Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG

Anemia merupakan masalah gizi yang banyak terdapat di seluruh dunia yang tidak
hanya terjadi di negara berkembang tetapi juga di negara maju. Penderita anemia
diperkirakan dua milyar dengan prevalensi terbanyak di wilayah Asia dan Afrika. World
Health Organization (WHO) menyebutkan bahwa anemia merupakan 10 masalah
kesehatan terbesar di abad modern ini, dimana kelompok yang berisiko tinggi anemia
adalah wanita usia subur, ibu hamil, anak usia sekolah, dan remaja.

Anemia adalah keadaan dengan kadar hemoglobin, hematokrit dan sel darah merah
yang lebih rendah dari nilai normal, yaitu hemoglobin < 12 g/ dL. untuk remaja. Anemia
menyebabkan darah tidak cukup mengikat dan mengangkut oksigen dari paru-paru ke
seluruh tubuh. Bila oksigen yang diperlukan tidak cukup, maka akan berakibat pada
sulitnya berkonsentrasi sehingga prestasi belajar menurun. Kemudian daya tahan fisik
rendah sehingga mudah lelah, aktivitas fisik menurun dan mudah sakit karena daya tahan
tubuh rendah, akibatnya jarang masuk sekolah atau bekerja.

Anemia yang sering terjadi adalah anemia disebabkan oleh kekurangan asupan zat
besi. Kekurangan zat besi tidak terbatas pada remaja status sosial ekonomi pedesaan yang
rendah, tetapi juga menunjukkan peningkatan prevalensi di masyarakat yang makmur dan
berkembang. Prevalensi anemia remaja di negara-negara berkembang sebesar 27%,
sedangkan di negara maju sebesar 6%. Menurut WHO, apabila prevalensi anemia ≥40%
termasuk kategori berat, sedang 20-39%, ringan 5-19,9%, dan normal <5%.

Menurut data WHO dalam Worldwide Prevalence of Anemia menunjukkan bahwa


total keseluruhan penduduk dunia yang menderita anemia sebanyak 1,62 miliar orang.
Sejalan dengan data Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2004, menyatakan
bahwa prevalensi anemia gizi pada remaja putri usia 10-18 tahun ialah sebesar 57,1%.
Sedangkan menurut data Riskesdas tahun 2013, prevalensi anemia di Indonesia sebesar
21,7%, dengan proporsi 20,6% di perkotaan dan 22,8% di pedesaan serta 18,4% laki-laki
dan 23,9% perempuan. Berdasarkan kelompok umur, penderita anemia berumur 5-14
tahun sebesar 26,4% dan sebesar 18,4% pada kelompok umur 15-24 tahun.

Provinsi Sumatera barat memiliki prevalensi anemia di atas prevalensi nasional,


dimana menurut acuan SK Menkes yaitu sebesar 14,8% dan acuan Riskesdas sebesar
11,9%. Didapatkan hasil prevalensi anemia berdasarkan SK Menkes yaitu sebesar 29,8%
perempuan, 27,6% untuk laki-laki, dan 17,1% anakanak. Sedangkan Riskesdas didaptakan
sebesar 16,6% perempuan, 25,8% lakilaki, dan 19,0% anak-anak.

Faktor utama penyebab anemia adalah asupan zat besi yang kurang. Rendahnya
supan zat besi sering terjadi pada orang-orang yang mengkonsumsi bahan makanan yang
kurang beragam, seperti protein. Kurangnya asupan protein akan mengakibatkan
transportasi zat besi terlambat, sehingga akan terajadi defisiensi zat besi. Disamping itu,
makanan yang tinggi protein teruma berasal dari daging, ikan dan unggas juga banyak
mengandung protein

Anemia defisiensi zat besi lebih banyak terjadi pada remaja putri dibanding remaja
putra. Hal ini dikarenakan remaja putri mengalami menstruasi setiap bulannya dan sedang
dalam masa pertumbuhan, sehingga membutuhkan asupan zat besi yang lebih banyak.
Remaja putri pada umumnya memiliki karakteristik kebiasaan makan tidak sehat, seperti
tidak makan pagi, malas minum air putih, dan makan makanan siap saji.

