Anda di halaman 1dari 18

TUGAS VIII

ILMU KEBIDANAN DAN PENYAKIT KANDUNGAN

ANEMIA DEFISIENSI BESI PADA KEHAMILAN

Dosen Pengampu

dr. Jefferson Nelson Munthe, Sp.OG(K).,M.Kes

Disusun oleh

KELOMPOK 32

Novelia Madjar

(20160811014021)

Elsina Puspitaningrum Salakay

(20160811014032)

KEMENTERIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI

UNIVERSITAS CENDERAWASIH

FAKULTAS KEDOKTERAN

2020
BAB I

PENDAHULUAN

Anemia adalah suatu keadaan dimana kadar hemoglobin (Hb) dalam darah
kurang dari normal. Faktor-faktor penyebab anemia gizi besi adalah status gizi yang
dipengaruhi oleh pola makanan, sosial ekonomi keluarga, lingkungan dan status
kesehatan. Khumaidi (1989) mengemukakan bahwa faktorfaktor yang
melatarbelakangi tingginya prevalensi anemia gizi besi di negara berkembang adalah
keadaan sosial ekonomi rendah meliputi pendidikan orang tua dan penghasilan yang
rendah serta kesehatan pribadi di lingkungan yang buruk. Meskipun anemia
disebabkan oleh berbagai faktor, namun lebih dari 50 % kasus anemia yang terbanyak
diseluruh dunia secara langsung disebabkan oleh kurangnya masukan zat gizi besi.
Selain itu penyebab anemia gizi besi dipengaruhi oleh kebutuhan tubuh yang
meningkat, akibat mengidap penyakit kronis dan kehilangan darah karena menstruasi
dan infeksi parasit (cacing). Di negara berkembang seperti Indonesia penyakit
kecacingan masih merupakan masalah yang besar untuk kasus anemia gizi besi,
karena diperkirakan cacing menghisap darah 2-100 cc setaip harinya. Kekurangan zat
besi dapat menimbulkan gangguan atau hambatan pada pertumbuhan, baik sel tubuh
maupun sel otak. Kekurangan kadar Hb dalam darah dapat menimbulkan gejala lesu,
lemah, letih, lelah dan cepat lupa. Akibatnya dapat menurunkan prestasi belajar, olah
raga dan produktifitas kerja. Selain itu anemia gizi besi akan menurunkan daya tahan
tubuh dan mengakibatkan mudah terkena infeksi. Upaya pencegahan dan
penanggulangan anemia yang telah dilakukan selama ini ditujukan pada ibu hamil,
sedangkan remaja putri secara dini belum terlalu diperhatikan. Agar anemia bisa
dicegah atau diatasi maka harus banyak mengkonsumsi makanan yang kaya zat besi.
Selain itu penanggulangan anemia defisiensi besi dapat

dilakukan dengan pencegahan infeksi cacaing dan pemberian tablet Fe yang


dikombinasikan dengan vitamin C. Anemia Anemia adalah suatu keadaan kadar
hemoglobin (Hb) dalam darah kurang dari normal, berdasarkan kelompok umur, jenis
kelamin dan kehamilan.

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

DEFINISI

Secara fungsional, anemia didefinisikan sebagai kurangnya massa sel darah


merah untuk mengantarkan oksigen ke jaringan perifer. Secara klinis, anemia
didefinisikan sebagai kadar hemoglobin (Hgb) atau hematokrit di bawah batas yang
ditentukan, khususnya persentil 10. Umur, jenis kelamin, ras, dan kehamilan adalah
semua faktor-faktor yang mempengaruhi nilai normal. Nilai normal hemoglobin pada
seorang wanita dewasa adalah 12-15 g/dl. Terdapat peningkatan dalam volume darah
selama kehamilan dengan peningkatan yang tidak seimbang dari volume plasma,
sehingga menyebabkan dilusi sel darah merah. Anemia didefinisikan sebagai suatu
keadaan dimana konsentrasi hemoglobin kurang dari 12 g/dL pada perempuan yang
tidak hamil dan kurang dari 10 g/dL selama kehamilan atau masa nifas. The Centers
for Disease Control mendefinisikan anemia sebagai kadar hemoglobin kurang dari
11 g/dL pada trimester pertama dan ketiga, dan kurang dari 10,5 g/dL pada trimester
kedua.1,2,3

