Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN AKHIR PK 4

MATA KULIAH KEPERAWATAN MATERNITAS

Disusun Oleh:

Novalinna Appleangeline Rompis

P07220218023

Sarjana Terapan Keperawatan Tingkat III

Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan

Kalimantan Timur

Tahun 2021
BAB I

LAPORAN PENDAHULUAN

Ibu Hamil dengan Anemia

A. Pengertian
Anemia adalah penurunan kadar hemoglobin (Hb), hematocrit atau hitung jenis
eritrosit (red cell count) berakibat pada penurunan kapasitas pengangkutan oksigen oleh
darah. Tetapi harus diingat pada keadaan tertentu dimana ketiga parameter tersebut tidak
sejalan dengan massa eritrosit, seperti pada dehidrasi, perdarahan akut, dan kehamilan.
Oleh karena itu dalam diagnosis anemia tidak cukup hanya pada label anemia tetapi harus
dapat ditatapkan penyakit dasar yang menyebabkan anemia tersebut. (Sudoyo & dkk,
2009)
Center for deases control and prevention (CDC) mendefenisikan anemia sebagai
kadar hemoglobin lebih rendah dari 11 g/dl pada trimester pertama dan ketiga, dan
kurang dari 10,5 g/dl pada trimester kedua (Leveno,2009).
Nilai normal yang akurat untuk ibu hamil sulit dipastikan karena ketiga parameter
laboratorium tersebut bervariasi selama periode kehamilan. Umumnya ibu hamil
dianggap anemia jika kadar hemoglobinnya dibawah 11 g/dl atau hematokrit kurang dari
33%. Konsentrasi Hb kurang dari 11 g/dl pada akhir trimester pertama dan <10 g/dl pada
trimester kedua dan ketiga menjadi batas bawah untuk menjadi penyebab anemia dalam
kehamilan. Nilai – nilai ini kurang lebih sama nilai Hb terendah pada ibu - ibu hamil
yang mendapat suplementasi besi, yaitu 11,0 g/dl pada trimester pertama dan 10,5 g/dl
pada trimester kedua dan ketiga (Prawirohardjo,2010).

B. Etiologi
Anemia dapat disebabkan karena hilangnya sel darah merah yang meningkat,
misalnya akibat perdarahan karena trauma atau operasi, infeksi parasit, penyakit
inflamasi. Penurunan produksi normal sel darah merah akibat defisiensi besi, vitamin
B12, folat, malnutrisi, malabsorpsi, infeksi HIV, serta penyakit kronis juga dapat
menyebabkan anemia. (Soraya, 2013).
Sebagian besar penyebab anemia di Indonesia adalah kurangnya kadar Fe yang
diperlukan untuk pembentukan Hb sehingga disebut anemia defisiensi Fe. Penyebab
terjadinya anemia defisiensi Fe pada ibu hamil disebabkan oleh dua faktor, yaitu faktor
langsung dan tidak langsung. Secara langsung anemia disebabkan oleh seringnya
mengkonsumsi zat penghambat absorbsi Fe, kurangnya mengkomsumsi promoter
absorbsi non heme Fe serta ada infeksi parasit.
Secara umum anemia pada kehamilan disebabkan oleh : (Aisyirah, 2012)
a. Meningkatnya kebutuhan zat besi untuk pertumbuhan janin
b. Kurangnya asupan zat besi yang dikonsumsi oleh ibu hamil
c. Pola makan ibu terganggu akibat mual selama kehamilan
d. Adanya kecenderungan rendahnya cadangan zat besi ( Fe ) pada wanita akibat
persalinan sebelumnya dan menstruasi.