Hal ini mengakibatkan remaja tidak mampu memenuhi keanekaragaman zat


makanan yang dibutuhkan oleh tubuh untuk proses sintesis pembentukan hemoglobin
(Hb). Bila hal ini terjadi dalam jangka waktu yang lama akan menyebabkan kadar Hb terus
berkurang dan menimbulkan anemia.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Konsep Dasar Anemia Pada Ibu Hamil

1. Definisi Anemia Pada Kehamilan

Anemia pada kehamilan adalah dimana kondisi ibu kadar haemoglobinnya dibawah
11 gr% pada trimester I dan III atau kadar dibawah 10,5 gr% pada trimester II. Anemia
defisiensi besi pada wanita merupakan problema kesehatan yang dialami oleh wanita
diseluruh dunia terutama dinegara berkembang.

2. Penyebab Anemia Pada Kehamilan

Menurut Mochtar (2013) pada umumnya, penyebab anemia pada kehamilan adalah:

a. Kurang zat besi Kebutuhan zat besi pada trimester II dan III tidak dapat dipenuhi
dari mengkonsumsi makanan saja, walaupun makanan yang dikonsumsi memiliki
kualitas yang baik ketersediaan zat besi yang tinggi.

Peningkatan kebutuhan zat besi meningkat karena kehamilan. Sebagian kebutuhan


zat besi dapat dipenuhi oleh simpanan zat besi dan presentase zat besi yang diserap,
namun apabila simpanan zat besi rendah atau zat besi yang diserap sedikit maka
diperlukan suplemen preparat zat besi agar ibu hamil tidak mengalami anemia.

b. Ibu yang mempunyai penyakit kronik Ibu yang memiliki penyakit kronik
mengalami inflamasi yang lama dan dapat mempengaruhi produksi sel darah merah
yang sehat. Ibu hamil dengan penyakit kronis lebih berisiko mengalami anemia
akibat inflamasi dan infeksi akut.

c. Kehilangan banyak darah saat persalinan sebelumnya Perdarahan yang hebat dan
tiba-tiba seperti perdarahan saat persalinan merupakan penyebab tersering
terjadinya anemia, jika kehilangan darah yang abnyak, tubuh segera menarik cairan
dari jaringan diluar pembuluh darah agar darah dalam pembuluh darah tetap
tersedia.

Banyak kehilangan darah saat persalinan akan mengakibatkan anemia, dibutuhkan


waktu untuk memulihkan kondisi fisiologis ibu dan memenuhi cadangan zat besi
ibu hamil.

d. Jarak kehamilan Hasil penelitian dari Amiruddin (2007) menyatakan kematian


terbanyak terjadi pada ibu dengan prioritas 1 sampai 3 anak dan jika dilihat
menurut jarak kehamilan ternyata jarak kurang dari 2 tahun menunjukkan kematian
maternal lebih banyak.

Jarak kehamilan yang terlalu dekat dapat menyebabkan ibu mempunyai waktu
singkat untuk memulihkan kondisi rahimnya agar bisa kembali ke kondisi
sebelumnya. Pada ibu hamil dengan jarak yang terlalu dekat dapat menyebabkan
resiko terjadi anemia dalam kehamilan. Dibutuhkan waktu untuk memulihkan
kondisi fisiologis ibu adalah dua tahun. Karena cadangan zat besi ibu hamil belum
pulih. Akhirnya berkurang untuk keperluan janin yang dikandungnya

e. Paritas merupakan salah satu faktor penting dalam kejadian anemia pada ibu hamil.
Ibu hamil dengan paritas tinggi mempunyai resiko lebih besar untuk mengalami
anemia dibandingkan dengan paritas rendah. Adanya kecenderungan bahwa
semakin banyak jumlah kelahiran (paritas), maka akan semakin tinggi angka
kejadian anemia.