Darah bertambah banyak dalam kehamilan, yang lazim disebut hidremia atau
hipervolemia. Akan tetapi, bertambahnya sel-sel darah kurang dibandingkan dengan

3
bertambahnya plasma, sehingga terjadi pengenceran darah. Pertambahan tersebut
berbanding sebagai berikut : plasma 30%, sel darah 18% dan hemoglobin 19%. Hal
inilah yang menyebabkan penurunan kadar hemoglobin selama kehamilan.2,3

Pengenceran darah dianggap sebagai penyesuian diri secara fisiologis dalam


kehamilan dan bermanfaat bagi wanita. Namun wanita hamil juga rentan terhadap
berbagai kelainan darah yang mungkin mengenai setiap wanita usia subur. Kelainan-
kelainan tersebut mencakup penyakit kronik yang didiagnosis sebelum hamil,
misalnya anemia herediter, trombositopeni imunologis. Pertama-tama pengenceran
itu meringankan beban jantung yang harus bekerja lebih berat dalam masa hamil,
karena sebagai akibat hidremia cardiac output meningkat. Kerja jantung lebih ringan
apabila viskositas darah rendah. Resistensi perifer berkurang pula, sehingga tekanan
darah tidak naik. Kedua, pada waktu persalinan, banyaknya unsur besi yang hilang
lebih sedikit dibandingkan dengan apabila darah itu tetap kental.

FREKUENSI

Di seluruh dunia, frekuensi anemia dalam kehamilan cukup tinggi, berkisar


antara 10-20%. Karena defisiensi makanan memegang peranan yang sangat penting
dalam timbulnya anemia maka dapat dipahami bahwa frekuensi itu lebih tinggi lagi di
negara-negara yang sedang berkembang, dibandingkan negara maju. Frekuensi
anemia selama kehamilan juga bergantung terutama pada asupan zat besi.

Dua penyebab paling sering dari anemia pada kehamilan dan masa nifas
adalah defisiensi besi dan perdarahan akut. Sekitar 95% dari wanita hamil dengan
anemia disebabkan oleh anemia defisiensi besi. The Center of Disease Control and
Prevention (1989) memperkirakan bahwa sekitar delapan juta perempuan Amerika
usia subur mengalami defisiensi besi. Pada sebuah kehamilan tunggal, kebutuhan zat
besi maternal rata-rata sekitar 800 mg, 300 mg untuk janin dan 500 mg untuk
plasenta, dan jika tersedia, untuk massa ekspansi hemoglobin. Sekitar 200 mg lebih
dilepaskan melalui usus, urine, dan kulit. Jumlah keseluruhan (1000 mg) sangat
meningkatkan kebutuhan zat besi pada sebagian besar perempuan dan mengakibatkan
anemia defisiensi besi.

4
ETIOLOGI5,6

Penyebab anemia defisiensi besi

Sistem reproduksi
 Menorrhagia
Perdarahan
 Oesophagitis
 Oesophegeal varices
 Hiatus hernia
 Ulkus peptikum
 Inflammatory bowel disease
 Hemoroid
 Carcinoma : gaster, colorectal
 Angiodisplasia
 Hereditary haemorrhagic telangiectasia (jarang)
 Aspirin
 Antikoagulan
 Von Willebrand’s disease
Malabsorpsi
 Coeliac disease
 Gastritis atrofi
Fisiologis
 Kehamilan
 Growth spurts ( terutama pada bayi prematur)
Diet
 Vegetarian
 Usia tua
 Pasien dengan gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisis dan mendapat
eritropoietin.
Penyebab anemia defisiensi besi yang paling sering adalah infeksi cacing tambang

METABOLISME ZAT BESI

Besi (Fe) memiliki peran yang sangat penting dalam banyak proses
metabolisme, dan rata-rata orang dewasa memiliki 3-5 gram besi, dimana dua
pertiganya membawa molekul haemoglobin. 5

Jumlah total besi dalam tubuh rata-rata 4 sampai 5 gram, lebih kurang 65
persennya dijumpai dalam bentuk hemoglobin. Sekitar 4 persennya dalam bentuk