C. Klasifikasi
Anemia terbagi dalam bermacam-macam jenis. Pembagian anemia dalam
kehamilan yang didasarkan atas penelitian di Jakarta antara lain: (Soraya, 2013)
a. Anemia defisiensi besi
Anemia defisiensi besi merupakan anemia yang diakibat kekurangan besi (Fe). Di
Indonesia sebagian besar anemia ini disebabkan karena kekurangan besi (Fe). Hal ini
dapat disebabkan karena kurangnya asupan makanan yang mengadung unsur besi,
adanya gangguan resorpsi, gangguan penggunaan, maupun karena perdarahan
sehingga besi banyak yang keluar dari tubuh. Jika selama kehamilan asupan besi
tidak ditambah maka akan mudah terjadi anemia defisiensi besi, sebab keperluan
besi akan bertambah terutama dalam trimester terakhir. Apalagi didaerah katulistiwa
ini besi banyak yang keluar melalui keringat, oleh karena itu anjuran asupan besi
perhari di Indonesia untuk wanita tidak hamil adalah 12 mg, 17 mg untuk wanita
hamil dan wanita menyusui. Ciri khas anemia defisiensi besi yang berat yaitu
mikrositosis dan hiprokomasia. Sedangkan ciri lainya yaitu kadar besi serum yang
rendah, daya ikat besi serum yang tinggi, protoporfirin eritrosit yang tinggi, serta
tidak ditemukan homosiderin dalam sumsum tulang. (Soraya, 2013)
b. Anemia megaloblastik
Anemia megaloblastik dalam kahamilan jarang sekali disebabkan karena
defisiensi vitamin B12, kebanyakan disebabkan oleh defisiensi asam folat. Anemia
tipe megaloblastik karena defesiensi asam folat merupakan penyebab kedua
terbanyak anemia defesiensi zat gizi. Penyebabnya oleh gangguan sintesis DNA dan
ditandai dengan adanya sel-sel megaloblastik yang khas untuk anemia jenis ini.
Defesiensi asam folat ringan juga telah dikaitkan dengan anomali kongenital janin,
terutama dapat pada penutupan tabung neural (neural tube defects). Selain itu,
defesiensi asam folat dapat menyebabkan kelainan pada jantung, saluran kemih, alat
gerak, dan organ lainya.
Penatalaksanaan defesiensi asam folat adalah pemberian folat secara oral
sebanyak 1 sampai 5 mg per hari. Pada dosis 1 mg, anemia umumnya dapat
dikoreksi meskipun pasien mengalami pula malabsorbsi. Ibu hamil sebaiknya
mendapat sedikitnya 400 ug folat perhari.
c. Anemia hipoplastik
Anemia hipoplastik dalam kehamilan disebabkan karena kurang mampunya sumsum
tulang dalam membuat sel-sel darah baru. Penyebab pasti dari kondisi anemia
hipoplastik ini sampai sekarang belum diketahui, namun diperkirakan karena sepsis,
sinar rontgen racun atau obat-obatan. Pada kondisi ini, darah tepi memperlihatkan
gambaran normositer dan normokrom, serta tidak ditemukan ciri-ciri defisiensi besi,
asam folat atau vitamin B12. (Soraya, 2013).
d. Anemia hemolitik
Proses penghancuran sel darah merah yang berlangsung lebih cepat daripada
pembuatanya dapat menyebabkan anemia hemolitik. Tanda-tanda yang biasanya
ditemukan yaitu hemoglobinemia, hemoglobinuria, hiperbilirubinemia,
hiperurobilinuria, dan sterkobilin lebih banyak dalam feses. (Soraya, 2013).

D. Manifestasi Klinis/Tanda dan Gejala.


Proses kekurangan zat besi sampai menjadi anemia melalui beberapa tahap:
awalnya terjadi penurunan simpanan cadangan zat besi dalam bentuk fertin di hati, saat
konsumsi zat besi dari makanan tidak cukup, fertin inilah yang diambil. Daya serap zat
besi dari makanan sangat rendah, Zat besi pada pangan hewan lebih tinggi
penyerapannya yaitu 20 – 30 % sedangkan dari sumber nabati 1-6 %. Bila terjadi anemia,
kerja jantung akan dipacu lebih cepat untuk memenuhi kebutuhan O2 ke semua organ
tubuh, akibatnya penderita sering berdebar dan jantung cepat lelah. Gejala lain adalah
lemas, cepat lelah, letih, mata berkunang kunang, mengantuk, selaput lendir , kelopak
mata, dan kuku pucat. (Sin-sin, 2008).
Pucat merupakan salah satu tanda yang paling sering dikaitkan dengan anemia.
Keadaan ini biasanya disebabkan karena berkurangnya volume darah, berkurangnya
hemoglobin serta vasokontriksi, untuk memaksimalkan pasokan O2 ke organ-organ vital.
Bantalan kuku, telapak tangan, serta membran mukosa mulut dan konjungtiva meupakan
indikator yang lebih baik untuk menilai pucat jika dibandingkan dengan warna kulit. Jika
lipatan tangan tidak lagi tampak berwarna merah muda, kadar hemoglobin biasanya
kurang dari 8 g/dl. (Soraya, 2013).
Pada anemia defisiensi besi biasanya dijumpai gejala cepat lelah, nafsu makan
berkurang, berdebar-debar, serta takikardia. Keadaan cepat lelah, serta nafas pendek
ketika melakukan aktifitas jasmani merupakan manifestasi dari berkurangnya distribusi
O2. Takikardia mencerminkan beban kerja dan curah jantung yang meningkat. Pada
anemia yang berat dapat terjadi gagal jantung kongestif akibat otot jantung yang anostik
sehingga tidak dapat beradaptasi terhadap kerja jantung yang meningkat. Selain itu, pada
anemia defisiensi besi yang berat juga dapat timbul gejala-gejala mual, anoreksia,
konstipasi atau diare, dan stomatitis. (Soraya, 2013)