f. Ibu dengan hamil gemeli dan hidramnion Derajat perubahan fisiologis maternal
pada kehamilan gemeli lebih besar dari pada dibandingkan kehamilan tunggal.
Pada kehamilan gemeli yang dikomplikasikan dengan hidramnion, fungsi ginjal
maternal dapat mengalami komplikasi yang serius dan besar. Peningkatan volume
darah juga lebih besar pada kehamilan ini. Rata-rata kehilangan darah melalui
persalinan pervaginam juga lebih banyak.

3. Patofisiologi Anemia Pada Kehamilan

Perubahan hermatologi sehubungan dengan kehamilan adalah oleh karena


perubahan sirkulasi yang semakin meningkat terhadap plasenta dan pertumbuhan
payudara. Volume plasma meningkat 45-65% dimulai pada trimester II kehamilan
dan maksimum terjadi pada bulan ke-9 dan meningkat sekita 1000 ml, menurun
sedikit menjelang aterm serta kembali normal pada 3 bulan setelah partus.
Stimulasi yang meningkatkan volume plasma seperti laktogen plasma, yang
menyebabkan peningkatan sekresi aldesteron.

Darah akan bertambah banyak dalam kehamilan yang lazim disebut


Hidremia atau Hipervolemia. Akan tetapi, bertambahnya sel darah menjadi kurang
dibandingkan dengan bertambahnya plasma sehingga terjadi pengenceran darah.
Perbandingan tersebut adalah sebagai berikut: plasma 30%, sel darah 18% dan
hemoglobin 19%. Secara fisiologis, pengenceran darah ini untuk membantu
meringankan kerja jantung yang semakin berat dengan adanya kehamilan.

4. Klasifikasi Anemia Pada Kehamilan

Klasifikasi anemia pada kehamilan menurut Proverawati (2009) adalah:

a. Anemia Defisiensi Besi

Anemia defisiensi besi adalah anemia yang terjadi akibat kekurangan zat
besi dalam darah. Diagnosa anemia defisiensi besi dapat dilakukan dengan
anamnesa. Hasil anamnesa didapatkan keluhan cepat lelah, sering pusing,
mata berkunangkunang dan keluhan mual muntah pada hamil muda.

Pemeriksaan dan pengawasan Hb dapat dilakukan dengan menggunakan


alat sachili, dilakukan minimal 2 kali selama kehamilan yaitu trimester I dan
III.

Klasifikasi anemia menurut kadar haemoglobin pada ibu hamil menurut


WHO (2011):

1) Hb ≥ 11,0 g/dL : Tidak Anemia

2) Hb 10,0 – 10,9 g/dL : Anemia Ringan

3) Hb 7,0 – 9,9 g/dL : Anemia Sedang

4) Hb < 7,0 g/dL : Anemia Berat


b. Anemia Megaloblastik Anemia megaloblastik dimana anemia disebabkan
karena defisiensi asam folat (Pterylgutamic Acid) dan defisiensi vitamin
B12 (Cyanocobalamin) walaupun jarang.

c. Anemia Hipoplastik

Anemia hipoplastik dan aplastic adalah disebabkan oleh hipofungsi sel-sel


tulang, membentuk sel darah merah baru. Untuk diagnosis memerlukan
pemeriksaan darah fungsi lengkap, pemeriksaan fungsi eksternal, dan
pemeriksaan retikulosit.

d. Anemia Hemolitik Gejala anemia hemolitik anatara lain adalah kelainan


gambaran darah, kelelahan, kelemahan, dampak organ vital. Anemia
hemolitik adalah anemia yang disebabkam karena penghancuran sel darah
merah berlangsung lebih cepat dari pada pembuatannya.

