FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ‘AISYIYAH YOGYAKARTA 2018 A. LATAR BELAKANG Anemia dalam kehamilan adalah suatu kondisi ibu dengan kadar nilai hemoglobin di bawah 11 gr% pada trimester satu dan tiga, atau kadar nilai hemoglobin kurang dari 10,5 gr% pada trimester dua. Perbedaan nilai batas diatas dihubungkan dengan kejadian hemodilusi. Pada kehamilan kebutuhan oksigen lebih tinggi sehingga memicu peningkatan produksi eritropoetin. Akibatnya, volume plasma bertambah dan sel darah merah (eritrosit) meningkat. Namun, peningkatan volume plasma terjadi dalam proporsi yang lebih besar jika dibandingkan dengan peningkatan eritrosit sehingga terjadi penurunan konsentrasi hemoglobin (Hb) akibat hemodilusi. Volume plasma yang terekspansi menurunkan hematocrit (Ht), konsentrasi hemoglobin darah (Hb), dan hitung eritrosit, tetapi tidak menurunkan jumlah absolut Hb atau eritrosit dalam sirkulasi. Ekspansi volume plasma dimulai pada minggu ke 6 kehamilan dan mencapai maksimum pada minggu ke 24 kehamilan, tetapi dapat terus meningkat sampai minggu ke 37. Penurunan hemaktokrit, konsentrasi hemoglobin, dan hitung eritrosit biasanya tampak pada minggu ke 7 sampai ke 8 kehamilan, dan terus menurun sampai minggu ke 16 sampai ke 22 ketika titik keseimbangan tercapai. Sebab itu, apabila ekspansi volume plasma yang terus menerus tidak diimbangi dengan peningkatan produksi eritropoetin sehingga menurunkan kadar Ht, konsentrasi Hb, atau hitung eritrosit dibawah batas normal, timbulah anemia. Umumnya ibu hamil dianggap anemia jika kadar hemoglobin dibawah 11 gr/dl atau hemaktokrit kurang dari 33%. Penyebab anemia tersering adalah defisiensi zat-zat nutrisi. Sekitar 75% anemia pada kehamilan disebabkan oleh defisiensi besi yang memperlihatkan gambaran eritrosit mikro sitikhipokrom pada apusan darah tepi. Badan Kesehatan Dunia melaporkan bahwa prevalensi ibu-ibu hamil yang mengalami defisiensi besi sekitar 35-75% serta semakin meningkat seiring dengan pertambahan usia kehamilan. Berdasarkan data WHO angka kejadian anemia pada ibu hamil secara global sebanyak 28-36 juta orang, sedangkan jumlah anemia tertinggi berada di Asia, yaitu sebanyak 12-22 juta orang, dan yang terendah berada di Oceania atau kawasan di Samudera Pasifik sekitar 100-200 orang. Prevalensi anemia pada ibu hamil di Indonesia sebesar 37,1% (Riskesdas, 2013). Pemberian tablet Fe di Indonesia pada tahun 2012 sebesar 85%, prevalensi ini mengalami peningkatan dibanding pada tahun 2011 sebesar 83,3% (Kemenkes RI, 2013). Motivasi dipandang sebagai dorongan mental yang menggerakkan dan mengarahkan perilaku manusia, termasuk perilaku belajar dan motivasi merupakan suatu dorongan yang dimiliki seseorang untuk melakukan sesuatu, dan juga sebagai pemberiarah dalam tingkah lakunya, salah satunya dengan dorongan seseorang untuk belajar. Upaya untuk menanggulangi permasalah tersebut perlu diberikan dukungan kepada ibu hamil dengan cara diberikan poster agar bisa mengurangi terjadinya anemia pada kehamilan. Keberadaan poster sangat menarik karena memadukan unsur kata yang singkat dan gambar dalam satu tempat, sehingga memungkinkan untuk para pembaca agar mudah membacanya. B. Anemia Menurut Guidelines 1. Definis anemia Anemia adalah keadaan berkurangnya jumlah defisiensi besi. Kekurangan zat besi membatasi produksi sel darah merah dan menyebabkan peningkatan kosentrasi erthyicyte protoporfirin. Dalam anemia defisiensi besi, bentuk anemia yaitu kekurangan produksi zat besi, kurangnya transportasi zat besi sehingga mengurangi hemoglobin (Hb), serum ferritin rendah, saturasi transferin rendah dan peningkatan konsentrasi eritrosit protoporfirin. Anemia didefinisikan <2 standar defiasi dibawah rata-rata, namun dalam kehamilan adalah konsentrasi hemoglobin kurang dari <110 g/l. Defisiensi besi adalah penyebab paling umum dan bahkan dinegara maju diperkirakan 30-40% dari anak-anak pra sekolah dan wanita hamil memiliki deplesi besi. Kerusakan jaringan enzim bahkan terjadi pada tahap awal dari efek defisiensi besi eritropoiesis dan signifikan dari defisiensi besi anemia telah dijelaskan pada morbiditas ibu dan mortalitas, perkembangan janin dan bayi dan hasil kehamilan. Defisiensi besi dapat menyebabkan morbiditas maternal melalui efek pada fungsi kekebalan tubuh dengan meningkatkan kerentanan atau keparahan infeksi. 2. Efek pada janin dan bayi Janin relatif terlindungi dari efek defisiensi besi oleh peningkatan regulasi plasenta protein transport besi. Tetapi bukti menunjukkan bahwa deplesi besi pada ibu meningkatkan resiko defisiensi besi ditiga bulan pertama kehidupan janin dengan berbagai mekanisme. Gangguan psikomotor dan atau perkembangan mental pada bayi dengan anemia defisiensi besi. 3. Efek pada hasil kehamilan Ibu hamil dengan anemia dapat menyebabkan kelahiran prematur, berat badan lahir rendah, plasenta abrubtion dan peningkatan kehilangan darah peripartum. 