E. Patofisiologi
Anemia dalam kehamilan dapat disebabkan oleh banyak faktor, antara lain;
kurang zat besi; kehilangan darah yang berlebihan; proses penghancuran eritrosit dalam
tubuh sebelum waktunya; peningkatan kebutuhan zat besi (Pratami, 2016).
Selama kehamilan, kebutuhan oksigen lebih tinggi sehingga memicu peningkatan
produksi eritropenin. Akibatnya, volume plasma bertambah dan sel darah merah
meningkat. Namun, peningkatan volume plasma terjadi dalam proporsi yang lebih besar
jika dibandingkan dengan peningkatan eritrosit sehingga terjadi penurunan konsentrasi
Hb (Prawirohardjo, 2010).
Sedangkan volume plasma yang terekspansi menurunkan hematokrit (Ht),
konsentrasi hemoglobin darah (Hb) dan hitung eritrosit, tetapi tidak menurunkan jumlah
Hb atau eritrosit dalam sirkulasi. Ada spekulasi bahwa anemia fisiologik dalam
kehamilan bertujuan untuk viskositas darah maternal sehingga meningkatkan perfusi
plasenta dan membantu penghantaran oksigen serta nutrisi ke janin (Prawirohardjo,
2010).
Ekspansi volume plasma mulai pada minggu ke 6 kehamilan dan mencapai
maksimum pada minggu ke 24 kehamilan, tetapi dapat terus meningkat sampai minggu
ke 37. Pada titik puncaknya, volume plasma sekitar 40% lebih tinggi pada ibu hamil.
Penurunan hematokrit, konsentrasi hemoglobin, dan hitung eritrosit biasanya tampak
pada minggu ke 7 sampai ke 8 kehamilan dan terus menurun sampai minggu ke 16
sampai ketika titik keseimbangan tercapai (Prawirohardjo, 2010).
Jumlah eritrosit dalam sirkulasi darah meningkat sebanyak 450 ml. Volume
plasma meningkat 45-65 %, yaitu sekitar 1.000 ml. Kondisi tersebut mengakibatkan
terjadinya pengenceran darah karena jumlah eritrosit tidak sebanding dengan peningkatan
plasma darah. Pada akhirnya, volume plasma akan sedikit menurun menjelang usia
kehamilan cukup bulan dan kembali normal tiga bulan postpartum. Persentase
peningkatan volume plasma yang terjadi selama kehamilan, antara lain plasma darah
30%, sel darah 18%, dan hemoglobin 19%. Pada awal kehamilan, volume plasma
meningkat pesat sejak usia gestasi 6 minggu dan selanjutnya laju peningkatan melambat.
Jumlah eritrosit mulai meningkat pada trimester II dan memuncak pada trimester III
(Pratami, 2016).