5
mioglobin, 1 persen dalam bentuk macam-macam senyawa heme yang meningkatkan
oksidasi intraselular, 0,1 persen bergabung dengan protein transferin dalam plasma
darah, dan 15 sampai 30 persen terutama disimpan dalam sistem retikuloendotelial
dan sel parenkim hati, khususnya dalam bentuk feritin.7

Sebuah diet Western yang normal mengandung 15 mg besi setiap hari,


dimana 5-10% diserap, secara terutama di duodenum dan jejunum bagian atas,
dimana kondisi asam membantu penyerapan besi dalam bentuk ferrous.
Penyerapannya dibantu oleh zat-zat yang lain seperti asam hidroklorida, dan asam
askorbat. Tubuh memiliki kemampuan untuk meningkatkan penyerapan zat besi jika
kebutuhan akan besi meningkat, seperti pada kehamilan, laktasi, growth spurts, dan
defisiensi besi.

Tabel 1. Kebutuhan diet besi harian, (dikutip dari kepustakaan no.6)

Besi diabsorpsi dari semua bagian usus halus, sebagian besar melalui
mekanisme berikut. Hati menyekresi apotransferin dalam jumlah sedang ke dalam
empedu yang mengalir melalui duktus empedu ke dalam duodenum. Dalam usus
halus, apotransferin berikatan dengan besi bebas dan dengan beberapa senyawa besi
seperti hemoglobin dan mioglobin dari makanan, yaitu dua sumber besi paling
penting dalam diet. Kombinasi ini disebut transferin. Kombinsai ini kemudian tertarik
dan berikatan dengan reseptor pada membran sel epitel usus. Kemudian, dengan cara
pinositosis, molekul transferin diabsorbsi ke dalam sel epitel dan kemudian
dilepaskan pada sisi darah dari sel ini dalam bentuk transferin plasma.7

Kecepatan absorbsi besi sangat lambat, dengan kecepatan maksimum hanya


beberapa milligram per hari. Ini berarti bahwa bila dalam makanan terdapat banyak
sekali besi, maka hanya sebagian kecil saja yang dapat diabsorpsi. Bila tubuh menjadi

6
jenuh dengan besi sehingga seluruh apoferitin dalam tempat cadangan besi sudah
terikat dengan besi, maka kecepatan absorpsi besi dari traktus intestinal menajdi
sangat menurun. Sebaliknya, bila tempat penyimpanan besi itu sampai kehabisan
besi, maka kecepatan absorbsinya akan sangat dipercepat, dapat sampai lima kali atau
lebih dibandingkan bila tempat penyimpanan besi dalam keadaan jenuh. Jadi, jumlah
total besi dalam tubuh sebagian besar diatur dengan cara mengubah kecepatan
absorbsinya. 7

Setelah diserap dari usus, besi diangkut melalui mukosa sel ke dalam darah,
kemudian akan dibawa oleh protein transferin untuk menyusun sel darah merah di
bone marrow. Ketika besi diabsorpsi dari usus halus, besi segera bergabung dalam
plasma darah dengan beta globulin, yakni apotransferin, untuk membentuk
transferin, yang selanjutnya diangkut dalam plasma. Besi ini berkaitan secara longgar
dengan molekul globulin dan , akibatnya dapat dilepaskan ke setiap sel jaringan pada
setiap tempat dalam tubuh. Kelebihan besi dalam darah disimpan dalam seluruh sel
tubuh, tapi terutama di hepatosit hati dan sedikit di sel retikuloendotelial sumsum
tulang. Dalam sitoplasma sel, besi ini terutama bergabung dengan suatu protein,
yakni apoferitin, untuk membentuk feritin. Apoferitin mempunyai berat molekul kira-
kira 460.000, dan berbagai jumlah besi dapat bergabung dalam bentuk kelompok
radikal besi dengan molekul besar ini; oleh karena itu, feritin mungkin hanya
mengandung sedikit besi atau bahkan banyak sekali. Besi yang disimpan sebagai
feritin ini disebut besi cadangan. 6,7

Di tempat penyimpanan, ada sedikit besi yang tersimpan dalam bentuk yang
sama sekali tidak larut, disebut hemosiderin. Hal ini terjadi bila jumlah total besi
dalam tubuh melebihi yang dapat ditampung oleh tempat penyimpanan apoferitin.
Bila jumlah besi dalam plasma sangat rendah, maka besi dengan sangat mudah
dilepaskan dari feritin, namun tidak semudah seperti dari hemosiderin. Selanjutnya
besi diangkut dalam plasma dalam bentuk transferin menuju bagian tubuh yang
memerlukan. 7

