Anda di halaman 1dari 4

Definisi

WHO mendefinisikan anemia (tanpa memperhatikan sebab) adalah kadar hemoglobin yang
kurang dari 11 g/dl selama kehamilan atau kurang dari 10 g/dl selama periode post-partum.
US Centers of Disease Control (CDC) memperhitungkan perubahan fisiologis hemoglobin
yang dinamis selama kehamilan. Menurut CDC, dikatakan anemia jika kadar hemoglobin
kurang dari 11 g/dl pada trisemester I dan trimester III, dan kurang dari 10.5 g/dl pada
trisemester II.
Etiologi
Etiologi anemia selama kehamilan sama dengan etiologi yang dijumpai pada wanita yang
tidak hamil, dan semua anemia yang sering terdapat di antara kaum wanita dalam usia
reproduktif dapat mempersulit kehamilan. Adapun penyebabnya antara lain:
1. Kurang gizi
2. Kurang zat besi
3. Malabsorbsi
4. Kehilangan darah yang banyak
5. Penyakit-penyakit kronik seperti TBC, Cacing, Malaria

Epidemiologi
Diseluruh dunia frekuensi anemia dalam kehamilan cukup tinggi, berkisar antara 10 % dan 20
%.1 Dari data WHO didiperkirakan bahwa 58 % wanita hamil di negara sedang berkembang
menderita anemia.5 Menurut data WHO, prefalensi anemia dalam kehamilan di kawasan Asia
Tenggara mencapai angka 56%. 7 Sedangkan menurut survei Kesehatan Rumah Tangga di
Indonesia tahun 1995 persentase ibu hamil dengan anemia mencapai 51,3 %. 6 Menurut WHO
40 % kematian maternal disebabkan oleh anemia. 2 Di kawasan Asia Tenggara angka
kematian akibat anemia mencapai 4 16 %.
Patofisiologi
Selama kehamilan terjadi peningkatan volume darah (hypervolemia). Hypervolemia
merupakan hasil dari peningkatan volume plasma dan eritrosit (sel darah merah) yang beredar
dalam tubuh. Tetapi peningkatan ini tidak seimbang yaitu volume plasma peningkatannya
jauh lebih besar sehingga memberikan efek yaitu konsentrasi hemoglobin berkurang dari 12
mg /10 ml.

Pengenceran darah (Hemodilusi) pada ibu hamil sering terjadi dengan peningkatan volume
plasma 30%-40%, peningkatan sel darah merah 18%-30% dan hemoglobin 19%. Secara
fisiologi hemodilusi untuk membantu mengeringkan kerja jantung. Hemodilusi terjadi sejak
kehamilan 10 minggu dan mencapai puncaknya pada kehamilan 32-36 minggu. Bila
hemoglobin itu sebelum sekita 11 gr% maka terjadinya hemodilusi akan mengakibatkan
anemia fisiologis dan Hb itu akan menjadi 9,5-10 gr% (Wiknjosastro H, 2002, hal.448-450).
Pengeceran darah dianggap sebagai penyesuaian diri secara fisiologis dalam kehamilan bagi
wanita hamil. Hal ini disebabkan karena : (1) pengeceran darah meringankan kerja jantung
yang harus bekerja lebih cepat dalam masa kehamilan, dimana hal ini sebagai akibat
hipervolemic cardiac output yang meningkat. Kerja jantung akan lebih ringan jika viskositas
darah rendah. (2) Pada perdarahan saat persalinan, unsur besi yang hilang lebih sedikit
dibandingkan dengan apabila darah tetap kental.
Bertambahnya darah dalam kehamilan dimulai sejak kehamilan berusia 10 minggu
dan mencapai puncaknya sekitar pertengahan masa kehamilan atau pada usia kehamilan
antara 32 36 minggu. Dalam suatu penelitian, diketahui bahwa kadar hemoglobin, jumlah
eritrosit dan nilai hematokrit, ketiganya akan turun selama kehamilan sampai dengan tujuh
hari pasca persalinan. Setelah itu ketiganya akan meningkat dan kira-kira 40 hari pasca
persalinan akan mencapai nilai normal kembali.
Pada kehamilan, anemia fisiologis yang terjadi disebabkan oleh berkurangnya
persediaan zat besi yang penting dalam pembentukan hemoglobin. Kebutuhan zat besi dalam
kehamilan adalah sebesar 1000 mg. Sekitar 300 mg ditransfer aktif untuk janin dan plasenta,
500 mg untuk peningkatan massa hemoglobin dan sekitar 200 mg dikeluarkan melalui
saluran cerna, urin dan kulit. Jumlah total 1000 mg ini pada umumnya melebihi simpanan
besi pada kebanyakan wanita. Jumlah untuk plasenta dan ekskresi melalui saluran cerna,
urine, dan kulit adalah kehilangan mutlak yang pasti terjadi meskipun ibu berada dalam
kekurangan besi. Sementara itu, kandungan zat besi total yang dimiliki wanita normal
hanyalah sekitar 2 gr 2,5 gram. Jumlah ini tidak mencukupi kebutuhan besi yang
meningkat cepat pada trimester kedua kehamilan. Sehingga bila tidak ada tambahan besi
eksogen, konsentrasi hemoglobin dan hematokrit turun cukup besar pada saat terjadi
hipervolume pada darah ibu.

Manifestasi klinis
Kelainan fisik yang akan didapat terutama pada kulit dan selaput lendir. Hal ini pun
tergantung dari berat ringannya anemia. Pada anemia yang berat, telapak tangan akan terlihat
pucat dan kelainan jantung mungkin didapatkan.
Pemeriksaan yang cukup penting adalah seperti pada bibir, konjungtiva, gusi dan
kuku. Dari hasil laboratorium akan diperoleh kadar hemoglobin yang rendah.