F. Pathway
Kehamilan

plasma meningkat, Mual dan muntah


pembentukan
retikulosit melambat Kekurangan
asupan nutrisi

Konsentrasi sel
darah menurun

HB menurun

Defesiensi Anemia pada Defesiensi


zat besi ibu hamil asam folat

Vakositas darah Anemia


Gangguan Kekurangan menurun megaloblastik
absorbsi zat besi pada
makanan
Retensi aliran darah
Motilitas usus perifer menurun Kelemahan Stomatitis
Plasenta kurang
menurun
asupan nutrisi
Aliran O2 ke MK: D.0056
MK:D.0049 Kehilangan
jaringan menurun Intoleransi
Konstipasi MK:D.0138 Nafsu makan
Aktivitas
Resiko cedera
pada Janin MK: D.0009
Malnutrisi
Perfusi Perifer
tidak efektif
MK: D.0019
Beban kerja Hipoksia, Defisit Nutrisi
MK: D.0039
Resiko Syok jantung lemah dan
meningkat pucat
G. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium dasar ditemui
a. Hb: kurang dari 11g/dl pada trimester pertama dan ketiga, dan kurang dari 10,5 g/dl
pada trimester kedua.
b. Ht: kurang dari 35% pada trimester pertama, kurang dari 30% pada trimester kedua,
dan kurang dari 34% pada trimester ketiga.
c. Indeks Sel Darah Merah: sel mikrositik dan hipokromik untuk anemia defisiensi zat
besi, dan sel megaloblastik untuk defisiensi asam folat. (Wilkinson & Green, 2012)
d. Peningkatan bilirubin total (pada anemia hemolitik)
e. Terlihat retikulositosis dan sferositosis pada apusan darah tepi.
f. Terdapat pansitopenia, sum- sum tulang kosong diganti lemak.

H. Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan Secara Medis
Penanganan anemia yang tepat merupakan hal penting untuk mengatasi anemia
pada awal untuk mencegah atau meminimalkan konsekuensi serius perdarahan.
Penanganan anemia secara efektif perlu dilakukan. Ibu hamil berhak memilih kadar
Hb normal selama kehamilan dan memperoleh pengobatan yang aman dan efektif.
Pengobatan yang aman dan efektif akan memastikan ibu hamil memiliki kadar Hb
yang normal dan mencegah pelaksanaan tindakan tranfusi darah. Peningkatan oksigen
melalui tranfusi darah telah ditentang selama dekade terakhir. Selain itu, tindakan
tranfusi beresiko menimbulkan masalah yang lain, seperti transmisi virus dan bakteri
(Pratami, 2016).
Konsumsi suplemen zat besi setiap hari berkaitan erat dengan peningkatan kadar
Hb ibu sebelum dan sesudah pelahiran. Selain itu, tindakan tersebut juga mengurangi
resiko anemia yang berkepanjangan. Ibu yang mengkonsumsi suplemen zat besi atau
asam folat, baik harian maupun intermiten, tidak menunjukan perbedaan efek yang
signifikan. Konsumsi zat besi oral yang melebihi dosis tidak meningkatkan
hematokrit, tetapi meningkatkan kadar Hb. Pemberian suplemen zat besi oral sering
kali menimbulkan efek samping mual dan sembelit. Sekitar 10-20% ibu yang
mengkonsumsi zat besi oral pada dosis pengobatan mengalami efek saamping, seperti
mual, muntah, konstipasi atau diare. Ibu hamil yang menderita anemia berat mungkin
memerlukan tranfusi darah, yang terkadang tidak memberi peningkatan kondisi yang
signifikan. Selain itu, tranfusi darah juga menimbulkan resiko, baik bagi ibu maupun
janin (Pratami, 2016).
Pemberian suplemen zat besi secara rutin pada ibu hamil yang tidak menunjukan
tanda kekurangan zat besi dan memiliki kadar Hb lebih dari 10,0 g/dl terbukti
memberi dampak positif, yaitu prevelensi anemia selama hamil dan enam minggu
postpartum berkurang. Efek samping berupa hemokonsentrasi, yaitu kadar Hb lebih
dari 13,0 g/dl lebih sering terjadi pada ibu yang mengkonsumsi suplemen zat besi
atau asam folat setiap hari dibandingkan ibu yang tidak mengkonsumsi supleman.
Dalam menangani anemia, profesional kesehatan harus menerapkan strategi yang
sesuai dengan kondisi yang dialami oleh ibu hamil. Penanganan anemia defesiensi zat
besi yang tepat akan meningkatkan parameter kehamilan fisiologis dan mencegah
kebutuhan akan intervensi lebih lanjut (Pratami, 2016).
b. Penatalaksanaan Keperawatan di rumah
Pendidikan kesehatan pada ibu hamil yang menderita anemia adalah dengan
mengonsumsi nutrisi yang baik untuk mencegah terjadinya anemia jika sedang hamil,
makan makanan yang tinggi kandungan zat besi (seperti sayuran berdaun hijau,
daging merah, sereal, telur, dan kacang tanah) yang dapat membantu memastikan
bahwa tubuh menjaga pasokan besi yang diperlukan untuk berfungsi dengan baik.
Selain itu pemberian vitamin adalah cara terbaik untuk memastikan bahwa tubuh
memiliki cukup asam besi dan folat, dan pastikan tubuh mendapatkan setidaknya 27
mg zat besi setiap hari, yaitu dengan cara mengkonsumsi makanan yang tinggi
kandungan zat besi (Proverawati, 2011).

