Anemia pada kehamilan adalah anemia karena kekurangan zat besi, jenis anemia yang
pengobatannya relatif mudah dan murah.Anemia pada kehamilan merupakan masalah nasional sebab
mencerminkan nilai kesejahteraan sosial ekonomi masyarakat, dan pengaruhnya sangat besar terhadap
kualitas sumber daya manusia. Anemia pada kehamilan disebut “ potential danger to mother and child “
(potensial membahayakan ibu dan anak), sebab itulah anemia membutuhkan perhatian serius dari
semua pihak yang terkait dalam pelayanan kesehatan pada lini terdepan.
Menurut WHO kejadian anemia pada kehamilan berkisar antara 20% sampai 89% dengan
menetapkan Hb 11 gr% sebagai dasarnya. Angka anemia pada kehamilan di Indonesia menunjukkan nilai
yang cukup tinggi.Hoo Swie Tjiong menemukan angka anemi kehamilan 3,8% pada trimester I, 13,6%
trimester II, dan 24,8% pada trimester III. Akrib sukarman menemukan sebesar 40,1% di Bogor. Bakta
menemukan sebesar 50,7% di Puskesmas kota Denpasarsementara Sindhu menemukan sebesar 33,4%
di Puskesmas Mengwi. Simanjutak menyatakan bahwa sekitar 70% ibu hamil di Indonesia menderita
anemia kekurangan gizi.Pada pengamatan lebih lanjut menunjukkan bahwa kebanyakan anemia yang di
derita masyarakat yaitu karena kekurangan zat besi yang bisa diatasi melalui pemberian zat besi secara
teratur dan peningkatan gizi.Selain itu di daerah pedesaan banyak dijumpai ibu hamil dengan malnutrisi
atau kekurangan gizi, kehamilan dan persalinan dengan jarak yang berdekatan, dan ibu hamil dengan
pendidikan dan tingkat sosial ekonomi rendah.
Wanita membutuhkan zat besi lebih tinggi dari laki-laki karena terjadi menstruasi dengan
perdarahan sebanyak 50-80cc setiap bulan dan kehilangan zat besi sebesar 30-40 mgr. Di samping itu
pada saat hamil wanita memerlukan tambahan zat besi untuk meningkatkan jumlah sel darah merah
dan membentuk sel darah merah janin dan plasenta. Semakin sering wanita mengalami kehamilan dan
melahirkan maka akan semakin banyak kehilangan zat besi dan menjadi semakin anemis.
Jika persediaan cadangan Fe minimal, maka setiap kehamilan akan menguras persediaan Fe
tubuh sehingga menimbulkan anemia pada kehamilan berikutnya. Pada kehamilan mudah terjadi
anemia karena darah ibu hamil mengalami hemodilusi (pengenceran) dengan peningkatan volume 30-
40% yang puncaknya terjaddi pada usia kehamilan 32-34 minggu. Jumlah peningkatan sel darah 18% -
30% serta hemoglobin sekitar 19%. Apabila hemoglobin ibu sebelum hamil sekitar 11 gr% maka dengan
terjadinya hemodilusi akan menyebabkan anemia hamil fisiologis dan Hb ibu akan menjadi 9,5-10 gr%.
Setelah persalinan dengan lahirnya plasenta dan perdarahan, maka ibu akan kehilangan zat besi
sekitar 900 mgr. Saat laktasi, ibu masih membutuhkan kesehatan jasmani yang optimal sehingga dapat
menyiapkan ASI untuk pertumbuhan dan perkembangan bayi. Dalam keadaan anemia, laktasi tidak bisa
dilakukan dengan baik.
Untuk menegakan diagnosis anemia pada kehamilan dapat dilakukan dengan anamnesa. Pada
anamnesa akan didapatkan keluhan cepat lelah, sering pusing, mata berkunang-kunang, dan keluhan
mual-muntah lebih hebat pada kehamilan muda. Pemeriksaan dan pengawasann Hb dapat dilakukan
dengan menggunakan alat sahli.
