan tingkatan syok, dapat
dibagai menjadi syok yang dapat pulih dini, pulih lambat, syok refraktor, serta
syok yang tidak dapat pulih. Syok dalam obstetri yang disebabkan baik oleh
perdarahan, trauma, atau sebab lain, dengan klasifikasi sntara lain; syok
hemoragik karena perdarahan, syok endotoksin karena infeksi berat, serta syok
oleh karena sebab lain (Mochtar. R., Prof. Dr. 1998, Sinopsis Obstetri).
f. Infeksi
Infeksi yang biasanya berat biasanya dapat menyebabkan syok endotoksin.
Dalam hal masa nifas, infeksi adalah keadaan yang mencakup semua
peradangan alat-alat genital dalam masa nifas (Mochtar. R., Prof. Dr. 1998,
Sinopsis Obstetri dalam Infeksi Nifa ).
g. Decompensatio Cordis
Banyaknya ibu hamil yang menderita anemia sangat cukup besar ditemukan,
sekitar 10% dan 20%, dengan salah satu faktor yang memegang peranan penting
adalah defisiensi makanan. Pada keadaan anemia saat.selama kehamilan, proses
pengenceran darah menjadi makin nyata dengan usia yang lanjut umur
kehamilan. banyaknya akibat yang dapat timbul oleh karena anemia saat
kehamilan, baik dalam kehamilan itu sendiri, saat persalinan, maupun dalam
masa nifas, seperti abortus, partus prematurus, partus lama karena inersia uteri,
syok, perdarahan post partum oleh karena atonia uteri, infeksi (intra maupun
post partum), serta dapat mengakibatkanI decompensasio cordis jika kadar
hemoglobin dalam darah < 4 g/100 ml (Wiknjosastro, 2002, Ilmu Kebidanan).
G. Penatalaksanaan
a. Diet bergizi tinggi protein terutama yang berasal dari protein hewani (daging, ikan,
susu, telur, sayuran hijau)
b. Pemakaian alas kaki untuk mencegah infeksi cacing tambang
c. Lakukan penilaian pertumbuhan dan kesejahteraan janin dengan memantau
pertambahan ukuran janin
d. Bila pemeriksaan apusan darah tepi tidak tersedia, berikan tablet tambah darah yang
berisi 60 mg besi elemental dan 250 μg asam folat. Pada ibu hamil dengan anemia,
tablet besi diberikan 3 kali sehari.
e. Bila dalam 90 hari muncul perbaikan, lanjutkan pemberian tablet sampai 42 hari
pasca persalinan.
f. Apabila setelah 90 hari pemberian tablet besi dan asam folat, kadar hemoglobin tidak
meningkat maka pasien dirujuk.
Berikut ini adalah tabel jumlah kandungan besi elemental yang terkandung dalam
berbagai jenis
Jenis Sediaan Dosis Sediaan Kandungan Besi
Elemental
Sulfas ferosus 325 65
Fero fumarat 325 107
Fero glukonat 325 39
Besi polisakarida 150 150
g. Bila tersedia fasilitas pemeriksaan penunjang, tentukan penyebab anemia
berdasarkan hasil pemeriksaan darah perifer lengkap dan apus darah tepi.
h. Anemia mikrositik hipokrom dapat ditemukan pada keadaan:
1. Defisiensi besi: lakukan pemeriksaan ferritin. Apabila ditemukan kadar ferritin <
15 ng/ml, berikan terapi besi dengan dosis setara 180 mg besi elemental per hari.
Apabila kadar ferritin normal, lakukan pemeriksaan SI dan TIBC.
2. Thalassemia: Pasien dengan kecurigaan thalassemia perlu dilakukan tatalaksana
bersama dokter spesialis penyakit dalam untuk perawatan yang lebih spesifik.
i. Anemia normositik normokrom dapat ditemukan pada keadaan:
Perdarahan: tanyakan riwayat dan cari tanda dan gejala aborsi, mola, kehamilan
ektopik, atau perdarahan pasca persalinan infeksi kronik
j. Anemia makrositik hiperkrom dapat ditemukan pada keadaan:
Defisiensi asam folat dan vitamin B12: berikan asam folat 1 x 2 mg dan vitamin
B12 1 x 250 – 1000 μg
I. Kriteria Rujukan
Jika berada di fasilitas pelayanan primer, maka wajib merujuk ke layanan kesehatan yang
lebih tinggi jika :
a. Anemia yang tidak membaik dengan pemberian suplementasi besi selama 3 bulan
b. Anemia yang disertasi perdarahan kronis, agar dicari sumber perdarahan dan
ditangani.
J. Prognosis
Prognosis anemia defisiensi besi dalam kehamilan umumnya baik bagi ibu dan
anak. persalinan dapat berlangsung seperti biasanya tanpa perdarahan banyak atau
komplikasi lain, sedangkan anemia berat dalam kehamilan yang tidak diobati dapat
menyebabkan abortus, dan dalam kehamilan tua dapat mnyebabkan partus lama,
perdarahan post partum, dan infeksi. Anemia megaloblastik dalam kehamilan umumnya
mempunyai prognosis cukup baik, pengobatan dengan asam folik selalu berhasil.
Apabila penderita mencapai masa nifas dengan selamat dengan atau tanpa pengobatan,
maka anemianya akan sembuh dan tidak akan timbul lagi, hal ini disebabkan karena
dengan lahirnya anak, keperluan asam folik jauh berkurang, sebaliknya anemia
perniciosa memerlukan pengobatan terus-menerus, juga diluar kehamilan. anemia
megaloblastik dalam kehamilan yang berat dan tidak diobati mempunyai prognosisi
kurang baik dengan angka kematian ibu mendekati 50% dan bagi anak 90%
(Wiknjosastro, 2002, Ilmu Kebidanan dalam penyakit Darah).