I. Komplikasi
Menurut (Pratami, 2016) kondisi anemia sanggat menggangu kesehatan ibu hamil
sejak awal kehamilan hingga masa nifas. Anemia yang terjadi selama masa kehamilan
dapat menyebabkan abortus, persalinan prematur, hambatan tumbuh kembang janin
dalam rahim, peningkatan resiko terjadinya infeksi, ancaman dekompensasi jantung jika
Hb kurang dari 6,0 g/dl, mola hidatidosa, hiperemis gravidarum, perdarahan ante partum,
atau ketuban pecah dini.
Anemia juga dapat menyebabkan gangguan selama persalinan seperti gangguan
his, gangguan kekuatan mengejan, kala pertama yang berlangsung lama, kala kedua yang
lama hingga dapat melelahkan ibu dan sering kali mengakibatkan tindakan operasi, kala
ketiga yang retensi plasenta dan perdarahan postpartum akibat atonia uterus, atau
perdarahan postpartum sekunder dan atonia uterus pada kala keempat.Bahaya yang dapat
timbul adalah resiko terjadinya sub involusi uteri yang mengakibatkan perdarahan
postpartum, resiko terjadinya dekompensasi jantung segera setelah persalinan, resiko
infeksi selama masa puerperium, atau peningkatan resiko terjadinya infeksi payudara.

J. Proses Keperawatan
1. Pengkajian
1) Identitas klien Meliputi nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, alamat,
pekerjaan, agama, suku bangsa, diagnosa medis.
2) Keluhan utama Biasanya ditemukan keluhan cepat lelah, sering pusing, dan
mata berkunang-kunang
3) Riwayat kesehatan
a. Riwayat kesehatan dahulu Pada pengkajian ini ditemukan riwayat
kehamilan yang berdekatan, dan riwayat penyakit-penyakit tertentu seperti
infeksi yang dapat memungkinkan terjadinya anemia
b. Riwayat kehamilan dan persalinan Biasanya ditemukan kehamilan pada
usia muda, dan kehamilan yang berdekatan
4) Pola Aktivitas Sehari-hari
a. Pola makan Ditemukan ibu kurang mengkonsumsi makanan yang kaya
nutrisis seperti sayuran berdaun hijau, daging merah dan tidak
mengkonsumsi tablet Fe
b. Pola aktivitas/istirahat Biasanya pada ibu hamil yang menderita anemia
mudah kelelahan, keletihan, malaise, sehingga kebutuhan untuk tidur dan
istirahat lebih banyak
5) Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum Ibu hamil terlihat lemah, lesu, tekanan darah menurun,
nadi menurun, pernapasan lambat.
b. Kepala : Rambut biasanya rontok dan terdapat bintik hitam
diwajah,
c. Mata : Biasanya konjungtiva anemis dan sklera tidak ikterik
d. Mulut : Biasanya bibirnya pucat dan membran mukosa kering
e. Abdomen
Inspeksi : pembesaran perut tidak sesuai usia kehamilan
Palpasi : tidak teraba jelas bagian janinya
Auskultrasi : denyut jantung janin antara 120-130 kali/menit
f. Ekstremitas : CRT>2 detik, terdapat varises dikaki, tidak ada udema,
dan akral biasanya dingin
6) Pemeriksaan Laboraturium
Pemeriksaan labor dasar
Hb : Biasanya Hb pada trimester pertama dan ke tiga kurang dari 11
g/dl dan pada trimester ke dua < 10,5 g/dl.
Hematoktrit : <37% (normal 37-41 %).
Eritrosit : <2.8 juta/mm3 (normal 4.2-5.4 juta/mm3).
Trombosit : <200.000 (normal 200.000-400.000/mel).

