Anda di halaman 1dari 33

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Anemia dalam kehamilan adalah kondisi ibu dengan kadar haemoglobin (Hb)
dibawah 11 gr% padatrimester I dan III atau kadar < 10,5 gr% pada trimester II
(Saifuddin, 2005). Hb mempunyai fungsi untuk transportasi oksigen dan nutrisi ke
jaringan seluruh tubuh. Anemia pada ibu hamil disebabkan oleh kekurangan zat besi,
kekurangan asam folat, infeksi dan kelainan darah.Anemia dalam kehamilan dapat
berpengaruh buruk terutama saat kehamilan, persalinan dan nifas.Prevalensi anemia
yang tinggi dapat berakibat negatif pada kehamilan seperti adnya gangguan
pertumbuhan dan perkembangan janin, kurangnya oksigen dan nutrisi yang dibawa ke
tubuh maupun otak. (Saifuddin, 2005)
Kanker serviks merupakan jenis kanker yang paling banyak nomor tiga di dunia.
Kanker servik disebut juga "silent killer" karena perkembangan kanker ini sangat sulit
dideteksi. Perjalanan dari infeksi virus menjadi kanker membutuhkan waktu cukup
lama, sekitar 10-20 tahun. Proses ini seringkali tidak disadari hingga kemudian sampai
pada tahap pra-kanker tanpa gejala. Badan Kesehatan Dunia (WHO) mengatakan, saat
ini penyakit kanker serviks menempati peringkat teratas di antara berbagai jenis kanker
yang menyebabkan kematian pada perempuan di dunia. Di Indonesia, setiap tahun
terdeteksi lebih dari 15.000 kasus kanker serviks dan setiap satu jam seorang wanita
meninggal karena kanker ini Sekitar 8000 kasus di antaranya berakhir dengan
kematian. Menurut WHO, Indonesia merupakan negara dengan jumlah penderita
kanker serviks yang tertinggi di dunia. Mengapa bisa begitu berbahaya? Pasalnya,
kanker serviks muncul seperti musuh dalam selimut. Sulit sekali dideteksi hingga
penyakit telah mencapai stadium lanjut. Oleh karena itu pengertian kanker serviks
mutlak dipahami oleh kaum wanita di Indonesia.
Mioma Uteri merupakan tumor jinak dari otot rahim. Jumlah penderita mioma
uteri ini sulit diketahui secara akurat karena banyak yang tidak menimbulkan keluhan
sehingga penderita tidak memeriksakan dirinya ke dokter. Sampai saat ini belum
diketahui penyebab pasti mioma uteri dan diduga merupakan penyakit multifaktorial.
Secara umum angka kejadian mioma uteri diprediksi mencapai 20-30% terjadi pada
wanita berusia di atas 35 tahun. Hampir separuh dari kasus mioma uteri ditemukan
secara kebetulan pada pemeriksaan pelvik rutin. Pada penderita memang tidak
mempunyai keluhan apa-apa dan tidak sadar bahwa mereka sedang mengandung satu
tumor dalam uterus.

B. RUMUSAN MASALAH
Rumusan masalah yang akan dibahas dalam makalah ini adalah:
1. Apa yang dimaksud dengan Anemia,Kanker Serviks dan Mioma uteri?
2. Apa penyebab terjadinya Anemia,Kanker Serviks dan Mioma uteri ?
3. Bagaimana patofisiologi terjadinya Anemia,Kanker Serviks dan Mioma uteri?
4. Bagaimana tanda dan gejala terjadinya Anemia,Kanker Serviks dan Mioma
uteri?
5. Apa saja komplikasi terjadinya Anemia,Kanker Serviks dan Mioma uteri ?
6. Bagaimana penatalaksaan terjadinya Anemia,Kanker Serviks dan Mioma uteri ?

C. TUJUAN
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk menambah pengetahuan mahasiswa
tentang hal hal apa saja yang perlu dipahami mengenai Anemia,Kanker Serviks dan
Mioma uteri, memberikan gambaran yang jelas mengenai penyakit Anemia,Kanker
Serviks dan Mioma uteri, dan juga sebagai bahan diskusi dan penilaian kelompok bagi
mahasiswa, serta lain lain yang bisa berdampak positif bagi penulis dan para pembaca
yang utamanya ditujukan untuk para kaum wanita di Indonesia.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Anemia
1. Pengertian Anemia
Anemia adalah penyakit yang ditandai oleh rendahnya kadar hemoglobin (HB)
dalam darah sehingga mengakibatkan fungsi dari HB untuk membawa oksigen
keseluruh tubuh tidak berjalan dengan baik. Anemia dalam kehamilan yang paling
sering dijumpai anemia gizi besi. Hal ini disebabkan oleh kurangnya supan zat besi
dalam makanan karena gangguan resorpsi . gangguan penggunaan atau pendarahan.
Persoalan zat besi masih menjadi persoalan serius bagi indonesia karena kekurangan
zat besi memainkan andil besar terhadap rendahnya kualitas sumber daya manusia
indonesia ( sutaryo. 2006 )
Kebutuhan zat besi pada wanita juga meningkat saat hamil terutama dalam tm III
dan melahirkan. Darah bertambah banyak dalam kehamilan (hipervolemia) akan tetapi
bertambahnya sel darah masih kurang dibandingkan dengan bertambahnya plasma
sehingga terjadi pengenceran darah. Akibatnya pada waktu persalinan banyaknya unsur
besi yang hilang , sehingga unsur besi lebih sedikit dibandingkan bila dara ibu kental.
Karena alasan tersebut, setiap ibu hamil disarankan untuk mengkonsumsi suplemen zatt
besi (hanifa wiknjosastro 1999).
2. Etiologi
a. Anemia defisiensi besi
Salah satu penyebab tersering pada anemia kehamilan adalah karena defisiensi
zat besi (iron deficiency). Sejumlah penyakit kronik selama kehamilan juga dapat
menyebabkan anemia, sebagian di antaranya adalah penyakit ginjal kronik,
penyakit radang usus, lupus eritematosus sistemik, infeksi granulomatosa,
neoplasma ganas, dan rheumatoid arthritis.
b. Anemia megaloblastik
Anemia megaloblastik adalah anemia yang khas ditandai dengan adanya sel
megaloblast dalam sumsum tulang.8Anemia megaloblastik dalam kehamilan
disebabkan oleh defisiensi asam folat (pteroylglutamic acid). Kelainan ini biasanya
dijumpai pada wanita yang tidak menkonsumsi sayuran berdaun hijau segar,
kacang-kacangan, atau protein hewani.
c. Anemia Hipoplastik
Anemia pada wanita hamil yang disebabkan karena sumsum tulang kurang
mampu membuat sel-sel darah baru, dinamakan anemia hipoplastik dalam
kehamilan. Darah tepi menunjukkan gambaran normositer dan normokrom, tidak
ditemukan ciri-ciri defisiensi besi, asam folik, atau vitamin B12.Sumsum tulang
bersifat normoblastik dengan hipoplasia eritropoesis yang nyata.
d. Anemia Hemolitik
Anemia hemolotik disebabkan karena penghancuran sel darah merah
berlangsung lebih cepat pembuatannya.Wanita dengan anemia hemolitik sukar
menjadi hamil, arena anemianya biasanya menjadi lebih berat. Frekuensi anemia
hemolitik dalam kehamilan tidak tinggi, terbanyak anemia ditemukan pada wanita
negro yang menderita anemia sel sabit, anemia sel sabit-hemoglobin C, sel
sabitthalasemia, atau penyakit hemoglobin C.
3. Patofisiologi
Perubahan hematologi sehubungan dengan kehamilan adalah oleh karena
perubahan sirkulasi yang makin meningkat terhadap plasenta dari pertumbuhan payudara.
Peningkatan volume plasma darah terjadi lebih dahulu dibandingkan produksi sel darah merah.
Kondisi ini menyebabkan penurunan kadar Hb dan hematokrit pada trimester I dan II sedangkan
pembentukan sel darah merah terjadi pada pertengahan akhir kehamilan sehingga konsentrasi
mulai meningkat pada trimester III kehamilan (Cheryl 1996 diacu dalam Darlina 2003).
Volume plasma meningkat 45-65% dimulai pada trimester ke II kehamilan, dan maksimum
terjadi pada bulan ke 9 dan meningkatnya sekitar 1000 ml, menurun sedikit menjelang
aterem serta kembali normal 3 bulan setelah partus. Stimulasi yang meningkatkan volume
plasma seperti laktogen plasenta, yang menyebabkan peningkatan sekresi aldesteron.
Darah akan bertambah banyak dalam kehamilan yang lazim disebut Hidremia atau
Hipervolemia. Akan tetapi, bertambahnya sel darah kurang dibandingkan dengan
bertambahnya plasma sehingga terjadi pengenceran darah. Perbandingan tersebut
adalah sebagai berikut: plasma 30%, sel darah 18% dan hemoglobin 19%. Secara
fisiologis, pengenceran darah ini untuk membantu meringankan kerja jantung yang
semakin berat dengan adanya kehamilan.
Darah bertambah banyak dalam kehamilan yang lazim disebut hidremia atau
hipervolemia, akan tetapi bertambahnya sel-sel darah kurang dibandingkan dengan
bertambahnya plasma, sehingga pengenceran darah. Pertambahan tersebut
berbanding plasma 30,00%, sel darah merah 18,00% dan Hemoglobin 19,00%.
Tetapi pembentukan sel darah merah yang terlalu lambat sehingga menyebabkan
kekurangan sel darah merah atau anemia.
Pengenceran darah dianggap penyesuaian diri secara fisiologi dalam kehamilan
dan bermanfaat bagi wanita, pertama pengenceran dapat meringankan beban
jantung yang harus bekerja lebih berat dalam masa kehamilan, karena sebagai
akibat hidremia cardiac output untuk meningkatkan kerja jantung lebih ringan
apabila viskositas rendah. Resistensi perifer berkurang, sehingga tekanan darah
tidak naik, kedua perdarahan waktu persalinan, banyaknya unsur besi yang hilang
lebih sedikit dibandingkan dengan apabila darah ibu tetap kental. Tetapi
pengenceran darah yang tidak diikuti pembentukan sel darah merah yang seimbang
dapat menyebabkan anemia.
Bertambahnya volume darah dalam kehamilan dimulai sejak kehamilan 10
minggu dan mencapai puncaknya dalam kehamilan 32 dan 36 minggu (Setiawan Y,
2006).
a. Stadium 1
Kehilangan zat besi melebihi ukuran, menghabiskan cadangan dalam tubuh
terutama disumsum tulang.
b. Stadium 2
Cadangan zat besi yang berkurang tidak dapat memenuhi kebutuhan
membentuk sel darah merah yang memproduksi lebih sedikit.
c. Stadium 3
Mulai terjadi anemia kadar hemoglobin dan haemotokrit menurun.
d. Stadium 4
Sumsum tulang berusaha untuk menggantikan kekurangan zat besi dengan
mempercepat pembelahan sel dan menghasilkan sel darah merah baru yang
sangat kecil (Mikrositik).
e. Stadium 5
Semakin memburuknya kekurangan zat besi dan anemia maka timbul gejala -
gejala karena anemia semakin memburuk (Anonim, 2004). Ibu hamil
memerlukan tambahan zat besi untuk meningkatkan jumlah sel darah merah dan
membentuk sel darah merah, janin dan plasenta. Kenaikan volume darah selama
kehamilan akan meningkatkan kebutuhan Fe dan zat besi (Zulhaida Lubis,
2003).
Perubahan hematologi sehubungan dengan kehamilan adalah oleh karena

