Anda di halaman 1dari 10

SOAL: Terapi Fe pada Anemia Defisiensi Besi

BESI
Besi, trace mineral yang berlimpah, digunakan dalam sintesis
hemoglobin, mioglobin, dan enzim yang mengandung besi. Kandungan
besi tubuh diatur terutama melalui modulasi absorpsi besi, yang
dipengaruhi oleh status cadangan besi tubuh, bentuk dan jumlah besi
dalam makanan, dan kombinasi dalam menu harian. Terdapat dua
kategori besi dalam makanan. Kategori pertama adalah besi hem,
terdapat dalam hemoglobin dan mioglobin, sumbernya adalah daging, dan
jarang sekali mencapai lebih dari seperempat besi yang dikonsumsi oleh
bayi. Absorpsi besi hem relatif efisien dan tidak dipengaruhi oleh
konstituen lain dalam makanan. Kategori kedua adalah besi nonhem,
yang merupakan asupan besi yang lebih banyak dan terdapat dalam
bentuk garam besi. Absorpsi besi nonhem dipengaruhi oleh komposisi
makanan yang dikonsumsi. Absorpsi besi nonhem ditingkatkan oleh
adanya asam askorbat, daging, ikan, dan unggas. Inhibitor adalah sekam,
polifenol (termasuk tanin dalam teh), dan asam fitat, suatu senyawa yang
ditemukan pada kacang-kacangan dan biji-biji utuh. Air susu ibu hanya
mengandung sedikit besi namun memiliki presentase absorpsi besi di
usus halus sebesar 10%; sedangkan formula berbasis susu sapi dan sereal
bayi yang difortifikasi besi memiliki presentase absorpsi besi 4%.
Pada bayi normal cukup bulan, tidak banyak perubahan pada besi
tubuh total dan kebutuhan besi eksogen sebelum usia 4 bulan hanya
sedikit. Defisiensi besi jarang terjadi pada bayi cukup bulan selama 4
bulan pertama, kecuali terdapat kehilangan darah yang bermakna.
Setelah usia sekitar 4 bulan, cadangan besi menurun, dan bayi secara
progresif mempunyai resiko terjadinya anemia karena peningkatan
kebutuhan besi untuk mendukung eritropoesis dan pertumbuhan, kecuali
bayi mendapat asupan besi eksogen. Bayi prematur atau berat lahir
rendah mempunyai jumlah cadangan besi yang lebih rendah karena
sejumlah besi cadangan bayi berasal dari ibu pada trimester ketiga. Selain
itu, kebutuhan besi pascanatal lebih besar karena kecepatan tumbuh yang
tinggi dan terjadi pengambilan darah yang sering sesuai kebutuhan.
Kebutuhan besi dapat dipenuhi dengan pemberian suplementasi (sulfas
ferosus) atau makanan pendamping ASI yang mengandung besi. Pada
keadaan normal, formula yang difortifikasi besi merupakan satu-satunya
alternatif untuk ASI pada bayi usia kurang dari 1 tahun. Bayi prematur
yang diberi ASI dapat mengalami anemia besi lebih dini, kecuali mendapat
suplementasi besi. Apabila diberikan formula, maka bayi prematur harus
mendapat formula yang difortifikasi zat besi.

Pada anak yang lebih tua, defisiensi besi dapat terjadi akibat asupan
besi yang tidak adekuat disertai asupan berlebih susu sapi atau karena
konsumsi makanan dengan kandungan besi yang bioavailabilitasnya
rendah. Defisiensi besi juga dapat terjadi akibat kehilangan darah, seperti
menstruasi atau ulserasi gaster. Selain menyebabkan anemia, defisiensi
besi juga mempengaruhi banyak jaringan (otot dan sistem saraf pusat).
Defisiensi besi dan anemia dikaitkan dengan letargi dan penurunan
kemampuan kerja serta gangguan perkembangan neurokognitif,
defisit yang dapat ireversibel bila awitan terjadi pada 2 tahun pertama
kehidupan.
Diagnosa anemia defisiensi besi ditegakkan berdasarkan adanya
anemia mikrositik hipokrom, kadar peritin serum rendah, besi serum
rendah, saturasi transferin rendah, red blood cell width distribution normal
atau meningkat, dan peningkatan kapasitas ikat besi. Didapatkan
penurunan volume korpuscular rata-rata dan indeks eritrosit, demikian
pula hitung retikulosit rendah. Defisiensi besi dapat terjadi tanpa anemia.
Manifestasi klinis dirangkum pada tabel 31-4.