4. Diagnosis defisiensi besi a. Gejala klinis dan tanda-tanda Gejala klinis dan tanda-tanda anemia pada kehamilan biasanya non spesifik, kecuali anemia parah. Kelelahan adalah gejala yang paling umum, pasien nampak pucat, lemah, dan merasakan sakit kepala, jantung berdebar, pusing, dyspnoea, dan mudah tersinggung. Defisiensi anemia juga merusak pengaturan suhu dan menyebabkan wanita hamil merasa lebih dingin dari biasanya. b. Uji laboratorium Pemeriksaan darah lengkap dimulai secara rutin dalam kehamilan dan dapat menunjukkan hb rendah. Untuk menilai kecukupan zat besi ke jaringan : 1) Serum ferritin Adalah glikoprotein stabil yang akurat dengan tidak adanya perubahan inflamasi. Hal ini umumnya dianggap tes terbaik untuk menilai defisiensi besi pada kehamilan, meskipun ini adalah fase reaktan akut dan akan naik jika ada infeksi atau peradangan selama kehamilan. Pada wanita dengan produksi besi yang memadai pada saat pembuahan, konsentrasi ferritin serum awalnya naik, diikuti dengan penurunan progresif dengan 32 minggu untuk tingkat sebelum hamil sekitar 50%. Hal ini disebabkan hemodilusi dan mobilisasi besi. Terjadi peningkatan pada trimester ketiga. Meskipun tingkat ferritin mungkin dipengaruhi oleh dilusi plasma kemudian dalam kehamilan, konsentrasi <15lg/l menunjukan deplesi besi disemua tahap kehamilan. 2) Serum besi(fe) dan jumlah zat besi yang meningkat (TIBC) Adalah indikator yang tidak dapat diandalkan ketersediaan zat besi untuk jaringan karena resiko fluktuasi luas dan factor-faktor lain seperti : infeksi, transferrin saturasiberfluktuasikarena fariasi zat besi serum dan dipengaruhi oleh status gizi. 3) Zinc protoporphyrin (ZPP) meningkat ketika ketersediaan zat besi dan zinc berkurang. Hal ini memberikan indikasi ketersediaan zat besi untuk jaringan. Serum ZPP memiliki keuntungan karena tidak dipengaruhi oleh dilusi plasma dan meningkat pafda trimester ketiga. 4) Larut transferrin reseptor (sTfR) adalah protein transmembren yang mengangkut zat besi kedalam sel. Konsentrasi yang beredar dari sTfR sebanding dengan ekspresi seluler dari TFR membraneassociated dan karena itu memberikan perkiraan yang akurat dari defisiensi besi. Ada sedikit perubahan dalam tahap awal produksi zat besi, tetapi sekali defisiensi besi didirikan konsentrasi sTfR meningkat. 5) Retikulosit konten hemoglobin dan retikulosit. Defisiensi besi menyebabkan penurunan jumlah retikulosit dan konsentrasi retikulosit hemoglobin, penggunaan karakteristik seluler retikulosit memungkinkan sangat awal dan informasi yang obyektif yang akan dikumpulkan pada aktivitas erythropoietic pada anemia. 5. Manajemen defisiensi besi a. Saran diet Rata-rata asupan zat besi setiap hari dari makanan untuk perempuan di Inggris sekitar 15% dari zat besi yang diserap. Persyaratan besi fisiologi 3 kali lebih tinggi pada kehamilan dari pada mereka pada wanita menstruasi, dengan meningkatnya permintaan seiring kemajuan kehamilan. Asupan harian yang direkomendasikan (RDA) dari zat besi untuk kehamilan adalah 30 mg. penyerapan zat besi meningkatkan tiga kali lipat pada trimester ketiga, dengan persyaratan besi meningkat 1-2 mg sampai 6 mg per hari. Jumlah penyerapan zat besi tergantung pada jumlah zat besi dalam diet, bioavailabilitas dan persyaratan fisiologis. Sumber utama diet zat besi adalah hemoglobin dan myoglobin dari daging merah, ikan dan unggas. b. Suplemen zat besi oral Zat besi oral adalah cara paling efektif, murah dan aman untuk menggantikan zat besi. Dosis yang dianjurkan untuk pengobatan defisiensi besi adalah 100-200 mg sehari. Dosis yang lebih tinggi tidak harus diberikan, seperti penyerapan jenuh dan efek samping meningkat. Mengkonsumsi suplemen zat besi per oral dilakukan pada saat perut kosong yaitu 1 jam sebelum makan dengan menambahkan sumber vitamin C seperti jus jeruk untuk memaksimalkan penyerapan. Resiko terjadi anemia pada ibu hamil adalah ibu hamil dengan riwayat anemia sebelumnya, kehamilan ganda, kehamilan berturut-turut dengan interval waktu kurang dari 1 tahun dan vegetarian. Selain itu yang perlu dipertimbangkan termasuk remaja yang hamil daan wamita yang berisiko tinggi terjadi perdarahan. 6. Rekomendasi Semua perempuan harus diberi konseling mengenai diet kehamilan, termasuk rincian dari besi yang kaya sumber makanan dan factor-faktor yang dapat menghambat atau mempromosikan penyerapan zat besi dan mempertahankan zat besi yang memadai dalam kehamilan.