2. Diagnosa Keperawatan
1. Perfusi perifer tidak efektif b.d. penurunan konsentrasi hemoglobin (D.0009).
2. Defisit nutrisi b.d. peningkatan kebutuhan metabolisme (D.0019).
3. Intoleransi aktivitas b.d. kelemahan (D.0056)
4. Risiko syok d.d. hipoksia (D.0039).
5. Konstipasi b.d. penurunan motilitas gastrointestinal (D.0149).
6. Risiko cedera pada janin d.d. pola maka tidak sehat (D.0138)
3. Intervensi Keperawatan

No Diagnosa Keperawatan Tujuan & Kriteria Intervensi Keperawatan


Hasil
1. Perfusi perifer tidak Perfusi Perifer Perawatan sirkulasi
efektif b.d. penurunan (L.02011). (I.02079).
konsentrasi hemoglobin Setelah dilakukan Observasi
(D.0009). intervensi 1.1. Periksa sirkulasi
keperawatan selama perifer.
1x8 jam maka 1.2. Monitor panas,
diharapkan perfusi kemerahan, nyeri, atau
perifer meningkat, bengkak pada
dengan kriteria hasil: ekstremitas.
1. Denyut nadi Terapeutik
perifer 1.3.Lakukan pencegahan
membaik. infeksi
2. Warna kulit 1.4.Lakukan perawatan kaki
pucat menurun. dan kuku.
3. Akral 1.5.Lakukan hidrasi.
membaik. Edukasi
4. Turgor kulit 1.6. Anjurkan berolahraga
membaik. rutin.
1.7. Anjurkan perawatan
kulit yang tepat.
1.8. Anjurkan program diet
untuk memperbaiki
sirkulasi.
2. Defisit nutrisi b.d. Status nutrisi Manajemen Nutrisi
peningkatan kebutuhan (L.03030) (I.03119)
metabolisme (D.0019). Setelah dilakukan Observasi
intervensi 2.1. Identifikasi status
keperawatan selama nutrisi
1x8 jam maka 2.2. Identifikasi alergi dan
diharapkan status intoleransi makanan
nutrisi membaik, 2.3. Monitor asupan
dengan kriteria hasil: makanan
1. Porsi makanan 2.4. Monitor berat badan
yang dihabiskan Teraupetik
meningkat. 2.5. Berikan makanan tinggi
2. Berat badan serat untuk mencegah
membaik. konstipasi.
3. Indeks Massa 2.6. Berikan makanan tinggi
Tubuh (IMT) kalori dan tinggi
membaik. protein.
2.7. Fasilitasi pedoman diet
(mis.piramida
makanan)
Edukasi
2.8. Ajarkan diet yang
diprogramkan
2.9. Anjurkan posisi duduk,
jika mampu.
Kolaborasi
2.10. Kolaborasi dengan ahli
gizi untuk menentukan
jumlah kalori dan jenis
nutrien yang
dibutuhkan, jika perlu.
3. Intoleransi aktivitas b.d. Toleransi aktivitas Manajemen Energi
kelemahan (D.0056) (L.05047) (I.05178)
Setelah dilakukan Observasi
intervensi 3.1. Identifikasi gangguan
keperawatan selama fungsi tubuh yang
1x8 jam maka mengakibatkan
diharapkan toleransi kelelahan
aktivitas meningkat, 3.2. Monitor kelelahan fisik
dengan kriteria hasil: dan emosional
1. Frekuensi nadi 3.3. Monitor pola jam tidur.
meningkat (5) Terapeutik
2. Keluhan lelah 3.4. Sediakan lingkungan
menurun (5) yang nyaman dan
3. Dipsnea saat rendah stimulus
beraktivitas 3.5. Lakukan latihan
menurun (5) rentang gerak
pasif/aktif
Edukasi
3.6. Anjurkan tirah baring
3.7. Anjurkan strategi
koping untuk
mengurangi kelelahan