Gambaran unik dari molekul tranferin adalah, bahwa molekul ini berikatan
secara kuat dengan reseptor pada membran sel eritroblas dalam sumsum tulang.
Selanjutnya, bersama dengan besi yang terikat, transferin masuk ke dalam eritroblas
dengan cara endositosis. Di sini, transferin mengirimkan besi secara langsung ke
7
mitokondria, tempat dimana heme disintesis. Pada orang-orang yang dalam darahnya
tidak terdapat transferin dalam jumlah yang cukup, maka kegagalan pengangkutan
besi menuju eritroblas dapat menyebabkan anemia hipokrom yang berat, yakni,
adanya penurunan jumlah sel darah merah yang mengandung lebih sedikit
hemoglobin dari normal.7

Bila sel darah merah telah melampaui masa hidupnya dan hancur, maka
hemoglobin yang dilepaskan dari sel akan dicerna oleh sel-sel dari sistem makrofag-
monosit. Di sini, terjadi pelepasan besi bebas, dan kemudian terutama disimpan di
tempat penyimpanan feritin atau digunakan lagi untuk membentuk hemoglobin baru. 7

Sekitar 1 mg besi setiap hari dilepaskan dari tubuh melalui urine, faeces, dan
keringat. Menstruasi menambahkan kehilangan besi sebesar 20 mg setiap bulan, dan
kehamilan meningkatkan kebutuhan akan besi (500-1000 mg) yang berkontribusi
pada tingginya insidens defisiensi besi pada perempuan usia reproduksi. 6,7

Sekitar 200 mg besi akan hilang akibat perdarahan selama dan setelah proses
melahirkan. Untungnya, sebanyak 500 mg besi dari metabolisme sel darah merah
maternal dikembalikan ke cadangan besi post partum. Oleh karena itu, seorang ibu
kehilangan 500 mg besi setiap kehamilan yang viable. Dengan demikian, cadangan
besi > 500 mg dianggap minimum pada seorang perempuan yang memulai
kehamilan. Laporan terbaru menunjukkan bahwa hanya 20% wanita usia subur yang
memiliki cadangan besi; 40% akan memiliki cadangan besi sebanyak 100-500 mg
dan 40% hampir tidak memilki cadangan besi. Walaupun penyerapan besi meningkat
dengan kehamilan, hal ini tidak cukup untuk mencegah anemia defisiensi besi pada
20% perempuan yang tidak mendapatkan tambahan zat besi. Selain itu, kehamilan
berulang, terutama dengan interval yang pendek, dapat menyebabkan defisiensi besi
yang berat.

Tabel. 2. Kebutuhan zat besi untuk kehamilan dan masa nifas (dikutip dari
kepustakaan no.8)

Fungsi Kebutuhan
Meningkatkan jumlah sel darah merah 450 mg
Fetus dan plasenta 360 mg
Persalinan 190 mg