perubahan sirkulasiyang makin meningkat terhadap plasenta dari pertumbuhan payudara.


Volume plasma meningkat 45-65% dimulai pada trimester ke II kehamilan, dan maksimum
terjadi pada bulan ke 9 danmeningkatnya sekitar 1000 ml, menurun
sedikit menjelang aterem serta kembali normal 3 bulan setelah partus. Stimulasi
yang meningkatkan volume plasma seperti laktogen plasenta, yangmenyebabkan
peningkatan sekresi aldesteron. Darah akan bertambah banyak dalam kehamilan yang
lazim disebut Hidremia atau Hipervolemia. Akan tetapi, bertambahnya sel darah
kurang dibandingkan dengan bertambahnya plasma sehingga terjadi
pengenceran darah. Perbandingan tersebut adalah sebagai berikut: plasma30%,
sel darah 18% dan hemoglobin 19%. Secara fisiologis, pengenceran darah
ini untuk membantu meringankan kerja jantung yang semakin berat dengan adanya
kehamilan.
4. Tanda dan Gejala
Anemia menunjukkan gejala umum seperti lemah dan kelelahan tetapi tidak dapat
diketahui gejala anemia dalam kehamilan berdasarkan kadar hemoglobin tertentu.
2 Wanita hamil dengan anemia defisiensi besi mungkin tidak terlihat gejala, namun
akan lebih mudah capai, lebih mudah terinfeksi dan meningkatkan risiko terjadinya
perdarahan post partum, akan sulit teratasi meskipun darah yang keluar hanya
sedikit, penyembuhan luka episiotomi juga terlambat, jika anemia berat mungkin
dapat terjadi kegagalan jantung.
5. Komplikasi
a. Pada saat hamil
Ibu hamil yang mengalami anemia difisiensi besi sangat rentan atau beresiko
untuk terjadi abortus. Hal ini disebabkan karena dalam kehamilan zat besi berperan
sebagai hematopoiesis (pembentukan darah) yaitu dalam sintesa haemoglobin (Hb).
Seorang ibu yang dalam masa kehamilannya telah menderita kekurangan zat besi
tidak dapat memberi cadangan zat besi kepada bayinya dalam jumlah yang cukup
untuk beberapa bulan pertama. Kekurangan zat besi pada wanita hamil dapat
menyebabkan gangguan ataupun hambatan pada pertumbuhan janin, baik sel tubuh
maupun sel otak. Anemia gizi dapat mengakibatkan kematian janin didalam
kandungan, abortus, cacat bawaan, BBLR, anemia pada bayi yang dilahirkan.Hal
ini menyebabkan morbiditas dan mortalitas ibu dan kematian perinatal secara
bermakna lebih tinggi. Hal inilah yang menyebabkan bahwa seorang ibu hamil yang
mengalami anemia pada usia kehamilan <20 minggu dapat menyebakan abortus.
Ibu hamil yang menderita anemia berat dapat meningkatkan resiko morbiditas
maupun mortalitas ibu dan bayi, kemungkinan melahirkan bayi BBLR dan prematur
juga lebih besar (Lubis, 2003).
Anemia yang terjadi pada saat hamil dapat memberikan efek buruk, baik pada
ibu atau pada janin yang dikandungnya. Anemia dapat mengurangi suplai oksigen
pada metabolisme ibu dan janin karena dengan kurangnya kadar hemoglobin maka
berkurang pula kadar oksigen dalam darah. Keadaan ini jika berlangsung lama dapat
menyebabkan nekrosis pada jaringan, sehingga hasil konsepsi tidak bisa bertahan
lama pada ovarium. Gejala awal yang di timbulkan terjadinya perdarahan dalam
desidua basalis yang diikuti oleh nekrosis jaringan sekitarnya yang menyebabkan
hasil konsepsi terlepas sebagian atau seluruhnya, sehingga bagian yang terlepas ini
merupakan benda asing dalam uterus.Ini menyebabkan uterus berkontraksi untuk
mengeluarkan benda asing tersebut oleh karena adanya kontraksi uterus maka akan
memberi gejala umum berupa nyeri perut karena kontraksi disertai perdarahan dan
pengeluaran seluruh atau sebagian hasil konsepsi (Proverawati dan Wati, 2011).
Pada ibu hamil, anemia dapat mengakibatkan keguguran, lahir mati, kelahiran
bayi dengan berat badan lahir rendah, perdarahan sebelum atau sewaktu melahirkan,
dan kematian ibu (Kodyat 1995 diacu dalam Khomsan 1997).
b. Pada persalinan
Pada anemia jumlah efektif sel darah merah berkurang. Hal ini mempengaruhi
jumlah haemoglobin dalam darah. Berkurangnya jumlah haemoglobin
menyebabkan jumlah oksigen yang diikat dalam darah juga sedikit, sehingga
mengurangi jumlah pengiriman oksigen ke organ - organ vital (Anderson, 1994).
Anemia dalam kehamilan dapat menyebabkan terjadinya hemorargi dan infeksi
dalam kehamilan. Anemia dalam kehamilan juga sering dihubungkan dengan
terjadinya retardasi pertumbuhan dalam rahim dan persalinan preterm.
Anemia dalam kehamilan dapat berpengaruh buruk terutama saat kehamilan,
persalinan dan nifas. Prevalensi anemia yang tinggi berakibat negatif seperti:1)
Gangguan dan hambatan pada pertumbuhan, baik sel tubuh maupun sel otak, 2)
Kekurangan Hb dalam darah mengakibatkan kurangnya oksigen yang
dibawa/ditransfer ke sel tubuh maupun ke otak. Sehingga dapat memberikan efek
buruk pada ibu itu sendiri maupun pada bayi yang dilahirkan (Manuaba, 2001).
Pada saat hamil, bila terjadi anemia dan tidak tertangani hingga akhir kehamilan
maka akan berpengaruh pada saat postpartum. Pada ibu dengan anemia, saat
postpartum akan mengalami atonia uteri. Hal ini disebabkan karena oksigen yang
dikirim ke uterus kurang.
Jumlah oksigen dalam darah yang kurang menyebabkan otot - otot uterus tidak
berkontraksi dengan adekuat sehingga timbul atonia uteri yang mengakibatkan
perdarahan banyak .
c. Pada bayi
1) Pengaruh anemia ibu hamil trimester I
Kurangnya nutrisi pada trimester I terutama adanya anemia akan
menyebabkan terjadinya kegagalan organogenesis sehingga akan mengganggu
perkembangan janin pada tahap selanjutnya. Penelitian di California
menunjukkan bahwa risiko kelahiran BBLR dua kali lipat pada ibu hamil
triwulan II tetapi tidak berisiko pada kehamilan
2) Pengaruh anemia ibu hamil trimester II
Pada trimester II, terjadi kecepatan yang meningkat pada pertumbuhan
dan pembentukan janin, sehingga membentuk manusia dengan organorgan
tubuh yang mulai berfungsi. Pada masa ini zat besi yang diperlukan paling
besar karena mulai terjadi hemodilusi pada darah. Kebutuhan zat besi pada
keadaan ini adalah 5 mg/hr dengan kebutuhan basal 0,8 mg/hari.
Akibat anemia akan dapat menimbulkan hipoksia dan bekurangnya aliran
darah ke uterus yang akan menyebabkan aliran oksigen dan nutrisi ke janin
terganggu sehingga dapat menimbulkan asfiksia sehingga pertumbuhan dan
perkembangan janin terhambat dan janin lahir dengan berat badan lahir
rendah dan prematur.
d. Pada saat Nifas
Anemia pada ibu nifas bisa saja terjadi. Menurut Prawirohardjo (2005),
faktor yang mempengaruhi anemia pada masa nifas adalah persalinan dengan
perdarahan, ibu hamil dengan anemia, nutrisi yang kurang, penyakit virus dan
bakteri. Anemia dalam masa nifas merupakan lanjutan daripada anemia yang
diderita saat kehamilan, yang menyebabkan banyak keluhan bagi ibu dan
mengurangi presentasi kerja, baik dalam pekerjaan rumah sehari-hari maupun
dalam merawat bayi (Wijanarko, 2010).
Pengaruh anemia pada ibu nifas adalah terjadinya subvolusi uteri yang
dapat menimbulkan perdarahan post partum, memudahkan infeksi puerperium,
pengeluaran ASI berkurang dan mudah terjadi infeksi mamae (Prawirohardjo,
2005). Praktik ASI tidak eksklusif diperkirakan menjadi salah satu prediktor
kejadian anemia setelah melahirkan (Departemen Gizi dan Kesehatan
Masyarakat, 2008).
Pengeluaran ASI berkurang, terjadinya dekompensasi kordis mendadak
setelah persalinan dan mudah terjadi infeksi mamae. Di masa nifas anemia bisa
menyebabkan rahim susah berkontraksi, ini dikarenakan darah tidak cukup
untuk memberikan oksigen ke rahim.
6. Penatalaksanaan
a. Meningkatkan konsumsi makanan bergizi
Makan makanan yang banyakmengandung zat besi dari bahan makanan hewani
(daging , ikan , ayam , hati , telur ) dan bahan makanan nabati (sayuran berwarna
hijau tua , kacang kacangan , tempe ). Makan sayur sayuran dan buah buahan
yang banyak mengandung vitamin C (daun katu , daun singkong , bayam , jambu ,
tomat , jeruk dan nanas ) sangat bermanfaat untuk meningkatkan penyerapan zat
besi dalam usus.
b. Menambah pemasukan zat besi ke dalam tubuh dengan minum Tablet Tambah
Darah (TTD)
Tablet tambah darah adalah tablet besi folat yang setiap tablet mengandung 200
mg Ferro Sulfat atau 60 mg Besi Elemental dan 0.25 mg Asam Folat. Wanita
mengalami mengalami menstruasi sehingga memerlukan zat besi untuk mengganti
darah yang hilang . Wanita yang sedang hamil atau menyusui , kebutuhan zat
besinya sangat tinggi sehingga perlu dipersiapkan sedini mungkin semenjak remaja.
Minumlah 1 tablet tambah darah seminggu sekali dan dianjurkan minum 1 tablet
setiap hari selama haid. Untuk ibu hamil, minumlah 1 tablet tambah darah setiar
hari paling sedikit 90 hari masa kehamilannya dan 40 hari setelat melahirkan.
Zat besi merupakan mineral mikro yang paling banyaka terdapat didalam tubuh
manusia , yaitu sebanyak 3 5 gram. Pada tubuh, zat besi merupakan bagian dari
hemoglobin yang berfungsi sebagai alat angkut oksigen dari paru paru ke jaringan
tubuh. Dengan berkurangnya Fe, sintesis hemoglobin berkurang dan akhirnya kadar
hemoglobin berkurang dan akhirnya kadar hemoglobin akan menurun.
c. Mengobati penyakit yang menyebabkan atau mempererat anemia seperti
kecacingan , malaria , dan penyakit TBC.
d. Transfusi darah dapat dilakukan untuk setiap anemia jika gejala yang dialami
cukup parah (misalnya, sakit kepala ringan , kelemahan , kelelahan) atau
terdapat gejala atau tanda tanda gangguan kardiopulmonal (misalnya dyspnea,
takhikardi , tachypnea) maka keputusan tidak didasarkan pada kadar Hct
tersebut.
e. Memaksimalkan penyerapan Zat Besi dengan memperhatikan apa yang
dikonsumsi bersamaan dengan zat besi , (misalnya makanan yang kaya Vitamin
C), dan hindari makanan seperti susu, protein, kedelai , kuning telur, kopi dan
teh , makanan inidapat menghalangi peneyrapan zat besi .