4. Risiko syok d.d. Tingkat Syok Pencegahan Syok


hipoksia (D.0039). (L.03032). (I.02068).
Setelah dilakukan Observasi
intervensi 1.1. Monitor status
keperawatan selama kardiopulmonal
1x8 jam maka (frekuensi dan kekuatan
diharapkan tingkat nadi, frekuensi nafas,
syok menurun, dengan TD, MAP).
kriteria hasil: 1.2. Monitor status
1. Kekuatan nadi oksigenasi.
meningkat. 1.3. Monitor status cairan.
2. Akral dingin 1.4. Periksa riwayat alergi.
menurun. Terapeutik
3. Pucat 1.5. Berikan oksigen untuk
menurun. mempertahankan
4. Frekuensi nadi saturasi oksigen > 94%.
membaik. 1.6. Lakukan skin test untuk
mencegah reaksi alergi.
Edukasi
1.7. Jelaskan penyebab dan
faktor risiko syok.
1.8. Jelaskan tanda dan
gejala awal syok.
Kolaborasi
1.9.Kolaborasi pemberian
tranfusi darah, jika
perlu.

5. Konstipasi b.d. Eliminasi fekal Pencegahan konstipasi


penurunan motilitas (L.04033). (I. 04160).
gastrointestinal Setelah dilakukan Observasi
(D.0149). intervensi 5.1.Identifikasi faktor
keperawatan selama risiko konstipasi(mis.
1x8 jam maka asupan serat tidak
diharapkan eliminasi adekuat,asupan cairan
fekal membaik, tidak
dengan kriteria hasil: adekuat,kelemahan otot
1. Kontrol abdomen).
pengeluaran 5.2.Monitor tanda dan
feses gejala konstipasi(mis.
meningkat . defekasi kurang 2 x
2. Keluhan seminggu).
defekasi lama 5.3.Identifikasi penggunaan
dan sulit obat-obatan yang
menurun . menyebabkan
3. Frekuensi konstipasi.
defekasi Terapeutik
membaik . 5.4.Batasi minuman yang
4. Konsistensi mengandung kafein dan
feses membaik alkohol.
. 5.5.Berikan terapi
5. Peristaltik usus akupresur.
membaik . Edukasi
5.6. Anjurkan minum air
putih sesuai dengan
kebutuhan (1500-
2000mL/hari).
5.7. Anjurkan mengonsumsi
makanan yang
berserat(25-30 gr/hari).
5.8. Anjurkan
meningkatkan aktivitas
fisik sesuai kebutuhan.
6. Risiko cedera pada janin Tingkat Cedera Pemantauan denyut
d.d. pola makan tidak (L.14136). jantung janin (I.02056).
sehat (D.0138). Setelah dilakukan Observasi
intervensi 6.1. Identifikasi status
keperawatan selama obstretrik
1x8 jam maka 6.2. Identifikasi riwyat
diharapkan tingkat obstetrik.
cedera menurun, 6.3. Identifikasi adanya
dengan kriteria hasil: penggunaan obat, diet,
1. Toleransi dan merokok.
aktivitas 6.4. Identifikasi kehamilan
meningkat. sebelumnya.
2. Frekuensi nadi 6.5. Monitor denyut jantung
membaik. janin selamat 1 menit.
3. Nafsu makan 6.6. Monitor tanda vital ibu.
meningkat Terapeutik
4. Toleransi 6.7. Atur posisi pasien
makanan 6.8. Lakukan Manuver
meningkat. Leopold untuk
menentukan posisi
janin.
Edukasi
6.9.Jelaskan tujuan dan hasil
pemantauan.
6.10. Informasikan hasil
pemantauan, jika perlu.
DAFTAR PUSTAKA

Barbara, Stright. 2005. Panduan Belajar Keperawatan Ibu-Bayi baru lahir. Jakarta: EGC

Bothamley, judy dan Maureen boyle. 2011. Patofisiologi Dalam Kebidanan. Jakarta: EGC

Handayani, Wiwik. 2008. Asuhan keperawatan pada klien dengan Gangguan Sistem Hematologi.
Jakarta. Salemba medika.

Levero, Kenneth J dkk. 2009. Obstetric Williams. Jakarta: EGC

Manuaba, Ida dkk.2007. Pengantar Kuliah obsetri. Jakarta: EGC

Manuaba, Ida.1998.Ilmu kebidanan penyakit kandungan dan keluarga berencana untuk


pendidikan bidan.Jakarta : EGC

Tim Pokja SDKI DPP PPNI, (2016), Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI), Edisi 1,
Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia

Tim Pokja SLKI DPP PPNI, (2018), Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI), Edisi 1,
Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia

Tim Pokja SIKI DPP PPNI, (2018), Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI), Edisi 1,
Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia

Anda mungkin juga menyukai