8
Laktasi 1 mg/ hari

PATOFISIOLOGI

Perubahan hematologi sehubungan dengan kehamilan adalah oleh karena


perubahan sirkulasi yang makin meningkat terhadap plasenta dari pertumbuhan
payudara. Volume plasma meningkat 45-65% dimulai pada trimester ke II kehamilan,
dan maksimum terjadi pada bulan ke 9 dan meningkatnya sekitar 1000 ml, menurun
sedikit menjelang aterem serta kembali normal 3 bulan setelah partus. Stimulasi yang
meningkatkan volume plasma seperti laktogen plasenta, yang menyebabkan
peningkatan sekresi aldesteron. Volume sel darah merah total dan massa hemoglobin
meningkat sekitar 20-30 %, dimulai pada bulan ke 6 dan mencapai puncak pada
aterem, kembali normal 6 bulan setelah partus. Stimulasi peningkatan 300-350 ml
massa sel merah ini dapat disebabkan oleh hubungan antara hormon maternal dan
peningkatan eritropoitin selama kehamilan. Peningkatan massa sel darah merah tidak
cukup memadai untuk mengimbangi peningkatan volume plasma yang sangat
menyolok. Peningkatan volume plasma menyebabkan terjadinya hidremia kehamilan
atau hemodilusi, yang menyebabkan terjadinya penurunan hematokrit ( 20-30%),
sehingga hemoglobindari hematokrit lebih rendah secara nyata dari pada keadaan
tidak hamil.9
Hemoglobin dari hematokrit mulai menurun pada bulan ke 3 -5 kehamilan,
dan mencapai nilai terendah pada bulan ke 5-8 dan selanjutnya sedikit meningkat
pada aterem serta kembali normal pada 6 minggu setelah partus. Besi serum menurun
namun tetap berada dalam batas normal selama kehamilan, TIBC meningkat 15 %
pada wanita hamil. 9
Cadangan besi wanita dewasa mengandung 2 gram, sekitar 60-70 % berada
dalam sel darah merah yang bersirkulasi, dan 10-30 % adalah besi cadangan yang
terutama terletak didalam hati, empedu, dan sumsum tulang. Kehamilan
membutuhkan tambahan zat besi sekitar 800-1000 mg untuk mencukupi kebutuhan
yang terdiri dari: 9
1. Terjadinya peningkatan sel darah merah membutuhkan 300-400 mg zat besi
dan
2. mencapai puncak pada 32 minggu kehamilan.

9
3. Janin membutuhkan zat besi 100-200 mg.
4. Pertumbuhan Plasenta membutuhkan zat besi 100-200 mg.
5. Sekitar 190 mg hilang selama melahirkan.

Selama periode setelah melahirkan 0,5-1 mg besi perhari dibutuhkan untuk


laktasi, dengan demikian jika cadangan pada awalnya direduksi, maka pasien hamil
dengan mudah bisa mengalami kekurangan besi, dimana janin bisa mengakumulasi
besi bahkan dari ibu yang kekurangan besi. Kebutuhan besi yang meningkat tersebut
tidak terpenuhi oleh kebiasaan diet normal, walaupun ada penyerapan besi yang
meningkat selama kehamilan yaitu 1,3-2,6 mg perhari. Setiap wanita hamil
membutuhkan sampai 2 tahun makan normal untuk mengisi kembali cadangan besi
yang telah hilang selama hamil. 9
Adapun perubahan pertama yang terjadi selama perkembangan kekurangan
besi adalah deplesi cadangan zat besi pada hati, empedu dan sumsum tulang, diikuti
dengan menurunnya besi serum dan peningkatan TIBC, sehingga anemia
berkembang. 9
Sel darah merah secara klasik digambarkan sebagai hipokromikmikrositer,
tetapi perubahan morfologi karakteristik ini tidak terjadi sampai nitro hematokrit
jatuh dibawah nilai normal. Mikrositik mendahului hipokromik, dan angkaretikulosit
rendah pada anemia defisiensi besi. 9
Anemia defisiensi besi merupakan manifestasi dari gangguan
keseimbanganzat besi yang negatif, Jumlah zat besi yang diabsorbsi tidak mencukupi
kebutuhan tubuh. Pertama -tama keseimbangan yang negatip ini oleh tubuh
diusahakan untuk mengatasinya dengan cara mengunakan cadangan besi dalarn
jaringan depot. Pada saat cadangan besi itu habis baru anemia defisiensi besi menjadi
manifes. Perjalanan keadaan kekurangan zat besi mulai dari terjadinya anemia sampai
dengan timbulnya gejala-gejala yang klasik melalui beberapa tahapan yaitu9 :
1. Cadangan besi habis diikuti oleh serum feritin menurun tapi belum ada
anemia. Serum transferin meningkat.
2. Besi serum menurun.
3. Perkembangan normositik, diikuti oleh anemia normokromik.
4. Perkembangan mikrositik dan anemia hipokromik.