Penganganan anemia dalam kehamilan menurut tingkat pelayanan (


Saifuddin,2002)
a. Polindes :
1) Membuat diagnosis klinik dan rujukan pemeriksaan laboratorium
2) Memberikan terapi oral : tablet besi 90 mg/ hari
3) Penyuluhan gizi ibu hamil
b. Puskesmas :
1) Membuat diagnosis dan terapi
2) Menentukan penyakit kronik ( malaria, TBC) dan penanganannya.
c. Rumah Sakit :
1) Membuat diagnosis dan terapi
2) Diagnosis thalasemia dengan elektroforesis Hb, bila ibu ternyata
pembawa sifat, perlu tes pada suami untuk menentukan risiko pada bayi.

B. Ca Cervix
1. Pengertian Ca Cervix
Pengertian Kanker serviks adalah suatu proses keganasan yang terjadi pada leher
rahim, sehingga jaringan di sekitarnya tidak dapat melaksanakan fungsi
sebagaimana mestinya. Keadaan tersebut biasanya disertai dengan adanya
perdarahan dan pengeluaran cairan vagina yang abnormal, penyakit ini dapat terjadi
berulang-ulang (Prayetni, 2007). Kanker serviks dimulai dengan adanya suatu
perubahan dari sel leher rahim normal menjadi sel abnormal yang kemudian
membelah diri tanpa terkendali. Sel leher rahim yang abnormal ini dapat berkumpul
menjadi tumor. Tumor yang terjadi dapat bersifat jinak ataupun ganas yang akan
mengarah ke kanker dan dapat menyebar (Rasjidi. I, 2007). Dari dua pengertian
diatas dapat disimpulkan bahwa kanker serviks adalah kanker yang terjadi pada
leher rahim dengan hiperplasi sel jaringan sekitar sampai menjadi sel yang
membesar, menjadi borok/luka yang mengeluarkan cairan yang berbau busuk.
2. Etiologi
Sekarang telah ditemukan bukti terdapat hubungan yang kuat antara kejadian
kanker servik dengan adanya infeksi HPV, sehingga diyakini infeksi HPV
merupakan faktor utama penyebab kanker servik. Sedangkan faktor resiko antara
lain aktifitas seksual pertama terlalu dini dibawah 16 tahun, higienis seksual buruk,
pasangan seksual yang berganti ganti, paritas tinggi dan perokok.
Kanker servik memberikan pengaruh buruk pada kehamilan, persalinan dan
nifas. Kanker servik dapat berakibat sulit hamil, infeksi, perdarahan dan abortus.
Apabila tidak diobati dua pertiga diantara penderita kehamilannya dapat berlanjut
sampai cukup bulan. Pada saat persalinan servik kaku sehingga memperlambat fase
awal persalinan, tapi ada kalanya tumor melunak sehingga servik dapat membuka
sampai lengkap. Kehamilan ternyata tidak mempengaruhi keparahan kanker servik.
3. Patofisiologi
Tubuh manusia terdiri dari sel-sel membentuk membentuk jaringan jaringan
itu menbentuk organ-organ tubuh . Sel-sel normal tumbuh dan membelah
membentuk sel-sel baru ketika tubuh membutuhkan mereka, ketika sel normal
menjadi sel tua atau rusak, mereka mati, dan sel-sel baru menggantikan mereka .
Kadang-kadang proses itu berjalan salah. Sel-sel berbentuk ketika tubuh tidak
membutuhkanya , sel- sel tua atau rusak tidak mati seperti seharusnya penumpukan
sel ekstra sering membentuk sutu massa dari jaringan yang disebut suatu
pertumbuhan atau tumor .
Tumor pada leher bisa jinak atau ganas . tumor yang jinak bukankanker meraka
tidak berbahaya pertumbuhsn ganas (kanker) . tumor yang jinak antara lain polip,
kista , atau kutil kelamin. mereka tidak menyerang jaringan sekitar dan jarang
menjadi ancaman terhadap kehidupan. Tumor yang ganas contohnya adalah kanker
serviks. Ia dapat menyernag jaringan dan organ didekatnya , dapat menyebar ke
bebagian lain dari tubuh , kadang-kadang menrupakan ancaman terhadap
kehidupan.
Kanker serviks dimulai dalam sel pada permukaan serviks atau leher rahim
dengan berjalannya waktu , kanker serviks dapat menyerang lebih jauh ledalam
serviks dan jaringan disekatnya , sel-sel kanker dapat menyebar melepaskan diri
dari tumor aslinya, merka memasuki pembuluh darah atau pembuluh getah bening
, yang mempunyai cabang keseluruh jaringan tubuh. Sel-sel kanker dapat menempel
dan tunbuh pada jaringan lain utnuk membentuk tumir baru yang dapat merusak
jaringan tersebut. Penyebaran kanker disebut metastasis .
Pada umumnya kanker serviks berkembang dari sebuah kondisi pra-kanker ini
timbul ketika servik terinfeksi oleh HPV ( Hman popillomavirus ) gana selama
waktu tertenu, kebanykan pra-kanker lenyap dengan sendirinya , tetapi jika ia
bertahan dan tidak diobati, ia dapat menjadi kanker.
4. Tanda dan Gejala
Kanker serviks merupakan salah satu jenis penyakit berbahaya yang bisa
menyerang kaum wanita, bahkan penyakit ini juga kerap menyerang ibu-ibu yang
tengah mengalami masa kehamilan. Penyebab utama terjadinya kanker servik atau
kanker leher rahim yaitu adanya human papilloma virus (HPV) atau disebut juga
dengan virus papilloma manusia. Dan gejala kanker servik yang kerap di alami oleh
ibu hamil sama saja dengan gejala yang di alami oleh kaum wanita yang tidak hamil.
Di Negara Indonesia sendiri, kanker serviks telah menjadi satu ancaman yang
besar bagi kaum wanita, mengapa? Karena jika dilihat sesuai data yang telah di
temukan, bahwa ada 40 wanita yang dinyatakan terkena kanker serviks setiap
harinya, dan 20 diantaranya dinyatakan meninggal dunia. Bahkan, di dunia kaum
wanita didiagnosa terkena penyakit yang mematikan ini setiap dua menit sekali.
a. Keputihan patogonis
Keputihan atau flour albus ini merupakan cairan yang keluar dari organ intim
wanita dalam jumlah yang banyak selain darah. Walaupun tidak semua jenis
keputihan itu berbahaya, namun ibu hamil harus tetap berhati-hati ketika
keluarnya keputihan dengan ciri-ciri sebagai berikut: keluarnya cairan
keputihan dalam jumlah yang tidak sedikit, cairan yang berubah menjadi kental,
memiliki aroma bau yang tidak sedap, memiliki warna yang tidak normal,
munculnya rasa gatal juga panas pada bagian vagina. Nah, ketika ibu hamil
mengalami beberapa gejala seperti itu, maka sebaiknya cepatlah periksakan ke
dokter.
b. Sakit pada area kewanitaan
Ketika virus HPV mulai menyerang, biasanya akan timbul rasa sakit di bagian
kewanitaan, hal ini disebabkan oleh HPV yang memang telah berkembang serta
mengganggu imunitas tubuh sehingga bisa menimbulkan sakit di bagian bawah
perut, munculnya sakit atau ngilu pada bagian paha, merasakan sakit ketika
tengah buang air besar, bahkan akan merasakan sakit ketika melakukan
hubungan intim.
c. Pendarahan
Pada wanita normal atau wanita yang tidak tengah hamil, gejala terjadinya
kanker servik yaitu keluarnya darah. Namun banyak diantaranya kaum wanita
yang beranggapan bahwa pendaharan tersebut muncul dikarenakan siklus
menstruasi yang tidaklah normal, namun kalian tetap harus mewaspadainya
ketika darah yang keluar dari area vagina sering bahkan berangsur rutin, maka
segeralah periksakan hal tersebut ke dokter.
d. Nyeri buang air kecil
Kantung kemih yang memang terkena infeksi firus HPV akan mengakibatkan
penderitanya mengalami rasa sakit atau bahkan nyeri ketika mereka buang air
kecil, dan hal ini merupakan gejala kanker serviks yang harus di waspadai,
karena telah memasuki stadium lanjut.
Bagian kantung kemih yang terinfeksi dengan virus HVP akan bereaksi dan
mengakibatkan ibu hamil yang menderita kanker serviks akan mengalami rasa
sakit atau bahkan perasaan nyeri yang tak tertahankan pada saat mereka buang
air kecil. Hal ini pun menjadi tanda dari adanya kanker serviks yang berbahaya.
e. Timbul rasa sakit dan pendarahan saat berhubungan seks
Ketika ibu hamil tengah melakukan hubungan intim dengan suami, maka ibu
hamil akan merasakan sakit sampai mengeluarkan darah, dan hal ini disebabkan
oleh adanya infeksi yang terjadi pada leher rahim yang sudah parah.
f. Penurunan Nafsu Makan
Turunnya nafsu makan juga bisa menyebabkan imunitas menurun, sehingga
resiko terjadinya stress akan meningkat, cemas yang berlebihan, serta bisa
mengganggu energy. Bukan hanya itu, hal ini juga bisa merupakan salah satu
pertanda awal terjadinya gejala kanker servik.
Turunnya nafsu makan pun bisa menyebabkan imunitas tubuh menjadi
menurun. Maka demikian kondisi ini akan dapat menyebabkan ibu hamil
mengalami rasa sakit sampai dengan mengeluarkan darah. Hal ini disebabkan
oleh adanya infeksi yang terjadi pada bagian leher rahim yang sudah parah.
Kondisi ini tidak dapat disepelekan begitu saja atau dianggap remeh. Anda perlu
segera mengkonsultasikan masalah ini dengan dokter untuk menjaga kehamilan
anda dari kemungkinan terburuk masalah ini.
g. Bengkak pada kaki
Jika Anda mengalami bengkak pada kaki secara tiba-tiba tanpa adanya alasan
yang jelas, mungkin saja hal ini merupakan serangkaian pertanda kalau virus
yang menyebabkan kanker serviks mulau menyerang tubuh Anda. Bengkak
pada bagian kaki adalah gejala kehamilan yang umum. Kondisi seperti ini pada
umumya terjadi sebab adanya gejolak hormon yang terjadi pada ibu hamil. Dan
biasanya kondisi ini akan mulai dirasakan pada saat usia kehamilan tua. Hanya
saja, kondisi bengkak pada kaki pun bisa timbul akibat dari kankers serviks.
Virus yang berkembang biak dalam tubuh dapat menyebabkan bagian kaki ibu
hamil mengalami pembengkakan dengan penyebab yang kurang jelas.
h. Cepat Lelah
Sama halnya dengan masalah bengkak pada kaki, cepat lelah pun biasanya
terjadi sebagai bagian dari keluhan kehamilan. Akan tetapi, ketika kondisi cepat
lelah terjadi secara kontras dan intensitasnya terus menerus maka mungkin ini
bisa dipicu akibat adanya kanker serviks yang menyerang tubuh.
Kondisi ini akan mungkin membuat ibu hamil merasa lesu dengan kondisi ini.
Sehingga tidak mungkin perlahan hal ini akan melumpuhkan aktiviats ibu hamil
Oleh karenanya segera konsultasikan masalah ini dengan dokter dengan baik
5. Komplikasi
a. Pada saat hamil
1) Keguguran
Resiko paling menakutkan dari kanker serviks yang dialami pada masa
kehamilan adalah keguguran pada bayi. Hal ini dikarenakan pada beberapa
kondisi tertentu adanya kanker membuat janin dalam kandungan perlu diangkat
dengan alasan keamanan dan keselamatan. Bahkan penelitan menunjukan
bahwa seorang wanita yang menderita kanker serviks bahkan tidak memiliki
kemungkinan untuk hamil. Hal ini tentu menjadi hal yang sangat menakutkan.
Akibat dari tahapan tertentu perawatan dan penanganan kanker serviks akan
memungkinkan pengangkatan rahim harus dilakukan.
2) Hambatan Proses Perkembangan Janin
Adanya infeksi virus yang terjadi pada bagian rahim akan mungkin
mempengaruhi perkembangan janin didalamnya. Dimana kondisi ini akan
mengakibatkan adanya hambatan proses perkembangan janin dalam kandungan.
Kondisi ini pada umumnya disebabkan adanya neoplasma yang berbahaya.
Dampaknya janin anda tidak akan bertumbuh dan berkembang dengan normal
seperti bayi pada umumnya. Hal ini bisa memicu resiko bayi cacat pada saat
dilahirkan.
b. Pada saat Persalinan
Selain mempengaruhi perkembangan janin dalam kandungan. Adanya kanker
serviks pun bisa menyebabkan gangguan pada proses persalinan. Akibat adanya
jaringan sel kanker serviks proses persalinan yang normal akan dapat terkendala.
Masalah ini tentu akan menjadi ancaman yang mengerikan untuk anda. Jadi
demikian masalah kanker serviks yang terjadi tidak dapat disepelekan begitu saja.
Diperlukan penanganan yang efektif dengan berkonsultasi dengan dokter. Agar
demikian masalah ini bisa segera diatasi dengan baik.
c. Pada Bayi