1. AnemiaDefisiensi Besi
Anemia defisiensi besi di sebabkan karena kekurangan asupan besi dalam gizi atau akibat
perdarahan.Normalnya zat besi di keluarkan tidak lebih dari 1 mg setiap hari melalui urine, kulit dan
feses. Pada wanita saat menstruasi akan kehilangan kurang lebih 500 mg kehilangan besi selama
kehamilan normal ( Joyce M Black,2001 )
Test diagnostik
Konsentrasi Hb < 10 g/dl
Hemotokrit < 30 %
Keadaan sel darah merah mikrositik
Meningkatnya kemampuan total meningkat zat besi (iron biding capacity) hingga 350-500 g/dl
Serum besi <50 -60 mg/100ml
Saturasi transferring <15-16
Kekurangan zat besi dapat menimbulkan gangguan atau hambatan pada pertumbuhan sel-sel otak pada
ibu hamil mengakibatkan keguguran, lahir sebelum waktunya, perdarahan sebelum dan selama
persalinan bahkan dapat mengakibatkan kematian pada ibu dan janinnya.Ibu hamil dengan anemia zat
besi tidak mampu memenuhi kebutuhan zat besi pada janinnya secara optimal sehingga dapat beresiko
terjadinyagangguan kematangan/ kematuran organ-organ tubuh janin dan resiko terjadinya prematur.
Perdarahan saat melahirkan pada keadaan anemia akan sangat beresiko mudahnya terjadi syok
hipovolemia dan kematian akan lebih besar.
Penatalaksanaan
2. Anemia Megaloblastik
Anemia megaloblastik merupakan anemia dengan karakteristik sel darah makrositik.Anemia
megaloblastik dapat terjadi akibat defisiensi vitamin B12.Defisiensi vitamin B12 menyebabkan anemia
pernisiosa, yang pada akhirnya menimbulkan anemia megaloblastik. Anemia megaloblasik ditangani
dengan pemberian asam folat 15 – 30 mg perhari, vitamin B12 3 X 1 tablet per hari, atau sulfas ferosus
3x1 tablet per hari. Pada kasus yang berat, transfuse darah dapat dilakukan karena akan memberikan
hasil yang lebih cepat daripada pemberian preparat oral.
3. Anemia Hemolitik
Anemia hemolitik terjadi akibat penghancuran sel darah merah yang lebih cepat daripada
pembentukannya. Kondisi ini dapat disebabkan oleh berbagai hal, antara lain :
1. Faktor intrakorpuskular atau factor intrinsic. Factor ini biasanya bersifat herediter dan dapat
dijumpai pada anemia hemolitik herediter, talasemia, anemia sel sabit, hemoglobinopati, dan
hemoglobinuria nocturnal paroksismal.
2. Factor ekstrakorpuskular atau factor ekstrinstik. Factor ekstratorpuskular dapat disebabkan oleh
malaria, infeksi, pajanan terhadap zat kimiawi dan obat – obatan. Factor ekstrakorpuskular lazim
menyebabkan leukemia dan limfoma non – hogkin.
Gejala utama anemia hemolitik dapat berupa perasaan lelah, lemah, atau anemia dengan
gambaran darah yang abnormal.Penanganan yang dilakukan untuk mengatasi kondisi ini bergantung
pada jenis dan penyebab anemia hemolitik.Jika anemia hemolitik disebabkan oleh infeksi, penanganan
dapat dilakukan dengan pemberian antibiotic dan obat – obatan penambah darah. Terkadang
pemberian obat – obatan penambah darah tidak memberikan hasil sehingga transfuse darah berulang
perlu dilakukan.
4. Anemia Hipoplastik
Anemia hipoplastik terjadi karena adanya hipofungsi sumsum tulang belakang dalam
membentuk sel darah merah yang baru.Anemia hipoplastik primer atau idiopatik masih belum diketahui
penyebabnya dan sulit untuk ditangani.Anemia hipoplastik sekunder dapat terjadi akibat adanya infeksi
berat dan pajanan terhadap racun kimiawi rontgen, atau radiasi.Diagnosis ditentukan dengan
melakukan pemeriksaan darah perifer lengkap, pemeriksaan fungsi sterna, atau pemeriksaan
retikulosit.Penanganan anemia hipoplastik menggunakan obat – obatan tidak memberikan hasil yang
memuaskan. Biasanya kasus anemia hipoplastik ringan ditangani dengan pemberian transfuse darah.
Akan tetapi, tindakan ini perlu dilakukan secara berulang.
Untuk menghindar terjadinya anemia sebaiknya ibu hamil melakukan pemeriksaan sebelum hamil
sehingga dapat diketahui data-data dasar kesehatan umum calon ibu tersebut. Dalam pemeriksaan
kesehatan disertai pemeriksaan laboratorium, termasuk pemeriksaan tinja sehingg diketahui adanya
infeksi parasite.Pengobatan infeksi untuk cacing relative mudah dan murah.