10
GAMBARAN KLINIS

Gejala-gejala yang menyertai anemia defisiensi besi bergantung pada


seberapa cepat perkembangan anemia. Dalam kasus kehilangan darah yang bersifat
kronik, tubuh beradapatasi terhadap peningkatan anemia dan pasien dapat
mentoleransi kadar konsentrasi haemoglobin yang ekstrim, sebagai contoh <7,0 g/dL,
dengan beberapa gejala. Sebagian besar pasien mengeluh letargi dan dispneu. Gejala-
gejala lain yang tidak biasa antara lain sakit kepala, tinnitus, dan gangguan
pengecapan. 4,6

Gambar 1. Perubahan kuku pada anemia defisiensi besi (koilonychia) dikutip dari
kepustakaan no. 6
Pada pemeriksaaan, beberapa perubahan kulit, kuku, dan epithelial dapat
terlihat pada defisiensi besi yang kronik. Atrofi pada kulit dapat terlihat pada
sepertiga pasien dan perubahan kuku seperti koilonikia (spoon-shaped nails)
mengakibatkan kuku menjadi rapuh dan rata. Pasien juga mengeluhkan angular
stomatitis, dimana terdapat celah yang nyeri pada sudut mulut, terkadang disertai
dengan glossitis. Takikardia dan gagal jantung dapat terjadi pada anemia berat
apaapun penyebabnya, dan dalam kasus ini, usaha perbaikan segera harus dilakukan.
4,6

DIAGNOSIS

Anemia mungkin terjadi oleh karena kurangnya produksi sel darah merah,
peningkatan dekstruksi/kehilangan sel darah merah, atau oleh karena dilusi. Evaluasi
anemia selama kehamilan sama halnya pada subyek yang tidak hamil. Riwayat
penyakit yang lengkap dan pemeriksaan mungkin meningkatkan efisiensi dari
11
evaluasi. Perlu ditanyakan mengenai onset, durasi dan riwayat pengobatan
sebelumnya, riwayat keluarga, diet, paparan pekerjaan, riwayat konsumsi obat-
obatan, gejala klinis seperti demam, luka memar, ikterus, hepatomegali,
spleenomegali, akan megarahkan klinisi untuk mempertimbangkan penyebab anemia
yneg serius.1

Pemeriksaan laboratorium dasar yang dilakukan dimulai dengan menghitung


retikulosit. Jika retikulosit rendah atau normal, diasumsikan bahwa anemia yang
terjadi disebabkan oleh kurangnya produksi sel darah merah. Terdapat tiga kategori
morfologik : mikrositik (mean corpuscular volume MCV < 80 ), normositik (MCV
80-100), dan makrositik (MCV >100). Pemeriksaan laboratorium tambahan dipilih
berdasarkan pengelompokan tersebut. Peningkatan retikulosit member kesan
peningkatan kehilangan sel darah merah secara sekunder oleh karena perdarahan
(akut maupun kronik) atau hemolisis. 1

Gambar 2. Apusan darah menunjukkan perubahan pada anemia defisiensi


besi. (Dikutip dari kepustakaan no. 6)

12
Gambar 3 . Algoritma untuk diagnosis anemia. Dikutip dari kepustakaan no. 1
Penyebab tersering dari anemia mikrositik adalah anemia defisisensi besi.
Nilai potenisal besi yang diperiksam meliputi serum feritin, total iron binding
capacity (TIBC), dan level plasma besi. Ferritin dan nilai plasma besi akan menurun
pada anemia defisiensi besi, sedangkan TIBC akan meningkat. Ferritin berhubungan
erat dengan cadangan besi pada bone marrow. Level transferrin berfluktuasi setiap
hari dan jarang digunakan untuk evaluasi defisiensi besi. Dalam praktiknya, serum
ferritin merupakan pemeriksaaan yang paling penting. Supplementasi zat besi
sebaiknya tidak diberikan selama 24-48 jam sebelum pemeriksaan.1

PENGARUH ANEMIA DEFISIENSI BESI

Anemia pada ibu hamil bukan tanpa risiko. Menurut penelitian, tingginya
angka kematian ibu berkaitan erat dengan anemia. Anemia juga menyebabkan
rendahnya kemampuan jasmani karena sel-sel tubuh tidak cukup mendapat pasokan
oksigen. Pada wanita hamil, anemia meningkatkan frekuensi komplikasi pada

13
kehamilan dan persalinan. Risiko kematian maternal, angka prematuritas, berat badan
bayi lahir rendah, dan angka kematian perinatal meningkat. Di samping itu,
perdarahan antepartum dan postpartum lebih sering dijumpai pada wanita yang
anemis dan lebih sering berakibat fatal, sebab wanita yang anemis tidak dapat
mentolerir kehilangan darah.1,2,5