Stage 0-12 Weeks Gestation 13-24 Weeks Gestation 25-40 Weeks Gestation

0 - Follow till - Follow till term/delivery - Follow till term/delivery.


term/delivery. - Colposcopy + Pap - Colposcopy + Pap smear
- Colposcopy + Pap smear every 2-3 months.
smear every trimester. - Vaginal delivery.*
every trimester. - Vaginal delivery.* - Evaluate 6 weeks post
- Vaginal delivery.* - Evaluate 6 weeks post partum.
- Evaluate 6 weeks post partum. - Treatment options post
partum. - Treatment options post partum: conization,
- Treatment options post partum: conization, LEEP,
partum: conization, LEEP, simple hysterectomy.
LEEP, simple hysterectomy.
simple hysterectomy

IA1 - Follow till - Follow till - Follow till term/delivery.


term/delivery. term/delivery. - Cervical evaluation
- Cervical evaluation - Cervical evaluation every
every every 1- 1-2 months.
1-2 months. 2 months. - Vaginal delivery.*
- Vaginal delivery.* - Vaginal delivery.* - Evaluate 6 weeks post
- Evaluate 6 weeks post - Evaluate 6 weeks post partum.
partum. partum. - Treatment options post
- Treatment options post - Treatment options post partum: simple
partum: Simple partum: simple hysterectomy,
hysterectomy, hysterectomy, conization.
conization. conization.
IA2 - Favor RH + PLND - RH + PLND - Delay therapy till fetal
- Option: Delay therapy - Option: Delay therapy maturity.
till till - C-section + RH + PLND
fetal maturity. fetal maturity.
- Cervical evaluation - Cervical evaluation
every every
month. month.

IB1 - Favor RH + PLND - RH + PLND - Delay therapy till fetal


- Delay therapy till fetal maturity.
maturity - C-section + RH + PLND
- Cervical evaluation
every
month.

IB2 - - Favor RH + PLND or - RH + PLND or RT - Delay therapy till fetal


IIA RT - Delay therapy till fetal maturity.
maturity. - C-section** + RH +
- Cervical evaluation PLND
every vs delivery + postpartum
month. RT

IIB - - Favor RT - Favor RT - Delay therapy till fetal


IVB - Delay therapy till fetal maturity.
maturity. - Deliver by C-section.
- Cervical evaluation - Postpartum RT
every
month.

Resiko pertama yang mungkin dialami dari kondisi kanker serviks yang terjadi
pada masa kehamilan adalah kelahiran bayi prematur. Kondisi ini tentu menjadi hal
yang menyeramkan terjadi pada buah hati anda. Bagaimanapun setiap orangtua
tentunya menginginkan yang terbaik untuk buah hatinya. Resiko kelahiran bayi
prematur akan mungkin membuat impian memiliki bayi yang lahir dengan sehat
menjadi hancur. Untuk itu, sebaiknya segera konsultasikan masalah kanker serviks
anda ke dokter. Bila perlu lakukan pemeriksaan secara rutin untuk mendeteksi
masalah gangguan pada organ kewanitaan sejak dini.
6. Penatalaksanaan
Pada saat diagnosis kanker serviks pada kehamilan telah ditegakkan, perlu dibentuk
tim kerja yang melibatkan dokter ahli obstetri, onkologi ginekologi, bedah, onkologi
radiasi, neonatologi dan patologi untuk melakukan evaluasi multidisiplin. Pilihan
modalitas penatalaksanaan kanker serviks pada kehamilan yang dipilih harus
didasarkan pada 2 pertanyaan, yaitu :
a. apakah terdapat perbedaan prognosis kanker serviks bila disertai kehamilan
b. pada kondisi yang bagaimana suatu persalinan dapat ditunda untuk mencapai
viabilitas fetus. Pada akhirnya pilihan modalitas yang dipilih harus sepengetahuan dari
ibu (penderita), terutama mengenai risiko yang dapat mempengaruhi kesehatan ibu dan
janin.
Secara umum, penatalaksanaan dari kanker serviks pada kehamilan bergantung
pada stadium kanker serviks dan usia kehamilan. Untuk penderita yang didiagnosis
sebelum kehamilan 20 minggu, maka direkomendasikan untuk segera memulai
pengobatan, sedangkan jika diagnosis ditegakkan setelah kehamilan 30 minggu, maka
penatalaksanaan harus melihat viabilitas fetus.

vvTabel 3. Pilihan penatalaksaan kanker serviks pada kehamilan

Pilihan penatalaksanaan kankerserviks pada kehamilan


1. Seksio sesar hanya berdasarkan indikasi obstetric Dikutip

2. Konisasi berulang atau trachelectomy dapat menjadi pilihan pada dari Abu-

beberapa pasien yang tetap ingin mempertahankan kemampuan Rustum

reproduksi NR, Jones


WB.
3. Jika abortus spontan tidak terjadi setelah selesainya radioterapi eksterna,
Cervical
dapat dilakukan histerektomi radikal tanpa limfadenektomi pelvis atau
carcinoma
evakuasi bedah dari produk konsepsi dengan brachytherapy.
in
4. Magnetic resonance imaging (MRI) pelvis dapat membantu pada
beberapa penderita

5. Insisi klasik

6. LEEP = Loop electrocautery excision procedure, RH+PLND = Radical


hysterectomy + pelvic lymphadenectomy, C-section = Cesarean section,
RT = Radiotherapy
pregnancy: assessing the diagnostic and therapeutic options. In:; 1999:1-15.

a. Stadium dini
Stadium dini pada kanker serviks meliputi stadium I dan IIA. Pada keadaan ini
penatalaksanaan dapat ditunda hingga tercapai maturasi fetus. Jika terjadi invasi <
3 mm dan tidak terdapat keterlibatan ruang limfatik vaskular maka kehamilan dapat
diteruskan hingga aterm dan dapat dilakukan antisipasi persalinan per vaginam.
Jika terjadi invasi 3 5 mm dan terdapat keterlibatan ruang limfatik vaskular
maka ibu hamil tersebut tetap dapat diobservasi hingga aterm dan selanjutnya
dilakukan persalinan dengan seksio sesar yang diikuti histerektomi radikal dan
limfadenektomi pelvis. Tindakan operasi pada stadium ini biasanya berkaitan
dengan angka morbiditas yang rendah, dengan angka kesintasan mencapai 80-95%
serta fungsi ovarium dapat dipertahankan.
Jika ditemukan invasi > 5 mm, maka tumor tersebut harus diterapi sebagai
kanker serviks invasif dengan senantiasa tetap mempertimbangkan usia kehamilan
serta keinginan dari ibu hamil. Jika diagnosis ditegakkan pada trimester I
kehamilan, umumnya sangat sulit untuk mempertahankan keberadaan fetus selama
pemberian terapi, sedangkan pada sisi lain penundaan terapi akan meningkatkan
risiko maternal sehingga dianjurkan penderita untuk mengorbankan
kehamilannya dan selanjutnya memulai dengan terapi definitif.
b. Stadium lanjut
Stadium lanjut kanker serviks meliputi stadium IIB hingga stadium IVA.2 Pada
penderita kanker serviks stadium lanjut pada kehamilan maka radioterapi
merupakan modalitas pilihan. Pada keadaan belum tercapai viabilitas fetus, maka
radioterapi yang dilakukan adalah terapi external beam.
Pada trimester I , umumnya terjadi aborsi spontan pada hari 35 45 setelah
dilakukannya external beam. Jika tidak terjadi aborsi spontan maka dapat dilakukan
histerektomi radikal atau evakuasi uterus yang diikuti dengan brachytherapy.
Jika seorang ibu dengan kanker serviks tahap lanjut menolak untuk
mengorbankan kehamilannya, pilihan terapi yang dapat digunakan adalah
kemoterapi neoadjuvan dengan tujuan mencegah progresi penyakit sementara
menunggu viabilitas fetus.
Metode persalinan harus dipilih dengan sangat hati-hati pada perempuan hamil
yang disertai kanker serviks. Hal ini terutama berkaitan dengan kemungkina infeksi,
perdarahan, persalinan macet, penyebaran dari sel-sel tumor akibat melebarnya
serviks dengan kanker.
Pada penelitian yang dilakukan oleh Sood dkk ditemukan bahwa tindakan
seksio sesar merupakan pilihan metode persalinan pada perempuan hamil dengan
kanker serviks. Namun pada beberapa penelitian lain ditemukan bahwa tidak
terdapat perbedaan bermakna antara persalinan per vaginam maupun per
abdominal.