Terapi anemia defisiensi besi mencakup perubahan pola makan


agar mengandung besi yang cukup dan pemberian 2-6 mg besi/kg/hari
(dalam bentuk sulfas ferosus) dibagi dalam dua atau tiga kali pemberian.
Retikulositosis terjadi dalam 3-7 hari sejak dimulainya terapi. Terapi oral
harus dilanjutkan selama 5 bulan. Bila besi oral tidak dapat diberikan,
dibutuhkan terapi besi intramuskular atau intravena, namun ini jarang
terjadi. Terapi parenteral beresiko menimbulkan anafilaksis dan harus
diberikan dengan protokol yang ketat, termasuk adanaya dosis tes.
Bagian 6: Nutrisi Pediatrik Dan Kelainan Nutrisi Pediatrik. BAB 31:
Defisiensi Vitamin dan Mineral. Hal 134-136
ANEMIA
Hematopoesis embrionik di mulai sajak hari sejak ke-20 gestasi dan
terlihat sebagai pulau-pulau darah di yolk sac. Eritropoesis terjadi di hati

dan limpa pada pertengahan kehamilan dan beralih ke sumsum tulang


yang menjadi tempat pembuat utama di trimester terakhir. Konsentrasi
hemoglobin meningkat dari 8 ke 10 g/dL pada usia 12 minggu dan
menjadi 16,5-18 g/dL di usia 40 minggu. Produksi sel darah merah (SDM)
janin dipengaruhi oleh hormon eritropoetin. Hormon eritropoetin akan
meningkat pada keadaan hipoksia janin dan anemia.
Kadar hemoglobin meningkat sementara saat lahir pada 6-12 jam
pertama, lalu turun menjadi 11-12 g/dL di usia 3-6 bulan. Bayi prematur
(usia gestasi <32 minggu) memiliki konsentrasi hemoglobin lebih rendah
disertai penurunan kadar hemoglobin pascanatal yang lebih cepat, dan
mencapai nadinya disaat 1-2 bulan setelah lahir. Umur sel darah merah
janin dan neonatus lebih singkat (70-0 hari) dan mean corpuscular volume
lebih tinggi (110-120 fL) dibandingkan dewasa. Sintesis hemoglobin pada
dua trimester terakhir kehamilan menghasilkan hemoglobin fetal
(hemoglobin F), yang terdiri dari dua rantai alfa dan dua rantai gamma.
Janin segera mulai mensintesis rantai hemoglobin-beta ketika mencapai
cukup bulan. Neonatus cukup bulan (NCB) seharusnya memiliki sebagian
hemoglobin dewasa (dua rantai alfa dan dua rantai beta). Hemoglobin
janin mewakili 60-90% dari seluruh hemoglobin saat mencapai cukup
bulan, dan kemudian menurun kejumlah dewasa yaitu kurang dari 5%
pada bayi berusia 4 bulan.
Volume darah pada NCB adalah 72-93 mL/kgBB, dan untuk neonatus
kurang bulan (NKB) sebesar 90-100 mL/kgBB. Vaskularisasi di plasenta
dan umbilikal mengandung sekitar 20 mL/kg darah. Darah tambahan
tersebut akan meningkatkan volume darah dan kadar hemoglobin
neonatus sementara selama 3 hari pertama kehidupan bila dilakukan
pengurutan dan penundaan penjepitan tali pusat. Penundaan penjepitan
tali pusat meningkatkan resiko seperti polisitemia, resistensi vaskular paru
yang tinggi, hipoksia, dan ikterus, namun memperbaiki filtrasi glomerulus.
Penjepitan dini dapat berhubungan dengan anemia, bising jantung,
berkurangnya perfusi perifer namun rendahnya tekanan vaskular paru,
dan berkurangnya kejadian takipnea. Tekanan hidrostatik mempengaruhi
transfer darah antara plasenta dan bayi saat lahir, dan transfusi dari janin
ke plasenta yang tidak diinginkan dapat terjadi bila bayi diletakkan di atas
plasenta.
Anemia fisiologis yang terlihat di usia 2-3 bulan pada NCB dan bayi
kurang bulan pada 1-2 bulan. Anemia fisiologis merupakan proses normal
dan tidak menyebabkan tanda-tanda maupun sakit dan tidak memerlukan
terapi. Keadaan ini merupakan kondisi fisiologis yang dipercaya
berhubungan dengan faktor, seperti meningkatnya oksigenasi jaringan
pada saat lahir, pendeknya usia SDM, dan kadar eritropoetin yang rendah.