5. Tanda Dan Gejala Anemia Pada Kehamilan

Penderita anemia biasanya ditandai dengan mudah lelah, letih, lesu, nafas
pendek, muka pucat, susah berkosentrasi serta fatique atau rasa lelah yang
berlevuhan. Gejala ini disebabkan karena otak dan jantung mengalami kekurangan
distribusi oksigen dari dalam darah. Denyut jantung biasanya kebih cepat karena
berusaha untuk mengkompensasi kekurangan oksigen dengan memompa darah
lebih cepat. Akibatnya kemampuan kerja dan kebugaran tubuh akan berkurang. Jika
kondisi ini berlangsung lama, kerja jantung menjadi berat dan bisa menyebabkan
gagal jantung kongestif.

Menurut FKM-UI (2009) tanda anemia adalah pucat (lidah, bibir dalam,
muka, telapak tangan), mudah letih, detak jantung lebih cepat, apatis, pusing, mata
berkunang-kunang dan mengantuk.

6. Dampak Anemia Pada Kehamilan


Menurut Proverawati (2009) dampak anemia pada kehamilan sampai pasca
persalinan adalah :

a. Trimester Pertama Abortus, missed abortus, dan kelainan congenital.

b. Trimester Kedua dan Trimester III Persalinan premature, perdarahan


antepartum, gangguan pertumbuhan janin dalam Rahim, Bayi Berat Lahir
Rendah (BBLR), mudah terkena infeksi, Intetlligence Guotient (IQ) rendah.
Bahaya anemia dapat menyebabkan terjadinya partus premature, perdarahan
antepartum, gangguan pertumbuhan janin dalam rahim, asfiksia intrapartum
sampai kematian, gestosisdan mudah terkena infeksi, dan dekompensasi kordis
hingga kematian ibu.

c. Saat Inpartu Gangguan his primer dan sekunder, janin lahir dengan anemia,
persalinan dengan tindakan tinggi, ibu cepat lelah, gangguan perjalanan
persalinan perlu tindakan operatif.

d. Pascapartus Antonia uteri menyebabkan perdarahan, retensic plasenta,


perlukaan sukar sembuh, mudah terjadi perperalis, gangguan involusi uteri,
kematian ibu tinggi (perdarahan, infeksi peurperalis, gestrosis).
BAB III

KESIMPULAN

3.1. Dampak Negatif Anemia Pada Ibu Hamil

Ibu hamil yang menderita anemia defisiensi besi dapat memberikan dampak
negative pada kesehatan ibu maupun bayi yang dilahirkan sehingga dapat meningkatkan
angka kematian ibu (AKI) dan angka kematian anak (AKB).

Literature review ini bertujuan untuk melakukan telaah terhadap artikel-artikel hasil
penelitian eksplanatori dan eksperimental yang dipublikasikan 10 tahun yang lalu atau
mulai dari tahun 2008 terkait dengan dampak anemia defisiensi besi pada ibu saat hamil
dengan outcome kehamilannya seperti prematuritas, BBLR, kejadian preeklamsi,
perkembangan kognitif anak dan kematian bayi.

Hasil penelusuran melalui 4 electronic search engine yaitu Proquest, CINAHL


Medline, dan Scopus menemukan 220 artikel. Setelah dilakukan proses skrining
berdasarkan kriteria inklusi yang ditetapkan, maka diperoleh 50 artikel yang akan ditelaah.

Hasil telaah artikel yang telah kami lakukan menemukan bahwa paling banyak
artikel membahas mengenai dampak anemia defisiensi besi pada ibu hamil dengan
kejadian BBLR, artikel dengan kejadian prematuritas, artikel dengan perkembangan
mental anak, dan sisanya artikel dengan kadar zat besi dalam tubuh bayi baru lahir dan
ourcome kehamilan yang lainnya.