C. Mioma Uteri
1. Pengertian Mioma Uteri
Mioma uteri adalah tumor jinak yang berasal dari rahim (miometrium) atau jaringan
ikat yang tumbuh pada dinding atas di dalam rahim ( mardiana 2009).
Mioma uteri adalah bungkus otot yang berubah menjadi tumor jinak. Istilah
sebenarnya adalah daging tumbuh di rahim mioma uteri penyakit yang berbentuk tumor
berbeda dengan kanker . mioma uteri tidak mmepunyai kemampuan meyebar keseluruh
tubuh konsistensinya padat dan sering mengalami degenerasi dalam kehamilan dan
sering kali ditemukan pada wwanita umur 35-45 tahun .
2. Etiologi
Etiologi dari mioma uteri sampai saat ini belum diketahui pasti, diduga
merupakan penyakit multifaktorial. Faktor faktor yang
mempengaruhi pertumbuhan tumor, di samping faktor predisposisi genetik, adalah
estrogen, progesteron, dan Human Growth Hormone.
a. Estrogen
Mioma uteri dijumpai setelah menarke. Sering kali terdapat pertumbuhan tumor
yang cepat selama kehamilan dan terapi estrogeneksogen. Mioma uteri akan
mengecil pada saat menopause dan pengangkatan ovarium. Adanya hubungan
dengan kelainan lainnya yang tergantung estrogen seperti endometriosis (50%),
perubahan fibrosistik dari payudara (14,8%), adenomiosis (16,5 %), dan hiperplasia
endometrium(9,3%). Mioma uteri banyak ditemukan bersamaan dengan
anovulasiovarium dan wanita dengan sterilitas. Enzim 17B hidroxydesidrogenase
mengubah estradiol (sebuah estrogen kuat) menjadi estron (estrogen lemah).
Aktivitas enzim ini berkurang pada jaringan miomatous, yang juga mempunyai
jumlah reseptor estrogen yang lebih banyak daripada miometrium normal.

b. Progesteron
Progesteron merupakan antagonis natural dari estrogen. Progesteron
menghambat pertumbuhan tumor dengan dua cara yaitu: mengaktifkan
17Bhidroxydesidrogenase dan menurunkan jumlah reseptor estrogen pada tumor.
c. Human Growth Hormone
Level hormon pertumbuhan menurun selama kehamilan, tetapi hormon yang
mempunyai struktur dan aktivitas biologik serupa yaitu Human Placental Lactogen
(HPL), terlihat pada periode ini, memberi kesan bahwa pertumbuhan yang cepat
dari leiomioma selama kehamilan mungkin merupakan hasil dari aksi sinergistik
antara HPL dan Estrogen.
3. Patofisiologi
Secara miroskopik pertumbuhan mioma uteri berlapis lapis , kapsul dibagian
luarnya, seperti lapisan berambang atau konfigurasi gulungan ( whoeled
Configuration).
Patofisiologi mioma dapat diikuti sebagai berikut :
a. Setiap konfigurasi mulai satu sel monoklonal , yang menunjukkan kelainan
kromosom multiple
b. Setiap sel mengandung reseptor estrogen dan progesteron
c. Secara teoritis terdapat kemungkinan pertumbuhan mioma berdasarkan dua
teori :
1) Teori sel nest yang bersifat embrional
Snoo dan Mayor menyebutkan : sel nest embrional
2) Teori mioma uteri dari otot polos yang terdapat pada pembuluh darah
d. Transformasi neoplasma sel otot polos uterus dipengaruhi :
1) Komposisi estrogen dan progesteron
2) Faktor pertumbuhan lokal :
a) Epidermal growth faktor
b) Insulin like growth factor-1
c) Platelet derived growth factor
e. Mioma uteri tidak dapat dijumpai sebelum menarh dan mengecil setelah
menopause.
1) Minum obat antagonis terhadap estrogen
2) OC dengan estrogen yang rendah
3) Mioma uteri dapat membesar saat kehamilan
f. Rangsangan estrogen dan progesteron teratur mengakibatkan pertumbuhan
mioma uteri dari immature sel nest bersifat :
1) Berlapis seperti berambang atau konfigurasi gulungan
g. Diantara gabungan lapisan otot polos terdapat berbagai variasi jaringan ikat.
Jaringan ikat menimbulkan variasi konsistensi mioma uteri