Penurunan Produksi Sel Darah Merah


Anemia disebabkan penurunan produksi SDM terlihat saat lahir
dengan tanda-tanda pucat, jumlah retikulosit yang rendah, dan tidak
adanya prekursor eritoid di sumsum tulang. Penyebab potensial
penurunan produksi SDM neonatus termasuk sindrom gagal sumsum
tulang/aplasia sumsum tulang bawaan (anemia Diamond-Blackfan), infeksi
(oleh virus kongenital: parvovirus, rubella), sepsis bakteri atau virus yang
didapat, defisiensi nutrisi (protein, besi, folat, vitamin B12), dan leukimia
kongenital.
Bagian 11: Kedokteran Fetal Dan Neonatal. BAB 62: Anemia dan
Hiperbilirubinemia. Hal 271-272
ANEMIA MIKROSITIK HIPOKROMIK
ANEMIA DEFISIENSI BESI
Etiologi
Bayi yang mendapatkan susu sapi pada usia kurang dari 1 tahun,
balita yang mendapatkan susu sapi dalam jumlah besar, dan remaja putri
yang mengalami menstruasi tanpa mendapatkan suplementasi besi
berisiko tinggi untuk mengalami defisiensi besi. Anemia defisiensi besi
karena diet paling sering terjadi pada balita yang besar serta sedikit
mengkonsumsi bahan makanan yang tinggi zat besi. Anemia defisiensi
besi juga dapat ditemukan pada anak dengan penyakit inflamasi kronik,
sekalipun tanpa perdarahan kronik.
Susu sapi idealnya tidak dikenalkan sampai sekitar usia 1 tahun untuk
menghindari kehilangan darah samar. Asupan susu berlebih pada balita
(>750 mL/hari) harus dihindari karena asupan susu yang banyak dapat
mengurangi asupan makanan padat yang bernutrisi penting dan
mengakibatkan anemia defisiensi besi.
Bagian 6: Nutrisi Pediatrik Dan Kelainan Nutrisi Pediatrik. BAB 28: Diet
Anak Normal dan Remaja. Hal 121
Epidemiologi
Prevalensi defisiensi besi, penyebab tersering anemia di dunia,
adalah sekitar 9% pada balita, 9-11% pada remaja putri, dan kurang dari
1% pada remaja putra. Anemia defisiensi besi terjadi pada sekitar
sepertiga anak yang mengalami defisiensi besi (Tabel 143-3).

Sejumlah populasi minoritas yang kurang beruntung di Amerika Serikat


dapat mengalami peningkatan resiko defisiensi besi karena buruknya
asupan diet. Bayi yang mendapatkan ASI lebih kecil kemungkinannya
mengalami defisiensi besi dibandingkan bayi yang minum susu formula
karena meskipun terdapat lebih sedikit zat besi pada ASI, tapi
penyerapannya lebih efisien.
Manifestasi Klinis
Selain manifestasi anemia, kelainan susunan saraf pusat (SSP)
(apatis, iritabilitas, konsentrasi buruk) telah dihubungkan dengan
defisiensi besi, paling mungkin terjadi akibat kelainan enzim yang
mengandung zat besi (monoamin oksidase) dan sitokrom. Ketahanan otot
yang buruk, gangguan fungsi pencernaan, gangguan fungsi sel darah
putih dan sel T telah dihubungkan dengan defisiensi besi. Defisiensi besi
pada bayi dapat berhubungan dengan defisit kognitif dan prestasi
sekolah yang buruk di kemudian hari.
Terapi
Pada anak yang tidak memiliki masalah kesehatan lain, uji coba zat
besi terapeutik adalah cara diagnostik terbaik untuk defisiensi besi selama
anak diperiksa ulang tercatat dengan baik. Respon terhadap zat besi oral
mencakup perbaikan subjektif cepat, terutama dalam hal fungsi
neurologik (dalam 24-48 jam) dan retikulositosis (48-72 jam); peningkatan
kadar hemoglobin (4-30 hari); dan pengisian cadangan besi (dalam 1-3
bulan). Dosis terapeutik biasa 4-6 mg besi elemental/hari memicu
peningkatan hemoglobin sebesar 0,25-0,4 g/dL/hari (sebesar 1%
peningkatan hematokrit per hari). Bila kadar hemoglobin gagal meningkat
dalam waktu 2 minggu setelah dimulainya terapi zat besi, perlu dilakukan
evaluasi ulang secara seksama terhadap kemungkinan yang buruk, atau
adanya penyebab lain anemia mikrositik (Tabel 143-4; Gambar 143-1).

Pencegahan
Bayi yang diberikan minum dengan botol sebaiknya mendapatkan
formula yang mengandung zat besi hingga usia 12 bulan, dan bayi usia
lebih dari 6 bulan yang mendapatkan ASI sebaiknya mendapatkan
suplementasi zat besi. Pengenalan makanan padat yang diperkaya zat
besi pada usia 6 bulan, diikuti dengan transisi ke jumlah susu sapi yang
terbatas dan peningkatan makanan padat pada usia 1 tahun, dapat
membantu mencegah anemia defisiensi besi. Remaja putri yang
mengalami menstruasi sebaiknya memiliki diet yang diperkaya dengan
makanan yang mengandung zat besi. Vitamin yang mengandung zat besi
dapat digunakan juga.
Bagian 20: Hematologi. BAB 143: Anemia. Hal 602-606

Marcdante, Karen J. Kliegman, Robert M. Jenson, Hal B. Behrman, Richard


E. 2014. Nelson Ilmu Kesehatan Anak Esensial Edisi Keenam. Indonesia:
Saunders Elsevior

Anda mungkin juga menyukai