 Terhadap kehamilan, persalinan, dan nifas


1. Abortus missed terjadi karena kekurangan hb mengakibatkan kurangnya
oksigen yang dibawa/ditansfer ke sel tubuh maupun ke otak, sehingga
janinpun akan kekurangan oksigen, selain itu fungsi plasenta akan
menurun karena pembentukannya tidak sempurna (hb digunakan pula
dalam pembentukan placenta).
2. Kehamilan trimester II dapat menyebabkan persalinan premature,
perdarahan anterpartum, gangguan pertumbuhan janin, asfiksia intauterin
sampai kematian, BBLR, mudah terkena infeksi karena zat besi
merupakan unsur penting dalam mempertahankan daya tahan tubuh selain
itu sel fagosit yang bertugas menangkal bakteri infeksi tidak berfungsi
maksimal.
3. Inersia uteri dan partus lama, ibu lemah
4. Bila terjadi anemia gravis (Hb <4 gr%) terjadi payah jantung karena
kekurangan suplai oksigen akibatnya otot jantung tidak mampu lagi
meningkatkan curah jantung sampai terjadi syok
5. Atonia uteri dan menyebabkan perdarahan karena anemia menyebabkan
kekurangan suplai oksigen dalam otot uterus sehingga uterus tidak dapat
berkontraksi dengan baik dan dapat pula mengganggu his dan
menyebabkan partus lama
6. syok
 Terhadap hasil konsepsi
Hasil konsepsi (janin, plasenta, darah) membutuhkan zat besi dalam jumlah
besar besi. Jumlah ini merupakan 1/10 dari seluruh besi dalam tubuh. Selama
masih ada cukup persediaan besi, Hb tidak akan turun dan bila persediaan ini
habis, Hb akan turun dan berpengaruh terhadap hasil konsepsi adalah :
1. Kematian mudigah (keguguran)
2. Kematian janin dalam kandungan
14
3. Kematian janin waktu lahir
4. Kematian perinatal tinggi
5. Prematuritas
6. Dapat terjadi cacat-bawaan
7. Cadangan besi kurang

TERAPI

Tujuan terapi adalah koreksi defisit massa hemoglobin dan akhirnya


pemulihan cadangan besi. Kedua tujuan ini dapat dicapai dengan senyawa besi
sederhana ferro sulfat, fumarat, atau glukonat per oral yang mengandung dosis harian
sekitar 200 mg besi elemental. Apabila wanita yang bersangkutan tidak dapat atau
tidak mau mengkonsumsi preparat besi oral, ia diberi terapi parenteral. Untuk
mengganti simpanan besi, terapi oral harus dilanjutkan selama 3 bulan atau lebih
setelah anemia teratasi. Transfusi sel darah merah atau darang lengkap jarang
diindikasi untuk mengobati anemia defisiensi besi kecuali apabila juga terdapat
hipovolemia akibat perdarahan atau harus dilakukan suatu tindakan bedah darurat
pada wanita dengan anemia berat.2,10

 Terapi oral

Dengan memberikan preparat besi per os. Biasanya diberikan garam besi
sebanyak 60 mg sehari. Pemberian preparat 60 mg/hari dapat menaikkan 1
gr%/bulan asal masih ada cukup waktu sampai janin lahir. Saat ini program
nasional menganjurkan kombinasi 60 mg besi dengan 50 nanogram asam folat
untuk profilaksis anemia. Peranan vitamin C dalam pengobatan besi masih
diragukan oleh beberapa penyelidik. Mungkin vitamin C mempunyai khasiat
untuk mengubah ion ferri menjadi ion ferro yang lebih mudah diserap selaput
usus. 3

 Terapi parenteral

Terapi ini baru diperlukan apabila penderita tidak tahan akan zat besi per oral,
dan adanya gangguan penyerapan, penyakit saluran pencernaan atau masa
kehamilannya tua. Pemberian preparat parenteral dengan ferum dextran 2x10
15
ml/IM pada gluteus, dapat menimbulkan Hb lebih cepat yaitu 2 gr%, hanya
pasien merasa nyeri di tempat suntikan. Juga secara intravena perlahan-lahan
besi dapat diberikan seperti ferrum oksidum, sodium diferrat, dan desktran
besi (imferon). Akhir-akhir ini imferon banyak pula diberikan dengan infus
dalam dosis total 1000-2000 mg unsur besi sekaligus, dengan hasil yang
sangat memuaskan. Walaupun besi intravena dan dengan infus kadang-
kadang menimbulkan efek samping, namun apabila ada indikasi yang tepat,
cara ini dapat dipertanggung jawabkan. Komplikasi kurang berbahaya
dibandingkan dengan transfusi darah. 3