Skema Patofisiologi Mioma Uteri


Penyebab terjadinya myoma uteri tidak diketahui. Tumor ini mungkin berasal dari
sel otot yangn normal, dan otot imatur yang ada di dalam miometrium atau dari sel
embrional pada dinding darah uteri. Apapun asalnya, tumor dimulai dari benih-benih
multiple yang sangat kecil dan tersebar pada miometrium. Benih ini tumbuh sangat
lambat tetapi progresif (bertahun-tahun, bkan dalam hitungan bulan), di bawah
pengaruh estrogen sirkulasi, dan jika tidak terdeteksi dan diobati dapat membentuk
tumor dengan berat 10 kg atau lebih. Namun sekarang, sudah jarang karena cepat
terdeteksi. Mula-mula tumor berada intramural, tetapi ketika tumbuh dapat berkembang
ke berbagai arah. Setelah menopause, ketika estrogen tidak lagi disekresi dalam jumlah
yangn banyak, maka myoma cenderung mengalami atrofi. Jika tumor dipotong, akan
menonjiol diatas miometrium sekitarnya karena kapsulnya berkontraksi. Warnanya
abu-abu keputihan, tersusun atas berkas-berkas otot jalin menjalin dan melingkar-
lingkar di dalam matriks jaringan ikat. Pada bagian perifer serabut otot tersusun atas
lapisan konsentrik, dan serabut otot normal yang mengelilingi tumor berorientasi yang
sama. Antara tumor dan miometrium normal, terdapat pseudokapsul, tempat masuknya
pembuluh darah ke dalam myoma.
Pada pemeriksaan dengan mikroskop, kelompok-kelompok sel otot berbentuk
kumparan dengan inti panjang dipisahkan menjadi berkas-bebrkas oleh jaringan ikat.
Karena seluruh suplai darah myoma berasal dari beberapa pembuluh darah yang masuk
dari pseudokapsul, berarti pertumbuhan tumor tersebut selalu melampaui suplai
darahnya. Ini menyebabkan degenerasi, terutama pada bagian tengah myoma. Mula-
mula terjadi degenerasi hialin, atau klasifikasi dapat etrjadi kapanpun oleh ahli
ginekologi pada abad ke-19 disebuut sebagai batu rahim. Pada kehamilan dapat
terjadi komplikasi jarang (degenerasi merah). Ini diikuti ekstravasasi darah diseluruh
tumor, yang memberikan gambaran seperti daging sapi mentah. Kurang dari 0,1%
terjadi perubahan tumor menjadi sarcoma.
Jika myoma terletak sub endometrium, mungkin disertai dengan menorhagia. Jika
perdarahan yang hebat menetap, mungki akan mengalami anemia.saat uterus
berkontraksi, dapat timbul nyeri. Myoma sub endometrium yang bertangkai dapat
menyebabkan persisten dari uterus.
Dimanapun posisinya di dalam uterus, myoma besar dapat menyebabkan gejala
penekanan pada panggul, disuria, sering kencing dan konstipasi atau nyeri punggung
jika uterus yang membesar menekan rectum.
4. Tanda dan Gejala
Gejala mioma uteri yang dialami oleh seorang wanita memiliki karakteristik dan
juga ciri khusus. Penyakit mioma uteri tidak terlihat sama sekali jika hanya dilihat oleh
kasat mata. Ada metode khusus yang harus dilakukan oleh seorang wanita jika dirinya
benar mengalami penyakit mioma atau tidak, tidak perlu peralatan yang canggih untuk
mendeteksi seseorang terkena penyakit mioma atau tidak. Cukup memperhatikan
perkembangan rasa sakit pada area di sekitar rahim, maka seseorang bisa langsung
dengan mudah untuk mendapatkan hasil dari tanda penyakit mioma uteri tersebut.
Ada beberapa tanda pada seorang wanita yang mengalami penyakit mioma uteri,
tanda utamanya adalah adanya benjolan pada area di sekitar dinding rahim. Adapun
tanda-tanda lain seperti :
a. Pendarahan yang banyak dan lama selama masa haid atau pun diluar masa haid
b. Nyeri perut saat haid
c. Haid tidak teratur
d. Nyeri panggul
e. Pada mioma yang sudah membesar dapat terjadi penekanan pada organ
disekitarnya, yang ditandai dengan, gangguan buang air besar (sembelit),
gangguan buang aur kecil (sering berkemih), nyeri saat berhubungan seksual
f. Pada bagian perut dekat rahim terasa penuh dan membesar
g. Keluarnya mioma melalui leher rahim dengan gejala nyeri yang sangat hebat,
luka dan infeksi
h. Bendungan pembuluh darah vena daerah tungkai
i. Penimbunan cairan di rongga perut
j. Gejala anemia karena kehilangan banyak darah
5. Komplikasi
a. Pada saat Hamil
Hubungan antara mioma uteri sebagai penyebab penurunan kesuburan masih
belum jelas. Dilaporkan sebesar 27 - 40% wanita dengan mioma uteri mengalami
infertilitas. Penurunan kesuburan dapat terjadi apabila sarang mioma menutup atau
menekan pars interstisialis tuba, sedangkan mioma submukosa dapat memudahkan
terjadinya abortus karena distorsi rongga uterus. Perubahan bentuk kavum uteri
karena adanya mioma dapat menyebabkan disfungsi reproduksi. Gangguan
implantasi embrio dapat terjadi pada keberadaan mioma akibat perubahan histologi
endometrium dimana terjadi atrofi karena kompresi massa tumor (Stoval, 2001).
Apabila penyebab lain infertilitas sudah disingkirkan dan mioma merupakan
penyebab infertilitas tersebut,maka merupakan suatu indikasi untuk dilakukan
miomektomi (Strewart, 2001).
Pada wanita hamil yang memiliki Mioma Uteri mengembangkan janin dan
menghambat saluran makanan, itu akan mengganggu perkembangan janin bahkan
dapat menyebabkan kematian janin karena kekurangan makanan dan oksigen.
Ketika kehamilan masih bertahan hingga menginjak masa menjelang
persalinan,mioma yang terdapat di dalam rahim juga dapat menimbulkan resiko
pendarahan saat persalinan. Selain itu, proses persalinan juga akan menjadi semakin
bermasalah karena kontraksi yang terganggu mioma.
Perkembangan pesat tumor mioma pada usia kehamilan yang baru menginjak
trimester pertama bisa memungkinkan gugurnya janin pada rahim ibu. Hal ini
karena janin muda yang terus terdesak oleh pertumbuhan mioma. Selain itu, nutrisi
yang seharusnyamengalir ke janin menjadi beralih ke tumor yang sedang tumbuh
sehingga janin kekurangan nutrisi yang sangat diperlukan untuk berkemabang.
Janin berhenti berkembang dan akhirnya mati.
Pengaruh penyakit mioma pada kehamilan yang sudah cukup tua atau pada
trimester ketiga akan menyebabkan tidak normalnya posisi bayi di dalam rahim.
Keberadaan mioma yang terus membesar membuat bayi harus berbagai tempat atau
bergeser sehingga posisinya menjadi sunsang atau melintang.
b. Pada saat Persalinan
1) Inersia uteri terutama pada kala I dan kala II
2) Atonia uteri terutama pada persalinan: perdarahan banyak, biasanya
padamioma yang letaknya di dalam dinding rahim.
3) Kelainan letak plasenta
4) Pada kala III terjadi retensio plasenta, terutama pada mioma submukosadan
intramural yang mengakibatkan perdarahan aktif.
5) Persalinan prematuritas
c. Pada bayi
Akan terjadi BBLR , hal ini dikarenakan nutrisi untuk bayi akan diserap oleh
miom, sehingga bayi yang dilahirkan akan lahir dengan BBLR
d. Pada saat Nifas
Mioma dapat terinfeksi apabila terjadi abortus septik atau metritis masa
nifas.Hal ini paling sering terjadi apabila miomanya terletak dekat dengan tempat