Dalam menilai rendahnya kadar hemologbin perlu diperhatikan keadaan hidrasi


pasien. Jika keadaan hidraemia maka kadar hemoglobin yang rendah disebabkan bukan
karena anemia, melainkan karena hemodilusi. Pemeriksaan sediaan apus darah tepi
dikerjakan untuk menentukan morfologi dari anemia.

Komplikasi
Anemia dalam kehamilan memberikan pengaruh yang tidak baik bagi ibu, baik dalam
kehamilan, saat persalinan maupun masa nifas dan sesudahnya. Berbagai penyulit yang dapat
timbul akibat anemia seperti (1) abortus (2) Partus prematur (3) partus lama karena terjadi
inertia uteri (4) perdarahan post partum karena atonia uteri (5) syok (6) infeksi, baik
intrapartum maupuan post partum (7) pada anemia yang sangat berat dengan Hb < 4 g/ dl
dapat menyebabkan dekompensasi kordis.(1)
Hipoksia akibat anemia dapat menyebabkan syok dan kematian ibu meskipun
persalinan sulit dan tidak terjadi perdarahan. Pengaruh anemia pada hasil konsepsi juga tidak
menguntungkan karena dapat menyebabkan (1) kematian mudigah (2) kematian perinatal (3)
prematuritas (4) cacat bawaan (5) berkurangnya cadangan besi (6) pertumbuhan janin
terhambat.
Jadi, anemia dalam kehamilan merupakan sebab potensial morbiditas dan mortilitas
baik ibu maupun bayi.
Pemeriksaan penunjang
1. Hematologi Lengkap
Pemeriksaan hematologi lengkap merupakan tes yang digunakan untuk mendeteksi adanya
kelainan pada darah dan komponennya yang dapat menggambarkan kondisi tubuh secara
umum. Hematologi lengkap dapat dilakukan selama kehamilan pada trimester pertama,
trimester kedua dan saat persalinan.
Kelainan yang dapat dideteksi dengan pemeriksaan laboratorium selama kehamilan antara
lain anemia (hemoglobin rendah) yang umum terjadi pada ibu hamil, kekurangan zat besi,
kekurangan asam folat dan bahkan thalassemia yang merupakan kelainan produksi
hemoglobin yang bersifat genetik.
Tujuannya yaitu :

Hemoglobin (Hb) bertujuan untuk mendeteksi anemia - Hb kurang dari 11 g/dl.

Indeks eritrosit (MCV, MCH, MCHC) dapat menggambarkan ukuran dan warna sel
darah merah sehingga dapat diketahui penyebab anemia apakah karena defisiensi besi
atau defisiensi asam folat.

Leukosit dapat mendeteksi adanya infeksi dan penyebabnya yang disebabkan oleh
bakteri atau virus, dan dapat melihat kekebalan tubuh serta potensi alergi. Kadar
abnormal leukosit jika lebih dari 15.000/ul.

Retikulosit dapat memberi informasi lebih dini sebagai prediksi anemia dan respons
sumsum tulang terhadap suplementasi besi.

Golongan darah A-B-O diperlukan untuk dibandingkan dengan golongan darah bayi
saat lahir apakah ada kemungkinan inkompatibilitas gol darah A-B-O yang
memerlukan tindakan pada bayi. Golongan darah juga perlu diketahui bila diperlukan
transfusi pada ibu. Dilakukan pada trimester pertama kehamilan.

Faktor rhesus (positif atau negatif ). Perlu perhatian khusus bila rhesus istri negatif
sedangkan rhesus suami positif. Terdapat kemungkinan rhesus janin positif, sehingga
dapat terjadi sensitisasi pada darah ibu yang akan menimbulkan antibodi terhadap
rhesus positif. Hal ini dapat membahayakan janin pada kehamilan berikutnya. Untuk
itu ibu hamil dengan rhesus negatif harus diberi suntikan pada kehamilan 28 minggu
untuk mengikat antibodi terhadap rhesus positif, serta dalam 72 jam setelah
melahirkan apabila bayinya rhesus positif.

Tes penunjang hematologi lengkap lainnya adalah ferritin yang dapat


menggambarkan cadangan zat besi sebagai salah satu penyebab anemia. Ferritin
dilakukan pada trimester pertama.

Pencegahan
Pencegahan ibu hamil dapat dilakukan dengan mencukupi kebutuhan zat besi. Selain itu
dengan makanan yang seimbang perlu menjadi menu untuk ibu hamil. Makanan yang kaya
akan zat besi diantaranya adalah daging merah, sayuran berdaun hijau, sereal dengan
kandungan zat besi yang dibutuhkan tubuh, kacang-kacangan dan telur. Selain itu dukung
juga dengan vitamin C yang baik untuk dapat menyerap lebih banyak zat besi.
Sedangkan untuk pengobatan ibu hamil yang mengalami anemia sebaiknya dikonsultasikan
dengan dokter. Konsumsi suplemen zat besi dan asam folat yang dibutuhkan oleh tubuh.
Bahkan dokter atau bidan akan menyarankan anda untuk menambah dengan mengkonsumsi
makanan dengan kandungan asam folat dan zat besi yang lebih banyak. Pada ibu hamil yang
mengalami anemia akan disarankan untuk melakukan pemeriksaan dalam jangka waktu
tertentu untuk mengontrol kesehatan ibu dan janin.
Prognosis
Anemia dalam kehamilan umumnya mempunyai prognosis cukup baik. Pengobatan dengan
asam folat hamper selalu berhasil.

Anda mungkin juga menyukai