Hasil penelitian di berbagai Negara baik Negara berkembang maupun Negara maju
menunjukan bahwa anemia yang terjadi pada masa kehamilan dapat memberikan dampak
kelahiran dengan BBLR, prematuritas, kematian neonatus, anemia neonatus, kelahiran
denga  metode sectio, hambatan perkembangan mental, dan rendahnya skor APGAR.
3.2. Dampak Anemia Defisiensi Besi Pada Ibu hamil dengan Perkembangan
Mental Anak

Ibu hamil yang mengalami anemia defisiensi besi berisiko menyebabkan gangguan
perkembangan mental pada anak yang berumur 12 bulan sebesar 5,8 (aOR5,8; 95% CI1,1–
10,5) dan anak yang berumur 18 bulan sebesar 5,1 (aOR5,1; 95% CI1,2– 9,0) kali lebih
besar dibandingkan dengan ibu hamil yang tidak mengalami anemia defisensi besi.

Anak dari ibu yang mengalami defisiensi besi pada saat melahirkan memiliki skor
expressive and composite language yang lebih rendah dibandingkan anak dari ibu yang
normal, nilai tetap setelah dikontrol gestational Diabetes mellitus (DM).

Penelitian lain juga menunjukkan hasil yang sama, ibu hamil dengan defisiensi besi
berhubungan dengan kejadian rendahnya kemampuan kognitif (Early Learning Composite)
atau gross motor function dan Ibu hamil dengan CBSF (cord blood serum ferritin) rendah
juga berisiko melahirkan bayi yang mengalami kemampuan kognitif yang rendah (Early
Learning Composite atau gross motor function).

Ibu hamil yang menderita anemia lebih banyak melahirkan melalui metode seksio
cesarea (SC) dibandingkan pada ibu hamil yang normal (Drukker et al., 2015), dan risiko
melahirkan SC akan meningkat 1,30 kali lebih besar pada ibu hamil yang anemia
dibandingkan dengan yang tidak anemia.

Maka kesimpulnnya aadalah anemia pada masa kehamilan khususnya anemia yang
disebabkan karena defisiensi zat besi (Fe) dapat memberikan dampak tidak hanya pada ibu
hamilnya, namun juga dampak pada bayi yang akan dilahirkannya. Dampak anemia
defisiensi besi pada ibu adalah peningkatan terjadinya pre eklamsi dan peningkatan risiko
melahirkan dengan metode section cesarea (SC). Sedangkan dampak anemia defisiensi
besi pada bayi yang dilahirkan antara lain peningkatan risiko kejadian BBLR dan SGA,
peningkatandan penurunan perkembangan mental dan motorik anak.

DAFTAR PUSTAKA

1. H. Fatonah 2019 ; Klasifikasi Anemia pada Ibu Hamil

2. Anemia Merupakan Masalah Gizi di Indonesia ; Riskesdas 2013

3. Abdulsalam, M., & Daniel, A. (2002). Diagnosis, Pengobatan dan Pencegahan


Anemia Defisiensi Besi. Sari Pediatri

4. http ://www.refrensisehat.com/2014 ; Gejala Anemia Sideroblastik, Penyebab


Dan Pencegahannya | Gejala Penyebab Dan Cara Mengatasi. (
DAFTAR ISI

BAB I : PENDAHULUAN

1. 1. Latar Belakang

BAB II : PEMBAHASAN

2.1. Konsep Dasar Anemia Pada Ibu Hamil

BAB III : KESIMPULAN

3.1. Dampak Negatif Anemia Pada Ibu Hamil

3.2. Dampak Anemia Defisiensi Besi Pada Ibu hamil dengan Perkembangan
Mental Anak

DAFTAR PUSTAKA
MAKALAH

PENATALAKSANAAN ANEMIA
PADA IBU HAMIL

OLEH

Merta Asni Simatupang, Skep. Ners


NIP. 19671114 199103 2 001

DINAS KESEHATAN KOTA MEDAN


PUSKESMAS MEDAN LABUHAN
2023

Anda mungkin juga menyukai