implantasi plasenta atau terjadi perforasi mioma oleh instrumen, misalnya sonde
atau kuret. Apabila mioma mengalami infark, resiko infeksi meningkat dan
kemungkinan penyembuhan infeksi berkurang, kecuali apabila dilakukan
histerektomi
6. Penatalaksanaan
Dalam faktanya jarang terjadi mioma uteri bersamaan dengan kehamilan sehingga
tidak memerlukan tindakan mendadak. Sebagian besar mioma uteri mengalami
infertilitas. Pada kasus mioma uteri yang bertangkai dapat menimbulkan obstruksi saat
persalinan berlangsung, karena berada di sekitar serviks. Di samping itu mioma serviks
menghalangi persalinan sehingga diperlukan seksio sesaria. Beberapa tindakan yang
dapat ditempuh jika terdapat mioma uteri yaitu:
a. Pemeriksaan secara berkala untuk melihat perkembangan mioma uteri.
b. Pemberian obat-obatan antara lain gonadotropin-realising hormone (GnRH)
agonist, androgen, kontrasepsi oral atau progestin, dan NSAIDs, Dalam decade
terakhir ada usaha mengobati mioma uterus dengan GnRH agonist (GnRHa).
Pemberian GnHRa (buseriline acetate) selama 16 minggu pada mioma uteri
rnenghasil degenerasi hialin di miometrium hingga uterus, menjadi lebih kecil.
Akan tetapi bila dihentikan dapat tumbuh kembali di bawah pengaruh estrogen
karena mioma itu masih mengandung reseptor estrogen dalam konsentrasi tinggi.
c. Konservatif dengan pemeriksaaan periodic yaitu tidak semua mioma uteri
memerlukan pengobatan bedah, 55% dari semua mioma uteri tidak membutuhkan
suatu pengobatan dalam bentuk apapun terutama apabila mioma itu masih kecil
dan tidak menimbulkan keluhan. Walaupun demikian mioma uteri memerlukan
pengamatan setiap 3-6 bulan. Dalam menopause dapat terhenti pertumbuhannya
atau mengecil. Apabila mioma besarnya sebesar kehamilan 12-14 minggu apalagi
disertai pertumbuhan yang cepat sebaiknya dioperasi, walaupun tidak ada
keluhan
d. Radioterapi hanya dilakukan pada wanita yang tidak dapat dioperasi, Uterus harus
lebih kecil dari kehamilan 3 bulan, Bukan jenis submucosa, tidak disertai radang
pelvis, atau penekanan pada rectum, tidak dilakukan pada wanita muda(dapat
menyebabkan menopause), Jenis radioterapi(Radium dalam cavum uteri, X trai
pada ovum/castrasi), radioterapi hendaknya hanya dikerjakan apabila tidak ada
keganasan pada uterus.
e. Miomektomi adalah pengambilan sarang mioma saja tanpa pengangkatan uterus
sehingga pasien masih bisa hamil. Miomektomi ada tiga macam yaitu
miomektomi abdominal, miomektomi laparoskopi, dan miomektomi
histeroskopi. Jika menyebabkan infertilitas dikerjakan myomektomi sebelum
kehamilan. Boleh dikerjakan pada kehamilan bila terpaksa yaitu karena
menyebabkan komplikasi. Akan tetapi dapat menyebabkan kerugian antara lain
melemahkan dinding uterusrupture uteri pada waktu hamil, menyebabkan
perlekatan, residif. Jika pasien ingin mempertahankan fungsi reproduksinya dapat
di pilih miomektomi. Pasien harus menerima jika timbul masalah sewaktu
melakukan miomektomi, ahli bedah dapat melanjutkan dengan histerektomi.
Setelah miomektomi, 40% wanita yang berkesempatan hamil akan hamil. Yang
bertentangan dengan fakta ini adalah pada 5% pasien. Mioma timbul kembali dan
jumlah wanita yang sama terus mengalami menoragia sehingga memerlukan
penggunaan hormone, reseksi histeroskopik atau histerektomi. Dipertimbangkan
apabila seorang wanita masih berusia muda atau masih ingin memiliki anak lagi.
Setelah miomektomi, pasien disarankan untuk menunda kehamilan selama 4-6
bulan karena rahim masih dalam keadaan rapuh setelah dioperasi. Komplikasi
dari miomektomi berupa risiko perdarahan harus dipertimbangkan. Kemungkinan
untuk pertumbuhan mioma lagi setelah miomektomi berkisar 20-25% pasien
f. Prognosis baik jika ditemukan mioma berukuran kecil, tidak cenderung
membesar dan tidak memicu keluhan yang berarti, cukup dilakukan pemeriksaan
rutin setiap 3-6 bulan sekali termasuk pemeriksaan USG, 55% dari semua mioma
uteri tidak membutuhkan suatu pengobatan dalam bentuk apapun. Menopause
dapat menghentikan pertumbuhan mioma uteri. Pengecilan tumor sementara
menggunakan obat-obatan GnRH analog dapat dilakukan, akan tetapi pada
wanita dengan hormon yang masih cukup (premenopause), mioma ini dapat
membesar kembali setelah obat-obatan ini dihentikan. Jika tumor membesar,
timbul gejala penekanan, nyeri hebat, dan perdarahan dari kemaluan yang terus
menerus, tindakan operasi sebaiknya dilakukan.
g. Hysterektomi yaitu operasi pengangkatan uterus. Dapat dilaksanakan
perabdomen atau pervaginam, dilakukan pada mioma yang besar/multipel.
Dilakukan bila pasien tidak menginginkan anak lagi, dan pada penderita yang
memiliki leiomioma yang simptomatik atau yang sudah bergejala. Kriteria
ACOG untuk histerektomi adalah Terdapatnya 1 sampai 3 leiomioma
asimptomatik atau yang dapat teraba dari luar dan dikeluhkan olah pasien. Pada
wanita muda sebaiknya ditinggalkan 1 atau kedua ovarium maksudnya menjaga
jangan terjadi menopause sebelum waktunya, menjaga gangguan coronair atau
aeroteroselerosis umum. Indikasinya anak sudah cukup, anak sudah tua, ada
keluhan penekanan yaitu retensi urine dan penekanan saraf.
h. Laparoskopi, dengan bekembangnya teknik dan alat kedokteran maka tindakan
pembedahan dapat dilakukan dengan laparoskopi. Prosedur operasi dengan
laparaskopi dapat berupa miolisis. Miolisis adalah prosedur operasi yang minimal
dengan jalan menghantarkan sumber energi yang berasal dari laser berupa
neodymium ke jaringan mioma, dimana akan menimbulkan koagulasi dan
kematian sel di dalam mioma. Dengan laparoskopi, sebuah teleskop tipis dan
panjang yang dilengkapi lampu dan kamera video dimasukkan melalui tusukan
kecil di bawah pusar digunakan untuk melihat dan menghilangkan mioma. Dengan
teknik ini luka operasi akan cepat pulih dan hanya meninggalkan sedikit luka parut
bekas operasi. Namun teknik ini merupakan pilihan bilamana ukuran mioma masih
kecil (5-6 cm). Bilamana mioma cukup besar, terlebih dulu digunakan pengobatan
hormone dengan agonis GnRH untuk mengecilkan ukuran mioma. Setelah ukuran
mioma mengecil baru dilakukan tindakan laparoskopi.
i. Enukleasi Mioma dilakukan pada penderita infertil atau yang masih menginginkan
anak atau mempertahankan uterus demi kelangsungan fertilitas. Sejauh ini
tampaknya aman, efektif, dan masih menjadi pilihan terbaik. Enukleasi sebaiknya
tidak dilakukan bila ada kemungkinan terjadinya karsinoma endometrium atau
sarkoma uterus, juga dihindari pada masa kehamilan. Tindakan ini seharusnya
dibatasi pada tumor dengan tangkai dan jelas yang dengan mudah dapat dijepit dan
diikat. Bila miomektomi menyebabkan cacat yang menembus atau sangat
berdekatan dengan endometrium, kehamilan berikutnya harus dilahirkan dengan
seksio sesarea.