PENCEGAHAN

Di daerah-daerah dengan frekuensi kehamilan tinggi sebaiknya setiap wanita


hamil diberi sulfas ferrosus atau glukonas ferrous, cukup 1 tablet sehari. Selain itu,
wanita dinasehatkan pula untuk makan lebih banyak protein dan sayur-sayuran yang
mengandung banyak mineral serta vitamin. 3

PROGNOSIS

Prognosis anemia defisiensi besi dalam kehamilan umumnya baik bagi ibu
dan anak. Persalinan dapat berlangsung seperti biasa tanpa perdarahan banyak atau
komplikasi lain. Anemia berat yang tidak diobati dalam kehamilan muda dapat
menyebabkan abortus, dan dalam kehamilan tua dapat menyebabkan partus lama,
perdarahan post partum, dan infeksi.

16
BAB III

KESIMPULAN

1. Anemia Defisiensi besi adalah anemia yang timbul akibat berkurangnya penyed iaan
besi untuk eritropoesis, karena cadangan besi kosong (depleted iron store) yang pada
akhirnya mengakibatkan pembentukan hemoglobin berkurang. Kurangnya besi
berakibat pada kurangnya pasokan sel darah merah yang ada dalam tubuh, sehingga
dapat menimbulkan berbagai gangguan klinik serta kelainan.
2. Wanita lebih rentan terkena anemia defisiensi besi karena kebutuhan akan zat besi
yang lebih banyak daripada pria. Wanita mengalami menstruasi yang mengakibatkan
darah menghilang rata – rata 20 mg zat besi tiap bulannya, bahkan ada yang
mencapai 58 mg. Pada ibu hamil, memberikan nutrisi pada fetus, sehingga jumlah Fe
berkurang. Terlebih lagi bagi ibu melahirkan yang mengeluarkan banyak darah,
sehingga asupan Fe perlu ditambah untuk mengurangi resiko melahirkan Bayi dengan
Berat Lahir Rendah (BBLR).
3. Dampak yang timbul dari anemia defisiensi besi bagi remaja putri dan ibu hamil
dapat menakibatkan penurunan aktifitas fisik, pucat dan lemas dan gangguan
kesehatan serta berbagai kelainan. Pada ibu hamil dapat mengakibatkan bayi lahir
dengan berat badan dibawah normal bahkan dapat meningkatkan angka kematian
bayi dan ibu atau salah satu diantaranya saat proses persalinan. Namun, hal tersebut
dapat dicegah dan dihindari dengan mengatur pola makan yang seimbang, mencukupi
kebutuhan Fe dengan tablet besi (Fe) ataupun tablet penambah darah

17
DAFTAR PUSTAKA

Hillman RS, Ault KA. Iron Deficiency Anemia. Hematology in Clinical Practice. A
Guide to Diagnosis and Management. New York; McGraw Hill, 1995 : 72-85.

Lanzkowsky P. Iron Deficiency Anemia. Pediatric Hematology and Oncology. Edisi


ke-2. New York; Churchill Livingstone Inc, 1995 : 35-50.

Nathan DG, Oski FA. Iron Deficiency Anemia. Hematology of Infancy and
Childhood. Edisi ke-1. Philadelphia; Saunders, 1974 : 103-25.

Recht M, Pearson HA. Iron Deficiency Anemia. Dalam : McMillan JA, DeAngelis
CD, Feigin RD, Warshaw JB, penyunting. Oski’s Pediatrics : Principles and Practice.
Edisi ke-3. Philadelphia; Lippincott William & Wilkins, 1999 : 1447-8.

Schwart E. Iron Deficiency Anemia. Dalam : Behrman RE, Kliegman RM, Jenson
HB, Penyunting. Nelson Textbook of Pediatrics. Edisi ke-16. Philadelphia; Saunders,
2000 : 1469-71

18

Anda mungkin juga menyukai