Ada pula pilihan terapi untuk mioma uteri yaitu:


a. Pemeriksaan berkala dengan menggunakan USG Tidak ada ukuran standar kapan
mioma harus diterapi. Mioma besar tanpa gejala dan tidak mengarah ke keganasan
tidak perlu diterapi. Pemeriksaan fisik dan USG harus diulangi setiap 6-8 minggu
untuk mengawasi pertumbuhan baik ukuran maupun jumlah. Apabila pertumbuhan
stabil maka pasien diobservasi setiap 3-4 bulan.
b. Terapi hormonal Dapat menggunakan progestin atau Gonadotropin Releasing
Hormone (GnRH) yang memberikan efek mengurangi produksi estrogen dari
indung telur. Terapi ini memiliki hasil memuaskan untuk mengurangi ukuran
mioma. Efek terapi baru terlihat setelah 3 bulan. Namun terapi ini menyebabkan
gejala menopause seperti rasa panas di sekitar leher, perubahan emosi serta vagina
menjadi kering. Terapi Obat Pil KB yang rendah estrogen dapat digunakan untuk
mengendalikan perdarahan haid yang berat akibat mioma.
c. Tindakan operasi bila terjadi perdarahan rahim yang berlanjut walaupun sudah di
terapi dengan obat konservatif, curiga adanya keganasan, pertumbuhan mioma
pada masa menopause, gangguan kesuburan, nyeri dan penekanan yang sangat
menganggu, gangguan berkemih dan anemia akibat perdarahan yang terus
menerus.
Intervensi radiologi berupa tindakan embolisasi mioma/ embolisasi arteri
uterus, yaitu suntikan untuk menghentikan suplai darah ke jaringan mioma,
sehingga mioma mengecil. Tindakan tanpa pembedahan ini merupakan pilihan lain
bagi beberapa wanita yang ingin menghindari pembedahan. Tindakan ini dirancang
untuk mengecilkan mioma dengan memotong aliran darah yang ke arah mioma.
Pada tindakan ini, dokter radiologis menggunakan gambar sinar-X untuk
mengarahkan pipa tipis(kateter) pada mioma dan kemudian memasukkan partikel
kecil atau gelatin melalui kateter untuk menyumbat aliran darah di dalam mioma.
Tanpa aliran darah, diharapkan mioma akan mengecil dan hilang.

BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN
Anemia adalah kondisi dimana sel darah merah menurun atau menurunnya
hemoglobin, sehingga kapasitas daya angkut oksigen untuk kebutuhan organ-organ
vital pada ibu dan janin menjadi berkurang. Penyebab anemia umunya adalah kurang
gizi, kurang zat besi, kehilangan darah dan penyakit penyakit kronik. Gejala anemia
adalah lemah, pucat, dan mudah pingsan. Penyulit-penyulit yang dapat timbul akibat
anemia adalah : keguguran (abortus), kelahiran prematur, persalinan lama, perdarahan
post partum. Pencegahan anemia pada ibu hamil dapat dilakukan dengan meningkatkan
konsumsi zat besi dari makanan atau mengkonsumsi suplemen zat besi.
Kanker serviks Merupakan kanker yang menyerang wanita pada daerah
genitalia. Yang disebkan oleh Huma Papillomavirus dimana Virus ini bersifat
Onkogenik (menyebabkan kanker). HPV ditularkan melalui hubungan seksual dan
dapat pula melalui penggunaan barang pribadi yang bersamaan, misalnya pakaian
bersama.
Mioma uteri merupakan tumor jinak yang sering terjadi pada wanita berusia
lebih dari 35 tahun yaitu sekitar 20 hingga 30 persen Hampir separuh dari kasus mioma
uteri ditemukan secara kebetulan pada pemeriksaan pelvik rutin. Pada penderita
memang tidak mempunyai keluhan apa-apa dan tidak sadar bahwa mereka sedang
mengandung satu tumor dalam uterus. Karenanya sangat penting untuk melakukan
deteksi pribadi secara dini untuk menghindari dan mencegah timbulnya penyakit ini,
kalaupun penyebabnya genetik pada keluarga paling tidak dapat di deteksi secara dini
sebelum penyakit ini bertambah hebat dan menyebabkan komplikasi yang serius bagi
organ organ disekelilingnya yakni dengan melakukan pemeriksaan ginekologis rutin
dan USG, sedangkan Histeroskopi dan MRI merupakan pilihan lain untuk hasil lebih
akurat, namun dengan USG saja sudah bisa dideteksi Mioma yang berkembang pada
rahim seseorang.

B. SARAN
Sebagai ibu hamil kita harus tetap memperhatikan pola makan dan menjaga asupan gizi
untuk sih janin maka dari itu agar terhindarnya dari anemia sebaiknya ibu hamil
mengkonsumsi tablet fe yang telah di anjurkan oleh tenaga kesehatan dan Sebagai
wanita kita harus banyak mengetahui tentang bagaimana cara menjaga dan merawat
tubuh dengan baik, terlebih khusus dalam perawatan organ reproduksi agar proses
reproduksi berjalan dengan baik tanpa ada gangguan maupun kelainan pada organ
reproduksi tersebut
DAFTAR PUSTAKA
Aziz M.Farid, Andrijono, dkk. 2006. Onkologi Ginekologi. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawirrohardjo.

Prawirohardjo, Sarwono. 2006. Onkologi Ginekologi, Jakrta : Tridasa Printer.

Risnawati, Indah dkk. Dampak Anemia Terhadap Perdarahan Postpartum . Jurnal

Anda mungkin juga menyukai